• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

D. Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

1. Wajib Belajar Sembilan Tahun

Kepedulian pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang lebih berkualitas diawali dari adanya program pendidikan yang bermutu. Salah satu kebijakan tersebut adalah adanya program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Program wajib belajar 9 tahun ini dicanangkan pada tahun1994

yang merupakan kelanjutan dari program wajib belajar 6 tahun.24

Sebenarnya diundangkannya atau dicanangkannya gerakan wajib belajar tahun ini oleh presiden bukan barang baru, sebab pada tahun 1950 sudah ada undang-undang tentang itu, yakni UU No.4 tahun 1950. Dalam

undang-undang itu, pasal 10 ayat 1 dan 2 menegaskan bahwa semua anak

yang telah berusia 6 tahun berhak dan yang sudah 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikit-dikitnya selama enam tahun.25

Sejak tahun 1984, tepatnya pada masa Menteri Pendidikan Nugroho Notosusanto pendidikan wajib belajar 9 tahun sudah ditetapkan. Namun pada waktu itu pendidikan belum dapat dinikmati oleh seluruh anak Indonesia. Sebab, akses ekonomi masyarakat Indonesia belum mencukupi untuk bisa mengenyam pendidikan secara komplit. Padahal, bagi bangsa Indonesia pendidikan sesungguhnya adalah komitmen antara Pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan Wajib Belajar 9 tahun sejalan dengan semangat untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan pendidikan. Dalam

23

Kementerian Agama RI Direktoral Jenderal Pendidikan Islam, Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah dan BOS buku dalam rangka wajib belajar 9 tahun. tahun 2006 h.9

24

http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/12/pencapaian-program-wajib belajar-9-tahun/

h.1 25

Suprihadi sastrosupono, Mengenal Gerakan Wajib Belajar, (Bandung; alumni 1984) h.25

undang no. 20 tahun 2003 pasal 5 menyatakan”(1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”, dan pada pasal 13 ” (1) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama

antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat”. 26

Selanjutnya, Dalam semua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang pernah berlaku di Indonesia tersebut, dinyatakan bahwa pendidikan nasional merupakan alat dan sekaligus tujuan yang sangat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Hal ini, terutama jika dikaitkan dengan peran dan fungsi pendidikan nasional dalam pelaksanaan pembangunan bangsa. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemudian, Program Wajib Belajar pada hakikatnya merupakan upaya sistematis pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam keseluruhan pem-bangunan nasional serta adaptif dalam penyerapan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), yang muaranya adalah mendekatkan pada pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni masyarakat yang

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 27

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diharapkan mampu mengantarkan manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi Pendidikan Dasar, sebagai kompetensi minimal. Kompetensi Pendidikan

26

Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional hal 7 dan 27

27

http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/12/pencapaian-program-wajib belajar-9-tahun/

Dasar yang dimaksudkan, mengacu pada kompetensi yang termuat dalam Pasal 13 UU No. 2 tahun1989 yaitu kemampuan atau pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (pendidikan menengah).

Hal ini juga relevan dengan unsur-unsur kompetensi pendidikan

dasar yang harus dikuasai lulusan seperti yang diidentifikasi oleh The

International Development Research Center, meliputi: (1) kemampuan berkomunikasi; (2) kemampuan dasar berhitung; (3) pengetahuan dasar tentang negara, budaya, dan sejarah; (4) pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidang kesehatan, gizi, mengurus rumah tangga, dan mem-perbaiki kondisi kerja; dan (5) kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, bersikap dan berpikir kritis, serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan, dan siaran radio. Program wajib belajar 9 tahun yang didasari konsep

“pendidikan dasar untuk semua” (universal basic education), juga sejalan

dengan Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia, tentang Hak Anak, dan

tentang Hak dan Kewajiban Pendidikan Anak.28

Sisi pelaksanaan wajib belajar baik 6 tahun maupun 9 tahun secara umum bertujuan untuk: 1) memberikan kesempatan setiap warga negara tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat, 2) setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, 3) Setiap warga negara mampu berperan serta dalani kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan 4) Memberikan jalan kepada

siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.29

28I http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/12/pencapaian-program-wajib belajar-9-tahun/…h.4 29 http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/12/pencapaian-program-wajib belajar-9-tahun/... h 5

2. Peran Serta Madrasah dalam Wajib Belajar Pendidikan Dasar.

Madarasah sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk pendidikan formal sudah dikenal sejak awal abad ke-11 atau 12 M, atau abad ke-5-6 H, yaitu sejak dikenal adanya Madrasah Nidzamiyah yang didirikan di Baghdad oleh Nizam Al-mulk, seorang wazir dar Dinasti Saljuk. Di Timur

