• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LKS DAN DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN GAYA BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LKS DAN DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN GAYA BELAJAR SISWA"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kimia Kelas XI Semester 1

SMA Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Pendidikan Sains

Oleh : Yahudi S831002066

PROGRAM PASCASARJANA UNIVEEERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : YAHUDI

NIM : S 831002066

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul PEMBELAJARAN

KIMIA DENGAN METODE EKSPERIMEN MENGGUNAKAN LKS DAN

DIAGRAM VEE DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN GAYA BELAJAR

SISWA (Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kimia Kelas XI Semester 1 SMA

Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011)adalah betul-betul karya saya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tesebut.

Surakarta, 26 April 2011

Yang membuat pernyataan

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tulisan ini kupersembahkan untuk orang-orang yang begitu aku sayangi :

·

Ibu dan bapakku yang senantiasa memberikan doa, semangat dan

kasih sayangnya

·

Dra.Hanik Kurniawati yang senantiasa memberikan motivasi,

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Pembelajaran Kimia dengan Metode

Eksperimen menggunakan LKS dan Diagram Vee Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan

Gaya Belajar Siswa ( Studi Kasus pada Materi Laju Reaksi Kelas XI IPA Semester 1

SMA Negeri I Ponorogo Tahun Pelajaran 2010/2011). Laporan penelitian ini

disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister pada

Program Studi Pendidikan Sains minat utama Kimia Pascasarjana UniVeeersitas

Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini disusun atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang

berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1 Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang telah memberikan sarana,

fasilitas dan kelancaran dalam menempuh pendidikan program pascasarjana.

2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains

yang telah memberikan pengarahan dan semangat.

3. Prof. Dr. H. Ashadi selaku pembimbing I yang dengan kesabarannya telah

memberikan bimbingan ,pengarahan dan motivasi selama penyusunan

laporan penelitian ini.

4. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D. selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya telah

memberikan bimbingan ,pengarahan dan motivasi selama penyusunan laporan

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Kepala SMA Negeri 1 Ponorogo yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pascasarjana.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Angkatan Maret 2010

atas kerjasama dan senantiasa memberi dorongan semangat selama penulisan

laporan penelitian ini.

8. Rekan – rekan guru Kimia SMA Negeri I Ponorogo yang selalu memberikan

sumbangan pemikiran dan pengarahan yang berharga selama penyusunan,

pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bila dalam penyusunan penelitian ini masih

terdapat kekurangan. Untuk itu kritikkan, saran dan masukan dari semua pihak

sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini

dapat memberikan kegunaan dan manfaat bagi penulis dan para pembaca.

Surakarta, April 2011

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI , KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS ………... 8

A.

andasan Teori ………

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

etode Eksperimen dengan Lembar Kerja Siswa LKS

………..

19

6.

etode Eksperimen dengan Diagram Vee ……….

20

empat dan Waktu Penelitian ……….

48

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kala Pengukuran Variabel Penelitian ………..

52

ji Coba Instrumen Penelitian ………

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ata Prestasi Belajar Kimia Aspek Kognitif ……….

66

2.

ata Prestasi Belajar Kimia Aspek Afekttif ………..

74

3.

ata Prestasi Belajar Kimia Aspek Psikomotorik ….

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A.

esimpulan ………..

114

B.

mplikasi ………..

117

C.

aran ………

124

DAFTAR PUSTAKA ……….. 123

LAMPIRAN ………. 125

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Penilaian Diagram Vee 22

Tabel 2.2 : Reaksi antara Magnesium (Mg) dengan asam klorida

(HCl)

34

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 3.4 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Angket Gaya

Belajar

56

Tabel 3.5 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Tes Prestasi

Kognitif

56

Tabel 3.6 : Hasil Kesimpulan Validitas Butir Angket Afektif 57

Tabel 3.7 : Hasil Kesimpulan Uji Reliabelitas 58

Tabel 3.8 : Tabel Indeks Kesukaran 58

Tabel 3.9 : Tabel Kesimpulan Daya Pembeda Soal 59

Table 3.10 : Hasil Uji matching 61

Table 3.11 : Tabel Rancangan Analisis Data Penelitian 63

Table 4.1 : Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kedua Metode 66

Table 4.2 : Distribusi Frekunsi Prestasi Belajar Aspek Kognitif

dengan Kedua Metode Eksperimen

67

Table 4.3 : Prestasi Belajar dari Aspek Kognitif Siswa yang

Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

68

Table 4.4 : Distribusi frekuensi Prestasi Belajar dari Aspek Kognitif Pada Siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

69

Table 4.5 : Prestasi Belajar Kognitif Bagi Siswa Yang

mempunyai Gaya Belajar Visual dan Gaya Belajar Kinestetik

70

Table 4.6 : Distribusi frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Siswa yang Mempunyai Gaya Belajar Visual dan Gaya Belajar Kinestetik

71

Table 4.7 : Prestasi Kognitif Siswa dengan Metode Eksperimen dengan LKS dan Diagram Vee

72

Table 4.8 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

73

Table 4.9 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

Table 4.11 : Distribusi frekuensi Prestasi Kognitif Pada Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Readah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

74

Table 4.12 : Data Prestasi Aspek Afektif Pada Metode Eksperimen dengan LKS dan Diagram Vee

75

Table 4.13 : Distribusi frekuensi Prestasi Aspek Afektif Pada Kedua Metode

75

Table 4.14 : Distribusi frekuensi Prestasi Aspek Afektif Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan rendah

76

Table 4.15 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Siswa Yang MempunyaiGaya BelajarVisual Gaya dan Belajar Kinestetik

78

Table 4.16 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode Ekperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

79

Table 4.17 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode Eksperimen dengan LKS Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

79

Table 4.18 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

80

Table 4.19 : Distribusi frekuensi Prestasi Afektif Pada Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

80

Table 4.20 : Sebaran Data Prestasi Belajar Afektif Siswa untuk Tiap-tiap Sel

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Metode Eksperimen dengan LKS dan Diagram Vee

Table 4.23 : Prestasi Psikomotor Pada Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

83

Table 4.24 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

83

Table 4.25 : Prestasi Psikomotorik Pada Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

84

Table 4.26 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Siswa Yang Mempunyai Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

84

Table 4.27 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada Metode Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.28 : Distribusi Frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada Metode Eksperimen dengan LKS Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.29 : Distribusi frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Rendah dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.30 : Distribusi Frekuensi Prestasi Psikomotorik Pada Metode Eksperimen dengan Diagram Vee Siswa Yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Gaya Belajar Visual dan Kinestetik

