PEMANFAATAN KEMBALI ALUM DARI LUMPUR PROSES PENGOLAHAN AIR DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR DELI TUA PDAM TIRTANADI
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
JONI MULYADI 047022009/TK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Nomor Pokok : 047022009
Program Studi : TEKNIK KIMIA
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia Mersi Suriani Sinaga, ST, MT
Ketua Program Studi, Dekan,
PEMANFAATAN KEMBALI ALUM DARI LUMPUR PROSES PENGOLAHAN AIR DI INSTALASI PENGOLAHAN AIR DELI TUA PDAM TIRTANADI
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik Pada Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh JONI MULYADI
047022009/TK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Lumpur yang dihasilkan dari proses penjernihan air di Instalasi Pengolahan Air Deli Tua PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan alum sebagai koagulan mengandung alum dalam jumlah yang cukup besar. Perolehan kembali alum dari lumpur proses penjernihan air dan memanfaatkannya kembali pada proses penjernihan air, selain dapat mengurangi kebutuhan tawas juga dapat mengurangi volume lumpur yang pada akhirnya dapat mengurangi kebutuhan lahan sebagai tempat pembuangan akhir lumpur. Metodologi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan pengasaman dengan menggunakan dua jenis asam yang digunakan secara terpisah, yaitu asam sulfat 1N dan asam klorida 1N. Alum yang diperoleh kembali dari lumpur digunakan sebagai koagulan pada proses jar test untuk mengetahui efektivitas alum yang diperoleh kembali tersebut sebagai koagulan. Variabel yang digunakan adalah umur lumpur, asam yang digunakan (H2SO4 dan
HCl) serta pH larutan yang divariasikan dalam lima variasi (1; 1,5; 2; 2,5 dan 3). Penelitian dilakukan untuk mengetahui persentase perolehan kembali alum yang dapat diperoleh dengan menambahkan asam sulfat 1N ataupun asam klorida 1N dengan pengaturan pH 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asam sulfat 1N dapat memperoleh kembali alum sebesar 98,2% dengan pengurangan volume lumpur sebesar 16,2%, sedangkan menggunakan asam klorida 1N dapat memperoleh kembali alum sebesar 61,18%, dengan pengurangan volume lumpur sebesar 13,5%. Alum yang diperoleh kembali dari lumpur memiliki efektivitas yang baik sebagai koagulan dengan menurunkan kekeruhan air sebesar 98,4% - 99,7%, dengan kebutuhan alum 1,7 kali kebutuhan alum dari larutan tawas karena konsentrasi alum yang diperoleh kembali sebesar 3,45% sedangkan alum yang dibuat dengan melarutkan tawas memiliki konsentrasi alum sebesar 10%. Penggunaan alum yang diperoleh kembali dari lumpur sebagai koagulan tidak menyebabkan peningkatan kadar logam di dalam air hasil jar test.. Rasio kebutuhan asam adalah 10,4 ton asam sulfat 1N/ton alum yang diperoleh kembali dari lumpur. Pengurangan volume lumpur sebesar 13,97% menambah masa pakai dari tempat pembuangan akhir lumpur selama 7,14 bulan.
ABSTRACT
which had been recovered from the mud. The reduction of 13.97% the mud volume would increase its using period of the mud dump for about7.14 months.
Key words: recovery of alum, reduction of mud volume, alum effectiveness
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu
Wata ’Ala, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Adapun judul tesis ini adalah ”Pemanfaatan Kembali Alum Dari Lumpur Proses
Pengolahan Air Di Instalasi Pengolahan Air Deli Tua PDAM Tirtanadi Provinsi
Sumatera Utara”. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas dan syarat dalam
menempuh ujian Pascasarjana pada Program Magister Teknik Kimia, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr.
Setiaty Pandia selaku ketua komisi pembimbing sekaligus sebagai Ketua Program
Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, saran
waktu serta pemikirannya.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mersi
Suriani Sinaga, ST, MT selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan, bimbingan, saran dan waktu sehingga penulisan
tesis ini dapat diselesaikan.
Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor
Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSME, MSc, DTM & H
menyelesaikan pendidikan Program Magister Teknik Kimia, Dekan Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara, Prof Dr Ir Bustami Syam, MSME, atas kesempatan
untuk mengikuti studi di Program Magister Teknik Kimia, para staf pengajar pada
Program Magister Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
Direktur Utama PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera atas kesempatan dan ijin yang
diberikan untuk melakukan penelitian di Instalasi Pengolahan Air Deli Tua,
rekan-rekan di Instalasi Pengolahan Deli Tua PDAM Tirtanadi, khususnya Bagian
Pengendalian Mutu, atas bantuan yang telah diberikan selama saya melakukan
penelitian, rekan-rekan pegawai PDAM Tirtanadi yang telah memberikan bantuan
saran, pendapat dan dorongan semangat kepada saya dalam penyelesaian studi di
Program Magister Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
rekan-rekan mahasiswa maupun alumni yang telah memberikan dorongan semangat kepada
saya dalam penyeleaian studi di Program Magister Teknik Kimia ini
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada
Ibunda Rosni dan Ayahanda Masri yang telah membesarkan dan mendidik saya
dengan susah payah sehingga saya tumbuh dewasa dan takut akan Tuhan dan menjadi
manusia seutuhnya yang dapat bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan, yang
memberikan dorongan semangat untuk dapat menyelesaikan pendidikan saya di
Program Magister Teknik Kimia ini. Selain itu saya sampaikan juga terima kasih
yang sebesar-besarnnya kepada isteri saya tercinta serta anak-anak yang tersayang
juga kepada adik-adik atas dorongan semangat yang telah diberikan sehingga saya
dapat menyelesaikan tesis ini.
Saya menyadari bahwa hasil penelitian ini belumlah sempurna dan masih
memiliki kekurangan dalam penulisan baik dari segi bahasa maupun penyusunannya.
Untuk itu saya mengharapkan saran-saran dan kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Medan, Desember 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan pada tanggal 5 Desember 1968. Penulis merupakan
anak pertama dan 6 bersaudara dari Pasangan Bapak. Masri dan Ibu Rosni.
Pendidikan SD diselesaikan di SDN 060808 Medan pada tahun 1981, pada
tahun 1984 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Al’Ulum Medan. Pada tahun
1987 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 6 Medan.
Pada tahun 1988 penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik
Lingkungan Fakultas Teknk Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung dan
menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1995. Pada awal tahun 2005 penulis
diterima menjadi mahasiswa Progaram Magister Teknik Kimia.
Pada tahun 1995 penulis bergabung di perusahaan konsultan nasional PT
Indra Karya sebagai Supervisor pada Proyek Pembangunan Sistem Air Minum Kota
Jayapura Irian Jaya. Pada tahun 1996 penulis bergabung sebagai Staf Perencana
Teknik Lingkungadi perusahaan konsultan swasta nasional PT Arkonin Engineering
Manggala Pratama, yang merupakan salah satu anak perusahaan Pembangunan Jaya.
