• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Banding Densitas Mineral Tulang Pada Masa Klimakterium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Banding Densitas Mineral Tulang Pada Masa Klimakterium"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI BANDING DENSITAS MINERAL

TULANG PADA MASA KLIMAKTERIUM

TESIS MAGISTER

OLEH

IRWANSYAH PUTRA

DEPARTEMENT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK-RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN

TIM-5

Pembimbing : Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K

Dr. Ichwanul Adenin, SpOG.K

Pembanding : Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K

Dr. Sarma N. Lumbanraja, SpOG.K

Dr. Binarwan Halim, SpOG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahir rahmanir rahiim...

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan

Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu

syarat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri

dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini

banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar

harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam

menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

” STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG

PADA MASA KLIMATERIUM ”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran dan

Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi USU Medan.

(4)

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; Dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG, Sekretaris

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil,

SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan, Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter

Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. Dr. Yusuf

Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. T.M. Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. Hamonangan

Hutapea, SpOG(K), Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof. Dr. R.

Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), dan Prof.

Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K), yang telah bersama-sama berkenan menerima

saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan

Ginekologi.

3. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K) selaku Kepala Sub Divisi Fetomaternal

atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian

tentang :

” STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG

PADA MASA KLIMATERIUM ”

4. Prof. Dr. Delfi Lutan MSc, SpOG.(K) dan Dr. Ichwanul Adenin, SpOG (K) dengan

penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk

membimbing , memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

5. Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Dr. Sarma Nursani Lumbanraja, SpOG(K),

Dr. Binarwan Halim, SpOG(K) selaku tim penguji dalam penulisan tesis ini, yang

(5)

6. Dr. Aswar Aboet, SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa

pendidikan ini, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan

nasehat-nasehat bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit

selama pendidikan dan Dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG selaku Dosen

Pendamping selama saya menjalani program Magister ini

7. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, selaku pembimbing mini referat Magister

saya yang berjudul ”PEMAKAIAN OBAT ANTIBIOTIK DALAM KEHAMILAN”.

8. Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk

membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/ RSUP H.

Adam Malik- RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang secara langsung telah banyak

membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

10. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan

sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran

Klinis Obstetri dan Ginekologi di departemen Obstetri dan Ginekologi.

11. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan serta Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUD Dr. Pirngadi Dr. Rushakim Lubis, SpOG yang telah memberikan

kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan

Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di departemen Obstetri dan

(6)

12. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Illah, SpOG dan

Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberi kesempatan

dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.

13. Teman Sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis,

karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan

bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister Kedokteran

Klinis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU/RSUP H. Adam Malik.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

kepada kedua orang tua saya yang tercinta, Ayahanda Dr. H. Irson Nur Piliang,

SpOG dan Ibunda Hj. Nurainun Manurung , yang telah membesarkan,

membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari

masa kanak-kanak hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup

serta motivasi selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada kakak dan adik saya, Dr. Suri Anita dan Kartika Sari, S.Ked yang telah

banyak memberikan dukungan kepada saya, khususnya selama menjalani

pendidikan dan masa-masa yang sulit serta memberikan motivasi kepada saya

selama mengikuti pendidikan ini.

Khususnya kepada istri saya yang sangat saya kasihi dan cintai Liony Alda,

(7)

maaf saya yang sebesar-besarnya karena kesibukan menyelesaikan tugas-tugas

di pendidikan ini, tugas saya sebagai suami sedikit terabaikan. Tanpa

pengorbanan, doa dan dukungan dari istri saya tercinta , tidak mungkin

tugas-tugas ini dapat saya selesaikan.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan

namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah

banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan

berkah-Nya kepada kita semua.

Amin Ya Rabball ‘Alamin...

Medan, Desember 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ... 5

1.3 HIPOTESA PENELITIAN ... 6

1.4 TUJUAN PENELITIAN ... 6

1.5 MANFAAT PENELITIAN ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 OSTEOPOROSIS ... 8

2.1.1 DEFENISI …... 8

2.1.2 KOMPOSISI TULANG ... 9

2.1.3 FISIOLOGIS PEMBENTUKAN TULANG ... 12

2.1.4 MODELING DAN REMODELING TULANG ... 12

(9)

2.1.6 PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS ... 16

2.1.7 FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS …... 19

2.1.8 FAKTOR LAIN YANG TERLIBAT DALAM OSTEOPOROSIS ... 20

2.1.9 GEJALA-GEJALA PENGEROPOSAN TULANG ... 25

2.1.10 DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS ... 26

2.2 KLIMAKTERIUM ... 34

2.2.1 TAHAPAN KLIMAKTERIUM …... 34

2.3 PERUBAHAN HORMON ESTROGEN ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 37

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN …... 37

3.2.1 TEMPAT PENELITIAN ... 37

3.2.2 WAKTU PENELITIAN ... 37

3.3 POPULASI PENELITIAN ... 37

3.4 BESAR SAMPEL PENELITIAN ... 37

3.5 KRITERIA PENELITIAN ... 39

3.5.1 KRITERIA INKLUSI ... 39

(10)

3.6 KERANGKA PENELITIAN ...………...….. 40

3.7 CARA KERJA ... 41

3.8 BATASAN OPERASIONAL ... 41

3.9 ANALISA DATA ....…... 42

3.10 ETIKA PENELITIAN ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 HASIL PENELITIAN ... 44

4.2 PEMBAHASAN ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 KESIMPULAN ... 54

5.2 SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ....………... 55

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Quantitative Ultra Sound / QUS ... 33

Gambar 2. Grafik nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan

masa klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir ... 46

Gambar 3. Grafik Indeks masa tubuh yang di kelompokkan berdasarkan masa

klimaterium awal, perimenopause dan masa klimaterium akhir ... 48

Gambar 4. Grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang (T-Score)

dengan umur ... 49

Gambar 5. Grafik diagram sebar antara nilai densitas mineral tulang (T-Score)

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pendekatan terhadap evaluasi osteoporosis ... 25

Tabel 4.1. Tabel distribusi densitas mineral tulang dengan masa klimakterium awal,

perimenopause dan klimakterium Akhir ... 44

Tabel 4.2. Nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan masa

klimaterium awal, perimenopause, dan klimaterium akhir ... 45

Tabel 4.3. Nilai indeks masa tubuh yang di kelompokkan berdasarkan masa

(13)

STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG PADA MASA KLIMATERIUM

Putra I, Lutan D, Adenin I

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada terjadi penurunan nilai densitas mineral

tulang wanita pada masa klimakterium sesuai dengan bertambahnya usia seorang

wanita.

Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian Analitik dengan

metode crossectional. Sampel adalah seluruh wanita dengan usia 35 tahun – 65

tahun yang bersedia ikut dalam penelitian ini yang berkunjung ke Pusat Rehabilitasi

Medik RSUP.H.Adam Malik Medan, yang dibagi atas 3 yaitu, klimakterium awal

(35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), dan klimakterium akhir (56-65

tahun). Analisa data dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.00, dimana

untuk melihat hubungan antara kelompok densitas mineral tulang dengan masa

klimakterium digunakan uji chi-square dan untuk melihat perbedaan nilai densitas

mineral tulang pada masa klimakterium digunakan uji Anova. Sedangkan untuk

melihat penurunan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan

Regresi Linier.

Hasil Penelitian ; Dari hasil pengumpulan data, di jumpai pada masa klimakterium

awal, densitas mineral tulang terbanyak adalah normal 17 orang (85%). Pada masa

perimenopause, densitas mineral tulang terbanyak adalah osteopenia 10 orang

(14)

adalah osteopenia dan osteoporosis 8 orang (40%). Adanya hubungan yang

bermakna secara statistik antara densitas mineral tulang dengan masa klimakterium

yang dapat dilihat dari nilai p = 0,001 ( p< 0,05 ). Dijumpai nilai rata-rata densitas

mineral tulang pada klimakterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir

adalah masing-masing -0,625, -1,390, -1,885. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan nilai densitas mineral tulang dari klimaterium awal, perimenopause dan

klimakterium akhir. Adanya perbedaan bermakna rata-rata nilai densitas mineral

tulang pada ketiga kelompok dengan nilai p = 0,001 (p<0.05). Dari uji perbedaan

bermakna yang paling kecil (LSD), menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna

antara masa perimenopause dengan klimakterium akhir p > 0,05. Dijumpai nilai

rata-rata IMT pada klimakterium awal adalah 22,02 , perimenopause adalah 21,84 ,dan

klimakterium akhir adalah 22,56. Tidak adanya perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok klimakterium p > 0,05. Dijumpai hubungan berbanding terbalik

antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai

densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = - 0,749. Dijumpai hubungan

berbanding lurus antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi IMT

semakin tinggi juga nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = 0,355.

