DRAJAD KURNIADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Hutan di Provinsi Jambi adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Pebruari 2006
Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH, KOMARSA GANDASASMITA, dan MUHAMMAD NUR AIDI.
Sektor Kehutanan sedang menghadapi berbagai masalah, diantaranya : illegal logging, peredaran hasil hutan ilegal, kerusakan hutan, kebakaran hutan, banyaknya industri penggergajian tanpa izin, dan kawasan hutan mengalami tekanan yang luar biasa beratnya sekarang ini. Laju deforestasi periode 1985-1997 sebesar 1.6 juta ha/tahun dan meningkat menjadi 2.8 juta ha/tahun pada periode 1997-2000. Penerapan kebijakan soft landing atau pengurangan secara bertahap produksi kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan produksi, telah menyebabkan kesenjangan antara supply dan demand bahan baku kayu untuk industri. Di sisi lain, kebijakan tersebut secara bertahap akan menekan para pengusaha kayu yang ”nakal”, sehingga hanya industri-industri yang efisien yang dapat tetap bertahan (Departemen Kehutanan 2003).
Penelitian ini bertujuan : mengidentifikasi asal dan tujuan peredaran kayu bulat, jenis kayu bulat, volume kayu bulat, dan alat angkut yang digunakan dalam peredaran kayu bulat tiap kabupaten/kota di Provinsi Jambi; dan mengkaji kebutuhan kayu bulat industri untuk mengetahui kemampuan Provinsi Jambi dalam
supply bahan baku kayu bulat untuk industri di Provinsi Jambi.
Metode yang digunakan, yaitu : query database hasil hutan untuk mendapatkan data peredaran hasil hutan; analisis data spasial dengan pendekatan GIS dengan metode overlay beberapa peta; perhitungan kebutuhan kayu bulat berdasarkan perhitungan kapasitas izin dikalikan dengan 1/rendemen, dan kebutuhan riil kayu bulat berdasarkan perhitungan volume peredaran kayu olahan dikalikan dengan 1/rendemen; dan arahan deskriptif kuantitatif.
Peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi tahun 2004 berasal dari 8 kabupaten, kecuali Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci. Tujuan peredaran kayu bulat ke Provinsi Jambi bertujuan ke 9 kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Kerinci, karena tidak terdapat izin usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK).
Volume peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi sebesar 2.407.237 m3, yang terdiri dari : peredaran kayu jenis campuran sebesar 2.271.481 m3 (94.36%), kayu jenis meranti sebesar 135.435 m3 5.63%), dan kayu jenis indah sebesar 321 m3 (0.01%). Peredaran melalui jalur darat sebesar 2.126.793 m3 (88.3%) dan melalui sungai/laut sebesar 280.444 m3 (11.7%). Volume tujuan peredaran kayu bulat ke Provinsi Jambi tahun 2004 sebesar 2.351.363 m3.
PEMANTAUAN PEREDARAN HASIL HUTAN
DI PROVINSI JAMBI
DRAJAD KURNIADI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pemantauan Peredaran Hasil Hutan di Provinsi Jambi Nama : Drajad Kurniadi
NIM : A253040144
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Ketua
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S.
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan hidayah dan inayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai September 2005 ini ialah peredaran hasil hutan, dengan judul Pemantauan Peredaran Hasil Hutan di Provinsi Jambi.
Persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian laporan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1 Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah, Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc., dan Dr. Ir. M. Nur Aidi, M.S. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penyelesaian laporan karya ilmiah ini;
2 Bapak Prof. Dr. Uup S. Wiradisastra, M.Sc. selaku dosen penguji luar komisi, atas arahan dan bimbingannya;
3 Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua PS PWL, Manajemen dan Staf PS PWL, serta dosen PS PWL atas fasilitas, bantuan, dan bimbingan selama menyelesaikan studi ini;
4 Pimpinan dan Staf Pusbindiklatren-Bappenas atas kesempatan, fasilitas, dan beasiswa yang diberikan kepada penulis;
5 Pimpinan dan Staf BSPHH Wilayah IV Jambi, Ditjen Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan, serta semua instansi terkait, yang telah membantu selama pengumpulan data;
6 Rekan-rekan mahasiswa PS PWL yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi ini dan semoga kekompakan dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini masih terus dipertahankan;
7 Ungkapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada isteri tercinta Henny Mariana atas segala pengertian, dorongan, doa, dan kasih sayang, serta kepada bapak, ibu, mertua, dan seluruh keluarga, atas dorongan dan doa selama penulis menyelesaikan studi.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin.
Bogor, Pebruari 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1977 dari Bapak Baedhowi dan Ibu Emy Mudjiarti. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Rembang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Perencanaan Wilayah (PWL) pada Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa dari Pusbindiklatren-Bappenas.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...xi
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Hipotesis Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Peneltian ... 5
II KERANGKA PEMIKIRAN ... 6
III TINJAUAN PUSTAKA ... 9
3.1 Data ... 9
3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG) ...10
3.3 Hasil Hutan ...12
3.4 Peredaran Hasil Hutan ...14
IV BAHAN DAN METODE PENELITIAN ...17
4.1 Waktu dan Tempat ...17
4.2 Bahan dan Alat ...17
4.3 Metode Penelitian ...17
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...28
5.1 Letak Geografis...28
5.2 Pemerintahan ...30
5.3 Keadaan Penduduk ...30
5.4 Keadaan Curah Hujan ...31
5.5 Kawasan Hutan ...31
5.6 Fungsi Hutan...32
5.7 Produksi Kayu Bulat ...34
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ...36
6.1 Kabupaten/Kota Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat...36
6.2 Volume Asal Peredaran Kayu Bulat ...37
6.3 Volume Tujuan Peredaran Kayu Bulat ...47
6.4 Jalur Transportasi Peredaran Kayu Bulat ...59
6.5 Kondisi Sumberdaya Hutan di Provinsi Jambi ...86
VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...89
7.1 Kesimpulan ...89
7.2 Rekomendasi Peredaran Kayu Bulat ...90
DAFTAR PUSTAKA ...92
LAMPIRAN ...95
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jenis data, sumber data, teknik analisis, dan output berdasarkan
tujuan penelitian ... 26 2 Luas wilayah dirinci per kabupaten/kota di Provinsi Jambi... 28 3 Jumlah kecamatan, kelurahan, dan desa dirinci per kabupaten/kota
di Provinsi Jambi Tahun 2003... 30 4 Jumlah dan kepadatan penduduk dirinci per kabupaten/kota
di Provinsi Jambi tahun 2003 ... 30 5 Rata-rata curah hujan Provinsi Jambi per bulan periode tahun
1999-2003 ... 31 6 Penyebaran kawasan hutan Provinsi Jambi per kabupaten/kota ... 32 7 Luas kawasan hutan Provinsi Jambi berdasarkan fungsinya... 34 8 Matrik volume asal peredaran kayu bulat dan tujuan Provinsi Jambi
tahun 2004 ... 36 9 Potensi tegakan berdiri hasil re-enumerasi PSP Provinsi Jambi... 39 10 Potensi kayu bulat pada hutan produksi Provinsi Jambi berdasarkan
potensi tegakan berdiri ... 39 11 Luas kawasan hutan Provinsi Jambi berdasarkan fungsinya... 40 12 Luas kawasan hutan dan hutan produksi Provinsi Jambi ... 41 13 Sebaran lokasi HPH dan HPHTI di Provinsi Jambi dirinci per
kabupaten/kota... 43 14 Jumlah IPHHK di Provinsi Jambi dirinci per kabupaten/kota
tahun 2004 ... 50 15 Jumlah IPHHK aktif di Provinsi Jambi dirinci per kabupaten/kota
tahun 2004... 50 16 Jumlah IPHHK berkapasitas <6.000 m3/tahun di Provinsi Jambi yang
mendapat pembaharuan dan penolakan izin tahun 2004 ... 55 17 Volume peredaran kayu olahan, demand, supply, dan neraca kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004 ... 57 18 Matrik volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat
berdasarkan jalur transportasi di Provinsi Jambi tahun 2004... 60 19 Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan
Provinsi Jambi tahun 2003 ... 86
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alir dasar pemikiran penelitian ... 8
2 Subsistem-subsistem SIG ... 12
3 Bagan peredaran hasil hutan (Kepmenhut Nomor 126/Kpts-II/2003) ... 16
4 Diagram alir metode penelitian ... 27
5 Peta Administrasi Provinsi Jambi... 29
6 Peta Kawasan Hutan Provinsi Jambi... 33
7 Grafik produksi kayu bulat dari hutan alam produksi Provinsi Jambi tahun 1999-2003 ... 35
8 Volume asal peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004... 37
9 Peta volume asal peredaran kayu bulat Provinsi Jambi Tahun 2004 ... 38
10 Peta hutan produksi Provinsi Jambi ... 42
11 Perbandingan luas HPH dan luas tumpang tindih Peta HPH dengan Peta Hutan Produksi ... 46
