• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi deskriptif pengungkapan diri pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi deskriptif pengungkapan diri pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) - USD Repository"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

DEVITA MARIE ASTRIANA MARTHIN

NIM : 039114106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

DENGAN HIV/ AIDS) YANG BERADA DI WILAYAH DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA (DIY)

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Devita Marie Astriana Marthin

NIM : 039114106

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 15 Desember 2010 dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji 1 : A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si ………..

Penguji 2 : Agung Santoso, S.Psi., M.A ………..

Penguji 3 : Y. Heri Widodo, S.Psi., M. Psi ………..

Yogyakarta,

Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Dekan,

(4)

iv

Jangan pernah membiarkan seseorang pergi darimu tanpa

merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah ekspresi hidup

dari kebaikan Tuhan:

Kebaikan pada wajahmu, kebaikan pada matamu dan kebaikan

pada senyummu

(Mother Theresa)

HIDUP DARI ALLAH, HIDUP BAGI ALLAH

(5)

v

(6)
(7)

vii

ABSTRAK

(8)

viii ABSTRACT

This study was aimsed to describe on how the people living with HIV/AIDS (PHAs) who lives in community are doing self-disclosure , especially to investigate whom PHAs tend to disclose themselves, topics generally presented by them, and reasons for easier or hinder to express their health conditions to others. This research is a descriptive survey method. Data were collected by using PHAs self-disclosure questionnaire which consist of PHAs self-self-disclosure scale and enclosed statements. Subjects in this research were people living with HIV/AIDS (PHAs) who live in Yogyakarta. The number of subjects were 44 choosen by using purposive sampling technique. Data processing was performed with SPSS for Windows ver.15 i.e by using descriptive analysis techniques and paired t-test method between self-disclosure topics and target share of PHAs. Scale tryout conducted on 44 PHAs which produced Cronbach's alpha reliability coefficient of 0.972. The result showed that PHAs tend to disclose themself to their partner, then counselor, family and friends. When they disclose themself, topics they presented was general issue – something not related to their life exactly – and they tend to avoid all of the topics related to their health condition. Topics like personality, physical condition and financial, classified as infrequent topics. The reason of why PHAs disclose on the target share about their health condition is to confide or as a catharsis, to seek assistance or support, to share information, and because they want to establish or to have a deeper relationship with the target share. The reasons they are not open on target share about their health condition is due to fear of rejection, inability to accept their reality, to protect personal privacy, and superficial relationship with the target share.

(9)
(10)

x

begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Berbagai proses dan pengalaman baru telah dilewati sejak awal pengerjaan skripsi ini dan tentunya melibatkan berbagai pihak yang dengan hati tulus memberikan motivasi dan bantuan bagi penulis. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M. Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih untuk waktu, perhatian dan banyak masukan yang diberikan bagi penulis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan (trima kasih banyak karena Ibu bersedia mendengar beberapa sharing pengalaman sayasukses selalu untuk setiap tugas dan tanggung jawab yang Ibu lakukan). 3. Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi dan Bapak Agung Santoso, S.Psi.,

M.A selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaannya menguji penulis, dan terima kasih telah memberikan banyak masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi, Psi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas kebaikan, motivasi yang diberikan serta kesediaan konsultasinya.

5. Ibu Silvia Carolina M. Y. M, S.Psi, M.Si, Ibu MM. Nimas Eki S, S.Psi, Psi, M.Si dan Bapak Minto Istono, S.Psi, M.Si, yang telah memberikan masukan dan dukungan bagi penulis untuk terus semangat menyelesaikan skripsi ini. 6. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma , terima kasih

(11)

xi

8. Bapak Samuel Rahmat Subekti (Koordinator Victory Plus), Mas Yan, Ibu Ida dan K’Win, terima kasih atas segala bantuannya selama proses pengambilan data di Victory Plus.

9. Bapak dr. Riyanto (Provincial Project Officer) beserta staff di KPAD Prop.DIY, terima kasih untuk kesempatan berdiskusi dan banyak masukan yang diberikan, terutama dalam informasi tentang subjek penelitian.

10. Bruder Michael, K’Rina (Binterbusi), K’Deavey (twin), Pak Tri (Pusdep USD), Ibu Basilika (Pusat Studi Kebijakan UGM) atas informasi dan akses penulis untuk bertemu dengan subjek penelitian.

11. Seluruh responden dalam penelitian ini, tanpa kalian skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan. (Tetap semangat dalam menjalani kehidupan kalian, terus berjuang,dan jangan pernah menyerah dengan kondisi yang

kalian alami, karena “Hati yang gembira adalah obat yang mujarab”). 12. Orang tua ku tersayang, Bapak Richard O.W. Marthin, S.Sos dan Ibu Connie

Koliludjur, terima kasih untuk cinta yang diberikan, trima kasih untuk kesabaran, dukungan moril dan materi, perhatian serta kasih sayang yang diberikan (kalian orang tua terbaik yang aku miliki, aku bangga memiliki kalian.♥FAMILY, Father And Mother, I Love You♥).

(12)

xii

perhatian yang diberikan, aku sangat mengasihi kalian semua.. (Oma Leonora Koliludjur, loph u grand Ma ; Ma Ake, Bp Tri, Dyan & Ditha, trima kasih untuk hari2 yang dilalui bersama @ Jogja, thx u/ sgla kasih & perhatian yang diberikan, Mr Nathex, thx uda jadi kakak yg baik; Om Joe ‘Lius’ (Alm), tengkyu so much u/ perhatianmu, thx u/ ‘warisan’ yang diberikan, kangen dengar kamu panggil ‘kariting’, saya yakin kamu sudah sangat bahagia disana; MCC, thx u/ persaudaraan, suka & duka yang terjalin antara kita).

16. Tnt Susi, atas kesetiannya menemaniku melewati berbagai masa dalam perjalanan hidupku, terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang diberikan.

17. Choky LiLaNoS, yang begitu setia menemaniku melewati stiap waktu di Jogja, kemanapun dan kapanpun aku pergi selalu ditemani, bersamamu aku menemukan & mengalami banyak hal, entah bagaimana kisahku tanpa mu. 18. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nanik, Mas

Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

19. Christina Ayu ’tenan’, ’Jenk’ Ella Maturbongs, Jacky Maturbongs ’mitos’, ’Jenk’ Gina Klopfleisc, ’Jenk’ Otep, dan Elsi Bani, atas segala bantuan yang diberikan...maaf klo sering banget ngerepotin kalian.. skali-skali gantian dunk kalian yang repotin aku

(13)

xiii

dukungan, dan bantuanmu selama ini, thx so much ya; Agatha Dewan Ayu dan Herdian Wahyuni, teman2 seperjuanganku & sepenantian (dari lt 2, lt 1, sampe balik lagi ke lt 2), trima kasih u/ kebersamaan kita dalam melewati masa2 penuh ’ujian’, sukses u/ planning2 selanjutnya yach...; Ria Mariana, Devi Paramitha, Ronald, Miera, Marthin, Toa, Vicky, Benny, Aprinta, Syamsul, tetap semangat yach dan terus lakukan yang terbaik; Diana, Rissa, Sri, Sadel, Christa, Abe, Melan, Okky, Melati, Rondang, Conrad, Mia, Nanang, dll, kangen nyanyiin ’Come along my friends, come along with me... I want to go to find my way, in Psychology’. Selamat berkarya & berproses di jalan yang kalian pilih, good luck).

22. Saudara-saudari ku terkasih di Cell Group (dari CG Devita- CG Agnes), Agnes, Marhan, Eva, Yoel, Tina, Leo, Helty, K’Fly, Linda, K’Via, K’Rona, K’Esti, Tina, Fano, Ricky atas persaudaraan yang terjalin, kalian adalah keluargaku di dalam Kristus.

(14)

xiv

Pak Ferry, Mas Agung, K’Laomi, Mb’ Ruth, Mb’Erika, Mb Dina, Roli, Fatrick) atas dukungan dan perhatiannya, sukses selalu dalam pelayanan yang dilakukan.

