• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

OLEH:

ZAKIYAH AL-WAHDAH

NIM: 109051000139

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Jakarta, 30 April 2014

(5)

i

Film Cinta Tapi Beda merupakan film bergendre drama yang bertema besar tentang percintaan beda agama. Inspirasi dalam film ini didapat dari salah satu cerita pendek karya Dwitasari yang berjudul Beda Cinta, Setipis Keyakinan. Selain itu film ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh sang sutradara film Cinta Tapi Beda, yaitu Hestu Saputra. Di satu sisi film ini banyak mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama. Disisi lain film ini menuai pro dan kontra terutama dikalangan masyarakat beragama Islam dan suku Minang.

Berdasarkan konteks di atas, maka pertanyaannya adalah, bagaimana wacana percintaan beda agama dalam film Cinta Tapi Beda? Bagaimana wacana seputar percintaan beda agama dikonstruksi dalam film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra dilihat dari level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro), level kognisi sosial, dan level konteks sosial?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis wacana Teun A Van Dijk. Teun A Van Dijk membagi analisis wacana menjadi tiga bagian yaitu level teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Level teks terbagi menjadi tiga, pertama struktur makro yaitu tematik/topik, kedua superstruktur yaitu skematik/skema, dan ketiga struktur mikro yaitu semantik (latar, detail, maksud peranggapan), sintaksis (bentuk kalimat, koherensi, kata ganti), stilistik, dan retoris (grafis, metafora, ekspresi). Level kognisi sosial melihat permasalahan dari kognisi/mental penulis naskah/skenario. Level konteks sosial melihat bagaimana wacana tersebut berkembang di masyarakat.

Tema besar dalam film ini adalah percintaan beda agama, toleransi antar umat beragama, keimanan antar umat kepada Tuhannya, serta kebudayaan dan kebhinekaan suku Minang dan Jawa. Bahasa yang digunakan oleh pemain yaitu bahasa Indonesia serta bahasa Jawa dan Minang. Dari segi kognisi sosial Hestu Saputra selaku sutradara sekaligus penulis skenario film ini memandang bahwa selain dirinya banyak masyarakat Indonesia yang mengalami hal serupa dengannya. Dari segi konteks sosial semua agama menginginkan yang terbaik untuk pemeluknya, yaitu menikah dengan yang seagama dengan mereka. Walaupun dalam Katolik menikah dengan orang yang berbeda agama diperbolehkan (kawin campur), tetapi pada dasarnya dianjurkan untuk menikah dengan seseorang yang memiliki satu keyakinan.

(6)

ii

Alhamdulillah Wa Syukurillah, puji syukur yang tak terhingga penulis

panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat yang tiada tara, serta atas segala kemurahan, cinta dan kasih sayang-Nya lah skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah yang

telah memberikan inspirasi bagi seluruh manusia di bumi ini hingga akhir zaman, baginda Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan segala usaha dan tekad yang kuat, walaupun

hambatan dan rintangan yang penulis hadapi cukup banyak, namun atas izin dari Allah SWT semua hambatan dapat diatasi dan skripsi ini terselesaikan dengan

baik. Namun, penulis juga yakin masih banyak kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki, mengingat kemampuan dan pengetahuan penulis yang serba terbatas.

Terselesaikannya skripsi ini merupakan salah satu anugrah terindah yang pernah penulis rasakan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini

(7)

iii

dan Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan.

2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Rachmat Baihaky, MA, serta Ibu Umi Musyarrofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak H. Zakaria, MA selaku Pembimbing Akademik yang telah bersedia

meluangkan waktunya kepada penulis untuk berdiskusi dan memberi saran mengenai judul skripsi.

4. Dosen Pembimbing penulis, Ibu Siti Nurbaya, M.Si terimakasih banyak

karena telah sabar dalam membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah mengajar dan membagikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan masyarakat nantinya.

6. Bapak dan Ibu, Yusuf Erwan Syahbuddin dan Nurhayati yang jauh di Timika (Papua). Tetapi cinta, kasih sayang, do’a dan semangat yang

(8)

iv

penulis dalam menulis skripsi ini. Terimakasih atas saran film yang

diajukan, perhatian dan pengertiannya kepada penulis selama menulis skripsi ini. Terimakasih atas waktu yang telah diluangkan kepada penulis saat penulis membutuhan pertolongan dan saat penulis mulai merasa lelah

dan menyerah. Untuk Mamak, Bapak, dan dede Hanif yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis, serta selalu ada untuk

penulis disaat penulis jauh dari orang tua dan keluarga.

8. Sutradara film Cinta Tapi Beda, Hestu Saputra yang telah mengizinkan penulis meneliti film yang disutradarainya, serta banyak membantu

penulis dalam mengumpulkan data-data penting yang dibutuhkan dalam skripsi ini. Terimakasih atas banyaknya ilmu dan masukan yang sangat

bermanfaat seputar perfilman kepada penulis.

9. Ustadz Achmad Mubarok. M.Hi dan Romo Rudi Yakobus, SJ, yang telah membantu penulis dalam melengkapi data dalam skripsi ini.

10.Sahabat serta saudara seperjuangan Rangers, Noflim Trisna Ayuningsih, Yulia Nur Rohmah, Yudid Dwi Septyarini, dan Nur Oktaviani yang telah

(9)

v

Tari, Fitri, Mbak Yuli, Icha, Levi, Ridwan, Fadli, Rizal, Rikza, Noval,

Yusuf, Zidni, Rizky Maul, Owner, Mas Ryan, Bowo, Mahdi, Bayu, Angga.

12.Sahabat KKN SADARI yang selalu kompak dan lucu, Tika, Bintang,

Ririn, Diah, Uswah, Ajeng, Titin, Rita, Risa, Ami, Sarah, Khoirul, Angga, Wanda, Hadid, Endang, Ikhwan, Alif, Yunus, Ronggo. Terimakasih atas

segala semangat, kekompakan, dan rasa persaudaraan kita yang tinggi. Semoga kekompakan ini akan melekat selamanya.

