S E K
O L
A
H
P A
S C
A S A R JA N
A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPATUHAN PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN
SEKTOR FORMAL PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN BARAT
TESIS
Oleh
DEDI RUSLI
117018002
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPATUHAN PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN
SEKTOR FORMAL PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN BARAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DEDI RUSLI
117018002/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN SEKTOR FORMAL PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
Nama Mahasiswa : Dedi Rusli
Nomor Pokok : 117018002
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui : Komisi Pembimbing,
(Dr. Bastari, SE, MM)
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, MEc)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr.Erman Munir, MSc)
Telah Diuji Pada
Tanggal : 19 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec
Anggota : 1. Dr. Bastari, SE, MM
2. Dr. Rahmanta, M.Si
3. Dr. Rujiman, MA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN SEKTOR FORMAL PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN SEKTOR FORMAL
PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT ”
adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Agustus 2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN
SEKTOR FORMAL PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan di daerah tersebut. Seperti kebanyakan kota lainnya, Medan sebagai kota terbesar di pulau Sumatera juga bergantung pada sektor perdagangan. Hal ini dapat dilihat pada kontribusi sektor tersebut pada PDRB Medan tahun 2011 mencapai 20,68 persen (kontribusi sektor terbesar). Data Badan Pusat Statistik Kota Medan menunjukkan bahwa salah satu kecamatan yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Medan adalah Kecamatan Medan Barat. Melihat penerimaan pajak per sektor di Kecamatan Medan Barat yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat, diketahui bahwa sektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi yang paling besar bagi penerimaan KPP Pratama Medan Barat selama dua tahun terakhir yaitu tahun 2011 dan 2012. Walaupun sektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan KPP Pratama Medan Barat pada tahun 2011 dan 2012, namun tingkat kepatuhan pembayaran pajak sektor perdagangan eceran masih rendah. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Medan Barat dimulai bulan Maret 2013 sampai Juni 2013 dengan menggunakan data primer (kuesioner). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak, sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kesadaran Wajib Pajak dan kepatuhan pembayaran pedagang eceran sektor formal pada KPP Pratama Medan Barat. Model analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan Strucktural Equation Modeling (SEM) dengan aplikasi Amos 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran KPP Pratama Medan Barat, sedangkan biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran KPP Pratama Medan Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak dan kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pembayaran pajak pedagang eceran di KPP Pratama Medan Barat.
THE ANALYSIS OF THE FACTORS WHICH INFLUENCE THE COMPLIANCE OF RETAILERS AS TAXPAYERS IN FORMAL
SECTOR IN PRATAMA TAX SERVICE OFFICE, MEDAN BARAT
ABSTRACT
Economic growth reflects economic activity development in a certain region. The higher the economic growth in a certain region is, the more developed it activity, production, investment, and commerce in that region. Like any other towns, Medan is the biggest town in Sumatera which also depends on the factor of commerce. It can be seen from its contribution in this sector in PDRB Medan in 2011 which reached 20.68% (the biggest contribution). The data from the Central Bureau of Statistics, Medan, showed that one of the subdistricts which gave the biggest contribution in establishing PDRB Medan in Medan Barat Subdistrict. Seen from the tax revenue per sector in Medan Barat Subdistrict which is in the working area of KPP Pratama, Medan Barat, it was found that big commerce and retails gave the biggest contribution to the revenue of KPP Pratama during the period of 2011 and 2012. Although the sector of big commerce and retails gave the biggest contribution to the revenue of KPP Pratama, Medan Barat, the level of compliance of taxpayers in the sector of retails was low. The research was conducted in the KPP Pratama, Medan Barat, from March to June, 2013, using primary data (questionnaires). The objective of the research was to analyze the influence of the facility of taxation, cost of tax compliance, taxation sanction, and National Tax Census on the awareness of Taxpayers and the compliance in paying tax in formal sector of retails in the KPP Pratama, Medan Barat., while the cost of tax compliance had negative and significant influence on the awareness of the taxpayers as retailers in the KPP Pratama, Medan Barat. The result of the research also showed that the facility of taxation, cost of tax compliance, and the awareness of taxpayers had positive and significant influence on the compliance in paying tax by retailers in the KPP Pratama, Medan Barat.
Keywords: Facility of Taxation, Cost of Tax Compliance, Taxation Sanction, National Tax Census, Awareness of Taxpayers
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Berkat Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, mengenai isi maupun dalam
pemakaian bahasa, sehingga penulis memohon kritikan yang membangun untuk
penulisan lebih lanjut.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak
baik yang langsung atau tidak terkait dalam penyelesaian skripsi ini, berkat semua
pihak yang telah memberi dorongan terhadap penulis sehingga tesis ini dapat
terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS, selaku Sekretaris Program Studi Magister
Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Bastari, SE, MM dan Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, MEc,
selaku Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu dan
fikiran untuk memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam
penulisan tesis ini hingga selesainya tesis ini.
6. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Bapak Dr. Rujiman, MA dan Bapak
Dr. HB. Tarmizi, SU, selaku Komisi Pembanding, yang telah banyak
memberikan saran-saran dan kritik membangun demi kesempurnaan
7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan staf Administrasi di Program Magister
Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
8. Teristimewa terimakasih kepada istri dan anak tercinta, orang tua serta
abang dan kakak-kakak tersayang, yang selalu memberikan do’a restu dan
dukungan moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
9. Seluruh teman-teman seperkuliahan di Program Magister Ekonomi
Pembangunan Angkatan 21, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, terimakasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca serta menambah pengetahuan
bagi penulis sendiri. Semoga kiranya Allah SWT memberikan berkah dan
rahmat-Nya kepada kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
N a m a Lengkap : Dedi Rusli
Tempat / Tgl lahir : Belawan, 25 Desember 1978
Alamat Rumah : Jl. Kapten Mukhtar Basri No. 98-A Medan Timur
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Muhammad Ali (alm)
Nama Ibu : Rosdiana
Pendidikan :
1. SD Negeri No 060967 Belawan Tahun 1991
2. SMP Negeri Labuhan Deli Medan Tahun 1994
3. SMU Negeri 18 Medan Tahun 1997
4. Program Diploma I Spesialisasi Perpajakan Tahun 1998
4. Strata 1 (S-1) FE/Akuntansi UMSU Tahun 2005
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGATAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 12
1.3. Tujuan Penelitian ... 12
1.4. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1. Konsep Dasar Perpajakan ... 14
2.1.1. Pengertian Pajak ... 14
2.1.2. Wajib Pajak ... 15
2.1.3. Pengusaha Kena Pajak ... 15
2.1.4. Kebijakan Perpajakan Terhadap Pedagang Eceran .. 16
2.2. Pedagang Eceran Sektor Formal ... 19
2.3. Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 22
2.4. Teori Perilaku ... 25
2.4.1. Theory of Planned Behavior (TPB) ... 25
2.4.2. Theory of Reasoned Action (TRA) ... 26
2.4.3. Teori Atribusi ... 27
2.4.4. Teori Pembelajaran Sosial... 29
2.5. Kemudahan Perpajakan ... 30
2.6. Biaya Kepatuhan Pajak ... 35
2.7. Sanksi Perpajakan ... 39
2.8. Sensus Pajak Nasional ... 42
2.9. Kesadaran Wajib Pajak ... 44
2.10. Penelitian Terdahulu ... 46
2.11. Kerangka Konseptual ... 50
2.12. Hipotesis ... 51
BAB III METODE PENELIIAN ... 52
3.1. Jenis Penelitian ... 52
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52
3.3. Populasi dan Sampel ... 52
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 54
3.5. Definisi Operasional Variabel ... 54
3.6.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 59
3.6.2. Analisis StructuralEquation Modelling (SEM) ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
4.1. Karakteristik Responden ... 71
4.2. Tabulasi Jawaban Responden ... 71
4.2.1. Tabulasi Kemudahan Perpajakan ... 71
4.2.2. Tabulasi Biaya Kepatuhan Pajak ... 73
4.2.3. Tabulasi Sanksi Perpajakan... 74
4.2.4. Tabulasi Sensus Pajak Nasional ... 76
4.2.5. Tabulasi Kesadaran Wajib Pajak ... 77
4.2.6. Tabulasi Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 78
4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80
4.3.1. Hasil Uji Validitas ... 80
4.3.1.1. Kemudahan Perpajakan ... 81
4.3.1.2. Biaya Kepatuhan Pajak ... 81
4.3.1.3. Sanksi Perpajakan ... 82
4.3.1.4. Sensus Pajak Nasional... 82
4.3.1.5. Kesadaran Wajib Pajak ... 83
4.3.1.6. Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 83
4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas ... 84
4.3.2.1. Kemudahan Perpajakan ... 84
4.3.2.2. Biaya Kepatuhan Pajak ... 85
4.3.2.3. Sanksi Perpajakan ... 85
4.3.2.4. Sensus Pajak Nasional... 86
4.3.2.5. Kesadaran Wajib Pajak ... 86
4.3.2.6. Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 87
4.4. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) ... 87
4.4.1. Model Bersifat Aditif ... 88
4.4.2. Evaluasi Pemenuhan Asumsi Normalitas Data Evaluasi Atas Outlier ... 88
4.4.3. Confirmatory Factor Analysis (CFA) ... 93
4.4.3.1. CFA Variabel Kemudahan Perpajakan ... 94
4.4.3.2. CFA Variabel Biaya Kepatuhan Pajak ... 95
4.4.3.3. CFA Variabel Sanksi Perpajakan ... 95
4.4.3.4. CFA Variabel Sensus Pajak Nasional ... 96
4.4.3.5. CFA Variabel Kesadaran Wajib Pajak ... 97
4.4.3.6. CFA Variabel Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 98
4.4.4. Pengujian Kesesuaian Model (Goodness of Fit Model) ... 99
4.4.5. Uji Kesahian Konvergen dan Uji Kausalitas ... 104
4.4.6. Efek Langsung, Efek Tidak Langsung dan Efek Total ... 106
4.4.7. Pengujian Hipotesis ... 112
4.5. Pembahasan ... 116
4.5.2. Pengaruh Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap
Kesadaran Wajib Pajak ... 118
4.5.3. Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Kesadaran Wajib Pajak ... 120
4.5.4. Pengaruh Sensus Pajak Nasional Terhadap Kesadaran Wajib Pajak ... 122
4.5.5. Pengaruh Kemudahan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran ... 124
4.5.6. Pengaruh Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran ... 126
4.5.7. Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran ... 129
4.5.8. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran ... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 135
5.1. Kesimpulan ... 135
5.2. Saran ... 136
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Penerimaan Bruto Per Sektor KPP Pratama Medan Barat
Tahun 2011 dan 2012 (Milyar ... 9
1.2 Jumlah dan Tingkat Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat ... 10
3.1 Populasi Penelitian ... 53
3.2 Sampel Penelitian ... 54
3.3 Variabel, Dimesi dan Pengukuran Model Penelitian ... 65
3.4 Persamaan Dalam Penelitian ... 66
3.5 Indeks Pengujian Kelayakan Model ... 69
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Barang Dagangan Eceran ... 70
4.2 Tabulasi Jawaban Responden Kemudahan Perpajakan ... 72
4.3 Tabulasi Jawaban Responden Biaya Kepatuhan Pajak ... 73
4.4 Tabulasi Jawaban Responden Sanksi Perpajakan ... 75
4.5 Tabulasi Jawaban Responden Sensus Pajak Nasional ... 76
4.6 Tabulasi Jawaban Responden Kesadaran Wajib Pajak ... 77
4.7 Tabulasi Jawaban Responden Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 79
4.8 Hasil Analisis Validitas Item Pertanyaan Kemudahan Perpajakan .. 81
4.9 Hasil Analisis Validitas Item Pertanyaan Biaya Kepatuhan Pajak ... 81
4.10 Hasil Analisis Validitas Item Pertanyaan Sanksi Perpajakan ... 82
4.11 Hasil Analisis Validitas Item Pertanyaan Sensus Pajak Nasional .... 82
4.12 Hasil Analisis Validitas Item Pertanyaan Kesadaran Wajib Pajak ... 83
4.13 Hasil Analisis Validitas Item Pertanyaan Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 83
4.14 Hasil Analisis Reliabilitas Item Pertanyaan Kemudahan Perpajakan 84
4.15 Hasil Analisis Reliabilitas Item Pertanyaan Biaya Kepatuhan Pajak 85
4.16 Hasil Analisis Reliabilitas Item Pertanyaan Sanksi Perpajakan ... 85
4.17 Hasil Analisis Reliabilitas Item Pertanyaan Sensus Pajak Nasional 86
4.18 Hasil Analisis Reliabilitas Item Pertanyaan Kesadaran Wajib Pajak 86
4.19 Hasil Analisis Reliabilitas Item Pertanyaan Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 87
4.20 Normalitas Data Nilai Critical Ratio ... 90
4.21 Normalitas Data Nilai Outlier ... 91
