• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan makalah penilaian hasil belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bahan makalah penilaian hasil belajar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PERMASALAHAN

Dalam dunia pendidikan, penilaian dan evaluasi pasti dilakukan dalam proses pembelajaran. Penilaian dan evaluasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik apakah sudah memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) atau belum. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan klasifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) digunakan sebagai pedoman dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan psendidikan. Selain itu evaluasi bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana daya serap peserta didik terhadap produk bahasan yang pendidik terapkan.

Ada beberapa jenis alat evaluasi, yaitu bentuk tes tertulis dan tidak tertulis. Jika kita perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan selalu mengadakan evaluasi, yang artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.

Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar. Profesionalisme menjadi tuntutan guru dalam pekerjaannya. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaan guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnansi. Dan yang terlihat dalam pendidikan saat ini adalah permasalahan guru adalah kegagalan guru dalam melakukan evaluasi.

Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.

Khusus untuk mata pelajaran matematika hampir semua guru telah melaksanakan evaluasi di akhir proses belajar mengajar di dalam kelas. Namun hasil yang diperoleh kadang-kadang kurang memuaskan. Kadang-kadang hasil yang dicapai dibawah standar atau di bawah rata-rata.

(2)

tersebut tidak menjadi masalah bagi guru yang terpenting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan penilaian terhadap siswa di kelas.

Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.

Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi kegiatan ini mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia mengetahui jawaban dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa gugupnya itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa orang anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan dengan materi pelajaran itu.

Setiap guru dalam melaksanakan evaluasi harus paham dengan tujuan dan manfaat dari evaluasi atau penilaian tersebut. Tetapi ada juga guru yang tidak menghiraukan tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum. Ini yang menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini.

Apa penyebab hal ini bisa terjadi ?

1. Guru kurang menguasi materi pelajaran, sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak kalimatnya sering terputus-putus ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Tentu saja di akhir pelajaran mereka kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.

2. Guru kurang menguasai kelas. Guru yang kurang mampu menguasai kelas mendapat hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarenakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-betul ingin belajar menjadi terganggu.

3. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar. Kebiasaan guru yang tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir verbal sehingga membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam evaluasi di akhir pelajaran nilai anak menjadi jatuh.

4. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar, sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di dalam materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus dari anak didik.

(3)

pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.

6. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis dalam jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya,. Waktu untuk memulai pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam pulang selalu tepat atau tidak pernah telat.

7. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu untuk kegiatan proses dan ketentuan waktu untuk akhir pelajaran.

8. Guru tidak mempunyai kemajuan untuk nenambah atau menimba ilmu, misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih senior dan profesional guna menambah wawasannya.

9. Dalam tes lisan di akhir pelajaran, guru kurang trampil mengajukan pertanyaan kepada murid, sehingga murid kurang memahami tentang apa yang dimaksud oleh guru.

10.Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum. Guru jarang memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap materi pelajaran tersebut

Permasalahan lain dalam penilaian dan evaluasi dalam dunia pendidikan adalah persoalan ujian nasional. Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah guna mengukur keberhasilan belajar siswa. Dalam beberapa tahun ini, kehadirannya menjadi perdebatan dan kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang setuju karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan.

(4)

belum. Sistem penilaian yang ditempuh berpengaruh pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Penilaian yang lebih terfokus pada penilaian hasil belajar menyebabkan penilaian terhadap proses pembelajaran terabaikan. Proses pembelajaran menjadi berlangsung tidak semestinya. Akhirnya kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah kita banyak yang dilingkupi oleh persoalan rendahnya tingkat pemahaman siswa, termasuk dalam pembelajaran matematika.

Dalam ujian nasional, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) yang cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan. Akibatnya banyak terjadi keluhan dari masyarakat dan sekolah itu sendiri tentang rendahnya kualitas sopan santun dan tanggung jawab pelajar kita karena penilaian yang dilakukan umumnya terfokus pada kegiatan yang menyangkut prestasi akademik dan kurang mnaruh perhatian terhadap kegiatan yang menyangkut tingkah laku dan sikap

Adapun juga yang termasuk kedalam permasalahan yang timbul dalam penilaian hasil belajar pada proses pembelajaran sebagai berikut. Guru dalam tugasnya untuk merencanakan, melaksanakan evaluasi dan menemukan masalah-masalah sebagai berikut:

a) Guru dalam menyusun kriteria keberhasilan tidak jelas b) Prosedur evaluasi tidak jelas

c) Guru tidak melaksanakan prinsip-prinsip evaluasi yang efisien dan efektif. d) Kebanyakan guru memiliki cara penilaian yang tidak seragam.

e) Guru kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.

f) Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik.