85

Table 4.31 : Sebaran Data Prestasi Belajar Psikomotorik untuk Tiap-tiap Sel

86

Table 4.32 : Rata-rata Prestasi Kognitif Masing-masing Kelompok

87

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Table 4.37 : Hasil Uji Homogenitas Data Prestasi Afektif 92

Table 4.38 : Hasil Uji Homogenitas Data Prestasi Psikomotorik 93

Table 4.39 : Hasil Pengujian Hipotesis 94

Table 4.40 : Hasil Uji Lanjut 99

Table 4.41 : Hasil Perbandingan Rerata Uji Lanjut 99

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Diagram Vee 23

Gambar 2.2 : Tumbukan antar molekul 36

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.2 : Histogram Nilai Prestasi Kognitif Siswa dalam Belajar Kimia Pada Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi

70

Gambar 4.3 : Histogram Nilai Prestasi Kognitif Siswa dalam Belajar Kimia Pada Siswa yang Mempunyai Gaya Belajar Visual dan Gaya Belajar Kinestetik

72

Gambar 4.4 : Histogram Prestasi Afektif pada kedua Metode

76

Gambar 4.5 : Histogram Prestasi Afektif – Sikap Ilmiah 77

Gambar 4.6 : Histogram Prestasi Afektif – Gaya Belajar 78

Gambar 4.7 : Interaction Plot (data means) for Prestasi Kognitif

97

Gambar 4.8 : Interaction Plot (data means) for Prestasi Kognitif

Gambar 4.11 : Interaksi Plot (Data Means) untuk Prestasi Kognitif-Metode-Sikap Ilmiah

101

Gambar 4.12 : Analisys of Means Tes Prestasi Kognitif Vs

Sikap Ilmiah Vs Gaya Belajar

101

Gambar 4.13 : Analisys of Means Tes Prestasi Afektif Vs

Metode

102

Gambar 4.14 : Analisys of Means Tes Prestasi Psikomotorik

Vs Metode

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Silabus 126

: Rencana Pelaksanaan Pembelajran (RPP)

Dengan LKS

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

: Soal Tes Prestasi 174

Lampiran 4 : Kisi – kisi Angket Aspek Afektif 180

: Angket Aspek Afektif 181

Lampiran 5 : Penilaian Unjuk Kerja 184

Lampiran 6 : Kisi-kisi Angket Sikap Ilmiah 185

: Angket Sikap Ilmiah 186

Lampiran 7 : Kisi-kisi Angket Gaya Belajar Kimia 189

: Tes Angket Gaya Belajar 191

Lampiran 8 : Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya Beda soal Kognitif

196

: Uji Validitas dan realibilitas angket Afektif 198

: Uji Validitas dan realibilitas angket Sikap Ilmiah 200

: Uji Validitas dan realibilitas angket Gaya Belajar 202

Lampiran 9 : Data Prestasi Belajar Aspek Kognitif 206

: Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Kognitif 208

: Uji Normalitas Prestasi Belajar Aspek Kognitif 210

: Uji Homogenitas Prestasi Belajar Aspek Kognitif 214

: Uji Anava Tiga Jalan Prestasi Belajar Aspek Kognitif 216

: Uji Lanjut Anava Prestasi Belajar Aspek Kognitif 216

Lampiran 10 : Data Prestasi Belajar Aspek Afektif 223

: Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Afektif 225

: Uji Normalitas Prestasi Belajar Aspek Afektif 230

: Uji Homogenitas Prestasi Belajar Aspek Afektif 232

: Uji Anava Tiga Jalan Prestasi Belajar Aspek Afektif 235

: Uji Lanjut Anava Prestasi Belajar Aspek Afektif 235

Lampiran 11 : Data Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik 237

: Deskripsi Data Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik 239

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

: Uji Lanjut Anava Prestasi Belajar Aspek Psikomotorik

249

ABSTRAK

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar, 5) Interaksi antara metode dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar, 6) Interaksi antara sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa, 7) Interaksi metode , sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 – Februari 2011 dengan menggunakan metode Penelitian Eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ponorogo tahun pelajaran 2010/2011. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang diambil secara acak (cluster randomsampling). Kelas XI IPA 4 menggunakan metode eksperimen dengan LKS dan kelas XI IPA 2 menggunakan metode eksperimen dengan diagram Vee. Data sikap ilmiah, gaya belajar dan prestasi afektif siswa dikumpulkan dengan metode angket, prestasi kognitif dikumpulkan dengan metode test, data prestasi psikomotorik dikumpulkan dengan observasi. Prestasi belajar meliputi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Data dianalisis dengan Anova dengan desain faktorial 2x2x2 dengan menggunakan bantuan Software Minitab15. Uji normalitas dengan Ryan-Joiner, Uji homogenitas dengan metode Levine’s dan F-test.

Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada pengaruh metode pembelajaran terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik , (2) Ada pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif tetapi tidak ada pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi afektif dan psikomotorik, (3) Tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik, (4) Ada interaksi antara penggunaan metode dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif, tetapi tidak ada interaksi antara penggunaan metode dengan sikap ilmiah pada prestasi afektif dan psikomotorik, (5) Tidak ada interaksi antara penggunaan metode dengan gaya belajar siswa pada prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik, (6) Ada interaksi sikap ilmiah siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi kognitif, tetapi tidak interaksi sikap ilmiah siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi afektif dan psikomotorik, (7) Tidak ada interaksi antara penggunaan metode dengan sikap ilmiah dan gaya belajar siswa terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik.

Kata kunci: Metode eksperimen dengan LKS, Metode eksperimen dengan diagram

Vee, Sikap Ilmiah, gaya belajar, kognitif, afektif, psikomotorik dan laju reaksi.

ABSTRACT

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

interaction among learning methods with student scientific attitude toward student achievement, (5) interaction among learning methods with learning style towards student achievement, (6) interaction among scientific attitude with learning style toward student achievement, (7) interaction among learning methods with scientific attitude and learning style toward student achievement in learning chemistry.

This research was carried out from May 2010 to February 2011, used style, test for cognitive achievement and observation method for affective and psychomotor achievement. The achievement consisted of three aspects: cognitive, affective and psychomotor. The data were analyzed using ANOVA with factorial design and calculated using computer software Minitab 15 program. Normality test used Ryan-Joiner, homogeneity test used Levine’s and F-test methods.

