• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktualisasi Diri Tokoh Utama Suguro Dalam Novel “Skandal” Karya Shusaku Endo Shusaku Endo No Sakuhin No “Skandal” No Shousetsu Ni Okeru Suguro No Shujinkou No Jibun No Jitsugen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aktualisasi Diri Tokoh Utama Suguro Dalam Novel “Skandal” Karya Shusaku Endo Shusaku Endo No Sakuhin No “Skandal” No Shousetsu Ni Okeru Suguro No Shujinkou No Jibun No Jitsugen"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA SUGURO DALAM NOVEL “SKANDAL” KARYA SHUSAKU ENDO

SHUSAKU ENDO NO SAKUHIN NO “SKANDAL” NO SHOUSETSU NI OKERU SUGURO NO SHUJINKOU NO JIBUN NO JITSUGEN

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang.

Oleh :

YUNI AMANDA SARI NIM : 070708019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

(2)

AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA SUGURO DALAM NOVEL “SKANDAL” KARYA SHUSAKU ENDO

SHUSAKU ENDO NO SAKUHIN NO “SKANDAL” NO SHOUSETSU NI OKERU SUGURO NO SHUJINKOU NO JIBUN NO JITSUGEN

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang.

Oleh :

YUNI AMANDA SARI NIM : 070708019

Pembimbing I Pembimbing II

dto dto

Drs. Eman Kusdiyana,M.Hum Drs. Yuddi Adrian M,M.A

NIP.196009191988031001 NIP.196008271991031004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

(3)

Disetujui,

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi Sastra Jepang Ketua Program Studi

dto

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdullilahi robbil Alamin, puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah Sibhanahu Wa ta’ala yang telah memberikan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan shalawat serta salam kepada Rasullah SAW, tauladan terbaik bagi seluruh umat manusia.

Skripsi yang berjudul Aktualisasi Diri Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal Karya Shusaku Endo ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan yang jikalau direnungkan adalah hal yang wajar dalam upaya meraih sebuah keberhasilan. Selain itu, sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan, penulis pun tidak luput dari kesalahan-kesalahan.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak , Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

(5)

3. Bapak Yuddi Adrian M,M.A. selaku pembimbing II penulisan skripsi ini, atas pengorbanan waktu dan tenaga yang telah diberikan untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan ini.

4. Seluruh staf pengajar Jurusan Sastra Jepang dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Yang tak tergantikan di dunia dan akhirat, dan yang paling berpengaruh kedua orang tua saya yang tercinta Ayahanda Sujono dan Ibunda Siti Halimah,yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang dan doa untuk kebahagian dan keberhasilan anak-anaknya, keringat dan air mata serta dukungan materil yang tak terhingga untuk pendidikan anak-anaknya semoga Allah membalas semua kebaikan mereka. Dan buat Adekku tercinta Dani Ringgo Prasetiawan, atas doa dan dukungannya adek sehingga kakak lulus.

6. Buat yang terspesial dalam hidupku kakanda Syah Zikri S.Pd. atas bantuan yang diberikan dan doa serta dukungan motivasi yang sangat begitu berharga buat adinda.

7. Buat teman-temanku seperjuang di Sastra Jepang stambuk 07, yang namanya

tidak dapat disebutkan satu persatu ほ ん と に あ り が と う 。 。 。dan

buat teman ku Ira Elviana Simbolon, Juli Khairiah, terima kasih dukungannya boy! Dan buat teman-teman ku di UKM VOLLY USU terima kasih dukungannya yah oii…

(6)

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat berkah dan balasan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis dto

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 5

I.3 Ruang Lingkup Pembahasan ………... 7

I.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 8

I.4.1 Tinjauan Pustaka ... 8

I.4.2 Kerangka Teori ... 11

I.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 19

I.6 Metode Penelitian ... 20

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTUALISASI DIRI, NOVEL “SKANDAL” KARYA SHUSAKU ENDO 2.1 Defenisi Aktualisasi Diri ... 21

2.2 Faktor Penghambat dalam Beraktualisasi Diri ... 22

2.3 Penanda Pengaktualisasi Diri ... 24

2.4 Kebutuhan akan Beraktualisasi Diri ... 29

2.5 Setting dalam Novel Skandal ... 32

2.6 Profil Shusaku Endo ... 34

(8)

3.2 Deskripsi Aktualisasi Diri Tokoh pada Wujud Pertumbuhan Mandek

3.2.1. Cemas ... 40

3.3.2. Takut ... 43

3.2.3. Tidak Aman ... 45

3.2.4. Harapan ... 46

3.2.5. Rasa Salah ... 47

3.3 Deskripsi Aktualisasi Diri Tokoh pada wujud Pemeliharaan 3.3.1. Bimbang ... 48

3.3.2. Jengkel ... 49

3.3.3. Marah ... 51

3.3.4. Sakit Hati ... 53

3.3.5. Frustasi ... 54

3.4 Deskripsi Aktualisasi Diri Tokoh pada Wujud Pertumbuhan Sehat 3.4.1.Penghargaan ... 55

3.4.2.Perhatian ... 57

3.4.3.Pemenuhan ... 59

3.4.4.Merawat... 60

(9)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 62 4.2 Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau mereka alami. Selain itu karya sastra menyuguhkan potret kehidupan dengan menyangkut persoalan sosial dalam masyarakat, setelah mengalami pengendapan secara intensif dalam imajinasi pengarang, maka lahirlah pengalaman kehidupan sosial tersebut dalam bentuk karya sastra.

Dengan hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan manusia, antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa kehadiran manusia, baik manusia sebagai sastrawan maupun sebagai penikmat sastra. Mencermati hal tersebut, jelaslah manusia berperan sebagai pendukung yang sangat menentukan dalam kehidupan sastra.

(16)

Sebagai hasil imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Membicarakan yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis (genre) sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel. Novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang tergradasi akan nilai-nilai yang otentik adalah nilai-nilai yang mengorganisasikan dunia novel secara keseluruhan meskipun hanya secara implisit tidak eksplisit (Goldman dalam Faruk, 1994: 79).