(15)

xv

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….... iii

HALAMAN MOTTO ...………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi

ABSTRAK ………... vii

ABSTRACT ………... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR ……….... x

DAFTAR ISI ………... xv

DAFTAR TABEL ………... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ……….... 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 7

C. Tujuan Penelitian ……….. 8

(16)

xvi

2. Aspek- aspek Pengungakapan Diri……….….……... 12

3. Topik- topik Pengungkapan Diri ………. 14

4. Jenis-jenis Pengungkapan Diri ……… 15

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri……… 16

6. Manfaat Pengungkapan Diri……… 21

7. Risiko Pengungkapan Diri ………... 23

B. HIV/ AIDS ……..………. 25

1. HIV (Human Immunodeficiency Virus)………..……….. 25

2. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)... 26

3. Gejala HIV/AIDS ……….………….. 27

4. Siklus Penyakit HIV/ AIDS ………..……… 28

5. Cara penularan HIV/AIDS ……… 29

6. Dampak HIV/AIDS ………. 30

7. Alasan yang mempengaruhi pengungkapan diri Odha ………... 33

C. Pengungkapan Diri pada Odha yang hidup di masyarakat ………... 34

(17)

xvii

C. Definisi Operasional ………..……… 40

D. Subjek Penelitian ……….... 41

E. Instrumen dan Pertanggung Jawaban Mutu ………...41

1. Instrumen ………41

2. Pertanggungjawaban Mutu ……….46

a. Validitas ……… .. 46

b. Analisis Aitem ………..47

c. Reliabilitas ………48

F. Prosedur Pengambilan Data …...…….. 49

G. Teknik Analisa Data ……….…….. 50

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ………... 51

A. Orientasi Kancah Penelitian ………. 51

1.Gambaran Umum Tempat Penelitian ……….. 51

2. Karakteristik Sampel ……….. 53

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ………..…….. 56

C. Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 59

D. Uji Asumsi Hasil Penelitian ………..………...66

1.Uji Normalitas ………..67

(18)

xviii

A. Kesimpulan ………. 90

B. Saran ………... 91

(19)

xix

Tabel 2 Aitem yang gugur dan sahih dari skala

pengungkapan diri Odha……… …….. 48

Tabel 3 Distribusi subjek berdasarkan usia ………. 53

Tabel 4 Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin ……… 54

Tabel 5 Distribusi subjek berdasarkan status pernikahan ……….. 55

Tabel 6 Distribusi subjek berdasarkan lamanya terinfeksi HIV/ AIDS ………... 56

Tabel 7 Data statistiktarget sharepengungkapan diri Odha ………… 59

Tabel 8 Data statistik topik yang disampaikan Odha padatarget sharesecara umum ……… 60

Tabel 9 Data statistik topik yang disampaikan Odha pada Keluarga ………... 61

Tabel 10 Data statistik topik yang disampaikan Odha pada Teman ……… 61

Tabel 11 Data statistik topik yang disampaikan Odha pada Pasangan ……… 62

Tabel 12 Data statistik topik yang disampaikan Odha pada Konselor ……… 63

(20)
(21)

xxi

Gambar 2 Grafik topik yang disampaikan Odha

(22)

xxii

Lampiran B: Hasil Penelitian ……….. 108 Lampiran C: Koefisien Reliabiitas Skala Pengungkapan

Diri Odha ……… 141

Lampiran D: Hasil Statistik Deskriptif dan Hasil Uji Normalitas

(23)

1

A. Latar Belakang Masalah

Hingga kini kasus HIV/ AIDS masih menjadi masalah penting dalam dunia kesehatan, karena selain obat atau vaksinnya belum ditemukan secara tepat, penyebarannya pun sangat cepat dan mudah. Di Indonesia dan juga dunia, HIV/ AIDS merupakan suatu penyakit terminal dengan dampak yang sangat kompleks, yang meliputi aspek fisik, sosial dan juga psikis (Ginanjar & Yunita, 2001).

(24)

menutup mata terhadap masalah ini, agar generasi selanjutnya dapat diselamatkan dari bahaya HIV/ AIDS.

Penyebaran HIV/ AIDS tidak hanya menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga menyangkut masalah psikologis, sosial dan budaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Derlega, Winstead, Greene, Serovich & Elwood (2004), ditemukan bahwa keputusan seseorang untuk mengungkapkan status HIV/ AIDS nya pada orang lain dapat dilihat dari bagaimana sikap suatu budaya terhadap HIV/ AIDS dan faktor kontekstual mengenai hubungan antar pribadi. Dalam budaya individualis (budaya barat) pengungkapan diri merupakan suatu hal yang dianggap penting dan bernilai apalagi jika dilakukan secara mutual. Pada budaya kolektif (budaya timur), mengetahui keadaan dan perasaan seseorang bukanlah sesuatu yang penting (Peter & Bond, 1993). Budaya Indonesia tergolong dalam kebudayaan timur yang menganut budaya kolektif, sehingga masyarakat Indonesia umumnya sukar untuk menerima pengungkapan diri dari orang lain, apalagi jika hal itu menyangkut masalah yang berat (Kim dan Sherman, 2007).

(25)

adalah dukungan psikologis dari anggota keluarga, teman serta masyarakat secara umum (Ginanjar & Yunita, 2001) agar mereka dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Fakta yang sering dijumpai di masyarakat adalah perawatan non medis bagi Odha cenderung diabaikan. Yang sering diterima oleh Odha adalah stigma dan diskriminasi dari lingkungan di sekitarnya (Brown et al dalam Wong & Wong, 2006). Bentuk stigma dan diskriminasi yang sering dialami oleh Odha antara lain direndahkan, dikucilkan, dihakimi, dan tak jarang hak-hak mereka pun dilanggar, bahkan pada beberapa kasus Odha akan ditinggalkan oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya.

(26)

Pada umumnya, kesedihan dan ketakutan yang dialami Odha lebih dikarenakan stigma yang diterima akibat HIV/ AIDS daripada penyakit itu sendiri (Brown et al dalam Wong & Wong, 2006). Cohen, Deverts & Miller (2007) menemukan bahwa stres berat yang dialami Odha tentu saja akan sangat mempengaruhi kondisi fisik seseorang serta dapat mengakibatkan menurunnya sistem imunitas tubuhnya yang mengakibatkan kematian. Harapan-harapan atau perasaan yang negatif terhadap suatu penyakit dapat pula membawa orang tersebut pada kematian yang lebih awal (Taylor, 1999).

Derlega et al (2004) menemukan bahwa diskriminasi yang dialami oleh Odha tidak hanya dilakukan oleh orang awam, tetapi terkadang dilakukan oleh tenaga medis, sehingga Odha cenderung untuk tidak memberitahukan statusnya pada mereka saat menjalani pemeriksaan kesehatan, karena mereka akan diabaikan saat proses pemeriksaan kesehatan. Hal seperti itulah yang ikut mengakibatkan sulitya akses Odha terhadap pelayanan kesehatan yang memadai. Di Indonesia, ada beberapa rumah sakit yang menolak merawat pasien yang diketahui terinfeksi HIV/ AIDS, karena takut pasien tersebut menulari pasien lainnya yang tidak terinfeksi HIV/ AIDS (Nadya, 2006).

(27)

dan dapat dijadikan sebagai katarsis sehingga mampu mengurangi tegangan dan stres yang dialami (Widyarini, 2005).

Mengungkapkan diri yang dimaksud di sini adalah bagaimana individu tersebut menyampaikan atau mengekspresikan pikiran, pilihan maupun perasaan yang sedang dialami (Kim & Sherman, 2007). Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri seseorang, seperti jenis kelamin, kebudayaan setempat, proses atribusi, adanya rasa suka terhadap orang lain, waktu, kualitas suatu hubungan serta karakteristik kepribadian seseorang (Derlega, Metts, Petronio & Margulis, 1993).

Jika individu dapat mengekspresikan dirinya secara bebas, maka hal itu dapat menjadi suatu tanda kekuatan dari kebebasan individu itu sendiri. Di saat seseorang telah merasakan kebebasan, maka ia dapat dengan mudah membagikan berbagai pengalaman atau perasaannya (baik itu perasaan yang menyenangkan atau pun menyedihkan) pada orang lain, sehingga beban mental yang ada dalam dirinya dapat sedikit berkurang (DeVito, 1994).

(28)

terjadi, karena adanya perasaan takut ditolak dan dikucilkan oleh orang lain ketika mereka mengetahui status Odha, sehingga Odha akan lebih selektif dalam memilih orang untuk melakukan pengungkapan diri.

