• Tidak ada hasil yang ditemukan

Population abundance, biology and management of pineapple Mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera Pseudococcidae) at Jalancagak district, Subang regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Population abundance, biology and management of pineapple Mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera Pseudococcidae) at Jalancagak district, Subang regency"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

KELIMPAHAN POPULASI, BIOLOGI DAN

PENGENDALIAN KUTU PUTIH NENAS

Dysmicoccus brevipes

(COCKERELL) (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) DI

KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG

JULIET MERRY EVA MAMAHIT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ”Kelimpahan Populasi, Biologi dan Pengendalian Kutu Putih Nenas Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Psedococcidae) di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2009

(3)

JULIET MERRY EVA MAMAHIT. Population Abundance, Biology and Management of Pineapple Mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) at Jalancagak District, Subang Regency. Under direction of SYAFRIDA MANUWOTO, PURNAMA HIDAYAT and SOBIR.

Mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell) is an important pest of pineapple (Ananas comosus (Linn.) Merr.) with its role as vector of pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV). This research study consist of pineapple farming by farmer, population abundance of D. brevipes on several areas, biology of mealybug on two host plants and mealybug management with three cultural practices. The research was conducted from March 2006 until June 2008. The first research suggested that generally farmers have only small areas of farm less than 0.25 ha, low formal education, use of conventional culture techniques and control of pests especially mealybug D. brevipes with pesticide. The result indicated that mealybug attacked pineapple in the three study location of plantations in Subang. The mealybug population abundance was 16.72 individual/plants in Bunihayu, 1.76 individual/plants in Cimanglid and 6.64 individual/plants in Curugrendeng. Damage levels were higher (70.56%) in Bunihayu compared to Cimanglid (27.22%) and Curugrendeng (42.78%). The vertical distribution of the pineapple mealybug was found on all parts of pineapple plants such as root, leaf, peduncle, fruit and crown. The mealybug population on the leaf were found to be higher than that of the other parts of plant. The result showed that D. brevipes live and reproduce in pineapples and lesser galangales (kencur) in laboratory. Mean development period of immature mealybug were 32.1±0.33 days and 35.55±0.43 days on pineapple leaf and on lesser galangales. The total life time of mature mealybug were 20.40±0.74 days in pineapple and 20.20±0.57 days in lesser galangales. The analysis showed that preoviposition and nymph-laying periods were significantly affected by host plant spesies. Mean fecundity of mealybug in pineapple (72.50±5.17 nymph) was higher than those of lesser galangale (23.40±2.61 nymph). It was describe from the results that lesser galangale can act as mealybug host plant. The treatment in the last experiment was done using cultural practices: the first cultural practice (conventional cultural), second cultural practice (optimal fertilizing) and the third cultural practice (selection seedling, soil insecticide, optimal fertilizing). The result showed that mealybug population abundance and attack level of mealybug differed in three cultural practices of pineapple. The population abundance of mealybugs in the pineapple with application of the third cultural practice was lower than the first and second cultural practices. The third cultural practice was more effective to control mealybug and wilt disease incidence. It was concluded from the results that the management of mealybugs D. brevipes using cultivation technique in IPM can be recommended as follows: using healthy seedlings, planting of intercrop of pineapple with non host plant, optimal fertilization, good sanitation and using pesticides with appropriate dosage to control mealybug. Keyword: mealybug, Dysmicoccus brevipes, biology, population abundance,

(4)

JULIET MERRY EVA MAMAHIT. Kelimpahan Populasi, Biologi, dan Pengendalian Kutu Putih Nenas Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae), di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Dibimbing oleh SYAFRIDA MANUWOTO, PURNAMA HIDAYAT dan SOBIR.

Kutu putih Dysmicoccus brevipes (Cockerell) merupakan masalah utama bagi produksi tanaman nenas (A. comosus (Linn.) Merr.) karena berperan sebagai vektor dari virus penyakit layu nenas pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV). Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara menyeluruh berbagai aspek mengenai kelimpahan populasi kutu putih D. brevipes, biologi dan cara pengendaliannya menggunakan tiga teknik budidaya.

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2006 sampai Juni 2008. Penelitian ini diawali dengan survei lokasi dan wawancara terhadap petani di sentra produksi nenas di Kabupaten Subang yaitu: desa Bunihayu, Curugrendeng dan Cimanglid Kecamatan Jalancagak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai aspek masalah hama dan penyakit yang dihadapi petani, pengetahuan dan tindakan petani dalam penanganan kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV. Penelitian kedua yaitu kelimpahan populasi kutu putih pada tanaman nenas dilakukan pada beberapa kebun di tiga desa tersebut di atas. Pengamatan kelimpahan populasi kutu putih selama dua musim dilakukan di desa Bunihayu. Percobaan laboratorium mengenai perkembangan hidup dan kemampuan reproduksi kutu putih dilakukan pada dua jenis tanaman (nenas dan kencur). Percobaan lapang (di desa Bunihayu) dilakukan dengan membuat plot penelitian dengan menggunakan tiga perlakuan teknik budidaya pada tanaman nenas yaitu: teknik budidaya 1: menggunakan teknik budidaya nenas secara konvensional menurut kebiasaan petani, teknik budidaya 2: menggunakan pemupukan optimal dan teknik budidaya 3: menggunakan bibit sehat, pemupukan optimal dan pemberian insektisida tanah.

Hasil wawancara petani dan survei lapang menunjukkan bahwa serangan hama kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV merupakan masalah utama bagi petani nenas di lokasi penelitian. Masalah lain dalam produksi nenas adalah lahan garapan yang dimiliki petani nenas umumnya relatif sempit yaitu kurang dari 0.25 ha, pendidikan petani relatif rendah, teknik budidaya yang dilakukan petani secara konvensional, bibit yang tersedia kurang berkualitas dan pengendalian hama seperti kutu putih D. brevipes dan penyakit layu terutama mengandalkan penggunaan pestisida.

(5)

pada bagian daun terutama di bagian pangkal daun dibandingkan pada bagian tanaman lainnya. Populasi kutu putih pada daun pertama sampai daun kesembilan lebih tinggi dibandingkan bagian daun lainnya.

Hasil pemeliharaan kutu putih D. brevipes di laboratorium mengungkapkan kutu putih dapat hidup dan berkembangbiak pada nenas dan kencur. Nimfa kutu putih terdiri dari tiga instar sebelum menjadi imago. Pradewasa kutu putih yang dipelihara pada daun nenas lebih cepat empat hari untuk memasuki masa dewasa dibandingkan jika dipelihara pada kencur. Lama perkembangan pradewasa kutu putih pada nenas sekitar 32.1±0.33 hari dan pada kencur sekitar 35.5±0.43 hari. Total lama hidup imago kutu putih sekitar 20.40±0.74 hari dan 20.20±0.57 hari pada nenas dan kencur. Hasil analisis menunjukkan bahwa masa praoviposisi dan lamanya imago kutu putih meletakkan keturunannya secara nyata dipengaruhi oleh tanaman inang. Kemampuan reproduksi betina D. brevipes lebih tinggi pada nenas dibandingkan pada kencur. Rata-rata keperidian kutu putih pada tanaman nenas lebih tinggi tiga kali (72.50±5.17 nimfa) dibandingkan pada kencur (23.40±2.61 nimfa). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kencur dapat berperan sebagai tanaman inang dari kutu putih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan populasi dan tingkat serangan kutu putih D. brevipes berbeda pada tiga teknik budidaya yang diterapkan. Penggunaan teknik budidaya 3 pada pertanaman lebih efektif dalam mengendalikan populasi kutu putih dibandingkan teknik budidaya lainnya. Aplikasi tanah dengan insektisida tanah menyebabkan kutu putih yang berkoloni pada bibit dan gulma di sekitar tanaman dapat tertekan populasinya. Penggunaan bibit sehat dari kutu putih dan penyakit layu dapat menekan populasi kutu putih dan penyakit layu di pertanaman. Teknik budidaya 3 lebih efektif dalam menekan kejadian penyakit layu PMWaV. Serangan kutu putih dan virus penyebab penyakit layu nenas (PMWaV) dapat mempengaruhi berbagai karakter pertumbuhan tanaman dan menurunkan bobot buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa komponen teknik budidaya 3 dapat diterapkan sebagai komponen pengendalian hama terpadu (PHT) kutu putih yaitu: penggunaan bibit sehat, pemberian insektisida tanah sesuai dosis aturan, sanitasi yang baik dan pemupukan teratur dan dosis yang benar.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KELIMPAHAN POPULASI, BIOLOGI DAN

PENGENDALIAN KUTU PUTIH NENAS

Dysmicoccus brevipes

(COCKERELL) (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) DI

KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG

JULIET MERRY EVA MAMAHIT

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. Dr. Ir. Rahmad Suhartanto, M.S.

(9)

(Hemiptera: Pseudococcidae) di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.

