• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan tentng usulan program yang sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan penghayatan Ekaristi pada saat Perayaan Ekaristi dan di kehidupan sehari-hari.

BAB II

KOMUNI PERTAMA

Di dalam Bab II ini penulis akan membahas tentang Komuni Pertama dan penghayatan Ekaristi. Bab II ini dibagi menjadi dua bagian yaitu Komuni Pertama dan penghayatan Ekaristi. Karena kedua variabel ini saling berkaitan. Dengan adanya pelajaran komuni pertama ini diharapkan pendamping memberikan pengetahuan yang memadahi tentang Perayaan Ekaristi dan bagaimana peserta dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan khidmat. Sehingga diharapkan untuk ke depannya peserta dapat mengikuti Perayaan Ekaristi dengan penghayatan Ekaristi yang mendalam. Pada bagian pertama di dalamnya terdapat makna komuni pertama, pelajaran komuni pertama, dan unsur-unsur dalam pelajaran komuni pertama. Dan kemudian di bagian kedua akan dibahas tentang penghayatan Ekaristi yang di dalamnya terdapat makna penghayatan ekaristi dan faktor-faktor mempengaruhi penghayatan Ekaristi.

A. KOMUNI PERTAMA

1. Makna Komuni Pertama

Komuni pertama diberikan kepada orang dewasa pada Misa Kudus pertama sesudah Pembaptisan. Bagi anak-anak, Komuni Pertama merupakan semacam tahap inisiasi, saat anak yang sudah lama dibaptis, untuk pertama kali dan dengan meriahnya diperbolehkan untuk mengambil bagian secara penuh dan sakramentali dalam Perayaan Ekaristi (Heuken,2005:19). Kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa Komuni Pertama adalah istilah untuk penerimaan komuni yang

pertama kalinya yakni roti dan anggur yang telah dikonsekrasi oleh seorang Imam atau Pastor. Menurut peraturan Gereja, Komuni Pertama untuk anak-anak hanya boleh diterima oleh anak-anak yang sudah dibaptis dan dipersiapkan untuk menyambut atau menerima Komuni Kudus. Biasanya dilaksanakan pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dan jatuh pada bulan Juni. Di dalam Perayaan Ekaristi, komuni menjadi bagian terpenting di mana umat berpartisipasi dalam peristiwa karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus yang dikenangkan dan didoakan di dalam Doa Syukur Agung (DSA).

Istilah komuni sendiri adalah penerimaan roti dan anggur untuk umat di dalam Perayaan Ekaristi sesudah doa berkat atas roti dan piala oleh Imam atau pemimpin perjamuan korban. Di dalam Perayaan Ekaristi, Kristus sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur. Makna komuni yang lain adalah partisipasi umat beriman secara sakramental (dalam rupa roti dan atau anggur) dalam peristiwa karya penebusan Kristus yang tadi dikenangkan atau dihadirkan pada saat DSA yang diucapkan Imam atau diamini oleh umat (Martasudjita, 2005:397). Kehadiran nyata Kristus itu menjadi sumber kehidupan Gereja. Umat berpartisipasi penuh dalam Ekaristi dengan menyambut komuni. Tanpa menerima komuni, partisipasi umat belum terungkap secara sakramental. Ekaristi tidak hanya menghubungkan masing-masing orang secara pribadi dengan Allah, tetapi juga menjadi tanda ikatan antar umat sendiri.

Untuk dapat menerima komuni, anak-anak harus sudah dapat menggunakan akal budinya dan mempunyai cukup pengertian dan telah dipersiapkan dengan saksama sehingga mereka dapat memahami misteri Ekaristi dan mampu

menyambut komuni dengan iman dan hormat (KHK kan. 914). Sebelum menerima Sakramen Ekaristi untuk pertama kalinya atau yang biasa disebut dengan Komuni Pertama, anak-anak harus selalu didahului dengan pengakuan dosa dan absolusi sakramen. Ini dimaksudkan agar anak-anak itu pada saat menerima Tubuh dan Darah Kristus mereka bersih dari dosa dan siap dengan budi dan hati untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus.

