PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASSESSMENT ISOMORPHIC DAN RUBRIKNYA PADA MATERI HUKUM II NEWTON BERBASIS
MULTIREPRESENTASI
Oleh
NOVITA ANGGRAINI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASSESSMENT ISOMORPHIC DAN RUBRIKNYA PADA MATERI HUKUM II NEWTON BERBASIS
MULTIREPRESENTASI
Oleh Novita Anggraini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa siswa menganggap fisika merupakan pelajaran yang sangat sulit karena terlalu banyak menggunakan rumus-rumus dan pengembangan konsep. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep diketahui oleh guru setelah melaksanakan pembelajaran dan penilaian. Pada materi Hukum II Newton ketika siswa diminta
sikap ilmiah. Adapun prosedur pengembangannya sebagai berikut: Analisis kebutuhan produk yang akan dikembangkan, pengembangkan produk awal, validasi ahli yang dilakukan oleh pakar dan guru fisika, revisi, uji coba produk dan revisi, Produk akhir. Hasil uji ahli menunjukkan instrumen assessment isomorphic yang dikembangkan telah sesuai dengan teori dan layak digunakan sebagai instrumen penilaian. Tahap pengujian satu lawan satu (one on one) dilakukan terhadap dua orang dosen dan satu guru sebagai pengguna menunjukkan kualitas instrumen penilaian assessment isomorphic : sangat menarik, sangat mudah digunakan, dan sangat bermanfaat. tahap pengujian selanjutnya dilakukan terhadap 36 siswa kelas X2 SMA Negeri 1 Way Tenong pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 pada materi Hukum II Newton. Berdasarkan data yang diperoleh melalui uji ini, didapat nilai tertinggi sebesar 93, nilai terendah 60 dan sebesar 86,11 % siswa tuntas KKM.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Instrumen ... 7
1. Pengertian Instrumen ... 7
2. Langkah-langkah Menyusun Instrumen ... 8
B. Assessment Secara Umum ... 9
1. Pengertian Assessment ... 9
2. Fungsi Assessment ... 11
3. Tujuan Assessment ... 12
C. Isomorphic ... 15
D. Rubrik ... 18
1. Pengertian Rubrik ... 18
2. Manfaat Rubrik ... 18
3. Tipe Rubrik ... 19
E. Multirepresentasi ... 23
F. Hukum II Newton ... 29
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 40
B. Prosedur Penelitian Pengembangan... 40
1. Analisis Kebutuhan ... 41
2. Pengembangan Produk Awal... 42
3. Validasi Ahli dan Revisi ... 42
4. Uji Coba Produk dan Revisi ... 43
5. Produk Akhir ... 44
C. Data Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 45
D. Teknik Analisis Data ... 45
IV. HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengembangan………... . 46
1. Tahap I Analisis Kebutuhan ... 46
2. Tahap II Pengembangan Produk Awal ... 47
3. Tahap III Validasi Ahli dan Revisi ... 48
4. Tahap IV Uji Coba Produk dan Revisi ... 53
5. Tahap V Produk Akhir... 55
B. Pembahasan ... 55
1. Kesesuaian Produk yang Dihasilkan dengan Tujuan Pengembangan ... 55
2. Kelebihan dan Kelemahan Produk Hasil Pengembangan ... 57
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 59
B. Saran ... 59
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru mata pelajaran menyatakan bahwa kompetensi guru mata
pelajaran antara lain adalah mengembangkan instrumen penilaian hasil belajar.
Kualitas instrumen penilaian hasil belajar berpengaruh langsung dalam
keakuratan status pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu kedudukan
instrumen penilaian hasil belajar sangat strategis dalam pengambilan keputusan
pendidik (guru) dan sekolah terkait pencapaian hasil belajar siswa. Selanjutnya
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan di
bagian C.5 menyatakan bahwa instrumen penilaian hasil belajar yang
digunakan pendidik memenuhi persyaratan: (a) substansi, yaitu
merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, yaitu memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c)
bahasa, yaitu menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif
sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Dalam setiap pembelajaran khususnya fisika, seorang guru hendaknya mampu
pengajaran mata pelajaran fisika yang tidak hanya menekankan pada ranah
kognitif tetapi juga ranah afektif dan psikomotor.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMA Negeri 1 Way Tenong,
guru memang mengalami kendala dalam mengadakan penilaian, karena ketika
siswa diminta untuk menggambarkan diagram gaya-gaya yang bekerja pada
suatu sistem. Ternyata tidak semua siswa mengerti apa yang mereka
gambarkan dan mereka belum mampu menguraikan gaya-gaya apa saja yang
bekerja pada sistem tersebut. Tentu saja akan membuat siswa sangat kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi fisika. Jika kesulitan tersebut tidak
segera diatasi, maka akan mengganggu hasil belajar mereka karena masih
rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran tersebut.
Kemampuan siswa dalam menganalisis dan menguraikan gaya-gaya akan
membantu memudahkan siswa dalam memahami konsep yang diajarkan.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan 4 orang siswa
SMA mereka menganggap fisika merupakan pelajaran yang sulit karena terlalu
banyak menggunakan rumus-rumus dan pengembangan konsep. Rendahnya
kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep yang diajarkan
menyebabkan siswa belum bisa mengubah makna konsep tersebut kedalam
bentuk representasi yang lain. Apalagi pada materi Hukum II Newton yang
sangat menuntut siswa mampu menganalisis dan menguraikan arah-arah gaya
Kemampuan siswa dalam menggambarkan, menganalisis, dan menguraikan
gaya-gaya yang bekerja pada suatu sistem serta pemahaman konsep
memerlukan strategi yang tepat. Guru perlu mengubah proses belajar mengajar
dan mengubah komponen-komponen yang dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar itu sendiri. Proses untuk mengatasi kendala-kendala tersebut
sebaiknya bisa menggunakan suatu cara penyajian yang diharapkan mampu
mempermudah siswa dalam memahami konsep dari suatu materi.
Dengan cara yang tepat dalam menyampaikan materi dan penilaian dalam
pembelajaran dapat membuat siswa belajar lebih efektif, sehingga didapatkan
hasil belajar yang optimal. Cara penyajian yang dapat digunakan yaitu berbasis
Multirepresentasi.
Melalui Representasi siswa diarahkan untuk menggambar, menganalis,
menguraikan, dan menerjemahkannya kedalam suatu bentuk persamaan baru
yang beragam. Cara penyajian seperti ini sangat cocok diterapkan pada mata
pelajaran fisika, khususnya pada materi Hukum II Newton yang banyak
menggunakan representasi diagram untuk membentuk suatu persamaan baru.
Berdasarakan latar belakang di atas, peneliti telah mengembangkan suatu
instrumen penilaian dengan judul “Pengembangan Instrumen Assessment
Isomorphic dan Rubriknya pada Materi Hukum II Newton Berbasis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana hasil pengembangan instrumen assessment isomorphic dan
rubriknya pada materi Hukum II Newton berbasis multirepresentasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah membuat instrumen
assessment isomorphic dan rubriknya pada materi Hukum II Newton berbasis
multirepresentasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Secara teoretik
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prinsip yang dapat dijadikan
landasan dalam mengembangkan instrumen assessment isomorphic
berbasis multirepresentasi padamata pelajaran fisika. Prinsip tersebut
diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan bagi guru pendidikan
menengahmaupun atas dalam merancang pembelajaran fisika
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baiksecara langsung
maupun tidak langsung terhadap pengayaan pengetahuan assessment dalam
Secara rinci, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaatsebagai
berikut:
a. Dapat menjadi rujukan dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi guru
fisika dalam rangka mengembangkan instrumen assessment isomorphicdan
rubriknya berbasis multirepresentasi pada pembelajaran fisika yang
berfungsi sebagai pola ukur sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran fisika.