Kesimpulan : Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Nilai rata-rata

densitas mineral tulang pada wanita masa klimakterium awal (35-45 tahun), masa

perimenopause (46-55 tahun), masa klimakterium akhir (56-65 tahun) adalah -0,625

(Normal), -1,390 (Osteopenia), -1,885 (Osteopenia). Dijumpai perbedaan bermakna

rata-rata nilai densitas mineral tulang pada ketiga kelompok tersebut. Dijumpai

hubungan berbanding terbalik antara usia dengan densitas mineral tulang. Yang

mana semakin tinggi usia, semakin kecil nilai densitas mineral tulang.

(15)

STUDI BANDING DENSITAS MINERAL TULANG PADA MASA KLIMATERIUM

Putra I, Lutan D, Adenin I

Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada terjadi penurunan nilai densitas mineral

tulang wanita pada masa klimakterium sesuai dengan bertambahnya usia seorang

wanita.

Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian Analitik dengan

metode crossectional. Sampel adalah seluruh wanita dengan usia 35 tahun – 65

tahun yang bersedia ikut dalam penelitian ini yang berkunjung ke Pusat Rehabilitasi

Medik RSUP.H.Adam Malik Medan, yang dibagi atas 3 yaitu, klimakterium awal

(35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), dan klimakterium akhir (56-65

tahun). Analisa data dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.00, dimana

untuk melihat hubungan antara kelompok densitas mineral tulang dengan masa

klimakterium digunakan uji chi-square dan untuk melihat perbedaan nilai densitas

mineral tulang pada masa klimakterium digunakan uji Anova. Sedangkan untuk

melihat penurunan nilai densitas mineral tulang pada masa klimakterium digunakan

Regresi Linier.

Hasil Penelitian ; Dari hasil pengumpulan data, di jumpai pada masa klimakterium

awal, densitas mineral tulang terbanyak adalah normal 17 orang (85%). Pada masa

perimenopause, densitas mineral tulang terbanyak adalah osteopenia 10 orang

(16)

adalah osteopenia dan osteoporosis 8 orang (40%). Adanya hubungan yang

bermakna secara statistik antara densitas mineral tulang dengan masa klimakterium

yang dapat dilihat dari nilai p = 0,001 ( p< 0,05 ). Dijumpai nilai rata-rata densitas

mineral tulang pada klimakterium awal, perimenopause dan klimakterium akhir

adalah masing-masing -0,625, -1,390, -1,885. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan nilai densitas mineral tulang dari klimaterium awal, perimenopause dan

klimakterium akhir. Adanya perbedaan bermakna rata-rata nilai densitas mineral

tulang pada ketiga kelompok dengan nilai p = 0,001 (p<0.05). Dari uji perbedaan

bermakna yang paling kecil (LSD), menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna

antara masa perimenopause dengan klimakterium akhir p > 0,05. Dijumpai nilai

rata-rata IMT pada klimakterium awal adalah 22,02 , perimenopause adalah 21,84 ,dan

klimakterium akhir adalah 22,56. Tidak adanya perbedaan yang bermakna dari

ketiga kelompok klimakterium p > 0,05. Dijumpai hubungan berbanding terbalik

antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai

densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = - 0,749. Dijumpai hubungan

berbanding lurus antara kedua variabel tersebut. Yang mana semakin tinggi IMT

semakin tinggi juga nilai densitas mineral tulang (T-Score) dengan nilai r = 0,355.

Kesimpulan : Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Nilai rata-rata

densitas mineral tulang pada wanita masa klimakterium awal (35-45 tahun), masa

perimenopause (46-55 tahun), masa klimakterium akhir (56-65 tahun) adalah -0,625

(Normal), -1,390 (Osteopenia), -1,885 (Osteopenia). Dijumpai perbedaan bermakna

rata-rata nilai densitas mineral tulang pada ketiga kelompok tersebut. Dijumpai

hubungan berbanding terbalik antara usia dengan densitas mineral tulang. Yang

mana semakin tinggi usia, semakin kecil nilai densitas mineral tulang.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru

diketahui ada apabila secara tidak sengaja si penderita mengalami patah tulang

tertentu hanya dengan kecelakaan yang ringan saja.1,2,10

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemis dimana tulang mengalami

kehilangan massa tulang dan kerusakan konstruksi trabekula tulang, sehingga

kortex menjadi lebih tipis dan medula lebih spongius atau berongga.

Konsekuensinya tulang menjadi lebih rapuh dan mudah patah.3,4,10

Osteoporosis tidak hanya masalah pada wanita. Osteoporosis terjadi pada 75

juta orang di Amerika, Eropa, dan Jepang, termasuk sepertiganya adalah wanita

postmenopause.4 Di Amerika Serikat, 44 juta orang yang berusia 50 tahun atau

lebih, termasuk 14 juta laki-laki, memiliki massa tulang yang rendah atau

osteoporosis5,6,7.

Tujuan dari pencegahan dan terapi osteoporosis adalah untuk mencegah

terjadinya fraktur. Bila dilihat dari segi usia, insiden terjadinya fraktur panggul,

vertebra dan pergelangan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia, dan

insidens terjadinya fraktur pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Wanita kulit putih usia 85 tahun, mempunyai insiden fraktur panggul sebesar 3% per

tahun. Resiko fraktur pada osteoporosis pada umur 50 tahun di Inggris diperkirakan

(18)

radius. Koresponden di Amerika Utara menyatakan resiko fraktur pada wanita lebih

tinggi 17,5%, 15.6% dan 16%. Diperkirakan insidens terjadinya fraktur panggul

pertahun di Inggris sebesar 60.000, fraktur tulang sekitar 50.000, dan fraktur

vertebra yang didiagnosis secara klinis sebesar 40.000. Walaupun demikian, insiden

sebenarnya untuk fraktur vertebra lebih tinggi dari pada data sebenarnya, dimana

lebih dari dua per tiga dan kemungkinan sebanyak 85%, tidak mendapatkan

perhatian secara medis.8,9

Di Indonesia, data nasional belum ada namun meningkatnya kelompok usia

lanjut yang akan mencapai sekitar 16 juta dalam abad ini, dengan sendirinya

penderita osteoporosis akan semakin banyak dan dengan demikian penderita patah

tulang akan meningkat dan merupakan masalah kesehatan di masa mendatang.6,8,9

Menopause berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1981 dan telah

diperbaharui kembali oleh Technical Working Party WHO tahun 1994 didefinisikan

sebagai : penghentian permanen siklus haid pada wanita yang disebabkan oleh

pengurangan aktifitas folikel ovarium. Diagnosa berdasarkan pemantauan selama

amenorea 12 bulan berturut-turut dan tidak terdapat penyebab lainnya, patologis

atau psikologis.5,7 Postmenopause dimulai 5 tahun setelah menopause, sedangkan

pramenopause terjadi 4-5 tahun sebelum masa menopause. 10,11,15

Hormon estrogen dalam kadar normal akan memicu aktifitas osteoblas dalam

formasi tulang untuk membentuk kolagen. Kadar estrogen yang sangat rendah dapat

menghambat kerja osteoblas dan akan meningkatkan kerja osteoklas sehingga

remodeling tulang tidak seimbang dan lebih banyak ke proses resorpsi tulang

(19)

sampai osteoporosis. Kehilangan massa tulang pada awal menopause sekitar 10%

dan berkelanjutan sekitar 2-5% pertahun.10,12

Penurunan hormon estrogen merupakan penyebab lebih cepat terjadinya

osteporosis primer pada wanita postmenopause. Osteoporosis biasanya terjadi pada

usia 55-70 tahun dan sering menyebabkan kolaps tulang belakang, tinggi badan

berkurang karena bengkok, fraktur tulang panggul dan pangkal pergelangan tangan.

Saat ini dinyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik manusia usia

lanjut.10,12,13

Pada tahun 1990, populasi wanita menopause di seluruh dunia dilaporkan

mencapai jumlah 476 juta jiwa, 40% di antaranya berada di negara industri.