4.22 Hasil Pengujian Kelayakan Model Penelitian Untuk Analisis SEM ... 101
4.23 Bobot Critical Ratio ... 104
4.24 Hasil Estimasi C.R (Critical Ratio) dan P-Value ... 105
4.25 Standardized Direct Effects ... 107
4.26 Standardized Indirect Effects ... 109
4.27 Standardized Total Effects ... 111
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Theory of Planned Behaviour ... 26
2.2 Kerangka Konseptual ... 50
3.1 Indikator Variabel Kemudahan Perpajakan ... 56
3.2 Indikator Variabel Biaya Kepatuhan Pajak ... 56
3.3 Indikator Variabel Sanksi Perpajakan ... 57
3.4 Indikator Variabel Sensus Pajak Nasional... 57
3.5 Indikator Variabel Kesadaran Wajib Pajak ... 58
3.6 Indikator Variabel Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran 59
3.7 Diagram Alur Model Penelitian ... 64
4.1 CFA Kemudahan Perpajakan ... 94
4.2 CFA Biaya Kepatuhan Pajak ... 95
4.3 CFA Sanksi Perpajakan ... 96
4.4 CFA Sensus Pajak Nasional. ... 97
4.5 CFA Kesadaran Wajib Pajak ... 98
4.6 CFA Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 99
4.7 Kerangka Output Amos ... 100
4.8 Direct Effect Sensus Pajak Nasional ... 105
4.9 Direct Effect Sanksi Perpajakan ... 108
4.10 Direct Effect Biaya Kepatuhan Pajak ... 108
4.11 Direct Effect Kemudahan Perpajakan ... 109
4.12 Direct Effect Kesadaran Wajib Pajak ... 109
4.13 Indirect Effect Kemudahan Perpajakan, Biaya Kepatuhan Pajak, Sanksi Pajak, dan Sensus Pajak Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 110
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 145
2. Tabulasi Data Kemudahan Perpajakan ... 154
3. Tabulasi Data Biaya Kepatuhan Pajak ... 161
4. Tabulasi Data Sanksi Perpajakan ... 168
5. Tabulasi Data Sensus Pajak Nasional ... 175
6. Tabulasi Data Kesadaran Wajib Pajak ... 182
7. Tabulasi Data Kepatuhan Pembayaran Pajak ... 189
8. Data Pendukung AMOS ... 196
9. Output SEM ... 207
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PEMBAYARAN PAJAK PEDAGANG ECERAN
SEKTOR FORMAL PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan di daerah tersebut. Seperti kebanyakan kota lainnya, Medan sebagai kota terbesar di pulau Sumatera juga bergantung pada sektor perdagangan. Hal ini dapat dilihat pada kontribusi sektor tersebut pada PDRB Medan tahun 2011 mencapai 20,68 persen (kontribusi sektor terbesar). Data Badan Pusat Statistik Kota Medan menunjukkan bahwa salah satu kecamatan yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Medan adalah Kecamatan Medan Barat. Melihat penerimaan pajak per sektor di Kecamatan Medan Barat yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat, diketahui bahwa sektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi yang paling besar bagi penerimaan KPP Pratama Medan Barat selama dua tahun terakhir yaitu tahun 2011 dan 2012. Walaupun sektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan KPP Pratama Medan Barat pada tahun 2011 dan 2012, namun tingkat kepatuhan pembayaran pajak sektor perdagangan eceran masih rendah. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Medan Barat dimulai bulan Maret 2013 sampai Juni 2013 dengan menggunakan data primer (kuesioner). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak, sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kesadaran Wajib Pajak dan kepatuhan pembayaran pedagang eceran sektor formal pada KPP Pratama Medan Barat. Model analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan Strucktural Equation Modeling (SEM) dengan aplikasi Amos 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran KPP Pratama Medan Barat, sedangkan biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran KPP Pratama Medan Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak dan kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pembayaran pajak pedagang eceran di KPP Pratama Medan Barat.
THE ANALYSIS OF THE FACTORS WHICH INFLUENCE THE COMPLIANCE OF RETAILERS AS TAXPAYERS IN FORMAL
SECTOR IN PRATAMA TAX SERVICE OFFICE, MEDAN BARAT
ABSTRACT
Economic growth reflects economic activity development in a certain region. The higher the economic growth in a certain region is, the more developed it activity, production, investment, and commerce in that region. Like any other towns, Medan is the biggest town in Sumatera which also depends on the factor of commerce. It can be seen from its contribution in this sector in PDRB Medan in 2011 which reached 20.68% (the biggest contribution). The data from the Central Bureau of Statistics, Medan, showed that one of the subdistricts which gave the biggest contribution in establishing PDRB Medan in Medan Barat Subdistrict. Seen from the tax revenue per sector in Medan Barat Subdistrict which is in the working area of KPP Pratama, Medan Barat, it was found that big commerce and retails gave the biggest contribution to the revenue of KPP Pratama during the period of 2011 and 2012. Although the sector of big commerce and retails gave the biggest contribution to the revenue of KPP Pratama, Medan Barat, the level of compliance of taxpayers in the sector of retails was low. The research was conducted in the KPP Pratama, Medan Barat, from March to June, 2013, using primary data (questionnaires). The objective of the research was to analyze the influence of the facility of taxation, cost of tax compliance, taxation sanction, and National Tax Census on the awareness of Taxpayers and the compliance in paying tax in formal sector of retails in the KPP Pratama, Medan Barat., while the cost of tax compliance had negative and significant influence on the awareness of the taxpayers as retailers in the KPP Pratama, Medan Barat. The result of the research also showed that the facility of taxation, cost of tax compliance, and the awareness of taxpayers had positive and significant influence on the compliance in paying tax by retailers in the KPP Pratama, Medan Barat.
Keywords: Facility of Taxation, Cost of Tax Compliance, Taxation Sanction, National Tax Census, Awareness of Taxpayers
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang
berlangsung secara berkesinambungan. Usaha pemerintah agar bisa mandiri dalam
pembiayaan pembangunan adalah dengan cara menggali sumber pendapatan
pemerintah. Sumber pendapatan pemerintah berasal dari pendapatan pajak dan
pendapatan non pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional.
Semakin besar pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk pembangunan
nasional maka penerimaan negara dari pajak dituntut untuk terus ditingkatkan.
Oleh karena itu, untuk mengumpulkan penerimaan negara dari perpajakan
tersebut dibutuhkan peranan dari masyarakat yaitu kesadaran dan kepatuhan
seluruh Wajib Pajak baik orang pribadi, badan usaha maupun bendaharawan
pemerintah untuk mematuhi hukum pajak yang berlaku.
Akan tetapi besarnya penerimaan pajak masih belum diimbangi dengan
peningkatan kepatuhan pajak masyarakat Indonesia. Fakta di Indonesia
menunjukkan tingkat kepatuhan pajak masih rendah, ditandai belum optimalnya
angka tax ratio (Jatmiko, 2006). Tax ratio merupakan perbandingan antara jumlah
penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu
negara. Rasio ini dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran
Penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak sudah sering dilakukan.
