• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen"

Copied!
264
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI

Eucheuma cottonii

PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS,

BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN

MAX ROBINSON WENNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen“ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

(3)

ABSTRACT

MAX ROBINSON WENNO. Physicochemical Characteristic of Carrageenan fromEucheuma cottoniiin Different Part of Thallus, Seed Weight and Harvesting Time. Supervised by JOKO SANTOSO and TATI NURHAYATI.

Carrageenans are commercially important hydrophilic colloids (water-soluble gums) which occur as matrix material in numerous species of red seaweeds (Rhodophyta) including Eucheuma cottonii. Carrageenans are used widely for pharmaceutical, cosmetic, food and others as gelling and binding agents, emulsifier and stabilizer. The quality of carrageenans are affected by some factors like part of thallus, seed weight and harvesting time of seaweed, which is specific locally in correlation to environmental parameters. Seaweed cultivation was carried out in West Seram District, Molluccas Province by floating system.

Environmental marine waters in cultivation area are suitable for cultivation ofEucheuma cottoniiseaweed with some reasonsi.e. area is protected from wind blasts and big wave, depth 7.65-9.72 m, salinity 33-35 ppt, temperature 28-30oC, brightness 2.5-5.25 m, acidity (pH) 6.5-7.0, and flow current 2-48 cm/s. The best carrageenans were produced by 50 days of harvesting time, 50 g of seed weight and tip of thallus. This carrageenan has physicochemical characteristic as follows yield 26.56%, gel strength 330 g/cm2, viscosity 30.73 cP, gelling point 33.20 oC, melting point 43.50 oC, whiteness degree 38.36%, moisture content 10.86%, ash content 22.76%, acid insoluble ash content 0.88%, and sulphate content 27.43%.

(4)

RINGKASAN

MAX ROBINSON WENNO. Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari

Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen.

Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan TATI NURHAYATI.

Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomi penting karena sebagai penghasil karaginan. Karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lainnya sebagai pembentuk gel, pengikat bahan, pengemulsi dan penstabil. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan mutu karaginan masih terbatas di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku. Hasil yang didapatkan masih berfluktuasi baik berat basah, berat kering maupun kandungan karaginannya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen terhadap kandungan karaginan Eucheuma cottonii dan mengetahui karakteristik fisiko-kimia karaginan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis karakteristik fisiko-kimia karaginan pada penelitian ini, diperoleh kisaran rata-rata kekuatan gel 196,66-330,00 g/cm2, viskositas 30,13-44,00 cP, titik jendal 30,53-33,20oC, titik leleh 41,30-43,50 oC, derajat putih 35,54-41,36%, kadar air 9,43-11,28%, kadar abu 16,60-25,30%, kadar abu tidak larut asam 0,60-0,91%, dan kadar sulfat 27,43-30,05%.

Kondisi perairan tempat penelitian sesuai untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan beberapa alasan yaitu perairan terlindung dari terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman perairan 7,65-9,72 m, salinitas 33-35 ppt,suhu air laut 28-30 oC, kecerahan 2,5-5,25 m, pH 6,5-7,0, dan kecepatan arus 22-48 cm/det. Kombinasi thalus ujung, berat bibit 50 g dan umur panen 50 hari merupakan kombinasi terbaik. Karakteristik fisiko-kimia karaginan dari kombinasi perlakuan terbaik, yaitu: rendemen 26,56%, kekuatan gel 330 g/cm2, viskositas 30,73 cP, titik jendal 32,13 oC, titik leleh 43,50 oC, derajat putih 38,36%, kadar air 10,19%, kadar abu 22,76%, kadar abu tidak larut asam 0,88%, dan kadar sulfat 27,43%.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(6)

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI

Eucheuma cottonii

PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS,

BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN

MAX ROBINSON WENNO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen Nama : Max Robinson Wenno

NRP : C351060011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam pembimbingan, memberikan dorongan, motivasi dan ide-ide, hingga terselesainya tesis ini.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Pattimura yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Yayasan Beasiswa Oikoumene atas bantuan dana yang sangat membantu penulis dalam proses penelitian.

3. Yayasan Satyabhakti Widya atas bantuan dana yang sangat membantu penulis dalam proses penelitian.

4. Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukkan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Istri tersayang Joan Thenu S.Pi dan anak tercinta Kezia Syeira atas

dukungan doa, motivasi dan kesabaran selama penulis mengikuti kuliah di

Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Keluarga besar Wenno, Papa dan mama tercinta, serta semua kakak-kakakku (Bung Gets, Uci Else, Uci Ince, Uci Oke, Bung Cak, Neni beserta keluarga), terima kasih atas semua doa dan bantuan yang tak putus-putusnya bagi penulis.

7. Keluarga besar Thenu, Papa dan mama tercinta, Bung Veky, Bung Beb, Eda, terima kasih atas semua doa, motivasi yang tak putus-putusnya bagi penulis.

(9)

9. Teman-teman dari Ambon (Pa Yanes, Bung Mon, Bung Nus, Bung Abe, Bung Degen, Edi, Marko, Bung Son, Bung Jan, Sembi, Uci Nona, Tia, Oca) untuk segala bantuan dan dukungan dalam proses perkuliahan sampai penulisan tesis ini.

10. Teman-teman penghuni Kost Perwira No. 12 yang penuh dengan suasana kekeluargaan meskipun dari latar belakang daerah asal yang berbeda namun tetap kompak.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi khususnya di bidang Perikanan dan Kelautan.

Bogor, Januari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Titawae pada 6 Juni 1978 sebagai anak ketujuh dari 7

bersaudara dari pasangan Hermanus Wenno dan Ester Tallane. Pada 1998 penulis lulus SMU Negeri 1 Masohi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura Ambon, lulus pada 2003. Pada tahun yang sama penulis diangkat sebagai Staf Pengajar pada Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura. Pada 2006, penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perairan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI

Eucheuma cottonii

PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS,

BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN

MAX ROBINSON WENNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen“ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

(13)

ABSTRACT

MAX ROBINSON WENNO. Physicochemical Characteristic of Carrageenan fromEucheuma cottoniiin Different Part of Thallus, Seed Weight and Harvesting Time. Supervised by JOKO SANTOSO and TATI NURHAYATI.

Carrageenans are commercially important hydrophilic colloids (water-soluble gums) which occur as matrix material in numerous species of red seaweeds (Rhodophyta) including Eucheuma cottonii. Carrageenans are used widely for pharmaceutical, cosmetic, food and others as gelling and binding agents, emulsifier and stabilizer. The quality of carrageenans are affected by some factors like part of thallus, seed weight and harvesting time of seaweed, which is specific locally in correlation to environmental parameters. Seaweed cultivation was carried out in West Seram District, Molluccas Province by floating system.

Environmental marine waters in cultivation area are suitable for cultivation ofEucheuma cottoniiseaweed with some reasonsi.e. area is protected from wind blasts and big wave, depth 7.65-9.72 m, salinity 33-35 ppt, temperature 28-30oC, brightness 2.5-5.25 m, acidity (pH) 6.5-7.0, and flow current 2-48 cm/s. The best carrageenans were produced by 50 days of harvesting time, 50 g of seed weight and tip of thallus. This carrageenan has physicochemical characteristic as follows yield 26.56%, gel strength 330 g/cm2, viscosity 30.73 cP, gelling point 33.20 oC, melting point 43.50 oC, whiteness degree 38.36%, moisture content 10.86%, ash content 22.76%, acid insoluble ash content 0.88%, and sulphate content 27.43%.

