• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha Kecil dan Menengah dan Lembaga Pendukung

Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Depkop dan PKM, 1999).

Ciri-ciri usaha kecil : (a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), (c) Milik Warga Negara Indonesia, (d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar dan (e) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Menurut Hubeis (2006), UKM mempunyai kelebihan dan kekurangan berikut :

a. Kelebihan :

1) Organisasi internal sederhana.

2) Mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan/padat karya, berorientasi ekspor dan substitusi impor.

3) Aman bagi perbankan dalam memberi kredit. 4) Bergerak di bidang usaha yang cepat menghasilkan. 5) Mampu memperpendek rantai distribusi.

6) Fleksibilitas dalam pengembangan usaha. b. Kekurangan :

1) Lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 2) Keterbatasan keuangan.

3) Ketidakmampuan aspek pasar.

4) Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi. 5) Ketidakmampuan informasi.

6) Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai. 7) Tidak terorganisir dalam jaringan dan kerjasama. 8) Sering tidak memenuhi standar.

2. Lembaga pendukung

Lembaga pembiayaan memberikan prioritas pelayanan dan kemudahan memperoleh pendanaan bagi Usaha Kecil, yang bermitra dengan Usaha Besar dan atau Usaha Menengah melalui :

a) Penyediaan pendanaan kemitraan.

b) Penyederhanaan tatacara dalam memperoleh pendanaan dengan memberikan kemudahan dalam pengajuan permohonan dan kecepatan memperoleh keputusan, serta pemberian keringanan persyaratan jaminan tambahan.

c) Penyebarluasan informasi mengenai kemudahan untuk memperoleh pendanaan kemitraan melalui penyuluhan langsung dan media massa yang ada.

d) Penyelenggaraan pelatihan membuat rencana usaha dan manajemen keuangan.

e) Pemberian keringanan tingkat bunga kredit kemitraan.

Lembaga pendukung lain berperan mempersiapkan dan menjembatani Usaha Kecil yang akan bermitra dengan Usaha Besar atau Usaha Menengah (Blessing, 2007) melalui :

a) Penyediaan informasi, bantuan manajemen dan teknologi, terutama kepada Usaha Kecil.

b) Persiapan Usaha Kecil yang potensial untuk bermitra, pemberian bimbingan dan konsultasi kepada Usaha Kecil.

c) Pelaksanaan advokasi kepada berbagai pihak untuk kepentingan Usaha Kecil.

D. Kemitraan

Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (Blessing, 2007). Pada dasarnya, kemitraan usaha ini menjangkau pengertian yang luas. Kemitraan itu berlangsung antara semua pelaku dalam perekonomian, baik dalam arti asal usul atau kepemilikannya, yang meliputi BUMN, badan usaha swasta dan koperasi, maupun dalam arti ukuran usaha yang meliputi Usaha Besar, Usaha Menengah dan Usaha Kecil.

Selain aspek pelaku, dalam aspek obyeknya, kemitraan bersifat terbuka dan menjangkau segala sektor kegiatan ekonomi. Menyadari bahwa upaya mewujudkan struktur perekonomian yang semakin seimbang dan kuat membutuhkan peran yang lebih besar dari Usaha Kecil sebagai kegiatan ekonomi rakyat, yang sebenarnya juga masih sangat memerlukan iklim usaha kondusif, pembinaan dan pengembangan, maka diperlukan perhatian yang lebih besar lagi untuk mengarahkan kemitraan usaha di antara Usaha Besar dan Usaha Menengah dengan Usaha Kecil.

Secara prinsip, kemitraan usaha tetap diarahkan dapat berlangsung atas dasar dan berjalan berdasar norma-norma ekonomi yang berlaku dan atau lazim, serta adanya kebutuhan dalam keterkaitan usaha yang saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam kaitannya dengan keperluan untuk memberi perhatian dan dorongan yang lebih besar kepada terwujudnya kemitraan Usaha Besar dan Usaha Menengah dengan Usaha Kecil, maka prinsip-prinsip di atas tetap diberlakukan. Penekanannya adalah pada penciptaan iklim dan pembinaan, sehingga dapat mempercepat perwujudannya. Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan memberikan peluang kemitraan seluas-luasnya kepada Usaha Kecil, oleh Pemerintah dan dunia usaha.

1. Tujuan kemitraan

Menurut Lubis (2007) tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan kesempatan berusaha dan kemampuan manajemen dalam satu atau lebih aspek :

a) bidang produksi dan pengolahan. b) bidang pemasaran.

c) bidang sumber daya manusia (SDM). d) bidang teknologi.

e) penyediaan bahan baku.

f) pengelolaan usaha dan pendanaan. 2. Prinsip-prinsip kemitraan

a) Usaha menengah dan usaha besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.

b) Pelaksanaan hubungan kemitraan hendaknya diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.

c) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, SDM dan teknologi .

d) Dalam melakukan hubungan kemitraan kedua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.

3. Pelaksanaan kemitraan

Menurut Undang-Undang RI Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil pasal 27, pola usaha kemitraan dilaksanakan dengan pola berikut : a. Pola Kemitraan Inti Plasma

Pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan ini menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis dan manajemen, serta menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan

dengan menjual hasil produksi kepada perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati dan mematuhi aturan atau petunjuk yang diberikan oleh perusahaan inti.

b. Pola Kemitraan Sub Kontrak

Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Bentuk kemitraan semacam ini biasanya ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama, yang di antaranya mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola kemitraan ini dalam banyak kasus ditemukan sangat bermanfaat dan kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, produktivitas dan terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra.

c. Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Beberapa petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya yang bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya, untuk memenuhi atau memasok kebutuhan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama antara para pihak-pihak yang bermitra. Peranan kelompok mitra adalah memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra konsumen atau industri. Pada dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan jual beli, sehingga memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik perusahaan besar maupun kecil.

d. Pola Kemitraan Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan dimana pihak perusahaan mitra baik berskala menengah atau besar memberikan hak

khusus pada perusahaan (usaha kecil) atau kelompok mitranya untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang dan jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa tersebut. Di antara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi.

e. Pola Kemitraan Waralaba

Pola kemitraan waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.

4. Kewajiban UKM dalam kemitraan

a. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya secara berkelanjutan, sehingga lebih mampu melaksanakan kemitraan dengan usaha besar atau usaha menengah.

b. Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar dan atau usaha menengah.

III. METODE KAJIAN

Kajian ini dilakukan di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Unit Sentra Kredit Kecil Cabang Bogor dan mitra binaan yang lokasinya berada di daerah Bogor. Kajian ini dilakukan selama empat bulan, yaitu dari bulan Agustus – November 2007.

Dokumen terkait