• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Mahasiswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode Ceramah di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Mahasiswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode Ceramah di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1Konsep Persepsi

2.1.1 pengertian Persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.

(2)

Bimo Walgito (2004), mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda juga.

(3)

Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian. Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.

2.1.2 syarat terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2010), syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:

a. adanya objek yang dipersepsi;

b. adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi;

c. adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus; d. saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak,

yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

2.1.3 faktor yang mempengaruhi Persepsi

(4)

a. faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi;

b. faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Menurut Bimo Walgito (2004), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:

a. objek yang dipersepsi;

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. alat indera, syaraf dan susunan syaraf;

(5)

Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.

c. perhatian;

Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.

(6)

2.1.4 proses Persepsi

Menurut Jalaludin Rakhmat (2011), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan, yaitu:

a. stimulus atau rangsangan;

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya. b. registrasi;

Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya.

c. interpretasi;

Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang.

2.2Konsep Dasar Belajar dan Pembelajaran

(7)

Raber mendefinisikan belajar dalam dua pengertian. Pertama, sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Sugihartono, 2007). Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap.

Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Karena belajar merupakan aktifitas yang berproses dimana yang di dalamnya terjadi perubahan yang bertahap dan perubahan-perubahan tersebut timbul melalui fase-fase yang antara yang satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional.

Menurut Jerome S. Bruner dalam Syah (2011), dalam proses belajar, seorang individu menempuh tiga episode atau fase, yakni:

a. Fase informasi (tahap penerimaan materi), pada tahap ini seorang individu sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari;

(8)

c. Fase evaluasi (tahap penilaian materi), seorang individu akan menilai sendiri sampai sejauhmana pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan) dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Pembelajaran menurut Sudjana dalam Sugihartono, dkk (2007) merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo dalam Sugihartono, dkk (2011) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Nasution dalam Sugihartono, dkk (2007) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.

Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi

perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik (Sugihartono, 2007).

Menurut Bigs (dalam Sugihartono dkk, 2007), definisi pembelajaran

(9)

a. pembelajaran dalam pengertian kuantitatif;

Pembelajaran adalah penularan pengetahuan dari guru kepada murid.

Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang dimiliki

sehingga dapat menyampaikannya kepada siswa dengan sebaik-baiknya.

b. pembelajaran dalam pengertian institusional;

Pembelajaran adalah penataan segala kemampuan mengajar sehingga

dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru dituntut untuk selalu siap

mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam

siswa yang memiliki berbagai perbedaan individual.

c. pembelajaran dalam pengertian kualitatif;

Pembelajaran adalah upaya guru untuk memudahkan kegiatan belajar

siswa. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar

menjejalkan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga melibatkan siswa

dalam aktivitas belajar yang efektif dan efisien.

(10)

Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Teori pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memeriksa hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati . atau kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung . sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan sebagai variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung (Budiningsih, 2005).

(11)

Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode. Dengan demikian, siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal artinya adanya perubahan perilaku peserta didik meliputi seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan motorik.

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini sangat berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada beberapa aspek lain yang harus diperhatikan seperti tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan dari siswa (Arsyad, 2007).

Kegiatan belajar dan mengajar yang efektif dapat dicapai dengan cara

belajar yang benar. Untuk itu perlu dipertimbangkan beberapa hal penting

yang merupakan persiapan mutlak dalam proses pembelajaran, yaitu:

a. persiapan belajar (pre learning preparation);

Pada prinsipnya, kegiatan belajar itu harus dimulai dengan persiapan.

Sebelum belajar dimulai, persiapan harus sudah ada, misalnya tujuan

belajar untuk apa, apa yang menjadi pendahuluan belajar atau

syarat-syaratnya sehingga dalam proses belajar nanti akan lancar dan dapat

(12)

b. motivasi (motivation);

Berdasarkan pengalaman belajar siswa, mana yang lebih disukai agar

perhatian belajarnya dapat meningkat. Dengan kata lain, bagaimana

motivasi belajar siswa.

c. perbedaan individual (individual difference);

Dalam penyusunan rencana pengajaran, perancang harus

mempertimbangkan dan memperhatikan perbedaan-perbedaan individual

siswa sehubungan dengan perbedaan motivasi tersebut diatas. Karena itu

harus diperhatikan bagaimana membuat desain berdasarkan pengalaman

belajar siswa yang mennyangkut empat segi, yaitu penentuan kecepatan

belajar, penentuan tingkat, penentuan kemampuan, serta bahan pelajaran

apa (materi) yang paling tepat.

d. kondisi pengajaran (instructional condition);

Prinsip belajar juga berkaitan dengan bagaimana kondisi pengajarannya.