(14)

RINGKASAN

MAX ROBINSON WENNO. Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari

Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen.

Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan TATI NURHAYATI.

Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomi penting karena sebagai penghasil karaginan. Karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lainnya sebagai pembentuk gel, pengikat bahan, pengemulsi dan penstabil. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan mutu karaginan masih terbatas di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku. Hasil yang didapatkan masih berfluktuasi baik berat basah, berat kering maupun kandungan karaginannya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen terhadap kandungan karaginan Eucheuma cottonii dan mengetahui karakteristik fisiko-kimia karaginan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis karakteristik fisiko-kimia karaginan pada penelitian ini, diperoleh kisaran rata-rata kekuatan gel 196,66-330,00 g/cm2, viskositas 30,13-44,00 cP, titik jendal 30,53-33,20oC, titik leleh 41,30-43,50 oC, derajat putih 35,54-41,36%, kadar air 9,43-11,28%, kadar abu 16,60-25,30%, kadar abu tidak larut asam 0,60-0,91%, dan kadar sulfat 27,43-30,05%.

Kondisi perairan tempat penelitian sesuai untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan beberapa alasan yaitu perairan terlindung dari terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman perairan 7,65-9,72 m, salinitas 33-35 ppt,suhu air laut 28-30 oC, kecerahan 2,5-5,25 m, pH 6,5-7,0, dan kecepatan arus 22-48 cm/det. Kombinasi thalus ujung, berat bibit 50 g dan umur panen 50 hari merupakan kombinasi terbaik. Karakteristik fisiko-kimia karaginan dari kombinasi perlakuan terbaik, yaitu: rendemen 26,56%, kekuatan gel 330 g/cm2, viskositas 30,73 cP, titik jendal 32,13 oC, titik leleh 43,50 oC, derajat putih 38,36%, kadar air 10,19%, kadar abu 22,76%, kadar abu tidak larut asam 0,88%, dan kadar sulfat 27,43%.

(15)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(16)

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI

Eucheuma cottonii

PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS,

BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN

MAX ROBINSON WENNO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen Nama : Max Robinson Wenno

NRP : C351060011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(18)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Karakteristik Fisiko-Kimia Karaginan dari Eucheuma cottonii pada Berbagai Bagian Thalus, Berat Bibit dan Umur Panen” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam pembimbingan, memberikan dorongan, motivasi dan ide-ide, hingga terselesainya tesis ini.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Pattimura yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Yayasan Beasiswa Oikoumene atas bantuan dana yang sangat membantu penulis dalam proses penelitian.

3. Yayasan Satyabhakti Widya atas bantuan dana yang sangat membantu penulis dalam proses penelitian.

4. Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukkan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Istri tersayang Joan Thenu S.Pi dan anak tercinta Kezia Syeira atas

dukungan doa, motivasi dan kesabaran selama penulis mengikuti kuliah di

Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Keluarga besar Wenno, Papa dan mama tercinta, serta semua kakak-kakakku (Bung Gets, Uci Else, Uci Ince, Uci Oke, Bung Cak, Neni beserta keluarga), terima kasih atas semua doa dan bantuan yang tak putus-putusnya bagi penulis.

7. Keluarga besar Thenu, Papa dan mama tercinta, Bung Veky, Bung Beb, Eda, terima kasih atas semua doa, motivasi yang tak putus-putusnya bagi penulis.

(19)

9. Teman-teman dari Ambon (Pa Yanes, Bung Mon, Bung Nus, Bung Abe, Bung Degen, Edi, Marko, Bung Son, Bung Jan, Sembi, Uci Nona, Tia, Oca) untuk segala bantuan dan dukungan dalam proses perkuliahan sampai penulisan tesis ini.

10. Teman-teman penghuni Kost Perwira No. 12 yang penuh dengan suasana kekeluargaan meskipun dari latar belakang daerah asal yang berbeda namun tetap kompak.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi khususnya di bidang Perikanan dan Kelautan.

Bogor, Januari 2009

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Titawae pada 6 Juni 1978 sebagai anak ketujuh dari 7

bersaudara dari pasangan Hermanus Wenno dan Ester Tallane. Pada 1998 penulis lulus SMU Negeri 1 Masohi. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura Ambon, lulus pada 2003. Pada tahun yang sama penulis diangkat sebagai Staf Pengajar pada Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura. Pada 2006, penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perairan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 DeskripsiEucheuma cottonii... 5

2.2 BudidayaEucheuma... 6

2.2.1 Metode budidaya ... 7

2.2.2 Umur panen ... 8

2.3 Faktor Lingkungan Perairan ... 8

2.4 Karaginan ... 12

2.5 Sifat Dasar Karagian ... 14

2.5.1 Kelarutan ... 14

2.5.2 Stabilitas pH ... 15

2.5.3 Viskositas ... 16

2.5.4 Pembentukan gel ... 16

2.6 Metode Ekstraksi ... 18

2.7 Manfaat Karaginan ... 19

2.8 Standar Mutu Karaginan ... 20

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

3.2 Bahan dan Alat ... 22

3.3 Tahap Penelitian ... 24

3.3.1 BudidayaEucheuma cottonii ... 24

(22)

3.3.1.2 Teknik pengamatan ... 25 3.3.2 Ekstraksi karaginan ... 26 3.4 Laju Pertumbuhan HarianEucheuma cottonii ... 27 3.5 Analisis Fisiko-Kimia ... 28 3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Lapangan ... 34 4.1.1 Gambaran umum ... 34 4.1.2 Perkembangan usaha budidaya rumput laut di

Dusun Wael ... 33 4.1.3 Permasalahan usaha budidaya rumput laut di

Dusun Wael ... 35 4.2 Faktor Lingkungan Perairan ... 36

(23)

5. SIMPULAN DAN SARAN... 68 5.1 Simpulan ... 68 5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut ... 15 2. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut ... 15 3. Beberapa penerapan karaginan dalam produk berbahan

dasar susu ... 20 4. Beberapa penerapan karaginan dalam produk berbahan

dasar air ... 20

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian karakteristik fisiko-kimia karaginan dariEucheuma cottoniipada berbagai bagian thalus,

berat bibit dan umur panen ... 4 2. Eucheuma cottonii... 5 3. Struktur kimia kappa, iota dan lambda karaginan ... 13 4. Mekanisme pembentukan gel karaginan ... 17

5. Peta lokasi penelitian ... 22 6. Desain metodelonglineuntuk budidayaEucheuma cottonii... 25 7. Proses pembuatan tepung karaginan ... 27 8. Laju pertumbuhan harianEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 40 9. Berat keringEucheuma cottoniipada berbagai bagian thalus,

berat bibit dan umur panen ... 42 10. Kadar airEucheuma cottoniipada berbagai bagian thalus,

berat bibit dan umur panen ... 44 11. Kadar abuEucheuma cottoniipada berbagai bagian thalus,

berat bibit dan umur panen ... 45 12. Kadar abu tidak larut asamEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 47 13. Rendemen karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 48 14. Kekuatan gel karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 50 15. Viskositas karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 52 16. Kadar air karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 53 17. Kadar abu karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 55 18. Hubungan antara laju pertumbuhan harian rumput laut dan

kekuatan gel karaginanEucheuma cottonii... 56 19. Kekuatan gel karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