Novel sebagai bentuk karya sastra merupakan jalan hidup yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh) (Siswantoro 2005:29). Novel merupakan prosa fiksi yang berisi tentang kehidupan tokohnya dari awal hingga akhir. Prosa fiksi menurut Aminudin (2002:66) yaitu kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Novel sendiri merupakan gambaran hidup tokoh yang menceritakan hampir keseluruhan perjalanan hidup tokoh. Penokohan serta karakter tokoh dalam novel digambarkan dengan lengkap atau jelas oleh pengarang. Setiap tokoh juga diberi gambaran fisik dan kejiwaan yang berbeda-beda sehingga cerita tersebut seperti nyata atau menjadi hidup. Dari segi kejiwaan, sastra bisa dipelajari dan ditelaah dengan menggunakan teori psikologi.

(17)

Jadi, kalau ia lapar, ia harus berusaha mencari makan; Kalau ia merasa tidak aman, ia harus mencari perlindungan; kalau ia merasa terkucil dan kesepian, ia harus mencari teman.

Namun demikian, bukan berarti manusia yang dikatakan mampu mengaktualisasikan dirinya, ia adalah manusia sempurna. Banyak kelemahan yang dapat ditemui. Mereka sering didera perasaan cemas dan bersalah, merasa cuek dan pelupa, bahkan ada juga yang terlalu baik pada orang lain. Diantara mereka juga ada yang terlalu suntuk, selalu serius, dingin, dan sama sekali tidak memiliki rasa humor. Tetapi, ketika orang-orang yang berusaha mengaktualisasikan dirinya tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, orang yang berusaha mengaktualisasikan dirinya akan mengalami depresi, penderitaan, kekecewaan, kecurigaan, dan sinisme. Oleh karena itu, banyak ditemukan manusia yang berusaha selalu bertindak membuat pilihan dalam hidupnya menurut caranya yang terbaik, namun tidak sedikit dari mereka yang gagal. Kesulitan demikian merupakan tantangan bagi yang mengaktualisasikan dirinya.

Wujud aktualisasi diri berdasarkan indikator aktualisasi diri, menurut Poduska (2002 : 165) yaitu, yang pertama pada pertumbuhan yang mandek, yaitu depresi, cemas, takut, obsesi, tidak aman, tidak mampu, rasa bersalah, dan harapan. Kedua, pemeliharaan, yaitu frustasi, bimbang, ketergantungan, jengkel, sakit hati, marah, dan tidak puas. Ketiga, pertumbuhan sehat, yaitu perhatian, penghargaan, kepercayaan, merawat, dan pemenuhan.

(18)

tokoh utamanya adalah ”Suguro” yang berprofesi sebagai seorang pengarang yang mencapai kepuncakan dari karya-karyanya, dengan kepopulerannya sebagai seorang pengarang dia pun mengalami proses aktualisasi diri dengan pendekatan psikologi yang dialami tokoh Suguro dengan tiga indikator aktualisasi diri; Pertama, Pertumbuhan mandek, yaitu merasa takut, cemas dan tidak aman. Dengan bermula

(19)

Dengan adanya wujud aktualisasi diri yang tergambar dari tokoh utama ”Suguro” seperti diatas. Penulis tertarik untuk menganalisis teks dengan kajian psikologi yang menunjukkan indikator wujud aktualisasi diri yang dominan dari tokoh Suguro dalam novel ”Skandal” karya Shusaku Endo. Maka dari itu penulis memilih judul skripsi ini ” Aktualisasi Diri tokoh utama Suguro dalam novel ”Skandal” karya Shusaku Endo”. Dengan harapan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang wujud aktualisasi diri tokoh Suguro yang digambarkan Shusaku Endo dalam novel Skandal ini.

1.2 Perumusan Masalah

Novel “Skandal” karya Shusaku Endo menggambarkan kisah tokoh Suguro berprofesi sebagai seorang pengarang yang mencapai kepuncakan dari karya-karyanya, tetapi tetap mengaktualisasikan dirinya dengan kepopulerannya sebagai seorang pengarang.

Dalam wujud pengaktualisasi diri tokoh suguro dalam wujud Pertumbuhan yang mandek, yang terbagi dalam delapan indikator yaitu Suguro merasa takut, cemas,

tidak aman, tidak mampu, rasa salah, obsesi, depresi dan harapan. Yaitu dengan

(20)

masyarakat atau pembaca novelnya dan harapan Suguro, ia mati dengan tenang dan damai.

Selain itu perwujudan aktualisasi diri Suguro dalam wujud Pemeliharaan terbagi dalam tujuh indikator yaitu, jengkel, marah, frustasi, tidak puas, bimbang, sakit hati, dan ketergantungan, yaitu Suguro merasa jengkel, frustasi dan sakit hati,

karena suatu hari lukisan potret wajahnya dipamerkan di sebuah galeri murahan di Shinjuku, oleh orang yang Suguro tidak kenal sama sekali. Dan Suguro selalu dibayang-bayangi oleh wartawan muda yang berambisi menghancurkan reputasinya. Dengan berbagai tuduhan yaitu Suguro sebagai pengarang pengecut,dan dangkal, serta sok suci. Selain itu juga Suguro merasa tidak puas jika tidak bertemu dengan orang yang telah membuat lukisan potret wajahnya itu.

Serta dalam perwujudan aktualisasi diri tokoh Suguro dalam wujud Pertumbuhan Sehat yang terbagi dalam lima indikator yaitu, perhatian, penghargaan,

kepercayaan, merawat/caring, serta pemenuhan..Dengan masalah psikologis yang

(21)

Perwujudan aktualisasi diri dari tokoh utama Suguro yang diungkapkan oleh Shusaku Endo dalam novel Skandal ini, sangat mendominasi alur cerita. Sehingga secara psikologis novel Skandal ini sangat menarik untuk dibahas, maka untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut ini:

1) Bagaimana wujud aktualisasi diri tokoh utama Suguro berdasarkan indikator aktualisasi diri pada pertumbuhan mandek, pemeliharaan, dan pertumbuhan sehat, yang terkandung dalam novel ”Skandal” karya Shusaku Endo?

2) Bagaimana segi psikologi tokoh utama Suguro dalam novel “Skandal” karya Shusaku Endo?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta mengena pada sasaran yang diinginkan, dan agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas, maka dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang wujud aktualisasi diri tokoh utama Suguro berdasarkan indikator-indikator aktualisasi diri lima indikator pada pertumbuhan mandek yaitu cemas, takut, tidak aman, harapan dan rasa bersalah, dan lima indikator pemeliharaan yaitu bimbang, jengkel, marah, frustasi, dan sakit hati. serta lima indikator pertumbuhan sehat, yaitu penghargaan, perhatian, pemenuhan, perawatan dan kepercayan yang terkandung dalam novel ”Skandal” karya Shusaku Endo.