Beberapa peneliti juga menggunakan kerangka model Theory of Planned
Behavior (TPB) yang menjelaskan tentang perilaku. Model TPB yang digunakan
dalam penelitian memberikan penjelasan yang signifikan, bahwa perilaku tidak
patuh (noncompliance) Wajib Pajak sangat dipengaruhi oleh variabel sikap,
norma subjektif dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan. Bobek & Hatfield
(2003), Blanthorne (2000), dan Hanno & Violette (1996) dalam Mustikasari
(2007) telah memanfaatkan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk
menjelaskan tentang kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi. Hasil temuan Bobek &
Hatfield (2003), dan Hanno & Violette (1996) dalam Mustikasari (2007) adalah
sikap berpengaruh terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Sedangkan Blanthorne
(2000) dalam Mustikasari (2007), tidak bisa membuktikan pengaruh sikap
terhadap ketidakpatuhan terhadap niat karena model pengukuran sikap yang
digunakan tidak valid.
Perkembangan menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan masih
rendahnya kepatuhan pajak diantaranya adalah kurangnya kemudahan perpajakan,
tingginya biaya kepatuhan pajak, belum diterapkannya sanksi perpajakan dengan
maksimal, sensus pajak yang kurang optimal dan kurangnya kesadaran Wajib
Pajak.
Diakui atau tidak, Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya memang sangat rumit karena menyangkut banyak hal. Semua
aktivitas pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri.
Wajib Pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam SPT,
menghitung dasar pengenaan pajak, menghitung jumlah pajak yang terutang, dan
sistem perpajakan di Indonesia mempunyai kompleksitas yang tinggi, bukan
hanya jumlah peraturannya yang sangat banyak, tetapi juga sering berubah dari
waktu ke waktu, ditambah lagi dengan sosialisasi dari otoritas perpajakan
dirasakan kurang optimal.
Menurut Sanjaya dalam Vanessa dan Priyo (2009) menyebutkan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak adalah persepsi
terhadap kemudahan dalam pelaksanaan sistem perpajakan. Sejak tahun 1983,
sistem perpajakan di Indonesia menganut self assesment system, dimana Wajib
Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak terutangnya. Sistem ini lebih ditekankan kepada kerelaan Wajib Pajak untuk
mematuhi kewajiban perpajakannya. Untuk menunjang dari self assesment system
tersebut Direktorat Jenderal Pajak membuat sistem pendukung yang diharapkan
dapat memudahkan Wajib Pajak dalam membayar dan melaporkan kewajiban
perpajakannya yaitu adanya e-registration, e-SPT, e-filing, dropbox, online
payment dan kring pajak 500200.
Sadhani (2004) mengemukakan bahwa guna melakukan penilaian tingkat
efisiensi suatu sistem perpajakan, terdapat dua elemen dasar yang selalu menjadi
acuan, yaitu (1) biaya administrasi perpajakan; dan (2) biaya kepatuhan
perpajakan (compliance of taxation). Sistem perpajakan dikatakan efisien apabila
biaya kedua elemen tersebut rendah. Beberapa Wajib Pajak beranggapan bahwa
sistem perpajakan kita khususnya Pajak Penghasilan masih terlalu kompleks.
Kompleksitas peraturan tersebut ternyata menimbulkan tingginya biaya yang
harus dipikul oleh seorang Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Kemudian salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya
pajak adalah jumlah biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban pajaknya yang dalam berbagai literatur disebut dengan
compliance cost atau disebut juga sebagai biaya kepatuhan pajak.
Kenyataannya compliance cost begitu memberatkan dan menghambat
Wajib Pajak. Menurut Sandford (1993) dalam Heriyanto (2012) biaya kepatuhan
disini bukan hanya biaya dalam artian uang, tapi juga waktu dan pikiran. Dalam
memenuhi kewajiban perpajakan, Wajib Pajak harus mengeluarkan uang selain
untuk membayar pajak terutang, minimal untuk biaya perjalanan dan administrasi
ke bank atau kantor pos untuk melakukan penyetoran, selain itu Wajib Pajak juga
harus meluangkan waktu untuk membaca petunjuk pengisian SPT, mengisinya
dan mengirimkannya ke Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak juga dibebani
pikiran takut kalau-kalau pemahamannya atas peraturan perpajakan berbeda
dengan pemahaman petugas pajak kemudian dituduh melakukan tax evasion.
Tingginya biaya kepatuhan pajak tersebut, menyebabkan orang enggan
untuk membayar pajak. Idealnya biaya kepatuhan pajak tidak memberatkan dan
menghambat Wajib Pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya.
Sampai dengan saat ini memang belum ada studi yang komprehensif mengenai
besaran biaya kepatuhan pajak di Indonesia, tapi bukan berarti biaya kepatuhan
pajak tidak membebani Wajib Pajak (Prasetyo : 2008).
Pada hakekatnya pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika
tidak satupun perusahaan (Wajib Pajak) yang dengan sukarela membayar pajak.
Namun karena pajak adalah iuran yang sifatnya memaksa, maka sebenarnya
negara tidak butuh “kerelaan Wajib Pajak”. Yang dibutuhkan oleh negara adalah
ketaatan. Untuk menimbulkan rasa ketaatan atau kepatuhan tersebut itulah
sanksi perpajakan baik administrasi (denda, bunga, dan kenaikan) dan pidana
(kurungan atau penjara) mendorong kepatuhan Wajib Pajak (www.pajak.go.id)
Menyadari masih besarnya potensi perpajakan dan masih sedikitnya
jumlah pembayar pajak, maka pemerintah melaksanakan kegiatan yang
dinamakan Sensus Pajak Nasional (SPN). Dengan kegiatan ini diharapkan semua
orang atau badan yang belum melaksanakan kewajiban membayar pajak dengan
benar, dapat melaksanakannya sesuai kondisi atau potensi yang sebenarnya.