Nama : Juliet Merry Eva Mamahit

NIM : A461030021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. Sobir, M.Si.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi-Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat kasih dan anugerahNya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. dan Dr. Ir. Sobir, M.Si. atas segala kesabaran dan bimbingan, arahan, kritik, saran serta

motivasi yang sangat besar peranannya diberikan kepada penulis mulai perencanaan, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian disertasi ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Aris Munandar, M.S. yang telah memimpin sidang Ujian Tertutup dan Dr. Ir. Pudjianto, M.S. selaku Koord. Mayor Entomologi, Dr. Ir. Nina Maryana, M.S. dan Dr. Ir. Rahmad Suhartanto, M.S. selaku penguji luar Komisi Ujian Tertutup, Prof. Dr. Ir. Didi Sopandi, M.Agr.

selaku pimpinan sidang Ujian Terbuka, Dr. Ir. I Djatnika, M.S. dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.S. selaku penguji luar Komisi Ujian Terbuka dan Prof. Dr. Ir.

Utomo Kartosuwondo, M.S. selaku penguji Ujian Kualifikasi (Prelim) dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku pimpinan Program Studi ENT-FIT. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi melalui program Rusnas Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) dan kepada pimpinan PKBT atas bantuan dana dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini.

Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada pemerintah Propinsi Sulawesi Utara atas perhatian dan bantuan dana dalam rangka penyelesaian penelitian. Rektor Unsrat Manado, Dekan Fakultas Pertanian dan Pimpinan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unsrat, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program doktor (S3) di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Tim Managemen Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa selama mengikuti pendidikan di IPB Bogor.

(11)

Proteksi Tanaman IPB, PKBT IPB, PAU IPB, RGCI IPB dan BIOTROP Bogor atas bantuan dan fasilitasnya. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman PS ENT-FIT angkatan 2003 dan teman-teman Persatuan Mahasiswa Sulawesi Utara (Permasut) di Bogor.

Rasa hormat dan terima kasih yang tulus disampaikan penulis kepada orang tua tercinta papi Hansje H. Mamahit BA, mami Stien E. Mamahit-Kerap dan adik Drs. Nixon Mamahit, mama M. Hutapea br. Hutauruk dan Kel. L.B.M. Hutauruk br. Siregar atas segala doa, restu dan dukungan selama ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada saudara-saudaraku dalam rukun Mamahit di Jakarta, punguan pomparan Gr.I. PI. Hutauruk di Jakarta, punguan pomparan Omp. J. Hutapea di Tebing Tinggi, rukun Kerap dan Pakasi di Manado serta rukun kawanua di Bogor (RKB) atas perhatian dan dukungan doa selama ini dan kepada pihak-pihak yang telah membantu yang belum disebutkan.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Jhonson Martin Hutapea serta kedua putri tersayang Rahel Blessy Clara Hutapea dan Raysia Miranda Nathasya Hutapea yang selalu setia mendampingi, mendoakan, mendukung dan memberi semangat selama penulis melanjutkan program S3.

Akhirnya penulis berharap bahwa apa yang telah dihasilkan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Kiranya Tuhan memberkati segala jerih payah dan kerja kita sekalian. Amin.

Bogor, Desember 2009

(12)

Penulis dilahirkan di Tondano Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada tanggal 19 Februari 1967 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Hansje H. Mamahit BA dan Stien E. Mamahit-Kerap. Penulis menempuh pendidikan S1 di Jurusan Hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 1990. Pada tahun 1994 mengikuti program S2Program Studi Entomologi KPK IPB-UNSRAT dan menamatkan pada tahun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor di Program Studi Entomologi-Fitopatologi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang…...…...……... 1

Pendekatan Masalah………... 3

Rumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian.………... 5

Manfaat Penelitian... 6

Ruang Lingkup Penelitian.……….…………. 6

Daftar Pustaka………….. ………... 7

II TINJAUAN PUSTAKA... 10

Nenas... 10

Klasifikasi dan Penyebaran Kutu Putih Dysmicoccus brevipes... 12

Tanaman Inang Kutu Putih D. brevipes... 12

Biologi dan Morfologi Kutu Putih D. brevipes ... 13

Kerusakan yang Diakibatkan oleh Kutu Putih D. brevipes... 14

Peranan Kutu Putih D. brevipes sebagai Vektor Penyakit layu... 15

Dinamika Populasi Kutu Putih D. brevipes ... 16

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) D. brevipes pada Tanaman Nenas…... 17

Daftar Pustaka………….. ………... 19

III IDENTIFIKASI TEKNIK PENGENDALIAN KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes (COCKERELL) PADA TINGKAT PETANI... 24

Abstrak... 24

Abstract... 24

Pendahuluan………... 25

Bahan dan Metode ...………..………... 27

Hasil dan Pembahasan ………...…... 30

Kesimpulan ……….…………... 43

(14)

(COCKERELL) PADA TANAMAN NENAS DI TIGA DESA DAN

DUA MUSIM YANG BERBEDA... 46

Abstrak ………..………... 46

Abstract………..………... 46

Pendahuluan………..………... 47

Bahan dan Metode……... 49

Hasil dan Pembahasan …... 52

Kesimpulan ………..………... 62

Daftar Pustaka………... 63

V BIOLOGI KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes (COCKERELL) (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN NENAS DAN KENCUR... 66

Abstrak …...……….………..…..…. 66

Abstract ……….……... 66

Pendahuluan………...………...….. 67

Bahan dan Metode………... 68

Hasil dan Pembahasan ………...…. 71

Kesimpulan ………... 79

Daftar Pustaka………...…. 79

VI PENGENDALIAN KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes (COCKERELL) DAN PENYAKIT LAYU PMWaV MENGGUNAKAN BEBERAPA TEKNIK BUDIDAYA PADA TANAMAN NENAS ... 82

Abstrak...………... 82

Abstract.……….………... 82

Pendahuluan………... 83

Bahan dan Metode………... 85

Hasil dan Pembahasan…... 89

Kesimpulan ………... 100

Daftar Pustaka ………... 101

VII PEMBAHASAN UMUM... 104

VIII KESIMPULAN DAN SARAN... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 3.1

Perbedaan biologi dan morfologi D. brevipes dan D. neobrevipes... Sebaran umur dan jumlah anggota keluarga tiap petani di

Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang... 14

30 3.2 Pendidikan, penyuluhan dan keikutsertaan responden dalam

kelompok tani di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten

Subang... 31 3.3 Luas lahan garapan dan kepemilikan lahan oleh petani

di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang... 33 3.4 Hasil wawancara jarak tanam, varietas dan asal bibit yang ditanam

oleh petani di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang... 34 3.5 Hasil wawancara tentang pemupukan, jumlah aplikasi

dan informasi pemupukan ... 35 3.6 Pemupukan tanaman nenas menurut SOP dan rata-rata

implementasi oleh petani di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten

Subang... 36 3.7 Hasil wawancara pola tanam dan jenis tanaman polikultur pada

tanaman nenas ... 36 3.8 Hasil wawancara mengenai masalah hama dan tingkat

serangan hama kutu putih... 38 3.9 Hasil wawancara pemahaman petani tentang masalah penyakit layu

pada tanaman nenas... 39 3.10

4.1

Hasil wawancara dengan petani tentang peranan musuh alami dan perlunya pengendalian kimia... Hasil analisis kadar air, glukosa dan N total pada bagian daun

nenas……….... 40

54 4.2 Hasil pengukuran rataan berbagai variabel lingkungan pada tiga

lokasi pengamatan………... 57 5.1 Ukuran tubuh D. brevipes yang dipelihara pada nenas dan

kencur... 73 5.2 Lama perkembangan pradewasa D. brevipes pada nenas dan

kencur …... 75 5.3 Lama hidup imago D. brevipes pada nenas dan kencur... 76 6.1

6.2 6.3

Susunan perlakuan tiga teknik budidaya ... Rataan populasi kutu putih pada tiga teknik budidaya ………... Rataan tingkat serangan kutu putih pada tanaman…………...……...

(16)

daun, bobot buah, diameter buah, panjang buah, PTT, berat mahkota dan tinggi mahkota pada tiga teknik budidaya... 96 6.5 Rataan kandungan klorofil dan anthosianin pada tanaman

sehat dan sakit... 97 6.6 Rataan karakter vegetatif dan karakter komponen buah dan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Kerangka kerja analisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan praktek usahatani dan

pengendalian hama nenas... 4

1.2 Bagan alir penelitian ... 7

3.1 3.2 Peta lokasi penelitian……….. Proses usahatani nenas: pengolahan tanah, penanaman bibit, penanaman tanaman tumpangsari, masa vegetatif, masa generatif, panen, pengumpulan buah, pemasaran buah nenas………....… 28 37 4.1 Pengamatan populasi kutu putih pada tanaman nenas …... 50

4.2 Pengamatan populasi kutu putih pada buah nenas... 50

4.3 Penyebaran vertikal kutu putih pada bagian akar, daun, tangkai, buah, buah dan mahkota ... 53

4.4 Rataan populasi kutu putih pada bagian daun pertama sampai daun ke-15………... 54

4.5 Rataan populasi kutu putih pada tiga sektor buah... 55

4.6 Rataan populasi kutu putih pada tiga desa... 56

4.7 Kondisi agroekosistem kebun nenas di desa Bunihayu, Cimanglid dan Curugrendeng... 57

4.8 Rataan tingkat serangan kutu putih pada tiga desa... 58

4.9 Rataan tingkat serangan penyakit layu pada tiga desa... 59

4.10 Gejala penyakit layu pada tiga fase pertumbuhan tanaman... 59

4.11 Perkembangan populasi kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas pada pengamatan April 2006-Februari 2007... 61