(22)

beraktualisasi diri,ciri-ciri pengaktualisasi diri dan setting novel, serta menjelaskan sekilas tentang pengarang Shusaku Endo.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Pada umumnya karya sastra apabila ditinjau dari isi cerita terbatas dua bagian besar: yaitu karya sastra fiksi. Karya sastra fiksi menurut Aminuddin (2002:66) adalah sebuah karya sastra yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Dengan demikian karya sastra fiksi merupakan karya sastra naratif yang isinya tidak mengarah pada kebenaranya, karena tokoh, peristiwa, tempat, yang mendukung cerita seluruhnya bersifat imajiner. Karya sastra fiksi berupa novel, cerpen, roman, essai, dan cerita rakyat, dan lain-lain.

Menurut Suroto (1990:28), Novel adalah suatu karangan yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang karena dari kejadian itu terlahir konflik, suatu pertikaian yang mengalihkan jurusan nasib mereka.

Menurut Antilan (2001:63), novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelegar kehidupan manusia agar dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.

(23)

mengisahkan kehidupan manusia dengan orang yang ada di sekelilingnya yang mengandung unsur watak, sifat, alur cerita, dan sifat setiap tokoh cerita.

Salah satu unsur instrinsik yang sangat berperan dalam suatu karya sastra fiksi adalah tokoh. Tokoh dalam sebuah karya sastra fiksi, merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi tokoh mempunyai posisi strategi sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dalam kutipan tersebut dapat diketahui bahwa antar seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca.

(24)

Dapat disimpulkan bahwa pada umumnya fiksi mempunyai tokoh yakni tokoh utama yaitu orang yang mengambil bagian dalam sebagai besar peristiwa dalam cerita dan tokoh tambahan dimunculkan beberapa kali dalam cerita.

Dalam karya sastra fiksi seorang tokoh yang ditampilkan pengarang juga memiliki kondisi psikologis tertentu, kondisi psikologis tersebut dimasukkan pengarang sebagai unsurtambahan untuk menjelaskan karakteristik tokoh.

Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto(1986:126),psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut psikologi.

Menurut Ratna (2004:343), secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitanya dengan psike.

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra yaitu:

a. Memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis

b. Memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan

(25)

Didalam novel Skandal karya Shusaku endo dapat dilihat bahwa tokoh merasakan konflik yang begitu dalam. Ia harus menerima cobaan-cobaan dalam proses mengaktualisasikan dirinya.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan semiotika dan pendekatan psikologi dalam mengetahui aktualisasi tokoh utama Suguro dalam novel Skandal karya Shusaku Endo.

Menurut Pradopo dkk (2001:71), semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensasi-konvensasi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda dan maknanya, konvensi tanda, struktur karya sastra (karya sastra) tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Dengan pendekatan ini penulis dapat menginterpretasikan segala tanda yang merujuk kepada adanya indeksikal aktualisasi diri yang terdapat dalam novel Skandal karya Shusaku Endo. Setelah penulis mendapatkan tanda-tanda yang menunjukkan indeksikal aktualisasi diri, penulis melakukan analisis dengan pendekatan psikologi.

(26)

Darmanto Yatma dalam Aminuddin (2002:95), mengatakan bahwa sastra sebagai “gejala kejiwaan” di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya satra (teks sastra) dapat di dekati dengan menggunakan pendekatan psikologi. Hal ini dapat diterima karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat diketahui bahwa pendekatan psikologis sangatlah tepat digunakan untuk menganalisis wujud aktualisasi diri tokoh utama dalam novel. Pendekatan psikologi digunakan karena wujud aktualisasi diri tokoh utama, sangat berhubungan dengan tingkah laku dan kehidupan psikis seorang tokoh utama. Dengan menggunakan pendekatan ini, penulis dapat mengetahui keadaan jiwa dalam proses aktulisasi diri tokoh utama Suguro dalam novel ”Skandal” karya Shusaku Endo.

Aktualisasi diri tokoh dalam psikologi sastra terlihat di bagian aktualisasi diri pada tingkat dalam hierarki Abraham Maslow (Poduska, 2002:128). Tingkat yang paling rendah adalah mengenai kebutuhan-kebutuhan jasmani; tingkat kedua, kebutuhan rasa aman; tingkat ketiga, kebutuhan cinta dan rasa memiliki; tingkat keempat, kebutuhan harga diri; tingkat kelima dengan beraktualisasi diri.

(27)

dimilikinya. Contohnya adalah seseorang yang mempunyai potensi intelektual berusaha untuk menjadi ilmuwan.

Dalam proses aktualisasi diri, Poduska (2002:165) membagi wujud aktualisasi diri menjadi tiga indikator yaitu;

a. Pertumbuhan yang Mandek

1) Depresi

Seseorang dapat mengalami depresi jika dalam keadaan sedih, murung, kecewa, dan susah. Karena semangat yang rendah, seseorang bias menjadi patah semangat dan cenderung menarik diri dengan suatu perasaan putus asa yang menimbulkan penampilan yang melankolis.

2) Cemas

Sesorang dapat mengalami cemas, jika dalam keadaan kwatir, gamang. Adanya suatu perasaan kalut yang bertalian dengan suatu malapetaka yang akan terjadi (nyata atau hanya dalam pikiran). Indikasi jasmani seperti ketegangan, rasa takut, perubahan nafsu makan, dan tidak dapat tidur sering menyertai kecemasan. 3) Takut

(28)

4) Obsesi

Seseorang yang mengalami obsesi, jika mengalami suatu perasaan yang terus menerus dihantui oleh pikiran-pikiran yang terus-menerus menguasai kesadaran.sering berjuang terhadap sesuatu dengan perasaan tidak berdaya dan ketidakmampuan untuk menolak dorongan-dorongan secara terus menerus memikirkan suatu masalah.

5) Tidak aman

Seseorang dapat mengalami perasaan tidak aman jika merasa tidak memiliki keyakinan diri menghadapi ketidakpastian dari situasi yang ada. Sesorang menemukan dirinya sendiri berhadapan dengan suatu dilema yang penuh resiko berbahaya terhadap kesejahteraannya. Ada suatu kecenderungan untuk bergantung kepada orang lain dan juga lebih bereaksi dari pada beraksi.