Kondisi pengajaran yang baik sudah tentu mempengaruhi hasil belajar.

Karena itu dapat disingkat bahwa:

1) belajar akan berhasil bila tujuan telah jelas dan kegiatan belajarnya sudah diatur sedemikian rupa sehingga mudah mencapai tujuan

belajarnya;

(13)

e. partisipasi aktif (active participation);

Belajar adalah kegiatan transfern of knowledge / skill yang dilakukan oleh

siswa. Keaktifan sepenuhnya ada pada siswa. Pendidik hanya

menyediakan bahan dan menunjukkan cara belajar yang sebaik-baiknya.

f. cara pencapaian yang berhasil (successful achievement);

Untuk memudahkan belajar agar berhasil baik, perlu diatur sedemikian

rupa sehingga tetap merangsang siswa belajar dan menggairahkan

keseimbangan usaha.

g. hasil yang sudah diperoleh (knowledge of results);

Motivasi belajar akan bertambah bila sistem dalam belajar selalu

memdapat informasi, apakah yang sedang dipelajari dapat diketahui benar

tidaknya. Ini berarti bahwa siswa dapat mengecek sendiri kebenarannya.

Soal yang dikerjakan selalu ada kunci jawabannya. Kunci jawaban

tersebut penting untuk self-check sehingga siswa selalu mendapat

informasi dan menjadi umpan balik yang mendorong untuk maju terus.

Cara belajar dengan modul dan program instruction adalah mengikuti

prinsip belajar itu.

h. latihan (practice);

Prinsip ini sanagt berkaitan dengan prinsip knowledge of results tersebut

diatas. Sebab bila siswa dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang

telah diambil pada knowledge of results positif, maka siswa diberi

(14)

Siswa diajak untuk membuktikan kebenaran tersebut dengan

mempraktekkan prinsip-prinsip yang sudah diketahui. Jadi pengetahuan

maupun keterampilan yang sudah didapat hendaknya disertai latihan,

praktek, dan penerapannya.

i. kadar bahan yang diberikan (rate of presenting);

Dalam memberikan bahan bacaan pada siswa hendaknya disesuaikan

dengan kemampuan siswa. Untuk menghindari hal-hal yang akan

memberatkan siswa tersebut, diharapkan pengajar dapat membantunya.

Selain itu, dalam penyampaian materi perkuliahan dapat disajiakn

sedemikian rupa sehingga mengundang siswa untuk aktif berpartisipatif,

mendorong siswa untiuk membuktikan, menerapkan, mengecek sendiri

dalam mengerjakan (self-testing) dan mempraktekkan.

j. sikap pengajar (instructur’s attitude).

Sikap positif pengajar dengan segala ketulusan bimbingan, bantuan, dan

dedikasi pengabdian pengajar, sangat mempengaruhi sikap belajar siswa

(Harjanto, 2005).

Secara global, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar

dan pembelajaran, yaitu:

(15)

b. faktor eksternal (faktor dari luar diri individu), yakni kondisi lingkungan sekitar individu;

c. faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya

belajar individu yang meliputi strategi dan metode yang digunakan

individu untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran

(Syah, 2011).

