ANALISA KUALITAS DAN FORMULASI ALGINAT HASIL
EKSTRAKSI Sargassum filipendula UNTUK PEMBUATAN
MINUMAN SUPLEMEN SERAT DALAM BENTUK
EFFERVESCENT
HAERUNNISA
103096029803
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISA KUALITAS DAN FORMULASI ALGINAT HASIL
EKSTRAKSI Sargassum filipendula UNTUK PEMBUATAN
MINUMAN SUPLEMEN SERAT DALAM BENTUK
EFFERVESCENT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
HAERUNNISA
103096029803
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISA KUALITAS DAN FORMULASI ALGINAT HASIL
EKSTRAKSI Sargassum filipendula UNTUK PEMBUATAN
MINUMAN SUPLEMEN SERAT DALAM BENTUK
EFFERVESCENT
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : HAERUNNISA
103096029803
Menyetujui,
Pembimbing I
Ir. Murdinah, MS NIP. 080 062 638
Pembimbing II
S.Hermanto, M.Si NIP. 150 368 747
Mengetahui,
Ketua Program studi kimia
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Analisa Kualitas dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi
Sargassum Filipendula Untuk Pembuatan Minuman Suplemen Serat Dalam Bentuk
Effervescent ” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosah Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 23 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I
Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 150 326 907
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 150 317 956
Ketua Program Studi Kimia
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Juni 2008
ABSTRACT
HAERUNNISA, Analysis of Quality and Formulation of Alginate Extracted from
Sargassum fillipendula Used to Effervescent Suplement Fiber Drink. Advisor Ir.
Murdinah, MS and S. Hermanto, M.Si.
Research of quality and formulation of alginate for application on suplement fiber drink have been conducted. The suplement fiber drink was formulated as an
effervescent tablet. Alginate was extracted and purified from Sargassum fillipendula
which took from Binuangen water, with long thalus 51-60 cm. Quality of alginate analysis consist of moisture content, ash content, pH, viscosity, total dietary fiber and percent purity compared with commercial alginate. Formulation of alginate used to
effervescent tablet characterized by Random Device Complete One Way with five
treatment, alginate: 15%, 20%, 25%, 30%, 35% and sucrose: 32,5%, 27,5%, 22,5%, 17,5%, 12,5%. Evaluation of effervescent quality consist of weight quality, soluble time, pH and viscosity. The result of quality analysis showed that alginate which extracted from Sargassum fillipendula has a good quality based on Food Chemical Codex (FCC) standard, except the purity. However, based on FTIR and extracted alginate from this research was pure enough (73,38%), than commercial alginate (50,23%). The result also showed that alginate formulation gives a significant different in soluble time, viscosity and pH (F count > F table). The best formulation is (35% alginate : 12,5% sucrose) which soluble time is 138,5 second, pH 5,69 and viscosity 48,75 cPs.
ABSTRAK
HAERUNNISA,Analisa Kualitas dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi Sargassum
filipendula Untuk Pembuatan Minuman Suplemen Serat Dalam Bentuk Effervescent.
Di bawah bimbingan Ir. Murdinah, MS dan S. Hermanto, M.Si.
Telah dilakukan penelitian tentang ekstraksi alginat dari Sargassum
fillipendula dan aplikasinya dalam pembuatan minuman suplemen serat. Minuman
suplemen serat tersebut dibuat dalam bentuk tablet effervescent. Sargassum
fillipendula yang digunakan berasal dari perairan Binuangen, Banten dengan panjang
talus 51-60 cm. Analisa kualitas alginat hasil ekstraksi dan alginat komersial meliputi : Kadar air, kadar abu, pH, viskositas, serat pangan dan persen kemurnian yang diuji menggunakan FTIR. Formulasi tablet effervescent dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan yang digunakan meliputi variasi konsentrasi alginat dan sukrosa dengan variasi alginat: 15%, 20%, 25%, 30%, 35% dan sukrosa: 32,5%, 27,5%, 22,5%, 17,5%, 12,5%. Evaluasi tablet effervescent meliputi : keseragaman bobot, waktu hancur, pH dan viskositas. Dari hasil ekstraksi dengan empat kali pengulangan diperoleh rendemen alginat antara 21%-34% berat kering. Analisa kualitas alginat menunjukkan bahwa baik alginat hasil ekstraksi maupun alginat komersial memenuhi standar mutu Food Chemical Codex (FCC) kecuali kemurniannya. Hasil analisa FTIR menunjukkan bahwa alginat hasil ekstraksi relatif lebih murni (73,38%) dibandingkan dengan alginat komersial (50,23%). Selanjutnya evaluasi tablet effervescent
menunjukkan bahwa formulasi sukrosa dan alginat memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap penurunan waktu hancur, peningkatan viskositas dan nilai pH (Fhitung > Ftabel). Secara umum formula tablet effervescent dengan perbandingan (alginat 35% : sukrosa 12,5%) menghasilkan tablet dengan mutu terbaik dibandingkan dengan formula lainnya. Tablet Effervescent yang dihasilkan memiliki waktu larut 138,5 detik, pH 5,69 dan viskositas 48,75 cPs.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan iradah-Nya. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga dan para sahabatnya
serta orang-orang Islam yang selalu mengikutinya hingga akhir zaman, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi bidang kimia dengan judul : ” Analisa Kualitas
dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi Sargassum fillipendula untuk Pembuatan
Minuman Suplemen Serat dalam Bentuk Effervescent”. Skripsi ini disusun untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah..
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang
mendalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Murdinah, MS selaku pembimbing I yang telah membimbing selama
proses penelitian berlangsung.
4. Bapak S. Hermanto, M.Si, selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar
membimbing, memberi nasehat dan saran yang berguna bagi penulis selama
5. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si dan ibu Anna Muawanah, M.Si selaku penguji I
dan II atas koreksi dan sarannya yang sangat membatu penulis.
6. Yang tercinta, ayahanda Achmad Chotib dan ibunda Iis Denice Komariah,
semoga ”modal” paling berharga yang telah diberikan menjadi bakti setiaku
pada beliau, juga untuk kakak dan adikku (Eki & Tika) serta keluarga besarku.
7. Kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan Jakarta
8. Seluruh dosen kimia FST UIN, terutama ibu Siti Nurbayti, M.Si Sebagai
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi
kepada penulis.
9. Rekan-rekan analis di Lab. Pengolahan Produk: mba Dina, mba Fatehah, mba
Elya, mba Hasta yang telah memberikan masukan dan nasehat yang
memotivasi penulis, juga buat pak Sahid dan mas Syukri.
10.Teman-teman prodi kimia Fakultas Sains & Teknologi angkatan 2003
khususnya QQ, Kokom, Adel, Thea, Lala dan Ajeng yang telah membantu dan
memberikan semangat selama penulisan.
11.Seluruh keluarga besar TAEKWONDO UIN, khususnya Sari, Didit, Sauqi,
Anto, Roni, Mei, Sbm Isma, Sbm Arman dan Sbm Fajar yang telah menghibur
dan memotivasi penulis.
12.Semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
menemani saya begadang dan mendengarkan cerita saya. Bwt Rijal thx y udah
mw minjemin motornya n nganter2in gw.
13.Fatur ”doNky” yang telah memberi suport, perhatian dan waktunya, terima
Jakarta, Juni 2008
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ...
... i
KATA PENGANTAR ...
... ii
DAFTAR ISI ...
... v
DAFTAR GAMBAR ...
... viii
DAFTAR TABEL ...
... ix
BAB I PENDAHULUAN...
... 1
1.1. Latar Belakang ...
... 1
1.2. Perumusan Masalah ...
... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...
