• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume Tujuan Peredaran Kayu Bulat

Berdasarkan hasil pengolahan basis data pada Tabel 9, volume peredaran kayu bulat pada tahun 2004 ke Provinsi Jambi sebesar 2.361.643 m3 (98.1%) dari total volume peredaran kayu bulat sebesar 2.407.237 m3. Peredaran terbesar bertujuan ke Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebesar 2.006.480 m3 (85.0%), sedangkan yang paling kecil adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 1.570 m3 (0.1%) dari total volume peredaran kayu bulat yang bertujuan ke Provinsi Jambi sebesar 2.361.643 m3. Total volume asal peredaran kayu bulat sebesar 2.407.237 m3 pada tahun 2004, terdapat peredaran yang bertujuan ke luar Provinsi Jambi, yaitu : Provinsi Banten, Sumatera Selatan, Riau, DKI Jakarta, dan Sumatera Barat dengan total volume sebesar 45.568 m3 (1.9%). Grafik volume tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004 disajikan pada Gambar 13. Data selengkapnya volume tujuan peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi dirinci per kelompok jenis kayu disajikan pada Lampiran 5.

Peta volume tujuan peredaran kayu bulat dibuat berdasarkan 3 kriteria kelas volume, yaitu : kriteria kecil (≤ 700.000 m3), sedang (700.001-1.400.000 m3), dan besar (≥ 1.400.001 m3). Berdasarkan pembagian kriteria tersebut, tergolong kabupaten dengan volume besar hanya Kabupaten Tanjung Jabung Barat, kriteria sedang tidak ada, sedangkan kriteria kecil adalah semua kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Hal ini telah ditunjukkan pada paragaraf

sebelumnya, Kabupaten Tanjung Barat mempunyai volume tujuan peredaran kayu bulat sebesar 85.0%. Peta volume tujuan peredaran kayu bulat tahun 2004 disajikan pada Gambar 14.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000

Kerinci M erangin Sarolangun Batanghari M uaro Jambi Tanjung Jabung Timur Tanjung Jabung Barat

Tebo Bungo Kota Jambi Luar Prov Jambi Kabupaten/Kota/Provinsi Tujuan Vo lu m e (m 3 )

Gambar 13 Volume tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004.

6.3.1 Sebaran Lokasi IPHHK

Provinsi Jambi pada tahun 2004 jumlah IPHHK berkapasitas <6.000 m3/tahun sebanyak 147 buah dengan lokasi terbanyak di Kabupaten Tebo sebesar 51 buah. IPHHK berkapasitas >6.000 m3/tahun sebanyak 39 buah dengan lokasi terbanyak di Kabupaten Muaro Jambi sebesar 17 buah. Total IPHHK terbanyak berlokasi di Kabupaten Tebo sebanyak 54 buah (29.0%) dan Kabupaten Muaro Jambi sebanyak 42 buah (22.6%), sedangkan lokasi IPHHK yang paling sedikit berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebanyak 3 buah (Tabel 14).

Tabel 14 Jumlah IPHHK di Provinsi Jambi dirinci per kabupaten/kota tahun 2004

No Kabupaten/Kota Kap <6 000 m3/tahun Kap >6 000 m3/tahun Total

1 Kerinci 0 0 0

2 Merangin 9 2 11

3 Sarolangun 11 1 12

4 Batanghari 17 5 22

5 Muaro Jambi 25 17 42

6 Tanjung Jabung Timur 1 2 3

7 Tanjung Jabung Barat 7 4 11

8 Tebo 51 3 54

9 Bungo 19 0 19

10 Kota Jambi 7 5 12

Jumlah 147 39 186

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (2005).