(26)

20. Viskositas karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

umur panen ... 59 21. Titik jendal dan titik leleh karaginanEucheuma cottoniipada

berbagai umur panen ………... 60 22. Derajat putih karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

umur panen ………... 61 23. Kadar air karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

umur panen terhadap ………... 62 24. Kadar abu karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

umur panen ………... 63 25. Kadar abu tidak larut asam karaginanEucheuma cottonii

pada berbagai umur panen ………. 64 26. Kadar sulfat karaginanEucheuma cottoniipada berbagai

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rumput lautEucheuma cottonii yang dibudidayakan di Dusun

Wael Desa Piru Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku ... 75 2. Contoh karaginanEucheuma cottoniihasil penelitian ... 75 3. Rekapitulasi data hasil pengamatan parameter fisik dan kimia

perairan ... 76 4. Rekapitulasi data berat basahEucheuma cottoniipada berbagai

bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 77 5. Rekapitulasi data laju pertumbuhan harianEucheuma cottonii

pada berbagai bagian thalus, berat bibit dan umur panen ... 78 6. Contoh perhitungan laju pertumbuhan harianEucheuma cottonii.... 78 7. Hasil analisis ragam laju pertumbuhan harian

Eucheuma cottonii ... 79 8. Hasil uji beda jarak berganda Duncan laju pertumbuhan harian

Eucheuma cottonii ... 79 9. Berat keringEucheuma cottoniipada berbagai bagian thalus,

berat bibit dan umur panen ... 80 10. Hasil analisis ragam berat keringEucheuma cottonii ... 80 11. Hasil uji beda jarak berganda Duncan berat kering

Eucheuma cottonii ... 81 12. Rekapitulasi data kadar air rumput laut keringEucheuma cottonii... 81 13. Hasil analisis ragam kadar air rumput laut kering

Eucheuma cottonii... 82 14. Hasil uji beda jarak berganda Duncan kadar air rumput laut kering

Eucheuma cottonii ... 82 15. Rekapitulasi data kadar abu rumput laut kering

Eucheuma cottonii... 83 16. Hasil analisis ragam kadar abu rumput laut kering

Eucheuma cottonii... 83 17. Hasil uji beda jarak berganda Duncan kadar abu rumput laut

kering Eucheuma cottonii ... 84 18. Rekapitulasi data kadar abu tidak larut asam rumput laut kering

Eucheuma cottonii... 84 19. Hasil analisis ragam kadar abu tidak larut asam

(28)

20. Hasil uji beda jarak berganda Duncan kadar abu tidak larut asam

rumput laut keringEucheuma cottonii... 85 21. Rekapitulasi data rendemen karaginanEucheuma cottonii... 86 22. Hasil analisis ragam rendemen karaginan

Eucheuma cottonii... 86 23. Hasil uji beda jarak berganda Duncan rendemen karaginan

Eucheuma cottonii ... 87 24. Rekapitulasi data kekuatan gel karaginanEucheuma cottonii... 88 25. Hasil analisis ragam kekuatan gel karaginan

Eucheuma cottonii... 88 26. Hasil uji beda jarak berganda Duncan kekuatan gel karaginan

Eucheuma cottonii ... 89 27. Rekapitulasi data viskositas karaginanEucheuma cottonii... 91 28. Hasil analisis ragam viskositas karaginan

Eucheuma cottonii... 91 29. Hasil uji beda jarak berganda Duncan viskositas karaginan

Eucheuma cottonii ... 92 30. Rekapitulasi data kadar air karaginanEucheuma cottonii ... 95 31. Hasil analisis ragam kadar air karaginan

Eucheuma cottonii... 95 32 Hasil uji beda jarak berganda Duncan kadar air karaginan

Eucheuma cottonii ... 96 33. Rekapitulasi data kadar abu karaginanEucheuma cottonii... 99 34. Hasil analisis ragam kadar abu karaginan

Eucheuma cottonii... 99 35. Hasil uji beda jarak berganda Duncan kadar abu karaginan

Eucheuma cottonii ... 100 36. Rekapitulasi data parameter fisik karaginan terbaik ... 103 37. Hasil analisis ragam parameter fisik karaginan terbaik ... 104 38. Hasil uji beda jarak berganda Duncan parameter fisik

karaginan terbaik ... 105 39. Rekapitulasi data parameter kimia karaginan terbaik ... 106 40. Hasil analisis ragam parameter kimia karaginan terbaik ... 107 41. Hasil uji beda jarak berganda Duncan parameter kimia

(29)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Indonesia sebagai wilayah tropika memiliki sumberdaya plasma nutfah rumput laut sekitar 555 jenis, berdasarkan hasil ekspedisi laut Siboga

1899-1900 oleh Van Bosse. Jenis yang banyak terdapat di perairan Indonesia antara lain adalahGracilaria,Gelidium,Eucheuma,Hypnea,Sargassum, danTurbinaria. Dari beberapa rumput laut tersebut telah dikembangkan menjadi ratusan jenis produk dalam berbagai bidang industri pangan dan nonpangan. Sebagian besar rumput laut Indonesia masih diekspor sebagai bahan dalam bentuk kering dan baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005).

Keperluan dunia terhadap rumput laut yang cenderung meningkat mendorong kegiatan budidaya rumput laut, karena panen alami kurang dapat menjamin kepastian produksi. Pada 2002 produksi karaginan Indonesia mencapai 3.896 ton dan yang diekspor sebanyak 3.156 ton (80%). Selama 1996-2004, produksi dan ekspor karaginan Indonesia relatif konstan, dengan pertumbuhan masing-masing 2,92% dan 2,49% per tahun. Selama 1999-2003, produksi rumput laut basah mengalami kenaikan rata-rata 104,30% per tahun, yakni dari 156.872 ton pada 1999 menjadi 296.537 ton pada 2003. Dalam program revitalisasi perikanan budidaya, sasaran produksi rumput laut pada 2009 adalah sebesar 1.900.000 ton (Departemen Kelautan dan Perikanan 2007). Strategi yang ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui pengembangan kawasan

dan teknik budidaya.

Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Seram

bagian barat Provinsi Maluku adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomi penting karena sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang sama dengan agar-agar dan alginat. Karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain (Mubaraket al. 1990).

(30)

dengan berat ± 50 g per rumpun dan semua bagian thalus digunakan. Rumput laut dipanen pada umur 40-45 hari dengan berat basah per rumpun 800-1200 g. Produksi total rumput laut kering di Kabupaten Seram bagian barat pada 2006 adalah 1.676,8 ton dengan harga jual Rp. 3.250- 4.250/kg.1)

Bibit bagian ujung merupakan bibit yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bagian lainnya. berat bibit juga mempengaruhi pertumbuhan. Bibit awal yang lebih sedikit memberikan pertumbuhan yang lebih cepat (Sulistijo dan Atmadja 1977). Soegiarto et al. (1978) menyatakan rumput laut dengan bibit bagian ujung tumbuh lebih cepat selama lima minggu pertama dan bagian pangkal tumbuh lebih cepat pada lima minggu berikutnya. Pemanenan dilakukan bila

rumput laut telah mencapai bobot tertentu. Kadi dan Atmadja (1988) mengatakan bahwa pemanenan rumput laut dapat dilakukan sekitar 1-3 bulan dari penanaman.