Pada tahun 1999 penulis bergabung di PDAM Tirtanadi dengan posisi awal sebagai
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...6
1.3. Tujuan Penelitian ...6
1.4. Manfaat Penelitian ...6
1.5. Ruang Lingkup ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Umum ... 8
2.1.1. Partikel Tersuspensi ... 9
2.1.2. Partikel Koloid ... 9
2.1.3. Bahan Terlarut ... 9
2.2. Koagulasi dan Flokulasi ... 10
2.3. Lumpur ...14
2.3.2. Lumpur Dari Proses Softening ... 15
2.3.3. Air Dari Backwash Filter ... 17
2.3.4. Lumpur Dari Bak Prasedimentasi ... 18
2.3.5. Perolehan Kembali Alum ...19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...21
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...21
3.2. Bahan dan Alat ... 21
3.2.1. Bahan ...21
3.2.2. Peralatan ...21
3.3. Rancangan Percobaan ...22
3.4. Prosedur Penelitian ... 23
3.4.1. Penetapan Kadar Alum di Lumpur ... 23
3.4.2. Pengambilan Kembali Alum ... 24
3.4.3. Jar Test ... 25
3.5. Analisa Statistik ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...27
4.1. Pengaruh Jenis pH, Jenis Asam dan Umur Lumpur Terhadap Perolehan Kembali Alum ... 27
4.2. Analisa Faktorial Desain Terhadap Persentase Perolehan Kembali Alum ... 33
4.3. Pengaruh pH dan Jenis Asam dan Umur Lumpur Terhadap Pengurangan Berat Lumpur Kering (%) ... 35
4.4. Analisa Faktorial Desain Terhadap Persentase Pengurangan Berat Lumpur Kering... 37
4.5. Penggunaan Alum Yang Diperoleh Kembali Sebagai Koagulan Pada Jar Test ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1. Kesimpulan ... 45
5.2. Saran ... 46
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Hasil Uji TCLP Limbah Lumpur IPA Deli Tua ... 3
1.2. Hasil Uji Limbah Inlet dan Outlet Sludge Lagoon ...4
2.1. Waktu Pengendapan Dari Beberapa Jenis Partikel ... 11
2.2. Produksi lumpur secara teoritis, lb solid/lb kesadahan yang dihilangkan sebagai CaCO3 ... 16
2.3 Konsentrasi Lumpur Dari Proses Softening ... 17
2.4. Data Produksi Lumpur pada Backwash Filter ... 18
4.1. Persentase Perolehan Kembali Alum Menggunakan Adjusted SS ... 34
4.2. Analisa Persentase Pengurangan Berat Lumpur Kering Menggunakan Adjusted SS ... 38
4.3. Perbandingan Dosis Alum Yang Diperoleh Kembali Dari Lumpur (Dengan Penambahan Asam Sulfat 1 N) dengan Larutan Tawas ... 41
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Berbagai Ukuran Partikel (Brault, 1991) ... 9
4.1. Grafik Perolehan Kembali Alum Rata-Rata Dari Lumpur
Proses Penjernihan Air Di IPA Deli Tua ... 27
4.2. Grafik Perolehan Kembali Alum Dari Lumpur Proses
Penjernihan Air Di IPA Deli Tua Dengan Penambahan Asam Sulfat 1N ... 28
4.3. Grafik Perolehan Kembali Alum Dari Lumpur Proses
Penjernihan Air Di IPA Deli Tua Dengan Penambahan Asam Klorida 1N ... 29
4.4. Pengurangan Berat Lumpur Kering Rata-Rata (%) ... 35
4.5. Grafik Perolehan Kembali Alum Dari Lumpur Proses
Penjernihan Air Di IPA Deli Tua Dengan Penambahan Asam Sulfat 1N ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Metoda Analisa ... 51
2 Kebutuhan Asam Dalam Pengaturan pH ... 58
3 Data Hasil Percobaan Perolehan Kembali Alum
Dengan Penambahan H2SO4 1N dab HCl 1N ... 59
4 Data Hasil Percobaan Pengurangan Berat Lumpur
Setelah Ditambah H2SO4 1N DAN HCl 1N ... 61
5 Hasil Jar Test ... 63
6 Tabel Pendosisan Tawas Untuk Proses Pengolahan Air ... 65
7 Hasil Analisa Data Design of Experiment Dengan Metoda
Factorial Menggunakan Program Minitab 15 ... 66
ABSTRAK
Lumpur yang dihasilkan dari proses penjernihan air di Instalasi Pengolahan Air Deli Tua PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan alum sebagai koagulan mengandung alum dalam jumlah yang cukup besar. Perolehan kembali alum dari lumpur proses penjernihan air dan memanfaatkannya kembali pada proses penjernihan air, selain dapat mengurangi kebutuhan tawas juga dapat mengurangi volume lumpur yang pada akhirnya dapat mengurangi kebutuhan lahan sebagai tempat pembuangan akhir lumpur. Metodologi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan pengasaman dengan menggunakan dua jenis asam yang digunakan secara terpisah, yaitu asam sulfat 1N dan asam klorida 1N. Alum yang diperoleh kembali dari lumpur digunakan sebagai koagulan pada proses jar test untuk mengetahui efektivitas alum yang diperoleh kembali tersebut sebagai koagulan. Variabel yang digunakan adalah umur lumpur, asam yang digunakan (H2SO4 dan
HCl) serta pH larutan yang divariasikan dalam lima variasi (1; 1,5; 2; 2,5 dan 3). Penelitian dilakukan untuk mengetahui persentase perolehan kembali alum yang dapat diperoleh dengan menambahkan asam sulfat 1N ataupun asam klorida 1N dengan pengaturan pH 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asam sulfat 1N dapat memperoleh kembali alum sebesar 98,2% dengan pengurangan volume lumpur sebesar 16,2%, sedangkan menggunakan asam klorida 1N dapat memperoleh kembali alum sebesar 61,18%, dengan pengurangan volume lumpur sebesar 13,5%. Alum yang diperoleh kembali dari lumpur memiliki efektivitas yang baik sebagai koagulan dengan menurunkan kekeruhan air sebesar 98,4% - 99,7%, dengan kebutuhan alum 1,7 kali kebutuhan alum dari larutan tawas karena konsentrasi alum yang diperoleh kembali sebesar 3,45% sedangkan alum yang dibuat dengan melarutkan tawas memiliki konsentrasi alum sebesar 10%. Penggunaan alum yang diperoleh kembali dari lumpur sebagai koagulan tidak menyebabkan peningkatan kadar logam di dalam air hasil jar test.. Rasio kebutuhan asam adalah 10,4 ton asam sulfat 1N/ton alum yang diperoleh kembali dari lumpur. Pengurangan volume lumpur sebesar 13,97% menambah masa pakai dari tempat pembuangan akhir lumpur selama 7,14 bulan.
ABSTRACT
which had been recovered from the mud. The reduction of 13.97% the mud volume would increase its using period of the mud dump for about7.14 months.
Key words: recovery of alum, reduction of mud volume, alum effectiveness
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai
secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air
dari mata air. Hal ini juga sangat bergantung kepada jenis batuan yang dilaluinya
selama perjalanan dari hulu sungai hingga muara. Turbiditas air pada umumnya
ditimbulkan oleh:
1. Bahan-bahan tersuspensi di dalam air (ukuran partikel lebih besar dari 1
mikron)
2. Bahan-bahan koloid (ukuran antara 1 milimikron sampai 1 mikron)
Turbiditas yang ditimbulkan oleh bahan-bahan tersuspensi sangat mudah
dihilangkan dengan cara pengendapan. Sedangkan turbiditas yang diakibatkan oleh
bahan-bahan koloid hanya dapat dihilangkan dengan proses koagulasi-flokulasi yang
diikuti dengan proses pengendapan dan penyaringan dengan saringan pasir cepat.
Di dalam air sungai, turbiditas biasanya disebabkan oleh kedua bahan
tersebut, sehingga sebelum masuk pada proses koagulasi-flokulasi, air dialirkan
terlebih dahulu ke bak pre-sedimentasi untuk mengendapkan bahan-bahan
tersuspensi. Endapan bahan tersuspensi tersebut dapat dijadikan bahan timbunan
2
Sedangkan lumpur yang berasal dari proses pemisahan bahan koloid harus
dilakukan terlebih dahulu beberapa proses, seperti proses pengentalan dan
pemisahan cairan dengan padatan. Lumpur yang telah dipisahkan dari cairannya
dapat dibuang ke lokasi landfill.
PDAM Tirtanadi memiliki empat unit Instalasi Pengolahan Air (IPA), yaitu
IPA Sunggal, IPA Deli Tua, IPA Limau Manis dan IPA Hamparan Perak. Selain itu
juga ada 1 unit IPA yang dioperasikan oleh PT Tirta Lyonaise Medan, perusahaan
patungan antara Lyonase des Eaux dengan PDAM Tirtanadi, yang menjual air
produksinya kepada PDAM Tirtanadi dalam bentuk air curah. Di Instalasi
Pengolahan Air (IPA) Deli Tua penanganan lumpur hasil proses pengendapan bahan
koloid menjadi permasalahan yang cukup serius. Saat ini lumpur hasil proses tersebut
dikumpulkan di kolam lumpur yang memiliki volume 4.581,26 m3. Dalam satu hari rata-rata dihasilkan limbah cair sebanyak 8.640 m3 (Dokumen Pengelolaan Lingkungan PDAM Tirtanadi Instalasi Deli Tua, 2004). Di dalam kolam lumpur ini
terjadi proses pemisahan cairan dan padatan, dimana cairannya dibuang ke sungai,
sedangkan padatannya yang mengendap di dasar kolam dipompakan ke tempat
penampungan akhir. Di kolam lumpur juga terjadi proses pengentalan lumpur,
dimana dari Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL) IPA Deli Tua tahun 2004,
diperoleh data konsentrasi padatan lumpur yang masuk ke kolam tersebut rata-rata
adalah 0,035% volume. Pada saat dipompakan ke tempat penampungan akhir
Dari hasil pemeriksaan uji Toxicity Charateristics Leaching Procedure
(TCLP) tahun 2006 terhadap sampel lumpur dari IPA Deli Tua PDAM Tirtanadi
yang dilakukan di laboratorium Pengendalian Dampak Lingkungan Kawasan
Puspitek Serpong diperoleh hasil bahwa lumpur dari IPA Deli Tua tidak mengandung
bahan berbahaya dan beracun (B3) dan radioaktif, sehingga dapat dibuang ke lokasi
landfill atau dijadikan tanah urug. Hasil uji TCLP limbah lumpur IPA Deli Tua dapat
dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Hasil Uji TCLP Limbah Lumpur IPA Deli Tua
Sumber : IPA Deli Tua, PDAM Tirtanadi, 2006
Penampungan akhir lumpur adalah sawah masyarakat di sekitar lokasi IPA
Deli Tua yang disewa untuk masa waktu tertentu. Permasalahan muncul akibat
terbatasnya lahan penampungan akhir yang tersedia. Lahan yang disewa tersebut
memiliki volume 3.250 m3 yang berarti hanya mampu untuk menampung lumpur untuk jangka waktu 51,18 bulan. Sayangnya lokasi yang dapat dijadikan
penampungan akhir lumpur sangat terbatas. Untuk itu perlu dibuatkan suatu strategi
yang baru di dalam mengatasi permasalahan pembuangan lumpur ini.