Sensus Pajak Nasional merupakan kegiatan pengumpulan data mengenai
kewajiban perpajakan dalam rangka penggalian potensi Wajib Pajak. Selain itu,
SPN memiliki tugas yang berat yaitu mengamankan target penerimaan pajak dan
penerimaan negara. Tugas ini tidaklah mudah karena adanya kemungkinan
hambatan atau masalah seperti respon negatif dari responden dengan menghindari
petugas sensus, menjawab pertanyaan dengan asal, tidak bersedia menandatangani
formulir sampai dengan tindakan konfrontatif terhadap petugas sensus
(www.pajak.go.id). Jika kondisi ini terjadi Ditjen Pajak akan sangat dirugikan
karena tidak akan memperoleh data yang diperlukan. Keberhasilan program
Sensus Pajak Nasional tidak lepas dari persepsi masyarakat yang positif. Untuk
mengatasi respon yang kurang baik dari para responden, selain teknik komunikasi
yang baik petugas SPN juga diperlukan dukungan semua pihak terkait. Persepsi
positif masyarakat terhadap SPN dan kesadaran perpajakan akan mendorong pada
kepatuhan sukarela.
Sensus Pajak pada hakikatnya untuk menegakkan keadilan. Sungguh
tidak adil apabila ada sebagian masyarakat yang telah membayar pajak tapi
masih banyak lagi yang belum membayar pajak. Masyarakat haruslah memiliki
Sensus Pajak Nasional yang dilaksanakan pemerintah, diharapkan seluruh
masyarakat bisa mewujudkan kesadaran dan rasa bangga bayar pajak.
Kesadaran perpajakan masyarakat yang sangat rendah seringkali menjadi
salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat terjaring. Seperti yang
dikemukakan oleh Santoso (2013) bahwa penerimaan pajak dibawah target yang
dipatok pemerintah untuk tahun 2012 bukan sekedar dampak dari krisis
perekonomian global yang berkepanjangan, namun juga masih terkendala dengan
rendahnya kesadaran masyarakat melaksanakan kewajiban membayar pajak
(m.sindowews.com/read/2013/01/08/16/704712/realisasi-pajak-melenceng).
Pentingnya peranan penerimaan pajak, mengharuskan Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) yang merupakan instansi di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
untuk menjalankan peranannya dengan baik dalam mengumpulkan penerimaan
negara tersebut. Salah satu diantaranya adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Barat yang berada dibawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Sumatera Utara I.
Pada awalnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat memiliki
nama Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan, kemudian berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 namanya
menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat. Dalam perjalanannya, Kantor
Pelayanan Pajak Medan Barat mengalami 2 (dua) kali reorganisasi. Sesuai
Keputuan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001
Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua yaitu Kantor
Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.
Setelah mengalami reorganisasi pertama tersebut, bahwa dalam rangka
instansi vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, sesuai Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008 tanggal 6 Mei 2008, Kantor Pelayanan Pajak
Medan Barat dipecah lagi menjadi dua yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah. Adapun
wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat sekarang adalah
Kecamatan Medan Barat yang terdiri dari :
1. Kelurahan Kesawan
2. Kelurahan Silalas
3. Kelurahan Glugur Kota
4. Kelurahan Pulo Brayan Kota
5. Kelurahan Karang Berombak
6. Kelurahan Sei Agul
Penerimaan pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu
kondisi ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Semakin
tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya
aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun
perdagangan di daerah tersebut (Widodo, 2006). Sedangkan salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam suatu periode
tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku
dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan
penghitungan atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi riil dari tahun ke tahun, dimana faktor perubahan harga
Seperti kebanyakan kota lainnya, Medan sebagai kota terbesar di pulau
Sumatera juga bergantung pada sektor perdagangan. Hal ini dapat dilihat pada
kontribusi sektor tersebut pada PDRB Medan tahun 2011 mencapai 20,68 persen
(kontribusi sektor terbesar). Statistik Daerah Kota Medan 2012 menunjukkan
bahwa nilai tambah bruto sub sektor perdagangan besar dan eceran dalam PDRB
Medan selalu meningkat secara nominal setiap tahunnya. Pada tahun 2009 NTB
sektor ini berada pada kisaran 15,94 triliun rupiah, kemudian meningkat menjadi
18,17 triliun rupiah pada tahun 2010, selanjutnya pada tahun 2011 menjadi 19,36
triliun rupiah.
Data Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa
kecamatan yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB
Kota Medan selama tahun 2009 adalah Kecamatan Medan Barat, menyumbang
sebesar 15,22 triliun rupiah (20,95 persen) dari total PDRB Kota Medan atas dasar
harga berlaku. Sedangkan berdasarkan harga konstan Kecamatan Medan Barat
menyumbang sebesar 6,56 triliun rupiah (19,63 persen) dari total PDRB Kota
Medan.
Dilihat penerimaan pajak per sektor di Kecamatan Medan Barat yang
merupakan wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat, diketahui bahwa sektor
perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi yang paling besar bagi
penerimaan KPP Pratama Medan Barat selama dua tahun terakhir.
Adapun penerimaan pajak per sektor KPP Pratama Medan Barat untuk
tahun 2011 dan 2012 adalah sebagai berikut :
Kategori Klasifikasi Lapngan Usaha (KLU)
2011 2012
Rp % Rp %
G Perdagangan besar dan eceran 79,44 29,31 91,56 27,18
F Konstruksi 56,10 20,69 62,62 18,59
D Industri pengolahan 35,44 13,07 43,42 12,89
I Transportasi, pergudangan dan
komunikasi 34,68 12,79 39,50 11,72
K Real estate, usaha persewaan dan
jasa usaha 9,14 3,37 26,39 7,83
A Pertanian, perburuan dan
kehutanan 12,96 4,78 19,96 5,92
O Jasa kemasyarakatan, sosial dan
lainnya 5,28 1,95 7,91 2,35
J Perantara keuangan 5,26 1,94 5,82 1,73
L Administrasi pemerintahan,
pertahanan 3,09 1,14 4,54 1,35
E Listrik, gas dan air 3,66 1,35 4,40 1,30
P Jasa perorangan 1,98 0,73 2,99 0,89
H Penyediaan akomodasi dan
makan minum 1,05 0,39 1,14 0,34
M Jasa pendidikan 0,94 0,35 1,10 0,33
N Jasa kesehatan dan kegiatan
social 0,35 0,13 0,38 0,11
X Kegiatan yang belum jelas
batasannya 0,04 0,01 0,08 0,03
B Perikanan 0,01 0,00 0,01 0,00
C Pertambangan dan penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00
Non NPWP 16,76 6,18 19,19 5,70
Unknown NPWP 4,91 1,81 5,92 1,76
Grand Total 271,08 100,00 336,93 100,00
Sumber : Seksi PDI KPP Pratama Medan Barat
Walaupun sektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi
terbesar dalam penerimaan KPP Pratama Medan Barat pada tahun 2011 dan
2012, namun tingkat kepatuhan pembayaran pajak sektor perdagangan eceran
masih rendah. Dari database yang dimiliki KPP Pratama Medan Barat sampai
dengan tahun 2012, Wajib Pajak dari sektor ini tercatat sebanyak 2.231 pedagang
eceran, sedangkan yang aktif melakukan pembayaran pajak hanya 744 pedagang
Berikut adalah jumlah dan tingkat kepatuhan pembayaran pajak pedagang
eceran pada tahun 2010 - 2012 :
Tabel 1.2. Jumlah dan Tingkat Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
Tahun Pedagang
Eceran Terdaftar
Pedagang Eceran Melakukan Pembayaran
Tingkat Kepatuhan Pembayaran Pajak
2010 2.081 793 38,10%
2011 2.188 764 34,92%
2012 2.231 744 33,35%
Sumber : Modul Penerimaan Negara, 15 Januari 2013
Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui masih rendahnya tingkat kepatuhan
pembayaran pajak pedagang eceran. Dimana perbandingan antara pedagang
eceran yang melakukan pembayaran dan yang terdaftar sangat rendah yaitu
38,10% pada tahun 2010, kemudian terus menurun menjadi 34,92% pada tahun
2011 dan turun kembali 33,35% pada tahun 2012. Turunya tingkat kepatuhan
pembayaran pajak pedagang eceran tersebut disebabkan beberapa faktor,
diantaranya adalah kurangnya kemudahan perpajakan, tingginya biaya kepatuhan
pajak, belum diterapkannya sanksi perpajakan dengan maksimal, sensus pajak
yang kurang optimal dan kurangnya kesadaran Wajib Pajak.