6) Tidak mampu

Seseorang memiliki suatu perasaan tidak mampu jika merasa tidak sanggup memenuhi suatu situasi. Merasa melihat diri sendiri sebagai orang yang tidak fit, janggal dan ceroboh, atau terbelakang dalam jiwa, jasmani, atau kepribadian.

7) Rasa bersalah

(29)

8) Harapan

Jika seseorang menganggap sesuatu menjadi benar dalam ketiadaan bukti, mengantisipasi cara seseorang bertingkah laku atau meramalkan hasil dari situasi yang mempunyai harapan. Hal ini didasarkan pada anggapan dimana dapat tumbuh untuk bergantung atau bersandar diri.

b. Pemeliharaan 1) Frustasi

Seseorang dapat merasa frustasi jika dalam keadaan kecewa dan tidak merasa puas dalam keadaan yang dirasakannya. Misalnya, merasa gagal melaksanakan apa yang sudah direncanakan. Ketidakpuasan seperti ini sering disertai ketegangan dan rasa marah.

2) Bimbang

Seseorang yang bimbang cenderung ragu atau goyah saat melaksanakan suatu pilihan. Fluktuasi seperti ini sering karena kekacauan, kekaburan, atau keraguan pada sesuatu yang dapat dipercaya. Jika seseorang kurang rasa percaya diri, terus menerus mempertimbangkan seputar situasi, dan ragu mengenai hasil atau akibatnya, maka hal itu sering membuatnya tidak bertindak.

3) Ketergantungan

(30)

Ketergantungan yang parasit sering berdasarkan suatu kekurangpercayaan terhadap diri, ketidakmantapan, dan suatu perasaan tidak mampu dan lemah.

4) Jengkel

Seseorang merasa jengkel karena sesuatu yang menyinggung atau tidak sengaja menggusarkannya. Dalam setiap kejadian itu, kejengkelan adalah akibat dari ganguan-ganguan yang berlanjut.

5) Sakit hati

Jika seseorang tampaknya sengaja menghina, kasar, atau kurang ajar maka akan timbul sakit hati. Seseorang akan sakit hati pada setiap tindakan atau sindiran yang memandang rendah, mengejek, atau tidak menghargai.

6) Marah

Jika seseorang tersinggung, sakit hati atau jengkel betul oleh perilaku temannya, seseorang itu menjadi marah. Perilaku itu mengobarkan anda dengan kata-kata, atau jika cukup memuncak seseorang itu mungkin menyatakan marahnya secara fisik.

7) Tidak puas

Rasa tidak puas disebabkan adanya suatu hal yang dilakukan seseorang namun mengecewakan. Ada kekurangan suatu rasa pemenuhan yang tidak dihargai secara pantas.

c. Pertumbuhan Sehat 1) Perhatian

(31)

maka seseorang tersebut dikatakan memberikan perhatian. Apa yang terjadi adalah berhubungan dengan seseorang tersebut karena akibatnya berkaitan dengan kebahagiaannya. Jika akibat itu secara potensial mengancam, maka akibat itu mungkin akan menjadikannya menjadi cemas atau sedih.

2) Penghargaan

Penghargaan terutama didasarkan atas pengenalan seseorang terhadap keindahan, nilai atau harga, keunikan, keunggulan, kualitas, dan makna. Seseorang sadar mengenai kepentingan kaitannya, dan karena itu ia mengalami suatu pergaulan dan identifikasi yang intim dengan yang dihargai itu.

3) Kepercayaan

Kepercayaan adalah suatu perbuatan keyakinan, ada suatu ketergantungan diri terhadap integritas, kemampuan dan maksud orang lain. Ada suatu perasaan terjamin dan rasa aman dan dalam pada itu menyadari kelemahan seseorang. Ada suatu perasaan tanggung jawab yang kuat, yang diterima seseorang dalam memperhatikan dan merawat orang lain.

4) Merawat

(32)

5) Pemenuhan

Pemenuhan dapat dicapai jika telah mendapat kepuasaan akan hasil yang ia capai. Ia mempunyai jiwa yang damai dengan mengetahui apa yang cukup, apa yang memadai. Pemenuhan adalah kepuasan yang dialami jika ia memperoleh suatu tujuan atau merampungkan suatu tugas, dan ia puas dan bangga mengenai hasilnya.

Berdasarkan teori yang menujukkan indikator wujud aktualisasi diri diatas, maka didalam penelitian ini akan ditunjukkan berapa banyak, dan wujud aktualisasi diri mana yang dominan dari tokoh suguro dengan pendekatan psikologi dalam novel “Skandal” karya Shusaku Endo.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Alasan-alasan yang telah dikemukakan pada bagian latar belakang merupakan faktor pendorong dilakukannya penelitian ini. Sedangkan tujuan penelitiannya sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana telah dikemukan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Mendeskripsikan wujud aktualisasi diri tokoh utama Suguro berdasarkan indikator aktualisasi diri yaitu pertumbuhan mandek, pemeliharaan, dan pertumbuhan sehat dalam novel “Skandal” Karya Shusaku Endo.

2) Mendeskripsikan segi psikologi tokoh utama Suguro dalam novel “Skandal” karya Shusaku Endo.

(33)

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Membantu penikmat sastra dalam upaya meningkatkan apresiasi dan pemahaman terhadap karya sastra, khususnya terhadap novel Jepang.

2) Menambah pemahaman pribadi serta masyarakat umum tentang manusia dengan segala konflik.

3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada mahasiswa Jurusan Sastra jepang untuk meningkatkan kemampuan menganalisis karya sastra berbentuk novel.

1.6. Metode Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Taylor dalam Moleong (1989:3), mengatakan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertentu atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data ini dikumpulkan dalam aneka cara yang dapat berupa observasi, dokumen, penyuntingan, pengetikan, dan pencatatan, tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas(Matthew, B.M dan A.M huberman 1995:15-16).