Diperkirakan jumlah populasi wanita menopause pada tahun 2030 sebanyak 1.200

juta dengan distribusi di negara berkembang sebesar 76%. Data yang didapatkan

dari daerah Asia Tenggara juga menunjukkan fenomena serupa. Umur di negara

barat seperti populasi wanita menopause Amerika Serikat dan United Kingdom

adalah 51,4 dan 50,9 tahun. Untuk negara Asia, ternyata didapatkan nilai yang tidak

jauh berbeda. Sebuah studi yang dilakukan pada 7 negara Asia Tenggara

memperlihatkan usia median terjadinya menopause yaitu 51,9 tahun. Untuk

Indonesia sendiri, laporan tahun 1990 menyebutkan terjadi menopause pada usia 50

tahun. Studi yang diadakan di Malaysia terhadap 3 jenis etnik yaitu Melayu, Cina

dan India, menyebutkan bahwa menopause terjadi pada usia 50,7 tahun.13,14

Tahapan menopause atau klimakterium adalah tahap awal penurunan fungsi

ovarium, yang ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejala

vasomotor. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakterium

(20)

kepentingan klinis, yaitu: Klimakterium awal (35-45 tahun) pada masa ini mulai

terjadi keluhan gangguan haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah, masa

perimenopause (46-55 tahun) terbagi pada tahap pramenopause (umur 45-50),

menopause (umur 50 tahun), postmenopause (umur > 55 tahun) pada masa ini

sudah dijumpai keluhan klinis defisiensi estrogen pada vasomotor, flour albus,

dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis, Klimakterium akhir ( 56-65 tahun) pada

masa ini didapati kadar estrogen yang sangat rendah sampai tidak ada. Dengan

ancaman masalah jantung, aterotrombosis, serta fraktur oleh karena

osteoporosis.3,11,10,15

Pemeriksaan radiologi konvensional mempunyai peran yang kecil dalam

menegakkan diagnosis osteoporosis. Hal ini dikarenakan pemeriksaan rontgen

konvensional tidak dapat menentukan derajat bone loss. Osteoporosis dan juga

kelainan tulang, baru diketahui pada pemeriksaan rontgen apabila massa tulang

telah berkurang lebih dari 30%.4,16,17

Untuk menilai densitas dari tulang dilakukan pemeriksaan Bone Mineral

Density (BMD), salah satunya dengan Alat Ultrasound Densitometry atau

Quantitative Ultrasound (QUS), yang memiliki potensial untuk mengukur struktur

tulang menggunakan gelombang suara dengan nilai dalam T-score.16,17

Alat sonografi pada densitometri ini tidak berbeda prinsip kerjanya dengan

alat USG yang biasa kita kenal dan kita pakai pada pemeriksaan abdomen obstetric.

AEU menggunakan frekwensi gelombang suara yang sekitar 0,2 sampai 0,5 MHz

(bandingkan dengan USG yang biasa dipakai untuk pemeriksaan abdomen atau

obstetri, yaitu 3,5 MHz dan untuk payudara sekitar 5-7,5 MHz), berarti panjang

(21)

Bila hasil T-score lebih dari -1 SD dikategorikan normal, antara -1 sampai -2,5

SD disebut osteopenia, dan di bawah -2,5 SD disebut osteoporosis.17

Dayeng A.N, dalam penelitiannya “Diagnosa osteoporosis pada wanita

menopause dengan mempergunakan Achilles Express Ultrasonometer”

menyimpulkan bahwa Alat Achilles Express Ultrasonometer dapat dipakai sebagi

screening awal untuk mendiagnosa osteoporosis dan untuk memonitoring hasil-hasil

terapi serta memiliki beberapa kelebihan antara lain selain harga terjangkau, mudah

dalam penggunaannya dan juga memiliki ketetapan pemeriksaan osteoporosis.

Penggunaan USG densitometri ini baru diakui oleh FDA pada tahun 1998

yang berarti layak pakai sebagai alat pemeriksaan osteoporosis. Dibandingkan

dengan QCT, alat ini jauh lebih praktis, karena tampilan alat yang portable dan biaya

pemeriksaan yang lebih murah. Pemakaian paparan radiasi yang rendah

densitometer sebagai alat pemeriksaan untuk mendeteksi osteoporosis.16,17

Di Amerika pemakaian alat densitometer untuk mendeteksi osteoporosis baru

direkomendasikan untuk kaum wanita, karena osteoporosis jarang ditemukan pada

kaum pria.17

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian masalah dalam latar belakang tersebut, Mengingat

kejadian kasus osteoporosis pada wanita sangat besar maka dalam penegakan

diagnosis osteoporosis dilakukan pemeriksaan densitas mineral dengan Quantitative

Ultrasonografi (QUS). Pemeriksaan nilai densitas mineral tulang dengan Quantitative

(22)

biaya pemeriksaan yang lebih murah. Untuk itu, peneliti membandingkan nilai

densitas mineral tulang wanita pada masa klimakterium yang dibagi atas 3 yaitu,

klimakterium awal (35-45 tahun), Masa perimenopause (46-55 tahun), dan

klimakterium akhir (56-65 tahun.

1.3. HIPOTESA PENELITIAN

Adanya hubungan berbanding terbalik antara usia dengan densitas mineral

tulang, yang mana semakin tinggi usia semakin kecil nilai densitas mineral tulang.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Umum :

Untuk mengetahui apakah ada terjadi penurunan nilai densitas mineral tulang wanita

pada masa klimakterium sesuai dengan bertambahnya usia seorang wanita.

Khusus :

1. Untuk mengetahui nilai densitas mineral tulang pada wanita masa

klimakterium awal (35-45 tahun), perimenopause (46-55 tahun), masa

klimakterium akhir (56-65 tahun).

2. Untuk mengetahui perbedaan nilai densitas mineral tulang pada wanita masa

klimakterium.

3. Untuk mengetahui hubungan antara nilai densitas mineral tulang pada

(23)

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Agar dapat alat Quantitative Ultrasonografi (QUS) digunakan sebagai

skrening awal dalam menegakkan diagnosa dini osteoporosis pada masa

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OSTEOPOROSIS

2.1.1. DEFENISI

Osteoporosis berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), yang

disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan keropos,

serta mudah patah. Tulang keropos jarang menimbulkan keluhan dan pada

umumnya pasien baru konsultasi ke dokter setelah terjadi patah tulang. Oleh karena

itu, tulang keropos dianggap sebagai si pembunuh diam-diam. Tulang yang keropos

terlihat berlubang-lubang seperti karet spons. Wanita yang telah keropos tulangnya

mudah diamati dari sikap berdiri yang tidak bisa tegap lagi.9,10,18

Osteoporosis dan massa tulang rendah menyerang sekitar 43,6 juta orang

Amerika "America's Bone Health" Lembaga Osteoporosis Nasional, 2002 yang sebagian besar di antaranya adalah kaum wanita. Akibatnya, populasi ini mengalami

peningkatan resiko fraktur, terutama panggul dan tulang belakang.19

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang oleh World Health Organisation

(WHO), 1994 dikatakan sebagai "progressive sistemic skeletal disease

characterised by low bone mass and microarchitectural deterioration of tissue, with a consequent increase in bone fragility and susceptibility to fracture.”1,2,6,11,20

Osteoporosis, yang berarti tulang keropos. Komponen tulang terdiri atas

kalsium dan fosfat yang menyokong matrix tulang. Penyebab terjadinya fraktur

(25)

dan kerusakan konstruksi trabekula tulang, sehingga kortex menjadi lebih tipis dan

medula lebih spongius atau berongga. Konsekuensinya tulang menjadi lebih rapuh

dan mudah patah.20,22

Kalsium dan fosfat merupakan dua mineral yang penting untuk pembentukan

tulang. Pada usia muda, tubuh menggunakan dua mineral ini untuk membentuk

tulang. Apabila asupan kalsium tidak mencukupi atau tubuh tidak memperoleh cukup

kalsium dari makanan, maka pembentukan tulang dan jaringan tulang akan

terganggu. Seiring dengan bertambahnya usia, dimana absorpsi kalsium menurun

sehingga akan melemahkan jaringan tulang.17,20,22

Keadaan ini dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dengan prevalensi

osteoporosis dapat terjadi pada 1 dari 3 wanita usia lanjut. Pada wanita menopause

kadar estrogen mulai menurun sehingga mulai terjadi gangguan keseimbangan

antara bone resorption (penyerapan fulang) oleh osteoklas dan bone formation

(pembentukan tulang) oleh osteoblas.10,17,23,24,25

Di Indonesia data yang pasti mengenai jumlah osteoporosis belum

ditemukan. Data retrospektif osteoporosis yang dikumpulkan di UFT Makmal

Terpadu Imunoendokrinologi, FKUI, dari 1690 kasus osteoporosis, ternyata yang

pernah mengalami patah tulang femur dan radius sebanyak 249 kasus (14,7%).12

Demikian pula angka kejadian pada fraktur hip, tulang belakang dan wrist di RSUD

Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2001-2005, meliputi 49 dari total 83 kasus fraktur

hip pada wanita usia >60 tahun. Terdapat 8 dari 36 kasus fraktur tulang belakang

dan terdapat 53 dari 173 kasus fraktur wrist. Dimana sebagian besar terjadi pada

(26)

2.1.2. KOMPOSISI TULANG

Unsur-unsur yang membentuk tulang adalah :27

a. Sel-sel tulang : osteoblas, asteoklas, osteosit

b. Mineral (±65%)

c. Matriks (±35%)

d. Air

Dilihat dari beratnya diperkirakan jaringan tulang terdiri dari 65% mineral bahan

anorganis 5-8% air dan sisanya terdiri dari bahan organis atau matriks ekstraselular,

