PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT KATARAK
DI KABUPATEN ACEH BESAR
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
OLEH:
YULIA PUSPITASARI
NIM :
067110006
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP.H.ADAM MALIK
MEDAN
PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT KATARAK
DI KABUPATEN ACEH BESAR
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Diseminarkan dan dipertahankan pada hari, Sabtu 4 September 2010 Dihadapan Dewan Guru Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Telah disetujui
---
1. Dr. Delfi, SpM Kepala Bagian
---
2. Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM Ketua Program Studi
---
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT KATARAK DI KABUPATEN ACEH BESAR NANGGROE ACEH DARUSSALAM”. Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban saya untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya Dr. Beby Parwis, SpM, Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM (KVR) dan Drs. H. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes yang telah banyak memberikan masukan saran dan bantuan selama penulisan tesisi ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat guru-guru saya : Dr. H. Chairul Bahri AD, SpM, Dr. H. Azman Tanjung, SpM, Dr. H. Abdul Gani, SpM, Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM (KVR), Dr. Masanga Sitepu, SpM, Dr. Delfi, SpM, Dr. H. Bachtiar, SpM, Dr. Suratmin, SpM, Dr. Hj. Adelina Hasibuan, SpM, Dr. Hj. Nurhaida Djamil, SpM, Dr. Hj. Rizafatmi, SpM, Dr. H. Syaiful Bahri, SpM, Dr. Beby Parwis, SpM, Dr. Hj. Aryani A. Amra, SpM, Dr. Hj. Heriyanti Harahap, SpM, Dr. H. Zaldi, SpM, Dr. Nurchaliza, SpM, Dr. Masitha Dewi Sari, SpM, Dr. Rodiah Rahmawati Lubis, SpM, Dr. Siti Harilza Zubaidah, SpM, dan Dr. Bobby Ramses Sitepu, SpM atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima selama menempuh pendidikan keahlian ini.
Terimakasih kepada bapak Drs. H. Abdul Jalil Amri Arma, M Kes dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU untuk bimbingan, masukan, dan bantuannya dalam statistik.
Sakti, Dr. Jenny Rahmalita, Dr. Herna Hutasoit, SpM, Dr. Fithria Aldy, SpM, Dr. Iskandar, Dr. Muhammad, Dr. Hasnawati, SpM, Dr. Kaherma Sari, SpM, Dr. Laszuarni, SpM, atas bimbingan yang telah diberikan kepada saya.
Kepada rekan-rekan sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata dan para perawat SMF Mata RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan yang selalu mendampingi dan saling mengingatkan saya selama menjalani pendidikan, saya mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalam nya.
Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, TKP PPDS< saya ucapkan terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan keahlian ini.
Kepada pimpinan RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU. Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan izin untuk menggunakan fasilitas yang ada selama saya menempuh pendidikan, juga saya ucapkan terimakasih.
Ucapan terimakasih juga kepada Bupati dan Kadinkes Kabupaten Aceh Besar yang telah memberikan izin dan membantu saya dalam melakukan penelitian di kabupaten Aceh Besar.
Kepada kedua orangtua saya Drs.H.M. Anwar Zamzamy dan Hj. Suryati yang sangat saya cintai dan sayangi, yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung serta memberikan semangat dan doanya kepada saya dalam menjalani pendidikan ini, saya ucapakan terimakasih yang setulus-tulusnya.
Demikian juga kepada mertua saya H. T. Sulaiman Agam (Alm) dan Hj. Farida (Alm) yang saya sayangi. Terimakasih atas semua doamu kepada saya sehingga saya dapat memperoleh gelar keahlian ini.
Kepada suamiku yang tercinta dan tersayang, Teuku Firmansyah, SH, terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan atas dukungan, pengertian, dorongan, kesabaran dan pengorbanan lahir dan batin yang begitu berarti yang telah diberikan kepada saya, selama saya menjalani pendidikan ini. semoga Allah SWT selalu meridhai keluarga kita. Demikian juga kepada buah hati ayah dan bunda : Cut Alifiya Nazhifah yang telah berkorban dan berdoa untuk keberhasilan bunda ini. kiranya keberhasilan bunda ini juga dapat memberikan semangat bagi Fiya untuk menempuh pendidikan dan menyonsong masa depan yang jauh lebih baik.
Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya baik moril maupun materiil selama saya menempuh pendidikan keahlian ini, tiada kata yang saya ucapkan selain ucapan terimakasih setulus-tulusnya, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil karya saya ini dapat memberikan manfaat, meskipun sekecil apapun manfaatnya dapat member arti dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran USU Medan.