(34)

sebagai objek penelitian, oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

(35)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTUALISASI DIRI DAN NOVEL ”SKANDAL” KARYA SHUSAKU ENDO 2.1. Defenisi Aktualisasi Diri

Menurut Goldstein dalam Suryabrata (2006:326). Aktualisasi diri adalah motif pokok yang mendorong tingkah laku individu(organisme). Adanya dorongan-dorongan yang berbeda misalkan dorongan-dorongan untuk makan, seksual, ingin tahu, ingin memiliki, sebenarnya hanyalah manifestasi satu tujuan hidup pokok, yaitu aktualisasi diri. Apabila seseorang lapar, dia akan mengaktualisasikan dirinya dengan makan, apabila dia ingin pintar, dia mengaktualisasi dengan belajar, dan sebagainya. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan khusus tertentu itu memang merupakan syarat bagi realisasi diri seluruh organisme. Jadi, aktualisasi diri adalah kecenderungan kreatif manusia.

Menurut Maslow dalam Poduska (2002: 126-127), yaitu bahwa keinginan untuk mengaktualisasi diri ada pada diri kita masing-masing, bahwa motivasi atau dorongan terhadap aktualisasi diri itu adalah bawaan, bahwa setiap kita masing-masing mempunyai suatu keinginan yang inheren, yang kita bawa bersama lahir, yaitu berada demi keberadaan itu, berbuat demi perbuatan itu, merasa demi perasaan itu, yaitu aktualisasi diri. Dan pribadi yang beraktualisasi diri adalah pribadi yang sudah memenuhi tingkat-tingkat keinginan itu, bukan seorang manusia super.

(36)

psikopatologi. Dalam pandangan ini, apa yang baik adalah semua yang mendekat ke aktualisasi diri, dan yang buruk atau abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat atau menolak aktualisasi diri sebagai hakekat alami kemanusiaan, dan mempersoalkan pertumbuhan pribadi yang menekankan proses pertumbuhan dan perkembangan pribadi kepada tingkat yang sebaik mungkin.

Jadi aktualisasi diri adalah suatu kebutuhan untuk mengungkapkan diri yaitu merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Kebutuhan aktualisasi ditandai sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya, atau hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya melalui pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya.

2.2. Faktor Penghambat dalam Beraktualisasi Diri

Maslow dalam Koeswara (1991:126), mengemukakan beberapa hambatan-hambatan dalam mengaktualisasikan diri yaitu sebagai berikut:

a. Berasal dari dalam Diri Individu

Yaitu, berupa ketidaktahuan, keraguan, dan bahkan juga rasa takut dari individu untuk mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga potensi itu tetap laten.

b. Berasal dari Luar atau Masyarakat

(37)

Apabila suatu masyarakat sangat menjunjung kejantanan, maka oleh masyarakat tersebut sifat-sifat yang dianggap mencerminkan kejantanan, seperti sifat keras, kasar, dan berani akan lebih dihargai. Sebaliknya sifat-sifat yang tidak mencerminkan kejantanan atau lebih mencerminkan kewanitaan, seperti sifat menahan diri, kehalusan dan kelembutan, akan kurang dihargai. Akibatnya, di masyarakat tersebut yang akan muncul dominan adalah kekerasan, kekasaran, dan keberanian, sedangkan kesabaran, kehalusan, dan kelembutan akan menjadi lemah dan tak terungkapkan. Begitu pula aktualisasi diri, aktualisasi diri itu hanya mungkin terjadi apabila kondisi lingkungan menunjangnya.

c. Berasal dari Pengaruh Negatif

Hambatan ini berupa pengaruh negatif yang dihasilkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman. Oleh individu-individu yang kebutuhan akan rasa amannya terlalu kuat, pengambilan risiko, pembuatan kesalahan, dan pelepasan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak konstruktif itu justru akan merupakan hal-hal yang mengancam atau menakutkan, dan pada gilirannya ketakutan ini akan mendorong individu-individu tersebut untuk bergerak mundur menuju pemuasan kebutuhan akan rasa aman.

Jadi pencapaian aktualisasi diri itu, disamping membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjang, juga menuntut adanya kesediaan atau keterbukaan individu terhadap gagasan-gagasan dan pengalaman-pengalaman baru.

(38)

kondisi yang sehat, perkembangan akan terangsang dan individu akan terdorong untuk menjadi yang terbaik sebisa-bisanya. Sebaliknya, apabila anak-anak itu berada di bawah kondisi yang buruk (mengalami hambatan dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasarnya), maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi-potensinya.

2.3. Penanda Pengaktualisasi Diri

Pencapaian aktualisasi diri merupakan penggambaran yang optimistis dari corak kehidupan yang ideal.

Maslow dalam Koeswara (1991:138), mengatakan bahwa syarat yang paling pertama dan utama bagi pencapaian aktualisasi diri itu adalah terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan dasar dengan baik.

Maslow dalam Paulus (1997:168), menyebutkan penanda atau ciri seorang pengaktualisasi diri yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan melihat realitas secara lebih efisien.

Aktualisasi diri (actualizer) dapat melihat dunia sekitar serta orang lain secara baik dan efisien. Mereka melihat realita sebagaimana adanya, bukan seperti apa yang mereka inginkan. Kemampuan untuk melihat secara lebih efisien ini meluas pada segi-segi kehidupan lain, seperti seni, musik, ilmu pengetahuan, politik dan filsafat.

2. Penerimaan diri sendiri, orang lain, dan sifat dasar

(39)

kebutuhan-kebutuhan dirinya. Mereka tidak dibebani rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan atau keadaan emosional yang sangat lazim dalam populasi umum. 3. Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran.

Aktualisasi diri berperilaku apa adanya, langsung, dan tanpa berpura-pura. Mereka tidak menyembunyikan emosi dna dapat mengekspresikan secara jujur. Akan tetapi, mereka bijaksana dan penuh perhatian pada orang lain, sehingga dalam situasi-situasi dimana ungkapan perasaan-perasaan yang wajar dan jujur dapat menyakitkan perasaan orang lain, mereka mengekang perasaan-perasaan itu. 4. Berfokus pada masalah.

Aktualisasi diri melibatkan diri dalam tugas, kewajiban, atau pekerjaan yang mereka pandang sangat penting. Mereka tidak fokus pada diri sendiri, melainkan pada masalah-masalah yang melampaui kebutuhan-kebutuhan mereka yang didedikasikan sebgai suatu misi hidup.