12 Perbandingan luas HPHTI dan luas tumpang tindih Peta HPHTI dengan Peta Hutan Produksi ... 47
13 Volume tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004... 48
14 Peta volume tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004... 49
15 Jumlah penduduk Provinsi Jambi Tahun 2004... 52
16 Demand, supply, dan neraca kayu bulat untuk industri berdasarkan kapasitas izin per kabupaten/kota tahun 2004 ... 53
17 Volume peredaran kayu olahan, demand kayu bulat, dan supply riil kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004 ... 58
18 Peta peredaran kayu bulat Kabupaten Merangin tahun 2004... 63
19 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Merangin tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi. ... 64
20 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Sarolangun tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 65
21 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Sarolangun Tahun 2004... 66
22 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Batanghari tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 68
23 Volume tujuan peredaran kayu bulat Kabupaten Batanghari tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 68
24 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Batanghari Tahun 2004 ... 69
25 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Muaro Jambi
tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 71 26 Volume tujuan peredaran kayu bulat Kabupaten Muaro Jambi
tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 71 27 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2004... 72 28 Volume tujuan peredaran kayu bulat Kabupaten Tanjung
Jabung Timur tahun 2004 berdasarkan jalur transportas ... 73 29 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Tahun 2004 ... 74 30 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Tanjung
Jabung Barat tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 76
31 Volume peredaran kayu bulat menuju Kabupaten Tanjung
Jabung Barat tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 76 32 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Tahun 2004 ... 77 33 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Tebo tahun 2004
berdasarkan jalur transportasi ... 79 34 Volume tujuan peredaran kayu bulat Kabupaten Tebo
tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi... 79
35 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Tebo Tahun 2004... 80 36 Volume asal peredaran kayu bulat dari Kabupaten Bungo tahun 2004 berdasarkan jalur transportasi ... 82 37 Volume tujuan peredaran kayu bulat Kabupaten Bungo tahun 2004
berdasarkan jalur transportasi... 82 38 Peta Peredaran Kayu Bulat Kabupaten Bungo Tahun 2004 ... 83 39 Peta Peredaran Kayu Bulat Kota Jambi Tahun 2004 ... 85 40 Volume tujuan peredaran kayu bulat Kota Jambi tahun 2004
berdasarkan jalur transportasi... 86
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar singkatan-singkatan... 96 2 Daftar pengertian istilah/singkatan... 97 3 Produksi kayu bulat Provinsi Jambi periode tahun 1999-2003 ... 101 4 Volume asal peredaran kayu bulat Provinsi Jambi dirinci per kelompok
jenis kayu tahun 2004... 102 5 Volume tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi dirinci
per kelompok jenis kayu tahun 2004... 103 6 Volume asal peredaran kayu bulat Provinsi Jambi berdasarkan
jalur transportasi tahun 2004... 104 7 Volume tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi berdasarkan
jalur transportasi tahun 2004... 105
8 Daftar IPHHK aktif berkapasitas <6.000 m3/tahun dan lokasinya
di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 106 9 Daftar IPHHK tidak aktif berkapasitas <6.000 m3/tahun dan lokasinya
di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 108 10 Daftar IPHHK berkapasitas >6.000 m3/tahun dan lokasinya di Provinsi
Jambi tahun 2004... 110 11 Daftar IPHHK aktif berkapasitas >6.000 m3/tahun dan lokasinya
di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 111 12 Jumlah IPHHK dan kapasitasnya dirinci per kabupaten di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 112 13 Volume asal dan tujuan, jumlah IPHHK, luas hutan produksi, jumlah
penduduk, luas HPH, dan luas HPHTI Provinsi Jambi tahun 2004 ... 113 14 Peta lokasi IPHHK di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 114 15 Nama-nama HPH, luas, dan lokasinya di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 115 16 Perbandingan luas HPH dan luas tumpang tindihPeta HPH dengan
Peta Hutan Produksi... 116 17 Peta lokasi HPH di Provinsi Jambi tahun 2004... 117 18 Peta Hutan Produksi dan lokasi HPH pada Hutan Produksi
di Provinsi Jambi ... 118 19 Nama-nama HPHTI, luas, dan lokasinya di Provinsi Jambi tahun 2004 .. 119 20 Perbandingan luas HPHTI dan luas tumpang tindih Peta HPHTI
dengan Peta Hutan Produksi ... 120 21 Peta lokasi HPHTI di Provinsi Jambi tahun 2004 ... 121
22 Peta Hutan Produksi dan lokasi HPHTI pada Hutan Produksi
di Provinsi Jambi ... 122 23 Peta jaringan jalan utama di Provinsi Jambi ... 123
24 Peta Sungai Batanghari di Provinsi Jambi ... 124 25 Jumlah penduduk dan IPHHK Provinsi Jambi dirinci per
kabupaten/kota tahun 2004 ... 125 26 Demand, supply, dan neraca kayu bulat untuk industri tahun 2004
berdasarkan kapasitas izin tiap kabupaten/kota... 126
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan Hutan Provinsi Jambi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/1999 sebesar 2.179.440 ha (41.0%) dari total luas wilayah Provinsi Jambi sebesar 5.343.600 ha. Walaupun luas kawasan hutannya hanya 2.0% dari total luas kawasan hutan Indonesia sebesar 109.961.844 ha, tetapi Provinsi Jambi mempunyai potensi kayu bulat yang cukup besar. Berdasarkan data Ditjen Bina Produksi Kehutanan tahun 2001 produksi kayu
bulat dari Hutan Alam Produksi Provinsi Jambi sebesar 2.036.250 m3 (20.3%) dari total produksi kayu bulat nasional sebesar 10.051.481 m3 dan merupakan produksi terbesar dibandingkan dengan Provinsi lainnya (Departemen Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan 2004). Produksi kayu bulat mengalami penurunan yang cukup signifikan, pada tahun 2002 menjadi 132.934 m3 dan tahun 2003 menjadi 57.679 m3.
Penurunan produksi riil yang cukup besar ini, terkait dengan salah satu permasalahan yang sedang dihadapi Departemen Kehutanan, yaitu semakin menurunnya potensi hasil hutan karena meningkatnya penebangan liar (illegal logging) dan peredaran hasil hutan illegal. Kegiatan penebangan liar dan peredaran kayu bulat illegal mengakibatkan kerusakan sumberdaya hutan yang sangat memprihatinkan dan merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan kualitas hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta ancaman potensial terhadap integritas dan integrasi bangsa dan negara (Saparjadi 2003).
Penurunan produksi riil ini juga terkait dengan kebijakan soft landing yaitu pengurangan secara bertahap produksi kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan produksi. Tahun 2002 jatah tebangan produksi kayu dari hutan produksi dan hutan alam sebesar 12 juta m3, tahun 2003 diturunkan menjadi 6.89 juta m3, tahun 2004 diturunkan menjadi 5.74 juta m3, dan tahun 2005 diturunkan menjadi 5.63 juta m3 (Departemen Kehutanan, Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2004).
penyangga kehidupan guna perbaikan dan mendukung kegiatan ekonomi jangka panjang (Departemen Kehutanan 2005).
Dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan bagi terealisasinya program pembangunan nasional yang menjadi landasan dan pedoman bagi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan pelaku pembangunan kehutanan lainnya, maka ditetapkan lima kebijakan prioritas bidang kehutanan dalam program pembangunan Departemen Kehutanan. Diantara lima kebijakan prioritas bidang kehutanan tersebut, keseriusan pemerintah dalam penanganan peredaran/ perdagangan kayu illegal dan revitalisasi industri kehutanan menjadi dua prioritas utama. Lima kebijakan prioritas tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.456/Menhut-II/2004 tentang Lima Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu, yang terdiri dari :
1 Pemberantasan pencurian kayu di Hutan Negara dan perdagangan kayu
illegal;
2 Revitalisasi bidang kehutanan, khususnya industri kehutanan;
3 Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan;
4 Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan; 5 Pemantapan kawasan hutan.
Upaya yang diperlukan terkait dengan peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi yaitu adanya kontrol manajemen yang cukup baik dalam memantau peredaran hasil hutan. Upaya tersebut diharapkan dapat membantu dalam pengambilan kebijakan di semua instansi terkait di Provinsi Jambi, seperti : BSPHH Wilayah IV Jambi, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Dinas Kehutanan Kabupaten di Provinsi Jambi.