Iksan (2005) melaporkan bahwa kualitas rumput laut Eucheuma cottonii terbaik dipanen pada umur 4 minggu, bibit awal 125 g per rumpun, bobot panen 1012,5 g per rumpun dan bobot keringnya 165 g.

Kandungan dan komposisi kimia rumput laut dipengaruhi oleh jenis rumput laut, fase (tingkat) pertumbuhan dan umur panen. Hasil penelitian Pamungkas (1987) menunjukkan bahwa rendemen dan viskositas karaginan tertinggi diperoleh dari cottonii yang dipanen pada umur 45 hari, sedangkan kekuatan gel tertinggi diperoleh pada umur panen 60 hari. Luthfy (1988) melaporkan bahwa Eucheuma cottoniimengandung kadar abu 19,92%, protein 2,80%, lemak 1,78%, serat kasar 7,02% dan karbohidrat 68,48%. Hasil penelitian Syamsuar (2006) melaporkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik adalah umur panen 50 hari, konsentrasi KOH 9% dan lama ekstraksi 4 jam dengan nilai viskositas 33,28 cP, kekuatan gel 435,54 g/cm2, rendemen 34,63%, kadar abu 17,02% dan kadar air 9,98%.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan mutu karaginan masih terbatas di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku. Hasil yang didapatkan masih berfluktuasi baik berat basah, berat kering maupun kandungan karaginannya, sehingga diperlukan penelitian terutama

(31)

mengenai pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen pada jenis Eucheuma cottoniiterhadap kandungan dan mutu karaginan.

1.2 Perumusan Masalah

Rumput laut jenis cottonii telah dibudidayakan dengan berbagai metode. Umumnya petani rumput laut mengembangkan metode berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat, maupun teknologi budidaya yang didatangkan dari luar daerah. Seringkali hasil budidaya atau produksi yang dicapai berfluktuasi baik produksi basah, kering maupun kadar karaginannya. Hal ini diduga berkaitan dengan besarnya pengaruh faktor eksternal (lingkungan perairan) dan terbatasnya

pengetahuan petani rumput laut terhadap metode dan perlakuan yang akan diterapkan pada saat budidaya.

Kapasitas produksi rumput laut di Dusun Wael Desa Piru Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku relatif rendah. Hal ini disebabkan besarnya faktor eksternal dan terbatasnya penguasaan teknologi budidaya. Pemakaian bibit yang bermutu baik dan waktu panen yang efektif belum dipandang sebagai bagian penting dari teknologi budidaya rumput laut. Kandungan dan mutu karaginan juga dipengaruhi oleh bibit yang digunakan dan umur panen, sehingga diperlukan penelitian yang dapat menghasilkan kandungan dan mutu karaginan yang optimum dengan memperhatikan faktor bagian thalus, berat bibit dan umur panen.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mempelajari pengaruh bagian thalus, berat bibit dan umur panen terhadap kandungan karaginanEucheuma cottonii;

2. mengetahui karakteristik fisiko-kimia karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thalus, berat bibit dan umur panen.

(32)

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani rumput laut di lokasi tersebut.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

(1) diduga adanya pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen terhadap kandungan karaginanEucheuma cottoni;

(2) diduga adanya pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen terhadap karakteristik fisiko-kimia karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cottonii.

1.5 Kerangka Pemikiran

[image:32.595.129.504.416.687.2]

Bagian thalus, berat bibit dan umur panen yang tepat dapat menghasilkan kandungan dan mutu karaginan yang optimum. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pimikiran penelitian karakteristik fisiko-kimia karaginan dari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thalus, berat bibit, dan umur panen.

Bagian thalus (ujung dan pangkal thalus )

Berat bibit (50, 100, 150 g)

Umur panen 40, 45, 50, 55 hari

Peningkatan produktivitas dan mutu rumput laut BibitEucheuma cottonii

(33)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DeskripsiEucheuma cottonii

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan, maka jenis ini secara taksonomi disebut alvarezii(Doty 1986). Nama daerah ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 2. Klasifikasicottoniimenurut Doty (1985) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus :Eucheuma

Spesies :Eucheuma cottoniiDoty Kappaphycus alvarezii(Doty)

Gambar 2. Eucheuma cottonii(http://www.actsinc.biz/seaweed.html).

(34)

kromatik, yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan kualitas pencahayaan (Aslan 1998). Duri pada thalus runcing memanjang, agak jarang dan tidak bersusun melingkari thalus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal (pangkal). Rumput laut tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja 1996). Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan 1998). Pola reproduksi

yang dikenal oleh rumput laut menurut Kadi dan Atmadja (1988) adalah reproduksi generatif (seksual dengan gamet), reproduksi vegetatif (aseksual

dengan spora) dan reproduksi fragmentasi dengan potongan thalus.

Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil karaginan. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya (Atmadja 1996). Di Indonesia, seluruh produksi Eucheuma cottonii berasal dari budidaya, antara lain dikembangkan di Jawa, Bali, NTB, Sulawesi dan Maluku (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005).

2.2 BudidayaEucheuma cottonii

Pertumbuhan rumput laut Eucheuma diperlukan persyaratan lingkungan antara lain (Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2004) adalah:

(a) substrat dasar perairan stabil, dasar perairan terdiri dari campuran karang mati, batu karang, terlindung dari ombak besar dan umumnya di daerah paparan terumbu karang;

(b) tempat dan lingkungan perairan tidak mengalami pencemaran;

(c) kedalaman air pada waktu surut terendah 10-50 cm untuk metode lepas dasar, 2-15 m untuk metode rakit apung, metodelongline, dan sistem jalur;

(35)

(f) jauh dari mulut sungai;

(g) perairan tidak mengandung lumpur dan airnya jernih;

(h) suhu air laut sekitar 27-30oC dan salinitas sekitar 33-37 ppt.

2.2.1 Metode budidaya

Pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut dibagi menjadi tiga metode sesuai dengan teknologi budidaya yaitu rakit apung, lepas dasar dan patok dasar. Metode budidaya rumput laut jenis Eucheuma sp. yang sudah memasyarakat di Indonesia adalah metode lepas dasar, dan metode rakit apung.

Sistem lepas dasar dilakukan dengan langsung menebarkan bibit di dasar perairan dan dibiarkan tumbuh secara alami. Sistem patok dasar dilakukan dengan cara mengikat bibit dengan tali rafia pada tali plastik (PE) yang direntangkan beberapa centimeter di atas perairan dengan patok kayu atau bambu. Letak tanaman diusahakan selalu terendam dalam air. Pada sistem apung, biasanya digunakan rakit bambu yang direntangi tali dan bibit diikat pada tali tersebut. Letak rakit dari permukaan air diatur dengan pemberat sehingga rumput laut tidak muncul dari permukaan air pada saat tanaman menjadi besar. Diantara ketiga

teknik penanaman tersebut, yang banyak dilakukan adalah sistem patok dasar dan apung, dengan bobot bibit awal sekitar 50-100 g (Kadi dan Atmaja 1988).

Penelitian yang dilakukan oleh lembaga Pusat Penelitian Oseonografi LIPI terhadap Eucheuma spinosum di Pulau Pari (Kepulauan Seribu) dan Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah) menunjukkan bahwa sistem apung yang dekat dengan permukaan air menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan sistem dasar. Menurut Soegiarto et al. (1978) hal ini disebabkan oleh senantiasa terpenuhinya kebutuhan rumput laut akan cahaya dan pergerakan air yang optimal pada sistem apung.