Berdasarkan proses pembaharuan izin IPHHK berkapasitas <6.000 m3/tahun yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jambi selama tahun 2004 terdapat 74 buah yang mendapat pembaharuan izin industri, sedangkan 73 buah tidak mendapatkan pembaharuan izin berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jambi (Lampiran 3 dan 4). Pembaharuan izin IPHHK berkapasitas >6.000 m3/tahun menjadi kewenangan oleh Menteri Kehutanan (sampai tahun 2005 masih dalam proses penilaian di Departemen Kehutanan). Jumlah IPHHK aktif berdasarkan pembaharuan izin industri disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah IPHHK aktif di Provinsi Jambi dirinci per kabupaten/kota tahun 2004

Kabupaten/ Jenis Industri (IPHHK)

Kap < 6 000 m3/Th1) Kap > 6 000 m3/Th2) Total No Kota

Jumlah Kap (m3/th) Jumlah Kap (m3/th) Jumlah Kap (m3/th)

1 Kerinci 0 0 0 0 0 0 2 Merangin 3 15 000 0 0 3 15 000 3 Sarolangun 10 38 700 1 30 000 11 68 700 4 Batanghari 14 40 600 3 184 200 17 224 800 5 Muaro Jambi 11 36 340 12 1 479 250 23 1 515 590 6 Tanjabtim 1 5 000 1 155 492 2 160 492 7 Tanjabbar 7 31 800 4 462 200 11 494 000 8 Tebo 12 55 650 2 183 000 14 238 650 9 Bungo 9 33 000 0 0 9 33 000 10 Kota Jambi 7 12 600 3 347 200 10 359 800 Jumlah 74 268 690 26 2 841 342 100 3 110 032

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi (2005) dan Direktorat Jenderal BPK (2005).

Keterangan : 1) Berdasarkan hasil pembaharuan izin oleh Gubernur Jambi tanggal 10 Mei 2004, 21 Juni 2004, dan 25 Nopember 2004.

2)

Berdasarkan data IPHHK yang mengajukan pembaharuan izin ke Menteri Kehutanan tahun 2005 (proses di Direktorat Jenderal BPK).

Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdapat IPHHK aktif berkapasitas <6.000 m3/tahun sebanyak 7 buah dengan total kapasitas sebesar 31.800 m3/tahun dan berkapasitas >6.000 m3/tahun sebanyak 4 buah dengan total kapasitas izin sebesar 494.000 m3/tahun (15.9%) dari total kapasitas izin sebesar 3.114.032 m3tahun (Tabel 15). Keberadaan industri ini menggambarkan bahwa Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai salah satu sentra industri kayu di Provinsi Jambi selain Kabupaten Muaro Jambi yang mempunyai jumlah industri sebanyak 23 buah dengan kapasitas izin sebesar 1.515.590 m3/tahun (48.7%), sehingga memerlukan bahan baku kayu bulat yang cukup besar.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebagai tujuan peredaran kayu bulat dengan volume yang paling kecil, karena kabupaten ini hanya terdapat IPHHK yang aktif berkapasitas <6.000 m3/tahun sebanyak 1 buah dan berkapasitas >6.000 m3/tahun sebanyak 1 buah dengan total kapasitas sebesar 160.492 m3/tahun (5.2%) dari total kapasitas izin sebesar 3.114.032 m3/tahun (Tabel 15). Keberadaan industri ini menggambarkan bahwa Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebagai kabupaten dengan jumlah industri kayu yang paling kecil dengan jumlah 2 buah, walaupun dari total kapasitas izin lebih besar dari Kabupaten Merangin, Sarolangun, dan Bungo, sehingga kebutuhan kayu bulat cukup kecil.

6.3.2 Hubungan Keadaan Penduduk dengan Keberadaan IPHHK

Teori klasik menyatakan bahwa faktor produksi terdiri dari : modal (capital), tenaga kerja (labour), dan tanah (land). Faktor produksi tersebut dapat digambarkan, sebagai berikut : modal merupakan daya beli masyarakat; tenaga kerja terdiri dari aspek fisik dan kualitas, aspek fisik merupakan jumlah tenaga kerja masing-masing sektor, dan aspek kualitas merupakan pendidikan dan kesehatan; dan tanah merupakan tingkat kepadatan penduduk masing-masing daerah untuk melihat daya dukung sumberdaya lahan pada tiap daerah (Rustiadi et al. 2004).