No Parameter Satuan Metode Uji Limit Deteksi Hasil Analisis
1 Kadmium, Cd mg/L US EPA D1311 0,006 < 0,006
2 Kromium, Cr mg/L US EPA D1311 0,02 < 0,02
3 Tembaga, Cu mg/L US EPA D1311 0,02 < 0,02
4 Timbal, Pb mg/L US EPA D1311 0,06 < 0,06
5 Seng, Zn mg/L US EPA D1311 0,01 0,06
6 Arsen, As mg/L US EPA D1311 4 8,56
4
Salah satu alternatif bagi kondisi ini adalah dengan cara untuk memperoleh
kembali alum yang terdapat di dalam lumpur, sehingga selain memperoleh kembali
alum yang dibutuhkan di dalam proses penjernihan air sebagai koagulan, dapat juga
mengurangi volume lumpur yang dibuang. Kualitas limbah inlet dan outlet sludge
lagoon di IPA Deli Tua dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Hasil Uji Limbah Inlet dan Outlet Sludge Lagoon
No Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Uji
Lingkungan Inlet Outlet
A. Fisika
1 Temperatur oC 38 27,1 27
2 Kekeruhan NTU - 1540 65,2
3 Zat Padat Terlarut mg/ L 2000 81,4 80,1
4 Zat Padat Tersuspensi mg/ L 200 986 64,7
B. Kimia
1 Ammonia Bebas (NH3N) mg/ L 1 0,35 0,22
2 Besi Terlarut mg/ L 5 0,62 0,559
3 Kesadahan (CaCO3) mg/ L 59,76 60,76
4 Kromium (Cr+6) mg/ L 0,1 0,035 0,027
5 Mangan Terlarut (Mn) mg/ L 2 0,184 0,206
6 Nitrat (sebagai No3.N) mg/ L 20 0,05 0,05
7 Nitrit (sebagai No2.N) mg/ L 1 0,000 0,000
8 pH 6,0 - 9,0 6,76 6,80
Satwika Desantina, 2008, dari Institut Teknologi Surabaya meneliti
Taman Tirta Sidoarjo dengan menambahkan asam sulfat dan memperoleh kembali
alum dari lumpur sisa proses sedimentasi sebesar 78,84% dan dari lumpur sisa proses
filtrasi sebesar 76,02%. (http://digilib.its.ac.id/detil.php?id= 2545, tahun 2010).
Goldman dan Watson (1975), menyebutkan bahwa pemanfaatan kembali
alum dari lumpur memberikan sumbangan terhadap pengurangan biaya operasi IPA,
dimana alum tersebut dapat dipergunakan kembali di dalam proses
koagulasi-flokulasi dengan mengurangi volume lumpur hasil pemisahan bahan-bahan koloid
dari air sungai sampai 90%. Dalam percobaan ini asam yang digunakan adalah asam
sulfat.
Dari percobaan pemanfaatan kembali alum yang dilakukan oleh Water
Resources Departement City of Durham, North Carolina tahun 1985, secara
keseluruhan volume lumpur dapat dikurangi sebesar 75%. Pada percobaan ini juga
menggunakan asam sulfat.
Jika hal tersebut di atas dapat diterapkan di IPA Deli Tua, kemungkinan biaya
pembelian tawas dapat dikurangi, selain volume lumpur yang harus dibuang menjadi
berkurang. Saat ini kebutuhan tawas di IPA Deli Tua rata-rata sebesar 130 ton setiap
bulannya dengan harga rata-rata Rp 1.750,- (seribu tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah,-) untuk setiap kilogram tawas.
Selain Aluminium sulfat, Aluminium klorida juga digunakan sebagai koagulan
pada proses pengolahan air bersih dan air limbah (Beddow, 2010). Direncanakan
pada percobaan ini selain menggunakan asam sulfat dalam proses pengambilan
6
perbandingan tingkat perolehan kembali alum dengan menggunakan kedua jenis asam
ini. Selain itu juga dapat dilakukan perbandingan efektifitas koagulan yang dihasilkan
di dalam proses penjernihan air.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat dibuatkan suatu rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Asam mana yang lebih efektif digunakan untuk memperoleh kembali
alum dari lumpur yang dihasilkan dari proses penjernihan air di IPA
Deli Tua, H2SO4 atau HCl.
2. Seberapa efektif alum yang diperoleh kembali dari lumpur tersebut
digunakan sebagai koagulan pada proses penjernihan air dibandingkan
alum dari larutan tawas.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui persentase alum yang diperoleh kembali dari lumpur yang
dihasilkan pada proses penjernihan air di IPA Deli tua, untuk
masing-masing proses dengan penambahan asam sulfat dan asam klorida .
2. Mengetahui efektifitas alum yang dihasilkan pada butir 1 di atas dalam
proses koagulasi-flokulasi dibandingkan dengan larutan alum yang
dibuat dengan cara melarutkan tawas di dalam air.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bahan masukan berupa informasi teknologi alternatif dalam
pengelolaan lumpur proses penjernihan air.
2. Bahan masukan bagi IPA Deli Tua PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera
Utara dalam mengatasi keterbatasan lahan penampungan akhir lumpur.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium IPA Deli Tua PDAM Tirtanadi. Bahan
yang digunakan adalah lumpur yang dihasilkan dari proses penjernihan air di IPA
Deli Tua yang diambil pada saluran pembuangan lumpur ke kolam penampungan
lumpur. Lumpur yang dibuang melalui saluran pembuangan lumpur ini merupakan
campuran lumpur yang berasal dari unit clarifier dan filtrasi.
Variabel yang diamati adalah:
1. Umur lumpur 1, 2 dan 3 hari, yang diambil dalam waktu bersamaan
2. Asam yang digunakan H2SO4 1 N dan HCl 1N
3. pH larutan 1; 1,5; 2,; 2; 2,5; 3
Parameter uji adalah konsentarasi alum yang berhasil diperoleh kembali dari
lumpur dan efektifitas alum tersebut sebagai koagulan. Untuk mengetahui efektifitas
alum yang diperoleh kembali dari lumpur, dilakukan pembandingan hasil jar test
yang menggunakan alum yang diperoleh kembali dari lumpur dengan hasil jar test
yang menggunakan alum dari larutan tawas dengan dosis dimulai dari 30 ppm atau
disesuaikan dengan turbiditas air baku hingga diperoleh dosis optimum dalam hal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi manusia terdiri
dari:
1. Air hujan
2. Air permukaan
3. Air tanah
Dari ketiga jenis air tersebut, jenis air yang dapat langsung dikonsumsi
manusia adalah air hujan dan air tanah dengan kriteria tertentu. Air permukaan tidak
dapat langsung dikonsumsi karena rentan terhadap penyebaran penyakit bawaan air
(water borne disease)(Darmasetiawan, 2001).
Kontaminan utama terhadap air adalah zat padat dan mineral yang terikut di
dalamnya. Selain itu apabila air melalui permukaan tanah dengan tingkat organik
yang tinggi, seperti tanah gambut, maka kandungan organik akan tinggi. Demikian
pula apabila air tercemar oleh limbah atau dipakai sebagai media berkembang biak
mahluk hidup seperti ikan, maka kualitas air akan ikut tercemar.