13.Berbagai pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini

dalam bentuk apapun untuk penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, 30 April 2014

(10)

vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitiian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 5

F. Kerangka Konsep ... 6

G.Metodologi Penelitian ... 9

H.Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.Wacana Percintaan Beda Agama ... ... 13

1.Menurut Agama Islam... 16

2.Menurut Agama Katolik ... 17

B.Wacana Film ... 18

1.Pengertian Film ... 18

2.Sejarah Film ... 21

3.Klasifikasi Film ... 23

4.Jenis-jenis Film ... 25

5.Perkembangan Film di Indonesia ... 26

C.Analisis Wacana ... 28

1.Konsep Analisis Wacana ... 28

(11)

vii

BAB III GAMBARAN UMUM FILM CINTA TAPI BEDA

A. Latar Belakang Pembuatan Film Cinta Tapi Beda ... 40

B. Latar Belakang Pemilihan Artis ... 41

C. Sinopsis Film Cinta Tapi Beda ... 42

D. Tim Produksi Film Cinta Tapi Beda ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Wacana Seputar Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda Dilihat Dari Level Teks ... 52

B.Wacana Seputar Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda Dilihat Dari Level Kognisi Sosial ... 85

C.Wacana Seputar Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda Dilihat Dari Level Konteks Sosial ... 88

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 100

B.Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... ... 104

(12)

viii

3. Tabel 3.2 Tokoh Pemain Film Cinta Tapi Beda 4. Tabel 4.1 Tentang Toleransi Beda Agama 5. Tabel 4.2 Tentang Cinta Beda Agama 6. Tabel 4.3 Tentang Keimanan Antar Agama 7. Tabel 4.4 Tentang Kebudayaan Minang dan Jawa 8. Tabel 4.5 Opening Bill Board

9. Tabel 4.6 Opening Scene

10. Tabel 4.7 Conflic Scene (Klimaks) 11. Tabel 4.8 Anti Klimaks (Solusi) 12. Tabel 4.9 Ending (Akhir Cerita) 13. Tabel 4.10 Stilistik (Gaya Bahasa) 14. Tabel 4.11 Metafora

(13)

ix

2. Gambar 4.2 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 3. Gambar 4.3 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 4. Gambar 4.4 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 5. Gambar 4.5 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 6. Gambar 4.6 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 7. Gambar 4.7 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 8. Gambar 4.8 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 9. Gambar 4.9 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 10. Gambar 4.10 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 11. Gambar 4.11 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 12. Gambar 4.12 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 13. Gambar 4.13 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 14. Gambar 4.14 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 15. Gambar 4.15 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 16. Gambar 4.16 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 17. Gambar 4.17 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 18. Gambar 4.18 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 19. Gambar 4.19 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 20. Gambar 4.20 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 21. Gambar 4.21 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 22. Gambar 4.22 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 23. Gambar 4.23 Potongan Adegan; Kebudayaan Minang 24. Gambar 4.24 Potongan Adegan; Kebudayaan Minang 25. Gambar 4.25 Potongan Adegan; Kebudayaan Minang 26. Gambar 4.26 Opening Bill Board

27. Gambar 4.27 Opening Scene

(14)

x

(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Film adalah gambar atau animasi yang bergerak. Oleh karna itu film dapat

diartikan sebagai sebuah karya seni yang bersifat hidup. Film itu bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang continue.1 Bagi sebagian orang, film juga merupakan sebuah hiburan bahkan kebutuhan yang harus

dipenuhi. Film dapat dikatakan sebagai suatu penemuan teknologi modern paling spektakuler. Film juga merupakan salah satu media komunikasi dan sarana yang

dapat digunakan untuk menyampaikan sebuah informasi atau pesan-pesan yang sangat efektif.

Sebagai salah satu media komunikasi serta informasi maka film secara

otomatis akan membawa dampak (side effect), baik itu positif maupun negatif kepada penontonnya.2 Film juga memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa manusia. Hal ini berhubungan dengan ilmu jiwa sosial tentang gejala “identifikasi

psikologi” yaitu orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan sehingga ia

ikut merasa apa yang dirasakan tokoh tersebut.3

Saat ini perfilman di Indonesia sudah berkembang sangat pesat. Film yang disajikan dalam layar lebar Indonesia kini beraneka ragam. Atas dasar itulah

1

Arsyad Azhar, Media Pembelajaran, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 48. 2

Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta; Ikhtisar Baru – Van Hoeve, 1980), h. 1007.

3

(16)

penulis terdorong untuk menelaah hasil karya sebuah film, salah satunya berupa skenario film, yang juga menentukan keberhasilan sebuah film. Dalam hal ini,

film yang menjadi perhatian penulis yaitu film yang bertemakan tentang percintaan beda agama.

Salah satu film Indonesia yang kini sedang membooming adalah film Cinta Tapi Beda yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Film ini sangat menarik perhatian penulis untuk menganalisanya secara

mendalam, karena secara narasi film ini juga memiliki alur cerita yang sagat menarik untuk dianalisis. Film ini mengangkat tentang sebuah kisah percintaan

antara dua insan manusia yang dilatar belakangi perbedaan agama dan budaya.

Film Cinta Tapi Beda ini di angkat oleh Hanung Bramantyo dari salah satu cerita pendek (cerpen) karya Dwitasari yang berjudul Beda Cinta, Setipis

Keyakinan. Inspirasi kisah dalam cerpen yang berjudul Beda Cinta, Setipis Keyakinan ini diambil oleh Dwitasari dari kisah nyata sahabat wanitanya yang

menjalani pernikahan beda agama. Selain itu film ini sendiri berawal dari ide Hestu Saputra karena beliau sendiri menjalani hubungan atau berpacaran dengan seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Pada intinya beliau

sendiri merupakan salah seorang pelaku kisah percinta beda agama.4

Film ini merupakan salah satu film terlaris di akhir tahun 2012. Dalam

waktu singkat, film ini ditonton oleh kurang lebih sebanyak 120 ribu penonton. Banyak pelajaran yang dapat di ambil dalam film ini. Salah satu pelajaran yang

4

(17)

dapat diambil dalam film ini adalah tentang toleransi dalam perbedaan agama. Dalam film ini terdapat beberapa adegan yang menunjukkan bahwa Islam harus

menghargai perbedaan dalam beragama. Film ini juga memuat testimoni-testimoni dari para pelaku pernikahan beda agama bahwa mereka bisa rukun tanpa harus

mengganggu atau menjatuhkan agama masing-masing pasangan.

Tetapi di tengah semaraknya pemutaran film Cinta Tapi Beda yang mulai ditayangkan pada tanggal 27 Desember 2012, muncullah berbagai macam

pendapat yang menimbulkan kontroversi. Dalam film ini terdapat nuansa agama yang sangat sensitif antara agama Islam dengan agama Kristen Katolik. Meski

pesan moral film ini lebih kepada bagaimana manusia menghadapi perbedaan-perbedaan dalam kehidupan, terutama kepada sesama pemeluk agama.