... 3
1.4. Hipotesis ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...
... 4
2.1. Alginat ...
... 4
2.1.1. Struktur Kimia Alginat...
... 4
2.1.2. Sifat Fisika dan Kimia Alginat...
... 6
2.1.3. Manfaat Alginat ...
... 8
2.1.4. Standar Mutu Alginat...
... 9
2.1.5. Ekstraksi Alginat...
... 10
2.2. Serat Pangan ...
... 17
2.2.1. Manfaat Serat Pangan ...
... 18
2.2.2. Kebutuhan Serat dalam Diet Harian ...
... 20
2.3. Effervescent ...
... 21
2.3.1. Aspek Biofarmasi Tablet Effervescent...
2.3.2. Komponen Formula Tablet Effervescent...
... 24
2.3.3. Pembuatan dan Pengemasan Effervescent...
... 28
2.3.4. Nilai Tambah Minuman Effervescent...
... 29
2.3.5. Stabilitas Tablet Effervescent...
... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...
... 32
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...
... 32
3.2. Alat dan Bahan ...
... 32
3.3. Prosedur Penelitian ...
... 33
3.3.1. Pengambilan Sampel...
... 33
3.3.2. Ekstraksi Natrium Alginat ...
... 33
3.3.3. Prosedur Analisis Alginat ...
... 34
3.3.4. Pembuatan Tablet Effervescent...
3.3.5. Evaluasi Tablet Effervescent...
... 40
3.3.6. Analisis Data ...
... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
...43
4.1. Rendemen Alginat Hasil Percobaan ...
... 43
4.2. Analisa Kualitas Alginat ...
... 44
4.3. Evaluasi Tablet Effervescent...
... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...
... 55
5.1. Kesimpulan ...
... 55
5.2. Saran ...
... 55
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Alginat...
... 7
Gambar 2. Struktur Kimia Polimer Alginat ...
... 8
Gambar 3. Skema Pembentukan Gel Kalsium Alginat ...
... 9
Gambar 4. Rendemen Na-alginat...
... 47
Gambar 5. Pola Serapan Infra Merah Alginat Percobaan
dan Alginat Komersial ...
... 51
Gambar 6. Waktu Larut Tablet Effervescent...
... 55
Gambar 7. Nilai pH Tablet Effervescent...
... 56
Gambar 8. Viskositas Tablet Effervescent...
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Spesifikasi Mutu Natrium Alginat ...
... 12
Tabel 2. Formula Tablet Effervescent...
... 44
Tabel 3. Sifat Fisika dan Kimia Alginat ...
... 48
Tabel 4. Keseragaman bobot tablet effervescent...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Keadaaan alam Indonesia sebagai negara kepulauan dengan perairan yang luas,
memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar sebagai sumber devisa negara.
Industri pengolahan rumput laut merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan
sumber daya alam tersebut (Anggadireja, et al, 1996).
Alginat merupakan hasil ekstraksi rumput laut coklat yang berkadar serat tinggi
dan mudah larut dalam air. Saat ini alginat banyak digunakan baik dalam industri
pangan maupun non pangan secara luas bukan hanya sebagai penambah nilai gizi,
tetapi juga digunakan sebagai penguat tekstur atau stabilitas pada produk olahan,
seperti es krim, sari buah dan kue (Yunizal, 2004).
Hasil uji farmakologi terhadap alginat menunjukkan bahwa alginat mengandung
serat yang mudah larut dalam air (Haryanto, 2005). Serat yang larut dalam air dapat
menurunkan kadar kolesterol secara efektif (Yunizal, 2004). Menurut hasil penelitian
Wikanta, et al (2002 dan 2003), menyatakan bahwa pemberian senyawa alginat (1
g/Kg BB) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah maupun kolesterol pada
hewan percobaan.
Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), menyatakan
bahwa alginat dapat digunakan untuk menambah kandungan serat pada makanan yang
banyak mengandung lemak jenuh. Alginat juga dapat memperkuat mucus,
perlindungan alamiah dari dinding usus, dapat memperlambat pencernaan, dan
Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat yang lebih menyukai makanan
cepat saji (fast food) dengan komposisi nutrisi yang tidak seimbang ini
mengkhawatirkan para ahli gizi. Masalah malnutrisi, saat ini tidak hanya kekurangan
gizi tetapi juga kegemukan akibat pola makan dengan gizi tidak seimbang
(Nainggolan dan Adimunca, 2005).
Kesadaran masyarakat yang semakin meningkat akan pentingnya hidup sehat,
menyebabkan tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Makanan
yang baik harus mengandung serat cukup yang sangat diperlukan untuk membantu
proses pencernaan. Menurut Arief (2008), kurangnya serat (fiber) merupakan salah
satu kelemahan yang sangat berbahaya, karena serat pangan berperan sangat penting
untuk mencegah berbagai penyakit antara lain kanker usus besar, penyakit jantung
dan penyakit lain akibat kegemukan.
Untuk mencegah dan menanggulangi masalah malnutrisi akibat kekurangan
serat, konsumsi serat menjadi hal penting yang perlu diprioritaskan. Penelitian
pembuatan minuman suplemen serat dari alginat menjadi terobosan baru yang dapat
dijadikan alternatif. Pembuatan minuman dalam bentuk tablet effervescent yang siap
saji dan mempunyai daya simpan yang lebih lama diharapkan dapat diterima dan
terjangkau di masyarakat. Tablet effervescent mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan bentuk sediaan oral lainnya. Diantaranya pada saat pelarutan
effervescent memberikan efek sparkle (rasa seperti soda) dan waktu larut yang relatif
singkat (Lachman, 1994). Namun demikian untuk mendapatkan formulasi tablet
effervescent yang berkualitas baik diperlukan alginat yang memiliki standar mutu
yang baik pula.
1.2. Rumusan Masalah
2. Bagaimanakah kandungan serat pangan alginat hasil ekstraksi Sargassum
filipendula ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang nyata formulasi alginat dan sukrosa
terhadap mutu tablet effervescent yang dihasilkan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kualitas alginat yang dihasilkan dari ekstraksi Sargassum
filipendula sebagai bahan baku pembuatan tablet effervescent.
2. Mengetahui kandungan serat pangan alginat ang dihasilkan dari ekstraksi
Sargassum filipendula.
3. Mengetahui pengaruh komposisi alginat dan sukrosa terhadap standar mutu
tablet effervescent yang dihasilkan dan mengetahui formula terbaik dari
tablet effervescent yang dihasilkan.
1.3. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan yang nyata formulasi alginat dan sukrosa terhadap mutu
tablet effervescent (H0).
2. Tidak terdapat perbedaan yang nyata formulasi alginat dan sukrosa terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ALGINAT
Alginat merupakan senyawa polisakarida hasil ekstraksi dari kelompok alga
coklat yang disebut Alginophyt, yaitu kelompok dari Phaeophyceae yang
menghasilkan alginat, antara lain Macrocystis¸ Ecklonia, Fucus, Lessonia dan
Sargassum (Aslan, 1991). Alginat adalah garam dari asam alginat yang mengandung
ion natrium, kalsium atau kalium (Kadi dan Atmaja, 1988). Alginat yang banyak
dikenal, adalah bentuk garam dari asam alginat yang tersusun oleh asam
D-mannuronat dan asam L-guluronat.
Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk garam dan turunan
asam alginat (Glicksman, 1983). Natrium alginat digambarkan sebagai produk
karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi dari alga laut coklat dengan garam
alkali. Gambaran tersebut di atas sama dengan didefinisikan oleh Food Chemicals
Codex (1981), menurut FCC rumus molekul natrium alginat adalah (C6H7O6Na)n.
Menurut Merck Index (1976), alginat merupakan polisakarida berbentuk gel yang
diekstraksi dari alga laut coklat atau dari gulma lumut laut.
2.1.1 Struktur Kimia Alginat
Alginat merupakan poliuronat yang mengandung asam β-D-mannuronat
dan asam α-L-guluronat, dan kedua asam tersebut dihubungkan oleh ikatan pada
atom C1 dan C4. Selain mengandung asam polimanuronat dan poliguluronat,
Gambar 1. (a) β-(1,4)D-Asam Manuronat (M), (b) α-(1,4)L-Asam Guluronat (G) dan (c) Tiga jenis struktur polimer asam alginat
(Anonim, 1976. Glicksman, 1983 dan King, 1983).