Secara umum, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran

hendaknya mengacu pada pencapaian kompetensi yang diharapkan dari

peserta didik yaitu:

a. berfokus pada siswa (Student Centered), artinya orientasi pembelajaran

berfokus pada siswa;

b. terpadu (Integrated Learning), artinya pengelolaan pembelajaran

dilakukan secara integratif;

c. individu (Individual Learning), artinya siswa memiliki peluang untuk

pembelajaran secara individual;

d. ketuntasan belajar (Mastery Learning), artinya pembelajaran mengacu

pada ketuntasan belajar dalam pencapaian kompetensi dasar;

e. pemecahan masalah (Problem Solving), artinya proses dan hasil mengacu

pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di masyarakat, yaitu dengan

(16)

f. Experience-Based Learning, artinya pembelajaran dilaksanakan melalui

pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam pencapaian kompetensi

dasar tertentu (Sanjaya, 2011).

2.3Konsep Pembelajaran Problem Based Learning

2.3.1 defenisi Pembelajaran problem based learning

Metode pembelajaran problem based learning adalah strategi

pembelajaran baru yang menitikberatkan pembelajaran pada

mahasiswa, pembelajaran berpusat pada mahasiswa (student centered

learning). Model pembelajaran ini dirancang untuk graduate bidang

kesehatan oleh Barrows Howard pada tahun 1969, kemudian

diadaptasi dalam bidang pendidikan. Problem based learning

merupakan model pembelajaran yang menghadapkan mahasiswa pada

masalah dunia nyata (real world) dan merupakan salah satu model

pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif

kepada mahasiswa.

2.3.2 karakteristik Pembelajaran Problem based learning

Menurut Arends, berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan

masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki

(17)

a. pengajuan pertanyaan atau masalah;

Masalah harus berakar pada kehidupan nyata mahasiswa daripada

berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu, masalah harus

dirumuskan dengan jelas dan mudah dipahami serta mencakup

seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan dan masalah

bermanfaat bagi mahasiswa itu sendiri.

b. berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu;

Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin

ilmu.

c. penyelidikan autentik (nyata);

Dalam penyelidikan mahasiswa menganalisis dan merumuskan

masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis,

mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan

eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil

akhir.

d. menghasilkan produk dan memamerkannya;

Mahasiswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk

karya.

e. kolaboratif.

Dalam hal ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan

(18)

2.3.3 teori yang melandasi Problem based learning

Dalam perkembangannya, pembelajaran problem based learning dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan

kognitif, dan teori belajar penemuan Jerome Bruner.

a. Teori belajar konstruktivisme

Teori ini menyatakan bahwa mahasiswa harus menemukan sendiri

dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi

baru dengan aturan lama, dan merevisinya apabila

aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Agar mahasiswa benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatunya

sendiri, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-idenya

sendiri. Menurut teori konstruktivisme ini, bahwa dosen tidak

hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada mahasiswa namun

mahasiswa juga harus membangun sendiri pengetahuan di dalam

benaknya.

b. Teori perkembangan kognitif

Teori belajar kognitif pertama kali diperkenalkan oleh Piaget.

Menurutnya, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan

oleh manipulasi dan interaksi aktif individu dengan

(19)

Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan

penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Teori ini

memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana

individu secara aktif membangun sistem makna dan memahami

realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka.

c. Teori penemuan Jerome Bruner

Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran problem based

learning adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang

dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1966. Bruner

menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian

pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya

akan memberi hasil yang paling baik dan pengetahuan yang

benar-benar bermakna (Trianto, 2010).

2.3.4 tahap-tahap Pembelajaran Problem based learning

Pelaksanaan pembelajaran problem based learning terdiri dari 5 tahap proses, yaitu:

a. tahap pertama adalah proses orientasi peserta didik pada masalah

dimana dosen menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

logistik yang diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat

(20)

b. tahap kedua adalah mengorganisasi peserta didik, dimana pada

tahap ini dosen membagi peserta didik ke dalam kelompok,

membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas belajar yang berhubungan dengan masalah;

c. tahap ketiga merupakan tahap membimbing penyelidikan individu

maupun kelompok, dimana dosen mendorong peserta didik untuk

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan

eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah;

d. tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil,

dosen membantu peserta didik dalam merencanakan dan

menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu

mereka berbagi tugas dengan sesama temannya;

e. tahap kelima merupakan tahap menganalisis dan mengevaluasi

proses dan hasil pemecahan masalah, dimana peserta didik

melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil

penyelidikan yang mereka lakukan.