95% mineral merupakan kristal hidroksiapatit, dan sisanya 5% terdiri dari bahan

anorganis, 98% dari bahan organis mengandung jaringan kolagen tipe I dan sisanya

2% terdiri dari beberapa protein non kolagen. Pada osteoporosis, rasio antara zat

organis dan anorganis adalah seimbang.27

a. Sel-sel tulang

Metabolisme tulang diatur oleh sel tulang (Osteoblas, Osteoklas, Osteokosit)

yang dapat memberikan reaksi terhadap rangsangan. Rangsangan spesifik diatur

oleh reseptor sel yang terdapat pada membran sel atau di dalam sel. Reseptor yang

berada di membran sel mengikat rangsangan dari luar dan kemudian mengirimkan

informasi tersebut ke inti sel melalui mekanisme transduksi.27

Sementara itu reseptor di dalam sel (sitoplasma atau intisel) dapat mengikat

rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran sel dan masuk

(27)

reseptor steroid yang terikat pada asam deoksiribonukleat (DNA) spesifik dari

rangkaian gen.27

b. Mineral

Susunan utama dari mineral adalah kalsium yang analog dengan kristal

kalsium Phospat dengan rumus kimia 3 Ca3 (PO)2 Ca (OH)2 yang dikenal sebagai

kristal kalsium hidroksiapatit. Kalsium hidroksiapatit berbentuk piringan kristal tajam

seperti jarum, berbeda di dalam dan diantara serat kolagen dengan panjang 20-80

nm dan tebal 2-5 nm. Kristal ini tidak murni tapi mengandung unsur lain yaitu

senyawa karbonat, senyawa sitrat, dengan unsur magnesium, natrium, dan fluorida

yang dapat dijumpai pada sisi dari kristal atau terserap ke dalam sampai

kepermukaan kristal.27

c. Matriks tulang

Matriks tulang adalah bentuk organis tulang. Sekitar 35% dari berat tulang

kering mengandung 98% kolagen dan sisanya 2% terdiri dari beberapa macam

protein non kolagen. Kolagen adalah protein dengan daya larut yang sangat rendah,

berbentuk tripel helik, terdiri dari 2 rantai a1(I) dan a2(II) berbentuk silang ( cross

linked ) dengan ikatan hidrogen antara hidroksi protein dan residu lainnya. Setiap

molekul berada dalam satu garis bersama dengan lainnya dan membentuk serat

kolagen. Golongan protein non kolagen yang jumlahnya banyak adalah osteonektin

dan osteokalsin ( bone-Glaprotein).27

Osteokalsin adalah protein kecil yang jumlahnya 10-12% dari protein non

(28)

protein besar yang disekresi oleh osteoblas (OBL) yang berfungsi mengikat kolagen

dan hidroksiapatit.27

2.1.3. FISIOLOGIS PEMBENTUKAN TULANG

Tulang dibentuk di dalam kandungan mulai trimester 3 kehamilan yang

disebut tulang woven, setelah lahir menjadi tulang lameral yang hanya mengandung

25 gr kalsium dan selanjutnya berkembang terus karena pengaruh lokal dan sistemik

serta meningkatkan kalsium sampai 1000 gr saat tulang mencapai

kematangan.3,17,23

Massa tulang terbentuk dari masa bayi sampai mencapai puncaknya sewaktu

usia dewasa, nilai ini ditentukan oleh faktor genetik nutrisi, kegiatan fisik dan

penyakit. Makin tinggi nilai masa tulang ini dicapai akan semakin makin baik, setelah

puncak dicapai pada umur 30 tahun, maka kurva akan mendatar (plateau) dan

kemudian sekitar umur 40 tahun kurva mulai menurun. Kecepatan laju penurunan

sekitar ±1 % per tahun.3,23,28

Selama perkembangannya tulang terus membutuhkan kalsium yang sangat

tinggi sampai masa pubertas dimana proses kematangan hormon reproduksi,

estrogen pada wanita dan testosteron pada laki-laki. Karena pengaruh anabolik dan

prekursor estrogen terjadilah proses bone remodeling atau pergantian masa

tulang.3,23,28

Proses remodeling ini melalui 2 tahap yaitu oleh tahap bone formation atau

pembentukan tulang oleh osteoblas dan tahap bone resorption resorpsi atau

(29)

wanita usia 30 tahun dan akan mengalami penurunan pada masa menopause

sampai usia lanjut.3,23,28

2.1.4. MODELING DAN REMODELING TULANG

Tulang merupakan jaringan yang hidup secara terus menerus mengalami

pembentukan dan perombakan (resorpsi). Tulang mempunyai kemampuan untuk

membentuk dirinya sendiri secara terus menerus melakukan suatu cara yang teratur.

Pada usia muda menjelang 20 tahun proses pembentukan tulang sangat aktif, jauh

melampaui proses penyerapan tulang. Pada usia 20 - 40 tahun kedua proses hampir

sama aktif, sedangkan di atas 40 tahun proses resorpsi lebih aktif dibandingkan

proses pembentukan tulang. Akibatnya massa tulang jadi lebih kecil.29,30

Pembentukan tulang terjadi melalui 4 tahap. Pertama-tama tulang yang sudah

tua diserap dan kemudian dibentuk tulang baru. Dalam proses ini sel-sel osteoklas

dan osteoblas memegang peranan. Adapun proses pada kortikal (compact) bone

dan spongios (concellus) bone.29,30,31

1. Pembentukan osteoblas dan fungsinya

Sel osteoblas terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi

menjadi sel osteoblas matang. Sel prekursor adalah stem sel dari sum-sum tulang

yang disebut stem sel mesenkim (mesenchymal stem cell l [MSC]). Beberapa sel

osteoblas berdiferensiasi lebih sampai menjadi osteosit. Osteosit membentuk lebih

dari 90% sel tulang pada orang dewasa. Osteosit dianggap yang terlibat dalam

respon tulang terhadap beban mekanis.29,30,31

Beberapa protein dan kelompok protein diperlukan dalam menentukan

(30)

1.1. Bone Morphogenic Proteins (BMP's)

Suatu kelompok protein yang disebut Bone Morphogenic Proteins (BMP's)

menarik mesenchymal stem cell (MSC) untuk memulai proses diferensiasi menjadi

sel osteoblas yang matang. BMP’s tidak bekerja secara langsung terhadap stem sel

mesenkim (mesenchymal stem cell [MSC]), tetapi bekerja dengan cara mengaktifkan

gen yang lain.29,30,31

1.2. Core Binding Factor Alpha (Cbfa 1)

Cbfa 1 merupakan faktor transkripsi yang penting bagi diferensiasi MSC

menjadi sel osteoblas yang matang. Cbfa 1 dieksresikan pada osteoblas dan juga

terlibat dalam diferensiasi kondrosit. Kondrosit juga diturunkan dari sel mesenkim

dan terlibat dalam proses pembentukan tulang. Cbfa 1 mengaktifkan transkripsi dari

beberapa gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini akan berikatan pada

daerah promotor dari gen osteokalsin. Osteokalsin adalah protein yang disekresikan

dari osteoblas dan dapat memiliki efek penghambat pada fungsi osteoblas.29,30,31

1.3. Osterix (Osx)

Osterix merupakan protein yang diperlukan pada diferensiasi osteoblas yang

bekerja di bawah Cbfa1 (eksresi osterix memerlukan Cbfa1 bukan sebaliknya).

Osterix adalah zink yang mengandung faktor transkripsi dan terdapat pada tulang

yang sedang berkembang.29,30,31

2. Pembentukan Osteoklas dan Fungsinya.

Sel osteoklas juga terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi

menjadi sel osteoklas matang. Sel prekursor adalah stem sel hematopoetik yang

(31)

permukaan tulang dan menurunkan pH sekelilingnya sehingga mencapai kadar

asam sekitar 4,5. Mineral tulang kemudian menjadi larut dan kolagen menjadi

pecah.29,30,31

Diferensiasi dan fungsi osteoklas terutama diatur dengan: 30,31

1. Macrophage Colony-Stimulating Factor (M-CSF)

Macrophage Colony-Stimulating Faktor (M-CSF) diperlukan untuk

kelangsungan dan diferensiasi prekursor osteoklas. Zat ini dibentuk oleh sel

osteoklas. M-CSF membantu diferensiasi osteoklas dengan cara berikatan pada

reseptornya (c-Fms) pada awal prekursor osteoklas. Ketiadaan 1v1-CSF akan

menyebabkan terhentinya diferensiasi pada tahap preosteoklas.30,31

2. Receptor for Activation of Nuclear Factor Kappa 8 Ligand (RANKL)

RANKL merupakan reseptor yang berada pada permukaan sel prekursor

osteoklas. RANKL diekspresikan pada permukaan sel osteoblas dan berikatan

dengan (merupakan suatu ligand) RANKL. Pengikatan RANKL ke RANKL

menyebabkan diferensiasi dan pematangan sel prekursor osteoklas menjadi sel

osteoklas matang. Ikatan ini menghasilkan suatu kaskade, yaitu aktivasi Nuclear

Factor Kappa B (NF-Kappa B), sesuai dengan namanya. Ketiadaan NF-Kappa g

dapat menyebabkan penyakit tulang berupa osteoporosis.30,31

3. Osteoprotegerin (OPG)

Osteoprotegerin (OPG) dibentuk oleh osteoblas (seperti halnya sejumlah jenis

sel lainnya) dan menghalangi pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang. Zat ini

juga berkaitan dengan RANKL (Receptor for Activation of Nuclear Faktor Kappa 8

(32)

berikatan dengan RANKL, sehingga menyebabkan hambatan terhadap

pembentukan osteoklas.30,31

2.1.5. KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis diklasifikasikan atas:26,32

1. Osteoporosis primer

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko

meliputi merokok, aktifitas, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih asia, riwayat

keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah.26,32

a. Tipe I (post manopausal)

