• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urbanisasi dan Daya Tarik Kota

dari pertumbuhan makanan.”

C. Urbanisasi dan Daya Tarik Kota

Pada negara maju, perkembangan kota yang telah menyulap aktivitas ekonomi telah mengubah pedesaan menjadi perkotaan, yaitu pada sektor industri dan jasa. Adapun di negara berkembang, seperti halnya Indonesia, ekonomi pertanian menjadi aktivitas yang penting dan masih dianggap menjadi lapangan kerja yang cukup. Sekalipun demikian, negara sedang berkembang pun pada umumnya sedang berusaha untuk mengembangkan industri dan jasa sebagai basis ekonominya karena pertumbuhan sektor pertanian pada umumnya terbatas, hanya bisa ditingkatkan sekitar 3% per tahun, sedangkan pertumbuhan sektor industri dan jasa dapat mencapai pertumbuhan sampai 75% atau 20% per tahun. Akhirnya sektor industri dan jasa ini berada di kota, maka laju penduduk kota pun menjadi lebih tinggi. Negara industri maju telah menjadi kota, sementara negara sedang berkembang dalam proses menjadi kota.

Daya tarik kota yang mendorong terjadinya urbanisasi ini disebut sebagai faktor penarik (pull factor). Pemicunya bukan saja

masalah ekonomi, tetapi juga sosial budaya dan pelayanan kehidupan kota. Bayangan tentang kemajuan dan gemerlapnya kota menjadi daya tarik terjadinya migrasi ke kota. Di Indonesia, diperkirakan perpindahan penduduk yang disebabkan oleh pekerjaan hanya sekitar 40%, selebihnya karena alasan nonekonomi dan nonlapangan kerja seperti misalnya ikut keluarga, mendapatkan pendidikan lebih tinggi, dan tanpa tujuan yang jelas (Tjuk Kuswartojo, 2005: 98).

Perpindahan penduduk desa ke kota, selain karena faktor daya tarik kota, juga bisa disebabkan oleh dorongan kemiskinan dan kelangkaan lapangan kerja pedesaan (disebut dengan push

factor). Karena pedesaan tidak lagi dapat memberikan sumber penghidupan, penduduk pedesaan pindah ke kota dengan harapan dapat menemukan sumber penghidupan yang baru. Struktur pemilikan tanah yang tidak seimbang, dan adanya konsentrasi usaha ekonomi nonpertanian pada petani pemilik tanah yang luas, sering mempersempit usaha dan lapangan kerja di pedesaan. Selain itu, tidak adanya rotasi penanaman dan pemanenan, karena kegiatan tersebut dilakukan secara serempak, menyebabkan ketidakseimbangan penyerapan tenaga kerja pula.

Semua itu merupakan faktor yang mendorong perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota. Sekalipun demikian, migrasi penduduk tersebut di Indonesia tidak terjadi secara serempak dan tiba-tiba, seperti yang terjadi di Amerika Latin. Oleh karena itu, urbanisasi di Indonesia sering dianggap lamban. Walaupun tercatat 40% migrasi karena pekerjaan, keluarga, kerabat atau kenalan tetap menjadi saluran terjadinya proses migrasi. Bagaimana pun, migrasi penduduk yang disebabkan oleh kemiskinan pedesaan, akhirnya menjadi beban kota. Terlebih lagi, karena pihak kota pun sering tidak siap dan tidak mempunyai kemampuan untuk menyiapkan prasarana dan fasilitas yang memadai untuk menampung lapisan penduduk ini.

Beberapa tantangan yang dihadapi kota dengan adanya migrasi penduduk desa yang miskin ini sebagaimana dijelaskan oleh Tjuk Kuswartojo (2005: 98) adalah sebagai berikut.

1. Golongan masyarakat ini masih harus belajar berperilaku dan menyesuaikan diri dengan kondisi perkotaan yang bergantung

golongan masyarakat ini tidak mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan ongkos tersebut.

2. Lapangan kerja tercipta atau diciptakan oleh lapisan masyarakat ini. Dari pekerjaan menjadi kurir, tukang lem amplop, tukang jok, menjadi lapangan kerja di perkotaan yang tidak pernah ada di pedesaan.

3. Keterikatan batin pada kota tempat tinggal lemah, bahkan tidak ada. Tanggung jawab pada lingkungan tempat tinggalnya sangat kurang. Banyaknya kebakaran di Jakarta, misalnya, disebabkan oleh ketidakpeduliannya pada lingkungan. Mereka juga bersedia hidup seadanya, karena apa yang diperoleh justru digunakan untuk membantu keluarganya yang miskin di kota.

D. Kependudukan

Awal tulisan ini sengaja menyoroti masalah kependudukan. Ada keterkaitan yang signifikan antaraproses kependudukan dangan proses sosial, salah satunya adalah urbanisasi. Ada dua proses dasar kaitannya dengan sistem kependudukan, yaitu jumlah orang yang masuk dan jumlah orang yang keluar dari suatu populasi. Besar dan perubahan jumlah penduduk pada waktu tertentu hanya ditentukan oleh proses-proses kumulatif tersebut. Orang dapat masuk ke dalam suatu populasi melalui kelahiran yang lazim disebut dengan istilah

fertilitas atau dapat pula dengan cara pindah ke populasi tersebut. Jika unit analisisnya adalah negara, perpindahan itu disebut imigrasi (J. Dwi Narwoko, 2007: 309).