Sedangkan Gambar 2 menunjukkan polimer linier tak bercabang yang
tersusun dari dua Asam Hexauronat, yaitu β(1,4) D asam Mannuronat (M) dan α
Gambar 2. Struktur kimia polimer asam alginat (Winarno 1996).
2.1.2 Sifat Fisika dan Kimia Alginat
Natrium alginat berwarna putih sampai dengan kekuningan, berbentuk
tepung atau serat, hampir tak berbau dan berasa dengan kadar abu yang tinggi,
disebabkan adanya unsur natrium. Kandungan air yang tinggi disebabkan oleh
pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat
bervariasi bergantung pada kelembaban relatif dari lingkungannya (Yunizal,
2004).
a. Kelarutan
Natrium alginat larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut
dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan kandungan alkohol lebih
dari 30 %, dan tidak larut dalam khloroform, eter dan asam dengan pH
kurang dari 3 (Food Chemical Codex, 1981).
b. Pembentukan gel
Alginat yang larut dalam air membentuk gel pada larutan asam karena
adanya ion kalsium atau kation logam polivalen lainnya. Penggantian kation
Na+ lebih dari 35% dengan kation Ca2+ akan menghentikan pergeseran
molekul dan terbentuk struktur gel yang stabil. Secara kasar penambahan
dan membentuk gel, sedangkan jumlah Ca2+ yang tinggi menyebabkan
perubahan shear yang tinggi dan membentuk gel kasium alginat.
Gambar 3. Skema pembentukan gel kalsium alginat (Glicksman, 1983)
c. Viskositas
Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, bobot
molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi
konsentrasi atau bobot molekul maka semakin tinggi viskositasnya.
(Chapman, 1970). Viskositas larutan alginat akan menurun dengan
pemanasan, meningkat lagi bila didinginkan kembali, kecuali dengan
pemanasan pada suhu tinggi dan waktu relatif lama akan mengakibatkan
degradasi molekul dan menyebabkan penurunan viskositas (Klose dan
Glicksman, 1972). Larutan garam alginat menunjukkan sedikit perubahan
viskositas pada kisaran pH 4-10, oleh karena itu alginat dengan kisaran pH
tersebut biasa digunakan untuk industri makanan (Glicksman, 1983).
2.1.3 Manfaat Alginat
Berdasarkan sifat fisika dan kimia alginat, maka alginat dapat berfungsi
sebagai suspending agent, emulsifier, stabilizer, binder, thickened, film former,
encapsulating agent (Anggadireja, 1993). Alginat banyak digunakan dalam
industri pangan secara luas, bukan sebagai penambah nilai gizi, tetapi
menghasilkan dan memperkuat tekstur atau stabilitas pada produk olahan,
seperti es krim, sari buah dan kue (Pervical,1970). Dalam bidang industri
farmasi alginat digunakan dalam pembuatan salep, kapsul, tablet, plester, filter,
sedangkan dalam industri kosmetik alginat digunakan sebagai bahan untuk
lotion, sampo, cat rambut dan produk lainnya berupa jeli serta krem.
Pada produk minuman, alginat merupakan sumber serat yang mudah
larut dalam air. Saat larut dalam air, natrium alginat membentuk kisi-kisi seperti
jala yang mampu mengikat kuat banyak molekul air.
Larutan alginat dapat menurunkan kadar kolesterol secara efektif
(Yunizal, 2004), menurunkan tekanan darah, kadar gula darah serta
meningkatkan penyerapan kalsium (Astawan, 2003)
2.1.4 Standar Mutu Alginat
Spesifikasi alginat yang didapat secara komersial berbeda-beda
tergantung pada pemakaian dalam bidang industri. Alginat yang dipakai dalam
industri makanan dan farmasi harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa
dan warnanya sudah dipucatkan sehingga berwarna putih atau terang.
Pharmaceutical grade, biasanya juga bebas dari selulosa dan dipucatkan
sehingga warnanya putih bersih. Disamping Grade tersebut, adapula yang
disebut Industrial grade yang biasanya masih mengijinkan adanya beberapa
bagian dari selulosa, dengan warna granula yang bervariasi dari coklat sampai
putih. Sifat fisik lainnya juga bervariasi tergantung pada metode pembuatan dan
: pH = 3,5 – 10; viskositas 1% berat dalam larutannya antara 10 – 5000 cPs;
kadar air 5 – 20%; ukuran partikel 10 – 200 standar mesh. Harga dari alginat
tergantung dari grade dan komposisi yang dikandungnya (Winarno, 1996).
Standar mutu internasional natrium alginat yang telah ditetapkan sesuai
dengan Food Chemical Codex (FCC) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi mutu natrium alginat
Spesifikasi Food Chemical Codex Kemurnian (%Berat Kering) 90,8 - 106
Kadar Air (%) <15
Kadar Abu (%) 18 - 27
Sumber : Food Chemical Codex (1981)
2.1.5 Ekstraksi Alginat
Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi
komponen-komponen yang terpisah dengan menggunakan pelarut yang
memiliki sifat kimia dan polaritas yang sama dengan senyawa yang akan
dipisahkan. Jenis ekstraksi terdiri dari ekstraksi padat-cair dan cair-cair.
Ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aqueus phase dan
organic phase. Cara aqueus phase dilakukan dengan menggunakan pelarut air,
sedangkan dalam organic phase digunakan pelarut organik. Sebagian besar
proses ekstraksi rumput laut untuk menghasilkan garam natrium alginat
menggunakan cara aqueus phase (Winarno, et al, 1973).
Prinsip ekstrasi alginat dari rumput laut untuk menghasilkan alginat
adalah dengan memasak rumput laut tersebut dalam suasana basa dengan
diperoleh ditambahkan dengan asam mineral kuat sehinggga akan membentuk
endapan asam alginat. Proses pemurnian produk ini meliputi beberapa proses
seperti proses penjernihan, pemucatan dan pengendapan kalsium alginat. Pada
umumnya produk akhir yang dihasilkan berupa garam alginat yang dapat larut
dalam air terutama dalam bentuk natrium alginat (Chapman & Chapman, 1980).
Proses utama ekstraksi alga coklat menjadi natrium alginat dibagi
menjadi empat tahap. Tahap pertama merupakan tahap pra ekstraksi yaitu tahap
perendaman. Tahap ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu perendaman
dalam larutan alkali dan larutan asam. Tahap kedua merupakan tahap ekstraksi
dalam suasana basa dengan cara perebusan menggunakan larutan pengekstrak.
Tahap ketiga adalah tahap pemucatan dan tahap keempat adalah tahap
pemurnian. Tahap keempat dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembentukan asam
alginat, pembentukan natrium alginat dan penarikan natrium alginat murni
(Yunizal, 2004).
Berikut tahapan dalam proses ekstraksi alginat :
1. Sortasi bahan baku
Sortasi adalah proses pemilihan dan proses penyeleksian rumput laut yang
dilakukan atas dasar ukuran, bentuk dan jenisnya. Sortasi bahan baku juga
bertujuan untuk memisahkan alga coklat dari kotoran yang ikut tercampur
bersama alga pada saat pengambilan sampel. Kotoran yang biasa tercampur
dalam bahan baku adalah pasir, sampah, lumpur dan batu-batuan (Winarno,
1996). Pada tahap ini juga dilakukan proses pencucian dengan tujuan untuk
2. Perendaman dalam air
Perendaman dalam air adalah proses pengembalian air ke dalam bahan,
sering dikenal rehidrasi, yang merupakan kebalikan dari proses pengeringan.
Cara yang dilakukan biasanya dengan merendam bahan yang telah dikeringkan
(Winarno, 1996). Selain untuk menghilangkan bau dan rasa amis, proses ini juga
memberi kesempatan berlangsungnya proses rehidrasi sehingga tekstur rumput
laut kembali seperti semula (Yunizal, 2004).
3. Pemotongan
Setelah dilakukan seleksi terhadap bahan baku, dilakukan pemotongan
rumput laut coklat sebagai bahan baku menjadi ukuran yang lebih kecil dari
semula kurang lebih 1-2 cm. Tujuan perlakuan terhadap tahap ini adalah untuk
mempermudah proses ekstraksi, karena ukuran alga coklat sudah lebih kecil dari
semula, sehingga memudahkan alginat terekstrak dari dinding sel alga coklat
(Winarno, 1996).