4.12 Kelimpahan populasi kutu putih pada musim kemarau dan musim hujan di desa Bunihayu... 61

5.1 Wadah percobaan kutu putih di laboratorium... 70

5.2 Preparat kutu putih D. brevipes dan anatomi betina D. brevipes...………...……... 72

5.3 Tahapan perkembangan kutu putih D. brevipes... 75

5.4 5.5 Keperidian harian D. brevipes yang dipelihara pada nenas dan kencur di laboratorium... Total keperidian kutu putih yang dipelihara pada nenas dan kencur di laboratorium... 77 78 6.1 Pola tanam penanaman bibit di petak percobaan ………...…. 88

(18)

6.3 Perkembangan populasi D. brevipes pada tanaman nenas pada

tiga teknik budidaya ...………... 91 6.4 Curah hujan dan jumlah hari hujan tiap bulan selama

pengamatan... 91 6.5 Serangan kutu putih pada bagian pangkal daun... 94 6.6 Kejadian penyakit layu pada tiga perlakuan teknik

budidaya... 95 6.7 Gejala penyakit layu... 97 6.8 Penampilan buah sakit dan buah sehat dan penampilan daging

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tanaman inang dari Dysmicoccus brevipes... 121 2 Daftar pertanyaan wawancara perorangan petani nenas... 126 3 Hasil analisa usahatani nenas di tiga lokasi penelitian di Kecamatan

Jalancagak, Kabupaten Subang... 129 4 Hasil analisis kadar air dan Nitrogen total pada bagian akar,

daun, tangkai buah, buah dan mahkota dari tanaman

(20)
(21)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nenas (Ananas comosus (Linn.) Merr.) merupakan salah satu buah tropik unggulan Indonesia karena kandungan gizi dan nilai ekonominya. Kandungan gizi buah nenas yaitu: energi 45 kkal, protein 50 mg, lemak 10 mg, serat 1060 mg, dan vitamin (B1 270 mg, B2 0.17 mg dan C 15.2 mg), niasin 0.1 mg, beta karoten 40 mg dan mineral (kalsium 0.4 mg, fosfor 24 mg, besi 6 mg dan kalium 1.4 mg) serta enzim proteolitik bromelin (Rohrbach et al. 2003; DAK 2004). Nenas segar selain diperdagangkan untuk kebutuhan konsumen di dalam negeri juga diekspor ke beberapa negara seperti: Amerika Serikat, Belgia, Perancis, Jepang, Italia, Jerman, Belanda dan Kanada. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor nenas di dunia, dengan nilai ekspor sekitar 220 000 ton (Deptan 2008) atau 7.8% dari total ekspor dunia (2 800 000 ton) (FAO 2007). Indonesia termasuk urutan ketiga sedunia pengekspor nenas kaleng (91 000 ton) dan urutan keempat sedunia pengekspor juice nenas (19 000 ton).

Produktivitas nenas di Indonesia mengalami fluktuasi pada beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 2004 mencapai 10.9 ton/ha, tahun 2005 menurun menjadi 8.4 ton/ha dan tahun 2006 meningkat mencapai 11.6 ton/ha. Produktivitas nenas Indonesia masih rendah bila dibanding dengan negara Thailand dan Filipina yang telah mencapai 29.8 ton/ha dan 37.4 ton/ha (FAO 2007). Rendahnya produktivitas nenas di dalam negeri umumnya disebabkan oleh berbagai tantangan seperti: belum tersedianya bahan tanaman/bibit yang bermutu dalam jumlah banyak, teknik budidaya yang kurang, skala usahatani relatif sempit, kurangnya penanganan pasca panen serta serangan hama dan penyakit (DPTP 1994).

(22)

(Asbani 2005). Selain itu serangan hama ini telah dijumpai di beberapa sentra pertanaman nenas antara lain: Simalungun (Sumatera Utara) dan Blitar (Jawa Timur) (Hutahayan 2006). Serangan hama kutu putih berakibat secara langsung pada tanaman yaitu: pertumbuhan tanaman terhambat dan kualitas buah menurun (Rohrbach & Johnson 2003), tetapi serangan tidak langsung lebih berbahaya karena peranannya sebagai vektor virus pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV) penyebab penyakit layu (Sether et al. 1998; 2005; Petty et al. 2002; Sether & Hu 2002). Akibat adanya virus ini pada tanaman dalam kondisi serangan berat, tanaman nenas tidak berproduksi (Sether & Hu 2002).

Sampai saat ini cara penanggulangan penyakit layu nenas adalah dengan menekan perkembangan serangga vektor D. brevipes menggunakan insektisida (Pitaksa et al. 2000). Akan tetapi penggunaan insektisida harus diperhatikan karena penggunaan yang berlebihan dapat berpengaruh negatif yaitu: resistensi dan resurgensi hama, terbunuhnya serangga bukan sasaran, pencemaran lingkungan dan kandungan residu (Manuwoto 1999; Setiawati et al. 2000). Oleh karena itu usaha pengendalian kutu putih yang efektif serta dapat mengurangi pengaruh negatif akibat pestisida seperti uraian di atas perlu dikembangkan. Salah satu usaha pengendalian yang sudah dikembangkan dalam budidaya nenas di Amerika yaitu melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Sistem pengendalian hama ini merupakan tindakan yang mengutamakan perlindungan terhadap lingkungan dan keamanan bahan makanan (Rohrbach & Johnson 2003) dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian yang tersedia (Djunaidi 2003).

(23)

Pendekatan Masalah

Seperti usahatani tanaman buah-buahan pada umumnya, usahatani nenas dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor internal dan eksternal dari petani. Faktor internal petani antara lain: modal, pendidikan, keterampilan dan umur, sedangkan faktor eksternal antara lain: penyuluhan, harga, pemasaran, iklim, topografi, kondisi lahan serta serangan hama dan penyakit (Gambar 1.1). Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan budidaya tanaman dan perlindungan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Rukka et al. 2006). Proses pengambilan keputusan PHT sangat ditentukan oleh kemampuan petani dalam mendiagnosis tentang masalah dan kondisi lahannya (Untung 1996). Penelitian ini diawali dengan melakukan survei berbagai aspek tentang petani dan pengendalian hama dan penyakit yang diterapkan oleh petani di Kabupaten Subang. Dalam PHT survei terhadap petani perlu dilakukan untuk mendapatkan data tentang identifikasi masalah yang dihadapi petani termasuk berbagai aspek teknik budidaya dan pengendalian hama dan penyakit. Menurut Rauf (1996) survei mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan petani sangat penting dalam membuat rekomendasi teknologi.

(24)

Faktor Internal

• Modal

• Pendidikan

• Umur

• Jumlah keluarga

• Luas kepemilikan lahan Faktor Eksternal

• Harga produk

• Harga input

• Pemasaran

• Penyuluhan

Topografi/kondisi lahan

• Luasan

• Kemiringan

• Tipe tanah

• Ketinggian tempat

Iklim

• Curah hujan

• Temperatur

• Kelembaban

Hama D. brevipes

• Sumber infeksi

• Tanaman inang

• Tingkat serangan

Penyakit Layu nenas

• Vektor

• Gejala

Keputusan Petani dalam Praktek Usahatani

• Pemilihan bibit

• Jarak tanam

• Tumpangsari

• Pemupukan

• Pestisida

Pengendalian hama

Dysmicoccus brevipes (mencakup pengendalian penyakit layu nenas PMWaV)

Iklim

• Curah hujan

• Temperatur

• Kelembaban

Gambar 1.1. Kerangka kerja analisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan praktek usahatani dan pengendalian hama nenas

(25)

tanaman sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut kurang sesuai bagi perkembangan hama tapi sangat menunjang bagi perkembangan tanaman dan musuh alami (Norris et al. 2003). Mengingat masih terbatasnya informasi tentang kutu putih D. brevipes, dilakukan serangkaian penelitian dasar mengenai kelimpahan populasi, biologi kutu putih dan teknik pengendaliannya pada tanaman nenas di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Pengembangan teknik-teknik pengendalian hama perlu disesuaikan dengan kondisi setempat serta mudah diaplikasikan oleh petani (Untung 1996).

Rumusan Masalah

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab beberapa masalah seperti berikut ini :

(1). Identifikasi masalah petani dan upaya pengendalian kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas di tingkat petani.

(2). Kelimpahan populasi, tingkat serangan kutu putih D. brevipes di beberapa desa penghasil nenas di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.

(3). Perkembangan populasi kutu putih pada musim kemarau dan hujan.

(4). Biologi kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas dan kencur di laboratorium.

(5). Pengendalian yang efektif terhadap kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV pada tanaman nenas.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menyusun strategi pengendalian hama terpadu (PHT) kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV pada tanaman nenas melalui pemahaman bioekologi kutu putih D. brevipes dan penerapan berbagai teknik budidaya untuk pengendaliannya.

Tujuan Khusus

(26)

(2) Memahami kelimpahan populasi kutu putih D. brevipes di beberapa tempat penghasil nenas.