Medan, September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN ACEH BESAR ……… 12
BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESA ……… 15
3.1. KERANGKA KONSEP ………. 15
3.2. DEFINISI OPERASIONAL ……….. 16
3.3. HIPOTESA ……… 16
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ………... 17
4.1. DESAIN PENELITIAN ………. 17
4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ………. 17
4.3. POPULASI PENELITIAN ………. 17
4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI ……….. 19
4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL ………. 19
4.7. BAHAN DAN ALAT ………. 20
4.8. JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA ………… 20
4.9. ANALISA DATA ……… 21
4.10. LAMA PENELITIAN ……… 21
4.11. BIAYA PENELITIAN ……… 21
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………... 22
1.1.1. PESERTA PENELITIAN ………. 22
1.1.2. PREVALENSI KEBUTAAN KATARAK DI KABUPATEN ACEH BESAR ………. ……. 30
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN……… 34
A. KESIMPULAN……… 34
B. SARAN ……….. 35
DAFTARA PUSTAKA ………. 36
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Terminologi kebutaan didefinisikan berbeda – beda di setiap negara seperti
kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan sosial. Publikasi
WHO pada tahun 1966 memberikan 65 defenisi kebutaan. Di bidang oftalmologi,
kebutaan adalah orang yang oleh karena penglihatannya menyebabkan ia tidak
mampu melakukan aktifitas sehari-hari.1
Pada tahun 1972 WHO mendefenisikan kebutaan adalah tajam penglihatan
<3/60. Kemudian pada tahun 1979, WHO menambahkannya dengan
ketidaksanggupan menghitung jari pada jarak 3 meter. 1,2
Pada tahun 1977, International Classification of Disease ( ICD ) membagi
berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan
kurang dari 6/18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan
kategori 3, 4 dan 5 disebut blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5 – 10
ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5 ditempatkan pada
kategori 4.1,2
Katarak adalah kekeruhan lensa. Lensa katarak memiliki ciri seperti edema,
perubahan peningkatan atau penurunan protein, peningkatan proliferasi, dan
kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Katarak immatur (insipient) hanya
sedikit keruh. Katarak matur yang keruh total mengalami sedikit edema. Apabila
kandungan air maksimum dan kapsul lensa teregang, katarak disebut mengalami
dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relative mengalami dehidrasi,
dengan kapsul berkeriput.3
Menurut WHO (1979) prevalensi kebutaan dinegara berkembang adalah 10 –
40 kali lebih besar daripada negara industri. Penyebab kebutaan itu sendiri dapat
disebabkan karena penyakit infeksi dan rudapaksa pada mata. Penyakit mata yang
menyebabkan kebutaan antara lain adalah : glaucoma, penyakit retina oleh karena
diabetes mellitus dan katarak. Di negara berkembang 1-3% penduduk mangalami
kebutaan dan 50 % penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju
perbandingannya adalah 1,2 % penyebab kebutaan adalah katarak. Prevalensi
kebutaan bilateral : 1,2 % dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan
unilateral adalah 2,1 % dari seluruh penduduk. Penyebab kebutaan oleh katarak
adalah 0,76 % dari seluruh penyebab kebutaan lainnya.4
Meskipun angka prevalensi buta katarak nasional sudah ditentukan, namun
angka prevalensi buta katarak ditiap-tiap daerah propinsi berbeda-beda, untuk
Sumatera Utara yang memiliki 46 Rumah Sakit dan 402 Pusat Kesehatan
Masyarakat, serta dokter mata yang hampir merata diseluruh daerah, diperkirakan
memiliki angka prevalensi buta katarak nasional seperti penelitian Handoko P di
Tanjung Balai tahun 2004 didapat prevalensi kebutaan akibat katarak sebesar 0,37
%.5 Dan penelitian Elly T.E Silalahi di Kabupaten Karo tahun 2004 di dapat
prevalensi kebutaan akibat katarak sebesar 0,41%. 6
Dari penelitian Herna Hutasoit di Kabupaten Tapanuli Selatan didapatkan
angka kebutaan katarak yang lebih rendah yaitu 0,24 %.7
Pada tahun 2020 diperkirakan 40 juta populasi dunia akan mengalami
onset katarak dan menghambat progresifitasnya, katarak akan terus menyebabkan
kebutaan di masa yang akan datang. Pengaruh ekonomi dinegara berkembang oleh
karena kebutaan akibat katarak sangatlah besar, termasuk kehilangan pekerjaan dan
meningkatnya biaya pengobatan dan perawatan.8
Berdasarkan hasil survey di Indonesia, prevalensi sebesar 1,5 % penduduk
mengalami kebutaan. Berdasarkan hal-hal diatas menjadi alasan timbulnya
kesejagatan “VISION 2020, The Right to Sight” untuk menanggulangi masalah
tersebut dengan dasar keterpaduan yang bertujuan untuk menurunkan jumlah
penderita kebutaan, program ini telah diluncurkan pada tanggal 18 Februari 1999 oleh
direktur jenderal WHO.9
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berapa angka kebutaan akibat katarak di kabupaten Aceh Besar pada tahun
2010 dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi angka kebutaan tersebut.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan angka kebutaan akibat katarak di kabupaten Aceh Besar
dan faktor-faktor yang menpengaruhi kebutaan tersebut.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran kebutaan akibat katarak di kabupaten Aceh
b. Untuk mengetahui karakteristik geografi Kabupaten Aceh Besar
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik sosiodemografi responden
atau penderita kebutaan akibat katarak yang ada di wilayah Kabupaten
Aceh Besar.
d. Untuk mengetahui gambaran budaya di wilayah Kabupaten Aceh Besar
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Dengan penelitian ini dapat dibuat pemetaan tentang buta katarak di kabupaten
Aceh Besar.