4. Perendaman
Perendaman rumput laut dalam larutan asam bertujuan untuk melarutkan
garam-garam, laminarin, manitol dan zat warna. Selain itu perlakuan asam juga
berfungsi sebagai pelarut partikel-partikel pengotor yang masih tersisa dari
pencucian rumput laut sehingga rumput laut menjadi bersih. Sedangkan
perendaman dalam larutan alkali bertujuan untuk penetralan dari kondisi asam.
Selulosa yang terdapat pada dinding sel merupakan serat yang tidak larut
dalam air. Selulosa ini dapat dihidrolisis oleh asam kuat, sehingga adanya proses
perendaman HCl pada alga coklat sebelum ekstraksi dapat memecah dinding sel
dan selulosa. Apabila dinding sel telah pecah, maka akan memudahkan proses
tahap ini lebih lunak dari pada tahap perendaman awal, hal ini terjadi karena
dinding sel alga sudah terpecah karena adanya asam.
5. Ekstraksi
Proses ekstraksi alga coklat yang bertujuan untuk memisahkan selulosa dari
alginat dilakukan dalam suasana basa. Bahan pengekstrak yang dapat digunakan
adalah Na2CO3 atau NaOH. Chou dan Chiang (1976), menyatakan bahwa
konsentrasi Na2CO3 yang tinggi yaitu 3 sampai 5% dapat menurunkan rendemen
dan viskositas produk. Hal ini disebabkan larutan basa tersebut dapat
mendegradasi asam alginat dengan memotong rantai polimer menjadi
oligosakarida dengan terdegradasi lebih lanjut menjadi asam 4 deoksi 5
ketouronat. Hal ini dipertegas oleh Wikanta, et al (1996), yang menyatakan
dalam ekstraksi alginat, dengan semakin besar penggunaan konsentrasi Na2CO3
seharusnya rendemen semakin tinggi. Sebagai garam basa, Na2CO3 banyak
melarutkan alginat. Tetapi jika konsentrasi Na2CO3 terlalu tinggi, polimer
alginat akan terdegradasi. Proses pemanasan selama ekstraksi tidak hanya
membuat proses ekstraksi lebih cepat tetapi dapat juga mengekstrak bobot
molekul alginat yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan
viskositas produk.
Selain selulosa dan hemiselulosa, dinding sel alga coklat juga tersusun atas
pektin. Pektin tersusun atas satuan-satuan gula dan asam. Senyawa pektin ini
berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang
lainnya. Senyawa ini bersifat tidak stabil dalam suasana basa, untuk itu fungsi
penambahan Na2CO3 dalam ekstraksi alginat ini adalah untuk memecah pektin
dalam dinding selnya, karena alginat larut dengan baik pada larutan basa
(Winarno, 1996).
6. Pemisahan atau filtrasi
Hasil yang diperoleh dari hasil ekstraksi berupa natrium alginat yang
kemungkinan besar masih tercampur dengan benda-benda asing atau
kotoran-kotoran yang masih melekat. Untuk itu dilakukan proses filtrasi untuk
memisahkan natrium alginat dengan kotoran yang mungkin masih ada. Proses
ini dilakukan dengan cara menyaring natrium alginat hingga diperoleh filtrat dan
residu.
7. Pemucatan
Proses pemucatan bertujuan untuk melarutkan zat warna yang terkandung
dalam larutan alginat kasar yaitu senyawa fenolik yang terdapat dalam ikatan
polimer alginat sehingga dapat diperoleh larutan yang lebih jernih. Bahan
pemucat yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi rumput laut adalah
NaOCl dan H2O2. Proses pemucatan dengan NaOCl tidak menimbulkan busa
dan berlangsung relatif cepat (Yani, 1988). Persamaan reaksi proses pemucatan
dengan menggunakan NaOCl adalah sebagai berikut :
NaOCl + X NaCl + XO Pigmen Pigmen teroksidasi (Cokelat) (Putih)
8. Pemurnian
a. Pembentukan asam alginat
Untuk mengikat alginat dalam filtrat yang telah dipucatkan maka perlu
ditambahkan asam seperti HCl atau H2SO4 sedikit demi sedikit. Pengikatan
ion H+ dengan alginat selama proses pembentukan asam alginat berjalan
yang sempurna karena rantai polimer dalam asam alginat sangat rentan
terhadap panambahan asam kuat. Hal ini tergantung bagaimana asam dapat
melakukan penetrasi terhadap partikel alginat yang terkandung dalam filtrat
hasil ekstraksi (McHugh, 1987)
Filtrat yang diperoleh setelah penyaringan dan dipucatkan kemudian
ditambahkan HCl sedikit demi sedikit agar asam dapat mengendapkan
alginat, sambil diaduk sampai terbentuk endapan asam alginat (Yunizal,
2004). Endapan asam alginat selanjutnya dipisahkan dari larutannya melalui
penyaringan.
b. Pembentukan natrium alginat
Untuk pembentukan natrium alginat, asam alginat yang telah terbentuk
ditambahkan larutan alkali yang mengandung ion Na+ seperti NaOH. Tujuan
dari pembentukan natrium alginat adalah mendapatkan alginat dalam bentuk
yang stabil. Pertukaran ion H+ dengan ion Na+ berjalan lambat. Proses
penetralan homogen ini tidak mudah karena tergantung bagaimana alkali
dapat melakukan penetrasi terhadap partikel asam alginat dengan baik.
c. Penarikan natrium alginat
Penarikan natrium alginat yang berasal dari larutan natrium alginat yang
telah terbentuk dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol. Alkohol yang
biasa digunakan adalah metanol atau isopropanol. Natrium alginat 1% mulai
menunjukkan pemisahan dalam larutan 10% isopropanol.
9. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan mengeringkan natrium alginat dalam oven
adalah suatu metode untuk mengurangi kandungan air dalam bahan pangan
dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeringan yaitu sifat fisik-kimia
produk, media perantara panas atau wadah, sifat fisik alat pengering dan
karakteristik alat pengering. Produk makanan mengalami periode kecepatan
pengeringan konstan dengan awal yang cepat diikuti oleh periode kecepatan
pengeringan menurun yang lebih lamban. Selama periode konstan, air menguap
dari permukaan dengan kecepatan yang tergantung pada kondisi pengeringan,
tetapi setelah keadaan kritis tercapai, air yang menguap akan berdifusi dari
dalam bahan pangan (Santosa, 1988).
Setelah kandungan air yang terdapat dalam larutan natrium alginat tertarik
keluar kemudian natrium alginat digiling sehingga membentuk tepung
(Sekarasih, 2000).
2.2. SERAT PANGAN
Serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan. Serat tersusun dari polisakarida non-pati seperti selulosa dan
berbagai komponen tumbuhan seperti dekstrin, inulin, lignin, malam, kitin, pektin,
beta-glukan, dan oligosakarida. Sedangkan definisi serat pangan menurut the
American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001), merupakan bagian yang
dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap
pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada
usus besar. Serat pangan tersebut meliputi pati, polisakharida, oligosakharida, lignin
Serat pangan biasa dibedakan menjadi serat larut dan serat tidak larut (serat
kasar). Kandungan keduanya tergantung bahan pangan serta umur panen dari bahan
pangan tersebut. Menurut Harland and Oberleas (2001), mutu serat pangan dapat
dilihat dari komposisi komponen serat pangan, dimana komponen serat pangan terdiri
dari komponen yang larut (Soluble Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak
larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF). Serat pangan yang tidak dapat larut (IDF)
merupakan komponen terbesar (sekitar 70%) penyusun serat pangan total (Total
Dietary Fiber, TDF) dan sisanya (sekitar 30%) adalah komponen yang serat pangan
yang dapat larut (SDF) (Arief, 2008).
