• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Wacana Film

8

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, h. 35.

9

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, (Yogyakarta; Kinanius, 2012), h. 35.

10

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya.11 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).12 Secara etimologis, film adalah susunan gambar yang berada dalam selluloid

kemudian diputar dengan menggunakan proyektor, dan bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.13

Menurut Onong Uchyana Effendi film merupakan medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Film dikenal dengan movie yang mengandung arti gambar hidup, dan bioskop.14

Film juga merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika yang komplek. Dalam pengertian lain, film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik.15 Saat ini film tidak lagi dimaknai sebagai karya seni (films as art) saja, tetapi lebih sebagai “komunikasi massa”. Terjadinya pergeseran perspektif ini, paling tidak telah

11

Ardianto, Elvinaro dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

12

Eko Endarmoko, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gramedia, 2006) h. 180. 13

Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Analogi Film Pendek, Eksperimental & Documenter, (Jakarta; Fatma Press, 1977), h. 22.

14

John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta; PT Gramedia, 2000), h. 387.

15

Sean Mc Bride, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara dan Satu Dimensi,(Jakarta; PN Balai Pustaka, UNESCO, 1983), h. 120.

mengurangi bias normatif dari teoritisi film yang cenderung membuat lokalisasi dan karena itu film mulai diletakkan secara obyektif.16

Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua dari kehidupan manusia. Kisah-kisah yang ditayangkan lebih bagus dari kondisi nyata sehari-hari, atau sebaliknya bisa menjadi lebih buruk. 17

Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.18

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.19

Industri film disebut juga sebagai industri yang dibangun dari mimpi karena sifatnya yang imajinatif dan sebagai media kreatif.20 Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang

16

Budi Irwanto, Film, Ideologi: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta; Aksara, 2005), h. 11.

17

Rivers, William, dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta; Kencana, 2008), h. 199.

18

Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), h. 12.

19

Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta; BPSDM Citra Pusat Perfilman, 2000), h. 6.

20

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta; Salemba Humanika, 2010), h. 168.

masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.21

2. Sejarah Film

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.22 Film tidak ditemukan oleh satu orang. Pertama, perangkat untuk foto objek bergerak harus ditemukan, kemudian diikuti dengan alat untuk menampilkan foto-foto itu. Proses ini melibatkan enam orang: Etienne Jules Marey, Eadweard Muybridge, Thomas Edison, William K.L Dickson, Auguste, dan Louis Lumiere.23

Gerakan menari seorang wanita merupakan salah satu gambar yang ditangkap oleh Eadweard Muybridge yang menjadi awal ditemukannya rangkaian gerak pada film. Percobaan Muybridge menyebabkan perkembangan kamera film pertama.24 Semua film pada awal permulaan adalah hitam-putih dan tanpa suara. Suara baru ditemukan ke dalam film pada tahun 1920-an dan eksperimen warna dimulai pada tahun 1930-an.

21

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

22

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 134.

23

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta; Salemba Humanika, 2010), h. 171.

24

Dua pembuat film yang mempengaruhi perkembangan film menjadi seni adalah: Georges Melies dan Edwin S. Porter.25

Film pertama yang dikenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah

The Life Of art American Fireman dan film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Pada tahun 1906 sampai 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada decade ini lahir film feature, lahir juga bintang film serta pusat perfilman yang dikenal sebagai Hollywood. Periode ini disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith-lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis.26

Griffith memperoleh gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang paling utama mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik, dengan gerakan-gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik, serta teknik edit yang baik. Apabila film permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat muncul film bicara yang pertama meskipun belum sempurna.27

Sejarah film dunia mengajarkan tentang perkembangan film dari mulai film bisu (tanpa suara), yang kemudian mampu mencangkok teknologi suara, dan menjadi film yang bersuara. Hal ini mengakibatkan

25

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, h. 174. 26

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

27

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdiana, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 135.

jumlah penonton dua kali lipat lebih banyak. Demikian juga kemampuan film yang awalnya tidak berwarna (hitam putih) menjadi berwarna.

Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru telah muncul pada akhir abad kesembilan belas, film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.28

3. Klasifikasi Film

Klasifikasi film atau genre dalam film berawal dari klasifikasi drama yang lahir pada abad XVIII. Klasifikasi drama tersebut muncul berdasarkan atas jenis manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan.29 ada beberapa jenis naskah drama saat itu, di antaranya ada lelucon, banyolan, opera balada, komedi sentimental, komedi tinggi, tragedi borjois dan tragedi neoklasik. Selanjutnya berbagai macam jenis drama itu diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: tragedi (duka cita), komedi (drama ria), melodrama, dagelan (farce).30

Seiring berkembangnya zaman dan dunia perfilman, genre dalam filmpun mengalami sedikit perubahan. Namun, tetapi tidak menghilangkan

28

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Jakarta; Erlangga, 1987), h. 13.

29

John M Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta; PT Gramedia, 2000), h. 265.