2. Dapat diketahui hasil operasi katarak sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan dan membuat perencanaan untuk menurunkan angka
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 KERANGKA TEORI
Berbagai teori dan pendapat pernah dikemukakan para ahli untuk
menerangkan sebab – sebab terjadinya katarak sesungguhnya amatlah kompleks dan
dipengaruhi banyak faktor. Dari sekian banyak penyebab katarak, maka proses tua
merupakan salah satu penyebab katarak yang paling besar pada manusia. Katarak
yang disebabkan karena usia tua disebut katarak senilis. Pada keadaan ini umumnya
katarak baru timbul pada waktu pasien berusia 50 tahun keatas. Kadang-kadang dapat
juga katarak itu timbul sebelum pasien berusia 50 tahun. Pada keadaan ini biasanya
katarak ini disebut sebagai katarak presenilis. Sedangkan bila katarak timbul pada usia
dibawah 40 tahun, biasanya disebut sebagai katarak juvenilis. Apabila katarak tampak
seketika sesudah bayi dilahirkan maka ini disebut sebagaia katarak kongenital. 10
A. DEFINISI
Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa Yunani,
kataraktes, yang artinya terjun seperti air. Kata ini ditafsirkan dari buku-buku Arab
“Nuzul EL Ma” yang berarti air terjun. Istilah ini dipakai oleh orang Arab sebab
orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah-olah terhalang
oleh air terjun. Oleh Constantin Africanus seorang biarawan Chartago (tahun 1018 –
1085) yang mengajar di Sarlemo. Sampai saat ini kata katarak digunakan dan berarti
B. ANATOMI
Lensa kristalin adalah struktur transparan, bikonveks yang berfungsi untuk :
Mengatur kejernihannya sendiri Merefraksikan cahaya
Untuk akomodasi
Lensa tidak mempunyai suplai darah atau inervasi setelahperkembangan
fetal, dan ini semua tergantung sepenuhnya pada humor akuos untuk fungsi
metabolisme dan pembuangan. Lensa terletak dibelakang iris dan dianterior dari
korpus vitreous. Lensa ditopang oleh zonula Zinii, yang terdiri atas serabut-serabut
kuat yang melekat ke korpus siliaris. Bagian lensa terdiri atas kapsul, epithelium
lensa, korteks dan nukleus. 11
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi.12
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu yaitu :
Kenyal atau atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung
Terletak ditempatnya
Keadaan patologik lensa adalah :
Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada pada tempatnya atau apa yang disebut subluksasi dan dislokasi.3,12,13
C. FAKTOR RESIKO
Katarak umumnya terjadi karena faktor usia, meskipun etiopatogenesis
belum jelas, namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak
senilis adalah : 14
1. Herediter.
Cukup berperan dalam indsidensi, onset dan kematangan katarak senilis pada
keluarga yang berbeda.
2. Sinar ultraviolet.
Bila lebih banyak terekspos dengan sinar ultraviolet dari matahari maka akan
berpengaruh pada onset dan kematangan katarak.
3. Nutrisi.
Defisiensi nutrisi seperti protein, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E,
vitamin C) dan elemen penting lainnya mengakibatkan katarak senilis lebih cepat
timbul dan lebih cepat matur.
4. Dehidrasi.
Terjadinya malnutrisi, dehidrasi dan perubahan ion tubuh juga akan
5. Perokok
Merokok menyebabkan akumulasi molekul pigmen – 3 hydroxykynurinine dan
kromofor, yang menyebabkan warna kekuningan pada lensa. Cyanates pada rokok
menyebabkan denaturasi protein.
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya katarak presenile atau katarak yang timbul
sebelum usia 50 tahun adalah :
1. Herediter.
Seperti yang telah disebutkan diatas, keturunan dapat mempengaruhi perubahan
kataraktous yang terjadi pada usia muda.
2. Diabetes mellitus.
Katarak terkait usia dapat terjadi lebih cepat pada penderita diabetes.
Katarak nuklear lebih sering dan cenderung progresif.
3. Miotonik distrofi.
Berhubungan dengan tipe subkapsular posterior dari katarak presenilis.
4. Dermatitis atopic.
Terjadi katarak presenilis pada 10% kasus. 14
Duke Elder mencoba membuat ikhtisar dari penyebab-penyebab yang dapat
menimbulkan katarak sebagai berikut:9
1. Sebab-sebab biologik :
a. Karena usia.
Seperti juga pada seluruh makhluk hidup maka lensa pun mangalami proses
tua dimana dalam keadaan ini ia menjadi katarak.
b. Pengaruh genetik.
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
2. Sebab-sebab imunologik:
Badan manusia mempunyai kemampuan membentuk antibody spesifik terhadap
salah satu dari protein-protein lensa. Oleh sebab-sebab tertentu dapat terjadi
sensitisasi secara tidak disengaja oleh protein lensa yang menyebabkan
terbentuknya antibody tersebut. Bila hal ini terjadi maka dapat menimbulkan
katarak.
3. Sebab-sebab fungsional:
Akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek yang buruk terhadap
serabut-serabut lensa dan cenderung memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa. Ini
dapat terlihat pada keadaan seperti intoksikasi ergot, keadaan tetani dan
apathyroidisme.
4. Gangguan bersifat lokal terhadap lensa:
Dapat berupa:
a. gangguan nutrisi pada lensa
b. gangguan permeabilitas kapsul lensa
c. efek radiasi dari cahaya matahari
5. Gangguan metabolisme umum:
Defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat menyebabkan katarak misalnya
pada penyakit diabetes mellitus atau hyperparathiroidisme.
D. GEJALA KLINIS 10,15
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya lansung pada keluhan
aktivitasnya yang terganggu. Dalam keadaan lain, pasien hanya menyadari adanya
gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan.
Setiap jenis katarak biasanya mempunyai gejala gangguan penglihatan yang
berbeda, tergantung pada cahaya, ukuram pupil dan derajat myopia. Setelah
diketahui riwayat penyakit, pasien dilakukan pemeriksaan mata lengkap, dimulai
dengan kelainan refraksi.
3. Silau.
Pasien katarak sering mengeluh sialu, keparahannya bervariasi mulai dari
penurunan sensitivitas kontras dalam tempat yang terang hinggan silau pada saat
siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau keadaan serupa pada malam
hari. Peningkatan sensitivitas terutama timbul pada katarak posterior subkapsular.
Pemerikasaan silau (test glare) dilakukan untuk mengetahui tingkat gangguan
penglihatan yang disebabkan oleh submber cahaya yang diletakkan di dalam
lapang pandangan pasien.
4. Perubahan sensitivity kontras.
Sensitivitas kontras dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien mendeteksi
berbagai bentuk gambar dalam kontras yang bervariasi, luminansi, dan frekwensi
spasial. Sensitivitas kontras dapat menunjukkan penurunan fungsi penglihatan
yang tidak terdeteksi dengan Snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indikator
spesifik hilangnya tajam penglihatan oleh karena katarak.
Perkembangan katarak dapat meningkatkan dioptri kekuatan lensa, yang
menyebabkan myopia ringan atau sedang.