E.Ruang Lingkup Penelitian
Untuk lebih memahami gambaran penelitian ini, maka perlu diberikan
penjelasan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasi istilah-istilah
penting berkaitan dengan penelitian ini agar penelitian yang dilakukan tidak
menyimpang dari tujuan, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian,
yaitu :
1. Pengembangan adalah proses menerjemahkan spesifikasi desain ke dalam
suatu wujud fisik tertentu. Pengembangan yang dimaksudkan adalah
membuat instrumen assessment isomorphic dan rubriknya pada materi
Hukum II Newton berbasis multirepresentasi.
2. Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai
perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar
3. Assessment (penilaian) merupakan penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana
hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik.
4. Isomorphic didefinisikan sebagai masalah yang dapat dipetakan satu sama
lain dalam hubungan satu-persatu dalam solusinya dan kemudian beranjak
pada pemecahan masalah. Sehingga, ketika ada dua permasalahan yang
dipetakan satu sama lain maka dibutuhkan satu penghubung misalnya cara
pemecahan kedua permasalahan tersebut. Jadi, ketika ada dua atau lebih
soal dalam satu materi, maka penyelesaian soal-soal tersebut cukup satu.
Assessment Isomorphic yang dimaksud disini adalah instrumen yang dibuat
dari satu indikator tetapi soalnya dibuat menjadi berbagai representasi baik
bentuk verbal, gambar, grafik, dan matematika.
5. Rubrik merupakan panduan assessment yang menggambarkan kriteria yang
digunakan pendidik dalam menilai atau memberi tingkatan dari hasil tugas
peserta didik.
6. Multirepresentasi adalah suatu cara menyatakan suatu kosep melalui
berbagai cara dan bentuknya diantaranya dalam bentuk verbal, gambar,
grafik, dan matematika.
7. Materi pokok yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi Hukum II
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Instrumen
1. Pengertian instrumen
Menurut Arikunto (2000:134) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu
yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dapat dipermudah olehnya.
Sumadi (2008:52) Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi
didefinisikan sebagai perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang
mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Bentuk
instrumen dapat berupa tes dan non tes. Instrumen bentuk tes mencangkup
tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan ganda, jawaban
singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance test), dan
portofolio. Instrumen bentuk non tes mencakup wawancara, angket dan
pengamatan (observasi). Sebelum instrumen digunakan hendaknya dianalisis
terlebih dahulu. Dua karakteristik penting dalam menganalisis instrumen
adalah validitas dan reliabilitasnya. Instrumen dikatakan valid (tepat/absah)
apabila instrumen digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam hal ini sasaran kepada siapa instrumen itu ditujukan merupakan salah
instrumen. Aspek lainnya misalnya kesesuaian indikator dengan butir soal,
penggunaan bahasa, kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku,
kaidah-kaidah dalam penulisan butir soal dsb.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa instrumen dalam lingkup
evaluasi didefinisikan sebagai perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa
yang mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non tes. Instrumen bentuk tes
mencangkup tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan ganda,
jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance test),
dan portofolio. Instrumen bentuk non tes mencakup wawancara, angket dan
pengamatan (observasi).
2. Langkah-langkah menyusun Instrumen
Menurut Sugiyono (2013: 149) titik tolak dari penyusunan intrumen adalah
variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari
variabel-variabel tersebut diberikan deinisi perasionalnya, dan selanjutnya ditentukan
indikator yang akan diukur, dari indikator ini kemudian dijabarkan melalui
butir-butir pertanyaan dan pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan
instrumen, maka perlu digunakan matrik pengembangan instrumen atau
kisi-kisi instrumen. Untuk bisa menetapkan indikator- indikator dari setiap
variabel yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam
tentang variabel yang diteliti, dan teori-teori yang mendukungnya.
Penggunaan teori untuk menyusun instrumen harus secermat mungkin agar
Iskandar (2008:79) mengemukakan enam langkah dalam penyusunan
instrumen penelitian, yaitu:
a) Mengidentifikasikan variabel-variabel yang diteliti. b) Menjabarkan variabel menjadi dimensi-dimensi. c) Mencari indikator dari setiap dimensi.
d) Mendeskripsikan kisi-kisi instrumen.
e) Merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan instrumen. f) Petunjuk pengisian instrumen.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa adapun langkah
penyusunan instrumen yang baik adalah dengan mengidentifikasikan
variabel-variabel yang diteliti selanjutnya menjabarkan variabel menjadi
dimensi-dimensi, mencari indikator dari setiap dimensi, mendeskripsikan
kisi-kisi instrumen, merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan
instrumen dan memberikan petunjuk pengisian instrumen.
B. Assessment Secara Umum
1. Pengertian Assessment (Penilaian)
Menurut Sudrajat (2013:1) assessment (penilaian) merupakan penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kopetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Menurut Sudjana (2009: 3) penilaian diartikan sebagai proses menentukan
nilai suatu objek. Untuk menentukan nilai atau harga suatu objek diperlukan
adanya ukuran dan kriteria. Misalnya untuk mengatakan baik, sedang, kurang,
sedang, dan kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria. Dari pengertian
tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek atau
program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk
membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria atau apa
seharusnya. Perbandingan bisa bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif.
Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut
menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku.
Sedangkan perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut
menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku.
Sedangkan perbandingan bersifat relatif artinya hasil perbandingan lebih
menggambarkan posisi suatu objek yang dinilai terhadap objek lainnya
dengan bersumber pada kriteria yang sama.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan
nilai kepada objek tertantu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses
pemberian nilai terebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang di akhiri
dengan judgment. Interprestasi dan judgment merupakan tema penilaian
yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan
kenyataan dalam konteks situasi tertentu.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Oleh sebab itu, dalam
penilaian hasil belajar, peran tujuan intruksional yang berisi rumusan
kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur
Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mecapai
tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan
efesiennya dalam mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku
siswa. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu
sama lain sebab hasil akibat dari suatu proses.
2. Fungsi Assessment (Penilaian)
Sudjana (2009: 4) mengemukakan fungsi penilaian:
a) Alat untuk mengatahui tercapai atau tidaknya tujuan intruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu kepada rumusan-rumusan intruksional.
b) Umpan balik bagi perbaikan proses balaja mengajar, perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan intruksional, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru, dll.
c) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan
kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dan bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
Arikunto (2013: 18) adapun fungsi penilaian adalah:
1) Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu
sendiri mempunyai tujuan antara lain untuk memilih siswa yang :
a) Dapat diterima di sekolah tertentu
b) Naik ke kelas atau tingkat berikutnya
c) Seharusnya mendapat beasiswa
2) Penilaian berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis
kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahan. Dengan diketahinya sebab
kelemahan akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.
3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan.
Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa
harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.
4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana,
dan sistem administrasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi dari
penilaian adalah untuk mengatahui tercapai atau tidaknya tujuan intruksional,
selain itu berfungsi sebagai dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar
siswa kepada orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan
kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dan
bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
3. Tujuan Assessment (Penilaian)
Sudrajat (2013:1) Assessment atau penilaian memiliki tujuan yang sangat
penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk gradding, seleksi,
mengetahui tingkat penguasaan kopetensi, bimbingan, diagnosis, dan
Dia pun menambahkan dengan penjabaran tujuan tersebut sebagai berikut:
a) Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
b) Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
c) Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
d) Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
e) Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
f) Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Namun, dari keenam tujuan penelitian di atas, tujuan penilaian yang utama
dalam pembelajaran dikelas adalah tingkat penguasaan kompetensi,
bimbingan, dan diagnosis. Dengan ketiga ketiga tujuan tersebut, seorang guru
dapat terus meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajaran.