5. Kebutuhan akan privasi dan independensi.

Aktualisasi dir memiliki kebutuhan yang kuat akan privasi dan kesunyian. Karena mereka tidak memiliki hubungan yang melekat dengan orang lain, mereka dapat menikmati kekayaan dari persahabatan dengan orang lain. Mereka dapat hidup sendiri tanpa merasa kesepian.

6. Berfungsi secara otonom.

(40)

Karena pemuasan motif-motif pertumbuhan datng dari dalam, perkembangan mereka tergantung pada potensi-potensi dan sumber-sumber dari dalam diri mereka sendiri.

7. Apresiasi yang senantiasa segar.

Orang-orang yang melakukan aktualisasi diri selalu menghargai pengalaman-pengalaman tertentu bagaimana pun seringnya pengalaman-pengalaman-pengalaman-pengalaman tersebut berulang dengan suatu perasaan terpesona, kagum atau kenikmatan yang segar. 8. Pengalaman-pengalaman mistik atau puncak.

Ada waktu-waktu dimana orang yang aktualisasi diri mengalami ekstase, kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam.

9. Perasaan empati dan afeksi yang kuat terhadap sesama manusia.

Mereka juga memiliki keinginan untuk membantu tugas-tugas kemanusiaan, serta memiliki perasaan persaudaraan denga semua orang, seperti terhadap saudara kandung.

10.Hubungan antar pribadi.

(41)

11.Struktur watak demokratis.

Orang-orang aktualisasi diri menerima semua orang tanpa memperhatika kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik atau agama, ras atau warna kulit.

12.Membedakan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk.

Bagi orang-orang yang aktualisasi diri, tujuan atau cita-cita lebih penting dari pada sarana yang digunakan untuk mencapainya. Orang-orang yang aktualisasi diri ini sepenuhnya senang melakukan atau menghasilkan yang lebih banyak daripada mendapatkannya, atau berarti mencapai tujuan.

13.Perasaan humor yang tidak menimbulkan rasa permusuhan.

Humor orang-orang yang aktualisasi diri berbeda dengan humor orang yang tidak mengaktualisasi diri. Humor mereka umumnya bersifat filosofis, menertawakan manusia pada umumnya, bukan individu, serta bersifat instruktif, yang dipakai langsung pada persoalan yang dituju da menimbulkan tawa. Humor ini semacam humor bijaksana yang menimbulkan senyuman atau anggukan tanda mengerti daripada gelak tawa yang keras.

14.Kreativitas.

(42)

15. Resistensi terhadap inkulturasi.

Orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri yang otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh sosialuntuk berpikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Mereka mempertahankan otonomi batin dan tidak banyak terpengaruh oleh kebudayaan. Mereka dibimbing oleh diri mereka bukan oleh orang lain.

Walaupun memiliki ciri-ciri tersebut diatas, bukan berarti orang-orang yang mengaktualisasi dirinya adalah orang yang sempurna. Bagaimanapun mereka adalah manusia. Mereka tidak sempurna, tetapi hanya lebih mendekati kesempurnaan dari pada kebanyakan orang lain yang tidak mengaktualisasikan dirinya.

Maslow dalam Schultz (1991 : 111) berpendapat bahwa pengaktualisasi diri dapat kadang-kadang tolol, sembrono, kepala batu, menjengkelkan, sombong, kejam, dan emosional, sifat-sifat yang ada pada individu- individu yang tidak mengaktualisasikan dirinya. Juga, mereka tidak sama sekali luput dari kesalahan, kecemasan, malu, kekhawatiran atau konflik.

2.4. Kebutuhan akan Beraktualisasi Diri

(43)

a. Kebutuhan Jasmani atau Fisiologis

Untuk mencapai tingkat kebutuhan jasmani secara memadai, tingkat-tingkat daerah biologis dan psikologis harus terpuaskan. Pemuasan segi-segi biologis dari tingkat ini saja tidaklah cukup. Beberapa daerah kebutuhan jasmani manusia adalah: lapar, haus, latihan atau gerak jasmani, seks, dan ransangan sensoris (Poduska, 2008:178).

b. Kebutuhan Rasa Aman

Hal objektif yang utama untuk pencukupan kebutuhan rasa aman adalah dengan mengetahui rasa takut. Apakah ketakutan itu berdasarkan realitas atau imajinasi saja (Poduska:2008:182). Kebutuhan keamanan sudah muncul sejak bayi, dalam bentuk menangis dan berteriak ketakutan karena perlakuan yang kasar atau karena perlakuan yang dirasa sebagai sumber bahaya. Manusia akan merasa lebih aman berada dalm suasana semacam itu mengurangi kemungkinan adanya perubahan, dadakan, kekacauan yang tiak terbayangkan sebelumnya (Alwisol, 2004:258).

c. Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki

(44)

gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka kesempatan orang itu untuk berkembang (Alwisol, 2004:259).

d. Kebutuhan Harga Diri

Menurut Poduska (2008: 201), ada dua jenis harga diri, yakni sebagai berikut. a) Menghargai diri sendiri (self respect): orang membutuhkan pengetahuan

tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu menguasai tugas dan tantangan hidup.

b) Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from others): orang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik orang lain.

Kepuasan kebutuhan harga diri menimbulkan perasaaan dan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, dan perasaan berguna dan penting di lingkungan keberadaannya. Sebaliknya, frustasi karena kebutuhan harga diri tak terpuaskan akan menimbulkan perasaan dan sikap inferior, canggung, lemah, pasif, tergantung, penakut, tidak mampu mengatasi tuntutan hidup dan rendah iri dalam bergaul.

e. Kebutuhan Beraktualisasi Diri

(45)

Contoh dari aktualisasi diri ini adalah seseorang yang berbakat musik menciptakan komposisi musik, seseorang yang memiliki potensi intelektual menjadi ilmuwan, dan seterusnya.

Aktualisasi diri juga tidak hanya berupa penciptaan kreasi atau karya-karya berdasarkan bakat-bakat atau kemampuan khusus, semua orang pun bisa mengaktualisasikan dirinya yakni dengan jalan membuat yang terbaik atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Setiap individu berbeda-beda bentuk aktualisasi dirinya dikarenakan dari adanya perberbeda-bedaan-perberbeda-bedaan individual. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu. Mereka mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami (Alwisol, 2004:260).