Dengan evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima evaluasi merasa tidak puas. Mereka tidak mengerti arti angka-angka yang diterimanya. Guru juga tidak mengetahui apakah muridnya sudah mempelajari materi pelajaran yang diberikan atau belum. Guru tidak mengerti bahwa pada siswa sudah ada perubahan tingkah laku, sebagai pengaruh pengajaran yang diberikan atau tidak.

(5)

PEMBAHASAN

1. Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Tes dan Penilaian

Penilaian Hasil Belajar, Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) memengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of delineating, obtaining,and providing useful, information for judging decision alternatif . Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.

Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.

1. Eva luasi

Jika kita bicara assessment dan evaluasi dalam pembelajaran maka lingkup assessment hanya pada individu siswa dalam kelas, sedangkan lingkup evaluasi adalah seluruh komponen dalam program pembelajaran tersebut. Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum dan penilaian (assessment) serta pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan dan reformasi pendidikan secara keseluruhan. Evalusi bertujuan meningkatkan kualitas, kinerja atauproduktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Agar dapat meningkatkan kualitas, kinerja dan produktivitas maka kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan assessment.

(6)

pelaksanan dan keberhasilan dari program pembelajaran dapat mendorong guru untuk mengejar lebih baik mendorong siswa untuk belajar lebih baik.

2. Penilaian

Kenyataan menunjukan bahwa banyak guru yang belum mengetahui dengan benar konsep penilaian dan evaluasi. Satu istilah yang sering digunakan untuk mewadahi kegiatan evaluasi adalah penilaian. Penggunaan istilah penilaian untuk mewadahi kegiatan tersebut sebenarnya tidak terlalu salah karena dalam konsep penilaian tersebut sebenarnya tidak terlalu salah karena dalam konsep penilaian dan evaluasi mengandung unsur pengambilan kesimpulan.

Menurut Hanna (1993) “assessment is the process of collecting, interpreting, and synthesizing information to aid in decision making. Assessment synonymous with measurement plus observation. It concerns drawing inferences from these data sources. The primary purpose of assessment is to increase student”s learning and development rather than simply to grade or rank student performance” (Morgan & O’reilly, 1999).

Jadi penilaian merupakan kegiatan pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan dalam penilaian antara lain : kuis, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan akhir semester, laporan kerja, dsb.

3. Tes

Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan unutk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan dimana dalam setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Dengan demikian maka setiap tes menuntu siswa memberi respons atau jawaban. Respons yang diberikan siswa dapat benar atau salah. Jika respons yang diberikan siswa benar, maka kita katakana siswa tersebut telah mencapai tujuan embelajaran yang kita ukur melalui butir soal tersebut tetapi jika respons yang diberikan salah, berarti mereka belum dapat mencaai tujuan pembelajaran yang kita ukur. Apabla ada seperangkat tugas atau pertanyaan yang diberikan kepada siswa tetapi tidak ada jawaban yang benar atau salah maka itu buka tes, (Zainul dan Nasoetion, 1997).

4. Pengukuran

Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka dari suatu objek yang diukur. Gronlund dan linn (1990) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai “measurement is limited quantitative descriptions of pupil behavior, that is result of

(7)

angka ini merupakan suatu upaya untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Untuk dapat menghasilkan angka (yang merupakan hasil pengukuran) maka diperlukan alat ukur. Dalam melakukan pengukuran kita harus berupaya agar kesalahan pengukurannya sekecil mungkin. Untuk itu diperlukan alat ukur yang dapat menghasilkan hasil pengukuran yang valid dan reliable. Jika dalam melakukan engukuran kita tidan banyak melakukan kesalahan, maka hasil pengukuran tidak dapat menggambarkan skor yang sebenarnya dari objek yang kita ukur.

Kesalahan pengukuran dapat bersumber dari tiga hal yaitu dari alat ukur yag digunakan, objek yang diukur, atau orang yang melakukan pengukuran. Kesalahan pengukuran tersebut dapat bersifat acak (random)atau dapat juga bersifat sistematis. Kesalahan acak dapat disebabkan karena adanya perbedaan kondisi fisik dan mental yang diukur dan yang mengukur, sedangkan kesalahan sistematis bersumber dari kesalahan alat ukur, yang diukur atau yang mengukur. Contoh: guru dapat melakukan kesalahan sistematis jika dalam memberi skor, guru tersebut cenderung memberi skor yang murah atau cenderung memberi skor yang mahal pada seluruh siswa. Tetapi jika dalam memberi skor kepada siswa, guru tidak melukannya secara konsisten maka akan terjadi bisa dalam pengukuran.

2. Tujuan Penilaian

Tujuan penilaian yang pada umumnya diuraikan adalah sebagai berikut :

 Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.

 Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.

 Menetukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaanya.

 Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.

(8)

2) Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.

3) Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.

4) Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.

5) Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.

6) Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.