Sedangkan menurut Sudjana (2009: 4) adapun tujuan penilaian adalah:
a. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau
Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui pula posisi
kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa lainnya.
b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran disekolah,
yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para
siswa kearah tujuan pendidikan yang diharapkan.
c. Keberhasilan pendidikan dan pengajaran penting, artinya mengingat
perannya sebagai upaya memanusiakan dan membudayakan manusia, hal
ini agar para siswa menjadi manusia yang berkualitas dalam aspekm
intelekyual, sosial, emosional, moral, dan keterampilan.
d. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta
strategi pelaksanaannya.
e. Memberikan pertanggungjawaban (accontability) dari pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi
pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa. Dalam
mempertanggungjawabkan hasil-hasil yang telah dicapainya, sekolah
memberikan laporan berbagai kekuatan dan kelemahan pelaksanaan
sistem pendidikan dan pengajar serta kendala yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari
penilaian itu adalah mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan
pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah
tingkah laku para siswa kearah tujuan pendidikan yang diharapkan selain itu
tujuan yang lainnya adalah untuk mengetahui sejauh mana suatu program
C.Isomorphic
Bila kita coba melihat kamus maka dua hal dikatakan isomorphic bila dua hal
tersebut memiliki struktur yang sama. isomorphic merupakan akar kata bahasa
Yunani untuk bentuk yang sama.
Menurut Hayes dan Simon dalam Wati (2012: 20)
“Isomorphic problems are defined as problems that can be mapped to each other in a one-to-one relation in terms of their solutions and the moves in the problem solving trajectories” .
Dalam bahasa sederhana, pengertian tersebut memiliki makna bahwa masalah
isomorphic didefinisikan sebagai masalah yang dapat dipetakan satu sama lain dalam hubungan satu-persatu dalam solusinya dan kemudian beranjak pada
pemecahan masalah. Sehingga, ketika ada dua permasalahan yang dipetakan satu
sama lain maka dibutuhkan satu penghubung misalnya cara pemecahan kedua
permasalahan tersebut. Jadi, ketika ada dua atau lebih soal dalam satu materi,
maka penyelesaian soal-soal tersebut cukup satu.
Menurut Singh dalam Wati (2012: 21)
Menurut Shih Yin-Lin dalam Wati (2012: 22)
Soal yang isomorphic yaitu soal berbentuk problem solving yang dapat diselesaikan dengan konsep yang sama. Sedangkan menurut Singh, soal yang isomorfik tidak hanya soal bentuk problem solving yang dapat diselesaikan dengan konsep yang sama dan pertanyaan yang sama, tetapi juga soal-soal konsep yang dapat diselesaikan dengan persamaan atau rumus yang sama walaupun pertanyaan berbeda.
Dalam penelitian ini, dua buah soal dikatakan soal isomorphic jika soal-soal
tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu fisika
yang sama dengan langkah-langkah penyelesaian soal yang sama.
Soal isomorphic walaupun memiliki kesamaan dalam penyelesaiannya terkadang
akan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Sebagaimana diungkapkan oleh
Simon, Hayes, dan Kotovsky dalam Wati (2012: 22).
Cognitive theory suggests that, depending on a person’s expertise in the field, different contexts and representations may trigger the recall of a relevant principle more in one problem than another, and two problems which are isomorphic are not necessarily perceived as being at the same level of difficulty especially by a beginning learner.
Hal ini menyatakan bahwa soal isomorphic terkadang dirasa memiliki tingkat
kesukaran yang berbeda, terutama bagi para siswa yang baru mempelajari materi
yang diajarkan. Perbedaan konteks dan representasi dari soal yang isomorphic
akan memberikan dampak ingatan yang berbeda juga.
Dalam implementasi assessment dapat memanfaatkan soal-soal isomorphic. soal
isomorphic adalah soal yang terdiri atas beberapa butir dengan indikator yang sama, dimana soal tersebut bermakna jika pengecoh memiliki makna tertentu.
Penilaian yang dilakukan oleh guru hendaknya merupakan penilaian yang dapat
mengambil tindak lanjut. Salah satu penilaian yang dapat menganalisis
kemampuan siswa adalah assesment isomophic. Assessment isomorphic yang
dikembangkan oleh Singh pada perkuliahan fisika dasar.
Hayes mengatakan bahwa masalah isomorphic didefinisikan sebagai masalah
yang dapat dipetakan ke satu sama lain dalam satu-kesatuan hubungan dalam
memecahkan suatu masalah.
Menurut Singh (2013: 1) Bentuk soal isomorphic dapat mendeskripsikan
kemampuan analogi. Untuk setiap masalah, ruang masalah sangat besar dan
didasarkan pada keahlian seseorang, orang mungkin melintasi jalur yang sangat
berbeda dalam ruang ini yang analogisnya dapat divisualisasikan seperti sebuah
struktur labirin. Apabila kita memasuki labirin, jalan mana pun yang dipilih
maka akan mendapatkan keluaran yang sama. Begitu pula sebaliknya. Jadi, soal
yang disediakan, bagaimana pun konteksnya, bisa diselesaikan dengan konsep
yang sama. Jenis soal isomorfik yang dapat mendeskripsikan kemampuan
analogi adalah dua atau lebih soal yang memiliki kesamaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa alat assessment
isomorphic problem adalah suatu alat assessment yang terdiri dari soal-soal yang disusun berpasangan dengan isi yang berbeda, tetapi membutuhkan konsep atau
D. Rubrik
1. Pengertian Rubrik
Rubrik adalah sesuatu yang tidak mungkin terpisahkan dari penelitian
pembelajaran. Rubrik dapat memudahkan guru dalam melakukan penilaian.
Rubrik merupakan wujud assessment kinerja yang dapat diartikan sebagai
kriteria penilaian yang bermanfaat membantu pendidik untuk menentukan
tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan.
Rubrik merupakan panduan assessment yang menggambarkan kriteria yang
digunakan pendidik dalam menilai atau memberi tingkat dari hasil pekerjaan
siswa.
Rubrik perlu memuat memuat karateristik yang diinginkan yang perlu
ditunjukan dalam suatu pekerjaan siswa disertai dengan panduan untuk
mengevaluasi masing-masing karateristik tersebut (Dikti: 2008).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa rubrik
merupakan kriteria penilaian atau penskoran mulai dari yang paling baik
hingga yang paling buruk.
2. Manfaat Rubrik
Berikut manfaat pemakaian rubrik menurut Dikti (2008: 39) :
a. Rubrik menjelaskan deskripsi tugas
b. Rubrik memberikan informasi bobot penilaian
Berdasarkan poin diatas, manfaat pada poin a rubrik menjelaskan deskripsi
tugas yang berarti dengan adanya rubrik siswa mengetahui kopetensi yang
hendak dicapai dalam sebuah tugas karena dalam sebuah tugas karena tugas
terdeskripsi secara jelas. Pada poin b rubrik memberikan informasi bobot
penilaian yang berarti dengan adanya rubrik, siswa tahu bobot penilaiannya
sehingga siswa dapat mengerjakannya dengan optimal. Tentu dengan
adanya rubrik, penilaian tidak dilakukan kira-kira semata melainkan lebih
objektif dan tidak berubah-ubah seperti pada poin d.
3. Tipe Rubrik
secara umum ada 2 tipe rubrik, yaitu holistik dan analitik. Rubrik holistik
memungkinkan pemberian skor untuk membuat penilaian tentang kinerja
(produk dan proses) secara keseluruhan, terlepas dari bagian-bagian
komponennya. Sedangkan rubrik analitik menurut pemberi skor untuk
menilai komponen-komponen yang terpisah atau tugas-tugas individual yang
berhubungan dengan kinerja yang dimaksud.