From the data analysis can be concluded that: (1) There was an effect of learning methods toward cognitive, affective and psychomotor on achievement, (2) There was an effect of scientific attitude toward cognitive but there was not effect on affective and psychomotor achievement, (3) There was not any effect of learning style toward cognitive, affective and psychomotor achievement, (4) There was an interaction learning methods with scientific attitude toward cognitive, and there was not interaction learning methods with scientific attitude toward affective and psychomotor achievement, (5) There was not any interaction among learning methods with learning style toward cognitive affective and psychomotor achievement, (6) There was not any interaction among student scientific attitude with learning style toward cognitive, affective and psychomotor achievement, (7) There was not any interaction between learning methods with scientific attitude, and learning style toward cognitive, affective and psychomotor achievement in learning chemistry.

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat

ini adalah mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Upaya

yang telah dilaksanakan oleh pemerintah antara lain dengan merubah sistem

pendidikan di Indonesia dari paradigma pendidikan yaitu pendidikan yang

bersifat behavioristik menjadi pendidikan yang bersifat kontruktivistik. Hal ini

berimplikasi pada terjadinya perubahan suasana dalam proses pembelajaran,

yaitu pembelajaran yang semula berpusat pada guru ( teacher centered )

mengalami pergeseran menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa ( student

centered ) . Namun sebagian besar guru-guru di SMA Negeri 1 Ponorogo dalam

pembelajaran masih dilaksanakan secara berpusat pada guru dan siswa sebagai

obyek pembelajaran, akibatnya siswa akan pasif dan kurang termotivasi untuk

belajar, pada akhirnya prestasi nya tidak bisa maksimal.

Perubahan paradigma tersebut disikapi oleh pemerintah dengan adanya

perubahan kurikulum yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang

memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan memecahkan masalah

dengan menggunakan prinsip dan proses sains. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) menuntut guru agar lebih kreatif dalam menerapkan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam pembalajaran sesuai dengan

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mengingat semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap mutu

layanan pendidikan, maka guru perlu melakukan pendekatan/strategi dalam

proses pembelajaran dengan menerapkan bermacam – macam metode

pembelajaran yang berorientasi pada filosofi kontruktivistik. Sedangkan sebagian

besar guru di SMA Negeri 1 Ponorogo masih banyak yang menggunakan metode

pembelajaran tradisional seperti ceramah. Sehingga siswa cepat bosan dalam belajar

kimia karena metode yang digunakan itu-itu saja, tanpa adanya variasi penggunaan

metoda mengajar yang tepat.

Dalam pembelajaran di SMA Negeri 1 Ponorogo sebagian besar masih

berpusat pada guru dengan mengunakan metode ceramah atau diskusi kelas, maka

siswa belum belajar secara maksimal khususnya pada materi laju reaksi. Sehingga

hasil nilai ulangan harian pembelajaran kimia khususnya materi laju reaksi, masih

banyak siswa yang mempunyai nilai 83,9% lebih kecil dari KKM. Pada tahun

pelajaran 2009/2010 nilai rata-rata laju reaksi adalah 65,2.

SMA Negeri 1 Ponorogo memiliki 6 kelas XI IPA dengan jumlah siswa 38

sampai 40 per kelas, dan siswa yang ada dari berbagai daerah dengan latar belakang

yang berbeda-beda, sehingga masing – masing siswa memiliki sifat karakteristik

yang berbeda – beda dalam belajar, seperti gaya belajar siswa, namun guru belum

memperhatikannya dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini akan memberi pengaruh

dalam kegiatan belajar mengajar dan prestasi anak.

Dalam pembelajaran kimia kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah

memecahkan masalah yang ditemukan dengan cara pengamatan, penafsiran,

merancang dan melakukan percobaan dalam kegiatan laboratorium. Pemanfaatan

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

belum dimanfaatkan secara maksimal. Guru lebih suka memilih menggunakan

metoda ceramah, disamping lebih murah, hemat waktu dan tidak disibukkan dengan

persiapan yang membutuhkan ketrampilan khusus mengenai penggunaan alat – alat

dan pengetahuan khusus mengenai karakteristik bahan – bahan kimia. Selain itu alat

dan bahan kimia harganya relatif mahal, sehingga SMA Negeri 1 Ponorogo

keberatan dalam pengadaan alat dan bahan kimia yang dibutuhkan.

Sikap ilmiah siswa perlu diperhatikan guru. Dengan memiliki sikap ilmiah

yang tinggi siswa dapat belajar dengan baik dan dapat menghargai teman yang lain

dalam presentasi, atau kerja kelompok di laboratorium. Dengan sikap ilmiah siswa

dapat merasakan bagaimana menjadi seorang ilmuwan, sehingga siswa dapat

termotivasi untuk belajar.

Materi kimia di SMA sangat kompleks baik yang bersifat teoritis maupun

empiris. Teori akan membutuhkan nalar berfikir yang tinggi yaitu dengan kognitif,

sedangkan empiris akan memerlukan praktek/eksperimen maupun demonstrasi. Pada

materi laju reaksi kimia, kita jumpai dalam kehidupan sehari – hari. Seperti mengapa

besi berkarat membutuhkan waktu yang lama, mengapa bensin lebih cepat terbakar

sedangkan solar lebih lama terbakar.

Dari uraian diatas dan hasil observasi dari peneliti, maka penulis sekaligus

sebagai peneliti memilih judul “ Pembelajaran Kimia dengan Metode Eksperimen

menggunakan LKS dan Diagram Vee Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Gaya Belajar

Siswa”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, terdapat beberapa masalah

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Mutu pendidikan rendah disebabkan oleh guru yang kurang melibatkan siswa

berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.

2. Pembelajaran masih dilaksanakan secara berpusat pada guru dan siswa sebagai

obyek pembelajaran, hal ini siswa akan pasif sehingga siswa tidak termotivasi

untuk belajar, padahal ada beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan dalam

pembelajaran seperti inquiri, discovery dan CTL.

3. Nilai rata – rata ulangan harian kimia khususnya laju reaksi yang diperoleh para

siswa di SMA Negeri 1 Ponorogo masih kurang dari KKM.

4. Siswa cepat bosan untuk belajar kimia karena menggunakan metoda itu-itu saja,

tanpa adanya variasi penggunaan metoda mengajar yang tepat seperti metoda

eksperimen dengan LKS, metoda eksperimen dengan diagram Vee, demostrasi

dan lain-lain.