(3) Mengkaji perkembangan populasi kutu putih D. brevipes pada dua musim. (4) Mengkaji biologi kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas dan kencur. (5) Mengkaji efektivitas pengendalian kutu putih D. brevipes dan penyakit layu

PMWaV dengan menggunakan beberapa teknik budidaya nenas. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan dalam menyusun strategi pengendalian hama secara terpadu (PHT) terhadap kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV pada tanaman nenas dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan petani nenas. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi penelitian-penelitian dasar dan terapan lainnya yang ada kaitannya dengan kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi empat topik penelitian yang terdiri dari : Penelitian 1: Identifikasi teknik pengendalian kutu putih D. brevipes pada tingkat

petani.

Penelitian 2: Kelimpahan kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas tiga desa dan dua musim yang berbeda.

Penelitian 3: Biologi kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas dan kencur. Penelitian 4: Pengendalian kutu putih D. brevipes dan penyakit layu PMWaV

menggunakan beberapa teknik budidaya pada tanaman nenas.

(27)

Gambar 1.2. Bagan alir penelitian Daftar Pustaka

Asbani N. 2005. Kelimpahan dan parasitoid kutu putih Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) serta keanekaragaman semut pada tanaman nenas. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.

Cecilia LVCS, Bueno VHPB, Prado E. 2004. Desenvolvimento de Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) emduas cultivars de abaxi. Cienc agrotec 28(5):1015-1020.

KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes Cockerell MORFOLOGI DAN BIOLOGI KELIMPAHAN POPULASI PADA BEBERAPA TEMPAT

PENGENDALIAN KUTU PUTIH

Dysmicoccus brevipes Cockerell PADA TANAMAN NENAS SECARA

TERPADU (PHT) PENGETAHUAN, SIKAP & TINDAKAN PETANI BERBAGAI TEKNIK BUDIDAYA DATA MORFOLOGI &

SIKLUS HIDUP PADA DUA INANG DATA JUMLAH POPULASI & TINGKAT SERANGAN DATA BASE

PETANI DATA JUMLAH POPULASI &

KARAKTER FISIK & PRODUKSI ANALISIS DESKRIPTIF & UJI t ANALISIS

RAGAM & UJI t) ANALISIS DESKRIPTIF ANALISIS RAGAM PERBEDAAN MORFOLOGI & BIOLOGI KUTU PUTIH PADA DUA TANAMAN INANG KELIMPAHAN POPULASI & TINGKAT SERANGAN KUTU PUTIH PADA BEBERAPA TEMPAT & MUSIM TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP & TINDAKAN PETANI TERHADAP KUTU PUTIH TEKNIK BUDIDAYA YANG EFEKTIF KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes Cockerell MORFOLOGI DAN BIOLOGI KELIMPAHAN POPULASI PADA BEBERAPA TEMPAT

PENGENDALIAN KUTU PUTIH

Dysmicoccus brevipes Cockerell PADA TANAMAN NENAS SECARA

TERPADU (PHT) PENGETAHUAN, SIKAP & TINDAKAN PETANI BERBAGAI TEKNIK BUDIDAYA DATA MORFOLOGI &

SIKLUS HIDUP PADA DUA INANG DATA JUMLAH POPULASI & TINGKAT SERANGAN DATA BASE

PETANI DATA JUMLAH POPULASI &

KARAKTER FISIK & PRODUKSI ANALISIS DESKRIPTIF & UJI t ANALISIS

RAGAM & UJI t) ANALISIS DESKRIPTIF ANALISIS RAGAM PERBEDAAN MORFOLOGI & BIOLOGI KUTU PUTIH PADA DUA TANAMAN INANG KELIMPAHAN POPULASI & TINGKAT SERANGAN KUTU PUTIH PADA BEBERAPA TEMPAT & MUSIM TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP & TINDAKAN PETANI TERHADAP KUTU PUTIH TEKNIK BUDIDAYA YANG EFEKTIF IDENTIFIKASI MASALAH HAMA DAN TINDAKAN ANALISI S RAGAM KARAKTERISTI K PETANI, STATUS HAMA KUTU PUTIH & TINDAKAN PENGENDALIA N KUTU PUTIH

DATA MORFOLOGI & SIKLUS HIDUP PADA DUA TANAMAN INANG KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes (Cockerell)

PENGENDALIAN KUTU PUTIH Dysmicoccus brevipes (Cockerell)

(28)

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2008. Volume ekspor komoditas buah-buahan di Indonesia periode 2003-2006. http://www.hortikultura.deptan.go.id. [8 Desember 2009].

[DAK] Departement of Agriculture Kualalumpur. 2004. Pineapple. Market Access on Pineapple (Ananas comosus). Malaysia: Crop Protection and Plant Quarantine Service Devision. Departement of Agriculture Kualalumpur Malaysia.

Djunaidi D. 2003. Peranan industri pada pengelolaan hama terpadu dalam pertanian berkelanjutan. Di dalam. Kongres PEI dan Simposium Entomologi VI. PEI: Cipayung, 5-7 Maret 2003.

Dove B. 2005. Catalogue Query Results Dysmicoccus brevipes (Cockerell). http:// www.sel.barc.usda.gov/catalogs/pseudoco/ Dysmicoccusbrevipes.htm. [12 Feb 2008].

DPTP [Dinas Pertanian Tanaman Pangan]. 1994. Penuntun Budidaya Hortikultura (Nenas). Proyek Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu. 238 hal.

[FAO] Food Agriculture of Organization. 2007. Database Faostat: FAO Statistics

http://faostat.fao.org/ site/535/ DesktopDefault.aspx? PageID=535#ancor. [8 Desember 2009].

Globalgap 2007. Control Points and Compliance Criteria Integrated Farm Assurance Crop Base. German: Globalgap. http://www.globalgap.org. hlm 23-28. [5 Mei 2007].

Hernandez HG, NJ Reimer, Jhonson MW. 1999. Survey of natural enemies of Dysmicoccus mealybugs on pineapple in Hawaii. Bio Control 44:47-58. Hutahayan AJ. 2006. Peranan strain pineapple mealybug wilt associated virus

(PMWaV) dan kutu putih (Dysmicoccus spp.) dalam menginduksi gejala penyakit layu pada tanaman nenas. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Khan AA, Avesi GM, Masud SZ, Rizvi SWA. 1998. Incidence of mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell) on pineapple. Tr J Zool 22:159-161. Manuwoto S. 1999. Pengendalian hama ramah lingkungan dan ekonomis.

Makalah utama seminar PEI. Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Bogor: 16 Februari 1999. PEI Cabang Bogor.

Miller GL, Miller DR. 2002. Dysmicoccus Ferries and similar genera (Hemiptera; Cocoidea; Pseudococcidae) of the Gulf state region including a description of a new species and new United State records. Proc Entomol Soc Wash 104: 968-979.

Norris RF, Chen EPC, Kogan M. 2003. Concept in Integrated Pest Management. New Jersey: Prentice Hall. 586 hlm.

(29)

Pitaksa C, Chantarasuwan A, Kongkanjana A. 2000. Ant control in pineapple field. Act Hort 529: 309-316.

Rauf A, 1996. Analisis ekosistem dalam pengendalian hama terpadu. Di dalam: Pelatihan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Padi dan Palawija Tingkat Nasional. Jatisari: 2-19 Jan 1996.

Rohrbach KG, Johnson MW. 2003. Pest, Diseases and Weed. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CABI Publ. hlm 203-251.

Rohrbach KG, Leal F, d’Eeckenbrugge GC. 2003. History, Distribution and Word Production. Di dalam. Ploetz RC, editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. South Applefield Circle, Elizabeth USA: CAB International Publ. hlm 1-12. Rukka H. Buhaerah, Sunaryo. 2006. Hubungan karakteristik petani dengan respon

petani terhadap penggunaan pupuk organik pada padi sawah (Oryza sativa L.). J. Agrisistem: 2(1):1858-4430.

Sartiami D. 2006. Keberadaan Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) sebagai vektor pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV) pada tanaman nenas. J Pert Indon 11(1):1-6

Sether DM, Ulman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt-associated virus by two species of mealybug (Dysmicoccus spp). Phytopathology 88:1224-1230.

Sether DM, Hu JS. 2002. Yield impact and spread of pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease 86:867-874.

Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Disease 89(5):450- 456.

Setiawati WS, Soeriatmadja RE, Sastrosiswojo S, Prabaningrum L, Moekasan TK, Sulastrini L, Abidin Z. 2000. Dampak penerapan cara PHT terhadap keanekaragaman fauna pada pertanaman kubis. Di dalam: Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Artropoda. Cipayung: 16-18 Okt 2000. PEI dan Yayasan Kehati Indonesia. hlm 349-354.

Untung K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 271 hlm.

Walter GH. 2003. Insect Pest Management and Ecological Research. United Kingdom. Cambridge University Press. 387 hlm.