Rendahnya kepatuhan pajak dari pelaku pedagang eceran yang ada di KPP
Pratama Medan Barat, sementara mereka mendominasi peran dalam
perekonomian Kecamatan Medan Barat menimbulkan efek pada rasa keadilan.
Pelaku pedagang eceran yang tidak membayar pajak, misalnya, akan menjual
barang yang sama dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pelaku
usaha lain yang membayar pajak. Pelaku usaha yang membayar pajak harus
memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan menambah harga jual ke
melakukannya untuk barang yang sama. Di pihak lain, pelaku usaha yang
membayar pajak harus menyisihkan penghasilan yang diperoleh untuk membayar
Pajak Penghasilan (PPh) terutang, sementara pelaku usaha yang tidak membayar
pajak dapat menikmati seluruh penghasilan yang diperolehnya.
Distorsi yang terjadi antara pedagang eceran yang melakukan pembayaran
pajak dengan pedagang eceran yang tidak membayar pajak ini, dalam jangka
panjang, akan mengurangi kemampuan pedagang eceran yang melakukan
pembayaran pajak dalam persaingan di pasar. Distorsi juga akan menimbulkan
disinsentif bagi kepatuhan pajak pedagang eceran yang melakukan pembayaran
pajak. Untuk mampu bersaing dalam pasar dengan pelaku usaha yang tidak
membayar pajak, mereka akan cenderung untuk menyelewengkan kewajiban
perpajakannya, misalnya tidak memungut PPN atau tidak membayar pajak
terutang. Menjadi tantangan bagi administrasi pajak untuk bagaimana membuat
para pedagang eceran yang belum patuh pajak menjadi patuh pajak dan pedagang
eceran yang sudah patuh untuk tetap patuh.
Atas dasar itulah, maka penulis tertarik untuk membahas masalah ini
menjadi sebuah penelitan yang diberi judul “Analisis Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Pembayaran Pajak Pedagang Eceran Sektor
Formal pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas adapun yang menjadi rumusan
1. Apakah ada pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak, sanksi
perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kesadaran Wajib Pajak
pedagang eceran sektor formal ?
2. Apakah ada pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak, sanksi
perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kepatuhan pembayaran pajak
pedagang eceran sektor formal ?
3. Apakah ada pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak, sanksi
perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kepatuhan pembayaran pajak
melalui kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran sektor formal ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini
adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak,
sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kesadaran Wajib
Pajak pedagang eceran sektor formal.
2. Untuk menganalisis pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak,
sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kepatuhan
pembayaran pajak pedagang eceran sektor formal.
3. Untuk menganalisis pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak,
sanksi perpajakan dan Sensus Pajak Nasional terhadap kepatuhan
pembayaran pajak melalui kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran sektor
formal.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak mengenai pengaruh kemudahan perpajakan, biaya kepatuhan pajak,
sanksi perpajakan, Sensus Pajak Nasional, terhadap kepatuhan pembayaran
pajak melalui kesadaran Wajib Pajak pedagang eceran sektor formal.
2. Untuk menambah wawasan, baik bagi diri sendiri maupun pihak lain
terutama didalam menganalisis pengaruh kemudahan perpajakan, biaya
kepatuhan perpajakan, sanksi perpajakan, Sensus Pajak Nasional, kesadaran
Wajib Pajak terhadap kepatuhan pembayaran pajak pedagang eceran sektor
formal.
3. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai acuan/bandingan/referensi bagi
penelitian yang relevan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Perpajakan
2.1.1. Pengertian Pajak
Pengertian pajak sebagai sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh
warga negara dalam sebuah negara yang berdaulat telah banyak dikemukakan
oleh para ahli. Kesemua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki
Definisi pajak menurut Adriani adalah: "Iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan"
(Waluyo dan Ilyas, 2000)
Rochmat Soemitro memberikan definisi pajak sebagai ”iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (Mardiasmo, 2006).
Sedangkan pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “
Kontribusi wajib yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
2.1.2. Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(Pasal 1 Ayat 2 UU KUP).
Menurut Soemitro (Devano dan Rahayu, 2006: 144) Wajib Pajak adalah
orang atau badan yang bertempat tinggal di Indonesia, yang menerima atau
memperoleh penghasilan bagi perorangan yang jumlah setahun melampui batas
pajak, yaitu yang mempunyai penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) wajib mempunyai NPWP walaupun kepadanya belum atau tidak
dikenakan pajak atau belum atau tidak diberikan Surat Ketetapan Pajak.
Wajib Pajak dapat dikelompokkan menjadi : Wajib Pajak Orang Pribadi,
Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Pemungut/Pemotong (Bendaharawan).
2.1.3. Pengusaha Kena Pajak
Undang-undang PPN tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 memberikan definisi Pengusaha
Kena Pajak (PKP) sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Batasan pengusaha
kecil sebagaimana dimaksud, terakhir ditentukan dalam Peraturan Menteri
PKP sebagaimana dimaksud diatas merupakan Wajib Pajak yang
selanjutnya dengan sukarela atau atas ketetapan jabatan dikukuhkan sebagai PKP.
PKP selanjutnya berkewajiban untuk:
1. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
2. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak.
3. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengembalian BKP.