Pada kasus HIV/ AIDS yang dialami oleh Odha, untuk mengetahui fakta bahwa mereka terinfeksi HIV/AIDS saja sudah merupakan suatu hal yang sangat berat, apalagi mau menyampaikan fakta tersebut pada orang lain. Hal tersebut menunjukan bahwa status sebagai penderita HIV/AIDS memiliki pengaruh yang cukup besar ketika Odha menyampaikan pengungkapan dirinya pada orang lain (Ginanjar & Yunita, 2001). Kasus tersebut pernah juga dijumpai peneliti ketika melakukan survei awal untuk penelitian ini, yakni Odha tidak ingin statusnya diketahui oleh orang lain, mereka merasa lebih nyaman jika orang lain tidak mengetahui bahwa mereka menderita HIV/ AIDS, sehingga mereka dapat lebih dapat menjalani hidupnya dengan baik seperti sebelum mereka mengidap HIV/ AIDS.

(29)

Pengungkapan diri merupakan hal yang sangat penting, karena pengungkapan diri yang dilakukan secara tepat dapat dijadikan sebagai indikasi dari kesehatan mental seseorang (Corsini, 1987). Seseorang yang mampu mengungkapkan diri secara tepat tepat terbukti lebih mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya pada diri sendiri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya terhadap orang lain, lebih objektif dan terbuka (Johnson, 1981). Pengungkapan diri dapat meringankan beban yang tengah dihadapi, mengurangi tegangan dan stres, dapat mempererat hubungan satu sama lain, serta meningkatkan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan (Widyarini, 2005). Pengungkapan diri dapat pula meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan psikologis (Baron, 1995).

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Odha secara umum kurang dapat mengekspresikan atau mengungkapkan diri pada orang lain, sehingga peneliti secara khusus ingin mengetahui pengungkapan diri Odha yang hidup di masyarakat, khususnya mereka yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

B. Rumusan Masalah

(30)

1. Pada siapa Odha cenderung untuk melakukan pengungkapan diri?

2. Topik apa sajakah yang paling sering disampaikan Odha ketika melakukan pengungkapan diri pada orang lain (target share)?

3. Alasan apa sajakah yang memudahkan dan yang menghambat Odha dalam melakukan pengungkapan diri pada orang lain(target share)?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pengungkapan diri Odha yang hidup di masyarakat, secara khusus pada siapa Odha cenderung untuk melakukan pengungkapan diri, topik apa saja yang sering disampaikan Odha ketika melakukan pengungkapan diri, dan alasan apa saja yang memudahkan serta alasan apa yang menghambat Odha dalam melakukan pengungkapan diri pada orang lain tentang kondisi kesehatannya.

D. Manfaat Penelitian

(31)

1. Manfaat teoritis:

Untuk memperkaya atau menambah kajian teoritis dalam dunia Psikologi, khususnya Psikologi Klinis dan Kesehatan, tentang pengungkapan diri Odha yang hidup di masyarakat.

2. Manfaat praktis: a. Bagi Odha:

1). agar mereka lebih mengenal, memahami dan menerima keadaan dirinya sehingga dapat membagikan perasaannya pada orang lain sehingga dapat mengurangi beban mental, stres, maupun tekanan yang dialami akibat HIV/ AIDS yang dideritanya.

2). agar mereka dapat mengetahui apa saja hambatan dalam mereka mengungkapkan dirinnya, sehingga mereka dapat berusaha untuk lebih terbuka pada orang lain.

b. Bagi masyarakat umum maupun pihak lain yang terkait dan berinteraksi dengan Odha:

(32)

10

A. Pengungkapan Diri

1. Pengertian Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri (self-disclosure) pertama kali diperkenalkan oleh Sidney Jourard pada tahun 1964 (Magill, 1966). Pengungkapan diri merupakan proses komunikasian informasi personal pada orang lain. Proses komunikasi ini dapat membuat relasi antar orang menjadi semakin akrab dan intim. Menurut Jourard (1971), pengungkapan diri adalah cara seseorang membuat diri mereka transparan pada orang lain lewat komunikasi. Dijelaskan pula pengungkapan diri dapat menolong seseorang untuk melihat keunikannya sebagai manusia.

(33)

pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Johnson, 1981).

Pengungkapan diri tidaklah berarti mengungkapan secara detail hal-hal yang terjadi di masa lalu, tetapi lebih ditekankan pada apa yang dirasakan pada saat ini (Supratiknya, 1995). Dengan mengungkapan hal-hal yang terjadi di masa lalu hanya akan menimbulkan perasaan akrab yang sesaat, dan orang lain tidak mengenal diri kita dengan menyelidiki masa lalu kita, tetapi dengan mengetahui bagaimana cara kita bereaksi saat ini. Hal itu sama seperti apa yang disampaikan oleh Johnson (1981) tentang pengungkapan diri, yaitu pengungkapan diri lebih banyak dilakukan dengan menceritakan apa yang terjadi dalam diri seseorang pada masa sekarang ini dari pada menceritakan hal-hal yang terjadi di masa lalu.

(34)

Definisi lain mengenai pengungkapan diri adalah suatu tindakan yang bersifat verbal yang mengungkapkan hal-hal mengenai diri seseorang pada orang lain termasuk pikiran, perasaan dan pengalamannya (Derlega et al, 1993). Collins & Miller (1994) menyatakan pengungkapan diri melibatkan tindakan pengungkapan informasi pribadi mengenai diri sendiri kepada orang lain.

Pengungkapan diri dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan pada orang lain, sehingga dapat ditemukan keunikan yang ada dalam diri seseorang, pilihan-pilihan, perhatian, serta bagian yang tidak dapat diukur dari seseorang.

Dari berbagai definisi tentang pengungkapan diri, maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri adalah proses pemberian informasi yang sifatnya pribadi dari seseorang pada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan pada orang lain, dilakukan secara sadar dan sukarela mengenai pikiran, pengalaman, keinginan, atau pun tentang hal-hal yang sedang dialami dan dirasakan pada saat ini.

2. Aspek- aspek Pengungkapan Diri

(35)

a. Keluasan informasi (breadth). Yang dimaksudkan dengan keluasan informasi meliputi sejumlah topik yang disampaikan seseorang dalam mengungkapkan diri pada orang lain.

b. Kedalaman informasi (depth), merupakan tingkat keintiman dari pengungkapan diri, yang menunjukan bahwa orang yang mengungkapkan dirinya itu akan memberikan informasi pribadi bahkan yang sifatnya sangat pribadi.

c. Lamanya pengungkapan diri (duration), adalah banyaknya jumlah waktu yang digunakan untuk melakuan pengungkapan diri secara berkala.

Menurut Papu (2002), dalam pengungkapan diri harus terdapat kejujuran dan keterbukaan, karena informasi yang diberikan pada orang lain hendaknya bukan merupakan topeng atau kebohongan yang hanya menampakan sisi baik dari diri seseorang. Dengan mengungkapkan diri pada orang lain, seseorang pun harus mau menerima pengungkapan diri yang dilakukan oleh orang lain, atau dapat dikatakan pengungkapan diri ini bersifat resiprokal dan terjadi secara serentak (Johnson dalam Supratiknya, 1995).

(36)

3. Topik-topik pengungkapan diri

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dapat mengungkapkan persaannya pada orang lain dalam berbagai topik. Jourard dan Lasakow (Jourard, 1971) mengelompokan topik-topik pengungkapan diri seseorang ke dalam enam topik, yaitu:

a. sikap dan pendapat (attitudes and options), yang berisi tentang pemikiran, pandangan, serta standar pribadi seseorang mengenai isu atau masalah yang terjadi di lingkungannya,

b. selera dan minat (tastes and intersest), merupakan hal-hal yang menjadi kesukaan dan ketertarikan pribadi,

c. pekerjaan atau pendidikan (work or studies), adalah topik yang berkaitan dengan hal-hal yang terjadi atau dialami seseorang dalam pendidikan maupun dalam pekerjaannya,

d. keuangan (money) membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan keungan pribadi seseorang,

e. kepribadian (personality), yang meliputi aspek-aspek pribadi dalam diri seseorang, termasuk emosi dan perasaan pribadi terkait dengan pengalaman masa kini, masa lalu dan juga pengalaman seksual, serta f. keadaan fisik dan penampilan (body), yang membahas hal-hal yang

(37)

Dari keenam topik tersebut, Jourard dan Lasakow (Jourard, 1971) membuat Self- Disclosure Questionare (SDQ) untuk mengetahui seberapa luas dan dalamnya pengungkapan diri yang dilakukan oleh seseorang.