Dari keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian. Sesuai dengan tujuan tersebut, penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak langsung mampu melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah memberikan masukan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat ketika saat kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik.

3. Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar

Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:

1. Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika–matematika).

2. Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional).

(9)

Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan? Data hasil penelitian multi kecerdasan

menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5%. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80%. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5%.

Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan kewarganegaraan.

Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.

Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.

Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional,

perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.

(10)

4. Alat Penilaian Hasil Belajar

Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes dan teknik bukan tes (nontes). Berikut ini, merupakan penjelasannya:

1. Teknik Tes

Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan), ada tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang dalam bentuk esai atau uraian.

Tes adalah suatu alat pengumpul data yang bersifat resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Namun tes juga dapat digunakan untuk menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.

Ada dua jenis tes yang akan dibahas, yakni tes uraian atau tes essai dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar-salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.

a. Tes uraian (tes subjektif)

Secara umum, tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Bentuk tes uraian dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1) Uraian bebas (free essay)

Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri karena pertanyaannya bersifat umum.

Kelemahan tes ini ialah guru sukar menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena tergantung pada gurunya sebagai penilai.

2) Uraian terbatas

Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pertanyaan sudah lebih spesifik pada objek tertentu.

3) Uraian berstruktur

Uraian berstruktur merupakan soal yang jawabannya berangkai antara soal pertama dengan soal berikutnya, sehinga jawaban di soal pertama akan mempengaruhi benar-salahnya jawaban di soal berikutnya. Data yang diajukan biasanya dalam bentuk angka, tabel, grafik, gambar, bagan, kasus, bacaan tertentu, diagram, dan lain-lain. Kebaikan-kebaikan tes uraian:

(11)

 Tidak banyak memberikan kesempatan untuk berspekulasi atau menduga-duga

 Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus

 Member kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri

 Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.

Kelemahan-kelemahan tes uraian:

 Kadar validitas dan reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul dikuasai.

 Kurang mewakili seluruh bahan pelajaran karena soalnya hanya beberapa saja.

 Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur subjektif.

 Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.

 Waktu untuk koreksinya lebih lama dan tidak dapat diwakilkan orang lain.

b. Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Dalam penggunaan tes objektif jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes essay. Macam-macam tes objektif:

1) Tes benar-salah (true- false)

2) Tes pilihan ganda (multiple choice test) 3) Tes menjodohkan (matching test) 4) Tes isian (completion test)

Kebaikan tes objektif:

1. Lebih mewakili bahan ajar karena soalnya lebih banyak

2. Lebih mudah dan cepat cara membacanya karena terdapat jawabannya

sudah disediakan, tinggal memilih saja

3. Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain

4. Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.

Kelemahan tes objektif:

1. Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes essai

2. Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi

3. Banyak kesempatan untuk main untung-untungan

4. Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka

2. Teknik bukan tes (Non tes)

(12)

dalam menilai hasil dan proses belajar. Para guru disekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada bukan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Berikut ini penjelasan dari alat bukan tes atau nontes:

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara bebas dan wawancara terpimpin .

b. Kuesioner

Kuesioner sering disebut juga angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi:

1) Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:

a) Kusioner Langsung

b) Kuesioner Tidak Lansung

2) Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:

a) Kuesioner Tertutup

b) Kuesioner Terbuka

c. Skala

Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, dan perhatian yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Skala Penilaian

Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalu pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu katagori yang bermakna nilai.

2) Skala Sikap

Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung(positif), menolak(negatif), dan netral.

d. Daftar Cocok (Cheklist)

Daftar cocok adalah deretan pernyataan(yang biasanya singkat-singkat) dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok(V) ditempat yang sudah disediakan.

e. Observasi

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 jenis observasi yakni:

(13)

2) Observasi Dengan Alat (Tidak Langsung)

3) Observasi Partisipasi

f. Sosiometri

Sosiometri adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan dirinya, terutama hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya. Sosiometri dapat dilakukan dengan cara menugaskan kepada semua siswa dikelas tersebut untuk memilih satu atau dua temannya yang paling dekat atau paling akrab. Usahakan dalam kesempatan memilih tersebut agar tidak ada siswa yang berusaha melakukan kompromi untuk saling memilih supaya pilihan tersebut bersifat netral, tidak diatur sebelumnya. Tuliskan nama pilihan tersebut pada kertas kecil, kemudian digulung dan dikumpulkan oleh guru. Setelah seluruhnya terkumpul, guru mengolahnya dengan dua cara. Cara pertama melukiskan alur-alur pilihan dari setiap siswa dalam bentuk sosiogram sehingga terlihat hubungan antar siswa berdasarkan pilihannya. Cara kedua adalah memberi skor kepada pilihan siswa.