Serat yang tidak larut dalam air ada tiga macam yaitu sellulosa, hemisellulosa
dan lignin membantu penyerapan air pasif, membuat feses lebih menggumpal dan
mempersingkat perjalanannya di usus besar. Serat tersebut banyak terdapat pada
sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air
adalah pektin, musilase dan gum akan mengalami fermentasi di usus dan
menghasilkan produk akhir yang biasanya memiliki efek yang baik bagi kesehatan.
Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal sedang gum
banyak terdapat pada aksia (Joseph, 2002).
2.2.1 Manfaat Serat pangan
Pada masa lalu, serat pangan hanya dianggap sebagai sumber energi
yang tidak terpakai (non-available energi source) dan hanya mempunyai efek
pencuci perut. Namun berbagai penelitian mutakhir melaporkan terdapat
hubungan antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam
penyakit diantaranya kanker usus besar, kadiovaskular dan kegemukkan
membantu mencegah sembelit, kanker, sakit pada usus besar, membantu
menurunkan kadar kolesterol, mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah
wasir, membantu menurunkan berat badan dan lain-lain.
Peran utama serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat
air, sellulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat
sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa
bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam
saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan
keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol
dalam darah ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam
makanan. Secara fisiologis, serat pangan yang larut (SDF) lebih efektif dalam
mereduksi plasma kolesterol yaitu Low Density Lipoprotein (LDL), serta
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi juga dilaporkan
dapat mengurangi bobot badan. Serat pangan akan tinggal dalam saluran
pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan
berkurang. Selain itu makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan
memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplek yang
menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi
makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya
mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu
mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.
Singkatnya waktu transit makanan dengan kandungan serat kasar yang
berkurangnya tekanan pada dinding saluran pencernaan. Serat pangan tidak larut
(IDF) sangat penting peranannya dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan
seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker usus besar dan
infeksi usus buntu (Prosky and De Vries, 1992).
2.2.2 Kebutuhan Serat Dalam Diet Harian
Pada saat ini informasi tentang konsumsi serat di Indonesia masih sangat
terbatas antara lain karena daftar komposisi bahan makanan Indonesia belum
mencantumkan kandungan serat. Dalam upaya memperoleh informasi tingkat
konsumsi serat di Indonesia, telah dilakukan analisis tingkat konsumsi serat
dengan data survei Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) yang dikumpulkan
Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes, RI (2000). Rata-rata tingkat konsumsi
serat penduduk Indonesia secara umum yaitu sebesar 10.5 gram/orang/hari, baru
mencapai sekitar separuh dari kecukupan serat yang dianjurkan. Kecukupan
serat untuk orang dewasa berkisar antara 20 - 35 gram/hari atau 10-13 gram
serat untuk setiap 1000 kal.
Belum ada patokan baku atas konsumsi serat untuk setiap orang. Anjuran
biasanya ditujukan untuk kelompok tertentu. US FDA menganjurkan Total
Dietary Fiber (TDF) 25 g/2000 kalori atau 30 g/2500 kalori. The American
Cancer Society, The American Heart Association dan The American Diabetic
Association menyarankan 25-35 g fiber/hari dari berbagai bahan makanan.
Konsensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia menyarankan 25 g/hari
bagi orang yang berisiko menderita diabetes melitus. American Academy of
Pediatrics menyarankan kebutuhan TDF sehari untuk anak adalah jumlah umur
Suplemen serat (dari minuman atau makanan serat instan) dapat
dikonsumsi bila kita tidak dapat memenuhi kebutuhan serat dari makanan kita,
misalnya bila kita kurang makan sayur dan buah dalam kondisi tertentu.
2.3. EFFERVESCENT
Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan
gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan (Mohrle, 1989). Gas yang
dihasilkan pada umumnya adalah karbondioksida meskipun pada beberapa formulasi,
gas yang dihasilkan adalah oksigen. Gas yang dihasilkan pada saat pelarutan
effervescent memberikan efek sparkle (rasa seperti soda). Definisi lain menyebutkan
bahwa tablet effervescent merupakan tablet yang mengandung unsur obat dalam
campuran yang kering, biasanya terdiri dari natrium karbonat, asam sitrat dan asam
tartrat, yang apabila ditambahkan air maka akan bereaksi dengan membebaskan gas
karbondioksida sehingga menghasilkan buih (Ansel,1989).
Reaksi asam basa antara logam basa bikarbonat dan asam sitrat maupun dengan
asam tartrat telah lama digunakan untuk menghasilkan sediaan farmasetika yang
berbuih segera setelah dilarutkan dalam air (Ansel, 1989). Sebaiknya tablet
effervescent dilarutkan dalam air dingin agar menghasilkan CO2 yang lebih banyak.
Adapun reaksi effervescent yang terjadi antara komponen asam dan natrium
bikarbonat adalah sebagai berikut :
H3C6H5O7.H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2
H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
Reaksi di atas menunjukkan bahwa diperlukan 3 molekul natrium bikarbonat
menetralkan 1 molekul asam tartrat. Perbandingan tersebut dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam menentukan jumlah masing-masing komponen tersebut dalam suatu
formula tablet effervescent (Ansel, 1989).
Reaksi effervescent ini merupakan mekanisme desintegrasi tablet effervescent.
Reaksi ini terjadi secara spontan begitu tablet effervescent dilarutkan dalam air.
Reaksi effervescent ini pun dapat terjadi karena adanya sedikit air, baik yang terikat
maupun yang terabsorpsi. Sebagian besar produk effervescent bersifat higroskopik
dan tidak stabil dalam keadaan lembab sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi
effervescent prematur yaitu reaksi effervescent yang terjadi sebelum tablet disajikan
dalam air maupun ketika tablet berada dalam kemasannya. Hal ini terjadi karena
kelembaban dapat mengkatalisis terjadinya reaksi effervescent prematur yang tidak
diharapkan meskipun dalam keadaan dikemas rapat (Amela, 1996).
Oleh karena itu bahan baku yang dipilih adalah dalam bentuk anhidrat atau
dalam bentuk hidrat yang stabil. Penggunaan bahan baku dalam bentuk anhidrat
memiliki kelebihan daripada bentuk hidrat yang stabil karena dapat berperan sebagai
penyerap uap air (internal dessicant). Begitu pula kondisi pembuatan sampai
pengemasannya haruslah dengan kelembaban yang rendah (Amela,1996).
Disamping kendala yang disebutkan di atas, tablet effervescent memiliki
beberapa keuntungan diantaranya :
1. Lebih praktis dan mudah dibawa.
2. Cara penyajiannya lebih menarik dibandingkan tablet konvensional yaitu dengan
melarutkannya dalam air dingin lalu akan timbul buih yang merupakan reaksi
pelepasan CO2.
3. Dapat diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet
4. Lebih cepat diabsorpsi.
5. Berguna untuk obat-obat yang tidak stabil jika disimpan berupa larutan, jadi dapat
dibuat dalam bentuk sediaan tablet effervescent agar stabil.
6. Larutan dengan karbonasi yang dihasilkan dapat memberikan efek kesegaran dan
dapat menutupi rasa lain yang tidak diinginkan.
2.3.1 Aspek Biofarmasi Tablet effervescent
Obat akan lebih cepat diabsorpsi bila diberikan dalam bentuk larutan.
Meskipun cairan dari larutan obat dalam cairan lambung kadang-kadang
menghasilkan endapan, namun serbuk halus dari endapan tersebut dapat larut
juga dengan cepat. Kecepatan absorpsi dari suatu larutan merupakan suatu
keinginan yang mendorong dibuatnya suatu produk effervescent.
Tablet effervescent lebih cepat diabsorpsi dibanding tablet konvensional
dengan konsentrasi plasma yang mencapai puncak setelah 45 menit. Zat dapar
sendiri tidak mempengaruhi kecepatan absorpsi tersebut. Sedangkan tablet
konvensional, mempunyai kecepatan absorpsi yang lebih lambat, yaitu baru
dapat mencapai konsentrasi plasma puncak setelah 90 menit.