(36)

untuk dijadikan bibit; sedangkan berat bibit juga mempengaruhi pertumbuhan, bibit awal yang lebih sedikit memberikan pertumbuhan yang lebih cepat.

2.2.2 Umur panen

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya mutu karaginan adalah umur panen rumput laut yang berbeda-beda (Santosoet al.2007). Yunizalet al.(2000) menyatakan bahwa sebagai bahan baku pengolahan, rumput laut harus dipanen pada umur yang tepat. Rumput laut jenis Gracilaria dipanen setelah berumur 3 bulan, sedangkan jenis Eucheuma dipanen setelah berumur 1,5 bulan atau lebih. Rumput laut dipanen setelah tingkat pertumbuhannya mencapai puncak, yaitu bobotnya mencapai ± 0,6-1 kg/rumpun. Lama pemeliharaan tergantung dari lokasi, jenis rumput laut, serta metode penanaman (Yunizal et al. 2000). Kandungan karaginan pada Eucheuma sp. dan agar-agar pada Gracilaria sp. mencapai puncak tertinggi pada umur antara 6–8 minggu dengan cara pemanenan memotong bagian ujung tanaman yang sedang tumbuh (Departemen Pertanian 1995). Untuk jenis Eucheumasp. dapat mencapai berat sekitar 500-600 g, maka jenis ini sudah dapat dipanen, masa panen tergantung dari metode dan perawatan

yang dilakukan setelah bibit ditanam (Aslan 1998).

Mukti (1987) menyatakan bahwa pemanenan sudah dapat dilakukan setelah

6 minggu, yaitu saat tanaman dianggap cukup matang dengan kandungan polisakarida maksimum. Pemanenan rumput laut dilakukan secara keseluruhan (full harvest) tanpa bantuan alat mekanik. Kadi dan Atmaja (1988) menambahkan bahwa pemanenan rumput laut dapat dilakukan sekitar 1-3 bulan dari saat penanaman.

2.3 Faktor Lingkungan Perairan

Faktor lingkungan perairan yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah suhu, kecepatan arus, salinitas, pH, kecerahan, kedalaman perairan, dan dasar perairan.

(a) Suhu

(37)

dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi, serta dapat merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, protein dan lemak membran dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan rumput laut, reproduksi, fotosintesis dan respirasi (Eidman 1991).

Dawes et al. (1974) melaporkan bahwa laju fotosintesis Eucheuma dan Gelidiummasing-masing mencapai nilai optimum pertumbuhan pada suhu 21-27 oC pada intensitas cahaya matahari yang sama. Selanjutnya dikatakan, pada kondisi intensitas cahaya yang berbeda, laju fotosintesis dipengaruhi juga oleh

suhu perairan. Sulistijo (1994) menyatakan kisaran suhu perairan yang baik untuk rumput laut Eucheuma adalah 27–30 oC, sedangkan menurut Sugiarto (1984) dalam Eidman (1991) mengatakan bahwa kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhancottoniiadalah 24-31oC.

(b) Arus

Arus merupakan gerakan mengalir massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka (Nontji 1981). Salah satu faktor fisik yang paling kritis pada lingkungan laut tropis dan subtropis adalah pergerakan air. Pergerakan air sangat berpengaruh pada ketersediaan nutrien. Winarno (1996) mengatakan bahwa pergerakan air atau arus dapat memindahkan atau menyuplai hara ke perairan sekitarnya.

Arus sangat berperan dalam perolehan makanan bagi alga laut karena arus dapat membawa nutrien yang dibutuhkannya. Besarnya kecepatan arus yang ideal antara 15-50 cm/detik (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005).

(c) Salinitas

(38)

baik bagi pertumbuhan Eucheuma sp. adalah 30-35 ppt. Soegiarto et al. (1978) menyatakan kisaran salinitas yang baik untukEucheumasp. adalah 32-35 ppt.

(d) pH

Keasaman atau pH merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-faktor lainnya. Aslan (1998) menyatakan bahwa kisaran pH maksimum untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5-8,5. Chapman dan Chapman (1980) menambahkan bahwa hampir seluruh alga menyukai kisaran pH 6,8–9,6, sehingga pH bukanlah masalah dalam pertumbuhannya.

(e) Kecerahan

Kecerahan perairan sangat menentukan jumlah intensitas sinar matahari yang

masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan-bahan organik tersuspensi di perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus. Kecerahan merupakan faktor pembatas bagi proses fotosintesis dan produksi primer perairan (Wardoyo 1975 diacu dalam Syahputra 2005). Beberapa penyebab kekeruhan adalah adanya zat-zat organik yang terurai, jasad-jasad renik, lumpur dan tanah atau zat-zat koloid yaitu zat-zat terapung yang mudah mengendap (Soemarwoto 1984dalamSyahputra 2005)

Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kecerahan perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari. Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 m (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005).

(f) Kedalaman perairan

(39)

(g) Dasar perairan

Perairan yang mempunyai dasar pecehan-pecahan karang dan pasir kasar, dipandang baik untuk budidaya Eucheuma cottonii. Kondisi dasar perairan yang demikian merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik. Jenis dasar perairan dapat dijadikan indikator gerakan air laut (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005).

(h) Unsur hara

Rumput laut memerlukan unsur hara sebagai bahan baku untuk proses fotosintesis. Untuk menunjang pertumbuhan diperlukan ketersediaan unsur hara

dalam perairan. Masuknya unsur hara ke dalam jaringan tubuh rumput laut adalah dengan jalan proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian permukaan tubuh

rumput laut. Bila difusi makin banyak akan mempercepat proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air (Doty 1981).

Rumput laut umumnya memerlukan unsur N dan P dalam jumlah yang besar, namun ketersediaannya di alam sering menjadi pembatas, yang diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa pembentukan zat-zat organik seperti karbohidrat, protein, dan lemak.

Fosfor (P) merupakan unsur penting bagi semua aspek kehidupan terutama berfungsi dalam transformasi energi metabolik yang peranannya tak dapat digantikan oleh unsur lain (Kuhl 1974). Unsur ini merupakan penyususn ikatan pirofosfat dari adenosin trifosfat (ATP) yang kaya akan energi dan merupakan bahan bakar bagi semua kegiatan dalam semua sel hidup. Kandungan fosfor dalam sel alga mempengaruhi laju serapan fosfat, yaitu berkurang sejalan dengan meningkatnya kandungan fosfat dalam sel. Beberapa jenis alga mampu menyerap fosfat melebihi kebutuhannya (luxury consumption) dan mampu menyerap fosfat pada konsentrasi yang sangat rendah.

(40)

0,018-0,090 ppm P-PO4dan batas tertinggi berkisar 8,90-17,8 ppm P-PO4apabila

nitrogen dalam bentuk nitrat. Sedangkan bila nitrogen dalam bentuk amonium, batas tertinggi berkisar 1,78 ppm P-PO (Fritz 1986 diacu dalam Iksan 2005).