Kegiatan kehutanan masih didominasi aspek kegiatan produksi hasil hutan, sehingga pemasaran/peredaran hasil hutan perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Pemantauan pemasaran/peredaran hasil hutan memegang peranan yang cukup penting dalam manajemen kegiatan kehutanan. Kegiatan pemantauan peredaran hasil hutan memerlukan data hasil hutan agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan oleh instansi terkait.
Pentingnya proses pengambilan keputusan dalam berbagai aspek pengelolaan hutan, khususnya dalam peredaran hasil hutan, membuat kebutuhan data semakin penting. Data dapat dilihat sebagai input dasar dari perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi. Tidak adanya atau tidak layaknya data bisa berakibat fatal pada program dan proyek kehutanan. Kapasitas untuk mengumpulkan dan memproses data yang relevan dan akurat perlu dikembangkan, karena kebanyakan data peredaran hasil hutan yang merujuk kepada data spasial, maka Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alat yang sangat membantu. SIG dengan bantuan perangkat lunaknya dapat melakukan visualisasi, mengeksplorasi, menjawab query (baik basisdata
spasial maupun non spasial) dan menganalisis data secara geografis.
Alasan tersebut di atas mendasari dibutuhkannya suatu kajian tentang peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi, sehingga diperlukan suatu penelitian pemantauan peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi.
1.2 Perumusan Masalah
Penerapan kebijakan soft landing atau pengurangan secara bertahap produksi kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan produksi, telah menyebabkan kesenjangan antara supply dan demand bahan baku kayu untuk industri. Di sisi lain, kebijakan tersebut secara bertahap akan menekan para pengusaha kayu yang ”nakal”, sehingga hanya industri-industri yang efisien yang dapat tetap bertahan (Departemen Kehutanan 2003).
sebesar 153.000 m3, tahun 2004 diturunkan menjadi 127.000 m3, dan tahun 2005 diturunkan menjadi 120.650 m3 (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2005).
Kapasitas industri dan konsumsi lainnya diperkirakan sebesar 60 juta m3 per tahun, sementara kemampuan supply lestari hanya sekitar 22 juta m3 per tahun, sehingga terdapat kesenjangan sebesar 30-40 juta m3 per tahun. Disamping itu, pertumbuhan industri pengolahan kayu di luar negeri, seperti : Malaysia, Taiwan, Korea, dan RRC yang juga membutuhkan bahan baku kayu bulat dan kayu gergajian dari Indonesia menambah kesenjangan yang memicu penebangan liar (Saparjadi 2003).
Provinsi Jambi pada tahun 2004 mempunyai Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) berkapasitas <6.000 m3/tahun sebanyak 147 buah dengan total kapasitas sebesar 499.190 m3, dan IPHHK berkapasitas >6.000 m3/tahun sebanyak 39 buah dengan total kapasitas sebesar 2.907.010 m3 (Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2005). Pemenuhan kebutuhan kayu bulat untuk industri tersebut mengalami kesulitan dan Provinsi Jambi dalam supply bahan baku kayu bulat tidak dapat mencukupi demand dari industri kayu, sehingga banyak industri yang
tidak dapat beroperasi.
Berpijak pada hal tersebut, perlu dilakukan suatu upaya pendekatan terhadap kegiatan pemantauan peredaran hasil hutan dan kebutuhan bahan baku kayu bulat untuk industri di Provinsi Jambi. Upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan data peredaran hasil hutan yang tepat dan akurat, sehingga dapat digunakan oleh instansi kehutanan yang terkait dalam menunjang tugas pemantauan peredaran hasil hutan khususnya dan tugas-tugas kehutanan umumnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian, yaitu :
1 Bagaimana gambaran peredaran kayu bulat antar kabupaten/kota di Provinsi Jambi tahun 2004?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah pada uraian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1 Mengidentifikasi asal dan tujuan peredaran kayu bulat, jenis kayu bulat, volume kayu bulat, dan alat angkut yang digunakan dalam peredaran kayu bulat tiap kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
2 Memetakan peredaran kayu bulat tiap kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
3 Mengkaji kebutuhan bahan baku kayu bulat tiap kabupaten/kota untuk mengetahui kemampuan Provinsi Jambi dalam supply bahan baku kayu bulat untuk industri di Provinsi Jambi.
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian, maka ditetapkan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu : kemampuan Provinsi Jambi dalam supply bahan baku kayu bulat lebih kecil daripada demand dari industri kayu.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1 Memberikan data yang akurat kepada instansi kehutanan yang terkait dengan peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi.
2 Sebagai informasi penunjang bagi penerapan kebijakan kehutanan pada umumnya dan kebijakan peredaran hasil hutan pada khususnya di Provinsi Jambi .
II KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian tentang pemantauan peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi ini didasari atas beberapa hal yang tertuang dalam kerangka ini, yaitu :
1 Permasalahan
Provinsi Jambi mengalami penurunan produksi riil yang cukup besar, terkait dengan salah satu permasalahan yang sedang dihadapi Departemen Kehutanan, yaitu semakin menurunnya potensi hasil hutan kayu bulat. Hal ini disikapi pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan soft landing. Penerapan kebijakan
soft landing atau pengurangan secara bertahap produksi kayu yang berasal dari hutan alam dan hutan produksi, telah menyebabkan kesenjangan antara supply dan
demand bahan baku kayu untuk industri. Provinsi Jambi selama 3 tahun terakhir
mendapatkan jatah produksi dari hutan alam yang terus menurun, yaitu : pada tahun 2003 jatah tebangan produksi kayu dari hutan produksi dan hutan alam sebesar 153.000 m3, tahun 2004 diturunkan menjadi 127.000 m3, dan tahun 2005 diturunkan menjadi 120.650 m3 (Dephut, Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2005).
Permasalahan industri kehutanan dalam hal pemenuhan bahan baku kayu bulat menjadi salah satu prioritas dalam kebijakan bidang kehutanan, disamping pencurian kayu di Hutan Negara (illegal logging). Terkait dengan kebijakan revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan, pada penelitian ini dilakukan pendekatan untuk mengetahui adanya kesenjangan supply kayu bulat dari Provinsi Jambi dan demand kayu bulat oleh industri kayu di Provinsi Jambi. Dengan menghitung jumlah kebutuhan kayu bulat berdasarkan kapasitas izin industri dan peredaran kayu bulat dari database hasil hutan, maka dapat diketahui kemampuan Provinsi Jambi dalam pemenuhan bahan baku kayu bulat untuk industri di Provinsi Jambi. Data peredaran hasil hutan kayu olahan dijadikan dasar dalam menentukan kebutuhan riil kayu bulat oleh industri dan dibandingkan dengan jumlah peredaran kayu bulat dari database hasil hutan, jika terjadi kekurangan maka dapat diketahui kemampuan riil Provinsi Jambi pada tahun 2004 dalam memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bulat untuk industri.
penelitian ini dapat diketahui berapa besar supply bahan baku kayu bulat oleh Provinsi Jambi untuk memenuhi demand bahan baku kayu bulat oleh industri.
2 Aliran Peredaran Hasil Hutan
Aliran peredaran hasil hutan ini terdiri dari : a Informasi Peredaran Hasil Hutan
Informasi peredaran hasil hutan tersusun dari database hasil hutan dan data peredaran kayu bulat dan kayu olahan. Informasi peredaran hasil hutan memberikan data tentang supply kayu bulat. Data supply ini digunakan untuk mengetahui kemampuan Provinsi Jambi dalam memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bulat berdasarkan perhitungan kapasitas izin dan peredaran kayu olahan. Bagian-bagian tersebut secara hirarki membentuk informasi peredaran hasil hutan. b Informasi Spasial
Informasi spasial tersebut tersusun dari peta digital Provinsi Jambi, yang terdiri dari beberapa tema, yaitu : administrasi Provinsi Jambi, kawasan hutan (hutan produksi), dan jalur transportasi (darat dan sungai).
Integrasi informasi peredaran hasil hutan dan informasi spasial tersebut
dapat memberikan gambaran tentang aliran peredaran kayu bulat secara spasial di Provinsi Jambi untuk mendukung pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah-masalah peredaran hasil hutan yang ada.
3 Keputusan
Bagian keputusan ini merupakan penentuan kebijakan atas pertimbangan pemahaman terhadap permasalahan pemenuhan bahan baku kayu bulat untuk industri. Pertimbangan tersebut didasari atas data peredaran hasil hutan dengan memperhatikan orientasi pembangunan kehutanan yang ada.