4. Jenis- jenis Pengungkapan Diri

Derlega et al (1993) mengemukakan bahwa secara garis besar pengungkapan diri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Desriptive self disclosure, yaitu pengungkapan diri yang berisikan

informasi dan fakta-fakta mengenai diri seseorang, contohnya: “kegiatan yang sering saya lakukan di pagi hari…” ; “saya bekerja sebagai…” ; “saya mempunyai rencana….”.

b. Evaluative self disclosure, yaitu pengungkapan diri yang berisi

ekspresi-ekspresi dan perasaan, pendapat, serta keputusan, contohnya: “saya merasa sungkan untuk meminta tolong kepadanya” ; “saya bangga mempunyai saudara sepertimu” ; “saya tidak setuju dengan perceraian”.

(38)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, tidak semua hal atau topik dapat disampaikan ketika seseorang melakukan pengungkapan diri, karena ada topik yang mudah untuk diungkapkan dan ada pula topik yang sulit untuk diungkapkan. Hal itu dipengaruhi oleh adannya beberapa faktor berikut ini: a. Proses atribusi (attributional processes)

Orang akan lebih terbuka kepada orang yang memiliki atribusi positif terhadapnya, seperti orang yang dapat dipercaya, dapat menjaga rahasia, atau orang yang memiliki kompetensi untuk membantunya daripada terhadap orang lain dengan atribusi negatif seperti orang yang tidak jujur, tidak bisa menjadi pendengar yang baik atau suka menyebarkan gosip (Derlega et al, 1993).

(39)

acuh tak acuh atau menolaknya, maka kemungkinan ia tidak akan melanjutkan pengungkapan dirinya.

b. Pengaruh diadik (dyadic effect)

Seseorang dapat mengungkapan diri dalam rangka meresponi pengungkapan diri dari orang lain. DeVito (1994) menyebutkan tindakan meresponi atau membalas pengungkapan diri itu sebagai pengaruh diadik (dyadic effect), sedangkan Derlega et al (1993) menyebut istilah itu dengan reciprocity.

(40)

c. Waktu (time)

Waktu juga berperan dalam pengungkapan diri, karena keluasan dan kedalaman suatu informasi akan terus berkembang dan tiada akhir seiring berjalannya waktu. Karena itu, dalam suatu hubungan keterbukaan akan senantiasa meningkat. Pengaruh waktu terhadap pengungkapan diri tampak pula pada harapan masyarakat tentang pengungkapan diri yang dianggap ‘wajar’ atau ‘normal’. Keterbukaan yang positif, cukup intim (tapi tidak terlalu dalam), dan disampaikan pada saat yang tepat (beberapa lama setelah interaksi awal) dapat meningkatkan ketertarikan dan rasa menyukai. Sedangkan keterbukaan yang terlalu personal, negatif dan diberikan terlalu awal dapat menghambat rasa suka dan keterbukaan diri lebih lanjut, kecuali jika ketertarikan awal yang kuat telah terbentuk (Derlega et al, 1993). Jadi, pengungkapan diri yang dapat diterima oleh umum adalah pengungkapan diri yang disampaikan tidak terlalu awal.

d. Rasa suka (liking)

(41)

Rasa suka terhadap orang lain dapat mempengaruhi pengungkapan diri, karena orang yang menyukai orang lain umumnya memiliki keinginan agar ia juga disukai. Perasaan suka terhadap orang lain juga membuat seseorang ingin mengenal dan mengetahui orang yang disukainya itu. Akan tetapi, meskipun orang akan lebih membuka diri pada orang yang mereka sukai daripada yang tidak mereka sukai, tidak berarti bahwa rasa suka selalu diikuti dengan pengungkapan diri atau pengungkapan diri selalu didahului oleh rasa suka, karena pengungkapan diri dapat terjadi tanpa adanya rasa suka (Collins & Miller, 1994).

e. Definisi tentang hubungan (relational definition)

Definisi seseorang tentang hubungannya dengan orang lain dapat mempengaruhi bagaimana dan seberapa besar pengungkapan dirinya pada orang lain. Hal tersebut dapat menjadi dasar bagi seseorang dalam menetapkan hubungan dan tingkah laku yang dianggap pantas dalam hubungan suatu hubungan.

(42)

didefinisikan, misalnya sebagai hubungan yang “intim” atau “tidak intim”, “baik” atau “buruk”, dan lain-lain. Salient qualities ini sifatnnya relatif berbeda pada setiap orang.

Dari berbagai penelitian tampak bahwa seseorang lebih mungkin untuk mengungkapkan hal-hal yang sifatnya pribadi pada sahabat daripada kepada teman biasa (Fehr, 1996). Derlega et al (1993) juga menyebutkan bahwa orang lebih mungkin untuk mengungkapkan diri pada orang yang ia anggap dekat atau akbrab daripada kepada orang asing.

f. Kepribadian (personality)

(43)

6. Manfaat Pengungkapan Diri

Dengan mengungkapkan diri pada orang lain, akan diperoleh berbagai keuntungan bagi pihak yang mau mengungkapkan dirinya. Manfaat yang didapatkan dapat meliputi (Papu, 2002) :

a. Meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Seseorang yang mengungkapkan dirinya pada orang lain akan lebih jelas dalam menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam dirinya. Selain itu, orang lain akan membantu kita dalam memahami diri sendiri, melalui berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh empati dan jujur

b. Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Dari keterbukaan tersebut, akan timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan yang sejati dan semakin akrab

c. Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self

acceptance). Saat orang lain dapat menerima diri kita maka kita pun

dapat menerima diri sendiri.

(44)

maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan

e. Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Dalam menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam dan tidak riang. Dengan membagikan informasi pada orang lain mengenai perasaan yang sedang dihadapi maka berbagai ketegangan yang ada akan hilang atau berkurang dengan sendirinya.

Pennebaker (1995) menyebutkan bahwa dengan mengungkapkan perasaan atau informasi tentang diri kita pada orang lain, maka hal itu dapat meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah penyakit dan mengurangi masalah-masalah psikologis yang menyangkut hubungan interpersonal maupun personal Pengungkapan diri pun penting dilakukan karena dapat membangun suatu hubungan yang lebih berarti dan untuk membentuk sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mencapai kesesuaian atas perbedaan (Pearson, 1985).

(45)

Buhrmester dan Prager, 1995). Pengungkapan diri dapat pula dijadikan sebagai suatu validasi sosial, di mana seseorang akan menemukan bahwa orang lain memiliki pikiran, pendapat dan rasa ketidaksamaan seperti orang yang melakukan pengungkapakan diri, sehingga dari sana seseorang akan lebih mudah menentukan hal-hal yang tepat dan pantas untuk dilakukan (Derlega, dalam Buhrmester dan Prager, 1995).

7. Risiko Pengungkapan Diri

Mengungkapkan diri pada orang lain haruslah dilakukan secara baik dan hati- hati (Papu, 2002), sebab jika dilakukan secara tidak tepat, maka pengungkapan diri yang tadinya dapat dijadikan sarana berbagi perasaan atau pengalaman pada orang lain akan menjadi suatu boomerang bagi diri sendiri. Risiko lain dari pengungkapan diri adalah bocornya informasi yang telah diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi tersebut dianggap sangat pribadi oleh si pemberi informasi, atau informasi yang disampaikan itu dapat menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan baik.

(46)

dimaksudkan adalah dengan tidak menyampaikan hal-hal yang mungkin saja merugikan diri sendiri, karena tidak semua yang terjadi dalam diri seseorang harus diungkapkan pada orang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Joe Luft dan Harry Ingham (Johnson, 1981) mengenai daerah-daerah dalam diri individu, yaitu tidak semua tentang diri seseorang diketahui oleh orang lain dan individu yang bersangkutan atau termasuk dalam daerah terbuka, tetapi ada hal-hal lain yang mungkin saja hanya diketahui oleh diri sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain yang termasuk dalam daerah tersembunyi.