Waterhouse DF. 1998. Biological Control of Insect Pest, Southeast Asian Prospects Monograph (51) Canberra: ACIAR.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Nenas

Nenas (Ananas comosus (Linn.) Merr.) termasuk dalam famili Bromeliaceae merupakan tanaman herba, monokotil dan perenial yang berasal dari Brasil (Amerika Selatan) (Collins 1968; Rohrbach et al. 2003). Berdasarkan habitus tanaman terutama berdasarkan bentuk daun dan buah, dikenal 4 jenis golongan nenas yaitu: Smooth Cayenne (daun halus tidak berduri, kulit buah berwarna oranye dan buah berbentuk silindris, berukuran besar mencapai 2.3 kg atau lebih), Queen (daun pendek berduri tajam, kulit buah kuning, buah lonjong mirip kerucut, beratnya 0.5-1.1 kg), Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, kulit buah oranye-merah, buah berbentuk bulat, beratnya 0.9-1.8 kg) dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, kulit buah berwarna kuning, bentuk buah silindris atau seperti piramida dan berat rata-rata 1.4 kg) (Deptan 2006b; PKBT 2007a). Nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Queen dan Smooth Cayenne. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazil. Dewasa ini ragam kultivar nenas Indonesia yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor dan Palembang yang termasuk golongan Queen dan nenas Subang yang termasuk golongan Smooth Cayenne (PKBT 2007a).

Tanaman nenas tersebar di daerah tropik dan subtropik (Collins 1968; Rohrbach et al. 2003). Pertanaman nenas di Indonesia tersebar di berbagai propinsi, antara lain: Sumatera Utara (Tapanuli Selatan, Simalungun), Riau (Kampar, Siak, Dumai), Jambi (Bungo, Batanghari), Sumatera Selatan (Ogan Ilir, Muara Enim, Prabumulih), Lampung (Lampung Tengah, Tulang Bawang), Jawa Barat (Subang), Jawa Tengah (Pemalang, Wonosobo), Jawa Timur (Blitar, Kediri), Kalimantan Timur (Kutai Kartanegara) Kalimantan Barat (Sambas, Pontianak), Kalimantan Tengah (Kapuas, Kotawaringin) dan Sulawesi Utara (Bolaang Mongondow) (Deptan 2006b).

(31)

tumbuh pada curah hujan sekitar 635-2500 mm per tahun, tetapi curah hujan optimal adalah 1000-1500 mm (Purseglove 1978). Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman nenas sekitar 7-40 oC. Suhu optimal untuk pertumbuhan daun 32 oC dan untuk akar 29 oC (Hepton 2003). Di Hawai pada ketinggian di bawah 840 m dpl, suhu yang sesuai untuk mendapatkan buah berkualitas yaitu 21-32 oC (Evans et al. 2002).

Perbanyakan tanaman nenas yaitu secara asexual dari bagian tanaman (Evans et al. 2002). Umumnya bibit untuk perbanyakan tanaman nenas yang digunakan adalah bagian vegetatif tanaman yaitu: mahkota, anakan, tunas samping, tunas buah (Collins 1968; Ploetz et al. 1994; Hepton 2003) dan plantlet yang berasal dari kultur jaringan (Hepton 2003). Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh tanaman bibit yang baik yaitu: 1) berasal dari tanaman normal dan sehat, 2) bibit berasal dari tanaman yang benar varietasnya dan sesuai deskripsinya, 3) memiliki daya adaptasi tinggi, 4) produksi tinggi, 5) bermahkota tunggal, 6) bentuk dan ukuran buah normal sesuai varietasnya dan 7) memiliki mata buah seragam (PKBT 2007b). Bibit yang diharapkan tidak terserang hama dan penyakit serta memiliki daya produksi yang tinggi.

Tanaman nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Pada tanah liat berpasir dengan pH tanah sekitar 5.0–6.5 lebih disukai bagi pertumbuhan nenas (Purseglove 1978). Bahan-bahan organik dan kandungan kapur yang terkandung tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung, sehingga diperlukan bahan-bahan nutrisi tambahan dalam upaya meningkatkan kondisi fisik dan kimia tanah (Hepton 2003). Standar pemberian pupuk pada tanaman nenas adalah campuran pupuk yang mengandung N, P dan K masing-masing 10%, 6% dan 10% (Collins 1968). Pemupukan pada lahan mineral dapat dilakukan dua kali yaitu pada 3 bulan setelah tanam (BST) dengan dosis: Urea 300 kg/ha, SP 36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha, selanjutnya pemberian pupuk kedua diberikan 10-14 BST dengan dosis: Urea 150 kg/ha, SP 36 50 kg/ha dan KCl 300 kg/ha (PKBT 2007b).

(32)

satu baris jarak antar tanaman tergantung varietas dan praktek budidaya yang digunakan (Hepton 2003). Praktek budidaya nenas yang penting dalam budidaya nenas antara lain: penggunaan bibit/varietas yang tahan, irigasi yang baik, dan pengendalian gulma (Bartholomew et al. 2003).

Klasifikasi dan Penyebaran Kutu Putih Dysmicoccus brevipes

Kutu putih D. brevipes (Cockerell) termasuk filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hemiptera, super famili Coccoidea, famili Pseudococcidae, genus Dysmicoccus dan spesies: D. brevipes Cockerell dan dikenal dengan nama umum pineapple mealybug (Williams & Watson 1988; CABI 2003). Kutu putih dilaporkan berasal dari Amerika Selatan (Waterhouse 1998; Petty et al. 2002). Keberadaan hama ini di Hawai pertama kali dilaporkan pada tahun 1910 (Waterhouse 1998). Hama ini telah tersebar di berbagai negara seperti: Fiji, Jamaica, Australia, Afrika, Mexico, Micronesia, Taiwan dan Asia Tenggara (Waterhouse 1998; Mau & Kessing 2007). Hama ini pernah menimbulkan masalah serius di beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina dan Thailand (Williams & Watson 1988). Hama ini juga terdapat di pulau Jawa (Kalshoven 1981). Kutu putih ini dilaporkan telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia seperti: Bogor dan Subang (Jawa Barat), Simalungun (Sumatera Utara), Blitar (Jawa Timur) (Hutahayan 2006), bahkan telah sampai ke Sulawesi Utara (hasil survey Mamahit 2007 belum dipublikasi). Penyebaran kutu putih sangat mudah tersebar melalui bibit hasil perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu: mahkota, tunas slip dan sucker (Khan et al. 1998).

Tanaman Inang Kutu Putih D. brevipes

(33)

inang termasuk berbagai rumput-rumputan (Petty et al. 2002). Pustaka mutakhir menyebutkan bahwa hama ini memiliki tanaman inang lebih dari 100 genus dari 62 famili tanaman (Dove 2005; CABI 2008) (Lampiran 1).

Selain nenas sebagai inang utama kutu putih di Indonesia, tanaman inang lainnya antara lain: tebu, padi, palem, kopi, pisang, kedele, kacang tanah, kapas dan pandan (Kalshoven 1981). Tempat hidup hama ini terutama ditemukan pada bagian akar (Khan et al. 1998), daun (Kumar 2006; Mau & Kessing 2007), tunas, mahkota dan buah (Hernandez et al. 1999; Mau & Kessing 2007).

Biologi dan Morfologi Kutu Putih D. brevipes

Kutu putih D. brevipes berbentuk bulat sampai oval, panjang tubuh dapat mencapai tiga mm dan memiliki bagian terlebar pada mesothoraks. Kutu putih berwarna merah muda sehingga disebut pink mealybug dan memiliki lapisan lilin berwarna putih (Williams & Watson 1988; Williams de Willink 1992; Petty et al. 2002; Williams 2004). Ciri-ciri kutu putih D. brevipes yaitu: memiliki delapan ruas antena, 17 pasang serari, cirkulus, ostiol berkembang baik, discoidal pore terletak dekat mata, seta sekmen VIII bagian dorsal lebih panjang dari seta dorsal lainnya dan memiliki enam seta yang panjangnya sekitar 110 mμ pada bagian lingkaran anal (Williams & Watson 1988; Mau & Kessing 2007). Tungkai berkembang baik berbentuk langsing, panjang bagian trokanter bersama femur belakang sekitar 250 mμ, panjang tibia bersama tarsus belakang sekitar 250-260 mμ dan memiliki kuku dengan panjang 36 mμ (Williams & Watson 1988).

(34)

Imago betina kutu putih melahirkan dalam bentuk pradewasa (nimfa). Nimfa kutu putih yang aktif dalam penyebaran disebut juga crawler. Crawler dapat tersebar melalui angin dan hewan lainnya (Kumar 2006). Pada suhu 23.5 oC, lama perkembangan nimfa 34.03 hari. Peluang hidup nimfa sekitar 32.3% dan 40.5% pada nenas kultivar Perola dan Smooth Cayenne (Cecilia et al. 2004).

[image:34.612.133.508.281.495.2]

Lama masa praoviposisi imago betina 27 hari, lama masa oviposisi 25 hari dan lama hidup setelah melahirkan 5 hari. Imago dapat hidup selama 56 hari dan total lama hidup kutu putih dapat mencapai 90 hari (Petty et al. 2002). Setiap induk betina dapat menghasilkan sekitar 19-137 nimfa (Waterhouse 1988).