4 Rekomendasi Peredaran Hasil Hutan
Rekomendasi peredaran hasil hutan merupakan hasil dari pengkajian masalah peredaran kayu bulat dan kebutuhan bahan baku kayu bulat untuk industri dengan memanfaatkan hasil analisis yang telah dilakukan. Hasil analisis di atas dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi yang dapat mendukung dalam penentuan kebijakan peredaran hasil hutan di Provinsi Jambi atau Departemen Kehutanan.
Gambar 1 Bagan alir dasar pemikiran penelitian.
Keterangan :
1 Bagian Permasalahan
2 Bagian Aliran Peredaran Hasil Hutan (a. Informasi Peredaran Kayu Bulat dan b. Informasi Spasial)
Data Peredaran
3.1 Data
3.1.1 Pengertian Data
Prahasta (2002) menjelaskan data merupakan bahasa, angka, dan simbol-simbol pengganti lain yang disepakati oleh umum dalam menggambarkan obyek, manusia, peristiwa, aktivitas, konsep, dan obyek-obyek penting lainnya. Singkatnya, data merupakan suatu kenyataan apa adanya (raw facts).
Menurut Kadir (1999), data adalah fakta mengenai obyek, orang dan
lain-lain yang dinyatakan oleh nilai (angka, karakter, atau simbol-simbol lain-lainnya). Data yang telah diorganisasikan ke dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan seseorang, manajer, staf, atau orang lain di dalam suatu organisasi atau perusahaan menjadi suatu informasi.
Data harus diproses terlebih dahulu sebelum dianggap sebagai informasi oleh penerimanya. Jika prosesnya kompleks, kompleksitasnya dapat direduksi dengan memecahkan prosesnya menjadi beberapa sub proses yang lebih kecil. Tanpa memperhatikan mekanisme bagaimana datanya diproses, kita dapat mengidentifikasikan paling tidak 10 langkah pemrosesan atau operasi yang dilakukan untuk mengkonversi data hingga menjadi informasi. Operasi-operasi tersebut adalah perekaman data, pemeriksaan atau validasi, klasifikasi, penyusunan, peringkasan, penghitungan, penyimpanan, penyelamatan, duplikasi data, dan transfer data (Prahasta 2004).
3.1.2 Model Data
Model data merupakan kumpulan perangkat konseptual yang digunakan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) data, hubungan antar data (relasi), semantik (makna) data, dan batasan mengenai data bersangkutan (Fatansyah 1999).
Model data juga diartikan sebagai bentuk matematis yang mencakup notasi
atau konsep berfikir mengenai dunia nyata, dan cara atau konsep dalam mengorganisasikan fenomena-fenomena yang sedang diamati (Anonim 2000).
3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)
3.2.1 Pengertian SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) saat ini lebih sering diterapkan ke pengertian informasi geografis yang berorientasi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup juga pengertian sebagai prosedur yang dipakai untuk menyimpan dan memanipulasi data yang bereferensi geografis (Barus dan Wiradisastra 2000).
Aronoff (1989) mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisa obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan yang penting atau kritis untuk dianalisa. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani
data yang bereferensi geografis, yaitu : masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), serta analisis dan manipulasi data.
Prahasta (2004) menjelaskan bahwa konsep-konsep SIG mudah untuk dipahami dan aplikasi-aplikasinya pun tidak terlepas dari persoalan realitas kehidupan sehari-hari, setiap individu mempunyai kesempatan untuk menggunakan SIG sebagai tool untuk pengambilan keputusan. Pengguna dapat lebih memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang, dan pemodelan spasial secara mudah. Selain itu, pengguna dapat membawa, meletakkan, dan menggunakan data-data yang menjadi miliknya sendiri ke dalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan, atau dianalisis baik secara tekstual, secara spasial, maupun kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial) hingga akhirnya disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhannya.
geografis diartikan sebagai bagian dari spasial (keruangan). SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur informasi geografis. Istilah informasi geografis mengandung pengertian tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui. SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi.
3.2.2Komponen SIG
Komponen SIG meliputi perangkat keras, perangkat lunak, data dan sumberdaya manusia. Perangkat keras meliputi komputer, digitizer, scanner,
plotter, dan printer; sedangkan perangkat lunak dapat dipilih baik yang komersil maupun yang tersedia dengan bebas, antara lain : ArcInfo, ArcView, IDRISI, ErMapper, GRASS, dan MapInfo (Puntodewo et al. 2003).
Beberapa cara memasukkan data ke dalam SIG adalah melalui keyboard,
digitizer, scanner, sistem penginderaan jauh, survei lapangan, dan GPS.
Sumberdaya manusia sebagai komponen SIG bukan hanya meliputi staf teknikal, yang bertugas dalam hal pemasukan data maupun pemrosesan dan penganalisian data, tetapi juga koordinator yang bertugas untuk mengontrol kualitas dari SIG. Adapun elemen fungsional SIG meliputi : pengambilan data, pemrosesan awal, pengelolaan data, manipulasi dan analisa data, serta pembuatan output akhir (Puntodewo et al. 2003).
3.2.3Subsistem SIG
Menurut Prahasta (2002) subsistem SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu :
a. Input Data
b. Output Data
Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy ataupun hardcopy, seperti : tabel, grafik, dan peta.
c. Manajemen Data
Subsistem ini mengorganisasikan data spasial dan atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diupdate, dan diedit.
d. Manipulasi dan Analisa Data
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
Gambar 2 Subsistem-subsistem SIG.
3.3 Hasil Hutan
3.3.1 Pengertian Hasil Hutan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan, dijelaskan bahwa :
1. Hasil hutan adalah benda-benda hayati yang berupa hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) selain tumbuhan dan satwa liar.
2. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan selain kayu, termasuk komoditas hasil perkebunan yang dipungut dari Hutan Negara.
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati, dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
Manipulasi dan Analisa Data
Input Data Output Data
Manajemen Data
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Pengertian kayu adalah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan, baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri, maupun kayu bakar (Dumanauw 2001).
Menurut proses produksinya, hasil hutan kayu di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok hutan, terdiri dari : kayu bulat, kayu bakar, limbah kayu, dan lain-lain. Kedua, kelompok produk primer, terdiri dari : kayu gergajian, panel-panel kayu, dan pulp kertas. Panel-panel kayu yang banyak diproduksi dan dipasarkan adalah kayu lapis, blockboard, dan venir. Ketiga, kelompok produk sekunder, terdiri dari : barang-barang meubel, produk penggergajian/penyerutan kayu (woodworking), kertas kayu, dan lain-lain (Departemen Kehutanan 1991).
Pada dasarnya semua kayu bulat dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
produk lanjutan. Namun demikian, produk lanjutan tertentu menuntut kualitas dan spesifikasi khusus bahan baku, agar diperoleh hasil yang berkualitas dan berharga jual tinggi. Spesifikasi bahan baku yang tepat akan menghasilkan produk yang bernilai tinggi, memudahkan proses produksi dan dapat meningkatkan rendemen kayu olahan (Budiaman 2001).
3.3.2Pengelompokan Jenis Kayu
Pengelompokan jenis kayu didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003, tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan.
Pengelompompokan jenis kayu tersebut, terdiri dari : 1 Kelompok Jenis Kayu Meranti/Komersial Satu
2 Kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran/Komersial Dua
Jenis kayu yang termasuk pada kelompok ini terdiri dari 55 jenis kayu perdagangan.
3 Kelompok Jenis Kayu Ebony/Kelompok Indah Satu
Ada 3 jenis kayu perdagangan yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu : jenis kayu Ebony Bergaris, Ebony Hitam, dan Ebony.
4 Kelompok Jenis Kayu Indah/Kelompok Indah Dua
Jenis kayu yang termasuk pada kelompok ini terdiri dari 32 jenis kayu perdagangan.
Pengelompokan ini sebagai dasar untuk pengenaan iuran kehutanan yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR), karena masing-masing jenis kayu/kelompok kayu dikenai iuran yang berbeda-beda. Iuran PSDH berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal BPK Nomor 02/VI-BIKPHH/2005, penetapan harga patokan PSDH berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 436/MPP/Kep/7/2004, sedangkan tarif PSDH berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 1999. Petunjuk
teknis tentang tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran, dan penyetoran PSDH diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 124/Kpts-II/2003. Penentuan tarif DR berdasarkan PP Nomor 92 Tahun 1999, sedangkan petunjuk teknis tentang tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran, dan penyetoran DR diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 128/Kpts-II/2003.