Risiko lain yang bisa diterima ketika orang melakukan pengungkapan diri adalah (Baxter & Montgomery, 1996, dalam Shirley, Powers & Sawyer, 2004) mendapatkan penolakan dari orang yang mendengar pengungkapan diri yang disampaikan, dapat mengurangi integritas pribadi, seseorang bisa saja kehilangan kontrol bahkan mungkin saja yang apa yang diungkapkan bisa melukai atau memalukan orang yang mendengar apa yang diungkapkan. Meskipun

(47)

B. HIV/ AIDS

1. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan suatu virus yang

menyerang kekebalan tubuh manusia (Gifford et al, 2000). HIV menyerang sel

T- helper dari sistem kekebalan tubuh manusia (Sarafino, 1994). Fungsi T-cell

adalah untuk mengenali berbagai infeksi virus-virus asing (pathogen) yang masuk ke dalam tubuh manusia dan merangsang produksi sel-sel lain yang berguna untuk melawan infeksi berbagai virus. HIV sendiri melumpuhkan dan mumbunuh sel-sel tersebut, sehingga dapat mengganggu fungsi seluruh sistem kekebalan manusia. Jika sistem kekebalan tubuh manusia rusak, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit umum yang lain (sering dikenal dengan istilah infeksi oportunistik) seperti demam, flu, dan juga meningkatkan risiko berkembangnya penyakit kronis, termasuk kanker (Nevid, 2005). HIV pun secara terus menerus akan melemahkan sistem kekebalan tubuh dengan jalan menyerang dan menghancurkan kelompok sel darah putih, merusak otak, bahkan merusak sistem saraf pusat (Richardson & Seidman, 2002).

HIV merupakan virus penyebab AIDS atau yang lebih dikenal dengan

Acquired Immune Deficiency Syndrome (Sarafino, 1994). Meskipun HIV

(48)

yang kuratif) dan perawatan terhadap penderita HIV/ AIDS sangat perlu dilakukan oleh berbagai pihak.

2. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit kronik dengan tingkat atau risiko kematian yang sangat tinggi, dan disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus/ HIV (Sarafino, 1994).

Rachimhadhi (Listyawati, 2004) menambahkan bahwa AIDS merupakan sekumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita. Gejala penyakit AIDS hampir mirip dengan penyakit biasa seperti demam, bronchitis, dan flu, tetapi pada AIDS gejala tersebut lebih parah dan berlangsung lama (Gifford et al, 2000).

(49)

membedakan antara HIV dan AIDS adalah besar kecilnya risiko kematian yang akan diterima. Mereka yang mengidap AIDS memiliki kemungkinan jauh lebih besar untuk mengalami kematian dalam jangka waktu yang singkat dibandingkan dengan mereka yang terjangkit HIV. Dampak yang dialami oleh pengidap HIV-AIDS pada dasarnya sama beratnya, yaitu mereka umumnya dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. Dampak lain dari HIV- AIDS akan dibahas tersendiri pada poin ke enam. Karena itu, untuk pembahasan selanjutnya peneliti akan menggunakan istilah HIV-AIDS secara bersama-sama.

3. Gejala HIV/AIDS

Pada awalnya, gejala yang dialami oleh penderita HIV/AIDS hampir mirip dengan penyakit lain, seperti flu, bronchitis, dan demam, namun pada penyakit HIV/AIDS itu sendiri penderita akan mengalami gejala yang lebih parah dalam jangka waktu yang lama. Gejala-gejala umum HIV/AIDS, antara lain (Gifford et al, 2000):

a. Kelelahan yang sangat, dan berlangsung selama beberapa minggu tanpa sebab yang jelas.

(50)

c. Hilangnya berat badan lebih dari 5kg dalam waktu kurang dari dua bulan. d. Pembengkakan kelenjar, terutama di leher atau ketiak.

e. Sariawan di mulut atau tenggorokan. Sariawan adalah infeksi yang umumya terjadi di vagina, mengakibatkan keluarnya cairan berwarna putih yang mengganggu (jamur vagina tidak berhubungan dengan AIDS). Pada laki-laki, jamur ini mungkin timbul berupa bintik-bintik putih yang mengganggu di ujung penis atau munculnya kotoran putih yang keluar dari anus.

f. Diare yang terus-menerus.

g. Nafas menjadi pendek-pendek, lambat laun menjadi buruk setelah beberapa minggu, disertai dengan gangguan batuk kering yang tidak diakibatkan oleh rokok dan berlangsung lebih lama dari batuk karena flu berat.

h. Bisul atau jerawat baru, berwarna merah muda atau ungu, rata atau timbul di kulit bagian mana saja, termasuk di mulut dan kelopak mata.

4. Siklus Penyakit HIV/ AIDS

(51)

sudah tentu menderita HIV (Listyawati, 2004). Masa inkubasi virus ini tergolong sangat lama, karena bisa berjalan selama 15 tahun bahkan lebih.

Siklus perjalanan virus HIV dimulai ketika seseorang terinfeksi firus HIV (Ginanjar & Bernadetta, 2001). Pada tahap pertama ini, orang yang terinfeksi masih terlihat sehat dan belum ada gejala penyakit AIDS yang muncul. Pada tahap selanjutnya (yang berlangsung sekitar 10 hingga 15 tahun), penderita tadi dinyatakan menderita HIV positiv, dengan gejala ringan, serta belum perlu untuk dibawa ke Rumah Sakit. Setelah melewati tahap tersebut, penderita HIV positif dinyatakan menderita AIDS, sehingga ia perlu perawatan intesnsif dari rumah sakit karena mengalami infeksi oportunistik. Masa ini akan berlangsung sekitar 1 hingga 2 tahun, kemudian penderita tersebut akan meninggal. Lamanya waktu seseorang yang menderita HIV- AIDS akan meninggal lebih tergantung pada kondisi fisik orang yang bersangkutan.

5. Cara penularan HIV/AIDS

HIV/AIDS dapat ditularkan melalui berbagai cara, baik melalui hubungan seksual maupun non seksual. Penularannya bisa melalui transfusi darah, IDU, hemofili, homo-biseksual, heteroseksual, dan perinatal atau

transplacenta, yang biasanya ditularkan dari si ibu yang menderita HIV/AIDS

(52)

6. Dampak HIV/AIDS

HIV/AIDS menimbulkan dampak yang sangat luas, baik bagi si penderita, keluarganya maupun masyarakat. Salah satu dampak yang dirasakan oleh penderita adalah dampak (tekanan) psikologis; seperti kecemasan, depresi, merasa terisolasi dan berkurangnya dukungan sosial, merasa takut jika ada orang lain yang mengetahui atau akan mengetahui penyakit yang diderita, merasa khawatir (terhadap biaya perawatan, kehilangan pekerjaan, dan pengaturan hidup selanjutnya), serta merasa malu dengan adanya stigma sebagai penderita HIV/AIDS (Muma, 1997).

Stigma dari masyarakat terhadap Odha tidaklah memberi solusi atau menyelesaikan masalah penyebaran HIV- AIDS, namun dapat menjadi masalah baru bagi Odha. Stigma yang ada di masyarakat terhadap Odha tidak akan secara langsung mempengaruhi kondisi fisik mereka, namun tekanan batin yang mendalam dan berkepanjangan dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan Odha. Hal itu sejalan dengan apa yang ditemukan oleh Pollack (1992), yakni adanya hubungan yang signifikan antara tekanan batin dengan penurunan kualitas kesehatan Odha, serta adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara tubuh dan status psikologis seseorang (Weisz, 1986).

(53)

ditimbulkan pun sangat kompleks, yang meliputi dampak fisik, psikis maupun sosial (Listyawati, 2004):

Dampak psikologis:

a. Penderita mungkin saja akan mengalami berbagai dampak berupa tekanan psikologis seperti berikut ini:

1) Kecemasan: berupa rasa tidak pasti tentang penyakit yang diderita,perkembangan dan pengobatannya; merasa cemas dengan berbagai gejala-gejala baru, merasa cemas dengan prognosis dan ancaman kematian; hiperventilasi, serangan panik.

2) Depresi: merasa sedih, tidak berdaya, merasa rendah diri, merasa bersalah, merasa tidak berharga, putus asa, berkeinginan untuk bunuh diri, menarik diri, memberikan ekspresi “pasrah”, sulit tidur, kehilangan nafsu makan.

3) Merasa terisolasi dan berkurannya dukungan sosial; merasa ditolak oleh keluarga dan orang lain. Sedikitnya jumlah orang yang menjenguk saat pasien dirawat semakin memperkuat perasaan-perasaan ini.

4) Merasa takut bila ada orang yang mengetahui atau akan mengetahui penyakit yang diderita, karena akan dikucilkan.