Tabel 2.1. Perbedaan biologi dan morfologi D. brevipes dan D. neobrevipes

Parameter D. brevipes D. neobrevipes

•Sklerotisasi pada lobus anal bagian ventral

•Seta panjang pada bagian dorsal abdomen

•Cara reproduksi

•Warna imago betina

•Bagian tanaman yang disukai

•Inang rumput-rumputan

•Spot hijau pada daun

kuadrate ada parthenogenesi s merah muda akar, bagian bawah tanaman

ya tidak ada elongate tidak ada bisexual abu-abu buah, mahkota, bagian atas tanaman tidak ada Sumber: Petty et al. (2002)

Kerusakan yang Diakibatkan oleh Kutu Putih D. brevipes

(35)

pertumbuhan embun jelaga sehingga menghambat potensi fotosintesis tanaman dan menurunkan daya jual buah yang terserang (Geiger & Daane 2001; Culik et al. 2005).

Serangan kutu putih D. brevipes bersama virus pada tanaman nenas bervariasi, di Kuba mencapai 40% (Petty et al. 2002) dan di Brasil dilaporkan sampai 50% (Khan et al. 1998). Kehilangan hasil dapat meningkat jika terjadi peningkatan populasi kutu putih (Cicalese et al. 1998) dan tidak adanya pengendalian kutu putih (Rohrbach & Schmitt 2003). Adanya PMWaV pada tanaman dapat memperparah serangan karena adanya PMWaV bersama-sama dengan kutu putih dapat menyebabkan kematian tanaman (Waterhouse 1998; Hernandes et al. 1999; Sether & Hu 2002) sehingga pada serangan tinggi kehilangan hasil nenas dapat mencapai 100% (Sether et al. 2005).

Peranan Kutu Putih D. brevipes sebagai Vektor Penyakit Layu

Kutu putih D. brevipes merupakan hama penting pada tanaman nenas karena menjadi vektor virus penyebab penyakit layu nenas atau pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV) (Hu et al. 1997; Hughes & Sasmita 1998; Sether et al. 1998; 2001; 2004). Keberadaan virus PMWaV pada tanaman nenas yang bergejala layu mula-mula dilaporkan Gunasinghe dan German pada tahun 1989 yang menemukan RNA untai ganda dan partikel virus berbentuk batang, lentur dan panjang yang termasuk golongan closterovirus (Petty et al. 2002). Dilaporkan ada dua jenis PMWaV yaitu: PMWaV1 dan PMWaV2 (Sether & Hu 2002). Selanjutnya dua virus penyebab penyakit layu nenas berhasil diidentifikasi yaitu: PMWaV3 dan PMWaV4 dan diketahui pula diantara keempat jenis virus tersebut, PMWaV2 merupakan virus yang paling berperan sebagai penyebab gejala layu (Sether et al. 2004; 2005).

(36)

terserang menunjukkan penurunan karakter-karakter tanaman seperti: berat tanaman, dimeter daun, panjang dan jumlah daun, juga panjang dan lebar akar (CABI 2003; Rohrbach & Schmitt 2003).

Dinamika Populasi Kutu Putih D. brevipes

Populasi didefinisikan sebagai semua individu dari suatu spesies yang menempati suatu area tertentu, yang terisolasi dari kelompok lainnya (Norris et al. 2003). Setiap anggota populasi dapat berinteraksi melalui berbagai cara, melakukan kegiatan seperti mencari makanan, kawin dan membangun sarang. Dilain pihak setiap individu dalam populasi ini dapat berkompetisi untuk mendapatkan sumberdaya seperti makanan dan ruang yang terbatas (Wilson & Bosert 1971).

Dinamika populasi serangga hama dipengaruhi berbagai interaksi multitropik meliputi: pengaruh aksi dari bawah oleh hubungan antara tanaman inang, aksi dari atas oleh: patogen, parasitoid dan predator dan aksi secara lateral dari kompetisi dari spesies tersebut (Bird & Hodkinson 2005). Faktor biotik dan abiotik tersebut mempengaruhi sifat-sifat populasi hama seperti kepadatan, laju kelahiran, laju kematian, pola sebaran, potensi biotik dan perilaku (Tarumingkeng 1994).

(37)

embun madu yang merupakan makanan semut (Waterhouse 1998; Helms & Vinson 2003; Johnson 2008).

Aktifitas manusia juga mempengaruhi keberadaan dan populasi hama. Banyak laporan yang mengemukakan bahwa praktek budidaya yang diaplikasikan berpengaruh terhadap dinamika populasi berbagai serangga. Misalnya penggunaan fumigasi seperti dichloropropene dan dimethyl bromide dapat mencegah infeksi nematoda dan hama pada tanaman nenas (IPM 2008). Praktek budidaya yang sehat yaitu pertanian organik dapat menekan populasi wereng (Nicholls & Altieri 2004). Sistem pertanaman campuran dapat meningkatkan populasi musuh alami (Najib & Hamijaya 2004).

Musim dan iklim setempat mempengaruhi kepadatan populasi serangga pada tanaman inangnya (Bird & Hodkinson 2005). Populasi D. brevipes pada daerah Subang, populasinya lebih tinggi dibandingkan di Bogor, hal ini dipengaruhi perbedaan iklim setempat (Asbani 2005). Beberapa penelitian melaporkan iklim juga berpengaruh pada Pseudococcidae lainnya. Menurut Chong et al. (2008) suhu yang berbeda akan mempengaruhi perkembangan dari kutu putih Maconellicoccus hirsutus. Populasi kutu putih tanaman anggur (Planococcus viccus) menunjukan perbedaan beberapa kondisi yang berbeda pada lokasi perkebunan di Afrika Selatan (Walton et al. 2004). Selain iklim, musim mempengaruhi populasi hama, seperti kutu putih yang menyerang mangga yaitu Rastrococcus invadens, populasinya akan mencapai puncaknya pada musim panas (Boavida & Neuenschwander 1995).

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

D. brevipespada Tanaman Nenas

(38)

Program PHT telah dicanangkan sebagai program nasional sejak tahun 1986 dengan sasaran peningkatan produksi padi di Indonesia (Dilts 1991). Prinsip PHT di Indonesia dikembangkan melalui tiga prinsip yaitu: (1) pengamatan teratur (monitoring) dan analisis, (2) pemanfaatan musuh alami dan (3) budidaya tanaman sehat (Gallaher 1991). Menurut Globalgap (2007) komponen PHT terdiri dari tiga kegiatan yaitu: monitoring, tindakan prefentif dan pengendalian. Tindakan prefentif dapat dilakukan melalui penggunaan berbagai teknik budidaya yang tersedia untuk mencegah dan mengurangi serangan hama.

Pengendalian hama terpadu (PHT) sudah diterapkan untuk mengatasi kutu putih Dysmicoccus spp. pada tanaman nenas (IPM 2008) dan kutu putih Planococcus ficus pada tanaman anggur (IPW 2006). Beberapa teknik PHT kutu putih Dysmicoccus spp. yang sudah diterapkan antara lain: (1) monitoring, (2) pengendalian biologi dengan memanfaatkan parasitoid seperti A. ananatis, (3) pengendalian kultural yaitu tidak menggunakan alat dan tanaman yang terkontaminasi dan melakukan sanitasi tanaman dan lahan, serta (4) pengendalian kimia yaitu: menggunakan bahan kimia sesuai anjuran pengendalian (IPM 2008).

Pengendalian biologi kutu putih dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami (Norris et al. 2003). Beberapa parasitoid yang berperan untuk mengendalikan D. brevipes di Hawai termasuk ordo Hymenoptera, famili Encyrtidae antara lain: Aenasius cariocus Compere, A. colombiensis Compere, A. ananatis Gahan, Euryphapauus propinquus Kerrich, Hambletonia pseudo-coccina Compere dan Ptomastidae abnormis Girault (Hernandes et al. 1999). Lebih lanjut dilaporkan peneliti ini bahwa tingkat parasitisasi A. ananatis dan E. propinquus pada kutu putih sangat rendah sekitar 0.3-9.9% dan 0.05-2.2%. Di Subang sudah diketahui satu spesies parasitoid kutu putih yaitu H. pseudococcina (Asbani 2005).

(39)

Pengendalian kimia untuk menekan populasi kutu putih menggunakan: chlorpyrifos (organopospat), methomyl (carbamat) dan imidacloprid (chloronicotinil) (Geiger & Daane 2001). Selain itu pengendalian kutu putih digunakan bahan fumigasi (Petty et al. 2002). Karbofuran (karbamat) merupakan insektisida sistemik yang banyak digunakan untuk pengendalian berbagai jenis hama tanaman terutama kutu daun pada tanaman kedelai (Harrison 2006).

Daftar Pustaka

Asbani N. 2005. Kelimpahan dan parasitoid kutu putih Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) serta keanekaragaman semut pada tanaman nanas. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bartholomew DP, Malezieux E. Sanewski GM, Sinclair E. 2003. Inflorescence and Fruit Development and Yield. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CAB International Publ. hlm 167-202.

Bird JM, Hodkinson ID. 2005. What limit the altitudinal distribution of Craspedolepta species (Sternorrhyncha: Psylloidea) on fireweed. Ecol Entomol 30:510-520.

Boavida C, Neuenschwander. 1995. Population dynamics and life tables of the mango mealybug, Rastrococcus invadens Williams, and its introduced natural enemy Gyranusoidea tebygi Noyes in Benin. Biocontrol Science and Tech 5:495-508.

[CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2003. Crop Protection Compendium. Nosworthy Way, Wallingford, Oxfordshire: CAB International Publ.

[CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2008. Dysmicoccus brevipes. [Distribution map]. Nosworthy Way, Wallingford, Oxfordshire: CAB International Publ.

Cecilia LVCS, Bueno VHPB, Prado E. 2004. Desenvolvimento de Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera; Pseudococcidae) emduas cultivars de abaxi. Cienc agrotec 28(5):1015-1020.

Chong JH, Roda AL, Mannion CM. 2008. Life history of mealybug, Maconellicoccus hirsutus (Hemiptera: Pseudococcidae) at constant temperature. Environ Entomol 37(2):323-332.

Cicalese JJ, Baxendale F, Riordan T, Moss TH. 1998. Identification of mealybug (Homoptera: Pseudococcidae) resistant turf-type buffalo grass germplasm. J. Econ Entomol 91(1):340-346.

(40)

Culik MP, Martins DS, Gullan PJ. 2005. First record two mealybug species in Brazil and new potential pest of papaya and coffee. J Insect Sci 6:236. [DEPTANb] Departemen Pertanian. 2006. Nenas (Ananas comosus). Direktorat

Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. 70 hal.

Dilts R. 1991. Reassessing Extension: The Case of IPM in Indonesia. National IPM Program. WG Meeting, Thailand: 27-3 Aug 1991. FAO – Indonesia. Djunaidi D. 2003. Peranan industri pada pengelolaan hama terpadu dalam

pertanian berkelanjutan. Di dalam. Kongres PEI dan Simposium Entomologi VI. Cipayung: 5-7 Mar 2003. PEI.

Dove B. 2005. Catalogue Query Results Dysmicoccus brevipes (Cockerell). http:// www.sel.barc.usda.gov/ catalogs/ pseudoco/ Dysmicoccusbrevipes.htm. [12 Feb 2008].

Evans D, Sanford WG, Bartholomew DP. 2002. Growing Pineapple. Hawaii: College of Tropical Agriculture and Human Resourses (CTAHR) Publ.

Gallaher KD. 1991. Old and New Consept of IPM. Discussion Paper. Bogor: 19 Sept 1991. Institut Pertanian Bogor.

Geiger CH, Daane KM. 2001. Seasonal movement and distribution of grape mealybug (Homoptera: Pseudococcidae): developing sampling program for San Joaquin valley vineyards. J Econ Entomol 94(1):291-301

Globalgap 2007. Control Points and Compliance Criteria Integrated Farm Assurance Crop Base. German: Globalgap. hlm 23-28. http://www. globalgap.org. [5 Mei 2007].

Harrison K. 2006. Furadan. http://www.3dchem.com/moremolecules.asp? ID=263 &othername= Furadan. [17 Mar 2008].

Helms KR, Vinson SB. 2003. Apparent facilitation on an invasive mealybug by an invasive ant. Insect Soc 50:403-404.

Hepton A. 2003. Cultural System. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CAB International Publ. hlm 109-142.

Hernandez HG, NJ Reimer, Jhonson MW. 1999. Survey of natural enemies of Dysmicoccus mealybugs on pineapple in Hawaii. Bio Control 44:47-58. Hu JS, Sether DM, Liu XP, Wang M. 1997. Use of a tissue blotting immunoassay

to examine the distribution of pineapple closterovirus in Hawaii. Plant Disease 81:1150-1154.

(41)

Hutahayan AJ. 2006. Peranan strain pineapple mealybug wilt assosiated virus (PMWaV) dan kutu putih (Dysmicoccus spp.) dalam menginduksi gejala penyakit layu pada tanaman nenas. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Inouye BD, Agrawal AA. 2004. Ant mutualisms alter the composition and attact rate of the parasitoid community for the gall wasp Disholcaspis eldoradensis (Cynipidae). Ecol Entomol 29:692-696.

[IPM] Integrated Pest Management. 2008. Crop Profile for Pineapple in Hawaii. http://www.ipmcenter.org/ Crop Profile/docs/hipineapples.html. [12 Feb 2008].

[IPW] Integrated Production of Wine. 2006. Integrated production of wine in South Africa: guidelines for farms. South African wine and spirit board. Africa. ARC Infruitec-Nietvoorbij in consultation with the vine and wine industry. [terhubung berkala]. http://www.ipw.co.za/IPWGuidelines-farms. [12 Feb 2008].

Johnson MW. 2008. Sustainable pineapple mealybug management via augmen-tative biological control. [terhubung berkala]. http://www.ctahr.hawaii. edu/t-star/pineapple.htm. [12 Feb 2008].

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah.Terjemahan dari De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Jakarta. Ichtiar Baru-van Hoeve. 701 hlm.

Khan AA, Avesi GM, Masud SZ, Rizvi SWA. 1998. Incidence of mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell) on pineapple. Tr J Zool 22:159-161. Kogan M. 1998. Integrated Pest Mangement: Historical Perspectives and

Contemporary Developments. Annual Review of Entomol 43:243-270. Kumar S. 2006. Pineapple mealybug Dysmicoccus brevipes. [terhubung berkala]

http://www.spc.int:8088/pld/index.jsp. [7 Feb 2008].

Mau RFL, Kessing JLM. 2007. Dysmicoccus brevipes (Cockerell) Pink Pine-apple Mealybug. http://www.extento.hawaii.edu/Kbase/crop/Type/d_brevip. htm. [15 Feb 2008].

Najib M. Hamijaya MZ. 2004. Populasi serangga musuh alami pada lingkungan iklim mikro di lahan pasang surut. Di dalam. Prosiding Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Bogor: 5 Okt 2004. Perhimpunan Entomologi Indonesia.

Nicholls CI, Altieri MA. 2004. Agroecological bases of ecological engineering for pest management. Di dalam. Gurr GM, Wratten SD, Altieri M, editor. Ecological Engineering for Pest Management. Advances in Habit Manipulation for Arthropods. Australia: CSIRO.

Norris RF, Chen EPC, Kogan M. 2003. Concept in Integrated Pest Management. New Jersey: Prentice Hall. 586 hlm.

(42)

[PKBT] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2007a. Nenas. Rusnas Buah-buahan Indonesia. Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. Institut Pertanian Bogor.

[PKBT] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2007b. Acuan Standar Operasional Produksi Nanas. Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. Institut Pertanian Bogor.

Ploetz RC, Zentmyer GA, Nishijima WT, Rohrbach KG, Ohr HD. 1994. Compendium of Tropical Fruit Diseases. America: APS.Press.

Purseglove JW. 1978. Tropical Crops. Monocotiledons. London: Longman Group Ltd.

Rohrbach KG, Johnson MW. 2003. Pest, Diseases and Weed. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CAB International publ. hlm 203-251. Rohrbach KG, Leal F, d’Eeckenbrugge GC. 2003. History, Distribution and Word

Production. Di dalam. Ploetz RC, editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. South Applefield Circle, Elizabeth USA: CAB International Publ. hlm 1-12. Rohrbach KG, Schmitt D. 2003. Diseases of Pineapple. Di dalam. Ploetz RC,

editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. South Applefield Circle, Elizabeth USA: CAB International Publ. hlm 443-464.

Sether DM, Ulman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt-associated virus by two species of mealybug (Dysmicoccus spp). Phytopathology 88:1224-1230.

Sether DM, Okamura C, Kislan MM, Karasev A, Busto JL, Hu JS. 2001. Detection, differentiation, and elimination of pineapple mealybug wilt associated virus in pineapple. Plant Disease 85:856-864.

Sether DM, Hu JS. 2002. Yield impact and spread of pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease 86:867-874.

Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2004. Diversity of pineapple mealybug wilt associated viruses in pineapple. Phytopathology 94(6):1031. Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug

transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Disease 89(5):450- 456.

Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan & Universitas Kristen Krida Wacana. 284 hlm. Walton VM, Daane KM, Pringle KL. 2004. Monitoring Planococcus ficus in

South African vineyards with sex pheromone-baited trap. Crop Protect 23:1089-1096.

Waterhouse DF. 1998. Biological Control of Insect Pest. Southeast Asian Prospects Monograph (51) Canberra: ACIAR.

(43)

Williams DJ, de Willink MCG. 1992. Mealybug of Central and South America. Wallingford Oxon: CAB International Publ. 635 hlm.

Williams DJ. 2004. Mealybug of Southern Asia. Kuala Lumpur. Southdene SDN BHD.