Menurut Mertler dalam Barestha (2011: 13) rubrik holistik lebih cocok bila
tugas kinerjanya menurut mahasiswa untuk membuat respons tertentu dan
tidak ada jawaban yang mutlak benar.
Arends (2008: 244) rubrik analitik biasannya lebih disukai apabila yang di
Merteler, Gissele O. Martin-Kniep dalam Barestha (2011: 13) rubrik
memiliki 2 jenis, yaitu: rubrik holistik dan analitik. Rubrik holistik adalah
rubrik yang menggunakan skor tunggal dan menilai produk, proses, dan
penampilan. Rubrik holistik terdiri dari beberapa kriteria namun tetap
merujuk dalam satu klausa atau paragraf. Sedangkan rubrik analitik menilai
produk , proses, dan penampilan dalam atribut atau dalam dimensi yang
terpisah dan mempunyai deskriptor untuk setiap dimensinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rubrik ada 2, yaitu:
rubrik holistik dan analitik. setiap rubrik memiliki fokus yang berbeda.
Rubrik holistik sendiri untuk menilai kemampuan atau proses secara
keseluruhan tanpa terpisah-pisah, sedangkan rubrik analitik fokus
penilaiannnya hanya pada kemampuan atau proses yang lebih spesifik.
4. Template Rubrik
Template rubrik merupakan tabel yang terdiri atas dua atau lebih jalur yang terdiri dari skala atau skor dan deskripsi untuk penjelasan dari tiap-tiap skala.
Template rubrik menggambarkan kriteria dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk. Untuk memudahkan dalam
membuat template rubrik, Mertler dalam Arends (2008: 245) membuatkan
a. Rubrik Holistik
Tabel 2.1 Template untuk Rubrik Holistik
Skor Deskripsi
5 Memperlihatkan pemahaman yang lengkap tentang permasalahannya. Seluruh prasyarat tugas
dimasukkan ke dalam respons.
4 Memperlihatkan pemahaman yang cukup tentang permasalahannya. Seluruh prasyarat tugas
dimasukkan ke dalam respons.
3 Memperlihatkan pemahaman parsial tentang permasalahannya. Kebanyakan prasyarat tugas dimasukkan ke dalam respons.
2 Memperlihatkan pemahaman terbatas tentang pemahamannya. Kebanyakan prasyarat tugas yang tidak tampak dalam respons.
1 Memperlihatkan sama sekali tidak memahami permasalahannya.
b. Rubrik Analitik
Tabel 2.2 Template untuk Rubrik Analitik
Kriteria Mulai Mengembangkan Menguasai *Exemplary skor Kriteria 1 Deskripsi
yang Kriteria 4 Deskripsi
Berdasarkan Tabel 2.2, jelas terlihat perbedaan fokus yang digunakan pada
kedua Template tersebut. Dimana holistik lebih menyeluruh sedangkan
analitik lebih spesifik.
5. Langkah Pengembangan Rubrik
Rubrik yang merupakan kriteria dan alat penskoran, terdiri dari senarai dan
gradasi mutu. Senarai merupakan daftar kriteria yang diwujudkan dengan
dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai,
sedangkan gradasi mutu merupakan skala dari tingkat yang paling sempurna
sampai dengan tingkat yang paling buruk. Semua komponen tersebut perlu
diperhatikan dalam mengembangkan rubrik. Untuk memulai mengembangkan
rubrik, Gronlund, Linn, Davis, dan Wiggins dalam Barestha (2011: 17), telah
memberikan pedoman sebagai berikut:
a) Fokuslah pada hasil belajar yang membutuhkan keterampilan kognitif dan kinerja anak didik yang kompleks.
b) Pilih atau kembangkan tugas-tugas yang merepresentasikan isi dan keterampilan sentrak untuk hasil-hasil belajar yang penting.
c) Meminimalkan ketergantungan kinerja tugas pada
keterampilan-keterampilan yang tidak relevan dengan maksud tugas assessment yang di maksud.
d) Memberikan kerangka kerja atau intruksi kerja yang dibutuhkan anak didik agar mampu memahami tugasnya dan apa yang diharapkan. e) Konstruksi petunjuk-petunjuk tugas sedemikian rupa sehingga tugas
anak didik menjadi benar-benar jelas.
f) Komunikasikan dengan jelas ekspekasi kinerja dalam kaitannya dengan kriteria yang akan dijadikan dasar penilaian kinerja.
Menentukan keterampilan dan kinerja yang hendak dinilai menjadi hal yang
penting ditentukan diawal karena hal itulah yang menentukan konsep rubrik
yang hendak dibuat. Skala beserta deskripsi gradasipun menjadi hal yang tidak
E. Multirepresentasi
Kress et al dalam Abdurrahman, Aprilyawati, & Payudi (2008:373) mengatakan
bahwa secara naluriah manusia menyampaikan, menerima, dan
menginterpretasikan maksud melalui berbagai penyampaian dan berbagai
komunikasi, baik dalam pembicaraan bacaan maupun tulisan.
Peran representasi sangat penting dalam proses pengolahan informasi mengenai
sesuatu.
Menurut Hadijah (2012:7) representasi ditampilkan siswa sebagai model atau
bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan
solusi dari masalah yang dihadapinya sebagai hasil interpretasi pemikirannya.
Representasi juga merupakan sesuatu yang mewakili, menggambarkan atau
menyimbolkan obyek dan atau proses. Siswa dapat merepresentasikan suatu
objek nyata kedalam representasi gambar.
Melalui representasi gambar tersebut siswa dibelajarkan merepresentasikan
diagram dari keadaan objek tersebut. Ketika siswa mampu merepresentasikan
suatu konsep kedalam bentuk representasi lain tentu akan membantu siswa lebih
mudah dalam menyelesaikan masalah.
Terdapat beberapa definisi yang dikutip oleh Safrina (2011:10) tentang
representasi sebagaimana dikemukakan berikut ini :
1. Representasi adalah alat-alat yang digunakan individu untuk mengorganisasikan dan menjadikan situasi-situasi lebih bermakna. 2. Representasi adalah konfigurasi atau bentuk atau susunan dapat
3. Representasi adalah model atau bentuk pengganti dari situasi masalah atau aspek dari suatu masalah yang digunakan untuk menemukan solusi, sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata-kata, atau symbol matematika.
4. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.
5. Terdapat empat gagasan yang digunakan dalam memahami konsep representasi. Pertama, representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal dari ide-ide matematika atau skema kognitif yang dibangun oleh siswa melalui pengalaman; kedua, sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya; ketiga, sebagai sajian secara struktur melalui gambar, symbol ataupun lambang; dan yang terakhir sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.
6. Representasi didefinisikan sebagai aktivitas atau hubungan dimana satu hal mewakili hal lain sampai pada suatu level tertentu, untuk tujuan tertentu, dan yang kedua oleh subjek atau interpretasi pikiran.
Representasi menggantikan atau mengenai penggantian suatu obyek, penginterpretasian pikiran tentang pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek, yang diperoleh dari pengalaman tentang tanda
representasi.
Definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi merupakan
kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan suatu konsep dari suatu
masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dengan suatu cara yang
berbeda-beda berdasarkan interpretasi pikirannya menjadi lebih bermakna.
Cara yang digunakan untuk meyatakan suatu konsep tersebut dapat berupa
representasi verbal, gambar, diagram, grafik, dan matematika. Fisika merupakan
bidang yang mempelajari tentang gejala-gejala alam yang dikaji secara
matematis melalui berbagai simbol-simbol.
Soal-soal aplikasi yang harus dihadapi siswa tidak hanya objek yang bersifat
konkrit, sehingga untuk mempelajari objek yang abstrak perlu memilki
belajar sangat diperlukan kegiatan visual dalam mendukung penjelasan suatu
konsep.