Hal-hal yang di anggap kontroversi dalam film ini tidak hanya

mempersoalkan mengenai percintaan beda agama saja, namun juga muncul dari gugatan masyarakat Minangkabau yang menganggap film itu mengandung unsur

sara dan telah menistakan kebudayaan Minangkabau yang kental dengan ajaran agama Islam. Alur cerita film ini oleh sebagian suku Minangkabau dianggap menyimpang dari falsafah adat yang terkenal dengan “Adat Basandi Sarak, Sarak

Basandi Kitabullah”. Atau dengan kata lain, Adat bersandar (bertopang) pada syariat dan syariat bersandar pada Kitabullah, yang kurang lebihnya bermakna orang minang menjunjung tinggi ajaran syariat Islam.5

5

(18)

Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas lah penulis tertarik untuk mengangkat film Cinta Tapi Beda sebagai bahan untuk penelitian. Oleh karenanya judul yang di ambil oleh penulis adalah “Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Untuk menghindari semakin luas dan melebarnya batasan masalah, maka penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya tentang wacana

percintaan beda agama yang terdapat dalam film Cinta Tapi Beda, dan juga hanya dibatasi dengan model analisis wacana Teun A Van Dijk yang membahas tentang

tiga struktur dalam suatu teks, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro, serta dilihat dari level kognisi sosial dan konteks sosial. Scene yang diambil juga hanya scene tentang percintaan beda agama, walaupun terdapat

beberapa scene tentang toleransi antar umat beragama, keimanan antar umat beragama, dan juga tentang kebudayaan Minang dan Jawa untuk melengkapi data

yang didapatkan dari hasil wawancara kepada sutradara film Cinta Tapi Beda yang kemudian disambungkan dengan analisis wacana Teun A Van Dijk tersebut. Sedangkan perumusan masalah yang di angkat adalah:

1. Bagaimana wacana seputar percintaan beda agama yang ditampilkan dalam film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra

dilihat dari level teks (struktur makro, superstruktur, struktur mikro)? 2. Bagaimana wacana film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan

(19)

3. Bagaimana wacana film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra dilihat dari level konteks sosial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai dalam penulisan proposal ini adalah:

1. Mengetahui tentang wacana seputar percintaan beda agama yang ditampilkan dalam film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan

Hestu Saputra dilihat dari level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro).

2. Mengetahui kognisi sosial yang melatarbelakangi penulis skenario dalam membuat naskah film Cinta Tapi Beda.

3. Mengetahui konteks sosial menurut pandangan para ulama tentang

wacana percintaan beda agama.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis:

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya penelitian tentang analisis

wacana film. Di samping itu penelitian analisis wacana film Cinta Tapi Beda ini juga memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang analisis

(20)

2. Manfaat Praktis:

Penelitian ini dapat digunakan sebagai penggambaran mengenai percintaan

beda agama yang dianalsis dengan menggunakan wacana Teun A Van Dijk bagi para remaja khususnya untuk memaknai konsep percintaan beda

agama yang kemudian dibuat dalam satu film, yaitu film Cinta Tapi Beda.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam proses penelitian ini, penulis mengambil beberapa hasil penelitian wacana terhadap film yang terdahulu guna dijadikan bahan perbandingan. Yaitu

penelitian yang menganalisa film sebagai media informasi dan juga komunikasi massa, yaitu:

1. “Analisis Semiotik Film CIN(T)A Karya Sammaria Simanjuntak” yang ditulis

oleh Nurlaelatul Fajriah, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dari judul film CIN(T)A, serta makna dari symbol-simbol yang terdapat di dalam film tersebut. Penelitian yang di tulis oleh Nurlaelatul Fajriah ini

menggunakan analisis semiotik, sedangkan penelitian saya menggunakan analisis wacana. Persamaan dalam penelitian ini adalah media yang di

gunakan, yaitu film. Selain itu latar belakang dari film yang diteliti hampir sama, yaitu tentang konsep percintaan serta toleransi antar umat beda agama. 2. “Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani”

(21)

Jakarta, tahun 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Sukasih Nur ini meneliti tentang pesan moral dalam film tersebut, sedangkan penelitian yang saya teliti

meneliti tentang percintaan beda agama dalam film Cinta Tapi Beda. Persamaannya adalah kedua penelitian ini sama-sama mengguanakan media

film dan menggunakan analisis wacana dalam penelitiannya.

F. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model dari analisis wacana Teun A Van Dijk. Analisis wacana (Discourse analysis) yaitu studi tentang

struktur pesan atau mengenai aneka fungsi bahasa (pragmatic).6 Metode analisis wacana lebih melihat kepada „Bagaimana‟ (how) dari sebuah wacana (cerita, teks,

kata) disusun atau dikemas dan diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan

sebuah kalimat atau paragraph.

Analisis wacana tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi bagaimana juga

pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora yang disampaikan. Analisis wacana bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana isi pesan yang diteliti.7

Van Dijk melihat wacana terdiri atas tiga struktur teks. Pertama, struktur makro, yakni makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan

melihat topik dari suatu teks. Kedua, superstruktur, yaitu kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Ketiga, struktur mikro merupakan makna yang dapat diamati dengan menganalisis

6

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 68.

7

(22)

kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, para frase yang dipakai, dan sebagainya. Elemen-elemen yang terdapat dalam struktur tersebut antara lain: tematik,

skematik, semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.8

Tabel 1.1 Struktur Wacana Van Dijk

Sumber: Eriyanto: Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media

Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen

Struktur Makro Tematik

Tema atau topik yang dikedepankan dalam film Cinta Tapi Beda

Topik

Superstruktur Skematik

Bagaimana bagian dan urutan film film dikemas dalam teks/naskah film yang utuh

Skema

Struktur Mikro Semantik

Makna yang ingin ditekankan dalam film

Sintaksis

Bagaimana kalimat atau bentuk, susunan yang di pilih

Stilistik

Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam film Cinta Tapi

Dua level lain dalam analisis wacana Teun A Van Dijk yaitu kognisi sosial dan konteks sosial. Kognisi sosial merupakan kesadaran mental penulis skenario

dalam membentuk teks atau narasi. Sedangkan konteks sosial merupakan

8

(23)

nilai atau berita yang berkembang dan menyebar di masyarakat seputar film tersebut.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A Van Dijk.

Untuk mengkaji atau mendeskripsikan dan menganalisa dengan nalar

kritis, maka digunakan pendekatan deskriptif – analitis. Tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara

sistematis, faktual, dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara.