Berkaitan dengan faktor produksi di atas, maka jumlah penduduk yang bekerja di industri kayu dapat mempengaruhi keberadaan industri kayu di suatu kabupaten/kota. Jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2004 sebanyak 2.540.472 jiwa. Jumlah penduduk terbesar berada di Kota Jambi sebanyak

413.699 jiwa, diikuti Kabupaten Kerinci sebanyak 309.333 jiwa, dan terendah di Kabupaten Sarolangun sebanyak 186.881 jiwa. Jumlah penduduk dan jumlah IPHHK Provinsi Jambi disajikan pada Lampiran 25. Grafik jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2004 disajikan pada Gambar 15.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000

Kerinci Merangin Sarolangun Batanghari Muaro Jambi T anjung Jabung T imur T anjung Jabung Barat

T ebo Bungo Kota Jambi

Kabupaten/Kota Ju m lah ( or an g)

Gambar 15 Jumlah penduduk Provinsi Jambi Tahun 2004.

Kota Jambi mempunyai jumlah penduduk sebanyak 413.699 jiwa dan merupakan yang terbesar dibandingkan kabupaten yang lain. Keadaan ini berpengaruh terhadap keberadaan IPHHK sebanyak 10 buah, walaupun Kota Jambi tidak sebagai asal peredaran kayu bulat. Faktor tenaga kerja menunjukkan bahwa sebanyak 3.926 orang sebagai tenaga kerja di industri kayu yang berlokasi di Kota Jambi dan merupakan jumlah terbesar ketiga setelah Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Barat.

Kabupaten Muaro Jambi mempunyai jumlah penduduk sebanyak 255.427 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 48 jiwa/km2. IPHHK di Kabupaten Muaro Jambi berjumlah 23 buah dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 12.501 orang. Jumlah IPHHK dan jumlah tenaga kerja menjelaskan bahwa keberadaan penduduk dapat mendukung kegiatan industri kehutanan, khususnya pemenuhan tenaga kerja. Kondisi ini menggambarkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi sebagai sentra industri kayu terbesar di Provinsi Jambi.

Kabupaten Kerinci mempunyai jumlah penduduk sebanyak 309.333 jiwa dan kepadatan penduduk sebanyak 74 jiwa/km2, merupakan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yang terbesar kedua setelah Kota Jambi, tetapi karena kondisi kawasan hutan dan tidak ada IPHHK yang di Kabupaten Kerinci, maka tidak terdapat hubungan antara keberadaan penduduk yang cukup besar dengan aktivitas kehutanan khususnya industri kayu.

6.3.3 Kebutuhan Kayu Bulat untuk Industri dari Provinsi Jambi

Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan bahan baku kayu bulat, Provinsi Jambi dengan jumlah industri aktif berkapasitas <6.000 m3/tahun dan >6.000 m3/tahun sebesar 100 buah dengan total kapasitas sebesar 3.114.032 m3 memerlukan kebutuhan kayu bulat sebesar 6.120.588 m3/tahun. Perhitungan tersebut dengan pendekatan rendemen untuk industri pengolahan kayu sebesar 62.5% untuk IPHHK berkapasitas <6.000 m3/tahun dan 50% untuk IPHHK berkapasitas >6.000 m3/tahun (SK Dirjen BPK Nomor S.948/VI-BPPHH/2004). Tabel demand, supply, dan neraca kayu bulat untuk industri tahun 2004 berdasarkan kapasitas izin tiap kabupaten/kota disajikan pada Lampiran 26. Grafik demand, supply, dan neraca kayu bulat untuk industri tahun 2004 berdasarkan kapasitas izin per kabupaten/kota disajikan pada Gambar 16.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000

Kerinci Merangin Sarolangun Batanghari Muaro Jambi T anjung Jabung T imur T anjung Jabung Barat

T ebo Bungo Kota Jambi

Kabupaten/Kota Vo lu m e K B ( m 3 )

Demand KB Supply KB Neraca KB

Gambar 16 Demand, supply, dan neraca kayu bulat untuk industri berdasarkan kapasitas izin per kabupaten/kota tahun 2004.

Kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2004 mendapatkan supply bahan baku kayu bulat untuk industri dari dalam Provinsi Jambi sebesar 181.860 m3, sedangkan demand bahan baku kayu bulat sebesar 3.016.644 m3 untuk 23 industri, sehingga terjadi kekurangan kebutuhan kayu bulat sebesar 2.834.784 m3 (94.0%). Data ini menggambarkan bahwa dengan kegiatan produksi secara maksimal, maka Kabupaten Muaro Jambi hanya mampu memenuhi kebutuhan kayu bulat sebesar 6.0%, sedangkan kebutuhan kayu bulat sebesar 94.0% harus dipenuhi dari luar Provinsi Jambi. Fakta ini dapat mengindikasikan adanya industri yang tidak dapat beroperasi, karena tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu bulat.

Kabupaten Bungo dengan kebutuhan bahan baku kayu bulat terkecil mendapatkan supply bahan baku kayu bulat dari dalam Provinsi Jambi sebesar 50.416 m3, sedangkan demand kayu bulat sebesar 52.800 m3 untuk 9 industri, sehingga terjadi kekurangan kayu bulat sebesar 2.384 m3 (4.5%). Data ini menggambarkan bahwa kemampuan Kabupaten Bungo dalam memenuhi kebutuhan kayu bulat untuk industri dengan kapasitas izin maksimal masih cukup baik, dimana kebutuhan kayu bulat terpenuhi sebesar 95.5%.

Jumlah kebutuhan kayu bulat yang cukup besar tersebut ternyata tidak diimbangi dengan jumlah kayu bulat yang beredar. Berdasarkan hasil pengolahan basis data hasil hutan Provinsi Jambi tahun 2004, jumlah peredaran kayu bulat yang menuju Provinsi Jambi sebesar 2.351.363 m3. Jumlah ini hanya dapat mencukupi kebutuhan kayu bulat sebesar 38.4% dari total kebutuhan kayu bulat tahun 2004 sebesar 6.120.588 m3 dan terdapat kekurangan sebesar 3.769.225 m3 (61.6%). Fakta ini menjelaskan bahwa industri yang beroperasi tidak sepenuhnya dapat dipenuhi kebutuhan bahan bakunya dari Provinsi Jambi sendiri, sehingga kebutuhan sebesar 61.6% harus dipenuhi dari luar Provinsi Jambi. Pemenuhan dari luar Jambi sebesar ini tentunya tidak mudah bagi masing-masing industri, sehingga kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi dalam memberikan izin industri harus lebih memperhatikan pemenuhan bahan baku melalui persyaratan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI). Dengan demikian, tujuan pengaturan dan pembinaan industri primer hasil hutan dapat tercapai, yaitu : mewujudkan industri yang produktif, efisien, dan kompetitif; mencegah timbulnya

kerusakan sumberdaya hutan dan lingkungan; serta mengamankan bahan baku dalam rangka Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) (PP Nomor 34 tahun 2002).

Kabupaten Tanjung Jabung Barat menjadi satu-satunya kabupaten yang tidak terjadi kekurangan kayu bulat. Kabupaten Tanjung Jabung Barat memerlukan bahan baku kayu bulat sebesar 983.280 m3, sedangkan dipenuhi dengan supply kayu bulat sebesar 2.006.480 m3, sehingga terjadi kelebihan kayu bulat sebesar 1.023.200 m3. Adanya kelebihan kebutuhan kayu bulat tersebut, maka hasil pembaharuan izin industri di Kabupaten Tanjung Jabung Barat tidak ada industri yang ditolak pembaharuannya, dari 7 industri semuanya mendapatkan pembaharuan izin (Tabel 21).