6. Diplopia monocular atau poliopia
Kadang-kadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan bagian dalam nukleus
lensa menimbulkan daerah pembiasan multiple pada bagian tengah lensa. Daerah
ini tampak irreguler pada red reflek dengan retinoskopi atau ophthalmoskop
indirek. Tipe katarak ini akan menimbulkan diplopia monokular atau poliopia.
E. MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI KATARAK
1. Katarak subkapsular16
a. Katarak subkapsular anterior terletak dibawah kapsul lensa dan
berhubungan dengan metaplasia fibrous dari epitel lensa.
b. Katarak subkapsular posterior terletak didepan kapsul posterior, karena
lokasinya pada nodal point mata, opasitas subkapsular posterior lebih
mempengaruhi penglihatan dibandingkan katarak kortikal atau nuklear.
Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan jauh.
2. Katarak nuklear
Katarak nuklear cenderung berkembang lambat. Meskipun biasanya bilateral,
namun mereka asimetris. Umumnya lebih berpengaruh pada penglihatan jauh
daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal, pengerasan progresif dari
nuckleus lensa sering menyebabkan peningkatan indeks refraktif lensa dan
kemudian terjadi myopic shift refraksi.10
Melibatkan korteks anterior, posterior atau equatorial. Gejala katarak kortikal
yang paling sering adalah silau, dapat dijumpai monocular diplopia. Tanda
awal katarak ini adalah dengan pemeriksaan slitlamp tampak sebagai vakuola
dan celah air pada korteks anterior atau posterior.10
Klasifikasi berdasarkan kematangan katarak :
1. Katarak imatur, dimana tampak hanya sebagian lensa yang mengalami
kekeruhan
2. Katarak matur, tampak lensa mengalami kekeruhan seutuhnya
3. Katarak hipermatur, disini katarak mengalami penciutan dan penyusutan
kapsul anterior yang menyebabkan kebocoran air dari lensa.
4. Katarak morgagnian, katarak hipermatur dengan pencairan korteks setelah
nukleus terbenam ke inferior.16
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN ACEH
BESAR17
Wilayah darat Aceh Besar berbatasan dengan Kota Banda Aceh di sisi utara,
Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan
tenggara.
Aceh Besar juga mempunyai wilayah kepulauan pernah menjadi Markas Besar
Gerakan Aceh Merdeka. Akan tetapi pulau-pulau itu telah dibebaskan dari unsur
barat, timur dan utaranya dibatasi dengan Samudera Indonesia, Selat Malaka, dan
Teluk Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana Kota
Sabang berada. Pulau-pulau utamanya adalah:
Pulo Breueh (atau pulau beras), dan
Pulo Peunasoe (atau Pulau Nasi)
Secara geografis sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Besar berada pada
hulu aliran Sungai Krueng Aceh. Saat ini kondisi tutupan lahan (land cover) adalah
62,5% (menurut data citra landsat tahun 2007).
Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda yang merupakan bandara
internasional dan menjadi salah satu pintu gerbang untuk masuk ke Provinsi Aceh
berada di wilayah kabupaten ini.
Kecamatan-kecamatan di Aceh Besar
1. Baitussalam (13 desa/kelurahan)
2. Blang Bintang (12 desa/kelurahan)
3. Darul Imarah (32 desa/kelurahan)
4. Darussalam (29 desa/kelurahan)
5. Indrapuri (52 desa/kelurahan)
6. Ingin Jaya (55 desa/kelurahan)
7. Kota Jantho (12 desa/kelurahan)
8. Kuta Baro (52 desa/kelurahan)
9. Kuta Malaka (15 desa/kelurahan)
10. Lembah Seulawah (12desa/kelurahan))
12.Lho'nga (25 desa/kelurahan)
13.Lhoong (28 desa/kelurahan)
14.Mesjid Raya (13 desa/kelurahan)
15.Montasik (53 desa/kelurahan)
16.Peukan Bada (26 desa/kelurahan)
17.Pulo Aceh (17 desa/kelurahan)
18.Seulimeum (41 desa/kelurahan)
19.Simpang Tiga (18 desa/kelurahan)
Kabupaten Aceh Besar terletak 5,2 – 5,8 LU 9,50 – 95,8 BT, dengan sisi
barat,timur dan utaranya dibatasi dengan Samudera Hindia, Selat Malaka dan Teluk
Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana kota Sabang
berada. Sedangkan untuk wilayah darat, Aceh Besar berbatasan dengan kota Aceh
Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Jaya Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta
Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara.
Sebelah utara : selat Malaka/kota Banda Aceh
Sebelah selatan : kabupaten Aceh Jaya
Sebelah timur : kabupaten Pidie
Sebelah barat : samudera Indonesia
Kabupaten Aceh Besar dengan jumlah penduduk 88.175 jiwa memiliki luas
wilayah 2.686 km2 dengan angkatan kerja 53.700 orang, dengan pertumbuhan
ekonomi yang relative baik. Pada tahun 1999 daerah ini memiliki pertumbuhan
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESA
3.1 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dalam penelitian ini dirancang berdasarkan faktor-faktor
yang dapat menyebabkan kebutaan akibat katarak sebagaimana yang telah dibahas
dalam latar belakang sebelumnya
SKEMA KERANGKA KONSEP
UMUR
SOSIO- EKONOMI
KEBUTAAN
AKIBAT
KATARAK
PEKERJAA
N
PENDIDIKAN
3.2. DEFINISI OPERASIONAL
- Kebutaan katarak adalah penderita katarak dengan visus terbaik pada
kedua mata < 3/60
- Sosioekonomi adalah segala sesuatu mengenai kemampuan daya beli
masyarakat dan pemerintah
- Umur adalah usia seseorang yang dihitung sampai timbulnya katarak
- Pekerjaaan adalah aktivitas sehari-hari yang menghasilkan uang
atau materi
- Pendidikan adalah tingkat pengetahuan yang diperoleh melalui jalur
formal
- Geografi adalah kondisi alam dimana pasien yang menderita katarak
berdomisili.