(54)

6) Merasa malu dengan adanya stigma sebagai Odha, sehingga mereka akan cenderung menyangkali kebiasaan seksualnya atau kebiasaan menggunakan obat-obatan terlarang (Muma, 1997)

Jika berbagai perasaan tertekan itu tidak ditangani secara tepat, cepat dan serius, maka akan memperburuk kondisi psikis maupun penurunan kondisi kesehatannya.

b. Dampak fisik:

Penderita HIV/AIDS umumnya akan mengalami perubahan pada fisiknya, seperti: kondisi fisik yang semakin kurus, mulut kering, susah menelan, mudah tertular berbagai penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh, sehingga dapat mengakibatkan kematian.

c. Dampak sosial:

(55)

dari mereka yang telah terinveksi sebelumnya, dan hal ini tentu saja membuat mereka dijauhi dan mereka pun akan cenderung menghindari orang lain, sehingga dapat memperparah keadaan pasien, karena mereka akan merasa ditolak dan tidak berguna.

7. Alasan pengungkapan diri Odha

Dalam Odha mengungkapkan diri, terdapat tiga kategori alasan mengapa mereka mau atau tidak mau mengungkapkan diri pada orang lain (Derlega et al, 2004), yang meliputi diri (self-), orang lain (other-)dan hubungan (relationship).

a. Alasan Odha mengungkapkan diri

Self-, alasan untuk mengungkapkan diri yang tergolong sebagai

sebuah katarsis dan mencari bantuan. Other-, meliputi keinginan untuk mengajarkan orang lain tentang HIV serta kewajiban untuk menginformasikannya pada orang lain. Relationship-, meliputi keinginan seseorang untuk menjalin hubungan yang lebih dalam lagi dengan orang lain dan juga untuk mengetes bagaimana reaksi seseorang terhadap mereka yang menderita HIV/ AIDS (Derlega et al, 2004).

(56)

Alasan untuk tidak mengungkapkan diri pada Odha pun terbagi atas tiga kategori, dengan penjelasan sebagai berikut. Self-, berfokus untuk menjaga privasi, sulitnya seseorang menerima konsep dirinya, serta adanya ketakuatan terhadap penolakan. Other-, meliputi perlindungan terhadap seseorang, sedangkan relationship- meliputi adanya hubungan dalam taraf yang superficial (Derlega et al, 2004).

C. Pengungkapan Diri pada Odha yang hidup di masyarakat

Ketika seseorang mengetahui dirinya dinyatakan positif mengidap HIV/ AIDS, tentu saja akan ada beragam reaksi dari orang yang bersangkutan, seperti marah dan menolak kenyataan tersebut, karena biasanya seseorang akan merasa bahwa tak lama lagi dirinya akan segera mengalami kematian. Tidak hanya itu, ketika orang yang bersangkutan mengetahui kenyataan dirinya mengidap HIV/ AIDS, ia pun akan memikirkan bagaimana respon orang-orang yang ada di sekitarnya terkait dengan keadaan yang tengah dialaminya. Hal ini umumnya yang sering menjadi masalah yang cukup besar bagi mereka (Muma, 1997).

(57)

masyarakat (Brown et al dalam Wong & Wong, 2006). Karena itu, ketika seseorang tau dirinya mengidap HIV/ AIDS, setidaknya ada dua hal yang mungkin saja ia lakukan terkait dengan statusnya, yaitu: apakah orang tersebut akan memberitahukan pada orang lain bahwa ia sedang mengidap HIV/AIDS atau justru orang tersebut akan menyembunyikan statusnya dari orang lain.

Pada umumnya, seseorang yang dapat menerima keadaan dirinya apa adanya, akan lebih mudah untuk bersikap terbuka pada orang lain, terkait dengan berbagai hal yang dialaminya, begitu pun sebaliknya (Jonhson, 1981). Pada kasus penderita HIV/ AIDS, hal serupa sudah sering terjadi. Mereka yang divonis menderita HIV/ AIDS (Odha), umumnya menjadi lebih menutup diri dalam berbagai hal, terutama terkait dengan kondisi fisik mereka. Meskipun demikian, tak jarang ada juga Odha yang justru mau membagikan pengalaman hidupnya pada orang lain.

(58)

Menutup diri terhadap orang lain tidaklah mendatangkan hal yang positif bagi orang yang bersangkutan, namun jika hal itu dibiarkan terus-menerus, maka tidak menutup kemungkinan ia akan mengalami stres dan tentu saja hal itu akan mempengaruhi kualitas kehidupan yang ia jalani.

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan untuk melihat bagaimana pengungkapan diri yang dilakukan oleh Odha yang ada di masyarakat, tidak hanya berkaitan dengan kondisi fisiknya, namun juga terkait dengan bagaimana mereka mengungkapkan dirinya dalam berbagai hal. Peneliti ingin melihat sejauh mana Odha melakukan pengungkapan dirinya terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya, yakni terhadap keluarga, teman, pasangan maupun terhadap konselor.

D. Kerangka Konsep

(59)

Gambar 1

Kerangka Konsep Penelitian

ODHA

MASALAH:

- Stres karena sakit yang diderita - Stigma di masyarakat 4. Menjalin/ memiliki relasi yang

lebih mendalam

4. Relasi yang tidak/ kurang mendalam

- Risiko ditolak

- Kalau diterima/ didukung kualitas hidup akan lebih baik

(60)

Dari kerangka konsep tersebut, terlihat bahwa pengungkapan diri sangatlah penting bagi Odha, karena hal itu akan mempengaruhi kondisi fisiknya. Pada Odha, pengungkapan diri tidaklah mudah untuk dilakukan karena adanya HIV/ AIDS yang diderita membuat mereka mendapat stigma dan diskriminasi di masyarakat, padahal hal itu sangat mempengaruhi kondisi fisiknya. Bedasarkan kerangka konsep tersebut, maka melalui penelitian ini peneliti ingin melihat pengungkapan diri Odha di masyarakat. Secara khusus peneitian ini ingin melihat:

1. Pada siapa Odha lebih membuka diri? Apakah Odha lebih membuka diri pada keluarga, teman, pasangan ataukah pada konselor?

2. Topik-topik apa saja yang biasanya disampaikan Odha ketika melakukan pengungkapan diri pada target share (keluarga, teman, pasangan atau konselor)? Apakah lebih sering menyampaikan topik tentang sikap dan pendapat, selera dan minat, pekerjaan atau pendidikan, keuangan, kepribadian atau topik tentang kondisi fisik?

(61)

39 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan model survey (Narbuko & Achmadi, 1991). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan keadaan yang terjadi pada saat ini.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah pengungkapan diri (self

disclosure) Odha pada beberapa target share, yaitu keluarga, teman, pasangan

(62)

C. Definisi Operasional

Pengungkapan diri (self disclosure) adalah kesediaan Odha dalam menyampaikan berbagai informasi atau topik yang relevan tentang dirinya pada keluarga, teman, pasangan maupun pada konselor. Topik-topik yang dapat disampaikan Odha ketika melakukan pengungkapan diri adalah topik tentang sikap dan pendapat, selera dan minat, pekerjaan atau pendidikan, keuangan, kepribadian dan topik tentang kondisi fisik. Untuk mengetahui topik mana yang sering diungkapkan Odha adalah dengan melihat rata-rata skor total tiap topik pada skala pengungkapan diri Odha, sedangkan untuk melihat pada siapa Odha lebih cenderung mengungkapkan diri dapat diperoleh dari skor total tiap target share pada skala pengungkapan diri Odha.

(63)

D. Subjek Penelitian

Seluruh individu yang dimaksudkan untuk diselidiki disebut populasi. Populasi dibatasi sebagai sejumlah individu dengan sifat yang sama (Hadi, 2000). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah para penderita HIV/ AIDS.

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara purposive

sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada ciri-ciri tertentu yang

terkait dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000). Subjek penelitian diambil berdasarkan kriteria didiagnosis menderita HIV/ AIDS dan bersedia menjadi responden.

E. Instrumen dan Pertanggung Jawaban Mutu

1. Instrumen

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pengungkapan diri Odha. Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu: skala pengungkapan diri Odha, dan kuesioner alasan Odha untuk terbuka dan tidak terbuka pada orang lain.

1. Skala Pengungkapan Diri Odha

Bagian pertama dalam kuesioner ini merupakan adapasi dari Self-

Disclosure Questionare (Jourard dan Lasakow, 1958) yang ingin melihat

(64)

mengungkapkan diri pada orang lain, dan pada siapa Odha lebih cenderung melakukan pengungkapan diri.

