• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Tinjauan Teori dan Konsep

2. Wacana Humor

Dalam kehidupan sosial tentunya tidak lepas dari humor. Humor merupakan kebutuhan yang sangat penting karena dapat menenangkan pikiran yang tegang. Selain itu, dalam suasana yang kaku sekalipun, humor berfungsi untuk mencairkan suasana. Meski humor itu dibutuhkan, namun masih banyak orang yang belum paham apa itu humor. Tidak semua orang mengerti humor. Hanya mereka yang bekerja di bidang humor yang akan lebih memahaminya.

Humor berkembang di beberapa wilayah seperti Jerman dan Yunani yang di kenal sebagai satire. Satire diartikan sebagai komedi yang berisi sindiran (kegetiran, kepedihan, dan sebagainya) terhadap suatu keadaan seseorang atau kelompok. Komedi berisi hal-hal jenaka yang merupakan representasi dari kehidupan yang disajikan secara menyenangkan, yang membutuhkan rileksasi dalam kehidupan. Komedi digambarkan secara berlebih-lebihan atau diplesetkan dan merupakan wujud baru dari humor. Dengan demikian, humor telah dikenal sejak dahulu dengan nama satire.

a. Pengertian Humor

Humor menurut KBBI daring berarti (i) sesuatu yang lucu dan (ii)

keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelitik hati;

kejenakaan, kelucuan. Humor menurut Wikipedia adalah sikap yang cenderung dilakukan untuk membangkitkan rasa gembira dan memicu gelak tawa. Istilah ini berasal dari istilah medis Latin kuno, yang mengajari bahwa keseimbangan cairan dalam tubuh manusia, yang dikenal sebagai humor (bahasa Latin: humor, "cairan tubuh"), yang diatur oleh kesehatan dan emosi manusia. Sedangkan menurut Danandjaja (1997) mengemukakan bahwa humor merupakan segala bentuk folklore yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarnya (maupun pembawanya) merasa tergelitik perasaan lucunya sehingga terdorong untuk tertawa. Humor disampaikan dalam bentuk lelucon, teka-teki, anekdot, plesetan, dan lain-lain. Lebih lanjut, Danandjaja menyatakan bahwa humor biasanya mengandung sebuah kejutan, karena mengungkapkan suatu yang tidak terduga, dapat mengecoh orang, melanggar tabu, menampilkan yang aneh-aneh karena tidak biasa, tidak masuk akal dan tidak logis, kontradiktif dengan kenyataan, mengandung kenakalan untuk mengganggu orang lain, dan umumnya mengandung makna ganda.

Suprana (dalam Rustono 2000: 33) menjelaskan bahwa ada seorang Yunani yang tertarik pada penamaan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan. Baginya, humor sangat bermanfaat bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai obat, sehingga dalam dunia kesehatan kata humor memiliki arti “cairan tubuh”. Secara umum kamus menjelaskan bahwa humor adalah sesuatu yang lucu dan menggelikan.

Pandangan ini memperkuat anggapan bahwa humor adalah stimulasi dan tawa adalah respon. Namun, tertawa tidak selalu terjadi karena humor.

Demikian pula, humor tidak selalu membuat orang tertawa. Tersenyum, meringis, bahkan menangis juga bisa terjadi karena humor. Dalam Ensiklopedia Britanica terdapat batasan humor, yaitu suatu rangsangan, baik verbal maupun nonverbal yang dapat memancing penonton untuk tertawa.

Menurut Danandjaja, yang dikutip dalam Wijana (2003: 3), mengungkapkan bahwa dalam masyarakat, segala bentuk humor harus dapat memberikan kenyamanan. Humor melalui reaksi emosional, seperti tertawa dapat meredakan masalah mental dan pikiran yang diakibatkan oleh masalah sosial yang dihadapi masyarakat tersebut. Dengan demikian, humor tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga dapat menciptakan kondisi psikologis yang lebih baik dan menjaga keseimbangan mental.

Selanjutnya, Levinson mengemukakan bahwa bahasa juga bisa dikaji dari aspek konteks pemakainya atau secara pragmatik. Suatu ujaran pada umumnya memiliki tiga komponen tindak tutur seperti mengucapkan sesuatu (tindak lokusi), melakukan sesuatu (tindak ilokusi), dan efek dari ujaran (tindak perlokusi). Pada ketiga komponen ini, konteks sangat berperan. Manipulasi konteks pada komponen tindak tutur ini berpotensi menimbulkan efek lucu. Pada dasarnya manipulasi konteks inilah yang dimanfaatkan untuk menciptkan wacan humor (Otavianus, 2006:52).