3.3. HIPOTESA
Terdapat angka prevalensi yang lebih rendah untuk angka kebutaan
katarak di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2009 dibandingkan dengan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini adalah bersifat survey dengan metode Cross Sectional atau
potong lintang yang bersifat deskriptif, dimana subjek yang diteliti dinilai pada saat
bersamaan dengan satu kali pengamatan baik pengamatan biologik maupun tingkat
pengetahuan subjek.
4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di kabupaten Aceh Besar yang terdiri atas 9 kecamatan
terpilih dengan penentuan sampel secara purposive.
4.3. POPULASI PENELITIAN
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang ada di wilayah kerja
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, di 9 kecamatan yang terpilih di kabupaten
Aceh Besar.
4.4 BESAR SAMPEL
Untuk mendapatkan data yang representatif tentang kebutaan akibat katarak di
kabupaten Aceh Besar maka sampel diambil disemua kecamatan ( 9 kecamatan)
dikabupaten Aceh Besar.
Besar sampel adalah jumlah penduduk dari 9 kecamatan di wilayah kerja,
dimana jumlah sampel yang akan diambil, dihitung dengan Rumus Stratified Random
N .Zc
²
Σ
Nh Ph (1 - Ph)
n = __________________________
N
²
G
²
+ Zc
²
Σ
Nh Ph (1-Ph)
Dimana :
n = jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini
N= jumlah seluruh penduduk di kabupaten Aceh Besar
Zc= nilai baku normal dari tebal Z yang besarnay tergantung pada nilai
= 0,05, nilai Zc = 1,96
Nh= jumlah seluruh penduduk per kecamatan di kabupaten Aceh Besar
Ph= probabilitas penduduk yang mengalami kebutaan katarak,
diasumsikan 0,78%
G= galat pendugaan, diasumsikan 1%
Untuk menentukan jumlah sampel untuk masing-masing wilayah Kecamatan dengan
rumus:
N
Ns = __________ n
4.5. KRITERIA EKSKLUSI DAN INKLUSI
Kriteria inklusi :
1. Semua penderita katarak dengan visus <3/60 dan dengan
pemeriksaan direk ophthlamoskop dengan midriatikum dijumpai
kekeruhan lensa
2. Usia penderita lebih dari 5 tahun
3. Tekanan intra okuli normal
4. Tidak dijumpai adanya kelainan disegmen anterior mata
5. Bersedia ikut dalam penelitian
Kriteria eksklusi :
1. Penderita katarak dengan visus > 3/60
2. Usia penderita kurang dari 5 tahun
3. Tekanan intraokuli tinggi
4. Dijumpai adanya kelainan pada segmen anterior mata
5. Tidak bersedia ikut dalam penelitian.
4.5 IDENTIFIKASI VARIABEL
Variable terikat adalah kebutaan akibat katarak
Variable bebas adalah :
2. Pekerjaan
3. Geografi
4. Pendidikan
5. Sosioekonomi
4.7. BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Snellen Chart
2. Direct Ophthalmoskop
3. Senter
4. Lup
5. Tonometer Schiotz
6. Tropicamide 1% ttetes mata
7. Pantocain 0,5% tetes mata
8. Fenicol 1% tetes mata
9. Alkohol 70%
10.Kapas steril
4.8. CARA KERJA PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada
responden. Peneliti akan meminta bantuan kepada dinas kesehatan setempat, rumah
sakit, puskesmas dan juga puskesmas pembantu. Peneliti akan menginformasikan
kepada intansi terkait tentang cara pengisian kuesioner dan membagikan kuesioner
tersebut kepada pasien yang menderita katarak. Kemudian semua responden yang
termasuk dibagian kuesioner dikumpulkan pada suatu tempat dan waktu yang
ditentukan, kemudian semua responden yang telah mendapat kuesioner diperiksa oleh
peneliti. Data akan disimpan dan diolah dengan menggunakan software SPSS.
4.9. ANALISIS DATA
Analisa data dilakukan secara deskripsi dan disajikan dalam bentuk tabulasi
data.
4.10. LAMA PENELITIAN
Berikut adalah waktu dan lama penelitian yang akan dilakukan:
Bulan Januari Februari Maret April
Presentasi
4.11. BIAYA PENELITIAN
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berbentuk survey yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2010 sampai
dengan 2 April 2010 pada 9 kecamatan di Kabupaten Aceh Besar didapat penderita yang
mengalami katarak sebanyak 414 orang, dengan jumlah penduduk 88.175 jiwa.
Jumlah sampel katarak yang didapat dari 9 kecamatan adalah sebagai berikut, yaitu :
Kecamatan Blang Bintang : 15 orang, Kecamatan Darussalam : 10, Kecamatan Indrapuri :63
orang, Kecamatan Kota Jantho : 14 orang, Kecamatan Kuta Baro :84 orang, Kecamatan
Leupung : 11 orang, Kecamatan Lho’nga : 8 orang, Kecamatan Montasik : 86 orang,
Kecamatan Seulimeum: 123 orang.
Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel, dimana jumlah sampel yang
diambil sesuai dengan rumus Cluster dengan cara Propositional Allocation method.