Pengertian dari analisis deskriptif sendiri adalah suatu cara

melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran, dan mengualifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara

apa adanya, setelah itu baru disimpulkan.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah film Cinta Tapi Beda yang

disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Adapun objek penelitiannya adalah kisah percintaan beda agama yang terdapat dalam

(24)

3. Tahapan Penelitian a. Pengumpulan Data

Jika dikaitkan dengan analisis wacana Teun A Van Djik, maka pengumpulan data penelitian ini di dapatkan dari film Cinta Tapi Beda

dan skenarionya, serta wawancara. Film merupakan sasaran utama dalam analisis, dari film itu penulis dapat mengambil beberapa unit scene yang ingin diteliti seputar percintaan beda agama, sedangkan

skenario diperlukan guna mempertajam analisis wacana pada level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro) sekaligus dapat

dijadikan bahan pelengkap.

Wawancara merupakan metode pengambilan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini

dilakukan sebagai pendukung untuk mengetahui analisis wacana Teun A Van Dijk yang mengkaji tentang level teks (struktur makro,

superastruktur, struktur mikro) pada film Cinta Tapi Beda, level kognisi sosial dan level konteks sosial.

Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara secara

langsung kepada Suatradara film Cinta Tapi Beda, yaitu Hestu Saputra. Selain itu penulis juga mewawancarai Ustadz (ulama dalam agama

(25)

b. Analisis Data

Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur uraian data.

Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar.9 Setelah semua data dan informasi yang sesuai dengan

permasalahan penelitian terkumpul, selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif, analisis

wacana menurut Teun A Van Dijk untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis secara

sistematis membagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis, di dalamnya diuraikan tentang metode-metode, meliputi Wacana Percintaan Beda Agama, terdiri dari Menurut Agama

Islam dan Menurut Agama Kristen Katolik; Wacana Film, terdiri dari Sejarah Film, Klasifikasi Film, Jenis-jenis Film, Perkembangan Film di Indonesia; Analisis Wacana, terdiri dari Konsep Analisis Wacana

Teun A Van Djik.

9

(26)

BAB III : Gambaran umum film Cinta Tapi Beda. Bab ini menggambarkan secara umum film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan

Hestu Saputra, terdiri dari Latar Belakang Pembuatan Film Cinta Tapi Beda, Latar Belakang Pemilihan Artis, Sinopsis Film Cinta Tapi Beda,

Tim Produksi Film Cinta Tapi Beda.

BAB IV : Temuan dan Analisis Data, di dalamnya dibahas tentang data dan hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitiannya.

(27)

13

A. Wacana Percintaan Beda Agama 1. Menurut Agama Islam

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Cinta

adalah suatu perasaan yang positif dan diberikan pada manusia atau benda lainnya. Bisa dialami semua makhluk. Secara terminologi penggunaan

istilah cinta dalam masyarakat Indonesia dan Malaysia lebih dipengaruhi perkataan love dalam bahasa Inggris. Love digunakan dalam semua amalan dan arti untuk eros, philia, agape dan storge. Sedangkan secara etimologi

terdapat beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia atau bahasa Melayu apabila dibandingkan dengan beberapa bahasa mutakhir di Eropa, terlihat

lebih banyak kosakatanya dalam mengungkapkan konsep ini. Termasuk juga bahasa Yunani kuno, yang membedakan antara tiga atau lebih konsep:

eros, philia, dan agape.1

Banyak yang mengartikan cinta dengan pemikiran yang sempit, salah satunya adalah hanya tertuju pada hubungan laki-laki dan perempuan. Cinta

lebih dari itu. Hubungan dengan sesama makhluk ciptaan juga termasuk dalam lingkup cinta, baik kepada hewan maupun kepada tumbuhan dan

1

(28)

lingkungan sekalipun. Terlebih lagi kepada Sang Pencipta cinta, tentu saja lebih wajib untuk dimasukkan dalam lingkup pengertian cinta itu sendiri.2

Percintaan beda agama dalam islam dapat diartikan sebagai percintaan antara seorang muslim dengan non-muslim. Islam mengajarkan kita berbuat

baik kepada sesama umat manusia, berbuat baik kepada sesama muslim dan juga non muslim. Tetapi jika hubungan percintaan sepasang manusia yang berbeda agama, maka dalam Islam itu tidak boleh. Hal ini terdapat dalam

Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 221. Di dalam ayat ini ditegaskan oleh Allah tentang larangan bagi seorang muslim menikahi

perempuan-perempuan musyrik dan larangan menikahi perempuan-perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, kecuali jika mereka telah beriman.3

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

2

Abu Musa Abdurrahim, Kitab Cinta:Perjalanan Menuju Surga, (Jakarta; Gema Insani, 2011), h. 20.

3

(29)

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran (Qs. Al-Baqarah: 221).

Dalam ayat tersebut ditegaskan tentang ancaman terhadap seseorang yang berhubungan dengan orang-orang musyrik karena mereka mengajak

kepada kekufuran dengan prilaku, ucapan dan perbuatan mereka, dengan demikian berarti mereka mengajak kepada neraka. Al-Qur‟an Surat Al

-Baqarah ayat 221 tersebut umum untuk seluruh wanita musyrik, lalu dikhususkan oleh ayat dalam surat Al-Maidah ayat 5 tentang bolehnya menikahi wanita ahli kitab, sebagaimana Allah berfirman,

Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi (Qs. Al-Maidah: 5).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang muslim dilarang membawa

(30)

mukmin menikah dengan selain agama mereka. Dalam firman Allah tersebut “..sebelum mereka beriman..” hal ini menunjukkan bahwa ketika

label kemusyrikan pada diri seseorang telah hilang maka halal dinikahi, dan sebaliknya ketika label kemusyrikan tersebut masih ada maka haram

menikahinya.4

Pada intinya percintaan beda agama dalam agama Islam diharamkan. Keharamannya bersifat mutlak, artinya wanita Islam mutlak haram menikah

dengan laki-laki selain Islam, baik laki-laki musyrik atau Ahlil kitab. Tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan orang yang berbeda agama

dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10. “..mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu

tidak halal pula bagi mereka...” (Qs. Al-Mumtahanah: 10).5

Bagaimanapun faktor agama merupakan patokan seseorang dalam setiap mengambil keputusan terutama dalam hal memilih pasangan. Sebab

pasangan hidup nukanlah benda mati yang dapat kita ganti sekehendak hati kita. Di dalam Islam terdapat anjuran untuk menikahi wanita karena agamanya. Jabir RA memberitahukan, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya wanita itu dinikahi oleh karena agamanya, hartanya, dan

kecantikannya. Maka pilihlah yang beragama.” (HR. Muslim & Tarmidzi).6

4

Bachtiar Nasir, Anda Bertanya Kami Menjawab, (Jakarta; Gema Insani, 2012), h. 348. 5

H Amirullah Syarbini, dan Dr. H. Hasbiyallah, Anda Bertanya Ustadz Menjawab, (Bandung; Ruang Kata, 2013), h. 166.