Terjadi 5-20 tahun setelah menopause (55-75 tahun). Ditandai oleh fraktur

tulang belakang tipe crush, Colles' fraktur, dan berkurangnya gigi geligi. Hal

ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana

jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen.26,32

b. Tipe II (senile)

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul

dan. tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar

terjadi pada usia tersebut.26,32

2. Osteoporosis sekunder

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan

tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme, multipel mieloma, gagal ginjal kronis,

(33)

2.1.6. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang yang ditandai dengan

berkurangnya massa tulang dan adanya kerusakan dari arsitektur tulang sehingga

terjadi peningkatan kerapuhan tulang yang dapat menyebabkan mudah terjadi

fraktur. Massa tulang yang berkurang akan membuat tulang semakin tipis dan rapuh

sehingga mudah patah pada trauma yang ringan.33

Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat

dewasa (sekitar umur 30 tahun) kemudian menurun sesuai pertambahan umur,

kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas osteblastik dan osteoklastik

(pembentukan dan resorpsi tulang). Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh

hormon estrogen, paratiroid dan kalsitriol.33

Pada pasca menopause, terjadi penurunan estrogen yang dapat

menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang, dan diduga berhubungan dengan

peningkatan sitokin. Resorpsi tulang tersebut akan meningkatkan kadar kalsium

dalam darah dan menyebabkan penekanan terhadap hormon paratiroid. Kadar

hormon paratiroid yang rendah sering dijumpai pada penderita osteoporosis, yang

juga akan menurunkan kadar 1,25 dehydroxy vitamin D (kalsitriol), sehingga

penyerapan kalsium jadi menurun.20,33

Telah banyak diketahui bahwa osteoporosis pasca menopause menunjukkan

bahwa ada gangguan penyerapan kalsium serta rendahnya kadar 1,25 Dehydroxy

vitamin D dalam darah.2,20,33

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium pada usus adalah.33

(34)

• Hormon paratiroid

• Diet rendah Kalsium

• Enzim dan cairan garam empedu

• Menyusui

• Kehamilan

• Laktosa

• Estrogen

• Alkalosis

Faktor faktor yang dapat menurunkan penyerapan kalsium adalah.33

• Pertambahan umur

• Glukokortikoid

• Hormon Tiroid

• Diet fosfat yang berlebihan

• Asam lemak yang berlebihan

• Defisiensi magnesium

• Reseksi lambung

• Asidosis metabolik

(35)

Selain di usus, penyerapan kalsium juga terjadi dilakukan oleh resorpsi dalam

tubulus ginjal, baik secara interselular maupun transelular.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resorpsi di tubulus ginjal antara lain:33

• PTH

• Kalsitonin

• Estrogen

• Vitamin D

• Alkalosis

Sedangkan yang dapat menurunkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal adalah:33

• Glukokortikoid

• Mineralokortikoid

• Renal tubular disorder

• Magnesium Infusion

• Diuretik

• Asidosis

• Imobilisasi yang lama

2.1.7. FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS

Terdapat dua macam faktor resiko terjadinya osteoporosis yaitu faktor resiko

yang dapat dikendalikan (dalam hal ini adalah jumlah kalsium yang kita konsumsi

(36)

(berkurangnya massa tulang seiring dengan bertambahnya usia). Lokasi fraktur

yang paling sering terjadi adalah pada pinggul dan tulang belakang.34,35,36

Beberapa faktor resiko antara lain :1,6,8,34,35,37,38

1. Faktor genetik : Apabila ada sejarah osteoporosis dalam keluarga, 60-80%

kemungkinan akan menderita osteoporosis.

2. Jenis kelamin wanita : 80% penderita osteoporosis adalah wanita.

3. Masalah medis kronis: Individu dengan asma, diabetes, hipertiroidisme,

penyakit liver, atau reumatoid artritis akan meningkat resiko terjadinya

osteoporosis.

4. Defisiensi hormon : Menopause pada wanita dan penanganan medis

tertentu pada pria dapat mengakibatkan defisiensi hormon estrogen dan

androgen yang merupakan penyebab utama osteoporosis pada pria dan

wanita.

5. Alkohol : Konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan salah satu faktor

resiko terjadinya osteoporosis.

6. Merokok : Dari beberapa penelitian, merokok dapat meningkatkan resiko

terjadinya fraktur tulang betakang pada pria dua sampai tiga kali lipat

dibandingkan dengan pria yang tidak merokok.

7. Kurangnya olahraga : Tulang memerlukan stimulasi latihan untuk

mempertahankan kekuatannya. Tanpa latihan tulang akan kehilangan

(37)

8. Faktor lain : Seperti kelainan makanan, berat badan yang rendah, jumlah

kalsium yang rendah dalam makanan, menopause dini, absennya periode

menstruasi (amenorea) dan penggunaan obat-obat seperti steroid dan

antikonvulsan yang juga merupakan faktor osteoporosis. Glukokortikoid

juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas tulang.

2.1.8. FAKTOR LAIN YANG TERLIBAT DALAM OSTEOPOROSIS

1. Hormon Paratiroid (Parathyroid Hormone)

Hormon paratiroid merupakan suatu polipeptida asam amino, yang diproduksi

oleh kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid terdiri 4 struktur kecil yang terletak di

belakang kelenjar tiroid. Hormon paratiroid merangsang resorpsi tulang sehingga

terjadi peningkatan kadar kalsium darah. Hormon paratiroid tidak dapat berikatan

erat dengan reseptor pada osteoklas, sehingga tidak dapat mempengaruhi secara

langsung perilaku osteoklas. Tetapi hormon ini dapat berikatan dengan reseptor

pada sel osteoblas, yang dapat menstimulasi pembentukan tulang. Telah dipercaya

bahwa ikatan antara hormon paratiroid dengan sel osteoblas menghasilkan

peningkatan ekspresi RANKL, sehingga secara tidak langsung terjadi peningkatan

aktivitas osteoklas.8,20,30,39,40,41

2. Estrogen

Pada wanita menopause terjadi penurunan kadar hormon estrogen sehingga

terjadi peningkatan resorpsi tulang. Kadar estrogen yang menurun pada wanita yang

telah menopause, menghasilkan peningkatan resorpsi tulang. Keadaan ini

(38)

atau pun tidak langsung dalam pengaturan jumlah molekul yang memiliki efek pada

osteoklas.8,20,30,39,40,41

3. Kalsium

Untuk membentuk tulang dibutuhkan kalsium dalam jumlah yang besar.

Jumlah kalsium yang besar digunakan untuk membentuk tulang. Bahkan 99 %

kalsium dalam tubuh terdapat dalam bentuk tulang yang disimpan dalam bentuk

Ca3(POa)2. Walaupun suplemen, kalsium dianjurkan untuk mencegah atau

memperlambat. terjadinya osteoporosis, tetapi kegunaannya terbatas. Kalsium tidak

diserap dengan mudah, ketika diberikan dalam bentuk kalsium karbonat, yang

merupakan bentuk paling sering digunakan dalam suplemen. Kalsium dalam susu

mungkin merupakan cara yang paling efekif dalam meningkatkan kadar kalsium.

Tetapi pilihan ini akan sulit dilakukan pada orang-orang dengan intoleransi laktosa.