5.1.1 PESERTA PENELITIAN
Dari penduduk yang diperiksa didapatkan penderita katarak sebanyak 414 orang,
penderita katarak dua mata berjumlah 197 orang, sedangkan penderita katarak satu mata
berjumlah 217 orang. Gambaran dan karakteristik sosiodemografi penderita adalah sebagai
Karakteristik peserta penelitian
1. Usia
Table 5.1.1.1 Sebaran Katarak berdasarkan Usia
Jenis kelamin
___________________________________________
Umur Pria % wanita %
5 – 20 tahun 5 2,4 10 5,0
21 – 40 tahun 67 31,6 45 22,3
41 – 60 tahun 93 43,9 77 38,1
61 – 80 tahun 36 17,0 56 27,7
80 tahun 11 5,2 14 16,9
_________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
_____________________________________________________________________
Dari tabel 5.1.1.1 tampak bahwa penderita katarak lebih banyak pada umur 41 – 60
tahun yaitu pada pria sebanyak 93 orang atau 43,9% dan wanita sebanyak 77 orang atau
2. Mata yang terkena
Table 5.1.1.2. Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Lateralisasi Katarak
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
__________________________________________
Lateralisasi katarak Pria % wanita %
Kanan dan kiri 102 48,1 95 47,0
Kanan 43 20,3 33 16,3
Kiri 67 31,6 74 36,6
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
Dari tabel 5.1.1.2 diatas tampak bahwa penderita kebutaan katarak satu mata lebih
banyak dibandingkan dua mata dimana penderita satu mata sebanyak 110 orang,
sedangkan penderita katarak dua mata sejumlah 102 orang.
3. Tingkat pendidikan
Table 5.1.1.3. Sebaran Kebutaan katarak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jenis kelamin
____________________________________________
Tingkat pendidikan Pria % wanita %
SD 84 39,6 69 34,2
SLTP 52 24,5 61 30,2
SLTA 57 26,9 36 17,8
Sarjana 6 2,8 10 5,0
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
Dari tabel 5.1.1.3 di atas tampak bahwa penderita katarak lebih banyak dengan
pendidikan SD.
4. Riwayat merokok
Table 5.1.1.4. Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Riwayat Merokok
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
____________________________________________
Riwayat merokok Pria % wanita %
Merokok 175 82,5 0 0
Tidak merokok 37 17,5 202 100
_____________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
_____________________________________________________________________
Dari tabel 5.1.1.4 diatas tampak bahwa penderita katarak banyak terjadi pada pria
sebesar 37 orang atau 17,5%.
5. Pekerjaan
Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Pekerjaan
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
___________________________________________
Jenis pekerjaan Pria % wanita %
Petani 36 17,0 69 34,2
Nelayan 99 46,7 0 0
Pengemudi 59 27,8 0 0
Pegawai 6 2,8 10 5,0
IRT 0 0 94 46,5
Dagang 6 2.8 17 8,4
Lainnya 6 2,8 12 5,9
_____________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
Dari tabel 5.1.1.5 di atas tampak bahwa penderita katarak banyak terjadi pada laki
laki dengan pekerjaan sebagai nelayan yaitu sebanyak 99 orang atau 46,7%
sedangkan pada wanita dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak
6. Lama menderita katarak
Table 5.1.1.6. sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Lama Menderita Katarak
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
___________________________________________
Lama katarak Pria % wanita %
< 1 tahun 7 3,3 8 4,0
1 – 2 tahun 119 56,1 108 53,5
> 2 tahun 86 40,6 86 42,6
_____________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
Dari tabel 5.1.1.6 diatas tampak bahwa kebutaan katarak lebih banyak dikeluhkan
7. Tempat berobat
Tabel 5.1.1.7. sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Tempat Berobat
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
____________________________________________
Tempat berobat Pria % wanita %
Puskesmas 91 42,9 78 38.6
RS Pemerintah 49 23,1 59 29,2
RS Swasta 30 14,2 25 12,4
Tradisional 19 9,0 18 8,9
Obati sendiri 16 7,5 17 8,4
Dibiarkan 7 3,3 5 2,5
_____________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
_____________________________________________________________________
Dari tabel diatas tampak bahwa puskesmas adalah sarana kesehatan yang paling
banyak digunakan untuk berobat oleh penderita katarak baik pria maupun wanita,
8. Suku
Tabel 5.1.1.8. Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Suku
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
________________________________________
Suku Pria % wanita %
Aceh 176 83,0 160 79,2
Jawa 33 15,6 18 8,9
Batak 1 0,5 5 2,5
Minang 2 0,9 7 3,5
Melayu 0 0 12 5,9
_____________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
9. Jenis katarak
Tabel 5.1.1.9. Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Jenis Katarak
_____________________________________________________________________
Jenis kelamin
____________________________________________
Nuklear 150 70,8 144 71,3
Kortikal 17 8,0 14 6,9
Subkapsular posterior 6 2,8 8 4,0
Matur/hipermatur 39 18,4 36 17,8
_____________________________________________________________________
JUMLAH 212 100,0 202 100,0
Dari tabel diatas tampak bahwa jenis katarak nuklear adalah jenis katarak yang
terbanyak baik pada pria maupun wanita.
10.Estimasi Prevalensi Angka kebutaan Akibat Katarak di Kabupaten Aceh Besar
= p ± Zc.
n
= 0,469 % ± 0,023%
= 0,446% < < 0,492%
Jadi estimasi prevalensi kebutaan akibat katarak di Kabupaten Aceh Besar adalah
sebesar 0,46%.
Dari tabel 5.1.1.1. terlihat bahwa kelompok usia 41 – 60 tahun merupakan
penderita kebutaan katarak terbanyak baik pada pria maupun wanita yaitu sebesar
43,9 % pada pria dan 36,1 % wanita. Ini sesuai dengan pernyataan bahwa katarak
secara alamiah merupakan jenis penyakit yang banyak di derita orang tua.
Dari tabel 5.1.1.2 terlihat bahwa penderita katarak banyak terjadi pada satu
mata yaitu sebesar 52,4 %, dan pada dua mata sebesar 47,6 %.