Air yang dijumpai di alam maupun yang telah diolah tidak pernah dalam kead
aan murni. Bahan pencemar yang dikandung oleh air dibagi kedalam tiga kelompok,
bentuk padat, bentuk cair atau gas yang dibagi berdasarkan ukuran masing-masing ba
Gambar 2.1 Berbagai Ukuran Partikel (Brault, 1991)
2.1.1. Partikel Tersuspensi
Jenis ini mungkin berasal dari mineral (pasir, clay dan lain-lain) atau bahan
organik (produk yang dihasilkan dari dekomposisi tanaman atau hewan). Selain itu
mikroorganisme seperti plankton, algae dan virus juga termasuk kedalam suspended
solid. Bahan-bahan ini masing-masing menyebabkan timbulnya turbiditas dan warna.
2.1.2. Partikel Koloid
Mempunyai ukuran partikel kurang dari 1 mikron. Partikel koloid merupakan
suspended solid seperti disebutkan di atas, tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil
dan kecepatan pengendapan yang sangat lambat. Bahan ini juga menimbulkan
turbiditas dan warna pada air.
2.1.3. Bahan Terlarut
Memiliki ukuran kurang dari beberapa nanometer. Jenis ini biasanya terdiri
dari kation dan anion. Bagian dari bahan organik juga dapat terlarut. Terdapat juga
gas seperti gas O2, CO2, H2S.
Dissolved matter Colloidal matter
10
Untuk menghilangkan zat padat dan mineral yang tersuspensi di dalam air
serta menghilangkan terjadinya penyebaran penyakit melalui air, perlu dilakukan
beberapa tahapan proses pengolahan air seperti koagulasi-flokulasi, sedimentasi,
filtrasi dan disinfeksi.
2.2. Koagulasi dan Flokulasi
Peoses koagulasi-floulasi merupakan suatu fasilitas untuk menghilangkan
partikel padat yang tersuspensi (SS) dan koloid di dalam air. Dalam rangka
menghilangkan bahan tersuspensi dan partikel koloid, dimana masing-masing bahan
membutuhkan pengolahan yang spesifik.
Pada Tabel 2.1. berikut dapat dilihat bahwa semakin kecil ukuran partikel
semakin besar area yang ditempatinya. Koloid memiliki luas permukaan yang sangat
besar per unit volumenya. Dikarenakan luas permukaannya yang besar menyebabkan
koloid cenderung mengadsorpsi substansi, seperti molekul air dan ion dari
sekitarnya. Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami
dan faktor luas permukaan merupakan faktor yang paling menentukan. Faktor ini
menentukan kestabilan suspensi koloid. Partikel koloid mengalami dua gaya
utama, yaitu:
1. Gaya Van del Waals, yang berhubungan dengan struktur dan bentuk
koloid dan jenis medium (EA)
2. Gaya repulsive eletrostatis, yang berhubungan dengan muatan
Tabel 2.1. Waktu Pengendapan Dari Beberapa Jenis Partikel
Diameter
Partikel Waktu Pengendapan Luas Spesifik
Mm mm
Kestabilan suspensi koloid tergantung pada kesetimbangan antara Gaya Van der
Waals dan gaya repulsive elektrostatis. Untuk membentuk penggumpalan
koloidharus dilakukan upaya untuk mengurangi gaya repulsive elektrostatik, yaitu
dengan menambahkan koagulan.
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses penambahan bahan kimia
pembentuk flok kedalam air untuk menggabungkan partikel koloid yang tidak dapat
mengendap dan partikel tersuspensi yang mengendap dengan lambat untuk
menghasilkan flok yang dapat mengendap dengan cepat.
Dalam proses koagulasi-flokulasi menurut Mysels (1959), partikel koloid
hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui
sifat adsorbsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif.
Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ion-ion
bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan Stern) mengelilingi
12
lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua (lapisan difus). Kedua lapisan
tersebut bersama-sama menyelimuti partikel-partikel kolid dan membuatnya manjadi
stabil. Partikel-partikel koloid dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell
(1991) cenderung tidak mau bergabung satu sama lainnya membentuk flok-flok
berukuran lebih besar, sehingga tidak dapat dihilangkan dengan proses sedimentasi
ataupun filtrasi.
Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid
bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke
dalam koloid. Dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat bergabung
satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflok yang telah terbentuk
dengan dibantu pengadukan lambat mengalami penggabungan satu sama lain
menghasilkan makroflok (flokulasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan
dengan cara pengendapan dan filtrasi (Eckenfelder, 2000).
Potensial zeta berhubungan dengan muatan partikel dan ketebalan lapisan
ganda. Ketebalan lapisan ganda tergantung pada konsentrasi ion di dalam cairan,
semakin besar konsentrasi ion maka semakin kecil ketebalan lapisan ganda yang
berarti semakin rapat muatan. Potensial zeta sering digunakan sebagai suatu ukuran
stabilitas partikel koloid karena semakin tinggi potensial zeta semakin stabil partikel
koloid. Menurut Darmasetiawan (2001), terdapat dua jenis bahan koagulan yang
umum digunakan di dalam proses penetralan koloid, yaitu koagulan garam logam dan
1. Aluminium sulfat atau tawas (Al2 (SO4) 3.14H2O)
2. Feri Chloride (FeCl3)
3. Fero Chloride (FeCl2)
4. Feri Sulfat (Fe2 (SO4) 3)
Sedangkan menurut Beddow (2010) bahwa koagulan aluminium selain aluminium
sulfat, termasuk juga aluminium klorida.
Koagulan yang umum digunakan adalah Aluminium sulfat atau dalam bahasa
pasarnya disebut tawas. Sedangkan feri chloride dan fero sulfat juga merupakan
koagulan yang baik, tetapi jarang digunakan pada proses pengolahan air minum di
Indonesia karena alasan harga yang lebih tinggi.
Pembentukan metal hidroksida menyebabkan produksi lumpur dalam jumlah
yang cukup besar. Lumpur ini harus dipisahkan pada proses pemisahan lumpur dari
air dan dibuang ke tempat pembuangan akhir lumpur.
Koagulan polimer merupakan koagulan sintetis yang telah banyak digunakan
di pasaran, seperti:
1. Poly aluminium chloride (PAC)
2. Chitosan
3. Curie flok
Koagulan sintetis yang banyak digunakan adalah PAC yang merupakan
14
sebagai koagulan aid karena memiliki sifat kelarutan di dalam air yang lebih baik dan
tingkat pembentukan flok yang lebih baik.
Perbedaan kedua jenis koagulan ini adalah bahwa koagulan garam logam
mengalami proses hidrolisa di dalam air, sedangkan koagulan polimer tidak.
2.3. Lumpur
Menurut Culp dan Williams (1993) terdapat beberapa jenis lumpur yang
dihasilkan dari proses pengolahan air minum, seperti lumpur koagulan, lumpur dari
proses softening, air dari proses backwash filter dan lumpur pre sedimentasi.
2.3.1. Lumpur Koagulasi
Koagulan kimia dan porses flokulasi secara luas digunakan di dalam
pengolahan air untuk menghilangkan clay, lumpur, partikel koloid. Aluminum sulfat
merupakan koagulan yang paling banyak digunakan di dalam proses pengolahan air
minum.
Lumpur alum memiliki volume yang besar, karena tidak dapat di padatkan.
Alum berbentuk lumpur gelatin yang terkonsentrasi 0,5 sampai 2 persen (5000
sampai 20.000 mg/L) pada bak sedimentasi (Culp dan Williams, 1993). Alum (Al2
(SO4)3.14H2O) ketika dimasukkan ke dalam air akan membentuk aluminium
hidroksida (Al(OH)3). Untuk setiap kilogram alum yang ditambahkan ke dalam air
akan menghasilkan 0,26 kg aluminium hidroksida.
Lin dan Green (1987) menyebutkan bahwa lumpur alum kemungkinan
mikroorganisme termasuk alga dan plankton serta bahan organik dan anorganik
lainnya yang terdapat di air baku. Lumpur alum umumnya mudah mengendap, tetapi
dapat di keringkan dengan mudah. Walaupun lumpur alum memiliki BOD5 dan COD
yang tinggi, biasanya tidak mengalami terjadinya dekomposisi aktif ataupun
menyebabkan terjadinya kondisi anaerobik.