2. Pelajaran Komuni Pertama

Persiapan Komuni Pertama adalah masa yang secara khusus untuk membina para calon Komuni Pertama selama beberapa bulan sambil melibatkan orang tua serta seluruh keluarga melalui katekese, latihan dan praktek liturgi beberapa pokok iman dijelaskan secara sistematis dan dirayakan bersama-sama sebelum penerimaan Komuni Pertama (Muller, 2003:7). Dapat diambil kesimpulan Pelajaran Komuni Pertama adalah usaha memberikan kesaksian iman guru agama terhadap anak peserta pelajaran komuni pertama, yang bermaksud menghayati imannya, khususnya dalam rangka menyambut komuni untuk pertama kalinya di dalam Perayaan Ekaristi.

Sebagai pendidikan iman dan pendidikan nilai, persiapan komuni pertama bertujuan agar anak-anak lebih mengerti dan menghayati Komuni Pertama untuk selanjutnya dapat menerapkan dalam perilaku dan sikapnya sehari-hari. Persiapan Komuni Pertama berfungsi sebagai pengantar. Mempersiapkan kehidupan Kristiani, menginisiasikan dirinya sebagai anggota Gereja, agar anak mengerti bagaimana menjadi orang Katolik yang baik. Pendidikan iman dalam persiapan komuni pertama bukanlah yang pertama dan terakhir, tetapi pendidikan iman

sudah lama dilakukan dalam keluarga sejak awal. Berkaitan dengan tujuan persiapan komuni pertama sebagai persiapan penerimaan Ekaristi supaya akhirnya anak secara sadar mengikuti dan ambil bagian dalam Perayaan Ekaristi (Sumarno 2009:42).

Arah yang dituju adalah anak-anak siap untuk menerima Komuni. Dan juga supaya dengan pelajaran Komuni pertama tersebut dapat membantu dalam penghayatan Ekaristi. Di dalam proses ini guru agama yang memiliki peran sangat penting. Karena, guru agama dipercaya oleh Gereja untuk membantu anak-anak mempersiapkan untuk menyambut komuni pertama secara sistematis. Persiapan yang sistematis itu harus mempunyai keterampilan dan kemampuan guru agama untuk dapat mengolah lebih lanjut bahan-bahan yang sudah ada, supaya dapat disampaikan kepada peserta dengan lebih sederhana dan dapat dipahami oleh peserta dengan penuh tanggungjawab.

Peserta pelajaran komuni pertama kurang lebih berumur 9-10 tahun . Pada umur ini, anak-anak mulai keluar dari lingkungan rumah, lebih menjalin relasi dengan teman sebaya. Pada umur ini Gereja mempunyai pendapat bahwa anak sudah mampu untuk mendapat, menangkap dan mengolah pendidikan iman yang diberikan secara khusus. Tahap selanjutnya peserta diharapkan supaya mampu menghayati kebersamaannya dalam merayakan Ekaristi sebagai peristiwa bersama untuk merayakan cinta kasih yang dianugerahkan oleh Yesus Kristus. Pelajaran komuni pertama pembinaan iman yang penting bagi anak untuk lebih memperdalam pengetahuan iman yang mereka ketahui sebelum menerima Sakramen Ekaristi.

Di dalam setiap pertemuan guru agama berperan sebagai pendamping dan juga teman yang dapat bersahabat dengan peserta pelajaran komuni pertama. Sehingga diharapkan peserta dapat dengan mudah menerima pengajaran yang diberikan oleh pendamping. Sebagai seorang pendamping juga harus mempunyai wawasan iman yang luas mengenai pokok-pokok ajaran iman Gereja yang akan diberikan sebagai dasar pengetahuan megenai Gereja Katolik. Pokok-pokok ajaran iman Gereja haruslah diberikan dengan sederhana supaya anak-anak dapat memahaminya dengan mudah. Pendamping adalah seseorang yang beriman dan membantu anak-anak untuk semakin menghayati imannya, mendorong anak-anak untuk mewujudkan suasana doa dalam setiap acara pertemuan. Maka, doa menjadi unsur pokok dalam setiap pertemuan. Doa adalah wujud syukur kita sebagai manusia dari semua anugerah yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia.