Dari tabel 5.1.1.3. terlihat bahwa penderita kebutaan katarak yang mempunyai
pendidikan tamat SD pada pria yaitu sebesar 39,6 %, dan pada wanita sebesar 34,2
%. Menurut kepustakaan angka kebutaan banyak terjadi pada mereka yang
mempunyai tingkat pendidikan dasar ke bawah dan resiko menderita katarak lebih
rendah pada mereka yangmempunyai pendidikan lebih tinggi. Rendahnya tingkat
pendidikan ini menyebabkan rendahnya sumber daya manusia dan dampaknya ini
juga akan menyebabkan kurangnya pengetahuan penduduk tentang penyakit mata
khususnya katarak.
Dari tabel 5.1.1.4 terlihat bahwa kebanyakan penderita katarak mempunyai
riwayat merokok pada pria. Telah diketahui juga bahwa merokok merupakan salah
satu faktor predisposisi untuk terjadinya katarak.
Dari tabel 5.1.1.5 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak terdapat ada pria
yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan yaitu sebesar 46,7 %. Ini sesuai dengan
kepustakaan bahwa pekerjaan dengan paparan matahari lebih banyak mempunyai
Dari tabel 5.1.1.6 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak kebanyakan telah
menderita kebutaan antara 1 – 2 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa perhatian
masyarakat terhadap kesehatan mata masih kurang.
Dari tabel 5.1.1.7 terlihat bahwa sebagian besar penderita kebutaan katarak
berobat ke Puskesmas yaitu sebesar 81,5 %. Tidak adanya tenaga dokter spesialis
mata dan perawat mahir mata, maka pelayanan dan pemberian informasi yang benar
kepada masyarakat tentang penyakit mata khususnya kebutaan katarak tidak dapat
dilakukan.
Dari tabel 5.1.1.8 terlihat bahwa suku Aceh yang paling banyak menderita
katarak dan tabel 5.1.1.9 terlihat bahwa sebagian besar katarak yang ditemukan
adalah katarak nuklear.
5.2 Prevalensi Kebutaan Katarak di Kabupaten Aceh Besar
Dari jumlah pendeita katarak sebanyak 414 orang, dijumpai kebutaan katarak
dua mata yang sesuai dengan kriteria WHO sejumlah 197 orang. Dan kebutaan
katarak 1 mata sejumlah 217 orang, sehingga dijumpai prevalensi kebutaan katarak
untuk Kabupaten Aceh Besar adalah 0,46%.
5.2.1 Hubungan faktor geografi dengan kebutaan akibat katarak
Geografi dari Kabupaten Aceh Besar adalah termasuk daerah pesisir
dengan pekerjaan masyarakat yang terbanyak adalah nelayan. Namun demikian
sarana dan prasarana jalan dari desa ke pusat-pusat pelayanan kesehatan bisa dilalui
kendaraan roda dua. Jadi faktor geografis bukan merupakan satu penghalang bagi
penderita katarak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.
Dari hasil survey yang dilakukan ternyata masih banyak penduduk yang
berpenghasilan rendah dengan pekerjaan sebagai nelayan. Oleh karena itu untuk
keberhasilan program memberantas kebutaan perlu pemberian layanan kesehatan
gratis bagi orang – orang yang tidak mampu. Terutama pada penderita kebutaan
akibat katarak yang memerlukan lensa tanam untuk menanggulangi kebutaannya.
5.2.3 Hubungan faktor pendidikan budaya tentang penyakit kebutaan akibat katarak
Dari hasil survey yang dilakukan ternyata kebanyakan penderita kurang
mengerti dan kurang peduli dengan kesehatan matanya. Ini terlihat dari pendidikan
penderita katarak yang rata-rata hanya SD, dan ada penderita yang mengobati sendiri
dan memakai cara tradisional dalam mengatasi kebutaan katarak. Untuk mengatasi
keadaan ini, petugas pelayanan kesehatan harus tetap konsisten untuk memberikan
informasi ke masyarakat tentang pentingnya kesehatan mata tersebut.
5.2.4. Hubungan faktor sumber daya manusia dengan kebutaan akibat katarak
Sumber daya manusia di kabupaten Aceh Besar terutama petugas kesehatan
belum memadai dimana belum adanya dokter spesialis mata, bidan yang belum
merata, meskipun dokter umum sudah ada di semua kecamatan.
5.2.4 Hubungan faktor sarana dan prasarana kesehatan dengan kebutaan akibat
katarak.
Sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Aceh Besar belum memadai
katarak terhadap penderita katarak, namun oleh karena tidak adanya dokter spesialis
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Prevalensi kebutaan katarak adalah 0,46 %, ini berarti lebih kecil dari
prevalensi kebutaan katarak secara nasional yaitu 0,78%.
2. Kurangnya pendidikan dan sarana yang memadai merupakan factor
penyebab tingginya prevalensi kebutaan katarak ini.
3. Faktor geografi pada penelitian ini bukan hambatan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan mata bagi penderita katarak.
4. Faktor pekerjaan masyarakat secara mayoritas adalah nelayan dimana
faktor pekerjaan ini sangat berpengaruh terhadap tingginya prevalensi
untuk terjadinya kebutaan katarak.
5. Masih kurangnya tenaga medis dan paramedis, hal ini terlihat dari tidak
adanya dokter spesialis mata dan tidak adanya tenaga paramedis yang
mahir dalam menangani penyakit mata di Kabupaten Aceh Besar.
6. Faktor budaya tentang kesehatan mata dan mengobati penyakit mata juga
berperan terhadap keberhasilan penanggulangan kebutaan katarak dimana
hal ini erat kaitannya dengan tingkat pendidikan.
7. Faktor sosioekonomi juga merupakan penyebab dari peningkatan
prevalensi kebutaan katarak karena rendahnya penghasilan masyarakat di
B. SARAN
1. Perlunya melengkapi factor prasarana yang memadai
2. Penyuluhan tentang kesehatan mata perlu dilakukan secara rutin di
pusat-pusat pelayanan masyarakat seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas
Pembantu agar masyarakat semakin mengerti tentang kesehatan mata, dan
bahwa penyakit katarak dapat disembuhkan dengan cara operasi.