Kandungan padatan tersuspensi di dalam air baku biasanya dinyatakan di
dalam unit turbiditas (NTU). Tidak ada korelasi yang absolut antara unit turbiditas
dengan berat kering dari total padatan tersuspensi. Berdasarkan observasi diperoleh
perbandingan antara TSS dan NTU beravariasi antara 0,5 sampai 2,5, dengan
perbandiangan tipikal antara 1 sampai 2. (Culp dan Williams, 1993).
2.3.2. Lumpur Dari Proses Softening
Bahan kimia yang digunakan untuk proses lime softening termasuk quicklime
(CaO), hydrated lime (Ca(OH)2), soda ash (Na2CO3) dan sodium hydroxide (NaOH).
Lumpur yang dihasilkan dari proses lime softening terdiri dari calcium carbonate
(CaCO3) dan magnesium hydroxide (Mg(OH)2) yang merupakan kontrol dari reaksi
penghilangan kesadahan.
Jika diasumsikan bahwa lumpur yang terbentuk dari hasil penghilangan
kesadahan berasal dari kesadahan karbonat yang dihilangkan dengan kapur, maka
jumlah lumpur yang dihasilkan dapat dihitung dengan mempergunakan formula 2.1
berikut (Culp dan Williams, 1993)
16
S = lumpur yang dihasilkan (kg/hari)
Q = debit air baku (m3/detik)
Ca = kesadahan kalsium yang dihilangkan (sebagai CaCO3, mg/l)
Mg = kesadahan magnesium yang dihilangkan (sebagai MgCO3, mg/l)
86,4 = konstanta yang digunakan dalam metrik unit
Secara teoritis jumlah produksi lumpur dari penghilangan kesadahan dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Produksi Lumpur Secara Teoritis Dari Penghilangan Kesadahan Sebagai CaCO3
Calcium Magnesium Calcium Magnesium
Kapur dan
Dari survey yang dilakukan oleh AWWA Sludge Disposal Committee
terhadap hasil analisa informasi dari 84 Instalasi Pengolahan Air (IPA), konsentrasi
padatan tersuspensi (SS) yang dihasilkan dari bak sedimentasi bervariasi, seperti yang
tertera pada tabel 2.3.
Volume produksi lumpur rata-rata 1.87% dari kapasitas produksi air rata-rata
Tabel 2.3 Konsentrasi Lumpur Dari Proses Softening
Konsentrasi Partikel tersuspensi, % Persentase di Pengolahan Air
< 5, rata-rata 2.4 52
5 - 10 24
11 - 15 11
16 - 25 6
>25 7
Sumber: Culp dan Williams, 1993
2.3.3. Air Dari Backwash Filter
Air backwash filter mengandung sedikit kandungan lumpur, umumnya
konsentrasi bervariasi antara 10 mg/L sampai 200 mg/L (Culp dan Williams, 1993).
Hal ini juga dipengaruhi oleh turbiditas air yang masuk ke filter, semakin tinggi
turbiditas air yang masuk ke filter, maka pada saat backwash akan semakin tinggi
kandungan lumpurnya. Menurut Culp dan Williams (1993) saringan pasir cepat (rapid
sand filter) mampu menerima air dengan turbiditas 5 NTU dengan efisiensi
penyaringan mencapai 90%. Kandungan lumpur dari air backwash filter dapat
berbeda-beda antara satu IPA dengan IPA lainnya, tergantung pada kualitas air baku,
efisiensi dari pengolahan awal dan lamanya penggunaan filter dan siklus backwash.
Pada Tabel 2.4. berikut dapat dilihat produksi lumpur pada proses backwash filter dan
18
Tabel 2.4. Data Produksi Lumpur pada Backwash Filter
Produksi Lumpur Konsentrasi Lumpur Instansi Pengolahan Air
lb/MG Kg/Mm3 mg/L
Birmingham, AL
- Shade Mountain 5 0,6 15
- Putnam 2 0,24 7
- Western 0,5 0,06 3
- H. Y. Carson 0,5 0,06 7
Monroe County, NY
- Rochester 20 2,4 160
- Monroe County Water
Authority
24 2,9 120
- Eastman Kodak Co 22 2,6 100
Sumber: Culp dan Williams, 1993
2.3.4. Lumpur Dari Bak Prasedimentasi
Sebagian sungai membawa partikel tersuspensi dalam jumlah banyak terdiri
dari lumpur, pasir yang memiliki volume dan berat yang besar sehingga dapat
mengendap secara gravitasi tanpa penambahan koagulan.
Jumlah lumpur yang mengendap pada bak prasedimentasi merupakan fungsi
dari jumlah dan jenis material padat yang terdapat pada air sungai. Jumlah lumpur ini
Jumlah padatan yang mengendap di dasar tabung merupakan gambaran dari jumlah
lumpur yang terdapat di air baku.
2.3.5. Perolehan Kembali Alum
Perolehan kembali alum dari lumpur yang diproduksi dalam proses
koagulasi-flokulasi telah dipelajari sejak tahun 1950. Perolehan kembali alum
tersebut melalui proses thickening, penurunan pH dengan penambahan asam dan pemisahan aluminium terlarut (dalam bentuk aluminium sulfat) dengan cara dekantasi
dari lumpur. Perolehan kembali alum melalui proses asidifikasi dengan asam sulfat
memiliki persamaan reaksi 2.1 sebagai berikut:
2Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6H2O ...(2.1)
Dari persamaan reaksi diatas, sekitar 1,9 gr asam sulfat dibutuhkan untuk setiap gram
lumpur yang diolah. Culp dan Williams, (1993) menyimpulkan bahwa perolehan
kembali alum secara maksimal terjadi pada nilai pH antara 1,4 dan 2,6. King dkk
(1975) menyimpulkan bahwa perolehan kembali alum dengan hasil maksimal terjadi
pada nilai pH antara 1,5 dan 2,5. Sedangkan Mohd. Firdaus (2006) menyimpulkan
bahwa perolehan kembali alum dengan hasil maksimal diperoleh pada pH 2,5.
Perolehan kembali alum dari lumpur proses penjernihan air ini berbanding terbalik
dengan pH, dimana semakin kecil pH akan memberikan hasil perolehan kembali alum
yang semakin besar (King dkk, 1975).
Jika aluminium hidroksida di tambahkan asam klorida akan terbentuk
20
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O ...(2.2)
Selain untuk dimanfaatkan kembali alumnya, lumpur yang dihasilkan dari
proses penjernihan air juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanaman puring,
seperti yang dilakukan oleh Tri Atmojo Sukomulyo yang meneliti kemungkinan
pemanfaatan lumpur dari instalasi pengolahan air IPA Jurug di Kota Surakarta
sebagai media tanaman puring (Codiaeum variegatum)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium IPA Deli Tua PDAM Tirtanadi
Provinsi Sumatera Utara, dimulai dari Bulan Agustus 2010 sampai November 2010.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur yang
diproduksi dari hasil proses pengolahan air di IPA Deli Tua PDAM Tirtanadi
Provinsi Sumatera Utara. Lumpur diambil pada pipa pembuangan lumpur ke kolam
penampungan lumpur, yang merupakan saluran pembuangan campuran dari lumpur
yang berasal dari unit clarifier dan filtrasi. Bahan analisis dan pembantu yang
digunakan untuk keperluan analisa parameter percobaan adalah sebagai berikut:
1. H2SO4 konsentrasi 1 N
2. HCl, konsentrasi 1N
3. Kertas saring Whatman No. 42
4. Larutan tawas 10%
5. Aquadest
3.2.2. Peralatan
Peralatan utama yang digunakan adalah:
22
2. Peralatan jar test
3. Turbidity meter Hach 2100 P
4. pH meter Hach Sens Ion 156
5. Oven
6. Desikator
7. Beaker glass 1 liter
8. Beaker glass 100 mL
9. Labu takar 100 mL
10. Pipet 1 ml, 10 mL
11. Elektronik balance Sartorius
12. Spektrofotometer HACH P 2800
3.3. Rancangan Percobaan
Pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan terdiri dari dua tahapan, yaitu:
Tahap 1, Perolehan kembali alum dengan penambahan 1 N H2SO4 menggunakan
beberapa variasi nilai pH (pH pencampuran lumpur dan asam) terdiri dari 1; 1,5; 2;
2,5 dan 3. Kondisi yang sama dilakukan dengan menggunakan 1 N HCl.