30

Hermawan J Waluyo, Drama: Teori dan Pengajarannya, (Yogyakarta; PT Hanindita, 2003), cet. Ke-2, h. 38.

keaslian dari awal pembentukannya. Sejauh ini diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:31

a. Komedi, film yang mendeskripsikan kelucuan, kekonyolan, kebanyolan pemain (aktor/aktris). Sehingga alur cerita dalam film tidak kaku, hambar, hampa, ada bumbu kejenakaan yang dapat membuat penonton tidak bosan.

b. Drama, film yang menggambarkan realita (kenyataan) di sekeliling hidup manusa. Dalam film drama, alur ceritanya terkadang dapat membuat penonton tersenyum, sedih, dan meneteskan air mata.

c. Horror, film beraroma mistis, alam ghaib, dan spiritual. Alur ceritanya bisa membuat jantung penonton berdegup kencang, menegangkan, dan berteriak histeris.

d. Musikal, film yang penuh dengan nuansa musik. Alur ceritanya sama seperti drama, hanya saja di beberapa bagian adegan dalam film para pemain (aktor/aktris) bernyanyi, berdansa, bahkan beberapa dialog menggunakan musik (seperti bernyanyi).

e. Laga (action), film yang dipenuhi aksi, perkelahian, tembak-menembak, kejar-kejaran, dan adegan-adegan berbahaya yang mendebarkan. Alur ceritanya sederhana, hanya saja dapat menjadi luar biasa setelah dibumbui aksi-aksi yang membuat penonton tidak beranjak dari kursi.

31

Ekky Imanjaya, Who Not: Remaja Doyan Nonton, (Bandung; PT Mizan Budaya Kreativa, 2004), h. 104.

4. Jenis-jenis Film

Menurut Elvinaro dan Lukiati dalam bukunya Komunikasi Masssa Suatu Pengantar, film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter dan film kartun.32

a. Film cerita (story film) merupakan film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini biasanya didistribusikan sebagai barang dagangan.

b. Film berita (newsreel) adalah film yang mengkaji tentang fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value) yang penting dan menarik.

c. Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment off actually)”. Film dokumenter merupakan hasil dari interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

d. Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan-kelucuan dari pada tokoh pemainnya, karena inti dari tujuan film kartun adalah menghibur.

32

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.138-140.

5. Perkembangan Film di Indonesia

Film pertama yang diputar di Indonesia adalah film Lady Van Java

yang diproduksi di Bandung tahun 1926 oleh David. Film pada waktu itu masih merupakan film bisu. Film bicara pertama di Indonesia berjudul

Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia Saerun.33

Di penghujung tahun 1941 Perang Asia Timur Raya pecah. Dunia filmpun berubah wajah. Perusahaan-perusahaan film, seperti Wong Brothers, South Pacific, dan Multi Film diambil alih oleh Jepang, ketika pemerintah Belanda sebagai penguasa di Indonesia menyerah kalah kepada balatera Jepang34.

Pada saat itu, semua perusahaan perfilman yang diusahakan oleh Belanda dan Cina berpindah kepada pemerintah Jepang. Namun saat bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 perusahaan film diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia.35

Sejak tanggal 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia atau BFI bersamaan dengan pindahnya Pemerintah RI dari Yogyakarta, BFI pun

33

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 135.

34

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2003), h. 217.

35

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 135.

pindah dan bergabung dengan Perusahaan Film Negara, yang pada akhirnya mengganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional.36

Dengan menginjak dekade tahun 50-an, dunia film Indonesia memasuki alam yang cerah. Tampaklah kegiatan yang dilakukan para sineas film nasional dalam bentuk perusahaan-perusahaan film. Garis grafik yang menarik untuk mencapai puncaknya yaitu pada tahun 1955 dengan adanya 59 judul film. Pada tahun itulah diadakan Festival Film Indonesia (FFI) pertama.37

Pada tahun 1959 grafik perfilman di Indonesia terus menurun dengan hanya adanya 17 judul film. Banyak faktor yang menyebabkan turunnya produksi film. Pertama adalah pergolakan politik, seperti pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau perjuangan semesta (PERMESTA), yang dengan sendirinya mempengaruhi bidang ekonomi. Kedua, yaitu saingan dari film-film luar negri seperti India, Filiphina, Melayu dan Amerika yang muncul dengan film-film berwarnanya.38

Dunia perfilman semakin suram dengan adanya gerakan komunis PKI, yang memanfaatkan politik sebagai panglima.hingga akhirnya kegiatan mereka terhenti karena terjadinya peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Kemudian tahun 1967 produksi film Nasional mulai kembali membaik dan muncullah berbagai jenis dan tema film, sehingga memacu banyak produksi

36

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 136.

37

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan FIlsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2003), h. 218.

38

film untuk memproduksi film, yang menyebabkan perfilman Indonesia meningkat.39

Pada tahun 1970, film masih menunjukan udara segarnya dengan dibantu oleh kebijaksanaan pemerintah Orde Baru. Pada tahun itu pulalah berdiri Akademi Sinematografi dari Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang kini dikenal dengan nama Institut Kesenian Jakarta (IKJ), sebagai satu-satunya akademi di bidang perfilman.40

Karena ketidakjelasan skema investasi film di Indonesia, Usmar Ismail mendirikan PERFINI (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Kemudian ditetapkanlah Hari Film Nasional yang jatuh pada tanggal 30 Maret, sehingga film baru diakui pemerintah pada masa pasca reformasi di tahun 1999.

Perkembangan film Indonesia pasca reformasi semuanya dimulai pada tahun 1998. Kemudian di awal tahun 2000, pencerahanpun mulai terjadi pada dunia perfilman di Indonesia, dengan jumlah penonton yang semakin meningkat. Sampai saat inipun perfilman Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan, serta mampu bersaing dengan film-film luar negri, terbukti dengan banyak diperolehnya penghargaan oleh sineas Indonesia di ajang festival internasional.

Dokumen terkait