Humor adalah sesuatu yang lucu dan menggelitik hati. Santono

Mukadis berpendapat bahwa humor itu sesuatu seni yang di dalamnya terdapat penjungkirbalikan nilai-nilai antara yang serius dengan yang tidak serius. Humor yang demikian oleh Sigmud Freud mempunyai kemiripan dengan impian. Humor merupakan rangsangan yang menyebabkan seseorang tertawa atau tersenyum dalam kebahagiaan. Senyum dan tawa merupakan manifestasi eksternal dari penikmat humor tersebut (Wijana, 2003:37).

Manser (dalam Rahmanadji 2007: 215) menyatakan bahwa kata humor berasal dari bahasa latin umor "cairan". Asal kata tersebut merupakan upaya pertama untuk menjelaskan sesuatu yang disebut humor. Namun, humor yang artinya cairan, tidak ada hubungannya dengan pemahaman humor secara umum seperti saat ini.

Saat ini ada banyak teori tentang humor. Banyak humor dianalisis dengan menggunakan teori psikologi, sehingga teori humor dari sudut pandang psikologis cukup berkembang saat ini. Lebih lanjut, humor juga dianalisis dalam disiplin ilmu lain, seperti linguistik dan seni budaya.

Humor bukanlah komunikasi yang serius. Raskin (1985: 100) menyebut komunikasi humor sebagai komunikasi yang non-bona-fide.

Komunikasi non-bona-fide terjadi dalam empat situasi, yaitu pembicara berhumor secara tidak sengaja, pembicara berhumor dengan sengaja, pendengar tidak mengharapkan humor, dan pendengar mengharapkan humor. Wilson (dalam Soedjatmiko 1992: 70) membagi teori humor menjadi tiga kelompok besar, yaitu teori pembebasan, teori konflik, dan teori ketidaksesuaian.

Dengan demikian, humor adalah sesuatu yang tercipta baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal, baik disengaja maupun tidak disengaja, yang dapat membuat orang senang, sedih, tersenyum, tertawa, bahkan menangis. Tujuan umum humor adalah untuk menghibur atau melepaskan ketegangan penikmat humor. Wacana di SUC termasuk humor, karena humor dihadirkan untuk menghibur penonton. Dalam acara SUC, salah satu bentuk menikmati humor adalah tertawa dan/atau tepuk tangan.

b. Jenis-jenis Wacana Humor

Jenis humor sangat beragam. Berdasarkan bentuknya, Rustono (2000: 39) mengelompokkan humor menjadi dua, yaitu humor verbal dan humor nonverbal. Humor verbal merupakan humor yang disampaikan dengan kata-kata, sedangkan humor nonverbal adalah humor yang disampaikan melalui gerakan tubuh atau dalam bentuk gambar. Dari segi penyajiannya, ada humor lisan, humor tulis, dan kartun. Humor lisan disajikan dengan tuturan, humor tulis dipresentasikan secara tertulis, dan kartun yang diekspresikan dalam gambar dan tulisan.

Menurut Freud (dalam Rustono 2000: 39) klasifikasi humor dapat dilakukan berdasarkan dua kriteria, yaitu motivasi dan topik. Berdasarkan motivasinya, humor dibedakan menjadi komik, humor, dan kecerdasan.

Komik adalah humor yang tidak termotivasi untuk diolok-olok, diejek, atau menyinggung orang lain. Humor adalah humor yang bersifat memotivasi, seperti mengejek atau menghina. Wit adalah humor yang dimotivasi secara intelektual. Sedangkan dari segi topik, humor dapat dikelompokkan menjadi humor seksual, humor etnik, humor religius, dan humor politik.

Selanjutnya jenis humor menurut Setiawan (dalam Rahmanadji 2007: 217) dibedakan berdasarkan kriteria bentuk ekspresi yang terdiri dari humor personal, humor dalam interaksi sosial, dan humor dalam seni.