2.3.5 kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Problem based learning

(21)

a. menantang kemampuan mahasiswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi mahasiswa;

b. meningkatkan motivasi dan aktifitas pembelajaran mahasiswa; c. membantu mahasiswa dalam mentransfer pengetahuannya untuk

memahami masalah dunia nyata;

d. membantu mahasiswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta dapat mendorong mahasiswamelakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya;

e. mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru;

f. memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki di dunia nyata;

g. mengembangkan minat mahasiswa untuk terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir;

h. memudahkan mahasiswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata (Sanjaya, 2011).

(22)

a. manakala mahasiswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk

dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya;

b. keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan waktu yang cukup

banyak;

c. tanpa pemahaman mengapa mereka harus berusaha untuk

memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak

akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2011).

Seperti yang telah dikemukakan di awal bahwa metode sangat mempengaruhi proses pembelajaran yang akan membantu mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran termasuk strategi pembelajaran problem based learning. Beberapa metode tersebut diantaranya metode ceramah, metode demonstrasi, metode diskusi, metode simulasi. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ceramah (Sanjaya, 2011).

(23)

Hal ini disebabkan selain oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari pendidik maupun pelajar. Pendidik biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga pelajar, mereka akan belajar manakala ada pendidik yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah (Sanjaya, 2011).

Ada beberapa alasan mengapa metode ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus menjadi keuntungan metode ini, yaitu:

a. ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam hal ini berarti proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi dan peragaan. Dikatakan mudah karena memang ceramah hanya mengandalkan suara pendidik, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit;

b. ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh pendidik dalam waktu yang singkat;

(24)

d. melalui ceramah, pendidik dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggungjawab pendidik yang memberikan ceramah;

e. organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit (Sanjaya, 2011).

Disamping beberapa kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

a. materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai pendidik. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan pendidik adalah apa yang dikuasainya;

b. ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah “penyakit” yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu dalam proses penyajiannya, pendidik hanya mengandalkan bahasa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda termasuk dalam ketajaman menangkap materi pelajaran melalui pendengarannya;

(25)

d. melalui ceramah sangat sulit diketahui apakah seluruh siswa sudah

mengerti apa yang dijelaskan pendidik atau belum (Sanjaya, 2011).

Metode ceramah tidak lantas dapat dilakukan dengan begitu saja. Ada beberapa langkah dalam menggunakan metode ceramah ini, yaitu:

a. tahap persiapan;

1) merumuskan tujuan yang ingin dicapai;

2) menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan; 3) mempersiapkan alat bantu.

b. Tahap pelaksanaan; 1) Langkah pembukaan

Langkah pembukaan dalam metode ini merupakan langkah yang menentukan keberhasilan pelaksanaan ceramah. di tahap awal pendidik harus meyakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.

2) Langkah penyajian

(26)

dan mudah dicerna oleh siswa, menyajikan materi pelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat, tanggapi respon siswa dengan segera, jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar.

3) Langkah mengakhiri atau menutup ceramah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa metode ceramah, diskusi, dan praktikum dipersepsikan positif oleh mahasiswa program studi DIII Fakultas Keperawatan

Karena tingkat kesadaran masyarakat (termasuk mahasiswa) masih sangat rendah mengenai pentingnya cara menjaga kesehatan lambung. Padahal pada kenyataannya, Sakit maag atau

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan sikap dan tindakan mahasiswa keperawatan tentang metode ceramah dan diskusi pada Kurikulum Berbasis Isi di

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan metode pembelajaran ceramah dengan penguasaan materi kuliah pada mahasiswa program sarjana Fakultas Keperawatan Universitas

dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan. mahasiswa dan

metode pembelajaran tepat, penguasaan materi dosen tinggi dan lingkungan yang. kondusif, akan menghasilanprestasi belajar mahasiswa yang

Judul : Hubungan Metode Pembelajaran Ceramah dengan PenguasaanMateri Kuliah pada Mahasiswa Program Sarjana Fakultas diKeperawatan Universitas Sumatera Utara. Nama : Vivi

Segala hormat, puji, dan kemuliaan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrahNya kepada penulis hingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan