ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TAX PLANNING PADA PERUSAHAAN
(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Fatimah Fad’aq
NIM: 108082000136
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Fatimah Fad’aq
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Oktober 1990
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jalan Batu Ampar 3 Gg. Batu Kecubung 3
Rt.04/04 No.7b Condet, Kramat Jati, Jakarta
Timur 13520.
6. Telepon : 085211166484
7. Email : fatimahfadaq@rocketmail.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Islam Ar-Riyadl 1995 – 1996
2. SD Negeri Makasar 01 Jakarta 1996 – 2002
3. SMP Negeri 150 Jakarta 2002 – 2005
4. SMA Negeri 62 Jakarta 2005 – 2008
5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008 – 2012
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. LPIA English Course 2005-2007
3. BBC English Course 2006-2007
4. ESQ Basic Training 2008
5. Peserta Kajian Ekonomi Islam Ramadhan 2008
6. Dialog Nasional Menatap Pemilu 2009 2008
7. Peserta Seminar Reinventing Indonesia 2009
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. PMR SMA Negeri 62 Jakarta 2005 – 2006
2. Paduan Suara SMA Negeri 62 Jakarta 2005 – 2006
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Nama Ayah : (Alm.) Abdul Kadir Ahmad Fad’aq
2. Tempat, Tanggal Lahir : Waingapu, 31 Desember 1947
3. Nama Ibu : Nurjannah Al-Attas
4. Anak Ke- : 3 dari 3 bersaudara
THE ANALYSIS OF FACTORS WHICH INFLUENCE TAX PLANNING TREATMENT IN A COMPANY
(Case Study on Corporate Taxpayers of KPP Pratama Jakarta Kramat Jati) By:
Fatimah Fad’aq
ABSTRACT
The purpose of this research is to determine whether factors that affect treatment of tax planning in a company. The factors are: (1) tax policy, (2) tax regulations, (3) tax administration, (4) loopholes, and (5) tax rates differentiation. The result shows that the five variables was already meet the criteria for MSA > 0,5. Results of factor analysis showed two factors that this spread are all factors that affect treatment of tax planning in a company. The first factors consist of tax policy, loopholes, and tax rates differentiation; and the second factors consist of tax regulation and tax administration.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN TAX PLANNING PADA PERUSAHAAN
(Studi Kasus pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)
Oleh:
Fatimah Fad’aq
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menguji faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penerapan tax planning pada perusahaan. Faktor yang dimaksud adalah: (1) kebijakan perpajakan, (2) undang-undang perpajakan, (3) administrasi perpajakan, (4) loopholes, (5) perbedaan tarif pajak. Unit analisis penelitian ini adalah wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati. Penelitian ini menggunakan data primer dengan metode convenience sampling
dalam penentuan sampel. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima variabel yang diajukan telah memenuhi kriteria MSA > 0,5 yang tersebar dalam 2 faktor. Hasil analisis faktor menunjukkan 2 faktor yang tersebar ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan tax planning pada perusahaan. Faktor pertama terdiri dari kebijakan perpajakan, loopholes, dan perbedaan tarif pajak; dan faktor kedua terdiri dari undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim.
Segala Puji dan syukur, hanya ditujukan kehadirat Allah SWT, tempat dimana penulis mengabdi sebagai hamba serta menggantungkan segala doa dan harapan. Hanya karena rahmat, hidayah dan keridhaan – Nyalah Penulis memiliki kemauan, kemampuan dan kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tax Planning Pada Perusahaan (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)” sebagai tugas akhir yang merupakan syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta Salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabatNya yang telah menjadi jalan bagi umatNya dalam menempuh keselamatan dan kebahagiaan dengan ilmu pengetahuan yang benar.
Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar. Penulis menyadari bahwa keberhasilan yang diperoleh adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Alm. Abdul Kadir Ahmad Fad’aq dan Ibunda Nurjannah Al-Attas serta kakak-kakakku Ulfat, Hamzah, Faris Haddar yang penulis sangat cintai. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang serta doa, dorongan ,semangat, pengorbanan, perhatian dan dukungan baik moral dan finansial yang kalian berikan terhadapku. Semoga karyaku ini bisa membanggakan kalian.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ….i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... …ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ...iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... ...iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... …v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ...vi
ABSTRACT ... .viii
ABSTRAK ... ...ix
KATA PENGANTAR ... …x
DAFTAR ISI ... .xiii
DAFTAR TABEL... ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1
B. Perumusan Masalah ... ... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 5
1. Tujuan Penelitian ... 5
2. Manfaat Penelitian ... 5
1. Definisi Pajak ... 7
2. Definisi Penghasilan ... 9
3. Pajak Penghasilan ... 10
4. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan ... ... 13
5. Obyek Pajak Penghasilan ... ... 14
B. Manajemen Pajak ... ... 15
1. Tujuan Manajemen Pajak ... ... 16
2. Fungsi-Fungsi Manajemen Pajak ... .... 16
C. Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... 17
1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... .. 17
2. Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... .... 20
3. Aspek Formal dan Administratif Tax Planning ... ... 22
4. Aspek Material Tax Planning ... .... 22
5. Penghindaran Sanksi Pajak ... ... 22
D. Strategi dalam Tax Planning ... ... 23
1. Strategi dalam Tax Planning ... ... 23
2. Pendekatan Lain dalam Tax Planning ... ... 24
E. Langkah-Langkah Perencanaan Pajak (Tax Planning) ... .... 26
1. Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan ... .... 26
2. Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal ... ... 29
3. Meminimalkan Tarif Pajak ... ... 32
F. Motivasi Melakukan Perencanaan Pajak (Tax Planning)... ... 33
2. Undang-Undang Perpajakan (Tax Regulation) ... ... 37
3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) ... ... 39
4. Loopholes ... ... 39
5. Perbedaan Tarif Pajak ... ... 40
G. Kajian Penelitian Terdahulu ... ... 42
H. Kerangka Pemikiran ... ... 44
I. Hipotesis ... ... 45
BAB III METODOLOGI PENELTIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 46
B. Metode Penentuan Sample ... 46
1. Populasi ... ... 46
2. Sampel ... ... 47
C. Metode Pengumpulan Data ... 48
1. Pengumpulan Data Primer ... ... 48
2. Pengumpulan Data Sekunder ... ... 49
D. Metode Analisis ... 49
1. Uji Kualitas Data ... 49
a. Uji Kualitas Data ... ... 49
b. Uji Reliabilitas Data ... ... 50
2. Analisis Faktor ... ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57
1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Kramat Jati... ... 57
B. Analisis Data... ... 57
1. Uji Kualitas Data... ... 57
a. Uji Validitas Data... ... 57
b. Uji Reliabilitas Data... ... 58
2. Uji Analisis Faktor... ... 60
C. Pembahasan dan Interpretasi... ... 71
1. Pembahasan... ... 71
2. Interpretasi... ... 72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74
B. Implikasi ... 75
C. Saran... ... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Hal.
2.1 Penelitian Terdahulu ... 43
3.1 Data Sampel Perusahaan... ... 47
3.2 Skala Likert ... 49
3.3 Tabel Operasional Variabel... 54
4.1 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 59
4.2 KMO dan Bartlett’s Test ... 62
4.3 Anti Image Matrices ... 64
4.4 Communalities ... 65
4.5 Total Variance Explained ... 66
4.6 Component Matrix ... 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Hal.
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 45
4.1 Grafik Scree Plot ... ... 68
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Hal. 1 Kuisioner Penelitian ... 80
2 Skor Jawaban Penelitian ... 91
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 97
4 Output SPSS Analisis Faktor ... 106
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sebelum masehi pajak telah dipungut oleh penguasa
suatu daerah, untuk kepentingan penguasa itu sendiri tanpa
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Setiap negara atau daerah telah
mengakui betapa pentingnya penghimpunan dana dari rakyat baik itu
untuk penguasa dengan tidak memperhatikan rakyat atau juga digunakan
untuk kesejahteraan rakyatnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang
dan pemerintah memerlukan sumber penerimaan yang cukup besar untuk
dapat membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan yang berada di pusat ataupun yang ada di
daerah. Salah satu penerimaan negara yang terbesar dan paling dominan
sampai saat ini adalah berasal dari sektor perpajakan.
Dalam pendekatan ekonomi, pajak-pajak akan dinilai dalam
fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap masyarakat, penghasilan
seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan, dan penawaran
(Suandy, 2011:14). Pajak merupakan “biaya” bagi perusahaan karena
beban pajak akan mengurangi laba perusahaan, oleh sebab itu
meminimalkan beban pajak adalah salah satu fungsi manajemen keuangan
dalam hal ini manajemennya, berusaha agar bagaimana caranya
melakukan penghematan atau pengurangan pajak secara lawfull dan
sensible. Agar tidak terjadi gangguan terhadap jalannya perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola dengan baik dan benar.
Dalam melakukan pengelolaan pajak, perusahaan harus melakukan upaya-
upaya agar beban yang ditimbulkan dari pajak dapat ditekan sekecil
mungkin untuk memperoleh peningkatan laba bersih setelah pajak.
Termasuk ke dalam kegiatan manajemen keuangan adalah bagaimana agar
dapat dipastikan hasil alokasi modal yang dipergunakan untuk penjualan
produk dapat selalu melebihi dari segala biaya yang telah dikeluarkan,
sebagai sebuah indikator pencapaian profit perusahaan (Tisnawati, 2009:
15).
Upaya untuk menekan beban pajak sekecil mungkin adalah dengan
menggunakan perencanaan pajak (tax planning) atau (tax sheltering). Perencanaan pajak adalah salah satu fungsi dari manajemen pajak yang
digunakan untuk mengestimasi jumlah pajak yang akan dibayar dan
hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghindari pajak. Perencanaan pajak
merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Sedangkan definisi dari
manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah
mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dalam
peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan (Suandy, 2011:7).
Perencanaan pajak (tax planning) dapat dilakukan dengan menggunakan cara penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran
pajak (tax avoidance). Sepintas kedua cara tersebut memiliki konotasi
yang sama sebagai tindakan yang melanggar hukum, tetapi ada beberapa
hal yang membedakan keduanya. Penggelapan pajak merupakan
pengurangan pajak yang dilakukan dengan jalan melanggar peraturan
perpajakan, seperti memberikan data keuangan yang palsu atau
menyembunyikan data. Sedangkan penghindaran pajak merupakan usaha
untuk mengurangi pajak yang terutang, namun tetap mematuhi
ketentuanketentuan peraturan perpajakan, seperti memanfaatkan
perkecualian-perkecualian ataupun potongan-potongan yang
diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam
Undang-undang perpajakan yang berlaku (lawfull dan sensible) (Suandy:
2011: 11).
Seperti yang diungkapkan di atas, cara yang diperkenankan untuk
melakukan penghematan pajak adalah penghindaran pajak (tax
avoidance). Oleh karena itu diperlukan manajemen pajak yang bertujuan
untuk meminimalkan beban pajak dan menunda selambat mungkin pajak
untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Dengan perencanaan pajak yang baik perusahaan dapat mengelola
berkaitan dengan pajak. Disamping itu, perencanaan pajak yang baik juga
akan meminimalkan resiko perpajakan jika ada pemeriksaan pajak,
mengingat batas kadaluarsa pemeriksaaan pajak cukup lama yaitu sepuluh
tahun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tax planning akan
membantu meminimalisasikan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib
pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak tersebut tidak
memberatkan wajib pajak dan tidak menghambat wajib pajak dalam
melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya, maka peneliti tertarik untuk
memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi tax planning pada
perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
“Apakah Kebijakan Perpajakan, Undang-Undang Perpajakan,
Administrasi Perpajakan, Loopholes, dan Perbedaan Tarif Pajak
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian:
Menganalisis pengaruh kebijakan perpajakan, Undang-Undang
perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes, dan tarif pajak
terhadap pelaksanaan tax planning.
2. Manfaat Penelitian:
a. Bagi Peneliti: Melalui penelitian ini, peneliti dapat terlibat
langsung dalam praktek perencanaan pajak dan secara langsung
mengetahui sampai sejauh mana teori tentang perencanaan
perpajakan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di suatu
perusahaan. Selain itu penulis dapat menambah wawasan
pengetahuan serta kemampuan berfikir dalam bidang perpajakan
khususnya mengenai perencanaan pajak.
b. Bagi Pembaca: Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi dalam pengembangan penelitian yang berkaitan dengan
perencanaan pajak.
c. Bagi perusahaan: Penelitian ini dapat membantu dalam
mengevaluasi kinerja serta menjadi pertimbangan manajemen.
d. Bagi wajib pajak: Hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan dan
bahan informasi bagi siapa saja yang ingin meminimalkan
e. Bagi Pihak Lain: Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
bahan referensi yang bermanfaat dan dapat memberikan dasar-
dasar pemikiran bagi para peneliti berikutnya yang berminat atau
berkaitan dengan sektor perpajakan terutama tentang perencanaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar-dasar Perpajakan
Pada dasarnya, pajak dipungut oleh Pemerintah untuk membiayai
Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara (APBN). Pemungutan pajak
harus didasarkan pada undang-undang perpajakan yang telah ada.
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah mengatur tentang
pajak Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 januari 1984 adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang
sekarang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, sistem
perpajakan yang dianut oleh Negara Indonesia adalah self asessment
system. Dalam sistem ini, wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya.
1. Definisi Pajak
Pengertian pajak menurut Brotodiharjo (2003:3) adalah sebagai
berikut:
Sedangkan pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam
Suandy (2011:9) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Lebih lanjut lagi Soemitro mengoreksi definisi tersebut menjadi: “Pajak peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public saving”.
Suandy (2011:8) menyimpulkan bahwa ada tujuh unsur yang
melekat pada pengertian pajak, yaitu:
a. Pajak peralihan kekayaan dari orang /badan ke pemerintah.
b. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksaannya, sehingga dapat dipaksakan.
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh
pemerintah.
d. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah
e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu dari pemerintah.
g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
2. Definisi Penghasilan
Pengertian Penghasilan tercantum Undang-undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Di dalam ketentuan tersebut
disebutkan:
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
9) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
10)Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
11)Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 12)Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 13)Premi asuransi.
14)Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.”
Menurut PSAK nomor 23 penghasilan didefinisikan sebagai: “Suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Dari hal ini maka dapat disimpulkan bahwa setiap pendapatan yang diterima oleh wajib pajak baik dari dalam maupun luar negeri akan dikenai pajak oleh negara.”
3. Pajak Pengahasilan
Menurut Suandy (2006:75) pengertian Pajak Penghasilan adalah
sebagai berikut:
“Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan dalam undang-undang ini adalah takwim, namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.”
Menurut Undang-Undang Pasal 36 Tahun 2008, pasal 2
disebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah:
1)
(a) Orang pribadi
(b) Warisan yang belum terdagi sebagi satu kesatuan,
menggantikan yang berhak. Kewajiban pajak subjektif
warisan belum terbagi dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada
saat warisan tersebut belum selesai dibagi.
2) Badan
Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan modal
yang merupkan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk reksadana.
3) Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegitan di Indonesia, yang dapat berupa:
(a) Tempat kedudukan manajemen.
(b) Cabang perusahaan.
(c) Kantor perwakilan.
4) Gedung kantor.
5) Pabrik.
6) Bengkel.
7) Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja
pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
9) Proyek instalasi, konstruksi, perkebunan, atau kehutanan.
10) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang
lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
11) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukanya tidak bebas.
12) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung resiko di
4. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan
Menurut pasal 3 UU nomor 36 Tahun 2008 dikatakan bahwa yang
menjadi pengecualian dalam subjek pajak pengahasilan adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menirima penghasilan lain di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota.
3) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
5. Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorium, komisi, bonus, uang pensiun, atau imbalan dalam
bentuk lainnya, kecuali ditentukan oleh lain dalam
undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian hutang. Premium terjadi apabila misalnya surat
obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi
tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi
sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli
obligasi.
g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti imbalan.
i. Sewa penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
B. Manajemen Pajak
Menurut Lumbantoruan (1996) menyebutkan bahwa manajemen
penghematan pajak merupakan usaha wajib pajak yang selalu berusaha
meminimalkan beban pajak dan menunda pembayaran pajak selambat
mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan perpajakan.
Meminimalkan beban pajak sekecil mungkin dapat dilakukan
dengan menekan penghasilan-penghasilan dan/atau memperbesar
biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible) sehingga
Penghasilan Kena Pajak (PKP) menjadi lebih kecil atau memanfaatkan
hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan. Sedangkan usaha
memanfaatkan peraturan perpajakan yang ada, seperti ketentuan yang
berkaitan dengan penyusutan.
1. Tujuan Manajemen Pajak
Fungsi manajemen umum, seperti perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian juga berlaku dalam manajemen pajak.
Jadi secara teoritis perencanaan pajak adalah bagian dari manajemen
pajak. Tujuan manajemen pajak oleh Suandy (2006) dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.
b. Usaha efesiensi untuk mencapai laba dan likuidatas yang
seharusnya.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen Pajak
Untuk maksud pembahasan strategi penghematan pajak, ada
baiknya jika mendefinisikan manajemen pajak sebagai kewajiban
serendah mungkin untuk memperoleh likuiditas dan laba yang
diharapkan. Dari uraian-uraian tersebut dikemukakan bahwa
fungsi-fungsi manajemen pajak masih menurut Lumbantoruan (1996) adalah:
a. Perencanaan pajak (tax planning).
b. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation).
c. Pengendalian pajak (tax control).
C. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Perencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak baik badan maupun
pribadi dalam rangka meminimalkan pajak yang terutang yang harus
dibayar kepada negara. Di dalam melakukan perencanaan pajak,
seorang Wajib Pajak harus tetap berpedoman pada peraturan pajak
yang berlaku.
Pengertian Tax Planning Hidayat (2003:11):
“Tax Planning adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.”
Menurut Suandy (2011:6):
“Tax Planning adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan yang akan dilakukan.”
Menurut Mangoting (1999) mengatakan bahwa:
posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Tax planning tidak berarti sebagai upaya menghindari pajak,
karena bila demikian jelas bertentangan dengan undang-undang
perpajakan yang berlaku. Pada umumnya penekanan tax planning
adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Hal ini dapat dilihat
dari dua definisi tax planning menurut Suandy (2011:7) di bawah ini:
a. Tax Planning is the systematic analysis of deferring tax option aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods (Crumbley,1994).
b. Tax planning is arrangements of a person’s business andlor private affairs in order to minimize tax liability (Lyons,1996).
Tax Planning disini tidak sama dengan perencanaan yang
merugikan penerimaan negara, karena tujuannya adalah untuk
mengatur agar pajak yang harus dibayar tidak lebih dari jumlah yang
seharusnya. Untuk itu perusahaan perlu melakukan penelitian dan
pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan.
Lima hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melaksanakan Tax
Planning menurut Hidayat (2003) adalah:
a. Pertama, wajib pajak harus mengerti peraturan perpajakan yang
terkait. Akan sangat sulit dapat melakukan tax planning yang baik
dan tidak melanggar undang-undang bila tax planning dirancang
tidak dalam koridor undang-undang perpajakan yang berlaku.
Pelaksanaan tax planning yang melanggar undang-undang akan
planning (Suandy,2011:10). Apabila suatu perencanaan pajak
ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi
wajib pajak merupakan resiko yang berbahaya dan mengancam
keberhasilan perencanaan pajak. Karena itu, sebaiknya wajib pajak
menghindari hal tersebut karena dapat sangat merugikan wajib
pajak sendiri.
b. Kedua, menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam tax planning.
Tax planning paling tidak memiliki dua tujuan utama menurut
Suandy (2011:7) yakni:
1) Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.
2) Mengefisiensikan laba yang diharapkan.
c. Ketiga, dalam melakukan tax planning harus memahami karakter
usaha wajib pajak. Hal ini dikarenakan hampir setiap perusahaan
memiliki perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupun perilaku
dan kebiasaan kebiasaannya. Dengan memahami secara mendalam
seluk-beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan tax
planning.
d. Keempat, memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi
yang diatur dalam tax planning. Hal ini dikarenakan apabila
pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan kewajaran sudah
tentu akan menimbulkan kesulitan-kesulitan karena adanya
kecurigaan fiskus dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan,
e. Kelima, tax planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi
(accounting treatment) dan didukung dengan bukti-bukti yang
memadai, seperti adanya faktur, perjanjian, dan lain-lain.
2. Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak
yang dilakukan secara cermat. Beberapa manfaat menurut Mangoting
(1999) yang dapat disebutkan adalah:
a. Penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya
dapat dikurangi.
b. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang
matang dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan
menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun
anggaran kas secara lebih akurat.
Untuk menghemat pajak menurut Syahdan (2001) dapat dilakukan
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Bermanfaat secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang
berlaku.
b. Pengurangan PKP perusahaan melalui peningkatan penghasilan
karyawan.
c. Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau
menggabungkannya.
Menurut Mangoting (1999) tujuan tax planning secara lebih khusus
ditujukan untuk memenuhi hal-hal berikut:
a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali
b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan
c. Menunda pengakuan penghasilan
d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain
e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan
membentuk badan usaha baru
f. Menghindari pengenaan pajak ganda
g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur
atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan
pajak.
Implementasi tax planning dalam kegiatan usaha wajib pajak
adalah untuk mencapai sasaran perusahaan dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan, dengan cara menggunakan tax planning secara
lengkap, benar, dan tepat waktu yang sesuai dengan Undang-Undang
Perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administratif (denda, bunga,
kenaikan pajak) dan sanksi pidana. Hal tersebut bertujuan untuk
efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya, guna meningkatkan
3. Aspek Formal dan Administratif Tax Planning
Kewajiban perpajakan bermula dari implementasi undang-undang
perpajakan. Oleh karena itu, ketidakpatuhan terhadap undang-undang
dapat dikenakan sanksi baik administrasi maupun sanksi pidana.
Sanksi administrasi maupun sanksi pidana merupakan pemborosan
sumber daya sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak
yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan
perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak
aspek formal administratif maupun aspek material substantif perlu
untuk dimengerti dan dipahami untuk dapat menghindari sanksi
administratif maupun pidana.
4. Aspek Material dalam Tax Planning
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan,
perbuatan maupun peristiwa. Basis penghitungan pajak adalah objek
pajak, maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen
akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak
kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan
pemborosan dana). Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara
benar dan lengkap.
5. Penghindaran Sanksi Pajak
Pembayaran sanksi yang tidak seharusnya terjadi merupakan
berupa denda, bunga maupun kenaikan. Sanksi tersebut merupakan
financial penalty yang merupakan pemborosan dana. Sedangkan sanksi
pidana dapat berupa pidana penjara dan atau denda keuangan.
D. Strategi dalam Tax Planning
1. Strategi dalam Tax Planning
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan
wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, misalnya
seperti yang dikemukakan oleh Lumbantoruan (1996:489) yaitu:
a. Pergeseran pajak (shifting), ialah pemindahan atau mentransfer
beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian,
orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak
menanggungnya.
b. Kapitalisasi, ialah pengurangan harga objek pajak sama dengan
jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
c. Transformasi, ialah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh
pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan
terhadapnya.
d. Tax Evasion, ialah penghindaran pajak dengan melanggar
ketentuan peraturan perpajakan.
e. Tax Avoidance, ialah penghindaran pajak dengan menuruti
Dapat disimpulkan, bahwa ada strategi-strategi yang bisa diambil
oleh wajib pajak terutama badan, dalam usahanya melaksanakan tax
planning dengan tujuan mengatur atau dengan kata lain meminimalkan
jumlah pajak yang harus dibayar. Diantara strategi-strategi tersebut ada
yang legal maupun ilegal. Strategi-strategi atau cara-cara yang legal
sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, biasanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang
atau dalam hal ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam
undang-undang perpajakan (loopholes).
2. Pendekatan Lain dalam Tax Planning
Menurut Mangoting (1999) ada dua pendekatan lain yang bisa
dilakukan sebagai suatu strategi dalam usaha memperkecil laba yang
akhirnya juga mengurangi pajak yang harus dibayar yaitu:
a. Dengan memperkecil pendapatan atau penerimaan.
b. Dengan memperbesar biaya atau pengeluaran.
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa usaha untuk mengatur
jumlah pajak yang harus dibayar dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu memperkecil pendapatan dan penerimaan dan
memperbesar jumlah beban atau pengeluaran. Alternatif atau cara yang
pertama umumnya berisiko cukup besar, karena hal ini biasanya
dilakukan dengan pemalsuan dokumen atau membukukan jumlah yang
Pendekatan yang kedua juga ada risikonya, dan cara yang atau
jalan yang ditempuh juga sama dengan alternatif pertama, hanya saja
peraturan pajak memberikan beban-beban yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.
(Undang-Undang Pajak Penghasilan No.10 tahun 1994, pasal 6).
Sebenarnya pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari
dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenai
pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang
dapat dikenakan pajak. Perlu diketahui bahwa pembayaran jumlah
pajak yang kurang dari seharusnya, bukan hanya dapat dilakukan
dengan suatu perencanaan tax planning, tapi bisa juga karena kelalaian
wajib pajak itu sendiri, misalnya dalam hal:
a. Ignorance atau ketidaktahuan, adalah wajib pajak tidak sadar atau
tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tersebut.
b. Error atau kesalahan, adalah wajib pajak paham dan mengerti
mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
tetapi salah dalam menghitung datanya.
c. Misunderstanding atau kesalahpahaman, adalah wajib pajak salah
menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
d. Negliance atau kealpaan, adalah wajib pajak alpa untuk
Menurut Brotodihardjo (2003:13-14) lebih lanjut membedakan
perlawanan terhadap pajak menjadi dua yaitu:
a. Perlawanan pasif meliputi hambatan-hambatan yang mempersukar
pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur
ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual dan moral
penduduk serta sistem dan cara pemungutan pajak itu sendiri.
b. Perlawanan aktif. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dan
bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan aktif ini meliputi
penghindaran diri dari pajak, pengelakan pajak, dan melalaikan
pajak.
Dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha dengan menggunakan
strategi yang bertujuan untuk penghematan pajak atau meminimalkan
jumlah pajak yang harus dibayar atau mengatur jumlah pajak yang
dibayar yang dilakukan oleh wajib pajak, dikategorikan sebagai
perlawanan aktif.
E. Langkah-Langkah Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Menurut Tjahjono (2001), perencanaan pajak yang dapat dilakukan
adalah:
1. Memaksimalkan Penghasilan yang Dikecualikan
Usaha memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan adalah
mendasarkan pada variabel penghasilan yang bukan sebagai objek
pajak. Peluang ini tercantum dalam pasal 4 (3) Undang-Undang
Pajak Penghasilan no.10 tahun 1994, yang mengatur tentang
penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, yaitu:
a. Bantuan/sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang sah,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c. Warisan.
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun,
persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan
atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan
bentuk badan usaha lainnya sebagai pengganti saham atau
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan
kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
yayasan, atau organisasi yang sejenis, BUMN, atau BUMD,
dari penyertaan modal pada badan usaha yng didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia.
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, dan penghasilan
dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
j. Bunga laba yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana.
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia
dengan syarat badan pasangan tersebut:
1) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan oleh menteri keuangan.
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI.
2. Memaksimalkan Biaya-Biaya Fiskal
Tindakan ini berupa tindakan yang dilakukan dengan
meningkatkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan atau menekan
biaya yang dapat dikurangkan atau dialihkan ke biaya-biaya yang
dapat dikurangkan. Peluang ini tercantum dalam pasal 6 dan pasal
9 Undang-Undang Pajak Penghasilan no.10 tahun 1994. Pasal 6
mengatur beban-beban yang dapat dikurangkan yaitu:
a. Beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk beban pembelian bahan, berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang, bunga, sewa, royalti, beban perjalanan, biaya pengolahan
limbah, piutang yang nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi,
beban administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
b. Penyusutan dan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh menteri keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
f. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
g. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
di Indonesia.
h. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
Beban-beban yang dapat dikurangkan ini nantinya yang harus
diperbesar oleh perusahaan, sehingga pengurang terhadap
penghasilan bruto juga akan semakin besar, akibatnya pajak yang
akan dibayar semakin kecil. Sedangkan pasal 9 Undang-Undang
Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994, mengatur beban-beban yang
tidak dapat dikurangkan sebagai berikut:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
b. Beban yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha
dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan
syaratnya ditentukan oleh menteri keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh
wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
wajib pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b.
h. Pajak penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
3. Meminimalkan Tarif Pajak
Tindakan ini dapat dilakukan dengan upaya pengenaan pajak
dengan tarif seminimal mungkin. Hal ini dapat ditempuh antara
lain mengalokasikan penghasilan dalam beberapa tahun atau dalam
perusahaan yang masih dalam satu grup.
Sedangkan menurut Lumbantoruan (1996:485-486)
perencanaan pajak dapat ditempuh sebagai berikut:
a. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan
mengenai pengecualian dan potongan atau pengurangan yang
diperkenankan.
b. Mengambil keuntungan dari pemilikan bentuk-bentuk
perusahaan yang tepat.
c. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat
diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi
penghasilan, kerugian dan aktiva yang bisa dihapus.
d. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk
pendapatan yang tarifnya tinggi. Bila mungkin pembayaran
pajak bisa ditunda.
F. Motivasi Melakukan Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Motivasi diartikan sebagai semua kondisi yang memberikan
dorongan dalam diri seseorang yang digambarkan sebagai keinginan,
kemauan, dorongan dsb (Gibson, Donnelly, Ivancevich, 1997:340) dalam
(Rini, Sartika, 2008). Motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah
keinginan untuk meminimalkan beban pajak yang pada akhirnya dapat
memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi
pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan.
Dimana perencanaan pajak merupakan salah satu unsur penunjang untuk
mencapai tujuan perusahaan. Unsur penunjang lainnya yaitu unsur
pendapatan atau penghasilan yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana
pendapatan/penghasilan merupakan objek pajak tidak final dan ada juga
yang merupakan objek pajak final.
Dalam penelitian ini, membatasi faktor-faktor yang memotivasi
manajemen perusahaan melakukan tax planning menurut Suandy
(2011:10) yaitu kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan,
administrasi perpajakan, loopholes dan tarif pajak (tax rates).
1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)
Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai
kebijaksanaan pajak, berikut akan diuraikan faktor-faktor yang mendorong
dilakukannya suatu perencanaan pajak (Suandy, 2011: 11) yaitu:
a. Pajak yang akan dipungut
Di dalam sistem perpajakan ada berbagai tipe pajak yang harus
menjadi pertimbangan utama baik berupa pajak langsung maupun
pajak tidak langsung dan cukai seperti:
1) Pajak Penghasilan Badan dan Perseorangan
2) Pajak atas capital gains
3) Witholding tax atas gaji, dividen, sewa, bunga, royalti, lain-lain.
4) Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk.
5) Pajak atas undian/hadiah.
6) Bea materai.
7) Capital Transfer taxes/transfer duties.
8) Business licence dan trade taxes lainnya.
Terdapat berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar di
mana masing-masing jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan
pajak sendiri-sendiri. Misalnya bea masuk dianggap sebagai biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak atau bisa
dimintakan restitusi apabila kita melakukan ekspor barang, sedangkan
pajak penghasilan adalah pajak atas laba atau penghasilan kena pajak
yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih setelah pajak.
Maka agar tidak mengganggu atau tidak memberatkan arus kas
menganalisis atas transaksi apa akan terkena pajak yang mana dan
berapa dana yang diperlukan, sehingga dapat diketahui berapa
penghasilan bersih setelah pajak.
b. Subjek Pajak
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut “the
classical system” dimana ada pemisahan antara Wajib Pajak Badan
dan Wajib Pajak Orang Pribadi. Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut “the classical system” dimana ada pemisahan
antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya uang akan
menimbulkan pajak ganda. (Suandy, 2011: 11)
Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran dividen
badan usaha kepada pemegang saham perorangan dan kepada
pemegang saham berbentuk badan usaha menyebabkan timbulnya
usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban pajak rendah
sehingga sumber daya perusahaan bisa dimanfaatkan untuk tujuan
yang lain. Di samping itu, ada pertimbangan untuk menunda
pembayaran dividen dengan cara meningkatkan jumlah laba yang
ditahan bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan penundaan
pembayaran pajak.
c. Objek Pajak
Objek pajak merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk laporan. Adanya perlakuan perpajakan
yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama
akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya
rendah.
Sebagai contoh, transaksi modal perseroan atas dividen dan capital
gains, di mana atas pembayaran dividen kepada pemegang saham
perorangan diterapkan tarif progressive Pasal 17 Undang-Undang
Pajak Penghasilan sedangkan capital gains dikenakan pajak flat rate
sebesar 0,1% atau 0,6% dari jumlah bruto nilai penjualan saham.
Karena objek pajak merupakan basis perhitungan besarnya pajak,
maka untuk optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan
merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.
d. Tarif Pajak
Adanya tarif yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan seorang
perencana pajak akan berusaha sedapat mungkin dikenakan tarif yang
paling rendah. Menurut Barry Bracewell and Milnes, (1980), bahwa: “The heavier the burden, the stroner the motive and the wider the
scope for tax avoidance, since the taxpayer may avoid the higher rates
of tax while still remaining liae to the lower”.
e. Prosedur Pembayaran Pajak
Adanya self assessment system dan payment system mengharuskan
(Suandy, 2011: 12). Saat ini sistem pemungutan witholding tax di
Indonesia makin ditingkatkan penerapannya. Hal ini di samping
mengganggu arus kas perusahaan juga bisa mengakibatkan kelebihan
pembayaran atas pemungutan pendahuluan tersebut, padahal untuk
memperoleh restitusi atas kelebihan tersebut diperlukan waktu dan
biaya.
2. Undang-Undang Perpajakan (Tax Regulation)
Undang-undang perpajakan adalah kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur masalah perpajakan. Pada kenyataannya dimanapun tidak ada
undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna,
maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain
(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan,
dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan
tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena
disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai
tujuan yang lain yang ingin dicapainya. (Suandy, 2011: 13).
Seperti diketahui, tax planning merupakan suatu proses yang
mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tersebut. Melaksanakan tax planning dengan memanfaatkan
celah-celah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini
menyebabkan munculnya celah bagi wajib pajak untuk menganalisis
pajak yang baik. Wajib pajak dapat mencari kelemahan dan memperbaiki
kembali rencana pajaknya.
Pada awal mendirikan usaha, wajib pajak juga dapat melakukan tax
planning dengan cara memanfaatkan undang-undang pajak yang berlaku.
Pada masa sekarang ini, Wajib Pajak harus cermat dalam memilih lokasi
usaha yang akan didirikan. Hal ini disebabkan, adanya lokasi-lokasi usaha
tertentu yang memperoleh fasilitas yang lebih dibanding dengan
lokasi/kawasan lainnya. Apabila wajib pajak ingin mendapatkan fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah maka wajib pajak dapat memilih lokasi
usaha di daerah tertentu, misalnya di Indonesia Bagian Timur.
Dengan mendirikan usaha di daerah tersebut, maka Wajib Pajak dapat
memperoleh banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 yang telah diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 Tahun
2008. Di samping itu juga diberikan fasilitas seperti penyusutan dan
amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari
seharusnya.
Hasil suatu tax planning bisa dikatakan baik atau tidak tergantung
dengan apa yang kita lakukan dan semua itu harus sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Kadang-kadang suatu rencana harus diubah
mengingat adanya peraturan perundang-undangan.
Tindakan perubahan tersebut harus tetap dijalankan walaupun
Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa diperoleh rencana
tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang
ditanggung merupakan kerugian minimal. Meskipun suatu tax planning
sudah dijalankan dan proyek sudah berjalan, masih perlu
mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi termasuk perubahan
undang-undang.
3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration)
Indonesia merupakan negara dengan wilayah luas dan jumlah
penduduk yang banyak. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih
mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya
secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan
perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi
maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat
fiskus dengan wajib pajak akibat luasnya peraturan perpajakan yang
berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif (Suandy, 2011:
13).
4. Loopholes
Loopholes dapat dimanfaatkan untuk membayar pajak lebih kecil
dari atau bahkan tidak membayar sama sekali atas suatu income tertentu.
Dalam tax avoidance Wajib Pajak memanfaatkan peluang-peluang
(loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat
membayar pajak yang lebih rendah. Tax avoidance (penghindaran pajak)
memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal,
seperti pengecualian dan pemotongan-pemotongan yang diperkenankan
maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan. Seperti diketahui, tax
planning merupakan suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini yang
memunculkan celah bagi wajib pajak untuk menganalisis dengan cermat
atas kesempatan tersebut untuk digunakan merencanakan pajak yang baik.
Wajib pajak dapat mencari kelemahan dan memperbaiki kembali
rencana pajaknya. Pada awal mendirikan usaha, wajib pajak juga dapat
melakukan tax planning dengan cara memanfaatkan undang-undang
perpajakan yang berlaku. Loopholes ini memiliki 2 makna yaitu:
a. Loopholes yang memang sengaja diberikan oleh pemerintah di dalam
suatu tax policy yang dibuat sedemikian rupa guna mendukung suatu
aktivitas atau kegiatan ekonomi tertentu.
b. Loopholes yang sebetulnya bukan maksud pembuat undang-undang di
dalam membuat peraturan perpajakan tersebut, atau dengan kata lain
tidak sejalan dengan jiwa dan semangat ketentuan perpajakan.
5. Perbedaan Tarif Pajak
Tarif pajak, dimana semakin besar tarif pajak maka semakin besar
motivasi wajib pajak untuk melakukan tax planning. Sebagai contoh
adalah pemberian natura kepada karyawan tidak dapat diperlukan sebagai
menguntungkan, oleh karena itu perusahaan memberikannya dalam
bentuk cash dan memasukkannya ke dalam daftar gaji karyawan sehingga
perusahaan bisa diperlakukan sehingga deductible expense.
Dengan adanya perbedaan tarif pajak atas objek pajak, memotivasi
perusahaan untuk memanfaatkannya agar beban pajaknya rendah.
Perencanaan yang dapat dilakukan untuk menghemat beban pajak atau
meminimalisasi beban pajak penghasilan yaitu dengan melihat dari segi
siapa yang menanggung beban, maka PPh pasal 21 dapat dilakukan
melihat 3 bentuk:
a. PPh pasal 21 ditanggung oleh karyawan
Dalam hal ini jumlah PPh pasal 21 yang tertuang akan ditanggung
karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan.
Istilah yang sering digunakan adalah PPh pasal 21 yang dipotong oleh
perusahaan.
b. PPh pasal 21 ditanggung perusahaan
Dalam hal ini, jumlah PPh pasal 21 yang terutang akan ditanggung
oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang
diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh pasal 21
karena perusahaan yang menanggung beban PPh pasal 21.
Penghitungan PPh pasal 21 tersebut tidak dilakukan dengan cara gross
up, karena tidak menambah secara langsung penghasilan bruto
karyawan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
c. PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan dengan menggunakan
metode gross up.
Apabila PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka
jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan
kemudian baru dikenakan PPh pasal 21. Dalam hal ini perhitungan
dilakukan dengan cara gross up dimana besarnya tunjangan pajak
sama dengan jumlah PPh pasal 21 terutang untuk masing-masing
karyawan.
Selain itu ada unsur lain yang juga tidak kalah pentingnya yaitu
perencanaan atas biaya/pengeluaran yang akan ditanggung perusahaan
dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, dimana
biaya/pengeluaran ada yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
atau sering disebut deductible expense dan ada yang tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut non deductible
expense. Dari semua unsur tersebut harus dapat memerankan peran
dengan baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
G. Kajian Penelitian Terdahulu
Berikut ini akan dipaparkan mengenai penelitian yang dilakukan
terkait dengan pengaruh penerapan Tax Planning dalam meminimalkan
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan (shifting), kapitalisasi, transformasi, pada tahap ini dengan maksud dapat
diseleksi jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan.
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Nama Peneliti
Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan truk baru agar dapat melakukan tax saving
(penghematan pajak).
Sumber: Diolah dari Berbagai Referensi
H. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan kerangka pemikiran mengenai
kebijakan perpajakan (KP), undang-undang perpajakan (UUP),
Administrasi Perpajakan (AP), loopholes (L), dan perbedaan Tarif Pajak
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
I. Hipotesis
Diduga faktor Kebijakan Perpajakan (KP), Undang-Undang
Perpajakan (UUP), Administrasi Perpajakan (AP), Loopholes (L), dan
Perbedaan Tarif Pajak (PTP) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
taxplanning pada perusahaan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Penerapan Tax Planning Pada
Perusahaan
Analisis Faktor Faktor KP
Faktor UUP
Faktor AP
Faktor L
Faktor PTP
Faktor Ke-I
Faktor Ke-II
Faktor Ke-III