4. Melakukan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya.
5. Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang
6. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
2.1.4. Kebijakan Perpajakan Terhadap Pedagang Eceran
Perekonomian Indonesia didominasi oleh kegiatan usaha yang berbasis
pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), diantaranya yaitu perdagangan
eceran. Dominasi ini seharusnya juga tercermin pada penerimaan pajak. Akan
tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan pajak didominasi oleh
Wajib Pajak besar yang jumlahnya kurang dari 1% (Rakhmad, 2012).
P
1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang
Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu. Dalam peraturan ini diatur bahwa besarnya
angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, enarikan pajak dari sektor perdagangan eceran bukanlah satu hal yang mudah.
Untuk itu pemerintah nasional dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan terkait
pedagang eceran tersebut baik menyangkut Pajak Penghasilan maupun Pajak
Pertambahan Nilai. Kebijakan terkait yang dikeluarkan selama lima tahun terakhir
ditetapkan sebesar 0,75 (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah
peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Peraturan ini
berlaku sejak tanggal 12 Juli 2010.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan
Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Dalam peraturan ini diatur bahwa
pengusaha kecil yaitu pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah), tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor dan
melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 74/PMK.03/2010
tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha
Kena Pajak Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah
Tertentu. Dalam peraturan ini diatur bahwa PPN yang wajib disetor pada
setiap masa pajak untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Jasa Kena Pajak adalah 4% (empat persen) dari Dasar Pengenaan Pajak,
sedangkan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak adalah 3% (tiga
persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.03/2010
tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha
Kena Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu. Dalam peraturan ini
diatur bahwa PPN yang wajib disetor pada setiap masa pajak untuk Pengusaha
eceran adalah 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak, sedangkan yang
melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran adalah 2% (dua persen)
dari Dasar Pengenaan Pajak.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah
Sebagaimana Telan Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah. Dalam peraturan ini diatur bahwa pedagang
eceran yang membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual (faktur pajak tidak
lengkap), tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak atas faktur pajak tersebut.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (lebih dikenal dangan
pajak bagi Usaha Kecil dan Menengah / UKM). Dalam peraturan ini diatur
atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib
Pajak Badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan
dari usaha (tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan pekerjaan bebas)
dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun pajak, dikenakan tarif Pajak
2.2. Pedagang Eceran Sektor Formal
Dalam bahasa inggris, perdagangan eceran disebut dengan retailing. Retail
berasal dari bahasa Perancis yaitu “retailer” yang berarti memotong menjadi
kecil-kecil (Risch, 1991). Sedangkan menurut Gilbert (2003) retail adalah semua
usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk
memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa
sebagai inti dari distribusi. Dalam kamus Bahasa Inggris – Indonesia, retail bisa
juga diartikan sebagai eceran. Pedagang eceran bisa didefenisikan sebagai suatu
kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Pedagang eceran
adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen sampai ke
konsumen. Pedagang eceran sangat penting artinya bagi produsen karena melalui
pengecer produsen memperoleh informasi berharga tentang barangnya.
Ciri-ciri perusahaan retail sesuai dengan kategori menurut Yong (2011) adalah :
1. Discount stores, adalah toko pengecer yang menjual berbagai macam barang
dengan harga yang murah dan memberikan pelayanan yang minimum.
2. Speciality stores, merupakan toko eceran yang menjual barang-barang jenis
lini produk tertentu saja yang bersifat spesifik.
3. Departemen stores, adalah suatu toko eceran berskala besar yang
pengelolaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen-departemen
yang menjual macam barang yang berbeda-beda.
4. Convenience stores, adalah toko pengecer yang menjual jenis item produk
yang terbatas, bertempat ditempat yang nyaman dan jam buka yang panjang.
5. Catalog stores, merupakan suatu jenis toko yang banyak memberikan
informasi produk melalui media catalog yang dibagikan kepada para
6. Chain store, adalah toko pengecer yang memiliki lebih dari satu gerai dan
dimiliki oleh perusahaan yang sama.
7. Supermarket, adalah toko eceran yang menjual berbagai macam produk
makanan dan juga sejumlah kecil produk non makanan dengan sistem
konsumen melayani dirinya sendiri (swalayan).
8. Hypermarkets, adalah toko eceran yang menjual jenis barang dalam jumlah
yang sangat besar atau lebih dari 50.000 item dan mencakup banyak produk.
Hypermarket merupakan gabungan antara retailer toko diskon dengan
hypermarket.
9. Minimarket, merupakan semacam toko kelontong yang menjual segala macam
barang dan makanan, namun tidak sebesar dan selengkap supermarket.
Minimarket menerapkan sisstem swalayan.
sektor usaha formal merupakan usaha perorangan maupun badan hukum
ekonomi yang didirikan secara resmi, sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku (berbadan hukum). Sethruman (1986) dalam
ekhardhi.blog (2010) mendefenisikan sektor formal adalah kegiatan usaha yang
terjamin dengan baik, dan kegiatan pemasarannya berdasarkan jaringan khusus,
pada umumnya memiliki izin usaha, memiliki teknologi canggih, jam kerjanya
terjadwal, modal relatif besar dan skala garansinya juga besar. Ciri-ciri sektor
formal yaitu :
1. Adanya izin mendirikan usaha dari pemerintah;
2. Modal yang dibutuhkan relatif besar;
3. Kewajiban membayar pajak;
4. Perolehan laba relatif besar;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 menyebutkan
bahwa pengusaha kena pajak pedagang eceran adalah pengusaha kena pajak yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan melakukan :
a. penyerahan barang kena pajak dengan cara sebagai berikut :
1) melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu
tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2) dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen
akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis,
kontrak, atau lelang; dan
3) pada umumnya penyerahan barang kena pajak atau transaksi jual beli
dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan
atau membawa barang kena pajak yang dibelinya; atau
b. penyerahan jasa kena pajak dengan cara sebagai berikut :
1) melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen
akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat
konsumen akhir lainnya;
2) dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului
penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
3) pada umumnya pembayaran atas penyerahan JKP dilakukan secara tunai.
Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pedagang eceren sektor
formal adalah suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir
dalam bentuk perorangan maupun badan hukum ekonomi, yang didirikan secara
2.3. Kepatuhan Pembayaran Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia ”Kepatuhan berarti tunduk atau
patuh pada ajaran atau aturan” (Badudu dan Zain, 1994). Kepatuhan adalah
motivasi seseorang kelompok; atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Perilaku kepatuhan seseorang
merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok dan organisasi (Robbins,
2001).