Kalsium karbonat tidak larut dalam air, tetapi dalam cairan asam mungkin dapat

diserap lebih baik. Juga kalsium glukonat dan kalsium laktat dapat diserap lebih

baik. 8,20,30,39,40,41

4. Kalsitonin

Kalsitonin merupakan hormon polipeptida asam amino 32 yang dapat

menghambat resorpsi dengan cara menghalangi aktivitas osteoklas. Kalsitonin

diproduksi oleh sel tiroid. Sel-sel ini melepaskan kalsitonin ketika kadar kalsium

darah meningkat. Sel-sel tulang merespon kalsitonin dengan cara memindahkan

kalsium dalam darah dan menyimpannya dalam tulang, sementara sel ginjal akan

membantu meningkatkan ekskresi. 8,20,30,39,40,41

(39)

Bentuk aktif vitamin D dikenal sebagai kalsitrol. Vitamin D bekerja

meningkatkan jumlah kalsium yang diserap oleh usus. Vitamin D merangsang

menginduksi osteoblas untuk memproduksi RANKL. Salah satu prekursor vitamin D

adalah kalsitrol, yang dibentuk oleh kulit ketika terpapar matahari. Hormon paratiroid

diperlukan sebagai langkah terakhir dalam pembentukan vitamin D. Defisiensi

vitamin D dapat menyebabkan kelainan bentuk tulang pada anak-anak yang dikenal

sebagai Ricket. Pada orang dewasa kekurangan vitamin D akan menyebabkan

kelemahan pada tulang sehingga terjadi osteomalasia. Dosis harian vitamin D yang

diberikan adalah 700 hingga 800 IU. 8,9,20,30,39,40,41

6. Leptin

Leptin adalah hormon yang dibentuk oleh sel lemak yang dilepaskan dalam

darah, jumlah leptin yang dilepaskan dalam darah tergantung dari jumlah lemak

tubuh yang ada. Leptin kemudian dibawa ke otak kemudian berikatan dengan

neuron hipotalamus. Salah satu efek dari leptin adalah kekurangan nafsu makan dan

meningkatkan kegunaan energi tubuh. Obesitas kadang-kadang disebabkan adanya

resistensi terhadap efek penurunan nafsu makan dari leptin. Orang yang kelebihan

berat badan cenderung tidak banyak mengalami osteoporosis untuk jangka waktu

yang lama dan tidak diketahui sebabnya. Akhir-akhir ini ditemukan adanya

hubungan antara leptin dan penurunan masa tulang.30,38,40,41,42

7. Interferon beta

Pada april 2002 kelompok Tadatsugu taniguchi dari Universitas Tokyo

menyajikan bukti keterlibatan interferon beta pada diferensiasi osteoklas. Mereka

mengajukan bukti bahwa osteoklas dapat berpengaruh terhadap diferensiasi sendiri

(40)

diaktifkan oleh RANKL telah lama diketahui. Kelompok Taniguchi percaya bahwa

c--Fos dapat secara langsung mengaktifkan ekspresi dari gen. Interferon beta dapat

menyebabkan penurunan kadar c-Fos sehingga mendesak fungsi osteoklas.

30,38,40,41,42

8. Vitamin K

Osteokalsin memerlukan tambahan kelompok karboksil agar dapat menjadi

aktif dan vitamin K diperlukan agar karboksil dapat ditambahkan. Osteokalsin adalah

protein yang disekresikan dari sel osteoblas dan dapat memiliki efek pada fungsi

osteoblas. Secara umum, vitamin K membantu pembentukan tulang dan dapat

menurunkan resorpsi lemak. 30,38,40,41,42

9. Faktor pertumbuhan ( Growth Factor)

Faktor pertumbuhan merupakan protein yang terlibat dalam replikasi,

diferensiasi dan fungsi sel. Banyak dari mereka yang memiliki peran penting dalam

tulang. Di bawah ini adalah yang paling penting: 30,38,40,41,42

• Insulin -Like Growth Faktor-I (IGF-I)dan II(IGF-II)- keduanya terlibat dalam

pembentukan tulang.

• Transforming Growth Faktor Beta (TGF-B)-terlibat dalam pembentukan tulang

dan resorbsi.

10. Apoliprotein E

Apoliprotein E adalah protein yang diperlukan dalam pertumbuhan lipoprotein

dengan kepadatan sangat rendah (Very Low-Density Lipoprotein [VLDL]) dan

lipoprotein dengan kepadatan tinggi (High Density Lipoprotein [HDL]). Salah satu

(41)

untuk meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis. Hal ini belum diketahui

(42)

2.1.9. GEJALA-GEJALA PENGEROPOSAN TULANG

Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena pengeroposan tulang

terjadi secara progresif selama beberapa tahun tanpa disertai dengan adanya

gejala. Beberapa gejala yang terjadi umumnya baru muncul setelah mencapai tahap

osteoporosis lanjut. Gejala-gejala umum yang terjadi pada kondisi osteoporosis

adalah : fraktur tulang, postur yang bungkuk (Toraks kifosis atau Dowager's hump),

berkurangnya tinggi badan, nyeri pada punggung, nyeri leher dan nyeri tulang.6,30,38

Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya

kemampuan mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap.

Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan

kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi gerak.2,2,

Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah nyeri punggung, penurunan

gerak spinal dan spasme otot di daerah fraktur. Semua keadaan di atas

menyebabkan adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.2,6,27,34

2.1.10. DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Oleh karena penyediaan DEXA dan pemeriksaan laboratorium masih sangat

terbatas maka untuk menegakkan diagnosis osteoporosis pemeriksaan klinis berupa

anamnesis yang luas dan pemeriksaan fisik yang teliti masih merupakan

pegangan.4,9

Anamnesis meliputi keadaan kesehatan, aktivitas sehari-hari, pemakaian

obat-obatan, riwayat merokok dan minum alkohol dan penyakit-penyakit sebagai

(43)

defisiensi vitamin D atau kurang terpapar sinar matahari, penyakit saluran cerna,

penyakit reumatik, riwayat haid / menopause dan lain-lain.4,9

Pemeriksaan fisik dengan melihat pada tulang vertebra dengan melihat

adanya deformitas / kiposis, nyeri, tanda-tanda fraktur, adanya fraktur, penurunan

tinggi badan dan adanya tanda-tanda penyakit yang dijumpai pada anamnesis.4,9

Pemeriksaan fisik hendaknya menyeluruh, misalnya pembesaran tiroid pada

pasien dengan sangkaan parathyroidism. Fraktur adalah merupakan manifestasi

lanjut dari osteoporosis. Daerah yang sering mengalami fraktur adalah vertebra,

pergelangan tangan, colum femoris clan proksimal humerus. Munculnya Dowager's

Hump (curvatura punggung) pada pasien tua menunjukkan adanya fraktur multipel

pada vertebra dan adanya penurunan volume tulang.4,9

Aktivitas tubuh yang kurang apalagi sejak usia muda cenderung menimbulkan

osteoporosis. Orang yang pekerjaannya selalu dalam posisi duduk lebih sering

menderita osteoporosis dibandingkan orang yang selalu sibuk dan sering bergerak.

Wanita pasca menopause berumur 60 tahun sering kali disertai adanya

osteoporosis.4,9

2. Pemeriksaan Densitometri Tulang

DEXA (Dual Energy X-ray Absorbsimetry) masih merupakan pemeriksaan

gold standart untuk mendiagnosis osteoporosis. Dengan bone mass densitometri

atau bone mineral content suatu kelompok kerja WHO yang telah membuat suatu

klasifikasi yang praktis sebagai berikut:1,2,4,8,9,20,33,37

• BMD orang normal BMD diatas -1 SD rata-rata nilai BMD orang dewasa

(44)

• BMD rendah osteopenia BMD antara -1 SD sampai -2,5 SD

• Osteoporosis BMD < -2,5 SD

• Osteoporosis Berat BMD ≤ -2,5 SD disertai adanya fraktur

Klasifikasi tersebut di atas sebenarnya hanya ingin memberikan peringatan

bahwa derajat bone mineral density tertentu, seseorang menunjukkan resiko untuk

mengalami fraktur. Semakin rendah densitas mineral tulang maka semakin besar

resiko untuk mengalami fraktur.1,2,4,8,9,20,33,37

Tidak semua daerah, maupun rumah sakit di Indonesia dilengkapi dengan

fasilitas DEXA dan jikapun ada biaya untuk pemeriksaan dengan alat ini cukup

mahal. Dengan adanya hambatan tersebut di atas maka dicoba untuk mencari

alternatif pemeriksaan yang mungkin lebih sederhana lebih murah dan tepat sebagai

petunjuk adanya osteoporosis. Beberapa alat yang dipakai adalah:13,16,33,43

• Quantitative Computed Tomography

• Peripheral QCT

• Ultrasonometry

Prinsip dasar Densitometri

Penilaian dan pengukuran densitas tulang (Bone mineral density test)

merupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif. Densitas tulang dilaporkan dalam

satuan mg/cm2. WHO membagi densitas tulang ke dalam : (a) lebih dari 833 mg/cm2

adalah normal. (b) antara 648-833 mg/cm2 adalah dimasukkan kedalam osteopenia,

sedangkan (c) kurang dari 648 mg/cm2 adalah osteoporosis. Hasil pemeriksaan

densitometri dapat dibaca dalam bentuk T-score.4,13,16,43

Selain untuk diagnosis awal osteoporosis, densitometri juga dapat

(45)

diperkenalkan dan semuanya berada dalam ruang lingkup radiologi mulai dari

pemanfaatan radio isotop (SPA dan DPA), X-ray (DEXA), CT scaning (QCT) clan

bahkan yang terakhir adalah penggunaan ultrasonografi yang paling belakangan

diakui oleh FDA, dan Bone Sonometer tahun 1998. Tehnik yang sering paling sering

digunakan adalah dengan dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA), dan tehnik ini

lebih sensitif dan akurat dalam menilai densitas mineral tulang.4,13,16,43

Empat metode tersebut yang diukur adalah tingkat kepadatan mineral tulang

(Bone mineral density). Pemeriksaan densitometri tersebut bersifat non invasif

dengan akurasi dan presisi yang tinggi.44

Tipe pemeriksaan densitas mineral tulang.44

ƒ DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry), mengukur tulang belakang,

panggul atau total tubuh.