Humor pribadi adalah humor yang cenderung menertawakan dirinya sendiri, misalnya melihat suatu benda lucu akan membuat seseorang tertawa. Humor dalam interaksi sosial terjadi dalam percakapan antara dua orang atau lebih. Selain itu dalam pidato atau ceramah sering kali terdapat humor. Humor seni dapat dibagi menjadi humor perilaku, humor grafis, dan humor sastra. Humor dilihat dari maksud dalam komunikasi terbagi menjadi tiga, yaitu humor yang dimaksudkan melucu dan penerima menanggapi bahwa itu merupaka suatu humor, penutur tidak bermaksud berhumor tetapi penerima menganggap itu humor, dan humor yang disampiakan untuk melucu tapi penerima tidak menggap itu humor.

Menurut Pramono (dalam Rahmanadji 2007: 218) humor dapat diklasifikasikan menjadi humor menurut penampilannya, yang terdiri dari humor lisan, humor tertulis / bergambar, dan humor gestur. Selain itu, humor menurut tujuannya terdiri dari humor kritis, humor beban pesan, dan humor semata-mata pesan.

Lebih lanjut, Rahmanadji (2007: 218) membagi humor berdasarkan kriteria indrawi berupa humor verbal, humor visual, dan humor auditif.

Humor menurut kriteria materi dibedakan menjadi humor politik, humor seksual, humor sadis, dan humor teka-teki. Berdasarkan etik, humor dibedakan menjadi humor sehat atau humor edukatif dan humor tidak

sehat. Berdasarkan estetika, humor dibedakan menjadi humor tinggi (halus dan tidak langsung) dan humor rendah (kasar dan terlalu eksplisit).

Dengan demikian, jenis humor yang akan di teliti adalah jenis humor verbal yang berdasarkan penampilannya yakni humor lisan, dan humor gerak tubuh. Berdasarkan tujuannya yakni humor kritik dan humor beban pesan.

c. Ciri-ciri Wacana Humor Ciri-ciri wacana humor yaitu:

1) Bentuk lisan atau lisan yang sudah ditranskipkan dalam bentuk tulisan.

2) Milik kolektif.

3) Bersifat anonym.

4) Bersifat aktual dengan kejadian dalam masyarakat pad masa tertentu.

5) Bersifat spontan dan polos.

6) Mempunyai fungsi dalam kehidupan masyarakat.

Lebih lanjut, Wijan (1995: vii) wacana humor adalah wacana yang terbentuk dari proses komunikasi yang tidak bonafid (non-bona-fide communication). Pernyataan tersebut merupakan ciri yang sangat penting untuk diperhatikan sebagai ciri bahasa humor. Jadi dalam wacana ini, maksim-maksim percakapan, maksim-maksim kesopanan, serta parameter pragmatik dengan sengaja dilarang untuk menciptakan humor.

d. Fungsi Wacana Humor

Humor sebagai suatu kebutuhan bagi setiap orang memiliki banyak fungsi. Menurut Sujoko (dalam Rahmanadji 2007: 218) humor dapat berfungsi sebagai:

1) Melaksanakan semua keinginan dan semua tujuan, ide atau pesan.

2) Membuat orang menyadari bahwa mereka tidak selalu benar.

3) Mengajari orang untuk melihat masalah dari berbagai sudut.

4) Menghibur.

5) Memperlancar pikiran.

6) Membuat orang mentolerir sesuatu, dan

7) Memungkinkan orang untuk memahami pertanyaan kompleks.

Danandjaja (dalam Rahmanadji 2007: 219) mengemukakan bahwa humor dapat berfungsi sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri seseorang. Perasaan ini dapat disebabkan oleh ketidakadilan sosial, persaingan politik, ekonomi, etnis atau kelas, dan pembatasan kebebasan bergerak, seks, atau kebebasan berekspresi. Dari berbagai permasalahan tersebut, humor biasanya muncul dalam bentuk kritik sosial atau tentang seks.

Asyura dk (2014: 5) membagi fungsi humor menjadi tiga, yaitu:

1) Fungsi memahami. Humor mampu membuka pikiran seseorang untuk memahami dan memperdalam suatu masalah yang rumit.

Permasalahan yang terjadi disampaikan dalam bentuk humor agar dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Fungsi memahami menjadikan humor sebagai media kritik dan komunikasi sosial antarmanusia.

2) Fungsi mempengaruhi. Humor berfungsi untuk menyampaikan pendapat atau gagasan dalam upaya mempengaruhi orang untuk

berpikir dan bertindak secara bijak. Ide-ide yang mempengaruhi ini memiliki alasan logis bagi pembaca atau pendengarnya untuk menindaklanjutinya.