3.4 Peredaran Hasil Hutan
3.4.1 Pengertian
3.4.2 Ketentuan Peredaran Hasil Hutan Kayu Bulat
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan dijelaskan bahwa semua hasil hutan yang berasal dari hutan negara wajib melakukan pengukuran dan pengujian oleh tenaga teknis pengukuran dan pengujian. Tata cara pengukuran dan pengujian hasil hutan dilakukan berdasarkan ketentuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 87/Kpts-II/2003 tentang Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan di Indonesia.
Beberapa ketentuan tentang peredaran hasil hutan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003, diantaranya :
1 Hasil hutan berupa kayu bulat yang beredar dari petak kerja tebangan/blok kerja tebangan dalam hutan dinyatakan sah, apabila berasal dari izin penebangan/pemanenan yang sah.
2 Hasil hutan berupa kayu bulat atau kayu olahan di luar hutan (TPK Antara/ perjalanan/industri/tempat penampungan dan lain-lain) dinyatakan sah, apabila dilengkapi bersama-sama dengan dokumen sahnya hasil hutan, dan untuk
kayu bulat pada fisiknya tertera tanda legalitas berupa tok DK dan identitas yang terdiri dari nomor batang, jenis kayu, dan ukuran kayu.
3 Hasil hutan berupa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dinyatakan sah, apabila berasal dari izin pemungutan atau pengumpulan yang sah, dan atau dilengkapi bersama-sama dengan dokumen sahnya hasil hutan.
4 Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dinyatakan sah, apabila menggunakan blanko dokumen SKSHH yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan, diterbitkan oleh P2SKSHH , isi dokumen sesuai dengan fisik hasil
hutan yang diangkut (jumlah, jenis, dan ukuran), dan tidak terdapat coretan/hapusan/tindisan.
5 Apabila pengisian SKSHH tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam keputusan ini, maka dinyatakan sebagai dokumen yang tidak sah.
6 SKSHH yang telah diterbitkan oleh P2SKSHH, kesesuaian isi dokumen
Bagan kegiatan peredaran hasil hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan, disajikan pada Gambar 3.
Keterangan :
- LHC : Laporan Hasil Cruishing - LHP : Laporan Hasil Pemanenan
- P2LHP : Pejabat Pengesah Laporan Hasil Penebangan - LMKB : Laporan Mutasi Kayu Bulat
- DHH : Daftar Hasil Hutan
- P2SKSHH : Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan - P3KB : Petugas Pemeriksa Penerimaan Kayu Bulat
- LMHHO : Laporan Mutasi Hasil Hutan Olahan - KB : Kayu Bulat
- KO : Kayu Olahan
Gambar 3 Bagan peredaran hasil hutan (Kepmenhut Nomor 126/Kpts-II/2003).
Pembuatan LHP LHP
P2LHP
PEREDARAN KB
Pembuatan DHH
PENERIMAAN KB
P2SKSHH Kayu Bulat LMKB
PEREDARAN KO
P3KB
LMHHO
Pembuatan DHH
4.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-September 2005. Pengambilan data sekunder dilakukan pada instansi-instansi yang terkait, yaitu : Departemen Kehutanan (Badan Planologi Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan), Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah IV Jambi, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi, UPTD Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (BIPHUT) Provinsi Jambi, Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, dan BPS Provinsi Jambi.
4.2 Bahan dan Alat
4.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah peta, yang terdiri dari : Peta Administrasi Provinsi Jambi, Peta HPH Provinsi Jambi, Peta HPHTI Provinsi Jambi, Peta IPHHK Provinsi Jambi, Peta Kawasan Hutan Provinsi Jambi, Peta Jaringan Jalan Provinsi Jambi, dan Peta Sungai Provinsi Jambi, masing-masing peta dibuat dengan skala 1 : 250.000 dan tahun 2003.
4.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan, antara lain : satu set komputer dengan perangkat lunak ArcView GIS, Microsoft Access, Microsoft Word, dan Microsoft Excel.
4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Pengumpulan Data
A Identifikasi Data
1) Hasil hutan, meliputi : jenis hasil hutan kayu bulat, kelompok jenis kayu bulat, asal dan tujuan peredaran, volume peredaran kayu bulat, alat angkut yang digunakan, dan jalur transportasi yang digunakan.
3) Peta, meliputi :
a. Peta Administrasi Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003 b. Peta HPH Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003
c. Peta HPHTI Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003 d. Peta IPHHK Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003
e. Peta Kawasan Hutan Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003 f. Peta Jaringan Jalan Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003 g. Peta Sungai Provinsi Jambi, skala 1 : 250.000 dan tahun 2003
4) Data Penduduk, meliputi : jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah tenaga kerja tiap industri. Data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk bersumber pada data potensi desa Provinsi Jambi tahun 2003, sedangkan jumlah tenaga kerja tiap industri bersumber pada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2004.
B Sumber Data
Data sekunder berasal dari : Departemen Kehutanan (Badan Planologi
Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan), Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah IV Jambi, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi, UPTD Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan (BIPHUT) Provinsi Jambi, Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, dan BPS Provinsi Jambi.
4.3.2Pengolahan Data
A Peredaran Hasil Hutan
1) Basis data
Basis data ini terdiri dari entity dan atribut sebagai berikut : a. Entity Pengirim, Tujuan, dan Penerbit SKSHH
Atribut-atributnya terdiri : tanggal, nomor seri (primekey), masa berlaku, asal perusahaan, alamat kantor, via pengangkutan, alat angkut, alamat muat, asal produksi, penerbit SKSHH, nomor register, tujuan perusahaan, alamat pembeli, alamat bongkar, keterangan, dan pengentry.
b. Entity Hasil Hutan
Atribut-atributnya terdiri : nomor seri (foreignkey), jenis hasil hutan, jenis Kayu Meranti, jenis Kayu Campuran, jenis Kayu Indah, jenis Kayu Mewah, jumlah, satuan jumlah, volume Kayu Meranti, volume Kayu Indah, dan volume Kayu Campuran.
2) Pemanfaatan Basis data
Basis data hasil hutan tersebut dimanfaatkan untuk pengambilan data peredaran kayu bulat, yang terdiri dari : jenis kayu bulat, volume kayu bulat, asal peredaran kayu bulat, tujuan peredaran kayu bulat, dan alat
angkut yang digunakan. Pada tahap ini dilakukan query untuk mendapatkan data yang diinginkan dengan langkah sebagai berikut :
a. Penyiapan basis data peredaran hasil hutan b. Query
Query dilakukan untuk identifikasi data-data sebagai berikut : b.1. Identifikasi asal dan tujuan peredaran kayu bulat dan kayu
olahan.
Identifikasi asal dan tujuan peredaran kayu bulat dan kayu olahan dilakukan untuk mengetahui asal dan tujuan peredaran kayu bulat dan kayu olahan, yaitu : kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran kayu bulat.
b.3. Identifikasi kelompok jenis kayu bulat dan kayu olahan.
Identifikasi kelompok jenis kayu bulat dan kayu olahan dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok jenis yang beredar, yaitu : Kelompok Jenis Kayu Meranti, Kelompok Jenis Kayu Campuran, dan Kelompok Jenis Kayu Indah.
b.4. Identifikasi alat angkut yang digunakan.
Identifikasi alat angkut yang digunakan dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis alat angkut yang digunakan, yaitu : alat angkut darat (truk) dan sungai (rakit dan ponton), dengan menghitung volume per alat angkut dan per kabupaten/kota. 3) Peta Perusahaan
Lokasi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) sebagai asal peredaran kayu bulat dan Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) sebagai tujuan peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi disajikan dalam peta perusahaan. Peta HPH dan HPHTI dibuat oleh Badan Planologi Kehutanan (2003) dan Peta IPHHK oleh
Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Provinsi Jambi (2003).
B Pembuatan Peta
1) Peta Hutan Produksi
Pembuatan Peta Hutan Produksi dengan langkah-langkah : a. Penyiapan Peta Kawasan Hutan.
b. Melakukan query dengan SIG terhadap kawasan hutan produksi. c. Menampilkan kawasan hutan produksi sebagai peta sendiri. d. Peta Hutan Produksi telah terbentuk.
2) Peta Jaringan Jalan Utama
Pembuatan Peta Jaringan Jalan Utama dengan langkah-langkah : a. Penyiapan Peta Jaringan Jalan.
3) Peta Sungai Batanghari
Pembuatan Peta Sungai Batanghari dengan langkah-langkah : a. Penyiapan Peta Sungai.
b. Melakukan query dengan SIG terhadap Sungai Batanghari. c. Menampilkan Sungai Batanghari sebagai peta sendiri. d. Peta Sungai Batanghari telah terbentuk.