Kemudian, apabila unit analisisnya lebih sempit (misalnya antarnegara bagian, antarwilayah, atau antardaerah yang berdekatan), maka perpindahan itu disebut migrasi masuk. Keluarnya penduduk mungkin terjadi karena kematian yang biasa kita sebut mortalitas; atau dapat pula dengan perpindahan penduduk dari suatu populasi. Kalau unit analisisnya negara, perpindahan itu disebut emigrasi. Kalau unitnya leblih kecil lagi dari negara disebut migrasi keluar.

Jadi, masuk atau keluar dari suatu populasi memerlukan tiga unsur sistem kependudukan, yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Berbeda dengan fertitiras dan mortalitas, migrasi mencakup proses

“masuk” dan “keluar” dari suatu populasi. Jika satuan analisisnya adalah sistem “kependudukan dunia” atau satuan sosiodemografis yang lebih sempit dan satuan ini tidak pernah mengalami imigrasi (atau migrasi masuk), atau emigrasi (atau migrasi keluar) berarti hanya ada dua unsur yang harus dipertimbangkan, yaitu fertilitas dan mortalitas. Kedua komponen ini sering disebut komponen vital, bukan karena jauh lebih penting dari migrasi, tetapi karena menunjukkan proses biologis dari kelahiran dan kematian dan karenanya bersifat universal.

Untuk tujuan analisis, komponen migrasi dari sistem kependudukan “dilupakan” dan penduduk yang sedang diteliti dianggap sebagai sistem “tertutup”, artinya tertutup dari pengaruh migrasi. Setidaknya ada tiga faktor lain yang sering dimasukkan sebagai unsur integral dari sistem kependudukan, yaitu: (1) struktur penduduk, yaitu distribusi umur dan jenis kelamin; (2) komposisi penduduk, yaitu “ciri-ciri” sosiodemografis penduduk yang luas lingkupnya, antara lain status perkawinan, pendapatan, ras, pendidikan, pekerjaan, atau agama; (3) distribusi penduduk, yaitu persebaran dan lokasi penduduk dalam suatu wilayah tertentu.

Proses masuk dan keluarnya penduduk yang berhubungan dengan fertilitas, mortalitas, dan migrasi adalah komponen sistem kependudukan yang paling dasar. Sementara penting untuk diteliti cara komponen-komponen itu memengaruhi jumlah penduduk dan cara elemen-elemen tersebut saling berkaitan.

Caranya bisa dimulai dengan proposisi sederhana: antara dua periode waktu, jumlah penduduk bisa bertambah, berkurang, atau tetap stabil. Apabila sistem kependudukan yang dipandang sebagai sistem tertutup untuk migrasi, maka akan menghasilkan model perubahan jumlah penduduk berdasarkan atas interaksi dari unsur-unsur vital, yaitu: (1) jumlah penduduk hanya dapat bertambah Jika fertilitas lebih tinggi dari mortaliras; (2) jumlah penduduk hanya bisa berkurang jika mortalitas lebih tinggi dari fertilitas; dan (3) apabila fertilitas sama dengan mortaiiras, jumlah penduduk akan tetap stabil.

Jika kita tidak hanya meneliti interaksi dari unsur-unsur vital dalam suatu penduduk tertutup, tetapi kita “membuka”

jumlah penduduk juga harus ikut dipertimbangkan. Perpindahan neto mungkin akan menyebabkan jumlah penduduk bertambah, berkurang, atau tidak berubah. Apabila satuan analisisnya suatu bangsa, ketiga pola migrasi neto tersebut merupakan akibat dari migrasi internasional. Apabila satuan geografisnya lebih sempit daripada suatu bangsa, migrasi neto adalah akibat dari migrasi internal atau eksternal.

Apabila ketiga tipe perpindahan neto rersebut dikombinasikan dengan pola-pola perubahan penduduk yang terjadi karena ada interaksi antarafertilitas dan mortalitas, akan diperoleh 12 buah model perubahan. Untuk lebih jelasnya bias dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3

Model-model Perubahan Penduduk Berdasarkan Beberapa Komponen Kependudukan

Keterangan Migrasi Neto

Positif Negatif Zero Mortalitas lebih tinggi dari fertilitas T, K, S K K Mortalitas lebih rendah dari fertilitas T T, K, S T

Mortalitas sama dengan fertilitas T K S

Keterangan:

T = Penduduk bertambah K = Penduduk berkurang S = Penduduk stabil

Pertambahan penduduk dapat terjadi, apabila memenuhi hal-hal berikut.

1. mortalitas leblh tinggi daripada fertilitas, tetapi selisih kekurangan fertilitas ini ditutup oleh migrasi neto positif; 2. mortalitas lebih rendah dari fertilitas, meskipun terdapat

migrasi neto positif; 3. tidak ada migrasi neto;