5. Masing – masing siswa memiliki sifat karakteristik yang berbeda – beda dalam

belajar, namun guru belum memperlihatkannya dalam kegiatan belajar

mengajar, misalnya materi kimia yang disajikan pada siswa kelas XI tentang laju

reaksi kimia, semuanya diajarkan secara konvensional.

6. Selama ini laboratorium khususnya kimia belum dimanfaatkan secara maksimal.

7. Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa seperti

sikap ilmiah, gaya belajar, motivasi, kreatifitas, IQ dan lain-lain, namun

faktor-faktor tersebut sangat bervariasi antara siswa dan guru belum memperhatikan

variasi tersebut.

8. Sikap ilmiah siswa meliputi tinggi, sedang dan rendah, namun guru belum

memperhatikan faktor-faktor tersebut.

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memperhatikannya.

10. Materi kimia di SMA sangat kompleks baik yang bersifat teoritis maupun

empiris. Teori akan membutuhkan nalar berfikir yang tinggi yaitu dengan

kognitif, sedangkan empiris akan memerlukan praktek/eksperimen maupun

demonstrasi. Untuk memahami hal tersebut belum diperhatikan guru.

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah, maka perlu adanya pembatasan

masalah agar diperoleh kajian teori yang mendalam, agar sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen dengan LKS

dan diagram Vee .

2. Sikap ilmiah dikategorikan sikap ilmiah tinggi dan rendah.

3. Gaya belajar siswa dibedakan gaya belajar visual dan kinestetik.

4. Prestasi belajar ditinjau dari hasil kognitif, afektif dan psikomotorik.

5. Materi pelajaran dalam penelitian ini tentang laju reaksi kimia.

D. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah, akhirnya peneliti merumuskan masalah yang

akan dipakai sebagai acuan dalam penelitiannya, yaitu :

1. Apakah ada pengaruh metode eksperimen dengan LKS dan digram Vee terhadap

prestasi belajar siswa ?

2. Apakah ada pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar ?

3. Apakah ada pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Apakah ada interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee

dengan sikap ilmiah siswa ?

5. Apakah ada interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee

dengan gaya belajar siswa ?

6. Apakah ada interaksi antara sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap

prestasi belajar ?

7. Apakah ada interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee

dengan sikap ilmiah dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar ?

E. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui :

1. Pengaruh metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee terhadap prestasi

belajar.

2. Pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.

3. Pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar.

4. Interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee dan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar.

5. Interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee dan gaya

belajar siswa terhadap prestasi belajar.

6. Interaksi antara sikap ilmiah siswa dan gaya belajar siswa terhadap prestasi

belajar.

7. Interaksi antara metode eksperimen dengan LKS dan diagram Vee dengan sikap

ilmiah dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar.

F. MANFAAT PENELITIAN

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Manfaat teoritis.

a. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dalam hal

metode pembelajaran ekperimen dengan LKS dan diagram Vee.

b. Sebagai acuan dan bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

dengan memilih model pembelajaran yang tepat pada kompetensi dasar tertentu.

b. Memberi masukkan pada sesama rekan guru kimia agar memilih dan

menggunakan metode mengajar yang tepat dan selalu memberi motivasi belajar

kepada siswa guna meningkatkan prestasi belajar siswa.

c. Memberi sumbangan pemikiran kepada sekolah dalam memperbaiki proses

pembelajaran yang berkaitan dengan praktikum kimia agar siswa lebih bermakna

dalam pembelajaran.

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIIS

A. LANDASAN TEORI 1. Hakekat Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan pandangan dari kata dalam bahasa inggris

instruction,yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu

orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi

kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979) dalam pedoman

khusus Pembelajaran Tuntas Depdiknas (2004:7) mendefinisikan pembelajaran

sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi) yang secara sengaja

dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat

berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang

dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan

yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Belajar

adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut

ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti

peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,

daya pikir, dll. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku

seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas

kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Pembelajaran kimia pada materi laju

reaksi adalah suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi) yang secara

sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa, sehingga proses belajarnya dapat

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya piker tentang laju reaksi.

2. Tinjauan Tentang Belajar

a. Teori Belajar

Untuk memahami pengertian belajar di sini akan diawali dengan

mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa pendapat para ahli

tentang definisi tentang belajar. Burton dalam Aunurrahman (2009:35) pngertian

belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi antara

individu dengan individu dan individu dengan lingkungan. Dalam buku Educational

Psychology, H.C. Witherington, mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan di

dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang

berupa kecakapan, sikap kebiasaan atau suatu pengertian.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu merupakan

perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya

dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga

belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya,

jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya

merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh

lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh

seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.

. Menurut Ratna Wilis (1989:12) istilah pengalaman membatasi

macam-macam perubahan perilaku yang dapat mewakili belajar. Biasanya batasan ini

dilakukan dengan memperhatikan penyebab-penyebab perubahan dalam perilaku

yang tidak dapat dianggap sebagai hasil pengalaman. Jadi perubahan perilaku yang

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman, dank arena itu tidak

dapat dianggap bahwa belajar telah terjadi. Belajar adalah suatu proses perubahan

di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk

peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,

pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dll. Hal ini

berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang

diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan

seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak

mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang

tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia

mengalami kegagalan di dalam proses belajar. Belajar yang efektif dapat membantu

siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan

kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dalah kondisi atau situasi yang ada

dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemapuan dan sebagainya.

Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya

ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran belajar yang memadai.

Dengan demikian belajar adalah suatu proses adaptasi atau panyasuaian

tingkah laku yang berlangsung secara progresif yang menghasilkan perubahan–

perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap tingkah laku

yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman secara langsung

maupan tidak langsung.

1) Teori Bruner (Belajar Penemuan/discovery)

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat dibedakan pada tiga fase. Ketiga proses itu adalah : memperoleh informasi

baru, transformasi informasi, evaluasi dan ketepatan pengetahuan. Bruner menyebut

pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme

instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu : pengetahuan orang

tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya,

dan model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayan seseorang,

kemudian model-model diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan.

Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh

bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu

tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi

suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu

menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya

sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Salah

satu model instruksional kognitif yang berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner

(1966) dalam Ratna Wilis (1989:103) yang dikenal belajar penemuan (discovery).