4) Peta Volume Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat
Pembuatan peta tersebut dengan langkah-kangkah sebagai beikut : a. Penyiapan Peta Administrasi.
b. Input data volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat dalam atribut Peta Administrasi.
c. Penentuan kelas kriteria volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat dengan pengklasifikasian 5 (lima) kelas volume dengan pendekatan SIG (classify of natural breaks type), yaitu :
- Kelas volume asal peredaran, terdiri dari : 0-11.194 m3, 11. 195-81.105 m3, 81.106-179.801 m3, 179.802-599.795 m3, dan 599. 796-1.224.996 m3.
- Kelas volume tujuan peredaran, terdiri dari : 0-5.726 m3, 5. 727-16.600 m3, 16.601-50.416 m3, 50.417-181.860 m3, dan 181. 861-2.006.494 m3.
d. Peta Volume Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat telah terbentuk berdasarkan masing-masing kriteria yang telah ditentukan.
4.3.3Analisis Data
A Analisis Peredaran Kayu Bulat
Analisis peredaran kayu bulat dilakukan dengan melakukan query Basis data Hasil Hutan Provinsi Jambi. Analisis ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Analisis Kabupaten/kota Asal dan Tujuan Peredaran Hasil Hutan.
Analisis ini menjelaskan tentang kesesuaian kondisi lokasi kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran hasil hutan dan pola asal dan tujuannya. Kesesuaian kondisi lokasi asal dengan mengkaji data distribusi lokasi HPH dan HPHTI di masing-masing kabupaten dan distribusi pada kawasan hutan (hutan produksi). Kesesuaian kondisi lokasi tujuan peredaran kayu bulat dengan mengkaji data lokasi industri kayu (IPHHK) di tiap kabupaten/kota, jumlah penduduk, dan jalur transportasi yang digunakan.
2) Analisis Volume Peredaran Hasil Hutan.
Analisis volume peredaran hasil hutan dilakukan untuk menganalisis besarnya volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat dari dan ke kabupaten/kota.
Analisis ini menjelaskan tentang kesesuaian kondisi lokasi kabupaten/kota asal dan tujuan peredaran hasil hutan dengan besarnya volume peredaran masing-masing kabupaten/kota asal dan tujuan. Kesesuaian kondisi lokasi asal dengan mengkaji data distribusi lokasi
HPH dan HPHTI di masing-masing kabupaten, distribusi kawasan hutan (hutan produksi). Kesesuaian kondisi lokasi tujuan peredaran kayu bulat dengan mengkaji data lokasi industri kayu (IPHHK) yang aktif di tiap kabupaten/kota, kebutuhan bahan baku kayu bulat tiap kabupaten/kota berdasarkan jumlah industri dan kapasitasnya, jumlah penduduk, dan jalur transportasi yang digunakan.
3) Analisis Kelompok Jenis Hasil Hutan.
Analisis kelompok jenis hasil hutan dilakukan untuk menganalisis kelompok jenis yang beredar, terdiri dari : Kelompok Jenis Kayu Meranti, Kelompok Jenis Kayu Campuran, dan Kelompok Jenis Kayu Indah.
Pada analisis ini dijelaskan tentang dasar pengelompokan jenis kayu bulat oleh Departemen Kehutanan dan volume peredaran masing-masing kelompok jenis tiap kabupaten/kota. Volume peredaran dibandingkan dengan jatah tebang yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.
4) Analisis Jalur Transportasi yang Digunakan.
alat angkut darat dan sungai yang digunakan, serta jumlah volume per alat angkut/kabupaten.
B Analisis Spasial
Analisis spasial dilakukan untuk menganalisis data spasial yang terkait dengan peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan metode overlay (tumpang tindih). Tumpang tindih beberapa peta dilakukan untuk mendapatkan beberapa peta yang diinginkan untuk analisis data spasial yang terkait dengan peredaran kayu bulat. Proses yang dilakukan pada metode ini, antara lain :
1) Penentuan Lokasi Kabupaten/kota Asal Peredaran Hasil Hutan.
Penentuan lokasi ini dengan melakukan tumpang tindih Peta HPH dan Peta HPHTI dengan Peta Administrasi untuk mendapatkan Peta Lokasi HPH dan HPHTI Provinsi Jambi. Lokasi masing-masing HPH dan HPHTI pada masing-masing kabupaten sebagai lokasi asal peredaran kayu bulat. Keberadaan HPH dan HPHTI pada masing-masing kabupaten
mempunyai pengaruh terhadap volume asal peredaran kayu bulat. 2) Penentuan Lokasi Kabupaten/kota Tujuan Peredaran Hasil Hutan.
Penentuan lokasi ini dengan melakukan tumpang tindih Peta IPHHK dengan Peta Administrasi untuk mendapatkan Peta Lokasi IPHHK Provinsi Jambi. Lokasi masing-masing IPHHK pada masing-masing kabupaten/kota sebagai lokasi tujuan peredaran kayu bulat. Keberadaan IPHHK pada masing-masing kabupaten/kota mempunyai pengaruh terhadap volume tujuan peredaran hasil hutan.
3) Penentuan Jalur Peredaran Hasil Hutan.
4) Penentuan Distribusi Kawasan Hutan.
Penentuan distribusi kawasan hutan, khususnya hutan produksi pada masing-masing kabupaten dengan melakukan tumpang tindih Peta Kawasan Hutan dengan Peta Administrasi untuk mendapatkan Peta Distribusi Kawasan Hutan Provinsi Jambi.
Hasil tumpang tindih khususnya keberadaan hutan produksi pada tiap kabupaten memberikan indikasi sebagai faktor yang mempengaruhi besarnya asal peredaran kayu bulat.
5) Penentuan Peta Peredaran Kayu Bulat Provinsi Jambi
Penentuan peta ini dengan melakukan tumpang tindih Peta Administrasi, Peta HPH, Peta HPHTI, Peta IPHHK, Peta Hutan Produksi, Peta Jaringan Jalan Utama, dan Peta Sungai untuk mendapatkan Peta Peredaran Kayu Bulat Provinsi Jambi.
C Analisis Kebutuhan Bahan Baku Kayu Bulat Industri
1) Analisis kebutuhan berdasarkan kapasitas izin industri tiap kabupaten.
Analisis ini dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap kebutuhan bahan baku kayu bulat dengan rumus sebagai berikut :
Dimana : - Total kapasitas adalah total kapasitas industri tiap kabupaten. - Rendemen adalah persentase hasil bersih produk pengolahan, besarnya berdasarkan masing-masing jenis kayu olahan (SK Dirjen BPK Nomor S.948/VI-BPPHH/2004).
Hasil perhitungan ini untuk mengetahui kemampuan Provinsi Jambi dalam
supply bahan baku kayu bulat untuk industri.
2) Analisis kebutuhan riil berdasarkan jumlah volume peredaran kayu olahan. Analisis ini dilakukan dengan menghitung kebutuhan kayu bulat dengan rumus sebagai berikut :
Kebutuhan Kayu Bulat = Total Kapasitas Izin x 1/Rendemen
Dimana : - Total peredaran kayu olahan adalah produksi kayu olahan hasil pengolahan basis data hasil hutan.
- Rendemen adalah persentase hasil bersih produk pengolahan, besarnya berdasarkan masing-masing jenis kayu olahan (SK Dirjen BPK Nomor S.948/VI-BPPHH/2004).
Hasil perhitungan ini untuk mengetahui kemampuan riil Provinsi Jambi dalam supply bahan baku kayu bulat untuk industri.
D Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan peredaran kayu bulat yang terjadi, terkait dengan asal, tujuan, volume, kelompok jenis kayu bulat, alat angkut yang digunakan, dan kaitan dengan data spasial yang ada.
Jenis data yang digunakan, sumber data, teknik analisis, dan output yang ingin dicapai berdasarkan setiap tujuan penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
4.3.4Rekomendasi Peredaran Kayu Bulat
Rekomendasi peredaran hasil hutan didasarkan atas analisis-analisis yang telah dilakukan, seperti : hasil analisis peredaran kayu bulat, analisis spasial, analisis kebutuhan bahan baku, dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi yang terkait dengan : 1) Asal, tujuan, volume, jenis kayu bulat dan kayu olahan, alat angkut yang
digunakan dalam peredaran kayu bulat.
2) Kesesuaian peredaran kayu bulat dengan jumlah industri yang ada. 3) Kebutuhan kayu bulat yang harus dipenuhi.