3. Perlunya menempatkan sumber daya manusia seperti dokter spesialis mata
dan tenaga kesehatan yang mahir untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
mata yang semestinya.
4. Perlu dilakukannya operasi katarak massal secara gratis yang dapat
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan dan Persatuan Dokter Mata Indonesia dan
instansi terkait lainnya yang menaruh perhatian terhadap kesehatan mata
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, Perdami, Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan
dan Kebutaan (PGPK) Untuk Mencapai Vision 2020, 2003,1-2
2. http://www.Br J Ophthalmol.com//Cause of low vision and blindness on rural
Indonesia, 2003, 1-8.
3. Vaughan DG, Asbury T. Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum Edisi 14, Penerbit
Widya Medika, Jakarta. 2000, hal: 175
4. Epidemiologi Katarak. Ilham’s _ikm document. Available from :
http://scribd.com/doc/20283414/EPIDEMIOLOGI- KATARAK
5. Pratomo H, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Tanjung Balai Tahun 2004,
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, Medan, 2004, hal 3, 37-41
6. Silalahi E, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Kabupaten Karo Tahun 2004,
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, Medan, 2004, hal 3, 37-41
7. Hutasoit H, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tahun 2008, Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, Medan, 2008, hal 45-46.
8. American Academy of Ophthalmology. Cataract in International Ophthalmology.
Section 13; 2004 – 2005. P 161-170
9. Direktorat Bina Kesehatan komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI Bekerjasama dengan World Health Organization (WHO), Kurikulum dan
Modul Penelitian Pengelola Program Kesehatan Indera Penglihatan
Kabupaten/Kota Jakarta, 2006, hal 78-79, 123-124.
Dunia kedokteran no.21; 1981
11.American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section
11. Chapter 1. Basic and Clinical Science Course; 2008-2009. p 5-7
12.James Broce, New Chris, Bron Anthon Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9,
Penerbit Erlangga Medical Series, Jakarta, 2005
13.Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2005
14.Khurana AK, Khurana I, Anatomi and Physiology of Eye . India :CBS Publisher
& Distributors; 2005.p90
15.Langston DP. The crystalline Lens and Cataract in Manual of Ocular Diagnosis
and Therapy. Fifth Edition. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia;
2002.p142
16.Kanski JJ. Lens in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach, Sixth
Edition. Chapter 12. Philadelphia ST Louis. Elsevier Limited; 2003. p337-338
17.Kabupaten Aceh Besar Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lampiran
LEMBARAN PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Telah menerima dan mengerti penjelasan Dokter tentang penelitian PREVALENSI
KEBUTAAN AKIBAT KATARAK DI KABUPATEN ACEH BESAR dengan
menimbang untung ruginya dan dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia
menjadi peserta peneliti tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat atas dasar kesadaran sendiri tanpa
paksaan siapapun.
Aceh Besar, 2010
SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN
DIKABUPATEN ACEH BESAR PROPINSI NANGGROE ACEH
DARUSSALAM
TAHUN 2010
NAMA RESPONDEN NOMOR :
I. PENGENALAN
II. FASILITAS RUMAH TANGGA
III. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA
No Nama Hub dg KK Umur Lk/Pr
____________________________________________________________________
IV. SOSIAL DAN DEMOGRAFI
a. Nama Responden :
b. Umur : ...tahun
c. Kelamin : 1. Laki-laki 2.
Perempuan
d. Suku : 1. Aceh 2. Batak
3. Padang 4. Jawa
5. Melayu 6. Minang
7. Lainnya
e. Pendidikan yang ditamatkan :
1. Tak sekolah 3. SLTP 5. Akademi
f. Pekerjaan yang sering dilakukan
1. Petani 3. Dagang 5. Pegawai 7. Lainnya
2. IRT 4. Buruh 6. Pengemudi
g. Lama Bekerja ...Tahun...Bulan
h. Lokasi tempat kerja
1. Terbuka 2. Tertutup
NAMA RESPON : NOMOR:
V. HASIL PEMERIKSAAN MATA KANAN KIRI
A
B.
a. Tandai 1 jika Tajam
penglihatan < 3/60
b. Tandai 2 jika tajam
penglihatan ≥ 3/60
Jika dikoreksi (bila umur responden ledih dari 5
tahun
Sph
Cyl
C.
Bila umur responden kurang dari 40 tahun
a. Tandai 1 bila
Visus lebih kecil dari 3/60 atau buta, apa penyebab
7. Trauma
1. Sudah berapa lama mata bapak/ibu/sdr mengalami kekaburan?
...tahun...bulan
2. Apakah bapak/ibu/sdr mengetahui tentang katarak?
1.tidak 2.ya
jika jawab tidak, terus ke pertanyaan 9
3. Bila ya, katarak itu adalah : 1. Buta 2. Remang-remang
3. Rasa sakit 4. Lainnya
4. Apakah katarak dapat diobati? 1. Tidak 2. Dapat 3. Tidak
tahu
Jika jawab tidak/tidak tahu, terus ke pertanyaan 9
5. Bila dapat diobati, setahu bapak/ibu/sdr, dimana tempatnya?
1. Rumah sakit 2. Tradisional 3. Lainnya...
6. Apakah bpk/ibu/sdr pernah dianjurkan operasi? 1. Tidak 2.
Pernah
7. Jika pernah kenapa sampai sekarang belum operasi?
1. Tidak cukup biaya 3. Merasa tidak ada guna
2. Takut operasi 4. Lainnya
8. Menurut bpk/ibu bagaimana jarak tempat tinggal ke Rumah
sakit tempat operasi?
2. Dekat, sulit dicapai 4. Dekat, mudah dicapai
9. Ketika mempunyai
keluhan mata kabur bapak/ibu/sdr
telah berobat