6

(31)

2. Menurut Agama Kristen Katolik

Sama halnya seperti dalam agama Islam, agama Katolik juga

menganjurkan umatnya untuk berbuat baik kepada sesama, baik itu dengan orang yang dibaptis dan orang yang tidak dibaptis. Percintaan beda agama

menurut agama Kristen Katolik merupakan hubungan antara orang Katolik (sudah dibaptis) dengan orang yang tidak dibababtis. Dalam ajaran katolik, seseorang boleh berhubungan dengan orang yang berbeda agama, karena

menurut ajaran mereka hal itu merupakan hak asasi manusia, jadi siapapun bebas menentukan siapa pasangan hidupnya.7

Dalam Katolik tidak ada larangan untuk berhubungan cinta antara orang Katolik dengan agama lain. Walaupun begitu, pada dasarnya dalam agama Katolik juga menginginkan hubungan yang seimbang dan bahagia

dalam kehidupan berkeluarga. Maksud dari hubungan yang seimbang dan bahagia itu adalah hubungan yang terjalin antara lelaki dan perempuan yang

memiliki keyakinan yang sama agar kehidupan mereka akan lebih seimbang dan bahagia.

Dalam perkawinan Katolik, pernikahan antara umat Katolik dengan

umat lainnya disebut sebagai kawin campur. Perkawinan campur menurut KHK adalah perkawinan antara orang Katolik (dibaptis dalam Greja Katolik

atau diterima di dalamnya) dan orang yang dibaptis non-Katolik. Sedangkan yang dimaksud dengan perkawinan beda agama adalah perkawinan antara orang Katolik (dibaptis dalam Greja Katolik atau diterima di dalamnya) dan

7

(32)

orang yang tidak dibaptis. Perkawinan campur dalam Gereja Katolik adalah perkawinan yang dilangsungkan antara orang Katolik dan bukan Katolik

dan disahkan secara gerejawi. Bisa terjadi perkawinan antara Katolik-Islam, Katolik-Kristen, Katolik-Hindu, Katolik-Budha, Katolik Khong Hu Cu, atau

yang lainnya.8

Pada intinya dalam Katolik diperbolehkan menjalin hubungan atau menikah berbeda agama, tetapi ada syaratnya dan tidak diperbolehkan

menikah begitu saja. Yang idealnya adalah orang Katolik menikah dengan sesama orang Katolik, tetapi tidak semua kondisi selalu ideal. Maka, gereja

Katolik memberi kemungkinan adanya perkawinan campur dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Gereja Katolik.9

Walaupun itu merupakan kebebasan setiap orang, tetapi mereka

memiliki asas-asas hukum agama, yaitu hukum kanonik yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak dalam menjalani hubungan mereka, terutama bagi

yang ingin menikah beda agama. Perkawinan beda agama dalam Katolik tidak menuntut pihak selain Katolik menjadi Katolik terlebih dahulu. Justru karena mereka ingin mempertaankan perbedaan itu, maka dikenal

perkawinan beda agama, dan greja dengan alat hukumnya menyediakan sarana untuk membantu perkawinan beda agama agar tetap sah dan layak.10

B. Wacana Film 1. Pengertian Film

8

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, h. 35.

9

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, (Yogyakarta; Kinanius, 2012), h. 35.

10

(33)

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton

film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya.11 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis

yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).12 Secara etimologis, film adalah susunan gambar yang berada dalam selluloid

kemudian diputar dengan menggunakan proyektor, dan bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.13

Menurut Onong Uchyana Effendi film merupakan medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Film dikenal dengan movie yang mengandung

arti gambar hidup, dan bioskop.14

Film juga merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika yang

komplek. Dalam pengertian lain, film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik.15 Saat ini film tidak lagi dimaknai sebagai karya seni (films as art) saja, tetapi lebih sebagai “komunikasi massa”. Terjadinya pergeseran perspektif ini, paling tidak telah

11

Ardianto, Elvinaro dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

12

Eko Endarmoko, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gramedia, 2006) h. 180. 13

Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Analogi Film Pendek, Eksperimental & Documenter, (Jakarta; Fatma Press, 1977), h. 22.

14

John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta; PT Gramedia, 2000), h. 387.

15

(34)

mengurangi bias normatif dari teoritisi film yang cenderung membuat lokalisasi dan karena itu film mulai diletakkan secara obyektif.16

Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas

kedua dari kehidupan manusia. Kisah-kisah yang ditayangkan lebih bagus dari kondisi nyata sehari-hari, atau sebaliknya bisa menjadi lebih buruk. 17

Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh

bagi kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan

mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.18

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik

dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual

dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.19

Industri film disebut juga sebagai industri yang dibangun dari mimpi

karena sifatnya yang imajinatif dan sebagai media kreatif.20 Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang

16

Budi Irwanto, Film, Ideologi: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta; Aksara, 2005), h. 11.

17

Rivers, William, dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta; Kencana, 2008), h. 199.

18

Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), h. 12.

19

Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta; BPSDM Citra Pusat Perfilman, 2000), h. 6.

20

(35)

masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh

estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan,

kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.21

2. Sejarah Film

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.22 Film tidak ditemukan oleh satu

orang. Pertama, perangkat untuk foto objek bergerak harus ditemukan, kemudian diikuti dengan alat untuk menampilkan foto-foto itu. Proses ini melibatkan enam orang: Etienne Jules Marey, Eadweard Muybridge,

Thomas Edison, William K.L Dickson, Auguste, dan Louis Lumiere.23

Gerakan menari seorang wanita merupakan salah satu gambar yang

ditangkap oleh Eadweard Muybridge yang menjadi awal ditemukannya rangkaian gerak pada film. Percobaan Muybridge menyebabkan perkembangan kamera film pertama.24 Semua film pada awal permulaan

adalah hitam-putih dan tanpa suara. Suara baru ditemukan ke dalam film pada tahun 1920-an dan eksperimen warna dimulai pada tahun 1930-an.