3) Fungsi menghibur. Seperti halnya fungsi humor pada umumnya, humor dapat menghilangkan kejenuhan atau kebosanan yang dialami siapa saja. Dengan membaca atau mendengarkan humor akan sangat bermanfaat bagi kesehatan

Dari berbagai pendapat tersebut, pendapat Danandjaja dan Asyura dkk tidak dapat mendeskripsikan fungsi humor secara detail. Namun dapat disimpulkan bahwa humor dapat berfungsi sebagai sarana hiburan, pendidikan, peningkatan rasa sosial masyarakat, penyalur inspirasi dan gagasan, serta sebagai bentuk kritik terhadap fenomena dalam masyarakat atau kritik sosial.

3. Pragmatik

Menurut Lecch (1993:15) istilah pragmatik diartikan sebagai kajian mengenai kondisi-kondisi umum bagi penggunaan bahasa secara komunikatif. Hal ini dipertegas oleh Levinson (dalam Rahardi, 2005:48) yang mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahardi (2005:49) yang menjelaskan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang melatarbelakangi bahasa tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, Yule (2006:4) yang membagi ruang lingkup pragmatik menjadi empat yakni (1) pragmatik merupakan studi tentang maksud penutu, (2) pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, (3) pragmatik adalah studi tentang bagaimana aga rlebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan (4) pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar, definisi pragmatik tidak dapat dilepaskan dari maksud dalam tuturan yang disampaikan penutur. Oleh karena itu, pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang maksud dalam tuturan yang di sampaikan oleh penutur kepada lawan tutur.

a. Implikatur

Menurut Grice dalam artikel yang berjudul Logic and Conversation menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang di implikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan. Dengan demikian, dalam implikatur hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada situasi konteks tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut (Rahardi, 2005:43).

Secara etimologi, implikasi dituturkan pada implikatur. Secara nominal istilah ini hampir sama dengan kata implication, yang artinya maksud, pengertian, keterlihatan (Echlosh dalam Ahmad, 2013:136) sejalan dengan itu, Ahmad (2013:137). Menyatakan bahwa implikatur

adalah maksud, keinginan atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi dari penutur.

Hal ini sejalan dengan pendapat lubis (2015:73) yang mengatakan bahwa implikatur adalah arti atau aspek arti pragmatik. Arti literal (harfiah) itu yang turut mendukung arti sebenarnya dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta disekeliling kita (atau dunia ini) situasinya, dan kondisinya.

Menurut Levinson (dalam Lubis. 2015 : 73), ada empat macam faedah konsep implikatur yaitu :

1) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta pembahasan yang terjangkau oleh teori linguistik.

2) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud sipemakai bahasa.

3) Dapat memberikan pemeriian sumantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.

4) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan malah berlawanan (seperti metafora).

Contoh : Muhammad Ali adalah petarung yang indah

Kata petarung pada contoh tersebut berarti “atlet tinju”. Pemaknaan ini besar karena secara umum orang sudah mengetahui bahwa Muhammad Ali adalah seorang atlet tinju yang legendaris. Dalam konteks wacana tersebut orang tidak akan memahami kata petarung dengan pengertian lain. Dengan demikian, implikatur adalah sebuah ajaran yang

mempunyai implikasi berupa proposal yang sebenarnya bukan bagian dari tuturan itu.

b. Praanggapan

Praanggapan ini berasal dari perdebatan dalam filsafat, terutama tentang hakikat rujukan (apa-apa, benda/keadaan, dan sebagainya) yang dirujuk dan ditunjuk oleh kata, frasa, atauu kalimat dan ungkapan – ungkapan rujukan( Nababan dalam Lubis, 2015:61).

Praanggapan itu sebenarnya diketahui benar tidaknya dengan ungkapan kebahasan yang dapat diketahui atau diidentifikasi melalui ujian kebahasaan khususnya dengan ketepatan dalam peniadaan tetap keberadaannya walaupun kalimatnya ditiadakan.

Contoh : kuliah Analisis Wacana diberikan di semester v

Berdasarkan contoh tersebut maka penanggapannya adalah (1) ada kuliah analisis wacana (2) ada semester v orang yang mendengar tuturan itu akan beranggapan bahwa ada kuliah analisis wacana yang akan dipelajari pada semester lima. Dengan demikian, praanggapan adalah suatau pengetahuan bersama antara penutur dengan mitra tutur.