(44)

BAB III

IDENTIFIKASI TEKNIK PENGENDALIAN KUTU

PUTIH

Dysmicoccus

brevipes

(COCKERELL)

PADA TINGKAT PETANI

ABSTRAK

Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra produksi nenas rakyat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar berbagai aspek tentang petani menyangkut karakteristik petani, sistem budidaya, pengetahuan dan tindakan petani dalam pengendalian kutu putih dan penyakit layu tanaman nenas di Kabupaten Subang. Hasil survei menunjukkan bahwa petani nenas umumnya petani berpendidikan relatif rendah, jumlah keluarga sedang yaitu 3-4 orang dan berumur 20-50 tahun. Kebanyakan petani melakukan sistem budidaya nenas secara konvensional dengan menanam nenas pada lahan yang terpisah-pisah dan secara polikultur, serta hanya memiliki lahan garapan yang relatif sempit (kurang dari 0.25 m2). Survei menunjukkan petani responden menanam nenas dengan jarak tanam bervariasi, melakukan pemupukan dengan dosis dan aplikasi yang belum optimal dan belum menggunakan bibit yang sehat. Petani responden menyatakan bahwa tingkat serangan kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas bervariasi, umumnya 26-75%. Umumnya petani dalam penanggulangan kutu putih dan penyakit layu melakukan penyemprotan dengan insektisida. Insektisida yang biasa digunakan petani adalah golongan organofosfat. Hasil analisis menunjukkan budidaya nenas yang dilakukan petani di Kabupaten Subang cukup menjanjikan karena memberikan keuntungan dengan RC rasio: 1.22-1.44

Kata kunci: kutu putih, D. brevipes, nenas, petani, penyakit layu, polikultur. ABSTRACT

Subang Regency has been considered as one of the centers of the pineapple production in Indonesia. The baseline data of various aspects of farmer’s knowledge and their management practices of mealybug and wilt disease of pineapple was evaluated at Subang. The results indicated that the farmer education levels were relatively low, the family member was 3-4 people, farmer’s ages were 20-50 years old and the ownership land levels were low. The conventionally practices of pineapple were usually conducted by the farmers. Pineapples were usually planted separatedly with polycultured plant system; plant distance was varied; fertilizing dose and application with unmaximal levels; and peneapple seedling were used without selection. According to farmers, infection levels of mealybug D. brevipes were varied, generally from 26% to 75%. The mealybug and wilt disease controls were generally applied with organophosphate insecticides. The RC ratio of pineapple cultivation in Subang Regency was from 1.22 to 1.44 It was concluded that the pineapple production at Subang was a promising cultivation.

(45)

PENDAHULUAN

Budidaya nenas merupakan usaha pertanian rakyat yang menjadi andalan Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Luas areal panen nenas di Kabupaten Subang mencapai 3253 ha dengan produksi 123 067 ton. Kondisi agroklimat yang cocok untuk budidaya nenas dan ketersediaan lahan-lahan yang belum dimanfaatkan memungkinkan peningkatan luas area dan produksi nenas di daerah ini. Kondisi suhu rata-rata daerah penanaman nenas di Subang sekitar 21-27 oC, pH tanah berkisar antara 5.5-7 dan terletak di daerah dengan ketinggian tempat 300-500 m di atas permukaan laut (DPKS 2004).

Pola usahatani nenas di daerah Subang pada umumnya masih skala kecil yaitu: tumbuh pada lahan-lahan pekarangan, lahan-lahan kosong, lahan bersama tanaman lainnya (polikultur) seperti di bawah pohon buah-buahan atau pohon-pohon kayu dan pada kebun-kebun yang ukurannya relatif kecil (DPKS 2004). Usahatani nenas di daerah ini pada umumnya merupakan usaha pertanian rakyat yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Usahatani seperti ini memang umum ditemukan di pertanian Indonesia (Mubyarto 1994).

Masalah dalam produksi dan budidaya banyak dihadapi petani nenas antara lain : belum tersedianya varietas yang tahan, belum tersedianya bibit dalam jumlah banyak dan seragam, teknologi budidaya dan pasca panen yang belum tepat serta adanya serangan hama dan penyakit (DPTP 1994). Hama utama pada tanaman nenas adalah kutu putih D. brevipes (Petty et al. 2002). Kutu putih sangat berbahaya karena berperan sebagai penular virus penyakit layu nenas PMWaV (Mau & Kessing 2007). Tingkat serangan hama ini di Kabupaten Subang dilaporkan dapat mencapai 70 % (Asbani 2005).

Masalah yang dihadapi petani adalah belum tersedianya tanaman yang tahan terhadap hama kutu putih. Untuk pengendalian hama umumnya petani berusaha melakukan pengendalian berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Namun dalam pengambilan keputusan pengendalian umumnya petani berdasarkan kondisi ekonomi saat itu. Petani akan mengadopsi teknik pengendalian hama yang sesuai dengan perekonomiannya, mencari teknik yang murah tetapi berhasil.

(46)

keputusan pengendalian hama dan penyakit. Upaya pengendalian hama dan penyakit dikembangkan berdasarkan kebiasaan ataupun informasi yang terbatas. Teknik pengendalian hama dan penyakit yang umum digunakan adalah dengan menggunakan tanaman tahan, cara budidaya, fisik mekanik, penggunaan parasitoid dan predator dan penggunaan pestisida (Untung 1996).

Berbagai teknik pengendalian sudah ada ditingkat petani. Namun teknik pengendalian yang dibutuhkan petani adalah pengendalian yang ekonomis, efektif dan ramah lingkungan. Teknik pengendalian yang sudah terbukti keberhasilannya adalah pengendalian hama terpadu (PHT). Program PHT telah dikembangkan dan diimplementasikan untuk mengendalikan hama kutu putih dan penyakit layu di Hawai, USA. Komponen PHT meliputi: perbanyakan in vitro untuk mendapatkan bibit bebas virus, memilih area penanaman bebas virus, memusnahkan tanaman terserang, mengendalikan semut dan kutu putih, dan rotasi tanaman (Agridep 2000; IPM 2008).

Program PHT memiliki empat prinsip dasar yaitu: budidaya tanaman yang sehat, melestarikan dan mendayagunakan fungsi musuh alami, monitoring dan petani menjadi manager di lahannya sendiri. Tujuan PHT yaitu mengupayakan populasi hama dan kerusakan tanaman tetap berada pada tingkat yang tidak merugikan dan mengurangi pencemaran lingkungan oleh pestisida (Untung 1996). Selain itu yang menjadi tujuan utama PHT adalah untuk meningkatkan keuntungan bagi petani (Gallagher 1991).

Faktor petani yang bertindak sebagai pelaku pengendalian di lapangan merupakan salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan PHT (Untung 1996). Program pengendalian hama berhasil jika tindakan atau keputusan pengendalian hama yang dilakukan oleh petani tepat. Pengambilan keputusan pengendalian oleh petani ditentukan oleh empat faktor yaitu: permasalahan hama yang menyangkut tingkat serangan dan kehilangan hasil yang ditimbulkan, pilihan pengendalian yang tersedia bagi petani, persepsi petani terhadap permasalahan hama dan terhadap ketersediaan serta keefektifan dari berbagai pengendalian dan motivasi berusahatani.

(47)

berbagai informasi mengenai berbagai faktor baik internal maupun ekternal yang berkaitan dengan petani setempat, masalah hama dan penyakit dan tindakan pengendalian yang dilakukan oleh petani. Untuk memperoleh informasi tersebut dilakukan penelitian dengan metode survei kepada petani di sentra produksi nenas yaitu: di desa Bunihayu, Curugrendeng dan Cimanglid. Teknik survei yang dilakukan yaitu survei diagnostik yang merupakan survei sederhana dan singkat yang bertujuan untuk mengidentifikasi keadaan dan masalah yang dihadapi petani dalam usaha taninya, termasuk dalam aspek pengendalian hama dan penyakit (Burdani et al. 2001). Menurut Rauf (1996) survei dasar pada petani mencakup survei pengetahuan, sikap dan tindakan petani sangat penting dalam membuat rekomendasi teknologi.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendalami aspek-aspek yang berkaitan dengan petani dan teknik pengendalian D. brevipes yang diterapkan petani dan 2) identifikasi teknik pengendalian kutu putih dan penyakit layu pada tingkat petani.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

(48)

PE T A LO K AS I PE N E L ITIAN D E S A C IM A N G L ID , B U N IH A Y U ,

D A N C U R U G R E N D E N G

U S k a la 1 :1 0 0. 0 0 0

10 0 0 0 10 0 0 20 0 0 M

J ala n A rt e ri

J ala n L a in

J ala n L o k a l

S u n g ai K e t e ra n ga n

P eta P e m a n d a n ga n P ro p in s i Ja w a B ar a t

Lo k a si P e n e li tia n

N

S u m b e r : P e t a A d m in is tr a s i K a b u p e ta n S u ba n g

P RO G R A M S T U D I E N T O M O L O G I- FIT O P A T O L O G I S E K O L A H P A S CA S A R J A N A IN S T ITU T P E R T A NIA N B O G O R

D e sa B u n iha yu

D e sa C im a n gl id D e sa C u ru g re nd e ng

#

Y

#

Y Ib u k o ta K e c a m a ta n

B og or

Ba nd ung

6° 46 ' 6° 44 ' 6° 4 2 ' 6° 40 ' 6° 38 '

10 7 °3 8 ' 10 7 °4 0 ' 10 7 °4 2 ' 10 7 °4 4 '

LS

B T

7° 7°

10 7 ° 10 7 °

10 8 ° 10 8 °

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan biologi dan morfologi D. brevipes dan D. neobrevipes
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian
Tabel 3.4. Hasil wawancara jarak tanam, varietas dan asal bibit yang ditanam oleh petani di Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang (n=30)
Tabel 3.6.  Pemupukan tanaman nenas menurut SOP dan rata-rata
+7

Referensi

Dokumen terkait