Aristoteles dalam Hikmat (2011:207) pernah menyatakan “tanpa gambar, tidak
mungkin bisa berpikir”. Stokes dalam Hikmat (2011:207) juga mengungkapkan
“using visual strategies in teaching results in a greater degree of learning”.
Menurut felder dan Soloman dalam Hikmat (2011:208) ”mayoritas manusia
adalah pembelajar visual jika materi ajar dicukupi visualisasinya informasi akan
lebih lama bertahan”.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa representasi diagram
sebagai pendukung dari representasi gambar dan representasi yang lain sangat
penting dalam mengembangkan pemahaman konsep siswa lebih optimal.
Representasi yang lebih konkrit dapat digunakan untuk mengaplikasikan konsep
dasar matematika. Sebagai contoh siswa dapat menggunakan diagram bentuk
bebas untuk menyusun hukum Newton kedua dalam bentuk komponen sebagai
penolong dalam penyelasaian masalah. Hal ini didukung oleh jurnal penelitian
Ayesh (2010:509) yang mengatakan bahwa:
Free-body diagram is one type of reprsentasions that is import in teaching Newton’s laws in the first year of physics courses. The use of free-body diagram representation has clear impact on the student performence.
Rosengrant et al (2009:1) juga mengatakan bahwa:
Fisika memuat banyak bentuk diagram yang sering digunakan (sesuai konsep),
antara lain: diagram gerak, diagram benda bebas (free body diagram) diagram
garis medan (field line diagram), diagram rangkaian listrik (electrical circuit
diagram), diagram sinar (ray diagram), diagram muka gelombang (wave front diagram) dan lain sebagainya.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sunardi & Indra (2012:111)
menyatakan bahwa diagram benda bebas adalah suatu diagram yang digunakan
untuk menunjukkan besar relatif dan arah semua gaya yang bekerja pada suatu
benda dalam keadaan tertentu.
Menurut pendapat Kanginan (2012:125) yaitu:
Ketika Anda telah memisahkan suatu benda, sebelum Anda menggunakan gaya-gaya apa saja yang bekerja pada benda itu sebelum Anda
menggunakan Hukum I Newton, ∑ = 0, untuk benda yang seimbang (diam atau bergerak lurus beraturan) dan ∑ = , untuk benda yang bergerak dengan percepatan a. Nah, diagram terpisah yang menggambarkan semua gaya yang bekerja pada benda yang Anda tinjau inilah yang disebut sebagai diagram benda bebas (free body diagram).
Umumnya dalam mata pelajaran fisika ketika siswa diminta untuk
menyelesaikan masalah terutama pada materi dinamika partikel, siswa sering
melakukan dua kesalahan dalam menggambarkan free body diagram masih
yaitu: (1) tidak lengkap menggambar gaya-gaya yang tidak tergambar pada
diagram benda bebas yang ditinjau (ada gaya yang tidak tergambar pada diagram
benda bebas), (2) menggambar gaya-gaya yang bekerja pada benda atau sistem
benda secara berlebihan (ada gaya yang tidak bekerja pada benda tetapi
Representasi sendiri terbagi menjadi dua yaitu representasi internal dan
representasi eksternal. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati
secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam
pikirannya (minds-on). Representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan
atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya.
Sebagai contoh dari pengungkapan melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan
berupa simbol, gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on)
(Fadilah, 2008:13).
Proses terjadinya hubungan timbal balik antara representasi internal dan
eksternal dari seseorang, ketika berhadapan dengan sesuatu masalah.
Representasi internal tak bisa diamati secara kasat mata. Hanya masing-masing
siswa saja yang tahu sampai mana pemahaman mereka terhadap suatu materi
yang disajikan. Representasi internal yang ada dalam diri siswa, dapat diketahui
dengan kita meminta siswa untuk mentransformasikan representasi internal
tersebut menjadi reprsentasi eksternal.
Proses interaksi antara representasi internal dan representasi eksternal dapat
dilihat pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Interaksi Timbal Balik antara Representasi Internal dan Representasi Eksternal
Menurut pernyataan Airey J dan Linder C yang dikutip dari Abdurrahman et al
(2008:373) mengungkapkan:
Melalui representasi yang multimodal akan menciptakan suasana
pembelajaran dengan peran aktif seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa, mengaktifkan kemampuan belajar (learning ability) siswa baik minds-on maupun hands-on, merupakan faktor yang sering menjadi masalah dalam pembelajaran fisika.
Siswa dalam merepresentasikan representasi internal menjadi representasi
eksternal akan menjadi lebih mudah jika menggunakan pendekatan multiple
representations. Adanya pendekatan multiple representations diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami suatu konsep melalui representasi yang disajikan.
Hinrich seperti dikutip dalam Rosengrant et al (2007:2) menguraikan bahwa
Multiple Representation dapat membantu siswa dalam memahami suatu materi dinamika.
Hinrichs describes how using a system schema (object of interst is circled, objects that are interacting with it are circled and than connected to it via labeled arrows) helped his students learn dynamics. He used the system schema as part of a sequence of rerpesentations (problem text, sketch, system schema, free body diagram, and finally equations) to solve problem.
Hinrichs menguraikan bagaimana bagan sistem (objek dari lingkaran penting,
objek yang mengintegrasikan dengan lingkaran dan kemudian
menghubungkannya melalui anak panah yang disegelkan) membantu siswanya
mempelajari dinamika. Hinrichs juga menggunakan sistem skema sebagai
bagian dari akibat representasi (teks masalah, sketsa, sistem skema, diagram
bentuk bebas, dan persamaan akhir) untuk menyelasaikan masalah.
Sebelum siswa bisa menyelesaikan masalah, siswa harus memahami dahulu
1. Memahami suatu representasi (yaitu: mana yang merupakan bentuk dan operator dari suatu representasi).
2. Memahami hubungan antara representasi dan domainnya. 3. Menerjemahkan antar representasi.
4. Memilih dan membangun representasi yang sesuai.
(Ainsworth, Labeke, dan Peevers, 2001)
Melalui pernyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, representasi diagram
benda bebas (free body diagram) adalah cara mengkomunikasikan suatu konsep
dari suatu masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dengan suatu cara
yang berbeda-beda, berdasarkan interpretasi pikirannya menjadi lebih bermakna
dengan menggunakan suatu diagram terpisah yang digunakan untuk
menggambarkan besar relatif dan arah semua gaya yang bekerja pada suatu
objek dalam keadaan tertentu.
F. Hukum II Newton
Jika sebuah benda bermassa m bekerja pada F, maka benda bergerak lurus
dipercepat beraturan dengan percepatan a. Konsep ini dapat dipahami dengan
mengambil beberapa percobaan. Percobaan 1 dapat dilihat pada Gambar 2.2:
Gambar 2.2 Percobaan 1 Hukum II Newton
Benda (kereta) yang bermassa m, jika diberi gaya F, maka benda bergerak
dengan percepatan a. Percepatan a diperoleh dengan menempelkan
potongan-potongan pita kertas hasil rekaman karbon ticker timer pada setiap 5 ketukan
Gambar 2.3 Hasil Percobaan 1 Rekaman Karbon Ticker Timer pada Setiap 5 Ketukan
Seperti pada percobaan 1, jika benda bermassa m itu diberi gaya yang besarnya
dua kali semula (2F), maka percepatannya juga menjadi dua kali semula (2a).