Adanya industri yang tidak beroperasi disikapi pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan pembaharuan izin, dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jambi tentang pembaharuan izin industri. Sampai tanggal 25 Nopember 2004 dari total 147 industri berkapasitas <6.000 m3/tahun telah disetujui pembaharuan izinnya sebanyak 74 industri, sedangkan berkapasitas >6.000 m3/tahun menjadi kewenangan Menteri Kehutanan (sampai tahun 2005 masih dalam proses penilaian oleh Ditjen Bina Produksi Kehutanan). Daftar jumlah industri yang mendapatkn pembaharuan dan penolakan izin disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Jumlah IPHHK berkapasitas <6.000 m3/tahun di Provinsi Jambi yang mendapat pembaharuan dan penolakan izin tahun 2004

Izin Diterima Izin Ditolak Total

No Kabupaten/

Kota Jumlah Kapasitas

(m3/tahun) Jumlah Kapasitas (m3/tahun) Jumlah Kapasitas (m3/tahun) 1 Kerinci 0 0 0 0 0 0 2 Merangin 3 15.000 6 28.000 9 43.000 3 Sarolangun 10 38.700 1 4.500 11 43.200 4 Batanghari 14 40.600 3 14.200 17 54.800 5 Muaro Jambi 11 36.340 14 27.150 25 63.490

6 Tanjung Jabung Timur 1 5.000 0 0 1 5.000

7 Tanjung Jabung Barat 7 31.800 0 0 7 31.800

8 Tebo 12 55.650 39 131.850 51 187.500

9 Bungo 9 33.000 10 24.800 19 57.800

10 Kota Jambi 7 12.600 0 0 7 12.600

Jumlah 74 268.690 73 230.500 147 499.190

Salah satu kabupaten yang perlu mendapatkan perhatian yang serius dari instansi kehutanan adalah Kabupaten Muaro Jambi yang menjadi sentra industri kayu di Provinsi Jambi. Berdasarkan kebijaksanaan pembaharuan izin industri berkapasitas <6.000 m3/tahun yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sampai tanggal 25 Nopember 2004, khusus untuk Kabupaten Muaro Jambi terdapat penolakan izin industri sebanyak 14 buah dari total 25 buah industri yang mengajukan izin. Kebijakan ini sangat relevan dengan kondisi yang ada di Kabupaten Muaro Jambi yang mengalami kesulitan dalam pemenuhan bahan baku kayu bulat. Dengan banyaknya penolakan izin industri tersebut, hendaknya diiringi dengan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan keputusan tersebut, sehingga pemenuhan bahan baku kayu bulat dapat dipenuhi melalui peredaran yang resmi.

6.3.4Kebutuhan Riil Kayu Bulat untuk Industri dari Provinsi Jambi

Kebutuhan kayu bulat riil Provinsi Jambi tahun 2004 dapat diketahui dengan menghitung kayu bulat yang dibutuhkan untuk memproduksi kayu olahan (berdasarkan rendemen kayu olahan yang beredar). Hasil pengolahan basis data diketahui bahwa peredaran kayu olahan Provinsi Jambi sebesar 2.068.772 m3, sehingga kayu bulat yang dibutuhkan sebesar 4.597.271 m3 (rendemen kayu olahan sebesar 45%, dihitung secara proporsional dari jenis kayu olahan yang beredar). Kebutuhan kayu bulat tersebut hanya dapat dipenuhi sebesar 2.351.363 m3 (51.1%), sedangkan sisanya sebesar 2.245.908 m3 (48.9%) dipenuhi dari luar Provinsi Jambi. Volume peredaran kayu olahan, demand, supply, dan neraca kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004 disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Volume peredaran kayu olahan, demand, supply, dan neraca kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004

