sedih untuk mendapatkan apa yang saya inginkan
17.5 31.7 38.1 12.7 100 5 Ketika saya marah, Ustad/ustadzah menganggap
saya belum dewasa
34.9 31.8 22.2 11.1 100 Keterangan :
SS: sangat setuju; S: setuju; KS: kurang setuju; TS: tidak setuju
Pola asuh Laissez-Faire
Pola asuh yang terakhir adalah pola asuh Laissez Faire (Tabel 37) yang menggambarkan bahwa ustad/ustadzah terkadang memberi kebebasan sepenuhnya kepada contoh untuk melakukan apapun (46.0%) dan tidak marah meskipun contoh tidak belajar (30.2%) atau mendapat nilai buruk (42.9%). Kesimpulannya, ustad/ustadzah tetap mengenalkan emosi dan mengajarkan bagaimana mengatasi emosi yang baik, walaupun tidak banyak.
Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh Laissez Faire
No Pernyataan
Persentase (%) SS S KS TS Total 1 Ustad/ustadzah tidak marah atau memberi teguran
kalau saya tidak belajar
Tabel 37 (Lanjutan)
No Pernyataan
Persentase (%) SS S KS TS Total 2 Ustad/ustadzah memberi kebebasan sepenuhnya
kepada saya untuk melakukan apapun yang saya suka
4.8 17.5 46.0 31.7 100
3 Ketika nilai saya buruk, Ustad/ustadzah tidak marah atau menegur saya
6.3 27.0 42.9 23.8 100 4 Ketika saya marah, Ustad/ustadzah berharap saya
dapat mengatasinya sendiri
4.8 6.3 55.6 33.3 100 5 Saya merasa Ustad/ustadzah tidak pernah atau
jarang memberi arahan kepada saya
14.3 12.7 41.3 31.7 100 Keterangan :
SS: sangat setuju; S: setuju; KS: kurang setuju; TS: tidak setuju
Baik atau tidaknya pola asuh yang telah diterapkan pengasuh kepada para santri dapat dilihat pada Tabel 38 dibawah. Tabel 38 menunjukkan bahwa pola asuh pengasuh termasuk dalam kategori baik (87.3%) dengan rata-rata 59.7 yang berarti bahwa pola asuh yang selama ini diterapkan oleh pengasuh sudah sangat baik dan dapat diterima oleh para santri. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara persepsi terhadap pola asuh contoh laki-laki dan perempuan (p>0.05). Hal ini diduga karena tidak adanya perbedaan yang besar terkait pola asuh yang diterapkan pengasuh kepada santri laki-laki maupun perempuan.
Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan persepsi santri terhadap pola asuh emosi
Kategori Laki-laki Perempuan Total
n % n % n % Kurang (1-26) 0 0 0 0 0 0 Sedang (27-53) 5 15.6 3 9.7 8 12.7 Baik (54-80) 27 84.4 28 90.3 55 87.3 Total 32 100 31 100 63 100 Min-maks 41-75 40-72 40-75 Rata-rata±SD 59.13±6.51 60.32±6.12 59.71±6.30 P-Value 0.456 Keterangan : p 0.456 = >0.05
Kecenderungan pola asuh yang diterapkan ustad/ustadzah sebagai pengasuh di pondok pesantren sangat jelas terlihat dalam Tabel 39 di bawah ini. Dari Tabel 39 dapat disimpulkan bahwa pengasuh atau ustad/ustadzah lebih cenderung menerapkan jenis pola asuh pelatih emosi atau coaching (54.0%)
kepada para santrinya. Skor contoh pada pola asuh mengabaikan ini berkisar antara 10-20 dengan skor rata-rata 13.70.
Hasil penelitian pola asuh di pesantren tersebut menunjukkan bahwa para pengasuh atau ustad/ustadzah cenderung mempunyai kesadaran yang kuat akan emosi-emosi mereka sendiri maupun emosi orang-orang yang mereka kasihi. Gottman dan De Claire (1997) menjelaskan bahwa ciri pengasuh atau ustad/ustadzah yang menerapkan pola asuh pelatih emosi antara lain mereka mengenalkan kepada para santri bahwa semua emosi dapat memiliki tujuan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk emosi yang pada umumnya dianggap negatif seperti kesedihan, amarah, dan ketakutan. Lalu pengasuh atau ustad/ustadzah juga mengajarkan kepada para santri bagaimana mengatasi perasaan negatif tersebut dengan cara yang positif. Bila para santri melakukan hal-hal yang merugikan diri mereka sendiri, merugikan orang lain, atau merugikan hubungan mereka dengan orang lain maka pengasuh atau ustad/ustadzah cenderung untuk menghentikan tingkah laku yang merugikan tersebut dan mengarahkan kembali ke kegiatan atau cara pengungkapan yang tidak merugikan.