Penelitian Tahap 1 ini dirancang dengan menggunakan rancangan percobaan
faktorial tanpa pengacakan, untuk mendapatkan kombinasi level dari tiap-tiap
perlakuan (faktor) dalam setiap satuan percobaan. Percobaan ini menggunakan 3(tiga)
faktor sebagai variabel bebas dengan 3 replikasi. Adapun variabel yang digunakan di
adalah:
1. Asam yang digunakan : 2 level (H2SO4 dan HCl)
2. Umur lumpur : 3 level (1 hari, 2 hari, 3 hari)
3. pH campuran padatan dan asam : 5 level (1; 1,5; 2; 2,5;3)
Dengan menggunakan rancangan faktorial untuk 3 variabel dengan 3 replikasi, maka
akan didapatkan jumlah satuan percobaan sebanyak 2 x 3 x 5 x 3 = 90 satuan
percobaan. Seluruh kombinasi level dari setiap variabel pada seluruh satuan
percobaan tersebut didapatkan dengan menggunakan program Minitab Realease 15.
Tahap 2, Hasil perolehan kembali alum dari lumpur yang paling tinggi digunakan sebagai koagulan pada proses jar test dengan menggunakan beberapa variasi dosis
sehingga diperoleh dosis yang optimal, dimulai dari dosis yang biasa digunakan pada
IPA Deli Tua (Lampiran D halaman 71). Hasil tersebut kemudian dibandingkan
dengan proses jar test yang menggunakan larutan alum yang dibuat dengan
melarutkan tawas yang dibeli dari pabrik.
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1 Penetapan kadar Alum di lumpur
Untuk menetapkan kadar alum di lumpur lakukan prosedur penelitian berikut:
1. Tambahkan sampel dengan asam nitrat sampai pH mencapai dibawah 2.
2. Pindahkan 1 mL sampel tersebut ke dalam beaker glass 100 mL,
tambahkan 3 mL asam nitrat.
3. Panaskan beaker glass sampai sampel hampir kering, jangan sampai
24
4. Dinginkan beaker glass dan tambahkan kembali 3 mL asam nitrat, tutup
beaker glass dengan penutup kaca dan panaskan kembali sampai
sampel hampir kering.
5. Tambahkan 25 mL HCl 1:1
6. Hangatkan beaker glass dan tambahkan 5 mL larutan NaOH.
7. Pindahkan sampel ke dalam beaker glass ukuran 500 mL tambahkan
aquadess sampai volumenya mencapai 500 mL sambil diatur pH
mencapai 4
8. Periksa kandungan alum yang terdapat di sampel dengan menggunakan
alat spektrofotometer HACH tipe P 2800
3.4.2 Perolehan Kembali alum
Perolehan kembali alum dari lumpur dapat dianalisa dengan prosedur berikut:
1. Ukur TSS dari sampel yang diambil dari saluran inlet lumpur ke sludge lagoon.
2. Bagikan sampel tersebut ke dalam tiga wadah dan beri label 1 hari, 2
hari dan 3 hari.
3. Ambil sampel yang berlabel 1 hari.
4. Pisahkan lumpur dari cairannya dan dikeringkan di dalam oven dengan
temperature 105oC selama 1 jam, periksa kadar alum di dalam padatan. 5. Padatan yang telah dikeringkan dicampurkan dengan asam sulfat 1 N
dengan 5 variasi pH campuran, 1;1,5;2;2,5 dan 3
pada supernatan dengan cara berikut:
7. Pipet 0,01 mL sampel dan encerkan menjadi 50 mL
8. Tambahkan ascorbic acid 1 pillow, aduk sampai larut, kemudian
tambahkan aluver 3 reagent dan aduk sampai larut hingga larutan
berwarna merah, biarkan selama 3 menit.
9. Larutan dibagi 2 bagian dan masukkan masing-masing 25 mL ke cuvet.
Cuvet 1 sebagai blanko ditambahkan bleaching 3 reagent lalu diaduk
selama 30 detik, biarkan selama 15 menit.
10. Ukur cuvet 1 (blanko) pada alat spektrofotometer HACH P2800.
Tetapkan nilai 0 (nol) pada alat spektrofotometer, kemudian masukkan
cuvet kedua ke dalam spektrofotometer, catat hasilnya
11. Ulangi kegiatan g sampai j untuk seluruh sampel.
12. Ulangi kegiatan e dan f untuk pencampuran asam klorida
13. Ulangi kegiatan d sampai g untuk sampel umur lumpur 2 dan 3 hari
3.4.3. Jar Test
Prosedur pelaksanaan jar test adalah sebagai berikut:
1. Isikan pada keenam buah beaker glass masing-masing dengan 500 ml
sampai air baku.
2. Turunkan agitator Jar test, aktifkan alat dan atur putaran pada 140
rpm
26
3. Injeksi masing-masing beaker glass dengan variasi dosis tawas yang
diinginkan berdasarkan perhitungan.
4. Perhatikan kecepatan pembentukan flok, tingkat turbiditas secara visual.
5. Atur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat selama 10 menit.
6. Matikan alat, angkat agitator, diamkan selama 20 menit untuk proses
pengendapan.
7. Perhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah
flok yang mengendap dan melayang serta turbiditas air
8. Periksa dan catat turbiditas serta pH air masing-masing konsentrasi.
9. Tentukan dosis/konsentrasi yang terbaik berdasarkan turbiditas dan pH
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
3.5. Analisa Statistik
Hasil analisa parameter respon yang diamati kemudian dituliskan dalam
bentuk efisiensi yaitu persentase alum yang dipulihkan dari lumpur proses
pengolahan air di IPA Deli Tua. Pada analisis data akan dilihat keseluruhan pengaruh
utama dari tiap faktor maupun pengaruh interaksi antar faktor. Data hasil analisa
respon juga akan dipresentasikan dalam bentuk grafik untuk melihat level optimum
dari setiap perlakuan yang diberikan. Keseluruhan proses ini dilakukan dengan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Jenis pH, Jenis Asam dan Umur Lumpur Terhadap Perolehan Kembali Alum.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan oleh
gambar 4.1.
Pada Gambar 4.1. dapat dilihat pengaruh variabel pH dan jenis asam dan
umur lumpur yang digunakan di dalam proses untuk memperoleh kembali alum dari
lumpur proses penjernihan air di IPA Deli Tua, dimana dari seluruh hasil percobaan Gambar 4.1. Grafik Perolehan Kembali Alum Rata-Rata Dari Lumpur Proses
28
yang ada menunjukkan perolehan kembali alum semakin besar pada kondisi pH yang
semakin rendah. Hal ini dapat dijelaskan dengan persamaan reaksi berikut:
2Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6H2O ...(4.1)
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O ...(4.2)
Pada persamaan reaksi (1), jika ditambahkan asam sulfat 1N, maka kesetimbangan
reaksi akan bergeser ke kanan, dimana jumlah aluminium sulfat yang terjadi akan
semakin besar. Begitu juga pada persamaan reaksi (2), jika ditambahkan asam klorida
1N, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan, dimana jumlah aluminium
klorida yang terbentuk akan semakin besar. Semakin banyak ditambahkan
asam, baik asam sulfat maupun asam klorida, akan mengakibatkan semakin rendah
pH.
Untuk melihat hasil maksimal perolehan kembali alum dari lumpur proses
penjernihan air di IPA Deli Tua dapat dilihat pada Gambar 4.2. dan 4.3.
Dari Gambar 4.2. dan 4.3. dapat dilihat bahwa pada percobaan ini hasil
maksimal perolehan kembali alum terjadi pada pH 1 sebanyak 2.676 mg/L atau
98,2% dari kandungan alum yang terdapat pada lumpur sebesar 2.725 mg/L dengan
penambahan asam sulfat 1 N sebanyak 32,3 mL (Lampiran B Sampel 2 Umur 1 hari,
halaman 64,). Sedangkan penggunaan asak klorida 1 N memberikan hasil perolehan
kembali alum maksimal sebesar 1.470 mg/L atau 59,39% dari kandungan alum yang
terdapat pada lumpur sebesar 2.475 mg/L dengan penambahan asam klorida 1 N
sebanyak 19,5 mL (Lampiran B Sampel 1 Umur 2 hari, halaman 64). Hasil rata-rata
perolehan kembali alum dapat dilihat pada Gambar 4.1. dimana untuk penambahan
asam sulfat 1 N memberikan perolehan kembali alum rata-rata sebesar 2.099 mg/L
atau sebesar 66,45% pada kondisi pH 1 dan dengan penambahan asam klorida 1 N
memberikan hasil perolehan kembali alum sebesar 1.312 mg/L atau sebesar 41,53%
pada kondisi pH 1. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Goldman dan Wattson
(1975) dan King dkk (1975) bahwa alum dapat diperoleh kembali secara maksimal Gambar 4.3. Grafik Perolehan Kembali Alum Dari Lumpur Proses Penjernihan Air
30
pada kondisi pH < 2, hanya saja Goldman dan Wattson (1975) menyebutkan kondisi
maksimal perolehan kembali alum terjadi pada pH 1,4 sedangkan King dkk (1975)
menyebutkan kondisi maksimal perolehan kembali alum terjadi pada pH 1,5.