Tabel 1 Jenis data, sumber data, teknis analisis data, dan output berdasarkan tujuan penelitian
Gambar 4 Diagram alir metode penelitian. 1. Asal, Tujuan, dan Volume 2. Kelompok Jenis Hasil Hutan 3. Jalur Transportasi
ANALISIS SPASIAL 1. Penentuan Lokasi Asal Peredaran 2. Penentuan Lokasi Tujuan Peredaran 3. Penentuan Jalur Peredaran
4. Penentuan Distribusi Kawasan Hutan 5. Penentuan Peta Peredaran Kayu Bulat
5.1 Letak Geografis
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 00 45’ sampai 20 45’ Lintang Selatan dan antara 1010 10’ sampai 1040 55’ Bujur Timur. Batas-batas Provinsi Jambi adalah sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur berbatasan dengan Selat Berhala, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah Provinsi Jambi sebesar 53.435 km2 dengan perincian luas per kabupaten/kota disajikan pada Tabel 2. Peta Administrasi Provinsi Jambi disajikan pada Gambar 5.
Tabel 2 Luas wilayah dirinci per kabupaten/kota di Provinsi Jambi
No Kabupaten/Kota Luas (Km2) Persentase (%)
1 Kerinci 4.200 8.3
2 Merangin 7.679 15.2
3 Sarolangun 6.184 12.2
4 Batanghari 5.804 11.5
5 Muaro Jambi 5.326 10.5
6 Tanjung Jabung Timur 5.445 10.7
7 Tanjung Jabung Barat 4.650 9.2
8 Tebo 6.461 12.8
9 Bungo 4.659 9.2
10 Kota Jambi 205 0.4
Jumlah 53.435 100.0
Sumber : BPS Provinsi Jambi (2003).
Ga
m
bar 5 Peta Adm
inistrasi Provinsi Jam
5.2 Pemerintahan
Provinsi Jambi terdiri dari 9 (sembilan) kabupaten dan 1 (satu) kota, 77 kecamatan, 117 kelurahan, dan 1.068 desa, dengan rincian per kabupaten/kota disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah kecamatan, kelurahan, dan desa dirinci per kabupaten/kota di Provinsi Jambi tahun 2003
Sumber : BPS Provinsi Jambi (2003).
5.3 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Jambi Tahun 2003 sebesar 2.568.598 jiwa, sedangkan pada tahun 2002 sebanyak 2.479.469 dan selama kurun waktu tersebut terjadi pertumbuhan sebesar 3.59 % (BPS Provinsi Jambi 2003). Jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan kepadatan penduduk dirinci per kabupaten/kota di Provinsi Jambi tahun 2003
No Kabupaten/Kota Luas Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan
(Km2) Laki-laki Perempuan Jumlah (Jiwa/Km2)
5.4 Keadaan Curah Hujan
Rata-rata curah hujan di Provinsi Jambi selama kurun waktu 5 tahun terakhir (1999-2003) mengalami fluktuasi. Rata-rata curah hujan bulanan untuk tahun 1999 sebesar 195 mm, tahun 2000 sebesar 208 mm, tahun 2001 sebesar 231 mm, tahun 2002 sebesar 172 mm, dan tahun 2003 sebesar 196 mm. Pada tahun 1999 curah hujan paling rendah terjadi pada Bulan Juni dan Agustus; tahun 2000 pada Bulan Agustus dan September; tahun 2001 pada Bulan Juli dan September; tahun 2002 pada Bulan Agustus dan September; dan tahun 2003 pada Bulan Mei, Juni, dan Juli. Rata-rata curah hujan Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rata-rata curah hujan Provinsi Jambi per bulan periode tahun 1999-2003
No Bulan Rata-rata Curah Hujan Bulanan (mm) Per Tahun
1999 2000 2001 2002 2003
1 Januari 305 240 202 182 231
2 Pebruari 192 207 231 310 307
3 Maret 224 290 244 205 175
4 April 275 206 301 183 220
5 Mei 175 143 144 250 77
6 Juni 95 258 112 153 78
7 Juli 180 306 57 171 79
8 Agustus 43 68 240 31 220
9 September 105 88 109 37 189
10 Oktober 253 223 337 87 284
11 Nopember 312 231 390 195 140
12 Desember 182 234 405 263 347
Rata-rata 195 208 231 172 196
Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi (2003).
5.5 Kawasan Hutan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/1999
Tabel 6 Penyebaran kawasan hutan Provinsi Jambi per kabupaten/kota
No Kabupaten / Kota Luas Kawasan Hutan (ha)
1 Kerinci 286.781.80
2 Merangin 363.909.00
3 Sarolangun 252.377.81
4 Batanghari 215.936.31
5 Muaro Jambi 154.624.58
6 Tanjung Jabung Timur 211.384.80
7 Tanjung Jabung Barat 257.703.40
8 Tebo 286.166.95
9 Bungo 150.555.35
10 Kota Jambi 0
Jumlah 2.179.440.00
Sumber : Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Provinsi Jambi (2004).
5.6 Fungsi Hutan
Fungsi hutan di Provinsi Jambi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 108 tahun 1999, tanggal 7 April 1999 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/1999, tanggal 15 Juni 1999. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan dibagi ke dalam Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang terdiri dari : Cagar Alam (CA), Taman Nasional
(TN), Taman Hutan Raya (THR), dan Taman Wisata Alam (TWA); Hutan Lindung (HL); Hutan Produksi Tetap (HP); dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Tabel 7 Luas kawasan hutan Provinsi Jambi berdasarkan fungsinya
No Kabupaten KSA / KPA (Ha) HL HP HPT Jumlah
CA TN THR TWA (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1 Kerinci 0 256.292 0 0 0 30.490 0 286.782
2 Merangin 0 140.944 0 0 36.734 136.275 49.956 363.909
3 Sarolangun 74 9.605 0 0 54.285 99.056 89.358 252.378
4 Batanghari 41 39.162 15.830 315 0 110.875 49.713 215.936
5 Muaro Jambi 0 16.305 16.835 0 34.703 20.648 66.134 154.625
6 Tanjung Jabung Timur 4.042 124.425 3.995 0 23.748 55.175 0 211.385 7 Tanjung Jabung Barat 85 12.098 0 0 21.474 182.092 41.955 257.703
8 Tebo 0 31.702 0 111 6.657 229.191 18.507 286.167
9 Bungo 0 38.800 0 0 13.529 98.226 0 150.555
10 Kota Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 4.242 669.333 36.660 426 191.130 962.028 315.623 2.179.440 Sumber : Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Provinsi Jambi (2004).
Keterangan :
- KSA : Kawasan Suaka Alam - KPA : Kawasan Pelestarian Alam - CA : Cagar Alam
- TN : Taman Nasional - THR : Taman Hutan Raya - TWA : Taman Wisata Alam - HL : Hutan Lindung - HP : Hutan Produksi Tetap - HPT : Hutan Produksi Terbatas
5.7 Produksi Kayu Bulat
Perkembangan produksi kayu bulat di Provinsi Jambi mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan (2004), jumlah produksi terbesar pada tahun 2001 sebesar 2.036.254.44 m3 dan terendah pada tahun 2003 sebesar 57.679.00 m3. Hal ini dimungkinkan karena kebijakan dalam penetapan jatah produksi tahunan oleh Departemen Kehutanan untuk tahun 2001 yang cukup
Kehutanan yang cukup kecil sebesar 153.000 m3, yang didasari oleh kondisi potensi hutan Provinsi Jambi yang semakin kecil.
Pada tahun 1999 jumlah produksi kayu bulat cukup besar dikarenakan data pada tahun tersebut merupakan data tahun 1999 dan data tahun 2000 (Januari-Maret), sedangkan data tahun 2000 merupakan data bulan April sampai Desember 2000. Perincian produksi kayu bulat Provinsi Jambi selama kurun waktu 1999-2003 disajikan pada Lampiran 3. Grafik produksi kayu bulat dari hutan alam produksi Provinsi Jambi tahun 1999-2003 disajikan pada Gambar 7.
0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
Vo
lu
m
e (
m
3
)
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Kabupaten Asal dan Tujuan Peredaran Kayu Bulat
Berdasarkan hasil pengolahan basis data hasil hutan Provinsi Jambi tahun 2004 (Tabel 8) memperlihatkan bahwa dari 10 kabupaten/kota di Provinsi Jambi hanya 8 kabupaten sebagai asal kayu bulat. Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci tidak sebagai asal kayu bulat, karena Kota Jambi tidak mempunyai kawasan hutan, sedangkan Kabupaten Kerinci kawasan hutannya sebagian besar merupakan Taman Nasional sebesar 225.056 ha (87.1%) dari total luas kawasan hutan sebesar 258.420 ha (Tabel 7), sehingga tidak ada aktifitas produksi kayu.