Tabel 39 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan pola asuh emosi
Kategori Jumlah
n %
pola asuh pelatih emosi
Kurang (<7) 0 0 Sedang (7-13) 29 46.0 Tinggi (14-20) 34 54.0 Total 63 100 Min-maks 7-20 Rata-rata±SD 13.70±3.45
pola asuh mengabaikan
Kurang (<7) 5 7.9 Sedang (7-13) 55 87.3 Tinggi (14-20) 3 4.8 Total 63 100 Min-maks 6-16 Rata-rata±SD 9.63±2.30
Pola asuh tidak menyetujui
Kurang (<7) 5 7.9
Sedang (7-13) 55 87.3
Tabel 39 (Lanjutan) Kategori Jumlah n % Total 63 100 Min-maks 5-15 Rata-rata±SD 9.68±2.24
pola asuh Laissez Faire
Kurang (<7) 6 9.5 Sedang (7-13) 45 71.4 Tinggi (14-20) 12 19.1 Total 63 100 Min-maks 5-20 Rata-rata±SD 10.46±3.17
Hubungan Antar Variabel
Faktor-faktor yang diamati dalam penelitian ini antara lain hubungan antara karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan urutan lahir) dan keluarga (usia orangtua, pendidikan, dan pendapatan) dengan kecerdasan emosional serta hubungan antara kecerdasan emosional dengan kepatuhan dan kemandirian contoh.
Hubungan karakteristik contoh dengan kecerdasan emosional
Uji hubungan antara karakteristik contoh dan kecerdasan emosional dilakukan dengan uji korelasi Spearman. Hasil uji pada Tabel 40 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia contoh dengan kecerdasan emosional. Hal ini diduga karena sebagian besar contoh memiliki usia yang homogen.
Tabel 40 Hubungan antara karakteristik contoh dengan kecerdasan emosional
Variabel Usia Urutan
Lahir Kecerdasan Emosi Usia r p Urutan Lahir r 0.236 p 0.063 Kecerdasan Emosi r -0.091 -0.018 p 0.478 0.886
Urutan lahir contoh dalam keluarga juga tidak berhubungan dengan kecerdasan emosional. Hal tersebut diduga karena rata-rata contoh tergolong kedalam kelompok anak pertama dalam keluarga mereka.
Hubungan karakteristik keluarga contoh dengan kecerdasan emosional Uji hubungan antara karakteristik keluarga dan kecerdasan emosional dilakukan dengan uji korelasi Spearman. Hasil uji dalam Tabel 41 di bawah menunjukkan bahwa hanya besar keluarga contoh dari karakteristik keluarga yang berhubungan nyata dengan kecerdasan emosional contoh (p=0.047; r=0.251*). Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar ukuran keluarga contoh maka kecerdasan emosional contoh juga semakin meningkat.
Tabel 41 Hubungan karakteristik keluarga dengan kecerdasan emosional
Variabel Usia
ayah Usia ibu
Pddkn ayah Pddkn ibu Pdptn Besar Kel KE Usia ayah r p Usia ibu r 0.762** p 0.000 Pendidikan ayah r 0.359** 0.295* p 0.004 0.019 Pendidikan ibu r 0.140 0.129 0.544** p 0.275 0.312 0.000 Pendapatan r -0.030 0.003 0.168 0.216 p 0.813 0.984 0.188 0.088 Besar keluarga r 0.164 0.050 0.084 -0.111 -0.120 p 0.200 0.700 0.514 0.388 0.349 KE r 0.052 -0.042 -0.108 -0.027 0.065 0.251* p 0.686 0.742 0.401 0.833 0.614 0.047 Ket : KE : kecerdasan emosional
Tabel 42 di bawah menunjukkan bahwa 89.5 persen contoh dengan keluarga sedang (5-6 orang) memiliki kecerdasan emosi yang tergolong baik. Hal tersebut bertentangan dengan pendapat Gunarsa dan Gunarsa (2000) bahwa kepadatan anggota keluarga dapat mengganggu pola dan interaksi antar anggota keluarga. Hal ini diduga karena contoh sudah terbiasa hidup mandiri dan mengatasi segala kebutuhan sendiri selama tinggal di pondok pesantren. Selain
itu, pengaruh dari teman, pengasuh dan situasi psikologis di pesantren diduga juga memberikan pengaruh terhadap emosi contoh.
Tabel 42 Hubungan antara besar keluarga dengan kecerdasan emosional
Besar keluarga
Kategori kecerdasan emosional
Sedang Baik Total
n % n % n %
Kecil (≤ 4 orang) 4 22.2 14 77.8 18 100
Sedang (5-6 orang) 4 10.5 34 89.5 38 100
Besar (≥ 7 orang) 2 28.6 5 71.4 7 100
Hubungan kecerdasan emosional dengan kepatuhan dan kemandirian Hasil uji korelasi Spearman, dalam Tabel 43, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kepatuhan (p=0.000; r=0.483**) dan hubungan signifikan dengan kemandirian contoh (p=0.043; r=0.255**). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin baik kecerdasan emosional contoh maka kepatuhan dan kemandirian contoh juga akan semakin baik.