Self- Disclosure Questionare (SDQ) yang disusun oleh Jourard

dan Lasakow berisi 60 aitem tentang 6 topik umum mengenai diri seseorang, yaitu: tentang sikap dan pendapat seseorang, selera dan minat, kondisi pekerjaan atau pendidikan, keadaan keuangan, kepribadian dan kondisi fisik dari seseorang. Masing-masing topik terdiri dari 10 aitem pernyataan.

Pada SDQ tersebut, Subjek diminta mengidentifikasikan sejauh mana dirinya membicarakan tiap aitem yang ada (tiap aitem menggambarkan kondisi subjek) pada lima orang yang ada di sekitar Subjek, yaitu terhadap ayah, ibu, teman laki-laki, teman perempuan serta terhadap pasangan; dengan memberi skor 0 jika subjek sama sekali tidak pernah membicarakan topik tersebut pada orang lain, skor 1 jika subjek pernah membicarakan dengan orang lain secara umum, dan skor 2 jika subjek membicarakan topik tersebut secara detail pada orang lain. SDQ yang dibuat Jourard dan Lasakow bertujuan untuk melihat topik-topik apa saja yang sering disampaikan dalam seseorang mengungkapkan dirinya pada orang lain.

(65)

pengungkapan diri Odha yaitu penyesuaian pada beberapa aitem yang disesuaikan dengan kondisi subjek penelitian ini yaitu Odha, serta mengadakan penyesuaian target share subjek, yaitu terhadap keluarga, teman, pasangan dan konselor. Keekmpat target share tersebut dipilih karena mereka merupakan orang-orang yang berada dekat dan sering berinteraksi dengan Odha (significant others). Selanjutnya, hasil pengadaptasian SDQ tersebut dikonsultasikan pada dosen pembimbing (professional judgement) untuk dilihat lagi, apakah alat tersebut sudah mencakup hal-hal yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini.

Skala pengungkapan diri Odha yang digunakan dalam penelitian ini berisi 60 aitem penyataan tentang topik-topik yang umumnya disampaikan seseorang dalam mengungkapkan dirinya pada orang lain.

Subjek diminta mengindentifikasikan sejauh mana dirinya menyampaikan topik-topik tersebut pada orang lain (target share), dengan memberi skor:

0: jika Subjek sama sekali tidak pernah membicarakan topik tersebut pada orang lain,

(66)

Pada penelitian ini, peneliti menempatkan 4 kelompok target yang menjadi tempat Odha membagikan informasi tentang keadaan dirinya, yaitu: keluarga, teman, pasangan, serta konselor. Empat kelompok target tersebut merupakan orang-orang yang berada di sekitar Odha (significant others).

Tabel 1

Blue print Skala pengungkapan diri Odha: Target Share

Topik

Keluarga Teman Pasangan Konselor

Jumlah nomor aitem

Sikap & Pendapat

1, 7, 13, 19, 25, 30, 35, 41, 47, 53 10

Selera & Minat 2, 8, 14, 20, 26, 31, 36, 42, 48, 54 10

Pekerjaan/ pendidikan

3, 9, 15, 21, 27, 32, 37, 40, 43, 49 10

Keuangan 4, 10, 16, 22, 28, 44, 50, 55, 58, 60 10

Kepriadian 5, 11, 17, 23,33, 38, 45, 51, 56, 59 10

Keadaan fisik 6, 12, 18, 24, 29, 34, 39, 46, 52, 57 10

(67)

2. Kuesioner alasan Odha untuk terbuka dan tidak terbuka pada orang lain. Kuesioner pada bagian ini dibuat dalam bentuk forced choice. Forced

choice merupakan bentuk pilihan yang hanya terdapat beberapa alternatif

jawaban, yaitu ‘ya’ dan ‘tidak’ (Hadi, 2004). Format kuesioner dibuat dengan menggunakan pernyataan tertutup mengenai hal-hal yang umumnya menjadi alasan bagi Odha ketika mereka mau terbuka tentang kondisi kesehatannya pada orang lain, maupun alasan-alasan Odha ketika mereka tidak terbuka pada orang lain terkait dengan kondisi kesehatannya.

Pada kuesioner ini, peneliti telah menentukan beberapa pilihan jawaban, sehingga subjek diminta untuk memilih pada alasan mana saja yang sesuai dengan keadaan yang dialaminya pada masing-masing target share, yaitu keluarga, teman, pasangan, dan konselor. Dalam hal ini, subjek diminta untuk memberi tanda (√) pada alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya.

Berikut ini adalah beberapa hal yang biasanya menjadi alasan bagi Odha untuk terbuka maupun tidak terbuka pada orang lain tentang kondisi kesehatannya:

1. Alasan terbuka: - untuk curhat/ katarsis,

(68)

- membagi informasi yang mereka ketahui tentang HIV/ AIDS, - menjalin/ memiliki relasi yang lebih mendalam.

2. Alasan tidak terbuka: - menjaga privasi pribadi, - takut mendapatkan penolakan,

- belum dapat menerima keadaan diri sendiri, - relasi yang tidak mendalam.

2. Pertanggungjawaban Mutu

a. Validitas

(69)

(Azwar, 2005). Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas logis dilakukan dengan merumuskan ranah isi yang hendak diteliti dengan penelitian serta menyusun aitem yang mampu mencakup wilayah ranah isi tersebut.

b. Analisis aitem

Analisis aitem bertujuan agar peneliti mendapatkan aitem yang berkualitas pada skala penelitian. Analisis aitem dilakukan dengan meihat nilai dari koefisien korelasi aitem total (rix), yaitu konsistensi antar fungsi aitem dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 15, setelah itu dilakukan seleksi aitem dengan koefisien korelasi minimal 0.3. Aitem-aitem yang memiliki koefisien korelasi minimal 0.3 dianggap memiliki daya beda yang cukup memuaskan, sedangkan aitem yang nilainya kurang dari 0.3 dianggap memiliki daya diskriminasi aitem yang sangat rendah dan harus digugurkan (Azwar, 2005).

(70)

Tabel 2

Aitem yang gugur dan sahih dari skala pengungkapan diri Odha:

Topik Aitem gugur Jumlah Aitem sahih Jumlah

Sikap & Pendapat 47, 53 2 1, 7, 13, 19, 25, 30, 35, 41 8

Selera & Minat 48, 54 2 2, 8, 14, 20, 26, 31, 36, 42 8

Pekerjaan/ pendidikan 43, 49 2 3, 9, 15, 21, 27, 32, 37, 40 8

Keuangan 44, 50, 55, 60 4 4, 10, 16, 22, 28, 58 6

Kepriadian 51 1 5, 11, 17, 23,33, 38, 45,56, 59 9

Keadaan fisik 46, 52, 57 3 6, 12, 18, 24, 29, 34, 39 7

Jumlah 14 46

c. Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan suatu pengukuran, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2005). Reliabilitas hasil pengukuran dalam penelitian ini akan dilihat dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal, yang hanya memerlukan satu kali pengukuran kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian.

(71)

teknik Alpha Cronbach’s dengan bantuan SPSS for Windows versi 15. Aitem yang gugur adalah aitem dengan koefisien korelasi < 0.3.

Untuk melihat reliabilitas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Alpha Cronbach’s dengan bantuan SPSS for

Windows versi 15. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh

reliabilitas aitem valid dari skala pengungkapan diri Odha sebesar 0.972. Angka tersebut termasuk dalam kategori tingkat reliabilitas sangat tinggi. Dengan demikian, skala pengungkapan diri Odha dalam penelitian ini dipandang reliabel.

F. Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner pengungkapan diri Odha. Kuesioner tersebut disebarkan pada Odha yang berada di wilayah DIY, selanjutnya Odha diminta untuk mengisi kuesioner tersebut berdasarkan keadaan dirinya. Dalam uji coba alat penelitian ini (kuesioner pengungkapan diri Odha), peneliti menggunakan uji coba (try out) terpakai mengingat sulitnya memperoleh subjek, sehingga peneliti hanya sekali saja melakukan proses pengambilan data.

(72)

perijinan terlebih dahulu. Setelah mendapat ijin untuk melakukan penelitian maka peneliti mulai melakukan penelitian di lembaga atau instansi terkait dengan menyebarkan kuesioner. Selain mengadakan penelitian di instansi atau lembaga, peneliti juga mengambil data dengan langsung mendatangi subjek yang dilayani di luar tempat tersebut, sehingga tidak diperlukan perijinan yang resmi.

G. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami untuk diinterpretasikan. Pada penelitian ini, data hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan pedekatan kuantitatif yaitu dengan analisa deskriptif, uji asumsi, uji-t berpasangan serta dengan melihat prosentase jawaban subjek. Data penelitian ini dianlisis dengan menggunakan program SPSS for

(73)

51

A. Orientasi Kancah Penelitian

1. Gambaran umum tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat berbeda karena sulitnya mendapatkan subjek untuk memenuhi jumlah standar penelitian. Peneliti melakukan penelitian di Klinik Edelweis, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Victory Plus yang berlokasi di Jl. Tunggorono 5, Mrican, Yogyakarta, serta dengan langsung mendatangi rumah Odha yang menjadi subjek dalam penelitian.

(74)

informasi seputar HIV/ AIDS, serta mengadakan beberapa event-event tertentu.

Selain dilakukan di Victory Plus, penelitian ini juga dilakukan di Klinik Edelweis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Di Klinik ini, sebagian kuesioner dititipkan pada petugas yang bekerja di sana, karena ada beberapa Odha yang tidak bersedia untuk bertemu langsung dengan peneliti, dan sebagian kuesioner lainnya langsung diberikan peneliti pada subjek. Klinik Edelweis merupakan salah satu klinik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang secara khusus menangani pasien yang menderita HIV/ AIDS. Pelayanan yang diberikan di Klinik Edelweis bermacam-macam, mulai dari konseling (sebelum dan sesudah pemeriksaan) maupun pemeriksaan kesehatan secara rutin setiap bulan.

(75)

2. Karakteristik sampel

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 8 bulan, yaitu sejak bulan April hingga Desember 2008, dan diperoleh subjek sebanyak 60 orang. Dari 60 subjek, hanya 44 subjek yang digunakan peneliti sebagai responden dalam penelitian ini.

a. Usia

Dari data yang diperoleh, usia subjek dalam penelitian ini berkisar dari usia 20 hingga 46 tahun. Secara umum, kebanyakan dari mereka berada dalam usia dewasa muda, yaitu berada pada usia sekitar 20 – 40 tahun (Hurlock, 1995). Di sini peneliti membagi kategori usia subjek dalam dua kategori, yaitu 20- 30 tahun, dan 31- 46 tahun. Pembagian ini peneliti lakukan karena usia sekitar 20- 30 tahun tergolong usia produktif (Bradbury, 1975), karena pada usia tersebut seseorang mulai menempatkan diri dalam masyarakat dengan menerima berbagai tugas dan tanggung jawab yang baru.

Tabel 3

Distribusi subjek berdasarkan usia

No Usia (tahun) N %

1. 20 – 30 33 75 %

2. 31- 46 11 25 %

Total 44 100 %

(76)

Tabel 3 menunjukan bahwa hampir sebagian besar subjek penelitian ini berada pada usia antara 20- 30 tahun yaitu sebesar 75 %. Hal ini sejalan dengan data kasus HIV/ AIDS yang terjadi di Indonesia, di mana umumnya kasus HIV/ AIDS ditemukan pada usia dewasa muda yang tergolong dalam usia produktif. Dari data terakhir yaitu data bulan Juni 2010 (Depkes RI), dari 21770 kasus HIV/ AIDS di Indonesia, 10471 kasus (48.09 %) merupakan kasus yang daitemui pada usia 20-29 tahun (tergolong usia produktif).

b. Jenis kelamin

Data sampel yang diperoleh menunjukan sebagian Odha dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan persentase sebesar 59.09 %. Sedangkan pasien perempuan hanya sebesar 40.91 %. Data tersebut sejalan pula dengan data kasus HIV/ AIDS yang ada di Indonesia (Depkes RI), yakni: dari 21770 kasus yang ada, 16093 kasus terdapat pada laki-laki (73.92%) dan 5578 kasus terdapat pada perempuan (25.62 %) sedangkan sisanya (0.46 %) tidak diketahui.

Tabel 4

Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

No Jenis kelamin n % 1. Laki- laki 26 59.09 % 2. Perempuan 18 40. 91 %

(77)

c. Status pernikahan

Dari data sampel yang diperoleh pada penelitian ini, terlihat bahwa hampir sebagian besar Odha adalah mereka yang telah menikah (termasuk mereka yang telah kehilangan pasangan). Hal ini dapat dikaitkan dengan data mengenai faktor risiko terjadinya infeksi HIV/ AIDS, yaitu faktor heteroseksual menduduki peringkat paling tinggi.

Dari 21770 kasus HIV/ AIDS di Indonesia (Depkes RI), 10722 kasus (49.25 %) yang terjadi tergolong dalam faktor risiko heteroseksual. Data penelitian ini ditemukan 47.73 % Odha telah menikah, 9.09 % nya janda, 2.27 % nya duda, sedangkan sisanya belum menikah.

Tabel 5

Distribusi sampel berdasarkan status pernikahan

No Status Pernikahan N %

1. Menikah 21 47.73 %

2. Belum menikah 18 40.91 %

3. Janda 4 9.09 %

4. Duda 1 2.27 %

Total 44 100 %

d. Lamanya terinfeksi HIV/ AIDS

(78)

terakhir, sedangkan 19 (43.18%) orang lainya telah terinfeksi sejak kurang lebih 6 tahun yang lalu. Hal ini sejalan dengan data kasus HIV/ AIDS yang terjadi di Indonesia (Depkes RI), yaitu jumlah kasus baru berdasarkan tahun pelaporan, dari tahun ke tahun didapatkan terjadinya peningkatan jumlah yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus baru yang dilaporkan tahun 2002 hanya ada 345 kasus, sedangkan pada tahun-tahun selanjutnya terjadi peningkatan yang cukup besar, yakni kasus baru tahun 2004 sebesar 1195 kasus, dan pada tahun 2008 ditemukan 4969 kasus baru.

Tabel 6

Distribusi sampel berdasarkan lamanya terinfeksi HIV/ AIDS

No Lamanya terinfeksi HIV/ AIDS N %

1. 1 – 5 tahun 25 56.82 %

2. ≥ 6 tahun 19 43.18 %

Total 44 100 %

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melaksanakan sebuah penelitian, dibutuhkan persiapan yang matang agar penelitian berjalan lancar. Persiapan yang dilakukan peneliti adalah mempersiapkan alat dan juga mengurus perijinan penelitian.

(79)

tentang alasan Odha membuka diri maupun menutupi kondisi kesehatannya pada

target share.

Penelitian ini dilakukan di beberapa instansi dan juga langsung dengan menemui subjek penelitian. Sebelum melakukan sebuah penelitian di instansi, diperlukan sebuah ijin dari instansi yang bersangkutan. Peneliti mengajukan permohonan ijin kepada Victory Plus dan juga Klinik Edelweis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Setelah permohonan ijin diterima, pihak instansi terkait meminta untuk melihat terlebih dahulu kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. Ada beberapa aitem pernyataan dalam skala pengungkapan diri Odha yang tidak diterima di salah satu instansi, sehingga peneliti mengadakan penyesuaian aitem yang baru dengan mengkonsultasikannya pada dosen pembimbing. Setelah peneliti menyesuaikan beberapa aitem, skala penelitian diliat lagi di instansi terkait, dan peneliti diperbolehkan untuk menyebarkan kuesioner penelitian.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 2
Tabel 3 Distribusi subjek berdasarkan usia
Tabel 4     Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

A very comprehensive study comes from the European Commission/Eurostat and is titled Europeans and Biotechnology – Winds of Change (2010). Four findings from this study relative

Total DM intake as percent of total feed offer in sheep feeding on a basal diet of maize stover harvested at different stages of maturity and supplemented with graded levels

VI Disajikan teks puisi sederhana (5 - 10 baris) dalam konteks sekolah , siswa dapat membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat. VI Disajikan teks bacaan

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG - Aviso de Licitação - Pregão Presencial para Registro de Preços nº.. Advá Mendes Silva

[r]

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG - Aviso de Licitação - Pregão Presencial para Registro de Preços nº.. Advá Mendes Silva

Pengadaan obat dan BMHP terintegrasi dalam satu bidang Program Kefarmasian dan Peralatan Kesehatan Dinas Kesehatan (Bidang pelayanan &amp; SDM) Terwujudnya SDM