2.3.2 Komponen Formula Tablet Effervescent
Formula suatu tablet effervescent biasanya terdiri dari :
a. Zat aktif
Zat aktif yang digunakan biasanya berupa vitamin dan mineral,
namun ada juga yang menggunakan parasetamol, aspirin dan obat-obatan
lainnya sebagai zat aktif. Dalam penelitian ini zat aktif yang digunakan
b. Komponen dasar
Komponen dasar dari suatu tablet effervescent meliputi komponen
asam dan basa. Komponen asam yang diperlukan dalam reaksi
effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama yaitu asam makanan,
asam anhidrida dan garam asam. Asam makanan merupakan asam yang
umum digunakan pada makanan dan seringkali secara alami terdapat
dalam makanan, seperti asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam
fumarat, asam adipat dan asam suksinat. Asam anhidrida adalah bentuk
anhidrida dari asam makanan (asam sitrat anhidrat). Sedangkan garam
asam adalah bentuk asam yang sebagian atom hidrogennya disubtitusi
oleh atom logam seperti sodium dihidrogen phosphate, garam sitrat dan
NaH2PO4 (Mohrle, 1989).
Asam sitrat (H3C6H5O7) adalah asam tribasik hidroksi yang
berbentuk granula atau bubuk putih, tidak berbau dan berfungsi sebagai
pemberi rasa asam dan cepat larut dalam air. Asam sitrat termasuk ke
dalam kelompok asidulan (senyawa asam yang ditambahkan pada proses
pengolahan makanan dengan berbagai tujuan) yang dapat digunakan
sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak
disukai (Winarno, 1992). Tujuan dari penambahan asam sitrat adalah
untuk memperbaiki dan mempertahankan keasaman makanan sehingga
mempunyai rasa yang diinginkan atau meningkatkan kestabilan
makanan. Asam sitrat lebih banyak digunakan dalam serbuk atau tablet
effervescent karena tersedia berlimpah di alam, bentuk granula atau
serbuknya dapat diperoleh secara komersial dan harganya relatif murah
sitrat di pasaran yaitu bentuk anhidrida dan bentuk monohidrida (Mohrle,
1989). Penanganan dan penyimpanan asam sitrat memerlukan perhatian
khusus karena bersifat sangat higroskopis.
Sedangkan komponen basa (karbonat) yang banyak digunakan dalam
formulasi effervescent baik karbonat kering maupun garam padatnya
karena merupakan penghasil CO2. Contoh garam karbonat adalah
NaHCO3, Na2CO3, KHCO3, K2CO3, Na-seskuikarbonat, Na-glisin
karbonat, L-lisin karbonat, arginin karbonat dan CaCO3 amorf (Mohrle,
1989).
c. Pengisi
Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar
volume atau meningkatkan jumlah total padatan. Biasanya pengisi yang
diperlukan dalam tablet effervescent hanya sedikit karena komponen
dasarnya sendiri terdapat dalam jumlah yang besar. Kebanyakan bahan
pengisi merupakan bahan yang mengandung karbohidat. Pengisi yang
umum digunakan antara lain : sakarum album, sorbitol instan, manitol,
laktosa, dektosa dan sukrosa (Amela, 1996)
d. Pengikat
Pengikat merupakan bahan yang membantu menyatukan satu bahan
dengan bahan lainnya. Bila dibandingkan dengan tablet konvensional,
penggunaan pengikat dalam tablet effervescent memiliki keterbatasan.
Hal tersebut bukan berarti pengikat tidak diperlukan, namun hal tersebut
diakibatkan aksi pengikat itu sendiri. Beberapa pengikat, walaupun larut
dalam air, namun dapat memperlambat waktu hancur tablet effervescent.
digunakan karena kelarutannya yang rendah dan memiliki kadar air yang
tinggi. Pengikat kering seperti laktosa, dekstrosa dan manitol dapat
digunakan namun biasanya tidak efektif dalam kadar yang rendah yang
diperbolehkan dalam tablet effervescent karena dikaitkan dengan waktu
hancur tablet. Polyvinylpirolidone (PVP) merupakan pengikat yang
efektif, biasanya dibasahi dengan cairan granulasi seperti isopropanol
atau etanol. Air pun digunakan selain sebagai pelarut, dapat juga
digunakan sebagai pengikat. Namun penggunaannya harus hati-hati dan
dikontrol agar tidak terjadi reaksi effervescent prematur (Mohrle, 1989).
e. Pelincir
Beberapa pelincir dapat efektif pada konsentrasi tertentu namun pada
konsentrasi yang sama dapat juga menghambat desintegrasi tablet
effervescent (Mohrle, 1989). NaCl pun dapat digunakan sebagai pelincir.
Walaupun higroskopik, namun NaCl dapat mempertegas rasa dalam
formula tablet effervescent dan dapat menurunkan pH apabila zat aktif
yang digunakan bersifat asam.
f. Pemanis
Tujuan penggunaan pemanis adalah untuk memperbaiki rasa
(Flavor), memperbaiki tekstur bahan, meningkatkan mouth feell (Dewi,
1987). Penggunaan pemanis dibatasi dengan adanya peraturan kesehatan,
oleh karena itu perlu pemilihan pemanis dan konsentrasi penggunaanya
yang diperbolehkan sehingga benar-benar aman bagi kesehatan. Pemanis
yang dapat digunakan yaitu sorbitol, aspartam dan sukrosa.
Pengharum yang digunakan dalam tablet sebaiknya berbentuk serbuk
kering dan harus larut air (Swarbrick and Boylan, 1992).
h. Pewarna
Pewarna yang digunakan juga harus larut dalam air, namun warna
tersebut dapat berubah dengan adanya perubahan pH (Swarbrick and
Boylan, 1992).
2.3.3 Pembuatan dan Pengemasan Effervescent
Pembuatan effervescent memerlukan kondisi lingkungan yang khusus,
yaitu ruangan ber-RH (relative humidity) maksimal 25% dan bertemperatur
maksimal 250C yang dimaksudkan untuk menjaga kestabilan produk
effervescent. Namun ada juga pabrik yang melakukan produksinya dalam area
dengan kelembaban normal namun campuran akhirnya disimpan dalam area
dengan kelembaban rendah, begitu pula pencetakan dan pengemasannya
(Swarbrick dan Boylan, 1992). Pada RH dan temperatur yang lebih tinggi,
sediaan effervescent bersifat kurang stabil karena dapat menyerap uap air dari
lingkungan sehingga dapat memicu terjadinya reaksi effervescing yang tidak
dikehendaki (Mohrle, 1989).
Semua bahan kering yang akan digunakan dilewati ayakan 50 mesh
untuk memantapkan keseragaman atau meratakan pencampuran. Setelah proses
pencampuran selesai, produk serbuk effervescent segera dikemas primer dengan
kemasan yang hermetis (kedap uap air dan gas), misalnya dengan alumunium
foil berlapis polietilen supaya dapat dikelim (sealing). Setelah dikemas primer,
penyimpanan produk effervescent dapat dilakukan pada ruangan bertemperatur
Metode cetak langsung merupakan cara pembuatan tablet yang paling
sederhana dibandingkan cara pembuatan lainnya. Metode ini yang banyak
digunakan dalam produksi tablet effervescent. Namun keberhasilan metode
cetak langsung ini tergantung pada karakteristik zat aktif tablet dan zat
pembantu dalam formula. Pemilihan bahan baku yang cocok sangat penting
dalam metode ini (Mohrle, 1989).
Tablet effervescent harus memiliki kelarutan yang baik, yaitu satu
sampai dua menit. Oleh karena itu bahan-bahan pembuat tablet harus bersifat
sangat larut air. Hal lain yang juga penting adalah kekerasan tablet. Semakin
keras tablet maka waktu larut akan semakin lama, hal ini disebabkan karena
tekanan kompresi yang terlalu besar sehinggga tablet terlalu padat.
2.3.4 Nilai Tambah Minuman Effervescent
Bentuk minuman instant dalam bentuk sediaan effervescent mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan bentuk minuman ringan lainnya diantaranya
adalah dari segi kepraktisan dan kemudahan dalam penanganannya. Hal ini tentu
saja harus ditunjang dengan desain kemasan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat menjaga produk minuman instant effervescent agar tidak mudah
kontak dengan uap air. Kadar air produk harus dijaga tetap rendah sehingga
reaksi effervescing tidak terjadi sebelum produk dilarutkan. Desain kemasan
yang tepat akan memberikan nilai tambah lainnya yaitu umur simpan yang lebih
lama sehingga memungkinkan untuk melakukan penyimpanan dalam jumlah
besar untuk distribusi jangka panjang.