No Kabupaten/Kota Volume Per Kelompok Jenis Demand Supply Neraca

Meranti Campuran Total Kayu Bulat Kayu Bulat 1) Kayu Bulat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Kerinci 0 0 0 0 0 0 2 Merangin 2 159 12 910 15 069 33 487 5 726 -27 761 3 Sarolangun 2 179 12 386 14 565 32 367 26 906 -5 461 4 Batanghari 8 747 9 878 18 625 41 389 11 011 -30 378 5 Muaro Jambi 446 141 644 184 1 090 325 2 422 944 181 860 - 2 241 084 6 Tanjung Jabung Timur 0 719 719 1 600 1 570 -30 7 Tanjung Jabung Barat 637 44 956 45 593 101 318 2 006 494 1 905 176 8 Tebo 7 489 239 592 247 081 549 069 35 661 -513 408 9 Bungo 14 451 10 796 25 247 56 104 50 416 -5 688 10 Kota Jambi 50 210 561 338 611 548 1 358 996 42 025 -1 354 971 Jumlah 532 013 1 536 759 2 068 772 4 597 271 2 351 363 -2 245 908

Sumber : Hasil pengolahan basis data hasil hutan Provinsi Jambi (2005).

Keterangan : 1) Berdasarkan rendemen yang dihitung secara proporsional dari kayu olahan yang beredar yaitu sebesar 45%.

(6) = (5) x 1/Rendemen

(8) = (7) – (6), jika negatif (-), maka terjadi kekurangan.

Berdasarkan tabel di atas, Kabupaten Muaro Jambi sebagai kabupaten dengan volume peredaran kayu olahan yang terbesar dengan jumlah volume sebesar 1.090.325 m3, sehingga kebutuhan riil kayu bulat sebesar 2.422.944 m3. Dengan supply bahan baku kayu bulat dari Provinsi Jambi ke Kabupaten Muaro Jambi sebesar 181.860 m3 (7.5%), maka terjadi kekurangan pemenuhan kayu bulat oleh Provinsi Jambi ke Kabupaten Muaro Jambi sebesar 2.241.084 m3 (92.5%). Pemenuhan kayu bulat sebesar 92.5% berasal dari luar Provinsi Jambi. Hal ini akan menjadi permasalahan bagi industri pengolahan kayu di Provinsi Jambi dalam hal pemenuhan bahan baku kayu bulat. Permasalahan dalam pemenuhan bahan baku kayu bulat yang berasal dari luar Provinsi Jambi tentunya memerlukan biaya transportasi pengangkutan yang lebih mahal dan waktu yang relatif lama.

Kekurangan pemenuhan bahan baku kayu bulat oleh Provinsi Jambi juga terjadi di kabupaten/kota yang lain, kecuali Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai kelebihan supply bahan baku kayu bulat sebesar 1.905.176 m3. Hal ini juga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah (instansi kehutanan), dimana Kabupaten Tanjung Jabung Barat

terdapat 11 industri dengan total kapasitas 498.000 m3 dan dengan produksi kayu olahan sebesar 45.593 m3, maka kebutuhan riil kayu bulat hanya sebesar 101.318 m3, sehingga kelebihan supply yang sangat besar (Tabel 17). Grafik volume peredaran kayu olahan, demand kayu bulat, dan supply riil kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004 disajikan pada Gambar 17.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000

Kerinci M erangin Sarolangun Batanghari M uaro Jambi Tanjung Jabung Timur Tanjung Jabung Barat

Tebo Bungo Kota Jambi

Kabupaten/Kota Vo lu m e ( m 3 )

Volume KO Demand KB Supply KB

Gambar 17 Volume peredaran kayu olahan, demand kayu bulat, dan supply riil kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004.

Dengan kondisi ini, hendaknya Pemerintah Daerah Provinsi Jambi agar lebih selektif dalam memberikan izin industri, khususnya kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas industri yang besar tetapi kemampuan dalam memenuhi bahan baku kayu bulat relatif kecil, seperti : Kabupaten Muaro Jambi, Kota Jambi, dan Kabupaten Tebo, sehingga kesulitan pemenuhan bahan baku kayu bulat dapat dihindari. Kebijakan pembaharuan izin industri sebagai salah satu kebijakan yang cukup relevan dalam menunjang tujuan pengaturan dan pembinaan industri, sehingga hanya industri yang produktif, efisien, dan kompetitif yang dapat diberikan izin dan tetap beroperasi.

Dokumen terkait