Bruner menganggap , bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan

secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik.

Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengtahuan yang

menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar yang

diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer

yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir

secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan

memecahkan masalah. Dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tentang laju reaksi, sehingga pengetahuan yang didapatkannya benar-benar

bermakna.

2) Teori Ausuble (Belajar Bermakna)

Ausubel adalah seorang ahli psikologi kognitif. Menurut Ausubel dalam

Ratna Wilis (1989:110) belajar dapat terdiri dalam dua dimensi yaitu : a) Dimensi

pertama berhubungan dengan cara informasi atau pembelajaran disajikan pada siswa

melalui penerimaan atau penemuan, b) Dimensi kedua menyangkut bagaimana

siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Inti dari

teori ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel belajar bermakna

merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan

yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam mengaitkan konsep-konsep

ini Ausubel mengemukakan dua prinsip, yaitu prinsip diferensiasi progresif dan

prinsip rekonsiliasi integratif. Kedua prinsip ini memperlihatkan bagaimana struktur

kognitif siswa dipengaruhi secara optimal melalui mengajar, apapun bidang studinya.

Menurut Ausubel ,dalam satu seri pelajaran hendaknya siswa diperkenalkan terlebih

dahulu pada konsep-konsep yang paling umum atau paling inklusif. Sesudah itu

materi pelajaran disusun secara berangsur-angsur menjadi konse-konsep yang lebih

khusus. Dengan perkataan lain, model belajar Ausubel pada umumnya berlangsung

dari umum ke khusus. Dengan menggunakan strategi ini, guru mengajarkan

konsep-konsep yang paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep-konsep-konsep yang kurang inklusif,

dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus. Proses penyusunan konsep

semacam ini disebut diferensiasi progresif. Prinsip kedua yang dikemukakan

Ausubel ialah prinsip rekonsiliasi integratif atau penyesuaian integratif, menurut

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari

sebelumnya. Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa bagaimana

konsep-konsep dan prinsip-prinsip itu saling berkaitan. Menurut Ratna Wilis

(1989:121) Untuk mencapai rekonsiliasi integratif materi pelajaran hendaknya

disusun sedemikian rupa, sehingga kita bergerak ke atas dan ke bawah

hirarki-hirarki konseptual waktu disajikan informasi baru.

3) Teori Gagne (Perubahan Tingkah Laku)

Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut R.M.

Gagne (1970) dalam Sagala (2010:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks,

dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi

yamg berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.

Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dengan

demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi

kapabilitas baru. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan,

anak-anak demikian juga orang dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang pernah

didengar atau dipelajarinya. Seorang dapat mengingat gambar yang telah dilihat,

mengingat kata-kata yang baru dipelajarinya, atau mengingat bagaimana cara

memecahkan hitungan. Menyatakan kembali apa yang dipelajari lebih sukar daripada

sekedar mengenal sesuatu kembali. Karena pengamatan dan evaluasi pada perubahan

perilaku yang ada, teori belajar Gagne terkenal dengan teori perubahan tingkah laku.

Gagne (1984) dalam Ratna Wilis (1989:11) mengamukakan bahwa belajar

dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu orgasisasi berubah perilakunya

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

guru dapat memberikan informasi dan konsep baru baik dalam aspek afektif, kognitif

maupun psikomotorik sehingga ada perubahan tingkah laku pada diri siswa.

4) Teori Piaget (Perkembangan Intelektual)

Menurut Piaget dalam Paul Suparno (2000:24), setiap individu mengalami

tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut : 1) Tahap Sensori-motor (0

– 2 tahun). Tahap sensorimotor lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan

tindakan inderawinya. 2) Tahap Pra-operasional (2 – 7 tahun). Periode ini disebut

pra-operasional, karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan

operasi-operasi mental, seperti menambah, mengurangi, dan lain-lain. Tingkat

pra-operasional terdiri atas dua sub-tingkat. Sub-tingkat pertama antara 2 – 4 tahun yang

disebut sub-tingkat kedua antara 4 hingga 7 tahun yang disebut tingkat berpikir

intuitif. Menurut Piaget anak pra-operasional diwarnai dengan mulai digunakan nya

simbul-simbul untuk menghadirkan suatu benda atau pemikirab khususnya

penggunaan bahasa, 3) Tahap Operasional Konkret (7– 11 tahun). Tahap operasional

konkret ditandai dengan penggunaan aturan logis dan jelas, 4) Tahap Operasional

formal (11 – dewasa). Pada tahap ini dicirikan dengan berpikir abstrak, hipotesis,

deduhtif, serta induktif.

b. Belajar menurut Teori Kognitif

Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mempangaruhi pendidikan sains,

termasuk pendidikan kimia. Secara umum Piaget dalam Paul Suparna (2007:33)

membedakan 4 (empat) tahap dalam perkembangan kognitif seseorang, yaitu tahap

Sensori-motor (0 – 2 tahun); tahap Pra-operasional (2 – 7 tahun); tahap Operasional

Konkret (7– 11 tahun); Operasional formal (11 – dewasa). Dalam perkembangan itu

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

konkrit dan baru ke pemikiran abstrak. Maka dalam pembelajaran kimia perlu

dimulai dari hal-hal atau peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang konkrit dan

kemudian baru pada tingkat lebih atas mulai dengan yang abstrak. Itulah salah sebab

pembelajaran kimia perlu banyak melakukan kegiatan praktikum atau eksperimen.

c. Belajar menurut Teori Kontruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan ada yang dikelompokan dalam

teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori

konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan-aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa

agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha

dengan susah payah dengan ide-ide. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip

yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya

sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri

pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses

ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide

mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar siswa

menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Menurut Brooks (1990), Leinhardt (1992), Brown et al (1989) dalam

Mohamad Nur (1998:2) bahwa siswa harus secara individu menemukan dan

mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan

informasi itu miliknya sendiri. Teori Vygotsky (Karpov dan Bransford, 1995) yang

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak

dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus

membangun pengetahuan di dalam benak siswa. Guru dapat membantu proses ini

dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi bermakna dan sangat

relevan bagi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan

atau menerapkan sendiri ide-ide dan secara sadar menggunakan strstegi-strategi

mereka sendiri untuk belajar.