Di dalam pelajaran komuni pertama selain seorang pendamping yang mempunyai peran, ada yang lebih penting lagi yaitu peran orang tua. Orang tua adalah pendamping pertama yang dikenal oleh peserta. Di sini orang tua sebagai seorang Katolik wajib mendidik anak-anaknya menjadi Katolik juga, seperti janji perkawinan yang telah diucapkaan sewaktu menerima sakramen perkawinan. Maka dari itu orang tua wajib memberikan motivasi dan mendorong anaknya untuk mendaftar ikut pelajaran komuni pertama dan juga memberi semangat supaya rajin berangkat pertemuan, rajin mengikuti kegiatan lingkungan, dan kegiatan Gereja. Karena itu peran orang tua sangatlah penting di dalam proses anak mengikuti pelajaran komuni pertama.

3. Unsur-unsur dalam Pelajaran Komuni Pertama

Untuk mendukung pelajaran Komuni Pertama, dibutuhkan tenaga-tenaga katekis yang siap untuk memberikan katekese kepada para calon penerima sakramen. Mereka akan mengajar, melatih dan meneguhkan untuk menjadi Katolik. Katekis sendiri juga diharapkan memiliki bekal yang cukup agar mampu mendampingi para calon dengan kesungguhan hati. Yang dimaksudkan mendampingi ialah mengajar, meneguhkan, dan bahkan menjadi saksi serta teladan bagi para calon. Dibutuhkan juga sarana-sarana yang menunjang, diantaranya adalah buku pegangan mengajar. Dengan buku yang ada, diharapkan katekis bisa terbantu baik dalam wawasan pengajaran, metode, maupun isi agar pendampingan menjadi optimal. Dan juga dibutuhkan waktu dan kesetiaan para calon untuk mengikuti pendampingan. Waktu menjadi sarana pengendapan sedangkan kesetiaan calon untuk hadir akan menjadi pertanda keseriusan tersebut untuk menjadi Katolik (Komkat KAS, 2012:11). Dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur dalam pelajaran komuni pertama adalah hal-hal yang bersangkutan dengan komuni pertama dan Ekaristi yang dapat mempengaruhi daya tangkap peserta komuni pertama supaya dapat memahami, mengetahui dan menerapkan semua hal yang telah dipelajari dan diberikan oleh guru agama atau pendamping yang berkaitan dengan penghayatan ekaristi.

a. Pendamping Komuni Pertama atau Guru Agama

Di dalam buku “Katekese Inisiasi” yang diterbitkan oleh Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang bahwa pendamping komuni pertama atau yang biasa disebut guru agama adalah pendamping yang diperlukan dalam pelajaran komuni

pertama. Pendamping pelajaran komuni pertama ini adalah seorang beriman yang dipercaya oleh Gereja untuk membantu anak-anak mempersiapkan menyambut komuni pertama secara matang dan terorganisir. Persiapan yang matang dan terorganisir ini memerlukan keterampilan dan kemampuan seorang pendamping untuk mengolah lebih lanjut bahan-bahan, sehingga akan terwujud dalam hal penyampaian materi secara sederhana dan mudah dimengerti oleh peserta. Seorang pendamping yang bertanggungjawab haruslah mengetahui nilai-nilai strategis dari peserta, supaya dapat masuk dalam pola pikir peserta dengan mudah. Seperti dalam hal umur, peserta lebih peka dengan kehidupan bersama dengan teman sebayanya. Pertumbuhan sikap dan tindak dalam hubungannya dengan teman sebaya, tampak lebih dominan. Pendamping dapat membantu peserta untuk mengembangkan pengertian penghayatan tentang cinta kasih yang dapat dilihat dalam kebersamaan dengan teman sebaya. Selanjutnya diharapkan bahwa peserta mampu untuk menghayatai kebersamaannya dalam merayakan Ekaristi itu sebagai peristiwa bersama untuk merayakan cinta kasih yang dihadiahkan oleh Yesus Kristus.

Seorang pendamping komuni pertama yang kreatif adalah harus dapat memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya. Dengan cara pada saat memberikan pengajaran dapat disisipkan ayat-ayat Kitab Suci dan juga maknanya. Ini diharapkan supaya peserta mengenal, mengetahui isinya dan juga tahu bagaimana membuka Kitab Suci yang benar sesuai dengan bab dan ayat. Pendamping juga dapat menggunakan berbagai macam metode yang ada dalam mengajar. Seperti bercerita, ceramah, permainan, kuis, lomba cerdas cermat, menggunakan alat

peraga, menggunakan LCD dan masih banyak yang lain. Dengan berbagai macam metode yang digunakan, peserta tidak mudah bosan dengan materi yang diberikan karena selalu baru dan juga sesuai dengan semangatnya peserta.