ƒ pDEXA (peripheral Dual Energy X-ray Absorptiometry), mengukur

pergelangan, tumit. atau jari.

ƒ SXA (single Energy X-ray Absorptiometry), mengukur pergelangan atau tumit

ƒ QUS (Quantitative Ultrasound) menggunakan gelombang suara untuk

mengukur densitas pada tumit dan lutut.

ƒ QCT (Quantitative Computed Tomography), banyak digunakan pada

pemeriksaan tulang belakang.

ƒ pQCT (Peripheral Quantitative Computed Tomography) mengukur

persendian.

ƒ RA (Radiographic Absorptiometry), menggunakan x-ray pada tangan dan

(46)

ƒ DPA (Dual Photon Absorptiometry), mengukur tulang belakang, panggul atau total tubuh.

ƒ SPA (Single Photon Absorptiometry), mengukur pergelangan.

a. Single Photon Absorptiometry (SPA)

Alat ini memanfaatkan isotop yang dengan poton monoenergic biasanya

1-125. Tulang yang dijadikan tempat pengukuran adalah tulang-tulang di perifer pada

1/3 distal os radius.10,13,35,39

Tidak sensitif untuk melihat perubahan pada tulang trabekular dimana

destruksi pada tulang trabekular lebih tinggi dibanding tulang kortikal. Keuntungan

utama SPA adalah relatif lebih mudah dan adekuat untuk melihat penurunan massa

korteks tulang.

Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan berkisar sekitar 10-15 menit, dengan

tingkat presisi 1-2% clan paparan radiasi 2-5 mrem.10,13,35,39

b. Dual Photon Absorptiometry (DPA)

Dengan alat ini tulang yang dinilai adalah tulang axial/sentral yaitu tulang

vertebra lumbal. Berbeda dengan SPA, sistem ini memakai isotop 2 energi, yaitu

dengan radio nuklir, Gadolinium-153. Dari banyak laporan, pengukuran dengan

DPA, terlihat hasil lebih efektif untuk menentukan ada tidaknya osteoporosis pada

kasus yang diperiksa. Metode ini mempunyai nilai presisi 1,1-3,7% dan akurasi

90-97%. Mampu mengukur material radio-opak yang dilalui oleh sinar misalnya osteofit,

perkapuran dalam aorta atau ligamen. Karena harganya yang mahal dan

(47)

penjajakan rutin. Waktu peneraan alat ini 20-45 menit dengan paparan radiasi 5-10

mrem.10,13,35,39

c. Dual X-ray Absorptiometry (DEXA)

DEXA merupakan metode gold standar untuk diagnosis osteoporosis.

Kelemahan metode SPA dan DPA yang sumber energinya berasal dari radio isotop

adalah ketidakstabilannya oleh karena sifat isotop yang dapat menurun setiap waktu

ini tidak terdapat pada metode Xray.10,13,35,39

Salah satu keuntungan densitometer DEXA dibandingkan DPA antara lain,

metode ini bisa mengukur dari banyak lokasi, misalnya pengukuran vertebral dan

lateral, sehingga pengaruh bagian belakang corpus dapat dihindari sehingga presisi

pengukuran lebih tajam. Keuntungan lainnya adalah paparan radiasi yang minimal,

yaitu sebesar 3 mrads. Unit pengukuran densitas tulang dengan DEXA adalah

densitas area (g/cm2).10,13,35,39

DEXA saat ini lebih banyak digunakan untuk penjajakan osteoporosis

menggantikan DPA, karena presisi yang lebih tinggi (0,6-1,5%). Dengan adanya

DEXA, maka banyak institusi radiologi yang menggantikan pesawat DPA-nya

dengan pesawat DXA, apalagi diketahui bahwa dosis permukaan pada penderita

lebih kecil dari pada pemeriksaan dengan DPA (2,5 m.rem, dibandingkan 5m.rem

pada DPA). DEXA juga lebih sensitif dan akurat dalam menentukan densitas mineral

tulang.10,13,35,39

d. Quantitative Computed Tomography (QCT)

Quantitative CT densitometer mempunyai keunggulan dibandingkan pesawat

(48)

dalam 3 dimensi, karena kemampuannya dalam melakukan pemeriksaan dengan

irisan axial.13,39,42

Perbedaannya dengan pesawat CT Scan yang sudah ada, terletak pada

perangkat lunak dan phantom kalibrasi standart yang tidak dipunyai pesawat CT

Scan Imaging dan ini dapat diinstalkan. Phantom tersebut berisi cairan yang

mengandung kalium fosfat. Akhir-akhir ini sudah ada perkembangan baru dari

phantom ini yang terbuat dari bahan solid dan mengandung kalsium. 13,39,42

Akurasi dan presisi pengukuran densitas tulang dengan QCT sangat

dipengaruhi oleh ukuran tubuh penderita, kurus atau gemuk. Keterbatasan

penggunaan pesawat ini adalah biaya yang tinggi sehingga biaya pemeriksaan

per-penderita lebih mahal dibandingkan dengan pesawat SPA, DPA atau DEXA.

Paparan radiasi pada penderita sekitar 25 mrem. 13,39,42

Pemeriksaan dengan QCT diperlukan dosis radiasi yang tinggi dengan

paparan radiasi pada penderita sekitar 25 mrem. Keterbatasan penggunaan alat ini

adalah dosis radiasi yang tinggi dan memerlukan teknik yang canggih dan mahal.

Waktu yang dibutuhkan untuk peneraan 10-20 menit dengan tingkat presisi 3-15% (

rata-rata 7%) dan paparan radiasi 100-1000 mrem. 13,39,42

e. Bone Sonometer (Quantitative Ultra Sound / QUS)

Pesawat sonografi pada densitometri ini tidak berbeda dengan pesawat USG

yang biasa kita kenal pada pemeriksaan abdomen atau obstetric. 13,39,42

Frekwensi gelombang suara yang dipergunakan sekitar 0,2 sampai 0,5 MHz

(bandingkan dengan USG yang biasa dipakai untuk pemeriksaan abdomen atau

(49)

gelombang makin panjang dengan daya tembus makin dalam. Dengan USG

pengukuran densitas mineral tulang dilaksanakan dengan cara yang tidak

berbahaya, relatif murah, mudah dan tidak memerlukan radiasi. Dengan

ultrasonografi ini dapat diukur densitas mineral pada tulang-tulang perifer seperti

tumit, tempurung lutut, jari dan tulang tibia. 13,39,42

Gambar 1. Quantitative Ultra Sound / QUS

Penggunaan USG pada densitometri ini baru diakui oleh FDA pada tahun

1998 yang berarti layak pakai sebagai alat pemeriksaan untuk osteoporosis.

