• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Umum

Kampung Ciptagelar merupakan kampung tradisional Jawa Barat yang memilki karakter unik yang tercermin dalam tatanan lanskapnya maupun adat budaya masyarakatnya. Meskipun tatanan lanskap dan kehidupan masyarakat cukup kuat diatur dalam adat budaya kasepuhan, namun pengaruh budaya luar juga semakin meningkat. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kehidupan berbudaya mereka dan juga konsep ruang yang sudah mereka terapkan. Di lain pihak, kebiasaan atau budaya masyarakat kasepuhan yang nomaden dan perkembangan jumlah penduduk, dapat mengganggu fungsi zona inti Taman Nasional. Oleh karena itu, perlu dibuat kesepakatan-kesepakatan antara masyarakat adat dan pengelola TNGHS dalam pengelolaan lanskap perkampungan.

Dalam studi ini, konsep yang diusulkan yaitu melindungi keberadaan masyarakat adat kasepuhan Kampung Ciptagelar beserta budaya dan karakter lanskap pemukimannya (pada posisi dan skala ruang yang sama), serta tetap mempertahankan dan memelihara kawasan di sekitarnya sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Rencana Pengelolaan Pelestarian

Pengelolaan lanskap budaya Kampung Ciptagelar dan kawasannya perlu dilakukan dan upaya pelestariannya ini harus terintegrasi dalam rencana dan kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Untuk itu, dibutuhkan suatu kerjasama yang baik dari berbagai pihak terkait, yaitu pihak masyarakat adat dan pihak pengelola TNGHS.

Strategi dari rencana pengelolaan ini yaitu memelihara karakter lanskap budaya pemukiman Kampung Ciptagelar. Selain itu perlu juga dilakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat adat mengenai pentingnya keberadaan zona inti dalam kawasan Taman Nasional.

Dalam rencana pengelolaan dibutuhkan organisasi untuk mengatur pengelolaan pelestarian pemukiman Kampung Ciptagelar dan kawasannya. Terdapat tiga stakeholder, yaitu pengelola Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, masyarakat adat/perangkat adat kasepuhan dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam menentukan

pengelolaan Kampung Ciptagelar, diperlukan hubungan dari ketiga stakeholder tersebut (Gambar 34).

Keterangan:

: garis koordinasi sesuai kesepakatan : garis wewenang pengelolaan langsung

Gambar 34. Keterkaitan Stakeholders Pengelolaan Kampung Ciptagelar

Dalam mengelola kawasan TNGHS hanya pihak pengelola TNGHS yang memiliki kewenangan secara langsung. Namun demikian, pihak pengelola perlu kiranya memperhatikan keberadaan masyarakat adat, bantuan maupun konsultansi dari LSM, dimana pihak LSM ini memiliki orang-orang yang berkompeten dalam pengelolaan pelestarian kawasan. Bagi LSM sendiri, dalam menjalankan programnya diperlukan kerjasama antara LSM dengan masyarakat adat dan dengan pengelola TNGHS. Masyarakat adat sebagai pemilik kampung memiliki kewenangan secara langsung mengelola kampungnya, yaitu Kampung Ciptagelar. Kampung Ciptagelar Pengelola TNGHS Masyarakat Adat (Perangkat Adat Kasepuhan) LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Zonasi Lanskap

Sejak tahun 2003, kawasan TNGHS telah diperluas (Lampiran 4). Namun sampai saat ini belum ditetapkan zonasi berdasarkan luas kawasan yang baru. Berdasarkan luas kampung yang lama, Kampung Ciptagelar berada pada zona inti. Menurut UU RI No. 5 Tahun 1990, kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan dan zona rimba; dan atau yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Peran zona inti di kawasan yaitu sebagai daerah untuk melindungi keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya. Satwa endemik yang ada di kawasan TNGHS di antaranya Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata). Di zona inti juga tidak diperkenankan adanya aktivitas manusia atau masyarakat. Oleh karena itu, sebagai masukan untuk rencana zonasi yang baru, maka dalam studi ini diusulkan kawasan atau wilayah Kampung Ciptagelar dimasukkan ke dalam zona pemanfaatan (Gambar 35). Zona pemanfaatan yang dimaksud dikategorikan dalam zona pemanfaatan tradisional. Hal ini dimaksudkan agar aktivitas masyarakat adat kampung Ciptagelar tidak mengganggu zona inti, dan diharapkan melalui pendekatan ke masyarakat adat, mereka tidak akan berpindah atau meluas ke zona inti. Namun demikian, perubahan atau pengurangan bagian zona inti menjadi zona pemanfaatan (untuk Kampung Ciptagelar) perlu dilakukan secara cermat, agar tidak mengganggu atau merusak fungsi zona inti.