Tabel tersebut juga memperlihatkan 9 kabupaten/kota sebagai tujuan peredaran kayu bulat ke Provinsi Jambi, kecuali Kabupaten Kerinci, karena
Kabupaten Kerinci tidak terdapat Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) yang memerlukan supply bahan baku kayu bulat. Tujuan peredaran ke luar Provinsi Jambi, yaitu : Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, Banten, dan DKI Jakarta.
Tabel 8 Matrik volume asal dan tujuan peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004
Volume Tujuan Peredaran Kayu Bulat (m3)
Volume
6.2 Volume Asal Peredaran Kayu Bulat
Berdasarkan hasil pengolahan basis data pada Tabel 9, volume peredaran kayu bulat di Provinsi Jambi pada tahun 2004 sebesar 2.407.237 m3 dengan melibatkan peredaran di 9 kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Kerinci. Volume peredaran kayu bulat terbesar berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebesar 1.224.996 m3 (50.9%), sedangkan yang paling kecil adalah Kabupaten Merangin sebesar 11.194 m3 (0.5%) dari total volume peredaran kayu bulat sebesar 2.407.237 m3. Grafik volume asal peredaran kayu bulat disajikan pada Gambar 8. Data volume asal peredaran kayu bulat selengkapnya dirinci per kelompok jenis kayu disajikan pada Lampiran 4.
0
Kerinci M erangin Sarolangun Batanghari M uaro Jambi
Gambar 8 Volume asal peredaran kayu bulat Provinsi Jambi tahun 2004.
Peta volume asal peredaran kayu bulat dibuat berdasarkan 3 kriteria kelas
Peredaran kayu di Provinsi Jambi tahun 2004 didominasi oleh Jenis Kayu Rimba Campuran, dan sebagian kecil adalah jenis Kayu Meranti dan Kayu Indah, sedangkan jenis kayu Ebony tidak ada. Volume peredaran Jenis Kayu Rimba Campuran sebesar 2.271.481 m3 (94.36%), sedangkan volume peredaran Jenis Kayu Meranti sebesar 135.435 m3 (5.63%), dan volume peredaran Jenis Kayu Indah sebesar 321 m3 (0.01%) dari total peredaran sebesar 2.407.237 m3.
Perkiraan potensi kayu bulat tegakan berdiri Provinsi Jambi dapat dihitung dengan pendekatan jumlah potensi hutan per ha dikalikan dengan luas hutan produksi. Penentuan potensi tegakan hutan didasarkan pada data potensi tegakan berdiri jenis komersil dengan diameter +20 cm dan +50 cm (Tabel 9). Jumlah potensi kayu bulat tegakan berdiri diameter +20 cm sebesar 16.438.759 dan diameter +50 cm sebesar 7.002.793 m3, sehingga total potensi kayu bulat tegakan berdiri jenis komersil sebesar 23.441.552 m3 (Tabel 10). Dengan demikian jumlah peredaran kayu bulat tahun 2004 sebesar 2.407.237 m3 masih tercakup dalam potensi kayu bulat yang ada.
Tabel 9 Potensi tegakan berdiri hasil re-enumerasi PSP Provinsi Jambi
Potensi (m3/ha)
Seluruh Jenis Jenis Komersil
No Kabupaten
Sumber : Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan (2003).
Tabel 10 Potensi kayu bulat pada hutan produksi Provinsi Jambi berdasarkan potensi tegakan berdiri
Potensi Tegakan Berdiri Kayu Bulat Jenis Komersil (m3/ha)
Lokasi Diameter + 20 cm Diameter + 50 cm
Sumber : Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan (2003) dan pengolahan (2005). Keterangan : - (4) = (2) x (3)
6.2.1 Sebaran Hutan Produksi
Berdasarkan fungsinya, hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil perhitungan luas dari Peta Kawasan Hutan Provinsi Jambi, diketahui bahwa luas Hutan Produksi Tetap (HP) sebesar 885.331 ha (42.6%) dan luas Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebesar 301.603 ha (14.5%) dari total luas kawasan hutan Provinsi Jambi sebesar 2.079.100 ha. Luas kawasan hutan Provinsi Jambi berdasarkan fungsinya selengkapnya disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Luas kawasan hutan Provinsi Jambi berdasarkan fungsinya
No Kabupaten Kawasan Hutan
APL HL WA/CA HP HPT HPK Jumlah
1 Kerinci 1 885 0 225 056 0 0 31 479 258 420
2 Merangin 31 932 88 033 140 713 167 365 61 500 0 489 543
3 Sarolangun 0 0 9 388 67 602 53 978 0 130 968
4 Batanghari 0 0 29 271 123 489 62 920 0 215 680
5 Muaro Jambi 0 19 790 46 983 106 55 859 0 122 738
6 Tanjung Jabung Timur 0 29 511 116 500 50 346 0 0 196 357
7 Tanjung Jabung Barat 0 17 279 12 214 149 145 41 736 0 220 374
8 Tebo 14 705 0 21 949 120 507 25 428 0 182 589
9 Bungo 1 320 17 216 36 962 206 751 182 0 262 431
10 Kota Jambi 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 49 842 171 829 639 036 885 311 301 603 31 479 2 079 100
Sumber : Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Provinsi Jambi (2004).
Keterangan : - Luas kawasan hutan berdasarkan hasil perhitungan Peta Kawasan Hutan. - APL : Areal Penggunaan Lain
- HL : Hutan Lindung
- WA/CA : Wisata Alam/Cagar Alam
- HP/HPT : Hutan Produksi Tetap/Hutan Produksi Terbatas - HPK : Hutan Produksi yang dapat dikonversi
Tabel 12 Luas kawasan hutan dan hutan produksi Provinsi Jambi
No Kabupaten/Kota Luas Kawasan Luas Hutan Produksi *) Persentase
Hutan (ha) HP (Ha) HPT (Ha) Total (Ha) (%)
1 Kerinci 258 420 0 0 0 0
2 Merangin 489 543 167 365 61 500 228 865 19.3
3 Sarolangun 130 968 67 602 53 978 121 580 10.2
4 Batanghari 215 680 123 489 62 920 186 409 15.7
5 Muaro Jambi 122 738 106 55 859 55 965 4.7
6 Tanjung Jabung Timur 196 357 50 346 0 50 346 4.2
7 Tanjung Jabung Barat 220 374 149 145 41 736 190 881 16.1
8 Tebo 182 589 120 507 25 428 145 935 12.3
9 Bungo 262 431 206 751 182 206 933 17.5
10 Kota Jambi 0 0 0 0 0
Jumlah 2.079 100 885 311 301 603 1.186 914 100.0
Sumber : Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Provinsi Jambi (2004). Keterangan : - *) Berdasarkan hasil perhitungan.
- HP: Hutan Produksi Tetap. - HPT : Hutan Produksi Terbatas.
Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai HP seluas 149.145 ha dan HPT seluas 41.736 ha, sehingga total hutan produksi seluas 190.881 ha atau 16.1% dari total luas kawasan hutan produksi Provinsi Jambi sebesar 1.186.914 ha. Ini merupakan luas hutan produksi terbesar ketiga di Provinsi Jambi setelah Kabupaten Merangin sebesar 19.3% dan Kabupaten Bungo sebesar 17.5% (Tabel 12). Jumlah tersebut menggambarkan bahwa dari total kawasan hutan sebesar 220.374 ha di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdapat 190.881 ha (86.7%) adalah hutan produksi yang dapat dieksploitasi untuk menghasilkan kayu bulat. Kondisi ini menjadi salah satu sebab Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai asal peredaran kayu bulat yang paling besar dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Jambi.
Kabupaten Merangin mempunyai hutan produksi seluas 19.3% dan merupakan luas terbesar dibandingkan kabupaten lain (Tabel 12), tetapi mempunyai volume asal peredaran kayu bulat yang paling kecil sebesar 0.5%. Hal ini menunjukkan bahwa luas hutan produksi di Kabupaten Merangin tidak mendukung besarnya volume asal peredaran yang besar pula. Hal ini dikarenakan hutan di Kabupaten Merangin telah mengalami kerusakan atau penurunan potensi. Berdasarkan data potensi tegakan hutan berdiri hasil re-enumerasi pada Petak
Ga
m
b
ar 10 Peta Hutan Produksi Provinsi Jam
b