3. Pembelajaran Inquiri

Kata inkuiri berasal dari bahasa inggris “ inquiry”, dan menurut kamus berarti

“pertanyaan” atau “penyelidikan”. Pendapat beberapa orang ahli yang mencoba

menerangkan apakah yang dimaksud dengan pendekatan inkuiri.

Piaget dalam Ratna Wilis (1986:82) memberikan definisi fungsional untuk pendekatan inkuiri sebagai berikut :

Pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri , dalam arti luas ingin melihat apakah yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol, mengajukan pertanyaan-pertanyan, mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan anak-anak yang lain.

Kuslan dan Stone memberi definisi :

Pengajaran inkuiri merupakan pengajaran dimana guru dan anak-anak mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan jiwa para ilmuwan.

Kuslan dan Stone dalam Ratna Wilis Dahar (1986:82) juga memberikan

definisi operasional untuk pendekatan inkuiri. Menurut mereka proses belajar

mengajar dengan pendekatan inkuiri ditandai oleh cirri-ciri berikut :

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masalah, tidak keharusan untuk menyelesaikan unit tertentu dalam waktu tertentu. 3)

Jawaban-jawaban yang dicari tidak diketahui lebih dahulu. Jawaban-jawaban ini

tidak ditemukan dalam buku pelajaran, sebab buku-buku pelajaran dan saran-saran

untuk menentukan jawaban, bukan memberi jawaban. 4) Anak-anak berhasrat sekali

untuk menentukan menemukan pemecahan masalah. 5) Proses belajar mengajar

berpusat pada pertanyaan ”mengapa”. Pertanyaan “bagaimana kita mengetahui” dan

“ betulkah kesimpulan kita ini” sering pula dikemukakan. Suatu masalah ditemukan,

lalu 6) dipersempit, hingga terlihat ada kemungkinan masalah inidapat dipecahkan

oleh siswa. 7) Hipotesa dirumuskan oleh siswa-siswa untuk membimbing

penyelidikan. 8) Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data, dengan

melakukan eksperimen, mengadakan pengamatan, membaca dan menggunakan

sumber-sumber lain. 9) Semua usul ini dinilai bersama-sama. Bila mungkin

ditentukan pula asumsi-asumsi, keterbatasan-keterbatasan dan kesukaran-kesukaran.

10) Para siswa melakukan penelitian, secara individu atau kelompok, untuk

mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesa. 11) Para siswa

mengolah data dan mereka sampai pada kesimpulan sementara. Juga diusahakan

untuk memberikan penjelasan-penjelasan secara ilmiah.

Pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara. Setiap

cara atau bentuk inkuiri itu meliputi lima hal yaitu : i) situasi yang menyadiakan

stimulus untuk inkuiri. ii) masalah yang akan dicari pemecahannya. iii) kesimpulan

yang diperoleh sebagai hasil penyelidikan. iv) perumusan masalah v) pencarian

pemecahan masalah.

4. Metode Eksperimen

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengertian eksperimen dengan kerja laboratorium, meskipun kedua pengertian ini

mengandung prinsip yang hampir sama, namun berbeda dalam konotasinya.

Eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis

tertentu. Eksperimen bisa dilakukan pada suatu laboratorium atau diluar

laboratorium, pekerjaan eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat,

karena itu dimasukkan dalam metode pembelajaran. Metode eksperimen adalah cara

penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami

untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.

Menurut Paul Suparno (2007:77) metode eksperimen adalah metode

mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian,

pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan memang benar. Jadi metode ini

lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan teorinya. Sering

metode eksperimen disebut metode laboratorium karena percobaan biasanya

dilakukan di laboratorium. Laboratorium menurut Ratna Wilis (1996:109) adalah

ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat-alat tertentu untuk mempermudah

pelaksanaan ketrampilan-ketrampilan IPA. Eksperimen dapat pula dilakukan siswa di

luar laboratoriun, bahkan dapat pula dilakukan aplikasikan dalam langsung dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi

kesempatatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses,

mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan

sendiri tentang suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Peran guru dalam metode

eksperimen ini sangat penting, khususnya berkaitan dengan ketelitian dan

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kegiatan eksperimen dalam kegiatan belajar dan mengajar.

Dalam Syaiful Sagala (2010:220) metode eksperimen mempunyai kebaikan

sebagai berikut : (1) metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran

atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata

guru atau buku saja, (2) dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi

eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seseorang ilmuan, (3)

metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain; (a) siswa belajar

dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; (b) siswa

terhindar jauh dari verbalisme; (c) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang

bersifat obyektif dan realistic; (d) mengembangkan sikap berfikir ilmiah; dan (e)

hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Dalam melakukan eksperimen siswa dapat bekerja sesuai dengan lembar

kerja atau petuhjuk yang diberikan guru, sebaiknya kelompok dibuat kecil sehingga

siswa dapat melakukan eksperimen secara sungguh-sungguh. Dalam eksperimen

siswa melakukan tindakan sebagai berikut : 1) membaca petunjuk eksperimen

dengan teliti (2) mencari alat yang diperlukan (3) merangkai alat sesuai dengan

skema eksperimen (4) mulai mengamati jalannya percobaan (5) mencatat data yang

diperlukan (6) mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data

yang ada (7) membuat laporan eksperimen dan mengumpulkan (8)

mempresentasikan eksperimen di depan kelas.

5. Metode Eksperimen dengan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Secara ideal kegiatan eksperimen merupakan kegiatan individu siswa, namun

sehubungan dengan terbantasnya sarana dan prasarana pada umumnya kegiatan

(42)

besar-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kecilnya jumlah siswa dalam kelas jika dibandingkan sarana dan prasarana yang

tersedia di sekolah yang bersangkutan. Mengingat perbandingan jumlah guru dengan

siswa yang sangat besar, karena terbatasnya jumlah guru, maka perlu dicari upaya

agar eksperimen bisa secara serentak, yaitu dengan bahan tertulis yang disebut

lembar kerja siswa (LKS).

Dalam Ratna Wilis (1989:116) Lembar kerja siswa adalah suatu bahan

tertulis yang berisi segala sesuatu yang terlibat dalam suatu eksperimen, dari alat dan

bahan, hipotesis, hal-hal yang menjadi focus pengamatan, tuntunan bagi siswa untuk

melakukan langkah-langkah kerja sehingga berhasil menggeneralisasikan fakta dan

menyimpulkan, hingga tuntunan ke arah menemukan masalah baru, dapat

menimbulkan eksperimen baru. Lembar kerja ini perlu dirancang secara matang oleh

guru, agar tujuan eksperimen dapat tercapai dan lembar kerja siswa ini harus

menggunakan kalimat-kalimatyang mudah dipahami siswa.