Seorang pendamping mempunyai tugas untuk mempersiapkan dan mendampingi peserta untuk menerima komuni pertama. Setiap peserta pastilah mempunyai orang tua masing-masing, di sini orang tua juga mempunyai peran untuk mendampingi peserta pada saat di rumah. Maka, kerjasama antara pendamping atau guru agama, orang tua dan, peserta sangatlah diperlukan. Misalnya, apabila peserta diberikan tugas oleh pendamping untuk menghafalkan doa orang tua dengan setia membantu untuk mempersiapkannya. Apabila peserta diberi tugas untuk berdoa bersama keluarga, orang tua juga harus mendukung dengan cara mengajak anak-anaknya untuk berdoa bersama. Orang tua juga harus mendorong dan memberi semangat anaknya untuk pergi ke Gereja pada hari Minggu, untuk mengikuti kegiatan di lingkungan bila perlu orang tuanya juga ikut aktif dalam kegiatan di lingkungan tersebut. Usaha-usaha ini semua untuk membantu pendamping komuni pertama mencapai tujuan bersama yaitu mengantarkan peserta untuk menerima komuni pertama dan juga di dalam diri peserta tertanam rasa penghayatan Ekaristi.

b. Buku Pegangan dalam Proses Pendampingan Komuni Pertama

Di dalam setiap pertemuan pastilah menggunakan berbagai buku pegangan yang dipaikai oleh pendamping maupun peserta komuni pertama. Buku pegangan digunakan untuk membantu peserta dan pendamping agar dapat memahami hal-hal apa saja yang akan dipelajari. Buku pegangan juga membantu pendamping

untuk mengatur atau membuat jadwal untuk pemberian materi pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Ada berbagai macam buku yang dapat digunakan pendamping untuk memberikan pelajaran komuni pertama. Dari penerbit kanisius ada tiga buah buku diantaranya “Persiapan Komuni Pertama” karangan Drs. Al. Amin Susanto, “Aku Menerima Komuni Pertama” karangan L. Prasetya, Pr, dan “Yesus Pokok Anggur” karangan Drs. A. Soenarto S.W dkk. Di dalamnya memuat tentang berbagai macam hal-hal yang diperlukan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta tentang liturgi, roti hidup, tentang Yesus Kristus, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di dalam buku tersebut sudah berisi tentang metode pengajaraan, langkah-langkah pengajaran, berbagai macam nyanyian, permainan, ayat-ayat Kitab Suci dan juga tugas-tugas yang akan dikerjakan oleh peserta. Ini sangat membantu dalam hal menyampaikan materi. Sebagai pendamping yang bertanggungjawab, sebaiknya memberikan variasi materi yang akan digunakan dalam pendampingan. Mempersiapkan materi dan sarana yang akan dipakai dalam pelajaran komuni pertama itu sifatnya wajib. Supaya pendamping dapat menyampaikan materi dengan lancar dan dapat dimengerti dengan mudah oleh peserta.

Selain buku pegangan ada juga buku lain yang digunakan dalam pelajaran komuni pertama seperti, Kitab Suci, Madah Bakti, Kidung Adi, Puji Syukur, dll. Buku-buku tersebut membantu peserta untuk lebih memahami tentang ayat-ayat Kitab Suci dan juga mengetahui urutan dalam Perayaan Ekaristi dan juga hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk dapat membantu dalam penghayatan ekaristi.

c. Peserta Pelajaran Komuni Pertama

Peserta adalah unsur yang paling penting dalam pelajaran komuni pertama untuk mempersiapkan menerima Sakramen Ekaristi. Karena apabila tidak ada peserta yang mengikuti maka, tidak ada gunanya pendamping atau guru agama yang mempunyai wawasan luas dan mempunyai keterampilan dalam mengajar para calon penerima Sakramen Ekaristi. Dan juga buku-buku yang digunakanpun tidak berguna apa-apa, sebab tidak ada yang menggunakan buku tersebut. Semuanya sia-sia belaka tanpa ada partisipasi dari peserta sendiri untuk mengikuti pelajaran komuni pertama.