Dari Gambar 4.1. dapat dilihat juga bahwa alum yang diperoleh kembali
dengan penambahan asam sulfat 1N lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan
asam klorida 1N. Hal ini dapat dijelaskan dengan persamaan stochiometri dari
persamaan reaksi 4.3 berikut :
2Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6H2O ...(4.3)
Dari data percobaan diketahui bahwa kandungan Al3+ yang terdapat lumpur kering adalah 4,225 mg/L (Lampiran C Sampel 1 umur 1 hari, halaman 65). Lumpur kering
ini kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambah aquades dan
diatur pH nya mencapai 1. Jadi kandungan Al3+ yang terdapat di dalam larutan tersebut adalah 4,225 x 100/1000 = 0,4225 g. Dari persamaan reaksi 4.4 berikut
Al3+ + 3OH- Al(OH)3 ...(4.4)
diperoleh 0,42/27 = 0,0156 mol Al3+ , kemudian dari percobaan diperoleh kebutuhan asam sulfat untuk pengaturan pH menjadi 1 adalah 31 mL H2SO4 1N
2Al(OH)3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 6H2O
A 0,0156 mol 0,062 mol
R 0.0156 mol 0,022 mol 0,0075 mol + 0,045 mol
S 0 0,040 mol 0,0075 mol + 0,045 mol
Jumlah Al2(SO4)3 yang terbentuk adalah sebanyak 0,0075 mol. Pada kondisi ini asam
Sedangkan untuk penggunaan asam klorida memenuhi persamaan reaksi 4.5
sebagai berikut:
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 6H2O ...(4.5)
Asam klorida yang dibutuhkan untuk mengatur pH menjadi 1 adalah sebanyak 15,8
ml HCl 1N.
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 6H2O
A 0,015 mol 0,0158 mol
R 0.005 mol 0,0158 mol 0,005 mol + 0,03 mol
S 0,010 mol 0 mol 0,005 mol + 0,03 mol
Jumlah AlCl3 yang terbentuk adalah sebanyak 0,005 mol. Pada kondisi ini
asam klorida merupakan pembatas reaksi.
Dari kedua persamaan reaksi tersebut dapat dilihat bahwa AlCl3 yang
dihasilkan sebanyak 0,005 mol sedangkan Al2(SO4)3 yang dihasilkan sebanyak
0,0075 mol. Jadi dengan penambahan alum sulfat 1N sebanyak 31 mL akan
memperoleh alum kembali lebih banyak dibandingkan menggunakan asam klorida
1N sebanyak 15,8 mL.
Pada gambar 4.1. di atas dapat dilihat bahwa penambahan asam sulfat 1N
pada lumpur yang berumur 1 hari memberikan hasil perolehan kembali alum yang
paling tinggi. Hal ini berlaku untuk kondisi pH 1 dan 1,5 sedangkan pada kondisi pH
2 dan 2,5 menunjukkan bahwa umur lumpur 3 hari dengan penambahan asam sulfat
1N memberikan hasil yang lebih tinggi dari sampel yang berumur 1 dan 2 hari.
Sedangkan pada kondisi pH 3 sampel yang berumur 2 hari menunjukkan hasil yang
32
Kondisi ini juga terjadi pada penambahan asam klorida 1N, walaupun secara
keseluruhan memiliki hasil perolehan kembali alum yang lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan asam sulfat 1N, hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
memiliki pola yang hampir sama dengan hasil yang ditunjukkan pada penambahan
asam sulfat 1N. Pada sampel yang berumur 1 hari, terlihat hasil yang paling tinggi
diperoleh pada pH 1 dan 1,5, pada pH 2,5 sampai 3 sampel yang berumur 3 hari
menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang berumur 1
dan 2 hari.
Kondisi yang sama dapat juga dilihat pada Gambar 4.2. dan Gambar 4.3.
dimana terjadi ketidakkonsistenan hasil perolehan kembali alum yang ditunjukkan
oleh variabel umur lumpur.
Hal lain yang dapat dilihat pada Lampiran C (halaman 65 – 66) adalah
kandungan alum pada lumpur yang berumur satu hari lebih besar dari kandungan
alum pada lumpur yang berumur dua hari dan lumpur yang berumur tiga hari
memiliki kandungan alum yang lebih kecil dibandingkan dengan lumpur yang
berumur dua hari. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya bahan organik yang
terdapat pada lumpur, Hal ini disebutkan oleh Lin dan Grenn (1987) bahwa lumpur
alum kemungkinan mengandung mikroorganisme termasuk alga dan plankton serta
bahan organik dan anorganik lainnya yang terdapat di air baku. Walaupun lumpur
alum memiliki BOD5 dan COD yang tinggi, biasanya tidak mengalami dekomposisi
aktif ataupun menyebabkan terjadinya kondisi anaerobik. Jadi semakin lama lumpur
organik dan anorganik yang mengendap bersama-sama lumpur. Tetapi karena tidak
mengalami dekomposisi, maka jumlah mikroorganisme dan bahan organik tidak
berkurang. Pada saat dilakukan penelitian dengan mengambil 5 gram lumpur yang
telah dikeringkan, maka sebagian dari lumpur tersebut merupakan mikroorganisme
dan bahan organik, sehingga pada saat dilakukan pemeriksaan kandungan alum pada
lumpur akan diperoleh kandungan alum pada lumpur berumur satu hari lebih tinggi
dibanding lumpur berumur dua dan tiga hari. Begitu juga lumpur yang berumur dua
hari memiliki kandungan alum yang lebih besar dibandingkan lumpur yang berumur
tiga hari.
Jadi dapat dikatakan bahwa faktor umur lumpur tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat perolehan kembali alum dari lumpur dengan
penambahan baik asam sulfat 1 N maupun asam klorida 1 N.
4.2. Analisa Faktorial Desain Terhadap Persentase Perolehan Kembali Alum
Hasil analisa faktorial desain terhadap Persentase Perolehan Kembali Alum
versus Jenis Asam, Umur Lumpur dan pH menunjukkan hasil bahwa variabel jenis
asam dan pH yang memiliki nilai P 0,0000. Dengan kata lain dari kedua jenis asam
yang digunakan, asam sulfat (H2SO4) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
besarnya alum yang berhasil diperoleh kembali. Begitu juga dengan pH, dimana
semakin kecil pH larutan maka akan semakin sigfikan pengaruhnya terhadap hasil
alum yang berhasil dipulihkan. Variabel lainnya yang memiliki nilai P > 0,05
34
analisa persentase perolehan kembali alum menggunakan adjusted SS Program Minitab Release 15 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Persentase Perolehan Kembali Alum Menggunakan Adjusted SS
Variabel DF Seq SS Adj SS
adalah Jenis Asam dan pH, sedangkan umur lumpur dan yang lainnya memiliki nilai
P > 0,05, berarti variabel yang berpengaruh terhadap besarnya perolehan kembali
alum dari lumpur adalah Jenis Asam,yaitu asam sulfat 1N dan pH, yaitu pada pH 1.
Dapat dilihat juga bahwa R.sq = 74,36% yang menunjukkan hubungan antara
variabel yang cukup baik, dimana semakin besar nilai R.sq, maka akan semakin baik
model yang dihasilkan.
4.3. Pengaruh pH dan Jenis Asam dan Umur Lumpur Terhadap Pengurangan Berat Lumpur Kering (%)
Pengurangan berat lumpur kering yang terjadi pada percobaan ini dapat dilihat
Dari Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa untuk semua sampel yang diuji
menunjukkan tren yang relatif sama, dimana pengurangan berat lumpur menunjukkan
hasil yang semakin besar pada kondisi pH yang semakin rendah.