percobaan 2 dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Percobaan 2 Hukum II Newton
Percepatan a diperoleh dengan menempelkan potongan-potongan pita kertas
hasil rekaman karbon ticker timer pada setiap 5 ketukan dapat dilihat pada
Gambar 2.5 : pita kertas
ticker timer
m
200 gr
katrol 2a
2F =∆∆ V
∆t
∆V
Gambar 2.5 Hasil Percobaan 2 Rekaman Karbon Ticker Timer pada Setiap 5 Ketukan
Dari kedua percobaan di atas dapat disimpulkan untuk massa benda yang sama, jika
gaya diperbesar, maka percepatannya juga diperbesar. Jadi percepatan benda
berbanding lurus degan gaya yang bekerja pada benda, yang dapat di tuliskan:
……….. 2.1
Dengan mengulangi percobaan no.1, dengan mengubah massa benda menjadi dua
kali semula (2m), sedangkan gaya tetap ternyata percepatannya menjadi setengah
kali dari percepatan semula ( ). Percobaan 3 dapat dilihat pada Gambar 2.6 : ~
= 2∆∆
= 2∆∆
= 2 V
∆t
2∆V
Gambar 2.6 Percobaan 3 Hukum II Newton
Percepatan benda dapat diperoleh dengan menempelkan potongan-potongan pita
kertas hasil rekaman karbon ticker timer pada setiap 5 ketukan dapat dilihat pada
Gambar 2.7:
Gambar 2.7 Hasil Percobaan 3 Rekaman Karbon Ticker Timer pada Setiap 5 Ketukan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan untuk gaya yang sama jika massa benda
diperbesar, maka percepatannya menjadi diperkecil. Jadi percepatannya berbanding
terbalik dengan massa benda, yang dapat di tuliskan:
……… .……….... 2.2 ~ 1 m
ticker timer
m
100 gr
pita kertas
katrol a
F
V
∆t t
∆
= 1 2 ∆
∆
= 12 ( ∆∆ )
Dari kesebandingan 1 dan kesebandingan 2, maka secara matematika dapat
dituliskan:
~
~1
Hukum II Newton, berbunyi:
Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada suatu benda besarnya berbanding lurus dengan gaya itu, dan berbanding terbalik dengan massa benda.
Hukum II Newton dapat dirumuskan:
……….... 2.3
Keterangan :
F = gaya yang bekerja pada benda m = massa benda
a = percepatan benda
Jika pada benda bermassa m bekerja beberapa gaya, maka hukum II Newton
dapat di rumuskan:
………... 2.4
Dengan
∑ = gaya total ( : = ) m = massa benda ( : = ) a = percepatan benda ( : / )
= F = m. a
Grafik yang menyatakan hubungan antara gaya F dengan percepatan a dapat di
lukiskan pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Grafik Hubungan antara Gaya dan Percepatan
Hal-hal khusus dari Hukum II Newton:
Jika ∑ = 0, maka a = 0, sehingga benda dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan. Hal yang sesuai dengan hukum I Newton. Jadi hukum I Newton
merupakan hal khusus dari Hukum II Newton yakni ∑ = 0. Jika ∑ besarnya tetap, maka a juga tetap, sehingga bergerak lurus berubah beraturan (GLBB).
a. Penggunaan Hukum II Newton
1. Benda bergerak pada bidang datar
a. Gaya mendatar
Gambar 2.9 Gaya Mendatar
F
0 a
= . Hukum II Newton
b. Gaya membentuk sudut terhadap bidang datar
Gambar 2.10 Gaya Membentuk Sudut Terhadap Bidang Datar
Pada gambar 2.10 Gaya F diuraikan menjadi 2 komponen, yaitu:
∑ x = F cos ɵ ………. 2.5
∑ y = F sin ɵ ………. 2.6
Gaya yang menyebabkan benda bergerak mendatar adalah:
∑ x = F cos ɵ………..… 2.7
Sedangkan gaya F sin ɵ saling meniadakan dengan gaya berat. Jadi hukum II
Newton di tulis :
F cos ɵ = m . a
2. Benda ditarik vertikal dengan tali
Gambar 2.11 Benda Bergerak ke Atas Ditarik Vertikal dengan Tali
Pada Gambar 2.11 Benda ditarik vertikal ke atas dengan tali sehingga :
Gambar 2.12 Benda Bergerak ke Bawah Ditarik Vertikal dengan Tali
Pada Gambar 2.12 Benda ditarik vertikal ke bawah dengan tali sehingga :
Hukum II Newton menjadi :
3. Benda bergerak melalui katrol
Gambar 2.13 Benda Bergerak Melalui Katrol
Benda bermassa m2 diletakkan pada bidang datar licin. Benda m1 dihubungkan
dengan m2 melalui katrol.
⅀F = m.a T – W = m.a T – mg = m.a
Hukum II Newton pada:
Benda m1 : ⅀F = m1.a
W1 – T = m1.a
m1g – T = m1.a
Benda m2 : ⅀F = m2.a
T = m2.a
Dengan menghubungkan kedua persamaan di atas, dapat dicari dua besaran
(variabel) yang belum diketahui.
Gambar 2.14 Benda Bergerak Melalui Katrol
Berdasarkan gambar 2.14 Jika m1 > m2, maka maka benda m1 bergerak ke
bawah dan benda m2 bergerak ke atas.
Hukum II Newton pada benda m1 : Hukum II Newton pada benda m2 :
⅀F1 = m1 . a ⅀F = m2 . a
W1 – T = m1 . a T – W2 = m2 . a
4. Benda bergerak pada bidang miring
Gambar 2.15Benda Bergerak pada Bidang Miring
Benda bergerak ke bawah pada bidang miring, karena gaya W sin ɵ. Hukum II
Newton : ⅀F = m. a W sin ɵ = m. a
mg sin ɵ = m. a
b. Gerak Benda pada Bidang Miring dan Licin
1. Benda bergerak ke bawah
Gambar 2.16 Gerak Benda pada Bidang Miring dan Licin yang Bergerak ke Bawah.
Jika sebuah benda diletakkan pada sebuah bidang miring licin, maka pada
benda itu ada dua gaya (Gambar a), yaitu: Gaya normal = N, Gaya berat
W= mg. Karena gaya W belum berada di sumbu X dan Y, maka diuraikan
Fx = W sin ɵ
Fy = W cos ɵ
Gaya yang menyebabkan benda bergerak ke bawah pada bidang miring adalah:
Fx = W sin ɵ. Sedangkan pada sumbu Y yaitu N dan W cos ɵ saling
meniadakan.
Jadi hukum II Newton menjadi:
⅀ Fx = m . a
W sin ɵ = m . a
2. Benda bergerak ke atas
Gambar 2.17 Gerak Benda pada Bidang Miring dan Licin yang Bergerak ke Atas
Berdasarkan Gambar 2.17 Supaya benda bergerak pada bidang miring, maka
diperlukan gaya F. Jadi gaya yang menyebabkan benda bergerak ke atas pada
bidang miring:
⅀F = m . a F - W Sin ɵ = m . a
F – mg Sin ɵ = m . a
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian ini yaitu research and development atau penelitian
pengembangan. Pengembangan yang dilakukan adalah pembuatan instrumen
Assessment isomorphic dan rubriknya pada pembelajaran fisika. Subjek uji
coba dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Way Tenong.
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di
SMA Negeri 1 Way Tenong.
B. Prosedur Penelitian Pengembangan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang diadaptasi dari prosedur
pengembangan menurut Borg & Gall yang dimodifikasi oleh Tim Pusat
Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2008: 11) yang
disintesiskan dengan prosedur pembakuan instrumen penilaian sikap ilmiah.
Adapun prosedur pengembangannya sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan produk yang akan dikembangkan
2. Pengembangkan produk awal
4. Uji coba produk dan revisi
5. Produk akhir
Tahapan penelitian dan pengembangan tersebut di atas digambarkan dalam
Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian dan Pengembangan
1. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan produk yang akan dikembangkan dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa perlukah intrumen penilaian yang akan dikembangkan.