2.5. Setting Dalam Novel Skandal

(46)

a. Setting Tempat

Setting tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Dalam hal ini, lokasi tempat berlangsungnya cerita dalam novel “Skandal” adalah kota kawasan mesum di Shinjuku, Tokyo : Jepang tepatnya di Jalan Takeshita, Jalan Sakura, disebutkan dimana tokoh utama Suguro menemui orang yang membuat masalah dalam hidupnya yaitu Itoi Motoko dan Nyonya Naruse, serta Kobari. Di Nagasaki, Isahaya, Obama, Kuchinotsu, dan Kazusa, disebutkan di sanalah tokoh utama Suguro berwisata bersama Istrinya untuk menenangkan pikiran, dan melupakan sejenak masalah-masalah yang Suguro hadapi.

b. Setting Waktu

Setting waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Setting waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, meliputi hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Dalam hal ini, Shusaku Endo sebagai pengarang novel “Skandal” menyebutkan secara spesifik nama hari, yaitu hari Jumat, Sabtu,Minggu, seperti yang tertulis dalam cuplikan berikut:

Cuplikan halaman 103

[...Hari Sabtu petang istrinya datang untuk membersihkan kantor. ”Aku pergi berbelanja sebentar ke Omote sando” kata Suguro padanya....]

Cuplikan halaman 104

(47)

Cuplikan hal 273 [...Jumat.

Malam sebelumnya, dlam berita cuaca di televisi diprakirakan kemungkinan salju akan turun;...]

Cuplikan hal 317 [...Hari Minggu.

Karena hari minggu setelah paskah, gereja penuh dari biasanya...]

Namun tanggal dan bulan tidak dijelaskan dalam novel ”Skandal” karya Shusaku Endo.

Dalam novel Skandal, Shusaku Endo menggambarkan setting waktu dari cerita jika dilihat dari latar belakang pengarang, cerita Skandal menggambarkan waktu pada zaman Modern yaitu abad ke-19.

c. Setting Sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain. Disamping itu, latar social juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

(48)

mati. Latar sosial tokoh utama Suguro digambarkan Shusaku Endo dengan status sebagai Pengarang novel yang kawakan di Jepang.

2.7. Profil Shusaku Endo

Shusaku Endo dilahirkan di Tokyo pada tahun 1923. Ketika berumur tiga tahun, keluarganya pindah ke Manchuria yang waktu itu diduduki Jepang. Orangtuanya kemudian bercerai, dan ia bersama ibunya kembali ke Jepang. Ibunya yang beragama Katolik membesarkan Endo dalam agama yang sama. Endo pun dibaptis menjadi Katolik ketika ia berusia 12 tahun.

Setelah lulus dari fakultas sastra Prancis di Keio University, dia mendapat beasiswa dari pemerintah Prancis selama dua setengah tahun di Lyon. Pengalaman ini kelak dituangkan dalam beberapa novelnya. Salah satunya novel berjudul Shiroi Hito(The White Man), yang mendapat penghargaan bergengsi Akutagawa Prize, yang merupakan penghargaan pertama dari sekian banyak penghargaan yang kelak diperolehnya dalam dunia sastra. Ia juga diangkat menjadi anggota Nihon Geijutsuin, sebuah Akademi Seni Jepang yang sangat bergengsi.

Walaupun Shusaku Endo sudah meninggal pada tahun 1996, sampai sekarang sejumlah bukunya masih diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia. Salah satu novelnya yang banyak dibicarakan adalah Silence(Hening), yang rencananyaakan diangkat kelayar lebar.

(49)

dilihat dalam kadar tertentu di setiap bukunya, yang sering kali merupakan ciri khas dari karya-karyanya. Kebanyakan tokoh novel Shusaku Endo bergumul dengan dilema moral yang rumit sebagai orang Katolik, dan pilihan-pilihan mereka sering kali membawa hasil yang bercampur tragedi.

(50)

BAB III

AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA SUGURO 3.1 Sinopsis Cerita

Suguro novelis Katolik kawakan dengan kehidupan perkawinan yang tentram dan terhormat, Suguro mempunyai seorang istri yang sangat ia sayangi begitu juga istrinya sangat perhatian tehadap Suguro. Suguro dipermalukan oleh seorang wanita yang mabuk pada pesta penganugerahan hadiah sastra yang amat penting. Wanita itu mengaku mengenalnya, dan mengatakan bahwa Suguro sering berkunjung ke kawasan mesum di Shunjuku-Tokyo. Tetapi Suguro pun menepis ketidakbenaran faktanya, Suguro tetap mengaku tidak mengenal gadis itu.

Melihat kejadian di pesta penghargaaan itu, seorang reporter atau wartawan sebuah majalah di Jepang yaitu Kobari merasa penasaran dan merasa ingin tahu siapa sebenarnya Suguro itu. Kobari mempunyai niat yang buruk terhadap Suguro karena ia merasa Suguro adalah seorang novelis yang tidak sejati, munafik, dan menurut Kobari karya-karya yang diciptakan Suguro hanya cerita yang tidak jauh dari agamanya, yaitu dosa-dosa menurut agamanya saja yaitu Kristen. Dan karena novel-novel Suguro ini teman Kobari memeluk agama Kristen. Sebesar itu pengaruhnya novel Suguro terhadap pembacanya. Jadi menurut Kobari jika semua yang terjadi pada Suguro di malam penghargaan itu benar, maka ia akan mengekspos jati diri Suguro ke masyarakat Jepang. Kobari pun tak kan putus semangat untuk mencari tahu siapa sebenarnya Suguro itu.

(51)

kebiasaannya di sore hari yaitu berjalan ke taman Yoyogi. Belakangan jalan-jalan menuju ke taman itu, dipenuhi sekelompok anak-anak muda-mudi yang kini terkenal di Tokyo, dan ini dijuluki generasi “Rebung”yang berasal dari nama butik di Harajuku, tempat mode punk Jepang berasal. Di sini lah ia bertemu seorang gadis cantik, gadis itu bernama Morita Mitsu, ia masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Suguro merasa kasian dan ia ingin merawat Morita mitsu, karena Mitsu ini bekerja sebagai pelacur atau panggilan om-om demi menafkahi adik-adiknya dan demi sekolahnya juga. Mitsu adalah gadis baik hati, karena itu Suguro ingin menjadikan Mitsu pembantu yang membersihkan ruang kerjanya, menggantika istrinya, karena Suguro juga merasa kasian kepada istrinya karena sebenarnya istrinya terserang artritis, terserang rasa nyeri dibagian lutut dan persendian tangannya pada musim hujan dan sepanjang musim gugur.