Bentuk tren yang ditujukkan pada Gambar 4.4. memiliki bentuk yang sama
dengan hasil perolehan kembali alum yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 Dari
kondisi tersebut dapat disimpulkan adanya hubungan antara alum yang berhasil
diperoleh kembali dengan pengurangan berat lumpur yang tersisa setelah ditambah
asam, baik asam sulfat 1N maupun asam klorida 1N, dimana sejumlah berat alum
yang berkurang setelah ditambah asam sulfat 1N maupun asam klorida 1N
dikonversikan menjadi alum yang diperoleh kembali. Hasil maksimal pengurangan
berat lumpur kering dengan penambahan asam sulfat 1N maupun asam klorida 1N
dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.6.
36
Gambar 4.5. Grafik Perolehan Kembali Alum Dari Lumpur Proses Penjernihan Air Di IPA Deli Tua Dengan Penambahan Asam Sulfat 1N
Terdapat ketidakkonsistenan pengaruh umur lumpur terhadap persentase
pengurangan berat kering lumpur. Hal ini dapat dilihat baik pada Gambar 4.4. dimana
untuk pH 1, 2 dan 2,5 persentase pengurangan berat lumpur yang tertinggi diperoleh
pada lumpur yang berumur 1 hari setelah ditambahkan asam sulfat 1N, sedangkan
untuk pH 1,5 dan 3 diperoleh oleh lumpur yang berumur 2 hari dengan penambahan
asam sulfat 1N. Hal ini memiliki kesamaan dengan hasil perolehan kembali alum.
Jadi dari penjelasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa umur lumpur
merupakan variabel yang tidak berpengaruh terhadap pengurangan berat lumpur hasil
proses penjernihan air.
4.4. Analisa Faktorial Desain Terhadap Persentase Pengurangan Berat Lumpur Kering
Pada analisa faktorial desain ini variabel yang memiliki nilai P 0.05
dianggap yang memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil yang diperoleh dari
percobaan ini, sedangkan nilai P > 0,05 dianggap tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhada[ hasil yang diperoleh dari percobaan ini. Adapun hasil analisa
factorial desain dapat dilihat pada Tabel 4.2, dimana variabel Jenis Asam dan pH
memiliki nilai P masing-masing masing-masing 0.0000 dan 0,0000. Dari analisa ini
dapat dikatakan bahwa variabel Jenis Asam dan pH memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap persentase pengurangan berat kering lumpur. Begitu juga dengan
interaksi antara variabel jenis asam dan umur lumpur yang memiliki nilai P 0,0100
38
Tabel 4.2. Analisa Persentase Pengurangan Berat Lumpur Kering Menggunakan Adjusted SS
Jika dikaitkan dengan pembahasan analisa pengaruh umur lumpur terhadap
persen pengurangan berat kering lumpur dapat disimpulkan bahwa faktor umur
lumpur dapat diabaikan didalam persentase pengurangan berat lumpur kering.
Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa nilai R Sq adalah 65,37% yang
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel di dalam percobaan ini cukup baik.
Semakin tinggi nilai R Sq, maka semakin baik hunbungan antar variabel tersebut.
Dari hasil analisa diperoleh hasil bahwa rata-rata pengurangan berat kering
lumpur adalah 13,97%. Jika angka ini diadopsi untuk menyatakan tingkat
pengurangan volume lumpur yang dihasilkan dari proses penjernihan air di IPA Deli
Tua PDAM Tirtanadi, maka masa pakai dari bak penampung akhir lumpur akan
4.5. Penggunaan Alum Yang Diperoleh Kembali Sebagai Koagulan Pada Jar Test
Alum yang berhasil diperoleh kembali dari lumpur, baik dengan
menggunakan asam sulfat digunakan sebagai koagulan pada percobaan jar test. Hasil
dari jar test ini, terutama kebutuhan koagulannya kemudian dibandingkan dengan
kebutuhan koagulan yang dibuat dari larutan tawas.
Hasil jar test dengan menggunakan alum yang diperoleh kembali dari lumpur
dan alum yang dibuat dengan melarutkan tawas yang dbeli dari pabrik dapat dilihat
pada Lapiran E Hasil Jar Test.
Dari data-data yang terdapat pada Lampiran E tersebut. dapat dilihat bahwa
hasil jar test dengan menggunakan alum yang diperoleh kembali dari lumpur
menunjukkan hasil yang baik, dilihat dari turbiditas akhir pada proses jar test.
Dikarenakan kadar alum yang dapat dipulihkan dari lumpur rata-rata 3,45%
(menggunakan asam sulfat), maka kebutuhan koagulan dari alum yang diambil
kembali dari lumpur lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan larutan tawas
yang memiliki kadar alum rata-rata 10%. Hal ini dapat dilihat dari hasil jar test
dengan menggunakan alum yang diperoleh kembali, dengan dosis yang sama dengan
larutan tawas, menunjukkan hasil yang kurang baik. Dimana turbiditas hasil akhir jar
test menunjukkan nilai 4.32 NTU untuk turbiditas air baku 56 NTU (efisiensi
penurunan turbiditas 92,3%), sedangkan penggunaan larutan alum yang dibuat
dengan melarutkan tawas menunjukkan turbiditas hasil jar tes sebesar 1,45.NTU
40
test menggunakan alum yang diperoleh kembali menunjukkan turbiditas hasil jar test
sebesar 12 NTU (efisiensi penurunan turbiditas 85,9%), sedangkan hasil jar test
menggunakan alum yang dibuat dengan melarutkan tawas menunjukkan turbiditas
hasil jar test 1,9% (efisiensi penurunan turbiditas 97,8%). Turbiditas air baku 358
NTU, hasil jar test menggunakan alum yang diperoleh kembali menunjukkan
turbiditaas hasil jar test sebesar 21.43 NTU (efisiensi penurunan turbiditas 94,3%),
sedangkan jar test menggunakan alum yang dibuat dengan melarutkan tawas
menujukkan turbiditas air hasil jar test 1,49 NTU (efisiensi penurunan turbiditas
99,6%).
Mengingat di IPA Deli Tua menggunakan saringan pasir cepat (rapid sand filter) yang ditempatkan setelah unit clarifier, maka turbiditas 4.32 NTU masih dapat dikategorikan memenuhi persyaratan sebagai hasil jar test, yang mewakili proses
yang terjadi di unit clarifier. Hal ini sesuai dengan pendapat Culp dan Williams,
(1993) yang mengatakan bahwa saringan pasir cepat (rapid sand filter) memiliki kemampuan untuk menyaring air yang masuk ke filter dengan turbiditas 5 NTU
dengan efisiensi penyaringan mencapai 90%. Jadi batasan pemilihan dosis alum
adalah yang memberikan turbiditas akhir < 5 NTU. Pada Tabel 4.3 berikut dapat
dilihat perbandingan kebutuhan alum yang diperoleh kembali dari lumpur dengan
larutan tawas yang dibeli dari pabrik.
Dari Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kebutuhan alum dalam percobaan jar test
menggunakan alum yang diperoleh kembali dari lumpur berkisar antara 1 sampai
Tabel 4.3. Perbandingan Dosis Alum Yang Diperoleh Kembali Dari Lumpur (Dengan Penambahan Asam Sulfat 1 N) dengan Larutan Tawas
pabrik dengan rata-rata kelipatannya adalah 1,73 kali dari dosis alum yang
dibuat dengan melarutkan tawas yang dibeli dari pabrik.
Culp dan Williams, (1993) mengatakan bahwa pada proses untuk
memperoleh kembali alum dari lumpur dengan menggunakan asam sulfat HASIL
42
menimbulkan suatu permasalahan yang serius karena peluang ikut terlarutnya
logam-logam lain, seperti besi, mangan, krom, dan metal lainnya, serta bermacam ragam
material organik. Kandungan logam pada proses akhir dari jar test dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kandungan Logam Pada Air Baku dan Hasil Jar Test Hasil Jartest
kadar logam mengalami penurunan setelah dilakukan jar test baik dengan
menggunakan koagulan dari alum yang dipulihkan maupun dari larutan tawas, tetapi
terjadi peningkatan kadar Cu pada hasil jar test dengan menggunakan kedua koagulan
tersebut. Tetapi nilai tersebut masih jauh dibawah ketentuan yang diatur di
Kepmenkes 907 tahun 2002, yaitu sebesar 1 mg/L.
4.6. Analisa Biaya
Dari pembahasan pada sub-bab sebelumnya dapat dilihat bahwa tingkat
perolehan kembali alum yang dicapai pada percobaan ini adalah rata-rata sebesar
66,45 % dengan penambahan asam sulfat. Hasil ini dapat digunakan dengan baik