Tabel 43 Hubungan kecerdasan emosional dengan kepatuhan dan kemandirian
Variabel KE Kepatuhan Kemandirian
KE r p Kepatuhan r 0.483** p 0.000 Kemandirian r 0.255* 0.020 p 0.043 0.877
Hubungan kecerdasan emosional dengan kepatuhan
Berdasarkan Tabel 43 di atas maka semakin baik kecerdasan emosional maka kepatuhan contoh juga semakin meningkat. Tabel 44 menunjukkan bahwa 58.5 persen contoh dengan kecerdasan emosional yang baik ternyata masih memiliki tingkat kepatuhan yang kurang. Hanya 1.9 persen contoh dengan kecerdasan emosional yang baik juga memiliki kepatuhan yang baik pula.
Tabel 44 Hubungan kecerdasan emosional dengan kepatuhan contoh
Kecerdasan Emosi
Kepatuhan
Kurang Sedang Baik Total
n % n % n % n %
Kurang (0-43) 0 0 0 0 0 0 0 0
Sedang (44-86) 8 80.0 2 20.0 0 0 10 100.0
Baik (87-129) 31 58.5 21 39.6 1 1.9 53 100.0
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ali dan Asrori (2009) yang menjelaskan bahwa seseorang akan melakukan pengamatan atau pemahaman dengan baik jika emosinya baik dan akan memberikan tanggapan yang positif jika emosinya juga baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika seorang santri memiliki kecerdasan emosi yang baik maka ia dapat memahami sesuatu dengan baik dan akan memberikan respon yang baik pula terhadap hal tersebut.
Hubungan kecerdasan emosional dengan kemandirian
Hasil uji pada Tabel 43 juga menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional contoh maka tingkat kemandiriannya juga semakin meningkat. Tabel 45 di bawah ini menjelaskan bahwa terdapat 92.5 persen contoh dengan kecerdasan emosional baik juga memiliki kemandirian yang baik. Dan hanya 7.5 persen contoh dengan kecerdasan emosional baik ternyata memiliki kemandirian yang kurang baik.
Tabel 45 Hubungan antara kecerdasan emosional dengan kemandirian
Kecerdasan Emosi
Kemandirian
Kurang Sedang Baik Total
n % n % n % n %
Kurang (0-43) 0 0 0 0 0 0 0 0
Sedang (44-86) 0 0 4 40.0 6 60.0 10 100.0
Baik (87-129) 0 0 4 7.5 49 92.5 53 100 .0
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain kecerdasan emosional dari orang tersebut, gen atau keturunan orangtua, pola asuh yang diterima, sistem pendidikan di sekolah dan sistem kehidupan didalam masyarakat (Ali & Asrori 2009). Dan kecerdasan emosi seseorang, pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan beberapa aspek seperti fisik-motorik, kognitif, maupun sosial. Sifat bawaan atau temperamen anak, serta pola asuh
dan lingkungan sosial tempat anak dibesarkan juga berpengaruh terhadap perkembangan emosinya (Daengsari 2009).
Hubungan pola asuh emosi dengan kepatuhan
Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 46 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh emosi dengan kepatuhan (p=0.022; r=0.287*). Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik pola asuh emosi yang diterapkan maka kepatuhan contoh juga akan semakin baik.
Tabel 46 Hubungan pola emosi dengan kepatuhan dan kemandirian
Variabel Pola asuh
emosi Kepatuhan Kemandirian Pola asuh emosi r
p
Kepatuhan r 0.287*
p 0.022
Kemandirian r -0.004 0.020
p 0.976 0.877
Tabel 47 menjelaskan bahwa terdapat 1.8 persen contoh yang memiliki persepsi terhadap pola asuh tinggi sudah memiliki kepatuhan yang baik, walaupun 60 persen contoh lainnya masih memiliki kepatuhan yang rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pondok pesantren sudah cukup berhasil untuk mengembangkan salah satu nilai khas kepesantrenan yaitu sukarela dan mengabdi (Fakih 2004, diacu dalam Ma’arif 2008). Salah satu nilai kepesantrenan tersebut diaplikasikan dengan kemauan dan kerelaan para santri untuk mengikuti dan mematuhi segala peraturan yang ada di pondok pesantren.
Tabel 47 Hubungan pola asuh emosi dengan kepatuhan
Pola asuh emosi
Kepatuhan
Rendah Sedang Baik Total
n % n % n % n %
Kurang (1-26) 0 0 0 0 0 0 0 0
Sedang (27-53) 6 75.0 2 25.0 0 0 8 100.0