Dalam menyusun petunjuk eksperimen, guru harus dapat menyajikan lembar

kerja siswa (LKS) yang mengajak siswa berpikir dalam melaksanakan tugas

prakteknya. Perlu dihindarkan LKS yang berbentuk resep memasak, yang

petunjuknya begitu lengkap sehingga siswa hanya bekerja seperti mesin dan tidak

ada peluang untuk melatih kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak yang ilmiah

dan efektif.

6. Metode Eksperimen dengan Diagram Vee

Diagram Vee disusun oleh Gowin pada tahun 1977, diagram Vee digunakan

untuk menjelaskan ide pokok yang memperhatikan dasar pengetahuan dan proses

penyusunan pengetahuan di dalam pengajaran laboratorium. Menurut Novak (1984)

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lingkaran atau bentuk yang lain. Namun yang lebih ditekankan adalah bahwa

diagram Vee pada dasarnya merupakan metode untuk membuat hubungan antara

‘thingking’ dan ‘doing’ yang terjadi selama di laboratorium.

Para ahli dalam artikel Path Finder Science (2006) menyatakan bahwa :

The Vee Process Model is intended to serve as a useful graphical guide to the process of science. It also assists communication among the reserch partners. Using the graphic above creates a point of communicationthat allows a scaffold for student learning that gives direction and support to novice researchers. Student can understand where they are in the process and how to continue to make progress. For teachers, the Vee Process Model is serves as a graphical guide for explicit intruction about the research process. The graphic provides a structure to point at and discuss process, a focal point for communication, and useful organization structure.

Disini dapat dijelaskan bahwa Model Process diagram Vee dimaksudkan

untuk membantu suatu grafik yang berguna pada proses pengetahuan. Ini juga

membantu diantara rekan penelitian. Menggunakan grafik tersebut membuat suatu

nilai dari komunikasi yang memperbolehkan suatu tangga-tangga untuk siswa

mempelajari apa yang diberikan secara langsung dan membantu para peneliti baru.

Siswa dapat memahami dimana posisi mereka dalam suatu proses dan

bagaimana untuk melanjutkan membuat kemajuan.

Kerangka diagram Vee pada gambar berikut ini

Sisi konsep Pertanyaan pokok Sisi metode

Teori Tuntutan nilai

Tuntutan pengetahuan

Prinsip Transformasi

Konsep catatan/pengamatan

Kejadian dan objek

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk mengajar, model proses diagram Vee membantu sebagai suatu grafik

penuntun untuk menjelaskan instruksi tentang proses penelitian. Grafik ini

memberikan suatu struktur untuk mengarahkan dan mendiskusikan proses, suatu nilai

penting bagi komunikasi dan suatu pengaturan struktur yang bermanfaat.

Instrumen diagram Vee dibuat atau didesain bagi siswa untuk mengkonstruksi

respon/tanggapan untuk mengetahui cara penyelidikan mereka (Nelson M dan Epps,

1997). Seperti yang dikemukakan juga oleh Shepardson dan Jackson (1997) yaitu

mahasiswa pertama-tama menggunakan diagram Vee untuk mendesain percobaan

laboratorium mereka, kemudian mereka menyelesaikan percobaan laboratorium dan

melengkapinya dengan memasukkan data dan kesimpulan mereka. Mahasiswa dinilai

pada penggunaan mereka terhadap peralatan dan bahan-bahan selama melakukan

percobaan.

Penyusunan dari diagram Vee dapat diuraikan sebagai berikut : 1) dimulai

dengan menggambar V besar; 2) Objek dan kejadian diletakkan pada pusat V. hal ini

disebabkan oleh karena penyusunan pengetahuan dimulai dengan pemikiran dan

pengertian tentang dua hal pokok tersebut. Definisi tentang konsep, objek, dan

kejadian harus dibuat sesederhana mungkin supaya siswa menjadi tahu dan mudah

untuk memahaminya; 3) pertanyaan fokus diletakkan di tengah diagram Vee dan

dihubungkan dengan kedua sisi mempergunakan tanda panah untuk menunjukkan

bahwa dalam memperoleh pengertian, siswa harus menjalankan pemikiran mereka

secara maju mundur dari sisi diagram Vee yang satu ke sisi diagram Vee yang lain; 4)

dikenalkan ide catatan, yaitu pertanyaan yang dipilih akan membimbing siswa pada

konsep dan objek atau kejadian apa yang harus diamati. Kemudian dari pengamatan

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tuntutan pengetahuan (yang harus dicapai), dimana tujuan dari transformasi data

pengamatan yang diperoleh dibuat dalam suatu bentuk yang dapat mengantar siswa

kepada konstruksi jawaban pada pertanyaan fokus. Di sini diharapkan siswa dapat

mendiskusikan kesimpulan yang harus diambil dari berbagai catatan yang ditulis

untuk menjawab pertanyaan fokus.

Dalam Nakhleh, (1994 : 202). Tuntutan pengetahuan disini adalah hasil dari

inkuiri yang dilakukan oleh siswa, pada bagian inilah yang perlu dijelaskan pada

siswa bahwa untuk menyusun pengetahuan baru harus diterapkan konsep-konsep

yang benar-benar mereka ketahui. Sebaliknya proses penyusunan pengetahuan baru

mengajak siswa untuk memahami konsep dan prinsip serta hubungan antara

keduanya. Sehingga ada hubungan timbal balik dari apa yang telah siswa ketahui dan

pengamatan yang dilakukan dengan tuntutan pengetahuan; 6) pada sisi kiri diletakkan

teori-teori, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep yang diperlukan untuk membuat suatu

pengertian dari kejadian, dan atau objek yang kita pahami.

Dari langkah-langkah tersebut dapat dilihat bahwa diagram Vee memang

sesuai apabila diterapkan pada kegiatan praktikum dilaboratorium, hal ini karena

dengan diagram Vee membuat siswa mau tidak mau harus mempelajari teori dan

konsep yang mendasari praktikum yang akan mereka lakukan dengan lebih

mendalam.

Dari diagram Vee (Novak dan Gowin, 1984: 71) dapat dibuat suatu penilaian

yang digunakan untuk memberikan nilai yang berupa angka kepada praktikan.