Identifikasi spesifikasi produk dilakukan untuk mengetahui ketersediaan Tahap 1. Analisis Kebutuhan
Tahap 2. Pengembangan Produk Awal Tahap 3. Validasi Ahli
Revisi
Tahap 4. Uji Coba Produk Revisi
sumber daya yang mendukung pengembangan produk dengan memperhatikan
hasil analisis kebutuhan dan identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh
sekolah. Analisis kebutuhan ini dilakukan dengan metode wawancara dan
observasi. Sasaran wawancara adalah guru mata pelajaran fisika. Wawancara
ini bertujuan untuk memperoleh informasi secara langsung tentang
pengembangan instrumen Assessment Isomorphic berbasis Multirepresentasi
pada pembelajaran fisika yang akan dilakukan.
2. Pengembangan Produk Awal
Pengembangan produk awal berupa Instrumen Assessment Isomorphic
berbasis Multirepresentasi dan rubriknya pada pembelajaran fisika. Instrumen
Assessment Isomorphic berbasis Multirepresentasi dan rubriknya yang
dimaksud adalah mengembangkan suatu Instrumen Penilaian dan rubriknya
Berbasis Multirepresentasi terhadap pembelajaran fisika siswa pada pokok
bahasan Hukum II Newton.
3. Validasi Ahli dan Revisi
Pada tahap ini dilakukan uji ahli yakni penelaahan instrumen penilaian yang
ditujukan pada praktisi pembelajaran fisika. Uji ahli dilakukan untuk mengukur
apakah instrumen penilaian yang dikembangkan sudah tepat dan mengetahui
ketidaksesuaian pada produk yang dibuat baik dari tampilan maupun isi. Data
hasil uji ahli materi dijadikan sebagai acuan untuk melakukan revisi terhadap
didapatkan digunakan untuk mencari apakah masih ada ketidaksesuaian atau
kesalahan pada produk, kemudian dilakukan revisi produk sesuai dengan
catatan dan masukan dari validasi ahli. Hasil revisi produk awal kemudian
diujicobakan.
4. Uji Coba Produk dan Revisi
Uji coba lapangan dilakukan di SMA Negeri 1 Way Tenong Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2013/ 2014 dengan jumlah siswa 32 orang siswa dengan
berbagai karakteristik yang beragam.Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Melakukan uji tahap 1, dengan memberikan instrumen kelayakan
instrumen assessment isomorphicdan rubriknya pada guru.
b. Menganalisis hasil uji lapangan tahap 1 untuk melihat kekurangan dan
kelebihan instrumen assessment isomorphicdan rubriknya berbasis
Multirepresentasi pada pembelajaran fisika yang digunakan.
c. Melakukan revisi produk II.
d. Melakukan uji kepada siswa tentang instrumen assessment isomorphicdan
rubrik yang telah direvisi. Dalam hal ini, yang melakukan penilaian adalah
guru yang menerapkan. Ini sudah masuk pada uji lapangan tahap 2 dimana
guru menggunakan instrumen assessment isomorphicdan rubrik berbasis
Multirepresentasi untuk melakukan penilaian.
e. Melakukan uji lapangan tahap 2, uji ini dimaksud untuk mengetahui
keefektifan instrumen assessment isomorphicdan rubrik untuk penilaian
f. Menganalisis hasil uji lapangan untuk melihat kekurangan dan kelebihan
instrumen assessment isomorphicdan rubriknya pada pembelajaran fisika
yang digunakan.
g. Melakukan revisi produk III.
h. Produk akhir instrumen assessment isomorphicdan rubriknya berbasis
multirepresentasi.
5. Produk Akhir
Setelah dilakukan revisi produk kemudian dilakukan tahap produksi. Produk
akhir ini berupa instrumen assessment isomorphic dan rubriknya berbasis
multirepresentasi.
C. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dan teknik pengumpulan datanya sebagai berikut :
1. Data dan validasi ahli berupa instrumen assessment isomorphicdan
rubriknya berbasis multirepresentasi. Teknik pengumpulan datanya
menggunakan instrumen kelayakan assessment isomorphicdan rubriknya
yang di tunjukan kepada dosen.
2. Data hasil uji lapangan tahap 1 berupa penilaian terhadap assessment
isomorphic dan rubrik berbasis multirepresentasi oleh guru di dalam
kelas. Teknik pengumpulan datanya menggunakan instrumen kelayakan
rubrik.
3. Data hasil uji lapangan tahap 2 berupa penilaian keefektifan assessment
Pembelajaran oleh guru. Teknik pengumpulan datanya menggunakan
instrumen efektifitas rubrik berbasis multi representasi.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis untuk masing-masing data penelitian dilaksanakan sebagai
berikut:
1. Data yang diperoleh dari validasi ahli, akan diketahui kualitasnya dapat
dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Kriteria Penilaian untuk Validitas Ahli dan Uji Lapangan
Skor kualitas Pernyataan kualitas
3,26-4,00 Sangat baik
2,51-3,25 baik
1,76-2,50 Kurang baik
1,01-1,75 jelek
Sumber: Suyanto (2009: 227)
2. Data yang diperoleh dari uji lapangan tahap 1, akan diketahui kualitasnya
berdasarkan Tabel 3.1
3. Data yang diperoleh dari hasil uji tahap 2, akan diketahui kualitasnya
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan penelitian pengembangan ini adalah dihasilkan Instrumen
Assessment Isomorphic dan Rubriknya Berbasis Multirepresentasi Pada
Materi Hukum II Newton, dan telah teruji sesuai teori dengan kualitas: sangat
menarik, sangat mudah digunakan, dan sangat bermanfaat dan dinyatakan
efektif digunakan sebagai instrumen Assessment Isomorphic dan Rubriknya
berbasis Multirepresentasi berdasarkan perolehan hasil belajar siswa yang
mencapai nilai rata-rata 75,8 dengan persenrase kelulusan sebesar 86,11%
pada uji terhadap siswa kelas X2SMA Negeri 1 Way Tenong semester ganjil
Tahun Pelajaran 2013/2014.
B. Saran
Saran penelitian pengembangan ini adalah:
1) Guru hendaknya menggunakan instrumen Assessment Isomorphic dan
Rubriknya berbasis Multirepresentasi yang telah penulis kembangkan
2) Guru atau peneliti yang hendak menggunakan instrumen ini hendaknya
dapat mengembangkan instrumen Assessment Isomorphic dan Rubriknya
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, R. Aprilyawati, & Payudi. 2008. “Limitation Of Representation Mode In Learning Gravitational Concept and Its Influence Toward Student Skill Problem Solving”. Proceeding of The 2nd International Seminar on Science Education. PHY-31: 373 – 377.
Ainsworth S, Labeke V.N, & Peevers G. 2001. Learning with Multiple Representations.(Online). Tersedia: http://www.psychology. (3 januari 2013).
Arends, Richard I. 2008. Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ayesh, N. Qamhleh, N. Tlt, and F. Abdelfattah. 2010. The Effect of Student Use of Free Body Diagram Representation On Their Performance.(Online). International Research Journals. Tersedia: http://click.infospace.com (3 Januari 2013).
Barestha, Yofi. & Wahyuni, Lussy Dwi Utami. 2011. Makalah Rubrik Asesmen Alternatif Untuk Menilai Peserta Didik Secara Realtime dan
Komprehensif. (On line) Tersedia:
http://images.lussysf.multiply.multiplycontent.com/makalah_rubrik.pdf
(5 Maret 2013).
Dikti. 2008. Rubrik. Jakarta: Direktorat Akademik Dikti.
Fadillah, Syarifah. 2008. Representasi dalam Pembelajaran Matematik. (Online), Jurnal Pendidikan. Tersedia: http://fadilahatick.blogspot.com/2008//06 (8 Maret 2013).