Nitrogen adalah salah satu unsur utama penyusun sel organisme yaitu dalam proses pembentukan protoplasma. Nitrogen seringkali dalam jumlah yang terbatas di perairan, terutama di daerah beriklim tropis. Penyerapan nitrogen oleh organisme dapat melalui beberapa macam proses, yaitu fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi nitrogen, denitrifikasi, dan amonifikasi. Proses fiksasi, nitrifikasi, denitrifikasi, dan amonifikasi umumnya dilakukan oleh bakteri, sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan pada umumnya termasuk tumbuhan alga di

perairan. Sebagian besar tumbuhan mengasimilasi nitrogen dalam bentuk amonia, namun karena nitrogen di perairan sebagian besar dalam bentuk ion nitrit

dan ion nitrat, maka dengan bantuan bakteri yang mempunyai kemampuan mengubah nitrit menjadi nitrat kemudian menjadi amonia melalui proses reduksi, sehingga proses asimilasi amonia oleh tanaman akuatik dapat berlangsung.

Nitrat dimanfaatkan oleh alga untuk metabolisme dengan bantuan enzim nitrat reduktase yang dihasilkannya. Kadar enzim nitrat reduktase sangat rendah pada alga yang hidup di perairan dengan konsentrasi nitrat yang rendah. Konsentrasi amonia yang tinggi dalam perairan akan menyebabkan terhambatnya pembentukan enzim nitrat reduktase pada alga. Selain nitrat dan amonia, alga dapat pula menggunakan nitrit dan hidroksil amin untuk proses metabolismenya.

2.4 Karaginan

Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium, dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996). Karaginan tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro galaktosa (3,6-AG). Keduanya baik yang berikatan dengan sulfat atau tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α–1,3 danβ-1,4 secara bergantian (FMC Corp 1977dalamSyamsuar 2006).

(41)
[image:41.595.138.497.192.424.2]

kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis cottonii, iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum, sedangkan lambda karaginan dari Chondrus crispus. Karaginan dibagi menjadi 3 fraksi berdasarkan unit penyusunnya, yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Struktur kimia kappa, iota dan lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia kappa, iota dan lambda karaginan.

(www.fao.org/docrep/field/003/AB882E/AB882E14.htm)

Kappa karaginan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugus 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugus 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996).

(42)

Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki residu disulfat β(1-4) D-galaktosa, sedangkan kappa dan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996).

2.5 Sifat Dasar Karaginan

Sifat dasar karaginan bergantung pada tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel, dan stabilitas pH.

2.5.1 Kelarutan

Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan, dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik, sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang kurang

hidrofilik. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Towle 1973).

Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (cPKelco ApS 2004 diacu dalam Syamsuar 2006).

(43)
[image:43.595.116.520.108.242.2]

Tabel 1. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut.

Sifat Kappa Iota Lambda

Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula Larutan garam Larutan organik

Larut suhu > 70 oC Larut Na+

Larut Kental Larut (panas) Tidak larut (panas dan dingin)

Tidak larut

Larut suhu > 70 oC Larut Na+

Larut Kental Susah larut Tidak larut Tidak larut Larut Larut garam Larut Lebih kental Larut (panas) Larut (panas) Tidak larut

Sumber: Glicksman (1983)

2.5.2 Stabilitas pH

Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan

karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco ApS 2004 dalam Syamsuar 2006). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Hasil penelitian Bawa et al. (2007) melaporkan bahwa perolehan rendemen hasil isolasi karaginan yang terbesar didapat pada perlakuan pH 8,5 sebesar 34,65%.

Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, suhu dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah (Moirano 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabe1 2. Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut.

Stabilitas Kappa Iota Lambda

pH netral dan alkali pH asam Stabil Terhidrolisis jika dipanaskan. Stabil

dalam bentuk gel

Stabil Terhidrolisis Stabil dalam bentuk gel Stabil Terhidrolisis

(44)

2.5.3 Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi karaginan, suhu, jenis karaginan, berat molekul, dan adanya molekul-molekul lain (Towle 1973; FAO 1990). Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5%, dan suhu 75oC nilai viskositas karaginan berkisar antara 5–800 cP (FAO 1990).

Viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif

sepanjang rantai polimer, yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh

molekul-molekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat kental (Guiseleyet al.1980).

Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Adanya garam-garam yang terlarut dalam karaginan akan menurunkan muatan sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karaginan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karaginan (Towle 1973).

2.5.4 Pembentukan gel

Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.

(45)
[image:45.595.149.487.136.329.2]

dan membentuk gel kembali jika didinginkan (Fardiaz 1989). Mekanisme pembentukan gel karaginan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme pembentukan gel karaginan (Glicksman 1983).

Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadirandom coil(acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan, polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1969). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe, dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karaginan tidak dapat membentuk gel (Glicksman 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada

Cool

Heat

Solution Gel I Gel II Cool

(46)

molekul karaginan (Angka dan Suhartono 2000). Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Towle 1973).

2.6 Metode Ekstraksi

Rumput laut bersih diekstraksi dengan air panas dalam suasana alkali seperti natrium atau kalium hidroksida dengan pH berkisar antara 8–11 (Durant dan Sanford 1970). Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida dari rumput laut dan mengkatalisis hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan terjadinya kenaikan kekuatan gel. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sheng Yao et al. (1986) bahwa ekstraksi yang dilakukan dengan NaOH 2% mempunyai gel 3–5 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan air.

Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan alkali panas (Food Chemical Codex 1981). Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH, Ca(OH)2, atau KOH

sehingga pH larutan mencapai 8-10. Volume air yang digunakan dalam ekstraksi sebanyak 30-40 kali dari berat rumput laut. Ekstraksi biasanya mendekati suhu

didih yaitu sekitar 90–95 oC selama satu sampai beberapa jam. Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko (1995) menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan.

Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih menggunakan penyaringan konvensional, yaitu kain saring danfilter press, dalam keadaan panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman 1980).

(47)

matahari selama 3 hari (Glicksman 1983). Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada suhu 60 oC (Istini dan Zatnika 1991). Karaginan kering tersebut kemudian ditepungkan, diayak, distandarisasi dan dicampur, kemudian dikemas dalam wadah yang tertutup rapat (Guiseleyet al.1980).

2.7 Manfaat Karaginan

Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (pengental), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno 1996). Selain itu juga berfungsi sebagai

pensuspensi, pengikat,protective(melindungi koloid),filmformer(mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent(mengikat bahan-bahan) (Anggadiredjaet al.1986).

Ortiz dan Aguilera (2004) mengatakan bahwa karaginan biasanya digunakan juga sebagaistabiliserataugelating agentpada daging lumat dan pasta seafood, atau surimi dan derivatnya. Polisakarida secara luas digunakan untuk pembentukan gel dan stabilitas produk makanan (Beaulieu et al. 2001; Walkenstromet al.2003 dan Arltoft et al.2007).

(48)
[image:48.595.111.530.108.417.2]

Tabel 3. Beberapa penerapan karaginan dalam produk berbahan dasar susu.