Prosedur Penilaian diagram Vee diikuti protokol yang disarankan oleh Novak dan

Gowin (1984,70-72). Diagram Vee diberi skor pada kualitas sebuah titik skala (0-4)

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(titik nilai dalam kurung untuk setiap kategori): Pertanyaan fokus (0-3), benda /

peristiwa (0-3), teori, prinsip, dan konsep (0-4), catatan / transformasi (0-4), dan

klaim pengetahuan (0-4).

Penilaian diagram Vee mengacu pada pelaksanaan percobaan di laboratorium

oleh praktikan. Selain itu juga dari hasil yang mereka peroleh dari percobaan dan

kesimpulan yang mereka ambil dari percobaan yang telah mereka lakukan tersebut.

7. Sikap Ilmiah

Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah

attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap

secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan.. Sikap selalu berkenaan

dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif

atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kesiapan

yang senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu

bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah atau obyek. Menurut Baharuddin

(1982:34) (http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/) (online ; diakses tanggal 18 September 2010) mengemukakan bahwa :”Sikap ilmiah pada

dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka melakukan

kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecendrungan individu

untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis

melalui langkah-langkah ilmiah.

Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh Mukayat Brotowidjoyo (1985

:31) (http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/) (online ; diakses tanggal 27 September 2010) yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan

(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya,maka ia beruasaha mengetahuinya;

senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiea; kebiasaan menggunakan

alat indera sebanyak mungkin untuk menyelidiki suatu masalah; memperlihatkan

gairah dan kesungguhan dalam menyelesaikan eksprimen. (2) Sikap kritis : Tidak

langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan

menggunakan bukti – bukti pada waktu menarik kesimpulan; Tidak merasa paling

benar yang harus diikuti oleh orang lain; bersedia mengubah pendapatnya

berdasarkan bukti-bukti yang kuat. (3) Sikap obyektif : Melihat sesuatu sebagaimana

adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya

sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan

kepentingan dirinya sebagai subjek. (4) Sikap ingin menemukan : Selalu

memberikan saran-saran untuk eksprimen baru; kebiasaan menggunakan

eksprimen-eksprimen dengan cara yang baik dan konstruktif; selalu memberikan konsultasi

yang baru dari pengamatan yang dilakukannya. (5) Sikap menghargai karya orang

lain, Tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya,

menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain. (6)

Sikap tekun : Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi

eksprimen yang hasilnya meragukan’ tidak akan berhenti melakukan kegiatan –

kegiatan apabila belum selesai; terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha

bekerja dengan teliti. (7) Sikap terbuka : Bersedia mendengarkan argumen orang lain

sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya.buka menerima kritikan dan respon

negatif terhadap pendapatnya.

Dengan demikian sikap ilmiah dapat didifinisikan sebagai kecenderungan individu

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melalui langkah-langkah ilmiah.

8. Gaya Belajar.

Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan seorang murid dalam

menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal

(Nasution, 1982:94). Tidak semua orang mengikuti cara yang sama. Masing –

masing menunjukkan perbedaan, gaya belajar ini berkaitan dengan erat dengan

pribadi seseorang, yang tentu dipengaruhi dengan oleh pendidikan dan riwayat

perkembangannya.

Setiap individu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan

antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari

perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru.

Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan

dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan

dikenal berbagai metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu

tersebut. Di negara-negara maju sistem pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa

sehingga individu dapat dengan bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan

karakteristik dirinya. Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara

belajar seperti disebutkan diatas, menurut De Porter & Hernacki (2001) dalam

http://prayudi.wordpress.com/2007/11/27/gaya-belajar-individu/ (online ; diakses

tanggal 27 September 2010)adalah sebagai berikut:

Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual. Individu yang

memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku

sebagai berikut: (1) rapi dan teratur (2) berbicara dengan cepat (3) mampu membuat

(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(6)lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar (7)

mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual (8) memiliki kemampuan mengeja

huruf dengan sangat baik (9) biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau

suara berisik ketika sedang belajar (10) sulit menerima instruksi verbal (oleh karena

itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis) (11) merupakan pembaca yang cepat

dan tekun (12) lebih suka membaca daripada dibacakan (13) dalam memberikan

respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan

menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan (14) jika sedang

berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara (15)

lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain (16) sering menjawab

pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak’ (17) lebih suka

mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah (18) lebih tertarik pada

bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik (19) seringkali tahu apa yang

harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata.

Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial

Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan

ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (1) sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja

(2) mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik (3) lebih senang

mendengarkan (dibacakan) daripada membaca (4) jika membaca maka lebih senang

membaca dengan suara keras (5) dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan

warna suara (6) mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai

dalam bercerita (7) berbicara dalam irama yang terpola dengan baik (8) berbicara

dengan sangat fasih (9) lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Vee (Novak 1983:3)
Tabel 2.2. Reaksi logam Mg dengan HCl
gambar 2.2 Mekanisme suatu reaksi
Gambar 2.3. Pengaruh suhu pada laju reaksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Penulisan Ilmiah ini penulis akan membahas mengenai kesulitan dalam proses perhitungan penyewaan lapangan dan pembuatan laporan pada sebuah paintball club yang masih

Dan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI menganut teori kreasi, bahwa Allah Swt yang telah menciptakan semua kejadian di alam semesta ini.

204 KM 06 Pasir Pengaraian mengumum kan Rencana Umum Pengadaan (RUP) Barang/ Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2013 seperti tersebut dibawah ini

Hal tersebut disebabkan karena siswa telah percaya diri dengan kemampuannya dalam menyampaikan inisiatif diri sendiri, memperhatikan dan mengikuti pelajaran yang

Selanjutnya pada pukul 18.30 dan 20.00 tim terhalang oleh pohon yang roboh menghalangi jalan, dengan chain saw pohon yang tumbang bisa disingkirkan, perlu waktu 30 menit

Pendekatan prilaku ini digunakan sebagai dasar perancangan karena melihat kondisi mental para wanita hamil bermasalah yang berbeda dengan kondisi wanita hamil pada umumnya,

(RPP) yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D yang menghasilkan RPP matematika dengan model Problem Based Learning dengan metode SQ3R yang

Perbedaan yang cukup besar pada kedua peta kelas potensi erosi dalam merepresentasikan kelas potensi erosi berat disebabkan karena variabel kelas penggunaan lahan yang digunakan