Tengah instusi madrasah berkembang untuk menyelenggarakan

pendidikan keislaman tingkat lanjut (advance/tinggi), yaitu melayani mereka yang masih haus ilmu sesudah sekian lama menimbanya dengan

belajar di masjid-masjid dan atau dar al-khuttab. Dengan demikian,

pertumbuhan madrasah sepenuhnya merupakan perkembangan lanjut dari dan alamiyah dari dinamika internal yang tumbuh dari dalam masyarakat

Islam sendiri.30

Di Indonesia keadaannya tidak demikian, madrasah merupakan fenomena modern yang muncul pada awal abad ke-20. Berbeda dengan di Timur Tengah di mana madrasah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pelajaran ilmu agama tingkat lanjut, sebutan madrasah di Indonesia mengacu pada lembaga pendidikan yang memberikan pelajaran agama Islam tingkat rendah dan menengah. Perkembangannya diperkirakan lebih merupakan reaksi terhadap faktor-faktor yang berkembang dari luar lembaga pendidikan yang secara tradisional sudah ada, terutama munculnya pendidikan modern Barat.

Di awal kemerdekaan, tidak dengan sendirinya madrasah dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional. Dibentuknya Departemen Agama (Depag) pada tahun 1946 telah ikut membuka akses madrasah ke pentas nasional, karena memang salah satu tujuan dari pembentukan Deprtemen Agama adalah untuk memperjuangkan politik

pendidikan islam.31

30

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, visi, misi dan aksi. PT. Raja Grafindo, h.11-12

31

Deprtemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan agama Islam. Sejarah Madrasah ; pertumbuhan, dinamika, dan perkembangannya di Indonesia. h. 140

Departemen Agama telah banyak berbuat untuk memajukan madrasah salah satunya adalah kebijakan Departemen Agama yang cukup mendasar dan dampaknya cukup panjang yaitu dibuatnya Surat Kesepakatan Bersama(SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tentang

„Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah‟. SKB 3 Menteri itu

dirasakan cukup mendasar karena direalisasikannya kurikulum 1976 yang merupakan pertaruhan bagi identitas madrasah sebagai lembaga pendidikan islam.

Seperti halnya sekolah negeri, madrasah juga mempunyai 3 tingkatan, yaitu Ibtidaiyah lama belajarnya 6 tahun, Tsanawyah lama belajarnya 3 tahun dan Aliyah lama balajarnya 3 tahun. Dalam ketentuan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas ini lebih banyak mengatur tentang kedudukan, fungsi, jalur, jenjang, jenis dan bentuk kelembagaan madrasah.

Madrasah merupakan jenis pendidikan umum. Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah sebagai bentuk pendidikan dasar (sama dengan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama) (Pasal 17 Ayat [2]); Madrasah Aliyah sebagai bentuk Pendidikan Menengah (sama dengan Sekolah Menengah Atas) dan Madrasah Aliyah kejuruan sebagai bentuk Pendidikan Menengah Kejuruan (sama dengan Sekolah Menengah

Kejuruan) (Pasal 17 Ayat [3]).32

Dengan demikian madrasah mempunyai peran dan tugas yang juga sama dengan pendidikan umum. Keduanya sama-sama bertugas untuk mencerdaskan bangsa dan bertujuan agar anak didik dapat menuntut ilmu dengan baik serta mengikuti pendidikan dasar Sembilan tahun.

Dalam penyelenggaraa wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun, Departemen Agama melakukan tugas yang diembannya yaitu menyelenggarakan pendidikan dasar di madrasah dan pondok pesantren,

32

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, visi, misi dan aksi. PT. Raja Grafindo. H.49-50

kemudian ikut aktif dalam gerakan nasional percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara melalui lembaga-lembaga pendidikan di madrasah, pondok pesantren dan lembaga keagamaan atau tenaga keagamaan seperti majlis taklim sebagai

bagian dari sistem pendidikan nasional.33

3. Masalah-masalah dalam Penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan Tahun

Ternyata penyelenggaraan wajib belajar Sembilan tahun tidak semudah yang dibayangkan, ada saja masalah yang di temukan. Diantaranya adalah:

1. Belum semua anak usia wajib belajar 7-12 tahun dapat mengikuti

pendidikan di sekolah dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan komunitas terpencil.

2. Anak usia wajib belajar belum memliki kesempatan yang sama untuk

mendapatkan fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak di pedesaan, pemdalaman atau terpencil belajar dengan fasilitas yang serba kekurangan, sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas belajarnya relativ sudah memadai. Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan.

3. Kekurangan guru di daerah pedalaman atau terpencil masih manjadi

kendala bagi pelayanan proses belajar.

4. Kualitas guru dalam memberikan pendidikan masih bervariasi, ada

guru yang sudah memadai, ada pula yang harus dikembangkan lagi kearah yang lebih professional.

5. Kemampuan guru untuk melakukan pembaharuan (inovasi) dalam

proses pembelajaran masih lemah.34

33

http://m-ali.net/?p=73 h.6 34

Dokumen terkait