• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL"

Copied!
333
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL

TEAMS GAMES TOURNAMENT

TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI

DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Andi Dwi Arifin

1401409213

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhannya. Pendapat/temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Tegal, Juli 2013

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi.

Tegal, Juli 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Noening Andrijati, M.Pd. Drs. Sigit Yulianto

NIP 19680610 199303 2 002 NIP 19630721 198803 1 001

Mengetahui

Koordinator UPP PGSD Tegal

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Keefektifan Penerapan Model Teams Games Tournament terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal, oleh Andi Dwi Arifin 1401409213, telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 25 Juli 2013.

PANITIA UJIAN

Ketua Sekretaris

Drs. Hardjono, M.Pd. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd.

NIP 19510801 197903 1 007 NIP 19630923 198703 1 001

Penguji Utama

Drs. Yuli Witanto, M.Pd. NIP 196400717 198803 1 002

Penguji Anggota 1 Penguji Anggota 2

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Fa inna ma’al ‘usri yusron inna ma’al ‘usri yusro. (Al-Insyiroh 5-6)

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (Alhadits)

Kerja kerasku adalah bentuk rasa syukurku atas anugerah Allah yang diberikan kepadaku (Penulis).

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Penerapan Model Teams Games Tournament terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan V Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal”.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini.

2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan izin dan dukungan dalam penelitian ini.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator UPP PGSD Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 5. Dra. Noening Andrijati, M.Pd., Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(7)

vii

7. Para dosen UPP Tegal Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah banyak membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan.

8. Kepala sekolah dan semua staf pengajar di SDN Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal, yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

9. Para sahabat terbaikku angkatan 2009 fresh yang telah berjuang bersama demi sebuah karya yang tak ternilai harganya.

10. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tegal, Juli 2013

(8)

viii

ABSTRAK

Dwi Arifin, Andi. 2013. Keefektifan Penerapan Model Teams Games Tournament terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pecahan Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I Dra. Noening Andrijati, M.Pd., II Drs. Sigit Yulianto.

Kata Kunci: Model TGT, Matematika, Pecahan, Motivasi, Hasil Belajar.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak. Salah satu topik dalam matematika ialah pecahan, yang mana materi ini termasuk cukup sulit diajarkan kepada siswa. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Hal ini berdampak pada rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berinisiatif mengujikan sebuah model pembelajaran inovatif TGT yang dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Harapannya, dapat diketahui model mana yang terbukti lebih efektif dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika di SD.

Desain penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Design dengan bentuk desain eksperimen Posttest-Only Control Design tanpa pretest yang diadaptasi dari True Experimental Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 108 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan metode Simple Random Sampling, yang menghasilkan kelas V SD Negeri Debong Tengah 1 sebagai kelas kontrol, kelas V SD Negeri Debong Tengah 2 sebagai kelas uji coba instrumen, dan kelas V SD Negeri Debong Tengah 3 sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data yang dipakai meliputi dokumentasi, observasi, tes, dan angket. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji prasyarat analisis meliputi normalitas, homogenitas, dan analisis akhir. Pada analisis akhir atau pengujian hipotesis penelitian menggunakan uji-t.

Berdasarkan hasil uji hipotesis data motivasi belajar siswa dengan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis komparatif dua sampel independen, menunjukkan bahwa thitung sebesar 1,792 dan ttabel sebesar 1,673 (thitung > ttabel),

maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain, motivasi belajar matematika siswa dengan penerapan model TGT lebih baik dari pada motivasi belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Sementara itu, hasil uji hipotesis untuk hasil belajar siswa menunjukkan bahwa thitung sebesar 2,571 dan ttabel sebesar 1,673 (thitung > ttabel), maka Ho ditolak dan Ha

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Bagan ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

Bab 1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Masalah ... 1

Identifikasi Masalah ... 7

Pembatasan Masalah ... 8

Rumusan Masalah ... 9

Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

Manfaat Penelitian ... 10

Manfaat Teoritis ... 11

Manfaat Praktis ... 11

KAJIAN PUSTAKA ... 13

Landasan Teoritis ... 13

Hakikat Belajar ... 13

Motivasi Belajar ... 15

(10)

x

Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 19

Hakikat Matematika ... 22

Pembelajaran Matematika di SD ... 22

Materi Pecahan dalam Perbandingan dan Skala ... 26

Model Pembelajaran ... 28

Model Konvensional dan Model Cooperative Learning ... 29

Model Teams Games Tournament (TGT) ... 32

Penerapan Model TGT dalam Pembelajaran ... 37

Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

Kerangka Berpikir ... 42

Hipotesis ... 44

METODE PENELITIAN ... 45

Desain Penelitian ... 45

Populasi dan Sampel ... 46

Populasi ... 46

Sampel ... 47

Variabel Penelitian ... 48

Variabel Terikat ... 48

Variabel Bebas ... 49

Teknik Pengumpulan Data ... 49

Dokumentasi ... 49

Observasi ... 50

Tes ... 50

Angket ... 50

Instrumen Penelitian ... 51

Instrumen Tes ... 51

Instrumen Non Tes ... 55

Metode Analisis Data ... 59

Deskripsi Data ... 60

Uji Prasyarat Analisis ... 60

(11)

xi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

Deskripsi Data ... 65

Analisis Uji Coba Instrumen ... 67

Instrumen Tes ... 67

Instrumen Non Tes ... 73

Hasil Penelitian ... 77

Hasil UTS Genap Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol (Data Awal) .... 77

Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 78

Hasil Belajar Matematika Siswa ... 80

Uji Prasyarat Analisis ... 81

Data Sebelum Eksperimen ... 81

Data Setelah Eksperimen ... 94

Pembahasan ... 109

PENUTUP ... 120

Simpulan ... 120

Saran ... 122

Lampiran-lampiran ... 123

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional ... 31

Pedoman Penskoran Tournament untuk Empat Pemain ... 36

Pedoman Penskoran Tournament untuk Tiga Pemain ... 37

Pedoman Interpretasi Validitas Instrumen ... 53

Pedoman Interpretasi Skor Motivasi Belajar Siswa ... 57

Pedoman Penggunaan Rumus t-tes ... 61

Paparan Data Rekap Skor Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa (Pra Eksperimen) ... 65

Paparan Data Rekap Skor Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa (Data Akhir) ... 66

Paparan Data Nilai Uji Coba Instrumen pada Kelas Uji Coba ... 69

Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 69

Analisis Tingkat Kesukaran ... 71

Daya Pembeda Soal ... 72

Paparan Data Skor Uji Coba Instrumen Angket pada Kelas Uji Coba ... 74

Rekapitulasi Uji Validitas Angket Uji Coba ... 75

Rekapitulasi Uji Reliabilitas Angket Uji Coba ... 76

Distribusi Frekuensi Nilai UTS ... 77

Perbandingan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

Paparan Data Nilai Motivasi Belajar Matematika Siswa pada Pembelajaran TGT di Kelas Eksperimen ... 79

Paparan Data Nilai Motivasi Belajar Matematika Siswa pada Pembelajaran Konvensional di Kelas Kontrol ... 79

Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 80

Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 81

Normalitas Data Motivasi Belajar Matematika Siswa (Data Awal) ... 83

(13)

xiii

Uji Homogenitas Data Motivasi Belajar Matematika Siswa (Data Awal) ... 87

Uji Homogenitas Data Nilai UTS Genap Matematika Siswa (Data Awal) ... 89

Uji Kesamaan Rata-rata Skor Motivasi Belajar Matematika Siswa (Data Awal) 92 Uji Kesamaan Rata-rata Nilai UTS Genap Matematika Siswa (Data Awal) ... 94

Normalitas Data Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 96

Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 98

Independen Sampel Tes Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 100

Homogenitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 102

Uji-t Skor Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 105

(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Daftar Nama Siswa Kelas V SDN Debong Tengah 1 ... 124

Daftar Hadir Siswa Kelas V SDN Debong Tengah 1 ... 125

Daftar Hadir Siswa Kelas V SDN Debong Tengah 3 ... 127

Silabus Matematika Kelas V SD ... 129

Pengembangan Silabus Matematika Kelas V SD ... 131

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-1 ... 134

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-2 ... 147

RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-3 ... 159

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-1 ... 173

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-2 ... 181

RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-3 ... 188

Validasi Soal Tes Uji Coba oleh Penilai I ... 197

Validasi Soal Tes Uji Coba oleh Penilai II ... 201

Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba ... 205

Kisi-kisi Soal Post Test ... 212

Instrumen Uji Coba (Soal Tes) ... 216

Instrumen Post Test ... 221

Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba dan Instrumen Post Test ... 223

Daftar Nilai Soal Tes Ujicoba Kelas Ujicoba ... 224

Out put Uji Validitas Butir Soal ... 225

Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 230

Perhitungan Uji Reliabilitas Soal Tes secara Manual ... 231

Pembagian Kelompok Atas dan Bawah ... 232

Tabel Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Soal Tes ... 235

Kesimpulan Hasil Tes Uji Coba ... 238

Validasi Angket Uji Coba oleh Penilai I ... 240

Validasi Angket Uji Coba oleh Penilai II ... 242

(16)

xvi

Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar ... 246

Intrumen Uji Coba (Angket) ... 248

Instrumen Postes(Angket) ... 252

Daftar Skor Uji Coba Angket pada Kelas Uji Coba ... 255

Analisis Butir Angket ... 256

Out put Uji Validitas Butir Angket ... 259

Rekapitulasi Uji Validitas Angket Uji Coba ... 264

Out put Uji Reliabilitas Butir Angket ... 265

Kesimpulan Hasil Uji Coba Angket ... 267

Perhitungan Manual Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi DataUTS Genap Matematika Siswa ... 268

Perhitungan Manual Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi Data UTS Nilai Postes Matematika Siswa ... 269

Daftar Nilai UTS Genap Matematika Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 1 270 Daftar Nilai UTS Genap Matematika Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 3 271 Daftar Skor Motivasi Belajar Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 1 (Data Awal) ... 272

Daftar Skor Motivasi Belajar Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 3 (Data Awal) ... 273

Daftar Nilai Postes Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 1 ... 274

Daftar Nilai Postes Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 3 ... 275

Daftar Skor Motivasi Belajar Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 1 (Data Akhir) ... 276

Daftar Skor Motivasi Belajar Sampel Kelas V SDN Debong Tengah 3 (Data Akhir) ... 277

Out Put Uji Normalitas Data Motivasi Belajar Matematika (Data Akhir) ... 278

Out Put T-Tes Data Motivasi Belajar Matematika (Data Akhir) ... 281

Out Put Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika (Data Akhir) ... 282

Out Put T-Tes Data Hasil Belajar Matematika (Data Akhir) ... 285

Perhitungan Manual Uji Pihak Kanan Data Motivasi Belajar Siswa ... 286

(17)

xvii

Lembar Observasi Pembelajaran ... 292

Daftar Peringkat Awal Kelas Ekperimen ... 293

Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen ... 294

Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 295

Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian ... 297

Tabel-r ... 300

Tabel-Uji t ... 301

Tabel- Uji f ... 302

(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, perlu adanya suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan nasional memiliki fungsi dan tujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(19)

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu bentuk pendidikan formal di jenjang pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD).

Secara teknis, pendidikan SD dapat pula didefinisikan sebagai proses membimbing, mengajar, dan melatih peserta didik yang berusia antara 6-12 tahun untuk memiliki kemampuan dasar dalam aspek intelektual, sosial, dan personal yang terintegrasi dan sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan SD adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam aspek intelektual, sosial, dan personal yang paling mendasar sebagai bekal untuk mengikuti pendidikan di jenjang selanjutnya (Taufiq 2012: 1.7-1.8). Dengan demikian, materi pelajaran yang ada pada satuan pendidikan SD ini adalah materi pelajaran dasar sesuai dengan karakteristik perkembangan siswanya.

(20)

perhatian serius dari guru agar dapat menerapkan pembelajaran yang lebih bermakna, yakni dengan melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi peneliti di Kelas V SD Negeri Debong Tengah 3 Kota Tegal, strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih tergolong kurang bermakna, sebab menggunakan model konvensional. Dalam pembelajaran tersebut menggunakan metode ekspositori, latihan soal atau drill dan pemberian tugas. Siswa mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, kemudian mengerjakan soal-soal latihan yang berhubungan dengan materi pecahan. Penyajian materi matematika oleh guru belum didukung dengan penggunaan media pembelajaran yang menarik. Pada akhir pembelajaran, siswa diberikan tugas yang harus sudah selesai dikerjakan pada pertemuan berikutnya. Hingga pembelajaran berakhir, tiada siswa yang memberanikan diri untuk menanyakan hal-hal yang mungkin belum ia pahami, walaupun terkadang guru telah mempersilahkannya. Dengan metode pembelajaran seperti demikian, keaktifan siswa dalam bertanya masih sangat kurang, sekaligus juga menandakan bahwa pembelajaran tersebut masih didominasi oleh guru.

Dominasi guru di dalam kelas juga terlihat dari pola interaksi di dalam kelas. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran berlangsung satu arah, yakni dari guru kepada siswa yang tampak dari corak pembelajaran klasikal. Sementara, interaksi antar siswa tidak terjadi karena guru tidak menerapkan metode diskusi, ataupun metode lain yang menghendaki adanya pembagian kelompok belajar. Praktis, siswa benar-benar berperan sebagai penerima informasi yang pasif.

(21)

soal-soal di depan kelas. Akan tetapi, siswa enggan untuk berkontribusi kecuali ditunjuk oleh guru, dan itu saja belum tentu siswa dapat mengerjakan soal dengan benar. Sikap siswa yang enggan untuk berkontribusi dalam pembelajarantersebut menunjukkan masih kurangnya motivasi dalam diri siswa dalam pembelajaran. Hasil belajar siswa juga belum mencapai kriteria yang diharapkan, ditunjukkan dengan nilai ulangan harian matematika siswa kelas V SD Negeri Debong Tengah 3 pada materi pecahan tahun 2012, dimana dari 35 siswa, 14 diantaranya mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi, peneliti berkesimpulan bahwa proses pembelajaran tersebut masih belum bermakna, serta belum berlangsung secara kreatif, inspiratif, menyenangkan dan memotivasi peserta didik, seperti yang diamanatkan dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Hal ini menguatkan argumen bahwa guru perlu melakukan inovasi pembelajaran agar lebih bermakna, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

(22)

pandang terhadap bagaimana peserta didik belajar memperoleh pengetahuan (Muhsetyo 2011: 1.7). Berdasarkan pandangan konstruktivisme, peserta didik adalah mahluk hidup yang mempunyai kemampuan berpikir, yang dapat membangun (mengkonstruk) sendiri pengetahuan mereka dari berbagai sumber belajar di sekitar mereka. Pengetahuan tersebut tidak dipindahkan dari guru ke peserta didik, melainkan peserta didik sendiri yang secara aktif membangun pengetahuannya (konstruktif). Konstruktivisme merupakan fondasi utama pembelajaran aktif, inovatif, efektif, dan menyenangkan (Suprijono 2012: 78). Bertolak pada asumsi ini, maka guru perlu merancang strategi pembelajaran yang bercorak konstruktivisme.

Salah satu dari strategi pembelajaran matematika yang konstruktivistik dan dianggap sesuai pada saat ini yaitu cooperative learning (Muhsetyo 2011: 1.7). Slavin (2013: 32), menjelaskan bahwa cooperative learning mengacu pada metode pengajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Cooperative learning bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dan ketekunan siswa, serta membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya. Slavin (2013: 264). Salah satu tipe dari cooperative learning adalah model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).

(23)

materi pelajaran oleh guru dan diakhiri dengan pembagian kelompok; (2) Belajar kelompok (team study), yaitu tim yang telah dibentuk oleh guru berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim ini harus memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, agar nantinya dapat menjawab soal dengan baik pada saat permainan; (3) Permainan (game), yaitu permainan dalam model TGT yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang dicapai siswa dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi dalam presentasi kelas dan belajar kelompok; (4) Turnamen (tournament), yaitu sebuah struktur dimana permainan berlangsung, biasanya diadakan pada akhir pembelajaran atau akhir minggu. Setelah tournament selesai maka dilakukan penilaian; (5) Team recognize (penghargaan kelompok), yaitu kegiatan akhir dari pembelajaran model TGT. Dari hasil tournament diatas, para siswa akan mendapat sertifikat penghargaan dari guru berdasarkan skor yang mereka peroleh dalam tim.

(24)

Selain sesuai dengan teori belajar Dienes, model TGT juga sangat sesuai dengan karakteristik perkembangan siswa SD. Model ini mengandung unsur game akademik yang menuntut adanya kerjasama tim/kelompok siswa. Dalam game akademik tersebut tentunya siswa akan aktif, baik fisik maupun mentalnya, karena siswa akan bergerak ke meja turnamen lalu kemudian mengerjakan soal. Disamping itu, siswa juga mengalami sendiri suasana kompetisi yang mengharuskannya mengerjakan sendiri soal yang terdapat dalam game akademik. Hal ini akan memacu siswa untuk terus belajar agar dapat mengerjakan soal secara mandiri dengan benar. Tentunya hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa SD seperti yang dinyatakan dalam Sumantri (2011: 6.3) yaitu senang bermain, selalu bergerak, bekerja atau bermain dalam kelompok, dan senantiasa ingin melaksanakan atau merasakan sendiri. Dengan penerapan model TGT, diharapkan motivasi siswa akan semakin tumbuh dalam mengikuti pembelajaran matematika, sekaligus dapat meningkatkan hasil belajar matematikanya.

Model TGT merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran matematika. Dari uraian tersebut, peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan penerapan model TGT terhadap motivasi dan hasil belajar matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal.

1.2

Identifikasi

masalah

(25)

(1) Mata pelajaran matematika, khususnya materi pecahan merupakan salah satu topik yang sulit diajarkan, karena kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru.

(2) Pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih tergolong kurang bermakna, sebab menggunakan model konvensional, yang ditandai dengan penerapan metode ekspositori, latihan soal atau drill dan pemberian tugas. (3) Penyajian materi matematika dengan topik pecahan oleh guru belum

didukung dengan penggunaan media pembelajaran yang menarik, serta model pembelajaran yang inovatif.

(4) Dominasi guru di dalam kelas selama proses pembelajaran matematika terlihat dari metode-metode bercorak konvensional serta pola interaksi di dalam kelas yang yang hanya berlangsung satu arah.

(5) Motivasi belajar siswa masih tergolong kurang. Hal ini ditandai oleh sikap enggan dan takut untuk berkontribusi secara aktif dalam pembelajaran. (6) Hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Debong Tengah 3 pada

materi pecahan tahun 2012 belum mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, dari 35 siswa 14 diantaranya mendapat nilai di bawah KKM.

1.3

Pembatasan

Masalah

(26)

(1) Keefektifan penerapan model TGT terhadap motivasi belajar matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala siswa kelas V SDN Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal.

(2) Keefektifan penerapan model TGT terhadap hasil belajar matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala siswa kelas V SDN Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal.

1.4

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana tingkat motivasi belajar matematika siswa kelas V yang mendapat pembelajaran dengan model TGT dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

(2) Apakah motivasi belajar matematika siswa kelas V yang mendapat pembelajaran dengan model TGT lebih baik dari pada motivasi belajar matematika siswa kelas V yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

(3) Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas V yang mendapat pembelajaran dengan model TGT dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

(27)

1.5

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang tercakup dalam tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Berikut ini uraian tentang tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini.

1.5.1 Tujuan Umum

(1) Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah dasar, yang memiliki karakteristik sama dengan SDN Debong Tengah 1, 2 , 3 Kota Tegal.

(2) Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala.

1.5.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui tingkat keefektifan penerapan model TGT terhadap motivasi dan hasil belajar matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala pada siswa kelas V SDN Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal.

1.6

Manfaat Penelitian

(28)

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai: (1) masukan bagi sekolah dalam mengatasi permasalahan pembelajaran yang terjadi, khususnya masalah rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa, dimana dengan model TGT ini siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam sebuah tournament pembelajaran hingga memperoleh poin tertentu yang berguna bagi dirinya dan kelompok belajarnya. Dengan TGT, siswa yang pendiam sekalipun berkesempatan untuk aktif beradu kemampuan dengan siswa lain dalam tournament pembelajaran. Persaingan dalam sebuah tournament pembelajaran akan memacu motivasi siswa, sedangkan motivasi yang tinggi dalam diri siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya; (2) pelengkap teori inovasi model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran inovatif, khususnya dalam pembelajaran matematika materi pecahan dengan model TGT.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi banyak pihak yaitu siswa, guru, sekolah dan bagi peneliti sendiri.

1.6.2.1Bagi Siswa

Manfaat yang didapat oleh siswa dari penelitian ini antara lain:

(29)

(2) Meningkatnya motivasi siswa dalam pembelajaran matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala.

(3) Siswa dapat menindaklanjuti pemahamannya saat penyajian materi dari guru, melaksanakan diskusi kelompok, dan saat melaksanakan tournament, sehingga berakibat meningkatnya hasil belajar matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala.

1.6.2.2 Bagi Guru

Penelitian ini juga diharapkan akan memberi manfaat bagi guru. Manfaat tersebut antara lain:

(1) Meningkatnya kualitas pembelajaran matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala SDN Debong Tengah 1, 2, 3 Kota Tegal.

(2) Menambah variasi model pembelajaran matematika khususnya, dan mata pelajaran yang lain pada umumnya, agar lebih menarik dan inovatif.

1.6.2.3 Bagi Sekolah

Bagi SDN Debong Tengah 1 , 2, 3 Kota Tegal sebagai populasi penelitian, hasil penelitian ini dapat dijadikan alat evaluasi dan koreksi, terutama dalam meningkatkan keefektifan proses pembelajaran sehingga tercapai hasil belajar yang optimal dan meningkatkan kualitas pendidikan.

1.6.2.4 Bagi Peneliti

(30)

13

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teoritis

Landasan teoritis merupakan dasar pijakan bagi peneliti dalam melakukan

penelitian. Di dalam landasan teoritis memuat teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh/ahli. Berikut ini merupakan penjabaran tentang teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini.

2.1.1 Hakikat Belajar

Banyak ahli yang mengemukakan pengertian tentang belajar, seperti yang terdapat dalam Suprijono (2011: 2). Pengertian tentang belajar yang dikemukakan

oleh para ahli tersebut antara lain menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan

disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Travers mengemukakan bahwa belajar adalah proses

(31)

Berdasarkan pengertian tentang belajar menurut para ahli tersebut, dapat dipahami bahwa belajar mengandung tiga unsur pokok (Siddiq 2008: 1-4 – 1-6), yang mana ketiga unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

(1) Proses

Belajar adalah suatu proses yaitu proses mental dan emosional (proses berpikir dan merasakan), dimana terjadi aktivitas pikiran dan perasaan dalam diri seseorang. Aktivitas pikiran dan perasaan tersebut hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri tanpa bisa diamati oleh orang lain. Orang lain hanya melihat gejala dari aktivitas pikiran dan perasaan tersebut. Sebagai contoh, seorang guru tidak bisa mengamati aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Guru hanya melihat gejala aktivitas pikiran dan perasaan siswa dari kegiatannya didalam pembelajaran. Adapun contoh dari gejala tersebut antara lain: siswa bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru, melakukan diskusi, memecahkan soal, dan sebagainya. Itu semua merupakan gejala yang dapat diamati dari aktivitas mental dan emosional siswa.

(2) Perubahan Tingkah Laku

(32)

keadaan secara lebih bijak. Namun, tidak semua perubahan perilaku ini merupakan hasil dari belajar seseorang. Perubahan perilaku yang merupakan akibat dari belajar akan cenderung bersifat permanen/menetap. Sebagai contoh, orang yang telah belajar menulis tentu akan memiliki keterampilan dasar menulis yang tidak mudah untuk hilang dan terus menetap, atau bahkan menjadi lebih berkembang lagi selama hidupnya. Adapun perubahan perilaku yang tidak termasuk dalam hasil belajar seseorang antara lain: karena lupa, karena minum minuman keras, karena pengaruh obat-obatan tertentu, dan perubahan perilaku karena faktor kematangan.

(3) Pengalaman

Sebagai salah satu unsur belajar, pengalaman merupakan hasil interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Menurut Slameto (2010: 2), belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi tersebut dapat terjadi baik dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan lingkungan dimana individu tinggal, misalnya pantai, hutan, dan sebagainya. Adapun contoh lingkungan lingkungan sosial diantaranya orang tua, teman, guru, tokoh masyarakat, dan sebagainya.

2.1.2 Motivasi Belajar

(33)

motivasi belajar individu. Hubungan antara kemauan dan motivasi seseorang tercermin dari tindakan yang dilakukannya. Para ahli telah mengemukakan tentang pengertian tentang motivasi, diantaranya yaitu menurut Hamalik (2012: 50), motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984) dalam Widoyoko 2012: 233) menyatakan bahwa motivasi pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Sementara, menurut Sardiman (2012: 73), motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak.

Dari tiga pengertian tentang motivasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan faktor pendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Pengertian tentang motivasi dapat dikembangkan menjadi motivasi belajar dengan cara memadukannya dengan definisi belajar. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa motivasi belajar adalah suatu perbuatan belajar yang terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar.

Hubungan antara motivasi dan belajar dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, motivasi memiliki

pengaruh yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa. Di dalam Suprijono (2012: 162), Walberg dkk menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai kontribusi antara

(34)

McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi mempunyai kontribusi

sampai 64% terhadap prestasi belajar. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara motivasi dan prestasi belajar.

Untuk mengukur sejauh mana tingkat motivasi belajar siswa, perlu adanya indikator motivasi. Indikator motivasi dapat dilihat dari komponen yang

terkandung didalamnya. Menurut Dimyati dan Mundjiono (2009: 80), ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, dan (iii)

tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan apa yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental

untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan merupakan inti motivasi. Tujuan adalah hal yang ingin

dicapai oleh seorang individu.

Komponen motivasi yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mundjiono

tersebut akan dijadikan sebagai indikator motivasi untuk menilai tingkat motivasi belajar siswa di dalam penelitian ini. Indikator motivasi yang berupa kebutuhan,

dorongan, dan tujuan tersebut selanjutnya dijabarkan lagi menjadi deskriptor yang lebih konkret dan operasional untuk memudahkan peneliti dalam mengukur

tingkat motivasi belajar siswa. Deskriptor tersebut antara lain: kemandirian, percaya diri, pemanfaatan waktu luang, perhatian terhadap tugas, kesungguhan

dalam belajar, semangat, penerimaan terhadap tantangan, kepuasan diri, persaingan, keyakinan dalam diri, rutinitas belajar, materi pelajaran, dan

(35)

matematika akan dibahas lebih mendalam pada lembar penilaian motivasi belajar

berbentuk rating scale.

2.1.3 Hasil Belajar

Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa belajar adalah sebagai suatu proses, maka dari proses itu akan menghasilkan produk yang disebut sebagai hasil belajar. Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 3-4), merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar juga merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Anni (2007: 5), berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung oleh apa yang dipelajari oleh pembelajar. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan peningkatan kemampuan yang didapat siswa dari pengalaman belajar saat mengalami aktivitas belajar.

Menurut Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 26) hasil belajar mencakup tiga domain. Adapun domain/ranah hasil belajar siswa dapat dijelaskan dibawah ini.

(36)

(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).

(2) Domain Afektif; berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). (3) Domain Psikomotorik; berkenaan dengan hasil belajar keterampilan, dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan , dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Berdasarkan ketiga domain/ranah hasil belajar tersebut, domain kognitif merupakan ranah yang paling sering dinilai oleh guru. Domain kognitif berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Pada penelitian ini, hasil belajar siswa merupakan penilaian kemampuan kognitif siswa yang diperoleh dari tes hasil belajar. Adapun instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa dalam penelitian ini berupa soal tes tertulis yang diujikan di akhir pembelajaran (postest).

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Berbicara tentang karakteristik siswa SD, Piaget (1996) dalam Isjoni

(2010: 36) membagi perkembangan kognitif manusia menjadi empat tahap. Adapun tahap perkembangan kognitif manusia menurut Piaget, yaitu: (i) Tahap

sensorimotor (umur 0-2 tahun); (ii) Tahap pra operasional (umur 2-7 tahun); (iii) Tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun); dan (iv) Tahap operasional formal

(37)

Dilihat dari tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget, siswa Sekolah Dasar termasuk dalam tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun). Siswa Sekolah Dasar masih belum dapat berpikir abstrak. Implementasinya dalam pembelajaran, guru harus menggunakan bantuan benda konkret untuk memperjelas penyampaian materi pelajaran. Jika benda yang sebenarnya tidak dapat dihadirkan, guru dapat menggunakan benda tiruan yang dapat ditunjukan kepada siswa. Demikian pula dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan benda nyata sebagai media pendukung pembelajaran matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala, seperti kelereng, manik-manik, pensil, buku, dan peta demi mendukung kelancaran proses pembelajaran.

Sementara itu, menurut Sumantri (2011: 6.3 – 6.4) anak usia SD memiliki karakteristik yang menonjol yang berimplikasi pada penyelenggaraan pendidikan. Adapun penjelasan mengenai karakteristik anak usia SD adalah sebagai berikut:

(1) Senang bermain

Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan, lebih-lebih bagi siswa kelas rendah. Guru seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan didalamnya. Dengan begitu, pembelajaran akan berlangsung dalam nuansa yang menyenangkan. Selain itu, model pembelajaran yang menekankan unsur permainan akan dapat memacu semangat siswa untuk terus belajar.

(2) Senang bergerak

(38)

paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif bergerak. Perancangan model semacam ini dapat dipadukan dengan model pembelajaran permainan, sehingga siswa tidak akan cepat jenuh dalam belajar.

(3) Senang bekerja dalam kelompok

Ketika anak telah berada didalam kelompok mereka dan kemudian berkompetisi dengan kelompok lain dalam pembelajaran, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosisalisasi, seperti : belajar memenuhi aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar bekerja sama, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), dan lainnya. Implikasinya, guru perlu merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, misalnya dengan anggota 3-4 orang.

(4) Senantiasa ingin merasakan/melakukan sesuatu secara langsung

Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih bermakna jika anak melaksanakan sendiri, misalnya guru dapat meminta siswa mengukur jarak dua buah tempat di dalam peta, sekaligus melakukan penghitungan jarak dua tempat tersebut jika dalam situasi yang sebenarnya.

(39)

model TGT. Adapun mengenai kesesuaian model TGT dengan keempat karakteristik siswa SD ini akan dibahas secara detail pada bagian selanjutnya.

2.1.5 Hakikat Matematika

Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau mathenein yang berarti mempelajari. Menurut Subarinah (2006: 1), matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Hal ini berarti bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Sementara itu, menurut Prihandoko (2006: 16) matematika bukanlah ilmu yang hanya berdiri untuk menopang dirinya sendiri, melainkan juga berperan banyak dalam perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu tersebut seperti ilmu fisika, biologi, kimia, farmasi, kedokteran, ekonomi, sejarah, bahkan bahasa.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari konsep, struktur konsep dan hubungan konsep dan struktur yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir manusia. Sebagai suatu ilmu yang berguna untuk memajukan daya pikir manusia, matematika perlu dibekalkan kepada siswa SD melalui proses pembelajaran.

2.1.6 Pembelajaran Matematika di SD

(40)

ketercapaian kompetensi adalah penerapan strategi pembelajaran matematika yang tepat. Namun, penerapan strategi pembelajaran matematika yang tepat saja belumlah cukup untuk mendukung pencapaian kompetensi matematika peserta didik.

Berkaitan dengan pembelajaran matematika, penerapan strategi pembelajaran matematika yang tepat tersebut perlu ditunjang dengan pemahaman yang baik akan teori pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Pitajeng (2006: 27), yang menyatakan bahwa para guru SD/MI hendaknya memahami teori belajar dan mengajar matematika, agar dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga pembelajaran menjadi efektif, bermakna, dan juga menyenangkan. Selain Pitajeng, Greer (2009: 148) juga berpendapat tentang pentingnya menerapkan strategi pembelajaran yang tepat oleh guru dalam pembelajaran matematika, yakni sebagai berikut.

The teacher attempts to understand the mathematics, the trajectories, the obstacles, the child’s mind, and the principles of instruction, but in the end must use her own mind to apply all of these ideas in a personally meaningful way to the complex task of teaching in the here and now.

(41)

Beberapa teori belajar dalam pembelajaran matematika akan dibahas secara mendalam pada uraian berikut ini.

2.1.6.1Teori Belajar Piaget

Teori perkembangan intelektual dari Jean Piaget dalam Muhsetyo, dkk (2009: 1.9) menyatakan bahwa kemampuan intelektual anak berkembang secara bertingkat atau bertahap, yaitu (a) sensorimotorik (0-2 tahun), (b) pra-operasional (2-7 tahun), (c) operasional konkret (7-11 tahun), dan (d) operasional formal (≥11

tahun). Penerapan dari teori Piaget dalam pembelajaran matematika adalah perlunya keterkaitan materi terdahulu dengan bahan pelajaran matematika yang akan diberikan, sehingga lebih memudahkan peserta didik dalam memahami materi baru.

2.1.6.2Teori Belajar Brunner

Menurut Brunner dalam Pitajeng (2006: 29), anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:

(1) Tahap enaktif, yaitu tahap dimana siswa belajar menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung.

(2) Tahap ikonik, yaitu tahap dimana anak-anak tidak lagi memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud.

(42)

2.1.6.3Teori Belajar Dienes

Dienes mengemukakan dasar teori belajar matematika dengan bertumpu pada Piaget. Pengembangan dasar teori belajar Dienes diorientasikan pada siswa-siswa agar matematika menarik bagi siswa-siswa yang mempelajarinya. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Hal ini berarti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika (Pitajeng 2006: 32).

Sementara itu, Aisyah, dkk (2007:2-6) menyatakan bahwa teori belajar Dienes menekankan pada tahapan permainan, yang berarti pembelajaran matematika diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar sehingga proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang dalam belajar. Dengan kata lain bahwa pembelajaran dengan model yang memuat unsur permainan dapat menjadikan hasil belajar menjadi lebih bermakna dan membekas dalam ingatan.

2.1.6.4Vygotsky

(43)

diskusi kelompok kecil beranggotakan 3-4 orang untuk mengerjakan tugas kelompok sebagai latihan.

Dengan berpedoman pada teori pembelajaran matematika diatas, guru dapat menerapkan strategi yang tepat untuk membelajarkan matematika di SD. Dalam penelitian ini, strategi pembelajaran matematika perlu mengacu pada teori pembelajaran matematika seperti yang telah dikemukakan diatas, yakni guru ataupun peneliti perlu menyampaikan materi matematika dengan melihat keterkaitan materi terdahulu dengan bahan pelajaran matematika yang akan diberikan. Selain itu, untuk menjembatani pemikiran siswa yang konkret dengan materi matematika yang abstrak, guru menggunakan media pendukung dalam pembelajaran berupa benda-benda nyata, seperti kelereng, manik-manik, pensil, buku, dan peta. Adapun sebagai variasi dalam pembelajarannya, guru dapat menerapkan model permainan dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok siswa, sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan. Dengan demikian, strategi yang diterapkan guru diharapkan dapat membantu siswa mencapai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran matematika.

2.1.7 Materi Pecahan dalam Perbandingan dan Skala

(44)

2.1.7.1Menjelaskan Arti Perbandingan

Menurut Subarinah (2006: 79), pada prinsipnya pecahan digunakan untuk menyatakan beberapa bagian dari sejumlah bagian yang sama. Pecahan merupakan bagian-bagian yang sama dari keseluruhan. Suatu pecahan dapat

ditulis

,

di mana a disebut pembilang dan b disebut penyebut. Penulisan bentuk

pecahan tersebut juga dapat diartikan a berbanding b. Dengan demikian besar bilangan untuk pembilang dan penyebut dapat kita bandingkan. Ini berarti pecahan mempunyai arti perbandingan.

Contoh :

Jumlah kelereng A ada 36 butir dan kelereng B ada 20 butir. Bagaimana perbandingan kelereng A dan B?

Jawab:

Kelereng A : B = 36 : 20 = 9 : 5

Perbandingan harus dinyatakan dengan bilangan yang sederhana. Oleh karena itu, 36 : 20 disederhanakan menjadi 9 : 5.

2.1.7.2Skala sebagai Perbandingan

Skala peta menyatakan perbandingan antara ukuran gambar dan ukuran sebenarnya atau sesungguhnya. Jika skala = S, jarak peta = Jp, dan jarak sebenarnya = Jb, maka:

Jb = Jp x S; S = Jp : Jb; Jp = Jb : S. Contoh :

(45)

Jawab:

Jarak sebenarnya antara kota A dan B= 1.500.00 x 4 cm = 6.000.000 cm = 60 km.

2.1.7.3Melakukan Operasi Hitung dengan Menggunakan Perbandingan dan

Skala

Contoh :

Sebidang tanah kelilingnya 240 m. Lebar tanah itu dari panjangnya.

Berapa meter persegi luas tanah itu? Jawab:

Diketahui: Keliling = 240 m; Lebar = x panjang

Ditanyakan: Berapa luas tanah itu?

Penyelesaian: Panjang + lebar =

x 240 m = 120 m

Lebar = x panjang

Lebar : panjang = 5 : 7 , jumlah 12 bagian Lebar = x 120 m = 50 m

Panjang = x 120 m = 70 m

Jadi, luas tanah = 70 m x 50 m = 3.500 m2.

2.1.8 Model Pembelajaran

(46)

rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas. Sementara itu, menurut Suprijono (2012: 46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Dari kedua pengertian tentang model pembelajaran menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

2.1.9 Model Konvensional dan Model Cooperative Learning

(47)

konvensional perlu digantikan dengan model yang lebih berpusat pada siswa, salah satunya yaitu dengan model cooperative learning.

Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar (Slavin 2013: 32). Sementara itu, Artz dan Newman (1990) dalam Huda (2013: 32) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai ”small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal” yang artinya kelompok kecil pembelajar / siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama.

Berkaitan dengan pembelajaran kooperatif, McWey, Henderson, dan Piercy (2006: 252) memberikan definisi pembelajaran kooperatif sebagai berikut: “Cooperative Learning (CL) has been identified as an effective pedagogical strategy that promotes a variety of positive cognitive, affective, and social outcomes”. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif diidentifikasikan sebagai strategi pedagogis yang efektif yang mempromosikan berbagai hasil pengetahuan, sikap, dan sosial yang positif. Jadi, pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang menuntut kerjasama siswa di dalam kelompok belajar mereka untuk saling membantu didalam belajar, sehingga siswa dapat menambah wawasan pengetahuannya sekaligus juga menumbuhkan sikap sosial yang positif.

(48)
[image:48.595.112.511.218.749.2]

kooperatif yang membedakannya dengan pembelajaran konvensional. Berikut ini adalah tabel perbedaan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran kooperatif, seperti yang dikutip dari Hamdani (2011: 166).

Tabel 2.1. Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kooperatif

Memfokuskan pada prestasi individu. Setiap siswa akan saling berkompetisi dan berprinsip, “Jika aku tidak sukses, aku akan kalah dan kehilangan”. Penghargaan berupa prestasi individu.

Memfokuskan pada prestasi kelompok. Setiap anggota kelompok percaya bahwa kesuksesan tidak dapat diraih tanpa kesuksesan kelompok, “Jika kamu menang, aku menang”. Penghargaan kelompok sebagai prestasi masing-masing anggota kelompok.

Dalam proses belajar, hanya sedikit terjadi proses diskusi antarsiswa.

Sesama anggota kelompok akan saling membantu, mendorong, dan saling memotivasi dalam proses belajar.

Tanggung jawab yang ada berupa tanggung jawab individu.

Tanggungjawab yang ada berupa tanggungjawab individu dan tanggungjawab kelompok. Semua anggota kelompok akan saling bertanggungjawab demi tercapainya kerja kelompok yang optimal.

Kemampuan sosial diabaikan Kemampuan teamwork adalah suatu tuntutan.

Seorang siswa hanya mengandalkan dirinya sendiri untuk menyelesaikan semua tugasnya.

Sikap anggota akan mengharapkan adanya suatu kerjasama. Kepemimpinan menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok. Tidak ada proses tentang cara untuk

meningkatkan kualitas kerja.

Setiap anggota akan memberikan prosedur untuk menganalisis cara terbaik supaya kelompoknya menjadi lebih baik, menggunakan kemampuan sosial secara tepat, dan memperbaiki kualitas kerja kelompok mereka.

Pembentukan kelompok tidak diperhatikan (tidak ada), yang ada hanya berupa kelompok besar, yaitu kelas.

(49)

Model pembelajaran kooperatif mengandung lima unsur yang harus diterapkan untuk mencapai hasil maksimal (Suprijono 2012: 58). Kelima unsur tersebut, yaitu:

(1) Positive Interdependensi (saling ketergantungan positif) (2) Personal Responbility (tanggung jawab perseorangan) (3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif) (4) Interpersonal Skill (komunikasi antar anggota)

(5) Group Processing (pemrosesan kelompok)

Jadi, pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajarinya juga. Konsekuensi positif dari pembelajaran ini adalah siswa diberi kebebasan untuk terlibat secara aktif dalam kelompok mereka. Dalam lingkungan pembelajaran kooperatif, siswa harus menjadi partisipan aktif dan melalui kelompoknya dapat membangun komunitas pembelajaran (learning comunity) yang saling membantu satu sama lain.

2.1.10 Model Teams Games Tournament (TGT)

(50)

Menurut Slavin (2009: 166-167), terdapat lima komponen utama dalam pelaksanaan model TGT, yaitu:

(1) Presentasi kelas atau pengamatan langsung, yaitu guru menjelaskan materi pelajaran dengan pengajaran langsung atau diskusi, ataupun presentasi audiovisual. Guru membagi kelas menjadi tim-tim siswa yang beranggotakan tiga sampai empat siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik (intelegensi) dan jenis kelamin. Guru menyebutkan konsep-konsep yang harus dipelajari oleh semua tim. Presentasi kelas ini difokuskan pada unit TGT. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, agar dapat menjawab soal-soal pada saat kompetisi dalam permainan.

(2) Belajar kelompok (team study), yaitu tim yang telah dibentuk oleh guru berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Pembelajaran tim sering melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. Pada model TGT ini, poin penting yang perlu ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini harus memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, agar nantinya dapat menjawab soal dengan baik pada saat permainan.

(51)

pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi dalam presentasi kelas dan belajar kelompok. Adapun perangkat permainan dalam model TGT antara lain: kartu bernomor, lembar permainan, lembar jawaban, dan lembar skor penilaian.

(4) Turnamen (tournament), yaitu sebuah struktur dimana permainan berlangsung, biasanya diadakan pada akhir pembelajaran atau akhir minggu, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok. Siswa melaksanakan tounament dalam beberapa meja yang berbeda tingkatannya. Setiap meja dimainkan oleh 4-5 anak dari tim yang berbeda. Kompetisi yang seimbang ini memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka, jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah tournament selesai maka dilakukan penilaian.

(5) Team recognize (penghargaan kelompok), yaitu kegiatan akhir dari pembelajaran model TGT. Dari hasil tournament diatas, para siswa melakukan perhitungan skor secara mandiri lalu hasilnya bisa diserahkan pada guru. Guru kemudian mengumumkan skor perolehan tim. Tim akan mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45, dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40. Tim yang memenuhi kriteria skor tersebut akan mendapat sertifikat penghargaan dari guru.

(52)

untuk lebih memperjelas lagi mengenai pelaksanaan pembelajaran model TGT, peneliti paparkan langkah-langkah penerapannya dalam suatu pembelajaran sebagai berikut:

(1) Guru membentuk kelompok siswa secara heterogen dengan jumlah anggota 4 hingga 5 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan.

(2) Guru dan siswa menyiapkan meja tournament secukupnya (misalkan 7 meja) dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang memiliki kemampuan yang setara. Meja tournament 1 diisi oleh siswa dengan kemampuan tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja terakhir di tempati oleh siswa yang memiliki kemampuan terendah dari tiap kelompok. Penentuan siapa siswa yang duduk pada meja tertentu sesuai dengan kesepakatan kelompok, namun tetap dengan pengarahan guru. (3) Dalam tournament, seorang siswa mengambil satu kartu bernomor dan

(53)

(4) Setelah tournament selesai maka dilakukan penilaian. Tiap anggota kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menghitung perolehan poin yang didapat dari tiap anggota kelompok kemudian diakumulasikan.

(5) Kelompok yang memperoleh poin tertinggi akan mendapat penghargaan berupa predikat great team, best team dan good team.

(6) Pada pertemuan berikutnya guru melakukan bumping yaitu pergeseran tempat duduk pada saat tournament. Anggota kelompok yang pada saat turnamen mendapat poin terbanyak akan naik tingkat, yaitu berpindah ke meja yang lebih tinggi tingkatannya. Begitu pula sebaliknya, Anggota kelompok yang pada saat turnamen mendapat poin terendah berpindah ke meja yang lebih rendah tingkatannya.

Adapun untuk menghitung poin-poin turnamen dalam model TGT ini, Slavin (2009: 175) memberikan pedoman sebagai berikut:

(1) Untuk permainan dengan empat pemain

Tabel 2.2. Pedoman Penskoran Tournament untuk Empat Pemain

Pemain Tidak ada yang seri Seri nilai tertinggi Seri nilai tengah Seri nilai rendah Seri nilai teringgi 3-macam Seri nilai terendah 3-macam Seri 4-macam Seri nilai tertinggi dan terendah Peraih skor teringgi 60

poin 50 60 60 50 60 40 50

Peraih skor tengah atas

40

(54)

Peraih skor tengah bawah

30

poin 30 40 30 50 30 40 30

Peraih skor terendah

20

poin 20 20 30 20 30 40 30

[image:54.595.115.513.112.218.2]

(2) Untuk permainan dengan tiga pemain

Tabel 2.3. Pedoman Penskoran Tournament untuk Tiga Pemain pemain Tidak ada

yang seri Seri nilai tertinggi Seri nilai terendah Seri 3-macam Peraih skor tertinggi

60 poin 50 60 40

Peraih skor tengah

40 poin 50 30 40

Peraih skor rendah

20 poin 20 30 40

(55)

6.3) yaitu senang bermain, selalu bergerak, bekerja atau bermain dalam kelompok, dan senantiasa ingin melaksanakan atau merasakan sendiri.

2.1.11 Penerapan Model TGT dalam Pembelajaran

Penerapan model TGT dalam pembelajaran memerlukan keseriusan dari guru dalam perancangan dan penerapannya. Adapun langkah-langkah perancangan dan penerapannya model TGT dalam pembelajaran matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala akan dijelaskan secara jelas dibawah ini.

2.1.11.1Tahap Persiapan

Sebelum pelaksanaan pembelajaran model TGT, guru mempersiapkan hal-hal sebagai berikut:

(1) Mempelajari dan menganalisis materi pecahan dalam perbandingan dan skala, dengan cara melihat silabus pembelajaran.

(2) Mengembangkan silabus pembelajaran.

(3) Merancang tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa.

(4) Merancang mengorganisasi sumber daya dan rencana logistik. Dalam hal ini, guru mempersiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan untuk perangkat model TGT, meliputi : pembagian kelompok siswa secara heterogen, pembuatan kartu bernomor, lembar game, lembar jawaban, lembar skor permainan, dan lembar skor tim.

(5) Merancang teknik dan prosedur penilaian hasil belajar.

(56)

2.1.11.2TahapPelaksanaan Pembelajaran

Dalam tahap pelaksanaan pembelajaran materi pecahan dengan model TGT, guru perlu melakukan langkah-langkah berikut:

(1) Kegiatan Awal, meliputi : mengkondisikan semua siswa untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing; melakukan presensi terhadap siswa; menyiapkan alat-alat pelajaran; menyampaikan tujuan pembelajaran; memberikan apersepsi, dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring siswa pada materi yang akan dibahas.

(2) Kegiatan Inti, meliputi : Eksplorasi, yaitu penjelasan materi pecahan dalam perbandingan oleh guru secara klasikal dengan didukung oleh media benda nyata yang relevan dengan materi; Elaborasi, yaitu pembagian kelompok (sesuai dengan pembagian yang dibuat guru sebelumnya), pemberian tugas kelompok/LKS, instruksi pelaksanaan tournament, penempatan meja tournament, pelaksanaan tournament, perhitungan skor tiap meja dan skor tiap kelompok; Konfirmasi, yaitu pemberian penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi, serta memberikan motivasi kepada siswa untuk terus belajar agar mampu mengerjakan soal.

(57)

2.2

Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang penerapan model TGT dalam pembelajaran telah banyak dikaji dan dilakukan. Beberapa penelitian mengenai model TGT yang telah dilakukan dan dapat dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah penelitian dari:

(1) Prawoto (2011), yang berjudul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Materi Alat Pernapasan pada Manusia dan Hewan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dengan Media Lembar Diskusi Bergambar di SDN Tanjung 02”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata penilaian hasil belajar siswa kelas V pada siklus I rata-rata kelas 66,47, ketuntasan belajar secara klasikal 67,64 %, rata-rata aktivitas siswa 60,29 % dengan kriteria C, performansi guru dengan kriteria C. Hasil belajar pada siklus II rata-rata kelas 72,35, ketuntasan belajar secara klasikal 82,35 %, rata-rata aktivitas siswa 73,52% dengan kriteria B, performansi guru dengan kriteria B. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan model kooperatif tipe TGT melalui media lembar diskusi bergambar dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V materi alat pernapasan pada manusia dan hewan di SDN tanjung 02 tahun ajaran 2011/2012.

(58)

(PTK). Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui dua siklus dimana tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Muarareja 02 Tegal. Hasil penelitian yang diperoleh dari penilaian hasil belajar siswa kelas IV pada siklus I yaitu: (1) rata-rata kelas 67,29; (2) ketuntasan belajar secara klasikal 70,83%; (3) rata-rata aktivitas siswa 73,19%; (4) nilai performansi guru 83,80% dengan kriteria AB. Hasil belajar pada siklus II yaitu : (1) rata-rata kelas 77,27; (2) ketuntasan belajar secara klasikal 90,90%; (3) rata-rata aktivitas siswa 79,65%; (4) nilai performansi guru 90,60% dengan kriteria A. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika materi Bangun Ruang (sifat dan jaring-jaring) pada siswa kelas IV dan juga meningkatkan performansi guru di SDN Muarareja 02 Tegal tahun pelajaran 2011/2012.

(59)

75,24%. Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran pada siklus I mencapai 77,34% meningkat pada siklus II menjadi 78,06% dan telah mencapai kriteria aktivitas belajar sangat tinggi. Perolehan nilai performansi guru pada siklus I mencapai 81,25 meningkat pada siklus II menjadi 86,08. Dengan demikian, penerapan model teams games tournamet dapat meningkatkan pembelajaran IPA materi sumber daya alam pada siswa kelas 5 SD Negeri 04 Belik Kabupaten Pemalang.

Ketiga penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini, yakni sama-sama menerapkan model TGT dalam pembelajaran di kelas tinggi Sekolah Dasar. Namun bedanya, jika ketiga penelitian tersebut memunculkan variabel aktivitas dan hasil belajar sebagai variabel terikatnya, kali ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan variabel yang lain, yakni motivasi belajar. Materi yang diangkat dalam penelitian ini juga berbeda dengan ketiga penelitian di atas, yakni materi pecahan dalam perbandingan dan skala. Selain itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental, berbeda dengan ketiga penelitian di atas yang merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

2.3

Kerangka

Berpikir

(60)

Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Pembelajaran yang kurang bermakna menjadikan hasil belajar kurang melekat dalam pola pikir dan pola tindakan siswa. Akibatnya, hal ini berpengaruh pada rendahnya motivasi belajar siswa. Rendahnya motivasi belajar siswa ini dapat mempengaruhi proses belajar siswa, sehingga hasil belajar siswa menjadi kurang optimal. Dengan demikian, pembelajaran yang kurang bermakna perlu digantikan dengan pembelajaran yang lebih bermakna, yakni dengan melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat diupayakan melalui penerapan strategi pembelajaran inovatif.

(61)

Bagan 2.1 Pola Kerangka Berpikir

2.4

Hipotesis

Penelitian ini menguji hipotesis komparatif dari dua sampel dengan melakukan pengujian satu pihak kanan. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(1) Ho1: Motivasi belajar matematika siswa dengan penerapan

model TGT tidak lebih baik dari pada motivasi belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional.

(2) Ha1: Motivasi belajar matematika siswa dengan penerapan model TGT

lebih baik dari pada motivasi belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional.

Motivasi dan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran

inovatif

Motivasi dan hasil belajar siswa dengan

model pembelajaran konvensional dibandingkan

Proses Pembelajaran Model pembelajaran

inovatif TGT

Model pembelajaran konvensional Pembelajaran Matematika,

materi pecahan yang kurang bermakna menyebabkan:

1. Motivasi rendah.

(62)

(3) Ho2: Hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model TGT tidak

lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional.

(4) Ha2: Hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model TGT lebih

(63)

45

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen Quasi Experimental Design yang diadaptasi dari True Experimental Design, dengan alasan bahwa dalam melakukan eksperimen peneliti ini tidak mutlak mampu mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Adapun bentuk dari desain eksperimen yang diterapkan adalah bentuk Posttest-Only Control Design yang diadaptasi dari True Experimental Design. Berikut adalah bentuk Posttest-Only Control Design yang diadaptasi dari True Experimental Design, tanpa pretest (Sugiyono 2011: 114).

Bagan 3.1 Desain Penelitian Keterangan:

R = kelompok yang dipilih secara random

X = perlakuan model TGT terhadap kelas eksperimen

O2 = tes yang dilakukan setelah pembelajaran (tes prestasi belajar) pada kelas

eksperimen

O4 = tes yang dilakukan setelah pembelajaran (tes prestasi belajar) pada kelas

kontrol

R

X O

2
(64)

Dalam desain ini, terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X), dan kelompok kedua tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen, dan kelompok kedua yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Perlakuan tersebut adalah penerapan model TGT dalam pembelajaran matematika materi pecahan dalam perbandingan dan skala. O2 dan O4 adalah tes akhir yang

dilaksanakan pada saat akhir pembelajaran untuk mengetahui apakah ada perbedaan motivasi dan hasil belajar yang signifikan antara kelas yang mendapat perlakuan dan yang tidak.

3.2

Populasi dan Sampel

Pembahasan mengenai populasi akan menjelaskan mengenai besar populasi dan penentuan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Di bawah ini merupakan penjelasan lebih mendalam mengenai populasi dan sampel.

3.2.1 Populasi

(65)

Dalam hal ini, alasan penentuan populasi adalah karena keadaan dari siswa ketiga SD tersebut masih dalam satu lingkungan sekolah dan diharapkan karakteristik sekolah dan juga kemampuan awal dari siswa itu sama. Karakteristik sekolah yang dimaksud antara lain: siswa ketiga SD bertempat tinggal di lingkungan sekitar sekolah dan rata-rata berasal dari kalangan keluarga menengah; guru dari ketiga SD yang sama-sama berkompeten dengan kualifikasi ra

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.3. Pedoman Penskoran Tournament untuk Tiga Pemain
Tabel 3.3 Pedoman Penggunaan Rumus t-tes
Tabel 4.1. Paparan Data Rekap Skor Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa (Pra Eksperimen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan Active Learning di kelas IV MIS Al- Iqra’ Medan Belawan.. Untuk mengetahui

Pembentuk kelompok vegetasi ini adalah berbagai spesies tanaman mangrove yang dapat beradaptasi secara fisiologis terhadap lingkungan yang khas, yaitu salinitas tinggi,

[r]

After studying and learning this chapter, coginitively students are able to know, recognize, and understand how to translate descriptive texts, affectively they can acknowledge

Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Pembuatan Film Animasi 2 Dimensi “ Legenda Jaka Linglung ”

The development of resistance to anti-malarial drugs are due to spontaneous changes in certain genes such as of P.falciparum multi drug resistance1 (Pfmdr1), P.falciparum

bahwa dalam rangka mendukung operasional Pelabuhan Perikanan Birea serta melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

Apa yang ingin saya katakan adalah, saya yakin dan percaya Perkhidmatan Awam di negara ini, nyatanya, telah sampai kepada satu tahap keampuhan dan kematangan yang mampu