Produk Fungsi Jenis

Taraf Penggunaan

(%)

-Desertbeku es krim, susu es - Susu pasteurisasi,

coklat, citarasa buah - Susu skim

- Susu isi

- Campuran krim untuk keju ”cotage” - Susu sterilisasi

cokelat - Evaporasi

- Formulasi susu bayi - Puding dan pengisi

pie

- ”Whipped cream” - Susu dingin

”Shakes” -Yogurt

Mengontrol pencairan

Membentuk suspensi stabil

Konsistensi

Pemantap emulsi, konsistensi Daya lekat

Membentuk suspensi stabil, konsistensi

Pemantap emulsi Pemantap protein dan lemak

Pengontrol gelatinisasi pati

Pemantap ”overrun” Pemantap suspensi ”Overrun” Membentuk konsistensi suspensi buah-buahan Kappa Kappa Kappa-Iota Kappa-Iota Kappa Kappa Kappa Kappa Kappa Lambda Lambda Kappa 0,010-0,030 0,025-0,035 0,025-0,035 0,025-0,035 0,020-0,035 0,010-0,035 0,005-0,015 0,020-0,040 0,010-0,20 0,05-0,15 0,10-0,20 0,20-0,50

Sumber: FMC corp (1977)

Tabel 4. Beberapa penerapan karaginan dalam produk berbahan dasar air.

Produk Fungsi Jenis Taraf

penggunaan (%)

- Geldesert,

- Jeli, berkalori rendah, selai, buah awet - Gel ikan

- Sirop

- Analog buah-buahan

- Saladdressing - Pemutih susu imitasi - Kopi imitasi

Pembentukan gel Pembentukan gel Pembentukan gel Pemantap suspensi Pembentukan gel, tekstur Pemantap emulsi Pemantap lemak Pemantap emulsi Kappa-Iota Kappa-iota Kappa Kappa-Lambda Kappa Iota Iota-Lambda Lambda 0,5-1,0 0,5-1,0 0,5-1,0 0,3-0,5 0,5-1,0 0,4-0,6 0,03-0,06 0,1-0,2

Sumber: FMC corp (1977)

2.8 Standard Mutu Karaginan

[image:48.595.123.512.475.674.2]
(49)
[image:49.595.117.519.163.342.2]

(FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC). Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesifikasi mutu karaginan.

Spesifikasi FAO FCC EEC

Zat volatil (%) Sulfat (%) Kadar abu (%) Viskositas (cP)

Kadar abu tidak larut asam (%) Logam berat :

Pb (ppm) As (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm)

Kehilangan karena pengeringan (%)

Maks. 12 15-40 15-40 Min. 5 Maks.1

Maks. 10 Maks. 3

-Maks. 12

Maks. 12 18-40 Maks.35

-Maks.1

Maks. 10 Maks. 3

-Maks. 12

Maks. 12 15-40 15-40

-Maks.2

Maks. 10 Maks. 3 Maks.50 Maks.25

(50)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 12 bulan, mulai Agustus 2007 sampai Agustus 2008, yang terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian lapangan dan dilanjutkan dengan analisis laboratorium. Lokasi penelitian lapangan di Dusun

[image:50.595.118.504.262.692.2]

Wael Desa Piru Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku. Lokasi penelitian lapangan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta lokasi penelitian

Analisis laboratorium dilaksanakan di beberapa laboratoriu

Gambar 5. Peta lokasi penelitian.

# # # # # ## # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # ETI ETI KAWA PIRU MALUKU KU LU MALUKU KAIBOBU KAIBOBU NIWELEHU MURNATEN BUANOUTARA TENGAH MO NENIARI NIKU SERAMBARAT Kotania P.Marsegu # Y Wael

10 0 10 20 Kilometers

(51)

Ekstraksi dan analisis karaginan dilaksanakan di beberapa laboratorium. Ekstraksi karaginan dilakukan di Laboratorium Karakteristik dan Bahan Baku Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Program Studi THP IPB. Pengeringan dan penepungan karaginan dilakukan di Pilot Plan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Analisis karaginan dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang mencakup analisis kekuatan gel, viskositas, titik jendal, titik leleh, derajat putih, kadar abu tidak larut asam dan kadar sulfat. Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB untuk analisis kadar air dan kadar abu,

dan Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan Program Studi Teknologi Industri IPB untuk analisis logam berat Pb, Cu, dan Zn.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis cottonii. Bahan-bahan yang digunakan untuk budidaya rumput laut adalah pelampung bola dari bahan sintetis PVC/poly vinyl chloride (pelampung utama),

botol akua (pelampung tali ris), jangkar, tali nilon (PE) berdiameter 7 mm (tali utama), 4 mm (tali ris), dan 2 mm (tali pengikat). Bahan-bahan kimia yang

digunakan selama proses ekstraksi karaginan adalah KOH, isopropil alkohol (IPA) dan akuades. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis parameter mutu karaginan adalah asam klorida (HCl), kalium klorida (KCl), barium klorida (BaCl2), dan barium sulfat (BaSO4).

(52)

3.3 Tahap Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pertama adalah budidaya rumput laut, dan tahap kedua adalah ekstraksi dan analisis karakteristik fisiko-kimia karaginan dari rumput laut hasil budidaya.

3.3.1 BudidayaEucheuma cottonii

3.3.1.1 Metode budidaya

Metode budidaya rumput laut yang digunakan berdasarkan kebiasaan dan pengalaman penduduk di Kabupaten Seram bagian barat, yaitu dengan sistem longline(tali permukaan). Metode budidaya sebagai berikut :

(1) Penentuan lokasi budidaya.

(2) Di lokasi terpilih dipasang tali utama yang disambungkan dengan pemberat berupa karung berisi pasir dan batu. Masing-masing sudut tali diberi pelampung tanda.

(3) Diantara tali utama dipasang tali ris yang berjumlah 6 buah dengan panjang masing-masing 25 m (Gambar 6). Pelampung yang digunakan pada tali ris berupa botol aqua.

(4) Bibit rumput laut diikat pada tali ris dengan tali nilon yang telah disimpul dengan jarak antara simpul 20 cm. Setiap tali ris dipasang 120 rumpun,

masing-masing perlakuan 20 rumpun (dipasang secara acak) sehingga total rumpun adalah 720. Setiap tali ris terdiri dari 6 kombinasi perlakuan, yaitu bagian thalus ujung dengan berat bibit 50, 100, 150 g, dan bagian thalus pangkal dengan berat bibit yang sama, yang akan dipanen pada umur 40, 45, 50 dan 55 hari.

(53)
[image:53.595.165.493.93.585.2]

Gambar 6. Desainlonglineuntuk budidayaEucheuma cottonii.

3.3.1.2 Teknik pengamatan

Setiap minggu kondisi tanaman dipantau, dibersihkan dari sampah dan biota pengganggu lainnya. Rumpun rumput laut yang hilang diganti dengan tanaman yang lain dari perlakuan yang sama. Parameter fisik dan kimia perairan diukur yaitu suhu permukaan air laut mengunakan termometer, kecepatan arus menggunakan current meter, salinitas menggunakan hand refractometer, pH

Pelampung Tali ris

Tali utama

Bibit rumput laut

Pelampung utama Tali pemberat

Tali ris 25 m

8 m 1 m

(54)

menggunakan kertas lakmus, kecerahan menggunakan secchidisc dan kedalaman perairan menggunakan tali dan meteran. Pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali, yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, 27, 35, 40, 45, 50, dan 55, masing-masing diambil 3 titik sampel, yang dilakukan sicara langsung di lokasi penelitian (in situ).