21

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

22

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 134.

23

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta; Salemba Humanika, 2010), h. 171.

24

(36)

Dua pembuat film yang mempengaruhi perkembangan film menjadi seni adalah: Georges Melies dan Edwin S. Porter.25

Film pertama yang dikenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah

The Life Of art American Fireman dan film The Great Train Robbery yang

dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Pada tahun 1906 sampai 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada decade ini lahir film feature, lahir juga bintang film

serta pusat perfilman yang dikenal sebagai Hollywood. Periode ini disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith-lah yang telah

membuat film sebagai media yang dinamis.26

Griffith memperoleh gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang paling utama mengangkat film sebagai

media yang memiliki karakteristik unik, dengan gerakan-gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik, serta teknik edit yang

baik. Apabila film permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat muncul film bicara yang pertama meskipun belum sempurna.27

Sejarah film dunia mengajarkan tentang perkembangan film dari mulai film bisu (tanpa suara), yang kemudian mampu mencangkok

teknologi suara, dan menjadi film yang bersuara. Hal ini mengakibatkan

25

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, h. 174. 26

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

27

(37)

jumlah penonton dua kali lipat lebih banyak. Demikian juga kemampuan film yang awalnya tidak berwarna (hitam putih) menjadi berwarna.

Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru telah muncul pada akhir abad kesembilan belas, film berperan sebagai sarana baru yang

digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.28

3. Klasifikasi Film

Klasifikasi film atau genre dalam film berawal dari klasifikasi drama

yang lahir pada abad XVIII. Klasifikasi drama tersebut muncul berdasarkan atas jenis manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan.29 ada beberapa jenis naskah drama saat itu, di antaranya ada lelucon,

banyolan, opera balada, komedi sentimental, komedi tinggi, tragedi borjois dan tragedi neoklasik. Selanjutnya berbagai macam jenis drama itu

diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: tragedi (duka cita), komedi (drama ria), melodrama, dagelan (farce).30

Seiring berkembangnya zaman dan dunia perfilman, genre dalam

filmpun mengalami sedikit perubahan. Namun, tetapi tidak menghilangkan

28

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Jakarta; Erlangga, 1987), h. 13.

29

John M Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta; PT Gramedia, 2000), h. 265.

30

(38)

keaslian dari awal pembentukannya. Sejauh ini diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:31

a. Komedi, film yang mendeskripsikan kelucuan, kekonyolan, kebanyolan pemain (aktor/aktris). Sehingga alur cerita dalam film tidak kaku,

hambar, hampa, ada bumbu kejenakaan yang dapat membuat penonton tidak bosan.

b. Drama, film yang menggambarkan realita (kenyataan) di sekeliling

hidup manusa. Dalam film drama, alur ceritanya terkadang dapat membuat penonton tersenyum, sedih, dan meneteskan air mata.

c. Horror, film beraroma mistis, alam ghaib, dan spiritual. Alur ceritanya bisa membuat jantung penonton berdegup kencang, menegangkan, dan berteriak histeris.

d. Musikal, film yang penuh dengan nuansa musik. Alur ceritanya sama seperti drama, hanya saja di beberapa bagian adegan dalam film para

pemain (aktor/aktris) bernyanyi, berdansa, bahkan beberapa dialog menggunakan musik (seperti bernyanyi).

e. Laga (action), film yang dipenuhi aksi, perkelahian,

tembak-menembak, kejar-kejaran, dan adegan-adegan berbahaya yang mendebarkan. Alur ceritanya sederhana, hanya saja dapat menjadi luar

biasa setelah dibumbui aksi-aksi yang membuat penonton tidak beranjak dari kursi.

31

(39)

4. Jenis-jenis Film

Menurut Elvinaro dan Lukiati dalam bukunya Komunikasi Masssa

Suatu Pengantar, film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter dan film kartun.32

a. Film cerita (story film) merupakan film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini biasanya didistribusikan sebagai barang

dagangan.

b. Film berita (newsreel) adalah film yang mengkaji tentang fakta,

peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value) yang penting dan menarik.

c. Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment off

actually)”. Film dokumenter merupakan hasil dari interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

d. Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian

besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan-kelucuan dari pada tokoh pemainnya, karena inti dari

tujuan film kartun adalah menghibur.

32

(40)

5. Perkembangan Film di Indonesia

Film pertama yang diputar di Indonesia adalah film Lady Van Java

yang diproduksi di Bandung tahun 1926 oleh David. Film pada waktu itu masih merupakan film bisu. Film bicara pertama di Indonesia berjudul

Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar berdasarkan

naskah seorang penulis Indonesia Saerun.33

Di penghujung tahun 1941 Perang Asia Timur Raya pecah. Dunia

filmpun berubah wajah. Perusahaan-perusahaan film, seperti Wong Brothers, South Pacific, dan Multi Film diambil alih oleh Jepang, ketika

pemerintah Belanda sebagai penguasa di Indonesia menyerah kalah kepada balatera Jepang34.

Pada saat itu, semua perusahaan perfilman yang diusahakan oleh

Belanda dan Cina berpindah kepada pemerintah Jepang. Namun saat bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6

Oktober 1945 perusahaan film diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia.35

Sejak tanggal 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia atau BFI

bersamaan dengan pindahnya Pemerintah RI dari Yogyakarta, BFI pun

33

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 135.

34

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2003), h. 217.

35

(41)

pindah dan bergabung dengan Perusahaan Film Negara, yang pada akhirnya mengganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional.36

Dengan menginjak dekade tahun 50-an, dunia film Indonesia memasuki alam yang cerah. Tampaklah kegiatan yang dilakukan para sineas

film nasional dalam bentuk perusahaan-perusahaan film. Garis grafik yang menarik untuk mencapai puncaknya yaitu pada tahun 1955 dengan adanya 59 judul film. Pada tahun itulah diadakan Festival Film Indonesia (FFI)

pertama.37

Pada tahun 1959 grafik perfilman di Indonesia terus menurun dengan

hanya adanya 17 judul film. Banyak faktor yang menyebabkan turunnya produksi film. Pertama adalah pergolakan politik, seperti pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau perjuangan

semesta (PERMESTA), yang dengan sendirinya mempengaruhi bidang ekonomi. Kedua, yaitu saingan dari film-film luar negri seperti India,

Filiphina, Melayu dan Amerika yang muncul dengan film-film berwarnanya.38

Dunia perfilman semakin suram dengan adanya gerakan komunis PKI,

yang memanfaatkan politik sebagai panglima.hingga akhirnya kegiatan mereka terhenti karena terjadinya peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965.

Kemudian tahun 1967 produksi film Nasional mulai kembali membaik dan muncullah berbagai jenis dan tema film, sehingga memacu banyak produksi

36

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 136.

37

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan FIlsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2003), h. 218.

38

(42)

film untuk memproduksi film, yang menyebabkan perfilman Indonesia meningkat.39

Pada tahun 1970, film masih menunjukan udara segarnya dengan dibantu oleh kebijaksanaan pemerintah Orde Baru. Pada tahun itu pulalah

berdiri Akademi Sinematografi dari Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang kini dikenal dengan nama Institut Kesenian Jakarta (IKJ), sebagai satu-satunya akademi di bidang perfilman.40

Karena ketidakjelasan skema investasi film di Indonesia, Usmar Ismail mendirikan PERFINI (Perusahaan Film Nasional Indonesia).

Kemudian ditetapkanlah Hari Film Nasional yang jatuh pada tanggal 30 Maret, sehingga film baru diakui pemerintah pada masa pasca reformasi di tahun 1999.

Perkembangan film Indonesia pasca reformasi semuanya dimulai pada tahun 1998. Kemudian di awal tahun 2000, pencerahanpun mulai terjadi

pada dunia perfilman di Indonesia, dengan jumlah penonton yang semakin meningkat. Sampai saat inipun perfilman Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan, serta mampu bersaing dengan film-film luar negri,

terbukti dengan banyak diperolehnya penghargaan oleh sineas Indonesia di ajang festival internasional.

C. Analisis Wacana

1. Konsep Analisis Wacana

39

Tony Ryanto, Film Indonesia Sudah Tumbuh, (Jakarta; Pintar Press, Persatuan Perusahaan Film Indonesia), h. 38.

40

(43)

Istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak yang memiliki arti „berkata‟ atau „berucap‟. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata „ana‟ yang berada dibelakang adalah bentuk

sufiks (akhiran) yang bermakna membedakan (nominalisasi). Dengan

demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Dalam kamus bahasa Jawa kuno Indonesia karangan Wojowasito terdapat kata waca yang berarti baca, wacaka berarti mengucapkan dan kata wacana berarti

perkataan.41

Kata “wacana” banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu

pengetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Namun demikian, secara spesifik pengertian, definisi, dan batasan istilah wacana sangat beragam. Hal tersebut disebabkan oleh

perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut.42

Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun

belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisaannya hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagai ahli bahasa mengalihkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana.43

Analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka

fungsi (pragmatik) bahasa. Analisis wacana lahir karena adanya persoalan

41

Dedy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta; Tiara Wacana, 2005), h. 3.

42

Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana Media, (Jakarta; Kencana, 2012), h. 16.

43

(44)

dalam komunikasi, bukan hanya terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, serta fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih

kompleks dan inheren yang disebut wacana.44

Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa yang dinamakan

wacana itu tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti diterangkan dalam kamus Webster; sebuah pidato pun adalah wacana juga. Jadi, wacana bisa dibagi menjadi wacana lisan dan wacana tertulis.45 Analisis wacana tidak

terlepas dari pemaknaan kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi.46

Secara sederhana, wacana merupakan cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Sedangkan secara umum wacana

merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan

yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonmental bahasa.47 Secara ringkas dan sederhana, teori wacana menjelaskan sebuah peristiwa terjadi seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan, karena itulah ia

dinamakan analisis wacana.48

44

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 48. 45

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 10.

46

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 48. 47

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11. 48

(45)

2. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk

Wacana menurut Van Dijk merupakan bangunan teoritis yang abstrak

(the abstrack theoretical construck).49 Wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan fisik bahasa. Adapun perwujudan wacana adalah teks.50 Van Dijk

melihat wacana lebih kepada wacana tulis atau teks. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang satu sama yang lain berhubungan dan saling mendukung yang dibaginya ke dalam tiga tingkatan,

yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Makna global dari suatu teks didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya mempengaruhi

pemilihan kata dan kalimat.51

Dalam pandangan Van Dijk segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen-elemen seperti tematik, skematik, semantik, sintaksis,

stilistik, dan retoris. Meski terdiri dari beberapa elemen, semua elemen itu merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan, dan mendukung satu sama

lainnya. Untuk memperoleh gambaran ihwal elemen-elemen struktur wacana tersebut, berikut adalah penjelasan singkat mengenai elemen-elemen tersebut:

a. Teks

1) Struktur Makro

a. Tematik

49

Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana Media, (Jakarta; Kencana, 2012), h. 17.

50

Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian, (Malang; Bayu Media, 2003), h. 4. 51

(46)

Elemen tematik merupakan gambaran umum dari suatu teks. Disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari

sebuah teks. Topik menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator. Dari topik ini

kita bisa mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat dapat diamati pada struktur makro dari suatu masalah.52

Tema sebuah wacana akan tampak dalam pengembangan wacana. Temapun akan memandu alur pengembangan sebuah wacana

lisan maupun tulisan.53 Intinya, tematik merupakan strtuktur yang menjelaskan tentang tema yang diambil dari sebuah film.

2) Superstruktur

a. Skematik

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari

pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Jadi, jika topik menunjukkan makna umum dari suatu

wacana, maka struktur skematik atau suprastruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks.54

52

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 230.

53

JD Parera, Teori Semantik, (Jakarta; Erlangga, 2004), h. 233. 54

(47)

Alur memberikan tekanan dalam suatu teks, bagian mana yang berada di awal, dan bagian mana yang berada di akhir, hal itu juga

bisa sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi yang penting. Intinya skematik merupakan bentuk umum dari sebuah teks yang

berkaitan dengan judul. Skematik mempelajari tentang bagaimana alur atau suasana teks dibuat.55

3). Struktur Mikro

a. Semantik

Pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang

menelaah makna suatu bahasa. Semantik dalam skema Van Djik dikategorikan sebagai makna lokal, yakni makna yang muncul dari hubungan antar kalimat, hubungan antar proposisi yang membangun

makna tertentu dalam suatu bagunan teks. Semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang terpenting dari struktur wacana,

tetapi juga yang mengiringi kearah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Pada intinya, semantik membahas tentang makna yang ditekankan dalam sebuah teks dan membahas tentang hubungan antar kalimat

yang mempunyai makna tertentu dalam sebuah teks yang mempunyai makna tersirat.