Masalah utama produk tablet effervescent yaitu hilangnya reaktivitas
seiring dengan waktu yang disebabkan terjadinya reaksi prematur. Produk
effervescent tidak stabil dalam keadaan lembab. Sebagian besar produk
effervescent bersifat higroskopik. Oleh karena itulah maka produk ini dapat
dengan mudah mengabsorpsi uap lembab yang dapat mengkatalisis terjadinya
reaksi effervescent prematur yang tidak diharapkan jika produk ini tidak dikemas
dengan baik.
Tablet effervescent dapat stabil bila sebagian natrium bikarbonat berubah
menjadi bentuk karbonatnya. Kestabilan tersebut dapat dicapai apabila 2-10%
bobot bikarbonatnya berubah menjadi karbonat. Hal tersebut dapat dicapai
dengan memanaskan NaHCO3 selama 45 menit pada suhu 100oC (Amela, 1996).
Temperatur maksimum untuk pengeringan harus diperhatikan karena
pengeringan yang terlalu lama pada temperatur yang tinggi akan menyebabkan
terjadinya peruraian nartium bikarbonat sehingga akan terjadi kehilangan CO2.
2NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2
Sedangkan penambahan natrium karbonatnya sendiri belum tentu dapat
menstabilkan tablet effervescent. Pemanasan bikarbonat dapat memberikan efek
penstabil karena pemanasan tersebut menyebabkan distribusi karbonat yang
homogen pada permukaan bikarbonat, dengan demikian efisiensi air akan lebih
besar. Pembentukan bikarbonat yang berasal dari pemutusan kristal bikarbonat
akan lebih halus dibandingkan dengan penambahan kristal natrium karbonatnya
sendiri.
Pengukuran susut pengeringan dan kadar CO2, menunjukkan bahwa RH
< 30% pada 20oC – 30oC merupakan kondisi yang aman bagi kestabilan tablet
disolusi tablet pun tidak akan terpengaruh selama tablet disimpan pada RH 15%
dan temperatur 20oC. Sedangkan semakin tinggi kelembaban dan temperatur
maka semakin lama pula kekuatan hancur dan waktu disolusinya. Tekanan
pencetakan dan kondisi pembuatan bukanlah merupakan faktor penentu apabila
bahan-bahan yang digunakan dalam tablet effervescent bersifat non higroskopik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Produk Balai Besar Riset
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jalan K.S Tubun,
Petamburan VI, Slipi, Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2007
hingga Januari 2008. Untuk analisa kandungan serat pangan dilakukan di
Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang
digunakan untuk ekstraksi, yaitu: kompor, dandang double jaket, wadah plastik
besar, pengaduk kayu, penyaring vibrator, oven, termometer, blender, grinding
mill dan alumunium foil. Peralatan untuk analisa kualitas alginat dan evaluasi
mutu tablet, yaitu: alat-alat gelas, oven, tanur, penangas air, stopwatch, saringan
dan desikator. Sedangkan instrumen yang digunakan antara lain timbangan
analitik Adventurer, pH meter Thermo orion 420 atau kertas pH, Brookfield
viscometer, Spektrofotometer Infra Merah Perkin Elmer spectrum one.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan
filipendula yang diperoleh dari perairan Binuangen, Banten dengan panjang
talus 51 – 60 cm. Alginat komersial digunakan sebagai pembanding diperoleh
dari toko kimia Setiaguna, Bogor. Sedangkan bahan tambahan yang digunakan
untuk ekstraksi alginat adalah asam klorida 1% dan 10%, natrium karbonat,
natrium hipoklorida, natrium hidroksida 10%, isopropil alkohol 95%. Bahan
pembuat tablet effervescent adalah sukrosa, NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat,
tartrazine, orange essence dan NaCl, sedangkan bahan untuk analisa kualitas
alginat dan mutu tablet effervescent adalah buffer Na2PO4, enzim Termamyl,
pepsin, pankreatin, etanol 78% dan 95%, aseton dan serbuk KBr.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan sampel
Rumput laut coklat ( Sargassum filipendula ) diperoleh dari perairan
Binuangen, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan ukuran panjang talus
(51-60 cm). Rumput laut dibersihkan dari pasir, batu dan kotoran lain, dicuci
dan dijemur sampai kering.
3.3.2 Ekstraksi Natrium Alginat (Metode Murdinah et al, 2005)
Rumput laut coklat yang telah dikeringkan ditimbang + 2 Kg, lalu
direndam dalam air ± 30 menit, dicuci untuk menghilangkan kotoran dan
konstituen lain seperti garam, manitol dan laminar. Kemudian direndam dalam
larutan HCl 1% selama 1 jam pada suhu kamar (30-350C) untuk membebaskan
garam mineral, kemudian dicuci kembali. Ekstraksi natrium alginat dilakukan
dengan merebus rumput laut dalam Na2CO3 2%, dihancurkan, dipanaskan
selama 2 jam pada suhu 60 - 700C. Setelah perebusan kemudian disaring dengan
menggunakan NaOCl sambil diaduk. Pembentukan asam alginat dilakukan
dengan menggunakan HCl 10% (pH< 3) dan kemudian dicuci. Pembentukan
natrium alginat dilakukan dengan menambah larutan natrium hidroksida 10%
(pH < 9). Pemurnian natrium alginat dilakukan dengan menggunakan
isopropanol 95%. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 400C dan
digiling menggunakan grinding mill untuk mendapatkan tepung natrium alginat.
3.3.3 Prosedur Analisis Alginat
a. Rendemen
Rendemen natrium alginat dihitung berdasarkan berat kering rumput
laut.
Rendemen = berat kering natrium alginat X 100% berat kering rumput laut
b. Kadar air (AOAC, 1999).
Penetapan kadar air dilakukan secara gravimetri. Prinsip dari metode
ini adalah menguapkan air dalam natrium alginat pada suhu 1050C dalam
oven sampai bobot konstan.
Sebanyak satu gram contoh alginat dimasukkan ke dalam cawan
porselin yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam
oven dengan suhu 103± 2 oC sampai beratnya konstan. Selanjutnya
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air alginat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
100%
Keterangan: W1 = Berat contoh (gram)
c. Kadar abu (AOAC, 1999).
Cawan porselin yang berisi sampel alginat dari penentuan kadar air
digunakan untuk menetapkan kadar abu. Cawan dimasukkan ke dalam
tanur dengan suhu ± 750 oC selama 6 jam. Kemudian didinginkan di dalam
desikator dan ditimbang. Kadar abu sampel alginat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
d. Viskositas (Cottrel & Kovacs, 1980)
Sampel alginat dibuat dalam bentuk larutan 1,5% kemudian
dipanaskan pada suhu 800C sambil di aduk menggunakan stirer hingga
larutan homogen. Kemudian pengukuran viskositas dilakukan pada suhu
250C menggunakan viscometer Brookfield dengan menggunakan spindel
nomor 2 dan kecepatan 60 rpm. Angka yang terbaca dikalikan dengan 5
(faktor koreksi). Viskositas larutan dihitung dalam satuan centripoise
(Cps).
e. pH Larutan Alginat
Dibuat larutan tepung alginat 1,5% kemudian dipanaskan pada suhu
800C sambil di aduk menggunakan stirer hingga larutan homogen.
kemudian didinginkan dan dibaca pH larutan menggunakan pH meter.
f. Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik
Analisis serat pangan meliputi homogenisasi dan liofilisasi. Prosedur
analisisnya antara lain; sampel digiling dengan penambahan petroleum eter
pada suhu kamar selama 15 menit (40 ml petroleum eter per gram sampel).
Lalu ditimbang 1 g sampel dan dimasukan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer Na2PO4 pH 6 dan diaduk
merata. Enzim Termamyl ditambahkan 0.1 ml dan erlenmeyer ditutup
dengan alumunium foil. Lalu diinkubasi di dalam penangas air pada suhu
1000C selama 15 menit. Campuran dibiarkan dingin dan ditambahkan 20
ml air destilata, diatur pH menjadi 1.5 menggunakan HCl. Kemudian
ditambahkan 100 mg Pepsin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasi di dalam
penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit. Setelah itu 20 ml
air destilata ditambahkan dan atur pH menjadi 6.8 menggunakan NaOH.
Sebanyak 100mg Pankreatin ditambahkan, erlenmeyer ditutup dan
diinkubasi di dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60
menit. Lalu pH diatur menggunakan HCl. Campuran kemudian disaring
menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan
mengandung 0.5 celite kering, lalu dibilas dengan 2x10 ml air destilata.
Residu (serat yang tidak larut)
Dari prosedur di atas, selanjutnya residu (serat yang tidak larut)
dibilas dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian
dikeringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan
(semalam). Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D1).
Selanjutnya diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang (I1).
Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Selanjutnya 400 ml etanol
95% hangat (600C) ditambahkan dan dibiarkan mengendap selama 1
jam. Larutan disaring menggunakan crucible (porosity 2) yang telah
diketahui beratnya dan mengandung 0.5 celite kering. Serat yang larut
dibilas dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml
aseton. Kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama semalam. Lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Selanjutnya
diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (I2).
Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat larut diperoleh melalui
cara yang sama dengan prosedur untuk sampel, tapi tanpa sampel (B1 dan
B2).
D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (g)
g. Analisis Kadar Kemurnian Alginat dengan teknik cakram KBr
(Santos, 1983).
Kemurnian natrium alginat dianalisis dengan menggunakan FTIR
dengan teknik cakram KBr. Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut : 2
dengan lumping agate atau ”vibrating ball mill” hingga benar-benar
homogen. Setelah itu campuran tersebut dimasukkan ke dalam pencetak
khusus menggunakan spatula mikro, pencetak dihubungkan dengan pompa
vakum selama 10 menit kemudian dipress dengan berat tekan hingga 7000
ton selama 15 menit. Tekanan dan vakum dilepaskan lalu cakram KBr
dikeluarkan. Cakram KBr dimasukkan kedalam dick holder kemudian
direkam spektrum dari natrium alginat dengan Spekrophotometer Infra
Merah.
Spectrophotometer yang digunakan adalah Spektrophotometer Infra
Merah IR-408, dengan frekuensi berkisar antara 4000 cm-1 sampai 400 cm
-1
. Perhitungan derajat deasetilasi dilakukan berdasarkan metode base line
yang ditemukan oleh Moore dan Robert (1980) (Bastaman,1989).
Perhitungan nilai absorbansi dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
A = Log ( 1/T )
A = Nilai absorban T = Nilai Transmitasi
Nilai derajat deasetilasi ditentukan berdasarkan perbandingan nilai
absorban pada 1655 cm-1 dengan nilai absorban pada 3450 cm-1:
% N deasetilasi = 1 – ( A1655 x 1 ) A3450 1.33
Kadar kemurnian dihitung berdasarkan perbandingan nilai derajat
deasetilasi natrium alginat yang dihasilkan dengan derajat deasetilasi
3.3.4 Pembuatan Tablet Effervescent
Perlakuan yang digunakan dalam formulasi tablet effervescent adalah
kombinasi dari konsentrasi alginat dengan sukrosa, yang terdiri atas lima
formulasi, dengan perbandingan komposisi bahan sebagai berikut :
Tabel 2. Formula Tablet Effervescent
* Variabel bebas formula tablet effervescent
3.3.5 Evaluasi tablet Effervescent
1. Keseragaman bobot (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995)
20 tablet ditimbang satu per satu kemudian ditentukan bobot
rata-ratanya. Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang mempunyai
penyimpangan bobot lebih besar dari 5% dari bobot tablet rata-rata
dan tidak boleh terdapat 1 tablet pun yang mempunyai
penyimpangan bobot lebih besar dari 10% dari bobot rata-rata. Formula
Bahan
F1 F2 F3 F4 F5
Alginat (%) * 15 20 25 30 35
Sukrosa (%) * 32,5 27,5 22,5 17,5 12,5
Natrium bikarbonat (%) 25,5 25,5 25,5 25,5 25,5
Asam Tartarat (%) 9,14 9,14 9,14 9,14 9,14
Asam Sitrat (%) 13,47 13,47 13,47 13,47 13,47
Magnesium Stearat (%) 1 1 1 1 1
Aerosil (%) 1 1 1 1 1
Tartrazine (%) 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19
Flavor Orange (%) 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20
2. Waktu larut tablet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995)
Waktu larut effervescent merupakan mekanisme desintergasi tablet
effervescent. Waktu larut effervescent ditentukan dengan
mencelupkan satu tablet effervescent dalam gelas beker yang berisi
200 mL air. Waktu larut effervescent dihitung dengan stopwatch
mulai dari tablet dijatuhkan sampai tablet larut membentuk larutan
yang jernih tanpa partikel kecil apapun. Waktu larut effervescent
biasanya berlangsung selama 1-2 menit.
3. pH larutan
Tablet effervescent dimasukkan ke dalam 200 mL air suling.
Setelah larutan tersebut jernih pada akhir reaksi effervescent,
kemudian pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter.
4. Viskositas (Cottrel & Kovacs, 1980)
Tablet effervescent dimasukkan ke dalam 200 mL air suling.
setelah itu larutan tersebut dibaca viskositasnya menggunakan
viscometer Brookfield dengan menggunakan spindel nomor 2 dan
kecepatan 60 rpm. Angka yang terbaca dikalikan dengan 5 (faktor
koreksi). Viskositas larutan dihitung dalam satuan centripoise
(Cps).
Analisis data secara statistik dilakukan dengan menggunakan rancangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Alginat Hasil Percobaan
Hasil ekstraksi alginat dari Sargassum fillipendula dengan panjang talus
(51-60 cm) dengan empat kali pengulangan menghasilkan nilai rata-rata rendemen
natrium alginat berkisar antara 21% sampai 34% (Gambar 4). Rendemen natrium
alginat menunjukkan jumlah alginat yang terekstrak dari alga cokelat yang berikatan
dengan ion natrium.
Gambar 4. Rendemen Na-alginat
Rendahnya rendemen alginat ulangan kedua dan keempat dapat disebabkan
oleh tingkat kekentalan filtrat dari hasil penyaringan yang tidak sempurna dan
Isopropanol yang tidak dapat menarik alginat dengan baik karena teknik pengadukan
yang kurang sempurna.
Keempat hasil ulangan ekstraksi alginat yang telah dihomogenkan kemudian
dilakukan pengujian kualitas alginat dan dibandingkan dengan kualitas alginat
komersial yang meliputi kadar air, kadar abu, viskositas, pH, kadar serat pangan dan
4.2 Analisa Kualitas Alginat
Analisa kualitas alginat percobaan dan alginat komersial yang dilakukan
meliputi kadar air, kadar abu, viskositas, pH, kadar serat pangan dan kemurnian.
a. Sifat Fisika dan Kimia Alginat
Tabel 3. Sifat fisika dan kimia alginat percobaan dan alginat komersial
Parameter Alginat
Viskositas (cPs) 670,67 4260
pH 7,28 5,78
Berdasarkan hasil analisa kualitas alginat seperti pada Tabel 3, terlihat
bahwa nilai kadar air dan kadar abu masih memenuhi standar Food Chemical
Codex (FCC), kecuali untuk kemurniannya tidak memenuhi standar Food
Chemical Codex (FCC). Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait
dengan daya simpan produk dan kualitasnya. Kadar air hidrokoloid rata-rata
diinginkan di bawah 20% untuk standar pasar internasional. Sama halnya
dengan kadar air, kadar abu juga penting diketahui karena menentukan tingkat
kemurnian produk dari komponen yang tidak dikehendaki.
Perbedaan nilai viskositas yang dihasilkan dari alginat percobaan