Rumput laut dipanen sesuai dengan perlakuan umur panen, dan ditimbang untuk mengetahui bobot basahnya. Setelah dipanen rumput laut dicuci dengan menggunakan air laut, untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada rumput laut. Rumput laut kemudian dimasukkan ke dalam karung plastik untuk selanjutnya dibawa ke tempat penjemuran. Rumput laut dijemur di atas para-para selama 4 hari. Selama proses penjemuran berlangsung, rumput laut tetap dijaga

terhindar dari air hujan.

3.3.2 Ekstraksi karaginan

Pada penelitian tahap ini dilakukan ekstraksi karaginan dengan menggunakan rumput laut perlakuan bagian thalus ujung (A1) dan pangkal (A2), berat bibit 50 g (B1), 100 g (B2) dan 150 g (B3), dan umur panen 40 hari, (C1), 45 hari (C2), 50 hari (C3) dan 55 hari (C4). Karaginan hasil ekstraksi kemudian dianalisis parameter rendemen, kekuatan gel, viskositas, kadar air dan kadar abu. Penentuan karaginan terbaik dipilih berdasarkan kelima parameter tersebut yang sesuai dengan standar mutu karaginan.

(55)
[image:55.595.169.461.86.579.2]

Gambar 7. Proses pembuatan tepung karaginan (Yunizalet al.2000 yang telah dimodifikasi).

3.4 Laju Pertumbuhan HarianEucheuma cottonii

Suatu kegiatan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dikatakan baik jika laju pertumbuhan rata-rata harian minimal lebih dari 3% (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005). Untuk mengetahui persentase laju pertumbuhan harian dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Pencucian

Perendaman dengan air

Ekstraksi

Larutan KOH 0,5%, selama 2 jam pada suhu 90-95 oC

Pengendapan

(dengan IPA / isopropil alkohol)

Pengeringan Penyaringan

(2 kali, dengan nilon 150 dan 300mesh) Rumput laut kering, perlakuan bagian thalus (ujung, pangkal), berat bibit (50, 100, 150 g), dan umur panen (40, 45, 50, 55 hari)

(56)

Wt 1/t

G = -1 x 100%

Wo

Keterangan: G = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Rata-rata bobot akhir (g) Wo = Rata-rata bobot awal (g)

t = Waktu budidaya (hari)

3.5 Analisis Fisiko-Kimia

Rumput laut kering hasil budidaya sebelum diekstraksi menjadi tepung karaginan, terlebih dulu dianalisis kandungan kadar air, kadar abu dan kadar abu tidak larut asam. Tepung karaginan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan kemudian dianalisis rendemen, kekuatan gel, viskositas, titik jendal, titik leleh, derajat putih, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, dan logam berat.

(1) Rendemen (FMC Corp. 1977)

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan pada masing-masing perlakuan.

Berat karaginan kering (g)

Rendemen (%) = x 100%

Berat rumput laut kering (g)

(2) Kekuatan gel (Faridahet al.2006)

(57)

(3) Viskositas (FMC Corp. 1977)

Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 75 oC. Viskositas diukur dengan viscometer brookfield. Larutan panas diatur sampai tepat, viskosimeter dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75oC dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah 1 menit putaran penuh untuk spindel no 1.

(4) Titik jendal dan titik leleh (Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan karaginan dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan

akuades dalam gelas ukur volume 15 ml. Suhu sampel diturunkan secara perlahan-lahan dengan cara menempatkan pada wadah yang telah diberi pecahan es. Titik jendal diukur pada saat larutan karaginan mulai membentuk gel dengan menggunakan termometer digitalhanna.

Larutan karaginan dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan akuades. Sampel diinkubasi pada suhu 10 oC selama ± 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel karaginan dalamwaterbath. Diatas gel karaginan tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar gel karaginan maka suhu tersebut dinyatakan sebagai titik leleh karaginan.

(5) Derajat putih (Faridahet al.2006)

(58)

sebagai pembanding dengan nilai derajat putih 110%. Nilai derajat putih dihitung dengan dengan rumus:

Nilai derajat putih

Derajat putih (%) = x 100%

110

(6) Kadar air (AOAC 1995)

Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan porselin yang digunakan, dikeringkan terlebih dahulu kira-kira 1 jam pada suhu 105oC, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga beratnya tetap (A). Contoh ditimbang kira-kira 2 g (B) dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu

100-105 oC selama 5 jam atau beratnya tetap. Cawan yang berisi contoh didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya

tetap (C). Kadar air dihitung dengan rumus: (A+B) – C

Kadar air (%) = x 100% (B)

(7) Kadar abu (AOAC 1995)

Contoh ditimbang sebanyak 2-3 g dalam cawan kering yang diketahui beratnya. Kemudian dipijarkan dalam tanur bersuhu 600oC sampai diperoleh abu yang berwarna keputih-putihan. Cawan dan abu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya setelah dingin. Cawan dan abu dimasukkan kembali ke dalam oven dengan waktu 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah dingin cawan ditimbang kembali. Kadar abu dihitung dengan rumus:

Berat abu (g)

Kadar abu (%) = x 100%

Berat sampel (g)

(8) Kadar abu tidak larut asam (FMC Corp. 1977)

Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring menggunakan kertas saring tak berabu, lalu didinginkan dalam desikator untuk selanjutnya ditimbang. Kadar abu tidak larut asam dihitung dengan rumus:

Berat abu (g)

(59)

(9) Kadar sulfat (FMC Corp. 1977)

Prinsip yang digunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan dihidrolisis, diendapakan sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g dan

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N kemudian direfluks selama 6 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 di atas penangas air selama 2 jam.

Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan akuades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh

abu berwarna puti

Gambar

Gambar 1. Kerangka pimikiran penelitian karakteristik fisiko-kimia karaginandari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thalus, berat bibit, danumur panen.
Gambar 3. Struktur kimia kappa, iota dan lambda karaginan.(www.fao.org/docrep/field/003/AB882E/AB882E14.htm)
Tabel 1. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut.
Gambar 4. Mekanisme pembentukan gel karaginan (Glicksman 1983).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tata usaha merupakan pengguna yang memiliki akses untuk mengisi data surat masuk maupun data surat keluar sampai pembuatan data laporan namun tidak dapat mengisi

Sebagai hasil penelitian penulis dengan judul Analisis Sengketa Kepemilikan Tanah Dalam Perspektif Politik Agraria Indonesia (Dalam Kasus Sengketa Kepemilikan

tidak diharapkan. Dalam berjalannya suatu sistem, munculnya disfungsi ini tidak bisa dihindari, namun harus disikapi sebagai suatu konsekuensi. Dalam sistem sosial yang

Sedangkan dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dibuktikan bahwa program IPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan Buleleng,

Tujuan dilakukan proses pengembangan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui faktor-faktor penyebab crack pada boom top casting, 2) Mengetahui hubungan antara proses

Kecenderungan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah bahwa larva ikan koi yang dipelihara dalam akuarium berwarna latar terang (orange, biru dan bening)

Di pihak lain, seorang muslim harus mengatasi al-nafs ammarah ( seks atau dorongan biologis lainnya ) bukan dengan mengingkari, membuang malainkan dengan memahami

6HGDQJNDQ PRGHO SHPEHODMDUDQ %HODMDU 7XQWDV DGDODK PRGHO SHPEHODMDUDQ \DQJ PHQLWLNEHUDWNDQ SURVHV SHPEHODMDUDQ SDGD JXUX 2OHK NDUHQD LWX JXUX KDUXV PHPSHUVLDSNDQ SRNRN SRNRN PDWHUL