Diagram. (Online). Journal Upi. Tersedia: http://file.upi.edu (15 maret 2013).
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Kanginan, Marthen. 2002. Fisika 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Erlangga.
Maharta, Nengah. 1997. Belajar Fisika Sistematis 1 untuk SMU kelas1. Bandung: Conceps Science Bandung.
Rosengrant, D., Etkina, E., & Heuvelen, A.V. 2007. An Overview of Recent Research on Multiple Representations. Rutgers, The State University of New Jersey GSE, 10 Seminary Place, New Brunswick NJ, 08904. Rosengrant, D., Etkina, E., & Heuvelen, A.V. 2009. Do students use and
understand free-body diagrams?. (Online). Journal Physics Education Research, Volume 1, No.01.40. Tersedia:
http://prstper.aps.org/pdf/PRSTPER/ v5/i1/e010108 (3 Januari 2013).
Safrina, Siti. 2011. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Teknik
Scaffolding terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Singh, Chandralekha. 2008. Using an isomorphic problem pair to learn
introductory physics: Transferring from a two-step problem to a three-step problem. (Online) Journal Physics Education Research, Volume 9, No.
020114 Tersedia: http://prstper.aps.org/pdf/ isomorphic problem/ /i1/020114
(15 Maret 2013).
Sudarto. 2011. Pengembangan Tes Ishomorphic Problem Bentuk Uraian dan Pilihan Ganda untuk Menggali Pemahaman Konsep Optimal Siswa. (Online) Tersedia: http://repository.upi.edu. (15 Maret 3013).
Sudrajat, Akhmad. 2013. Penilaian Hasil Belajar. (Online) Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com (15 Maret 3013).
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sumadi, Suryabrata. 2008. Metodologi Penelitian.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suyanto, Eko. 2009.
Pengembangan Contoh Lembar Kerja Fisika Siswa dengan Latar Penuntas Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka dan Proses Untuk SMA
Negeri 3 Bandar Lampung.Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Lampiran 1
Instrumen Wawancara Guru
Nama Responden : Evielia, S.Si
Tempat : SMA Negeri 1 Way Tenong (Ruang Guru)
Tanggal : 31 Mei 2013
A. WAWANCARA DENGAN GURU
NO PERTANYAAN YA TIDAK
A. TAHAP PERENCANAAN EVALUASI
1. Apakah Bapak merumuskan tujuan dilaksanakannya
evaluasi?
√
2. Apakah Bapak merumuskan tujuan assesmen dengan
karakteristik peserta didik yang akan dievaluasi?
√
3. Apakah Bapak menetapkan aspek-aspek (kognitif, afektif,
psikomotorik) dalam perecanaan?
√
4. Apakah Bapak membuat kisi-kisi butir soal? √
5. Apakah Bapak menggunakan penilaian acuan patokan (PAP)
dalam evaluasi pembelajaran
√
6. Apakah Bapak menggunakan kisi-kisi butir soal sebagai
dasar penyusunan tes?
√
7. Apakah Bapak membuat jumlah butir soal sesuai dengan sub
materi?
√
8. Apakah Bapak mempertimbangkan taraf kesukaran dalam
pembuatan soal?
√
9. Apakah Bapak memberikan skor pada setiap butir soal yang
akan di jawab oleh siswa?
√
10. Apakah Bapak sudah pernah mencoba menggunakan
instrumen assessment isomorphic dalam evaluasi?
B. TAHAP PELAKSANAAN EVALUASI
11. Apakah Bapak mengatur tempat duduk peserta didik ketika tes
akan berlangsung?
√
12. Apakah Bapak membuat tata tertib/aturan sebelum pelaksanaan
tes berlangsung?
√
13. Apakah Bapak membuat daftar hadir yang diisi oleh peserta
didik sebagai bukti mengikuti tes?
√
14. Selain tes apakah Bapak memberikan tugas untuk menambah
assesmen dalam proses belajar mengajar?
√
C. TAHAP PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT
15. Apakah Bapak memberitahukan hasil evaluasi dan assesmen
kepada peserta didik?
√
16. Jika ada soal-soal yang tidak dapat di selesaikan oleh siswa
apakah Bapak membantu cara penyelesaiannya?
√
17. Apakah Bapak langsung mengadakan perbaikan terhadap siswa
yang nilainya kurang dari standar setelah evaluasi
dilaksanakan?
√
18. Apakah Bapak menindak lanjuti setiap hasil evaluasi
pembelajaran untuk memperbaiki proses belajar mengajar?
√
19. Setelah hasil evalausi diolah, dianalisi dan disimpulkan,
Apakah Bapak mengambil keputusan untuk menindaklanjuti
proses belajar mengajar?
√
20. Apakah Bapak tetap melanjutkan ke materi berikutnya apabila
separuh dari jumlah siswa di kelas belum tuntas?
√
21. Apakah Bapak/ Ibu memberikan bimbingan dan konseling
kepada siswa yang nilainya sering dibawah standar ?
√
22. Untuk mengetahui pemahamn siswa, Apakah Bapak
memadukan tes tertulis, lisan dan perbuatan dalam evaluasi
pembelajaran?
Lampiran 2
Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Way Tenong Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : X/ Ganjil Tahun Pelajaran : 2013/2014
Standar antara gaya, massa dan percepatan melalui percobaan.
2. Mendefinisikan hukum II Newton.
3. Menguraikan gaya- gaya yang bekerja pada suatu benda.
Mengembangkan keterampilan sosial, meliputi : Bertanya dan berkomunikasi,
Menyumbang ide atau Pendapat, dan Menjadi pendengar yang baik..
Way Tenong, November 2013
Guru Mata Pelajaran, Guru Peneliti
Evielia, S.Si Novita Anggraini
NIP.198208132010012007 NPM.1013022077
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri I Way Tenong
Lampiran 3 Silabus
Sekolah : SMAN 1 Way Tenong Kelas : X (Sepuluh)
Pelajaran : Fisika Semester : I (Satu)
Standar Kompetensi : Menerapkan Konsep dan Prinsip Dasar Kinematika dan Dinamika Benda Titik.
Kompetensi Dasar
Materi
Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator
Penilaian
Alokasi
Waktu Sumber Belajar Karakter
Teknik Bentuk Contoh
Instrumen
Hukum II Newton Melakukan percobaan untuk mengetahui
gaya yang bekerja pada suatu benda
Memecahkan maslah penerapan hukum II Newton dalam kehidupan sehari- hari
Afektif:
Way Tenong, November 2013
Guru Mata Pelajaran, Guru Peneliti
Evielia, S.Si Novita Anggraini
NIP.198208132010012007 NPM.1013022077
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri I Way Tenong
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Satuan pendidikan : SMAN 1 Way Tenong
Mata Pelajaran : FISIKA
Kelas/ Semester : X/ Ganjil
Alokasi Waktu : 5 x 45’
I. Standar Kompetensi : 2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika benda titik.
II.Kompetensi Dasar : 2.3. Menerapkan hukum Newton sebagai prinsip
dasar dinamika untuk gerak lurus, gerak vertikal,
dan gerak melingkar beraturan.
III.Indikator 1. Kognitif
a. Produk
Menyelidiki hubungan antara gaya, massa, dan percepatan melalui
percobaan.
Mendefinisikan hukum II Newton.
Menguraikan diagram gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda.
Mengaplikasikan Hukum II Newton dalam kehidupan sehari-hari.
b. Proses
Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk mengetahui
hubungan gaya, massa, dan percepatan.
Mengkomunikasikan hasil pengamatan melalui presentasi dan
diskusi.
Melukiskan diagram bebas benda pada gaya-gaya yang bekerja pada