Menurut Nurmantu dalam Sofyan (2005), ”Kepatuhan perpajakan
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Terdapat dua
macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu dalam Sofyan (2005), yakni:
Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh)
Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal
31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya
belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib
Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi
kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib
Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut Nasucha dalam dalam Sofyan (2005) : Kepatuhan Wajib Pajak
dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri,
kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan
dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam
pembayaran tunggakan.
Menurut James et al yang dikutip oleh Gunadi (2005) dalam Santoso
(2008), pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah Wajib Pajak
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan
yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama,
peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi.
Kemauan membayar pajak (willingness to pay tax) dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) subkonsep yaitu konsep kemauan membayar dan konsep pajak.
Konsep kemauan membayar adalah suatu keadaan dimana seseorang rela untuk
mengeluarkan dan mengorbankan uangnya untuk memperoleh sesuatu barang dan
jasa. Sedangkan konsep pajak menurut Taylor dalam Waluyo (2007) adalah
prestasi yang dipaksakan sepihak oleh negara dan terhutang kepada pengusaha
tanpa suatu kontrapestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran
umum.
Walaupun beberapa laporan atau artikel, baik yang diterbitkan oleh
instansi pemerintah maupun majalah ilmiah menunjukkan bahwa masih banyak
perusahaan yang tidak mematuhi peraturan perpajakan, akan tetapi masih relatif
sedikit penelitian secara akademis melakukan pengujian secara ilmiah terhadap
The General Accounting Office (1990) dalam Siahaan (2005) telah
menemukan bahwa perusahaan manufaktur memiliki tingkat kepatuhan terhadap
peraturan perpajakan yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perusahaan jasa (service) dan dagang eceran (retail). Rice (1992) dalam Siahaan
(2005) telah melakukan penelitian terhadap tingkat kepatuhan
perusahaan-perusahaan kecil terhadap peraturan perpajakan. Rice menemukan bahwa 2/3 dari
perusahaan kecil yang diteliti tidak mematuhi peraturan perpajakan. Faktor-faktor
yang siginifikan yang ditemukan dalam hubungannya dengan tingkat kepatuhan
perusahaan-perusahaan kecil terhadap peraturan perpajakan adalah pengungkapan
laporan keuangan kepada publik (memiliki hubungan positif), Marginal Tax Rate
(memiliki hubungan negatif), ukuran perusahaan (memiliki hubungan positif) dan
lokasi yang diidentifikasi oleh IRS yang masuk dalam Poor Compliance Region
(memiliki hubungan negatif).
Apakah yang menjadi kriteria atau tolak ukur bagi Wajib Pajak sehingga
disebut sebagai Wajib Pajak Patuh ? Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 192/PMK.03/2007 yang telah dicabut dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 74/PMK.03/2012 menyebutkan bahwa
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak
Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut; dan
d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
2.4. Teori Perilaku
2.4.1. Theory of Planned Behavior (TPB)
Theory of Planned Behavior menerangkan bahwa perilaku yang
ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku.
Sedangkan muncul niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: (1)
behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan
evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), (2) normatif
beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk
memenuhi harapan tersebut (normatif beliefs and motivation to comply), dan (3)
control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau
menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya
tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya
tersebut (perceived power).
Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat
berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan,
behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif,
normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived
menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol keperilakuan yang
dipersepsikan (Ajzen, 2002)
[image:44.595.115.540.140.337.2]Sumber : Ajzen, Icek (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes
Gambar 2.1 Theory of Planned Behaviour
2.4.2. Theory of Reasoned Action (TRA)
Teori ini dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang mendasari
psikologi sosial. Model ini menjelaskan hubungan antara kepercayaan, sikap,
norma, tujuan, dan perilaku individual. Berdasarkan model ini, perilaku seseorang
ditentukan oleh minat dan tujuan perilaku untuk melakukan atau tidak
melakukannya. Menurut Theory of Reasoned Action (TRA), Ajzen (1980)
menyatakan bahwa niat menentukan seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku. Ajzen (1980) mengemukan bahwa niat seseorang
dipengaruhi oleh dua penentu utama yaitu (Jogiyanto 2007) :
1. Sikap
Merupakan gabungan dari evaluasi atau penilaian positif maupun negatif
2. Norma subjektif
Merupakan gabungan dari beberapa persepsi tentang tekanan/aturan dan
norma sosial yang membentuk suatu perilaku. Fisben dan Ajzen menggunakan
istilah motivation to comply, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang
lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak. Tujuan dari perilaku, menurut
Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan kekuatan seseorang untuk melakukan
tindakan yang ditentukan. Tujuan perilaku tersebut didefinisikan sebagai perasaan
positif atau negatif mengenai suatu tindakan. Relevansinya dengan penelitian ini
adalah bahwa seseorang dalam menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi rasionalitas dalam
mempertimbangkan manfaat dari pajak dan juga pengaruh lingkungan yang
berhubungan dengan pembentukan norma subjektif yang mempengaruhi
keputusan perilaku.
2.4.3. Teori Atribusi
Kepatuhan Wajib Pajak terkait dengan sikap Wajib Pajak dalam membuat
penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian
mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal
orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut.
Pada dasarnya teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati
perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah perilaku itu
ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 2001). Perilaku yang
disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali
pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal
berperilaku karena situasi atau lingkungan. Penentuan faktor internal atau
eksternal menurut Robbins (2001) tergantung pada tiga faktor yaitu :
1. Kekhususan (Kesendirian atau Distinctiveness)
Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu
lain secara berbeda-beda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku seseorang
dianggap suatu hal yang tidak biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai
pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut.
Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi
internal.
2. Konsensus
Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan
dalam merespon perilaku seseorang jika dalam situasi yang sama. Apabila
konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi eksternal. Sebaliknya jika
konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi internal.
3. Konsistensi
Konsistensi yaitu jika seseorang menilai perilaku-perilaku orang lain
dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang
akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal, dan sebaliknya.
Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang dapat memutarbalikkan arti dari
atribusi. Pertama, kekeliruan atribusi mendasar yaitu kecenderungan untuk
meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal daripada faktor internalnya. Kedua,
prasangka layanan dari seseorang cenderung menghubungkan kesuksesan karena
akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalannya dihubungkan dengan
2.4.4. Teori Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar
melalui pengamatan dan pengalaman langsung (Bandura dalam Robbins, 2001).
Teori ini merupakan perluasan teori pengkondisian operan dari Skinner (dalam
Robbins, 2001) yaitu teori yang mengandaikan perilaku sebagai suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensinya. Menurut Bandura dalam Robbins (2001), proses
dalam pembelajaran sosial meliputi :
1. Proses perhatian (attentional)
Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model,
jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model
tersebut.
2. Proses penyimpanan (retention)
Proses