B. PENGHAYATAN EKARISTI

1. Makna Penghayatan Ekaristi

Penghayatan Ekaristi adalah suatu cara, tindakan dan gaya hidup kita yang menggambarkan semangat kita akan Yesus Kristus yang dijiwai dan dipimpin oleh Roh Kudus di dalam Perayaan Ekaristi. Ketika kita berbicara tentang penghayatan ekaristi, kita akan berbicara mengenai gaya atau cara hidup menghayati liturgi di dalam konteks seluruh hidup menurut pimpinan Roh Kudus sendiri. Penghayatan Ekaristi menunjuk pada penghayatan liturgi yang sungguh menjadi sumber dan puncak seluruh kehidupan umat Kristiani. Hal yang pokok dalam penghayatan ekaristi adalah mengambil bagian dalam perayaan. Komuni berarti ikut serta dalam perayaan secara sakramental atau melalui tanda dan sarana dengan Doa Syukur Agung, yang mengungkapkan iman gereja akan Wafat dan kebangkitan Kristus.

Ekaristi adalah puncak dari semua Sakramen yang merupakan perayaan bersama. Pusatnya bukanlah roti dan anggur , melainkan Kristus yang karena iman hadir dalam seluruh umat. Penghayatan Ekaristi itu mengacu pada bagimana sikap dan tindakan kita dalam mengikuti Perayaan Ekaristi. Seperti dengan mengikuti Perayaan Ekaristi tidak terlambat datang dan tidak pulang terlebih dahulu sebelum Misanya selesai. Menggunakan baju yang rapi, tidak ngobrol dengan orang lain, tidak boleh menggunakan handphone (HP) untuk SMS maupun BBM, menghafalkan doa-doa yang sering didoakan pada saat Perayaan Ekaristi, berdoa dengan khidmat. Sebenarnya penghayatan ekaristi itu lebih kepada sikap dan tindakan kita dalam mengikuti Perayaan Ekaristi. Apakah itu sadar atau tidak sadar, atau apakah itu dengan paksaan dan hanya ikut-ikutan yang lain saja. Tetapi yang terpenting itu adalah menghayatai Perayaan Ekaristi dengan sadar, tanpa paksaan, sesuai dengan hati nurani diri kita sendiri supaya apa yang kita lakukan dapat membekas di hati kita dan imbas lainnya adalah di kehidupan kita sehari-hari dengan sesama. Kehidupan kita lebih tertata dan tidak mementingkan diri sendir saja dan kita juga dapat menjadi teladan bagi sesama kita.

Sebenarnya di dalam Perayaan Ekaristi sendiri, kita hanyalah merayakan segala tidakana dan perbuatan Allah di dalam Kristus yang senantiasa kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Segala suka duka, kesulitan, keberhasilan yang kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari menjadi bagian yang nyata dari kehidupan kita bersama Allah di dalam Kristus (Martasudjita, 2002:26).

Dengan demikian, hidup kita di dalam Perayaan Ekaristi dan hidup kita sehari-hari saling meresapi dan tidak saling terpisahkan. Penghubung antara hidup di dalam Perayaan Ekaristi dan hidup kita sehari-hari adalah hidup iman kita sendiri akan Tuhan yang hadir dan senantiasa menyertai dan bersama dengan kita. Di dalam hidup Perayaan Ekaristi kita, iman akan Tuhan yang hadir dan menyertai hidup kita itu diungkapkan secara nyata dan sadar. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari itu iman diungkapkan atau diwujudkan dalam tindakan dan aksi nyata dan konkret, walaupun dari kita sendiri tidak menyadari secara sungguh-sungguh iman tersebut.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penghayatan Ekaristi

Hidup iman seseorang amat menetukan dalam seluruh penghayatan liturginya. Meskipun orang menguasai segala teori liturgi, mengerti seluruh makna dan simbol-simbol liturgi, cakap dalam segala urutan dan rangkaian perayaan liturgi, tetapi apabila hidup iman orang itu dangkal dan tidak mendalam, maka sangat mungkin liturginya kurang mengena dan tidak menyapanya (Martasudjita, 2002:10). Di bawah ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penghayatan Ekaristi seseorang :

a. Diri Kita

Salah satu faktor yang penting ialah persiapan diri kita. Kalau orang tidak bisa menikmati perayaan liturgi, janganlah pertama-tama menyalahkan orang lain, petugasnya, imamnya, lagu-lagunya, dan seterusnya. Harus diakui bahwa faktor petugas dan hal-hal macam itu tentu mempengaruhi penghayatan liturgi kita. Namun, faktor persiapan diri kita sendiri amat sangat penting untuk bisa