Terdapat beberapa strategi semantik yaitu pertama; latar. Latar merupakan bagian berita atau cerita yang mempengaruihi semantik (arti) yang ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan kemana arah

55

(48)

pandangan khalayak dibawa. Tujuan dari latar teks ini adalah membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh pembuat teks.

Kedua; detail. Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator/penulis skenario).

Komunikator menampilkan informasi yang menguntungkan dirinya dan citra baik secara berlebihan dan digambarkan secara mendetail. Dalam hal ini penulis skenario secara sengaja membuat sesuatu secara

mendetail dengan tujuan menciptakan citra tertentu kepada khalayak.

Ketiga; maksud. Elemen ini hampir sama dengan detail. elemen

maksud melihat informasi yang menuntungkan komunikator dan akan dirugikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan disampaikan secara tersamar, implisit dan

tersembunyi. Tujuan akhir dari maksud adalah memberikan informasi yang menguntungkan komunikator. Keempat; peranggapan. Elemen

ini merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks, dan biasanya pernyataan tersebut dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan kembali. Disebut peranggapan

karena pernyataan tersebut merupakan kenyataan yang belum terjadi, namun didasarkan pada anggapan yang masuk akal.56

b. Sintaksis

Secara terminologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani (sun = dengan + tattei = menempatkan), berarti menempatkan

56

(49)

bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dapat dikatakan bahwa sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa

yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, kalusa, dan frase. Inti dari sintaksis adalah mengelompokkan kata-kata menjadi sebuah

kalimat.57

Dalam sintaksis ada beberapa strategi elemen yang mendukung,

pertama; koheren. Koheren adalah pengaturan secara rapi kenyataan

dan gagasan, fakta, ide yang menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Koherensi

dalam analisis wacana adalah pertalian dan jalinan antar kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta berbeda dapat dihubungkan dengan memakai

koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika komunikator menghubungkannya.

Koherensi dapat ditampilkan melalui sebab akibat, bisa juga sebagai penjelas dan mudah untuk diamati. Di antaranya kata hubung yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan

makna berlainan ketika hendak menghubungkan proposisi.58

Kedua; bentuk kalimat. Bentuk kalimat adalah bentuk sintaksis

yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas, logika kausalitas, akan diterjemahkan dalam bahasa menjadi susunan

57

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 80.

58

(50)

subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi

menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subjek dari

pernyataannya, sedangkan dari struktur pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Penempatan itu dapat mempengaruhi makna timbul karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan

kepada khalayak.59

Ketiga; kata ganti. Kata ganti merupakan elemen untuk

memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti timbul untuk menghindari pengulangan kata dalam kalimat-kalimat berikutnya dan menghindari segi-segi yang negatif.

Dalam analisis wacana, kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam

wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menguraikan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut adalah sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi ketika memakai kata ganti “kita” menjadi sikap tersebut

sebagai representasi dari sikap bersama dari suatu komunitas

tertentu.60

59

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 81.

60

(51)

c. Stilistik

Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan

seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Apa yang disebut gaya bahasa

itu sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa: ragam lisan dan tulisan, ragam sastra dan ragam non sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang

tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks secara

tertulis. Intinya, stilistik merupakan kata yang digunakan untuk mengkonstruksi wacana, atau gaya bahasa yang digunakan oleh penulis.61

d. Retoris

Strategi dalam level retoris merupakan gaya yang diungkapkan

ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana

pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak.62

Van Dijk membagi elemen retoris menjadi tiga bagian, pertama;

grafis. Grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh

61

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 82.

62

(52)

seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana skenario, grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan

tulisan lain (pemakaian huruf tebal, miring, garis bawah, dan huruf yang dibuat dengan ukuran besar). Bagian yang ditulis berbeda adalah

bagian yang dipandang penting oleh komunikator, di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut.63

Kedua; metafora. Metafora merupakan ornamen atau bumbu dari suatu berita atau script film. Metafora tertentu dipakai oleh

pembuat teks secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Pembuat teks menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari,

peribahasa, pepatah, petuah, leluhur, kata-kata kuno, yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.

Ketiga: ekspresi. Ekspresi dimaksudkan untuk membantu menonjolkan atau menghilangkan bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa

yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam teks tertulis, ekspresi

ini muncul misalnya dalam bentuk grafis, gambar atau foto, sedangkan dalam film, ekspresi biasanya muncul dari wajah pemain

63

(53)

atau biasanya kalimat yang dilontarkan yang berasal dari teks skenario. 64

b. Kognisi Sosial

Kognisi sosial adalah titik kunci dalam memahami sebuah produksi

teks atau cerita, maksudnya adalah selain meneliti teks, penulis juga meneliti proses terbentuknya teks. Kognisi sosial menggambarkan bagaimana kesadaran mental penulis skenario membentuk teks. Untuk

mengetahui hal tersebut, maka diperlukan wawancara mendalam kepada penulis skenario.65

c. Konteks Sosial

Menurut Van Dijk, wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk

meneliti suatu teks perlu dilakukan wawancara seputar bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Pada

intinya, konteks sosial itu berhubungan dengan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana.66

64

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259. 65

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 259-260.

66

Gambar

Tabel 1.1 Struktur Wacana Van Dijk
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi
Tabel 3.1 Crew Film Cinta Tapi Beda
Tabel 3.2 Tokoh Pemain Film Cinta Tapi Beda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi Model 2 pada tabel 3 menunjukkan bahwa swasembada beras dapat dicapai apabila disertai dengan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi dan kebijakan sawah

Berdasarkan gambar 4.11 diatas dapat diketahui bahwa denyut nadi nelayan yang tidur malam tidak tepat waktu turun saat bekerja, namun. beberapa saat kemudian

1. Pemahaman terhadap pembiayaan musya>rakah KJKS Komunitas Usaha Mikro Muamalat berbasis Masjid Rahmat Surabaya. Pada dasarnya, sistem ekonomi Islam telah jelas

Selanjutnya dari penyebaran kuesioner yang dibagikan ke 95 responden kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Blitar menunjukan hasil

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan bimbingan-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul PENGARUH LAPORAN TANGGUNGJAWB SOSIAL

Setelah dilakukan penyuluhan, pelatihan teknis, dan pendampingan teknis, maka saat ini masyarakat dusun klampis telah memiliki pengetahuan dan kemampuan teknis terkait bagaimana

The Application Of The English Past Tenses Knowledge To Recount Texts Of Writing I Students Of The English Education Study Program of Widya Mandala Catholic

[r]