5. Penilaian Hasil Belajar Pada Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menghadirkan paradigma baru dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pendidikan tidak hanya diorientasikan untuk mengembangkan pengetahuan semata, tetapi menyeimbangkan penguasaan pengetahuan dengan sikap dan keterampilan peserta didik. Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan-kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap. Perubahan paradigma pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menuntut adaptasi dalam penilaian. Penilaian didaktik (didactical assesment) merupakan penilaian yang bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran dimana tujuan, isi, prosedur, dan alat penilaian bersifat didaktis

1. Tujuan bersifat didaktis

Tujuan bersifat didaktis, yaitu berusaha mengumpulkan data yang menyakinkan tentang siswa dan proses pembelajarannya guna membuat

keputusan-keputusan pembelajaran. Keputusan tersebut dapat meliputi keputusan tentang keberhasilan atau kegagalan, pengenalan hal baru, pendampingan ekstra siswa, atau pemilihan desain pembelajaran. Keputusan-keputusan yang didasarkan dari berbagai informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran.

2. Isi bersifat didaktis

Isi bersifat didaktis, yaitu isi penilaian tidak hanya khusus (terbatas) pada ketrampilan yang mudah dinilai, tetapi beberapa tujuan pembelajaran yang lebih mendalam. Penilaian harus mampu memberikan pengetahuan mendalam tentang aktivitas matematis siswa. Penilaian didaktik pada dasarnya memprioritaskan pada penilaian proses, bukan semata-mata hasil. Keluasan, kedalaman, dan hubungan antara proses dan hasil.

3. Prosedur bersifat didaktis

Prosedur bersifat didaktis, yaitu prosedur yang diterapkan merupakan integrasi pengajaran dan penilaian serta merupakan bagian proses pembelajaran. Integrasi proses pembelajaran dan penilaian juga berarti bahwa penilaian akan memainkan peran selama proses pembelajaran. Implikasinya, penilaian akan melihat belakang-depan. Melihat ke belakang berarti melihat apakah siswa telah belajar, dalam konteks hasil belajar. Melihat ke depan berarti memusatkan perhatian untuk menemukan pijakan bagi pembelajaran selanjutnya. Metode penilaian harus sesuai dengan praktek pendidikan dan harus bisa diterapkan.

4. Alat bersifat didaktis

(14)

siswa menunjukkan kemampuan. Penekanan penilaian pada “apa yang sudah diketahui siswa” tidak berarti bahwa “apa yang tidak diketahui siswa” tidak dianggap penting.

Yang membedakan antara RPP buatan KTSP dengan kurikulum 2013, yaitu tentang proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik/pendekatan ilmiah, pada kegiatan inti. Yaitu komponen mengamati, menanya, mencoba, mengolah, mengkomunikasikan. Didalam teknik pembuatannya RPP setiap mata pelajaran harus memunculkan Kompetensi Inti (KI). Ada 4 (empat) KI, diantaranya :

 KI 1, kompetensi tentang penghayatan terhadap agama yang dianutnya

 KI2, kompetensi tentang sikap sikap, seperi tanggung jawab, rasa ingin tahu d an sebagainya

 KI 3, kompetensi tentang Kognitif atau pengetahuan

 KI 4, kompetensi tentang keterampilan atau praktik.

 Penilaian pada kurikulum 2013, seluruh mata pelajaran baik mata pelajarn IPA san IPS, mengandung tiga ranahpengetahuan, keterampilan dan sikap

 Nilai pada Buku Raport, atau nilai hasil belajar harus dikonversi menjadi angka 1 s.d 4, dan di beri predikat A, B+,B-, C, C+, C-, D

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar Peserta Didik. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan

berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Penilaian dapat dilakukan selama pembelajaran berlangsung (penilaian proses) dan setelah pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian hasil/produk).

Menurut Juknis Pengelolaan Penilaian pada kurikulum 2013, penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kemandirian belajar adalah usaha individu mengandalkan kemampuan atau kekuatan dalam diri untuk menyelesaikan proses belajar dengan baik yang bercirikan memiliki

Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah pemerintah sebagai aktor pembuat kebijakan melalui Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional dapat

Teori yang digunakan dalam penelitian skripsi ini memakai teori diplomasi, menurut Prihatini Trisnawati dalam penelitian skripsinya pada masa Pemerintahan Presiden

4.9 Profil Tingkat Pengetahuan Guru TK di Kecamatan Sukasari Mengenai Kompetensi Pedagogik dengan Pengalaman Mengajar 2 s/d 5 tahun

PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH. (UMKM) DI KOTA

[r]

Equity REITs and REOCs are types of publicly traded real estate securities, whereas bank debt is an example of private debt.. Publicly traded equity real estate

Disini penulis akan membahas gagasan sistem peradilan pidana terpadu penangan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan (SPPT- PKKTP), baik mengenai dasar hukum, model