menghayatai liturgi dengan sukacita dan hidup (Martasudjita, 2002:37). Sebaik apapun dekorasinya, seindah apapun baju yang dikenakan oleh petugas liturginya, sebaik apapun petugas kor nya, tapi walaupun diri kita sendiri sebagai umat yang hadir dengan hati yang kacau, bisa dipastikan Perayaan Ekaristi tersebut tidak dapat mengena pada hidup kita.

Kita sebagai umat beriman diharapkan berpartisipasi secara sadar aktif dan penuh khidmat di dalam seluruh perayaan Ekaristi dari awal persiapan, pada saat pelaksanaan, dan juga pada saat pengalaman iman di dalam kehidupan kita sehari-hari (SC 48). Melalui kehadiran dan partisipasi kita di dalam seluruh perayaan ekaristi itu sendiri, umat beriman berpatisipasi aktif. Umat mengikuti Perayaan Ekaristi dari awal hingga akhir karena Perayaan Ekaristi adalah satu kesatuan dan merupakan tindakan ibadat (SC 56). Keikutsertaan umat secara sadar dan aktif di dalam sebuah Perayaan Ekaristi tersebut dilaksankan menurut tindakan, tugas, serta keikutsertaan mereka (SC 26). Ini mempunyai arti bahwa semua umat itu mempunnyai tugas dan peranan masing-masing. Di dalam “Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR)” dari antara umat dapat diambil untuk mempunyi peran dan tugas seperti, ada yang menjadi prodiakon, misdinar, lektor, pemazmur, petugas kor, koster, petugas musik, kolektan, dan sebagainya (PUMR 100-107).

Kemudian, partisipasi umat sendiri adalah terdapat pada bagian aklamasi dan jawaban-jawaban umat terhadap salam dan doa-doa imam (PUMR 35), pernyataan tobat, syahadat, doa umat, doa Bapa Kami (PUMR 36). Umat sebaiknya juga ikut terlibat dalam menyanyikan dan mengucapkan sebagai berikut : nyanyian pembuka, kemuliaan, refren Mazmur Tanggapan, bait pengantar injil

(dengan atau tanpa alleluia), nyanyian persiapan persembahan, kudus, aklamasi anamnese, nyanyian pemecah hosti, madah pujian sesudah komuni, dan nyanyian penutup (PUMR 36).

b. Peran dan Tugas Imam

Dalam Perayaan Ekaristi seorang Imam berperan secara khas untuk membawakan pribadi Kristus atau bertindak in persona Christi, tetapi juga sekaligus menjadi saksi dan pelayan seluruh Gereja. Memimpin Perayaan Ekaristi adalah tugas utama seorang Imam (PUMR 92). Maka para Imam hendaknya merayakan Ekaristi setiap hari sebab itu dapat berguna bagi kehidupan imamat dan rohaninya sendiri tetapi juga demi keselamatan umat (PUMR 19). Di dalam Perayaan Ekaristi, Imam bertugas untuk membawakan doa-doa pemimpin atau doa-doa presidensial. Doa-doa tersebut mencakup pertama-tama dan utama, yaitu Doa Syukur Agung (PUMR 31). DSA adalah merupakan puncak dari seluruh ibadat. Kemudian Imam juga membawakan tugas untuk mendoakan doa-doa presidensial yang lain, seperti doa pembuka, doa persiapan persembahan, dan doa sesudah komuni. Doa tersebut diucapkan oleh imam kepada Allah atas nama semua umat beriman yang hadir, dan melalui imam Kristus sendiri yang memimpin himpunan umat (PUMR 30). Doa presidensial harus didoakan dengan suara yang lantang dan dengan ucapan yang jelas supaya umat mudah mendengar doanya dengan jelas. Selama Imam mendoakan doa-doa presidensial tersebut, tidak diperbolehkan adanya doa atau nyanyian atau juga iringan musik (PUMR 32). Imam juga mempunyai wewenang untuk menyampaikan sejumlah ajakan yang terdapat di dalam TPE (PUMR 31). Di dalam perumusannya, Imam juga

Dokumen terkait