Dibandingkan dengan QCT, alat ini jauh lebih praktis, karena tampilan alat portable

dan biaya pemeriksaan yang lebih murah, hampir tanpa efek radiasi. Pemakaian

densitometer sebagai alat pemeriksaan untuk penjajakan osteoporosis, di Amerika

baru direkomendasikan untuk kaum wanita, karena osteoporosis masih jarang pada

kaum pria. 13,39,42

Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas masa tulang

perifer menggunakan gelombang suara ultra yang menembus tulang dinilai atenuasi

(50)

kekakuan (stiffines) dan tanpa ada resiko radiasi. Adanya elastisitas tulang terbukti

dengan adanya kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang berkaitan

dengan atenuasi ultrasound 3,11

Pemeriksaan ini merupakan suatu metode yang mempunyai ,keuntungan

tidak hanya gampang dibawa bawa tetapi juga tidak ada radiasi ukuran kecil,

pengukuran cepat dan relatif murah. Lokasi pemeriksaan pada daerah sedikit

jaringan lunak yaitu dilakukan pada tulang calcaneus tibia dan bisa juga pada jari

tangan. Parameter - parameter diatas diketahui berkurang pada pasien osteoporosis

dan yang lebih penting parameter sonografi dapat merupakan prediktor resiko fraktur

vetebra. Alat ini mempunyai tingkat akurasi 20%.43,44,52

Densitas tulang terbaca sebagai nilai T-score . Beberapa hal perlu diketahui

dalam menganalisa hasil skrening densitometer, diantaranya: Pengertian T-Score,

keabsahan hasil skrening dengan interpretasi hasil.43,44,52

T-Score Merupakan nilai perbandingan kandungan densitas mineral tulang

seseorang bila dibandingkan dengan nilai puncak optimalisasi pembentukan masa

tulang (peak bone mass), yang lazimnya tercapai pada usia 30-35 tahun.43,44,52

WHO menetapkan batasan nilai sebagai berikut :3,43,44,52

Kategori Diagnostik T-score

Normal T > -1 SD

Osteopenia -2,5 < T <-1 SD

Osteoporosis (tanpa fraktur) T < -2.5 SD

(51)

Berdasarkan penelitian pada sejumlah wanita Vietnam yang dilakukan oleh

Vu Thi Thu Hien dkk, AUE digunakan sebagai screening awal untuk menentukan

diagnosis osteoporosis.45

2.2. KLIMAKTERIUM

2.2.1. TAHAPAN KLIMAKTERIUM

Kilmakterium adalah tahap awal penurunan fungsi ovarium, yang ditandai

dengan menstruasi yang tidak teratur dengan dijumpai gejaia vasomotor. Sebuah

kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakteriurn berlangsung selama 30 tahun

(usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu:,3,4,8

1. Klimakterium awal (35-45 tahun): Pada masa ini mulai terjadi keluhan gangguan

haid oleh karena kadar esterogen mulai rendah.

2. Masa perimenopause (46-55 tahun): Terbagi pada tahap pramenopause (umur

45-50), menopouse (umur 50 tahun), postmenopause (umur > 55 tahun) pada

masa ini sudah dijumpai keluhan klinis defiiseiensi estrogen pada vasomotor,

flour albus, dispareunia, osteopenia, dan osteoporosis.

3. Klimakterium akhir ( 56-65 tahun): Pada masa ini didapati kadar estrogen yang

sangat rendah sampai tidak ada, dengan ancaman masalah jantung,

aterotrombosis, serta fraktur oleh karena osteoporosis.

2.3. PERUBAHAN HORMON ESTROGEN

Perubahan pada hipotalamus berperan pada siklus menstruasi yang teratur

(52)

terjadinya menopause. Selama masa tersebut, folikel indung telur, yang

mematangkan ovum, akan mengalami tingkat kerusakan yang semakin cepat hingga

jumlah cadangan folikel akan habis. Penurunan kadar Inhibin B (INH-B) yang

rnerupakan protein dimeric yang merefleksikan penurunan jumlah folikel ovarium

mengakibatkan meningkatnya kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone) mencapai

20 kali. Tanda awal peningkatan kadar hormon FSH yang diukur pada pada fase

folikular siklus menstruasi lebih tinggi dibandingkan masa reproduktif wanita, efek

penurunan hormon steroid ovarium dan peningkatan GnRh akan juga meningkatkan

LH (Lutheineizing Hormon) 3-5 kali.8,34,35,38

Estrogen utama yang dihasilkan oleh wanita sebelum menopause, disebut

Estradiol (E2) merupakan estrogen aktif yang sering disebut 17-estradiol salah

satunya bertungsi mengatur siklus dari haid. Sedangkan Estron (E1) yang dibentuk

oleh ovarium sesudah menopause berasal dari lemak tubuh. Pada masa

pramenopause Estron (E1) dihasilkan oleh ovarium akan diubah ke bentuk aktif

menjadi Estradiol (E2), oleh karena ovarium masih berfungsi dengan baik.

Aktifitasnya sama seperti Estradiol (E2), dan berasa! dari konversi androstenodion

yang diproduksi kelenjar adrenal dengan asal utama dari jaringan adiposa. Kadar

androgen juga akan menurun sektar 50 % tetapi tidak sebesar penurunan kadar

estrogen. Pada masa menopause maupun postmenopouse, Estradiol (E2) ini akan

turun kadarnya sampai 90% mengakibatkan atresia folikel. 8,34,35,38

Kadar testoteron turun sampai 30% secara nyata selama pramenopause.

Sebaliknya kadar progesteron sangat menurun selarna postmenopause, bahkan

jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan pada estrogen atau testosteron dan

ini merupakan hal yang paling penting bagi kebanyakan wanita. Meskipun

(53)

yang penting. Estrogen dan androgen (seperti halnya testoteron) adalah penting,

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode crossectional

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Pusat Rehabilitasi Medik RSUP.H.Adam Malik Medan.

3.2.2. WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan mulai bulan mei s/d agustus tahun 2010.

3.3. POPULSASI PENELITIAN

Semua wanita dengan usia 35 tahun – 65 tahun yang bersedia ikut dalam penelitian

ini yang berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Medik RSUP.H.Adam Malik Medan.

3.4. BESAR SAMPEL PENELITIAN

2

N1 = N2 = N3 = 2 (Zα + Zβ) . Sd

(55)

Ket. N : Jumlah Sampel

Zα : Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya

tergantung pada nilai α yang di tentukan ; untuk nilai α =

0,05 Æ Zα = 1,96

Zβ : Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya

tergantung pada nilai β yang di tentukan ; untuk nilai β =

0,20 Æ Zβ = 0,84

Sd : Simpangan baku kejadian osteoporosis = 2,5

X1 – X2 : Selisih rata-rata yang di inginkan = 2

Perhitungan jumlah sampel :

2

N1 = N2 = N3 = 2 (1,64+ 0,84) . 2,5

2

2

N1 = N2 = N3 = 2 3,1

N1 = N2 = N3 = 19,22

(56)

3.5. KRITERIA PENELITIAN

3.5.1. KRITERIA INSKLUSI

• Wanita yang telah memasuki masa klimakterium yang dibagi atas 3 yaitu,

klimaterium awal (35-45 tahun), masa perimenopause (46-55 tahun), dan

klimakterium akhir (56-65 tahun).

• Wanita dengan IMT (Indek Massa Tubuh) normal.

• Wanita tidak perokok dan tidak peminum alkohol berat.

• Wanita yang tidak mengalami fraktur atau menderita penyakit tulang.

• Wanita yang tidak pernah memakai obat yang mempengaruhi densitas

mineral tulang (misalnya; suplemen tablet kalsium, vitamin D, vitamin B6,

B12, asam folat, kortikosteroid, antikonvulsan, thiazid, diuretic dan obat

tiroid).

• Wanita yang tidak pernah menjalani kemoterapi atau radiasi atau operasi

pengangkatan indung telur.

• Wanita yang tidak pernah menderita penyakit kronis seperti hepatitis,

diabetes mellitus (DM), ginjal, tiroid, paratiroid, kanker.

• Wanita yang bersedia mengikuti penelitian.

3.5.2. KRITERIA EKSLUSI

• Wanita yang pernah mengalami amenorea primer atau amenorea sekunder.

Gambar

Gambar 1.  Quantitative Ultra Sound / QUS
Tabel 4.1. Tabel distribusi densitas mineral tulang dengan masa klimakterium
Tabel 4.2. Nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan berdasarkan masa
Gambar 2. Grafik nilai densitas mineral tulang yang di kelompokan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menyampaikan pengajaran Bentuk Tiga Matra, terutama bidang pembelajaran Isipadu Kubus dan Kuboid dengan menggunakan CD interaktif, masih terdapat sebilangan pelajar yang

Dari pemanfaatan multimedia dalam membuat media visual untuk membantu proses berpikir level C3, peneliti melihat adanya peranan teknologi dalam pembelajaran

interpersonal peserta didik agar peserta didik mampu membaca/menilai orang lain, mampu berteman, dan mampu berinteraksi dengan orang lain dengan baik; (2)Bagi

Kendala yang dihadapi yaitu tidak adanya alat untuk mengukur kelembaban yaitu dehumidifer, tidak adanya pustakawan yang ahli akan kegiatan pelestarian bahan pustaka,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan seluruh nikmat dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul “Kajian Sifat Fisik Dan

berbagai jenis anggrek tanah, begonia dan lain-lain yang ditawarkan selalu terjual dengan cepat terutama yang dapat dipelihara didataran rendah m a u p u n d a t a r a n t i n g g i (

Secara keseluruhan, seiring dengan mempertahankan atau meningkatkan kepuasan pelanggan dan kepercayaan pelanggan, maka perusahaan dapat membangun retensi pelanggan

Dari pembahasan hasil pengolahan dan analisis data, dalam penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan Islami dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di Rotte