Meskipun Kampung Ciptagelar direncanakan berada di zona pemanfaatan, karena semakin banyak kunjungan masyarakat luar ke kampung tersebut, maka perlu direncanakan pula jalur akses agar lalu-lalang manusia terkonsentrasi pada jalur tersebut dan tidak merusak lingkungan sekitarnya.

Konsep zonasi ini masih perlu dijabarkan dan direncanakan secara detil pada kondisi kawasan yang sesungguhnya. Selanjutnya sosialisasi zonasi kepada masyarakat adat perlu dilakukan secara persuasif agar diperoleh kesepakatan-kesepakatan yang baik untuk kedua belah pihak, yaitu pihak masyarakat adat Kampung Ciptagelar dan pihak pengelola TNGHS.

Gambar 35

. Zonasi Lanskap Kampung

Tindakan Pengelolaan Pelestarian

Setelah kesepakatan-kesepakatan dalam zonasi lanskap disepakati oleh masyarakat adat dan pihak Taman Nasional, direncanakan pula tindakan pengelolaan untuk menunjang pelestarian Kampung Ciptagelar dan kawasan Taman Nasional dimana tindakan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tindakan yang dilakukan oleh masyarakat adat dan tindakan yang dilakukan oleh pihak Taman Nasional.

Tindakan pelestarian yang dapat dilakukan oleh masyarakat adat di antaranya:

1. membuat batasan yang jelas terhadap tata guna lahan masyarakat adat Kampung Ciptagelar

2. melakukan perbaikan fisik untuk mempertahankan karakter kampung 3. meningkatkan aktivitas dan memelihara adat

4. masyarakat adat melakukan pengelolaan terhadap hutannya berdasarkan adat

5. masyarakat adat menggunakan jalur akses sesuai jalur yang telah disepakati dengan pihak Taman Nasional

6. masyarakat adat mempunyai hak meningkatkan kesejahteraan sesuai aturan adat dengan tidak merusak zona inti Taman Nasional.

Sedangkan tindakan pelestarian yang dapat dilakukan oleh pihak Taman Nasional di antaranya:

1. melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat adat mengenai pentingnya keberadaan zona inti dalam kawasan Taman Nasional

2. Memperkenalkan inovasi-inovasi dalam bidang pertanian, seperti cara bercocok tanam agar lahan tetap produktif

3. melakukan kolaborasi dalam menjaga kawasan antara pihak Departemen Kehutanan (Taman Nasional) dengan masyarakat adat

3. melakukan pengawasan terhadap perkembangan kampung dan kawasannya

4. membantu melindungi keberlanjutan masyarakat adat dan meningkatkan kesejahteraan (dapat bekerja sama dengan pihak luar), dalam rangka menjaga keutuhan zona inti, seperti memperhatikan dan membantu perekonomian masyarakat adat

5. mengatur dan mengawasi pengunjung atau masyarakat luar agar menggunakan jalur dan mematuhi aturan-aturan yang sudah ditentukan (tidak merusak kawasan Taman Nasional dan Masyarakat Adat).

Pemerintah Daerah juga diharapkan perhatian dan peranannya baik melalui kebijakan maupun tindakan atau program-program untuk membantu keberlanjutan masyarakat adat (khususnya Kampung Ciptagelar) dan juga kelestarian Taman Nasional. Pemda juga perlu mengakomodir dan membantu masyarakat adat yang mencari penghidupan di luar Taman Nasional.

Dokumen terkait