(52)

Melihat teman-temannya mulai mempercayai kejadian di malam penghargaan itu, rasa ingin tahu Suguro pun memuncak dan membuatnya pergi ke galeri itu. Suguro pun mengajak Kurimoto ke jalan Sakura,Shinjuku-Tokyo yang terkenal sebagai daerah mesum itu. Dan tepatnya di sebuah galeri yang bernama Galeri Seni Rupa Baru. Disana ia melihat lukisan potret dirinya, lukisan itu begitu mirip dirinya tapi dengan ekspresi yang lain sekali: berkesan kasar, kejam, dengan senyum mesum menjijikan. Suguro merasa marah dan tidak terima karena lukisannya dipamerkan. Ia merasa kesal terhadap pelukis dirinya itu. Dan ternyata pelukis potret wajah Suguro itu adalah Itoi Motoko yang menghampiri dirinya di pesta malam penghargaan Suguro itu.

Dan di daerah Shinjuku itulah Suguro bertemu dan berkenalan dengan Nyonya Naruse. Wanita yang berparas keibuan, cantik, dan membuat pesona hati Suguro. Dan selama perkenalan itu Suguro merasa nyaman berbicara dengan Nyonya Naruse. Dan mereka ngobrol sangat terbuka, kejadian seperti ini tidak pernah Suguro alami dengan istrinya. Suguro merasa sangat terbuka terhadap Nyonya Naruse dan mulai memberanikan diri untuk berbicara tentang hal-hal yang intim. Jika dibandingkan Istri Suguro, Suguro tidak merasa seterbuka dengan saat bersama N. Naruse.

(53)

sanubari mereka. Karena memiliki latar belakang yang sama mereka pun Lesbi. Nyonya Naruse senang dan bergairah jika pasangan seksnya merasa kesakitan yang mendalam dengan cara penyiksaan yang N.Naruse lakukan. Sebaliknya Itoi Motoko akan bergairah jika dirinya disiksa hingga ia akan mengalami puncak yang mendalam, jika Itoi Motoko mengucapkan ”Aku ingin mati!” lalu dijawab ”Ayo, matilah!” kata Nyoya Naruse padanya.

Tetapi hubungan Suguro dan Nyonya Naruse terus berlanjut, masing- masing tak bisa melepas diri dari yang lain. Dan reporter yang bernama Kobari itu pun tak henti-hentinya mencari tahu kebenaran Suguro. Sehingga Suguro merasa kesal karena ulah Kobari sang reporter. Dan Suguro tidak pernah bertemu dengan Itoi Motoko karena Itoi Motoko telah meninggal dunia sesuai keinginannya, yaitu melakukan seks hingga mati. Dan akhirnya Itoi Motoko dapat mencapai hal itu.

(54)

dari dirinya yang terpisah. Suguro merasa Suguro palsu itu adalah hantunya yang hidup, mahluk yang begitu keji , yaitu mahluk yang sama sekali tidak layak menerima pujian-pujian dari para penggemarnya.

Kobari berhasil mengambil foto-foto Suguro di daerah mesum itu, dan akhirnya Kobari memberikan foto-foto itu kekepala perusahaan percetakan novel-novel Suguro. Dan Kobari pun mendapat keuntungan materi dari perusahaan itu. Karena perusahan percetakan novel-novel Suguro membayar Kobari agar tidak menyebar luaskan foto Suguro. Dan kepala perusahaan mulai menegur Suguro, tetapi hal itu tidak membuat putus asa Suguro dalam menciptakan karya-karyanya lagi hingga kematian menjemputnya. Dan Suguro menikmati hidupnya di masa tuanya dan ia merasa bahagia dengan istrinya.

3.2 Deskripsi Aktualisasi Diri Tokoh pada Wujud Pertumbuhan Mandek

Poduska dan Turman. S. (2008:225) mengatakan bahwa Pertumbuhan yang Mandek , dicurahkan ke bidang-bidang yang mungkin cenderung mempunyai suatu pengaruh yang negatif terhadap gaya hidup dan kepribadian individu, yaitu inidikatornya depresi, cemas, takut, obsesi, tidak aman, tidak mampu, rasa bersalah, dan harapan.

3.2.1. Cemas Cuplikan hal 20

[....Anda sudah lupa sama saya, Sensei?”

Suguro mengejapkan matanya. Seperti dikatakan oleh Kano,ia sudah memasuki umur saat orang mulai sering lupa nama dan wajah orang-orangyang pernah dijumpainya satu-dua kali saja.

(55)

”Di mana?”

”Di jalan Sakura. Anda melakukan hal-hal yang sangat nakal di jalan itu Sensei.”

[...”Saya tidak tahu harus berbuat apa tadi. Ia benar-benar ngotot...”Suguro merasa cemas, jangan-jangan Kurimoto curiga terhadap dirinya. ”Katanya ia pernah berjumpa dengan saya malam-malam di Jalan Sakura, di Shinjuku.”...]

Analisis

Dari cuplikan diatas digambarkan bahwa tokoh Suguro mengalami wujud aktualisasi diri dalam pertumbuhan yang mandek yaitu cemas, karena kedatangan seorang wanita muda yang menghampirinya dan mengatakan bahwa Suguro sudah sering bertemu di daerah Shinjuku dengannya dan wanita itu mengatakan kalau Suguro sering berbuat nakal dengan dirinya.

Cuplikan hal 223-224.

[...Ia berjalan seorang diri di tengah kabut. Ia tidak begitu tahu apa sebabnya ia keluar pada malam berkabut seperti sekarang. Itu mengingatkannya pada saat-saat ia pergi berjalan-jalan dalam kabut di musim dingin ketika ia masih belajar di Lyons. Semasa itu, dalam keadaan masih asyik setelah menonton pertunjukan teater atau film, ia sering menerabas kabut untuk pulang ke apartementnya. Waktu itu ia masih muda dan penuh harapan. Bahkan berkeyakinan bahwa ia sedang merambah jalan untuk dirinya sendiri dalam kehidupan. Tapi kini, sementara ia melangkah dengan meraba-raba di tengah kabut yang untuk Tokyo terhitung sangat tebal, ia bahkan tidak tahu kearah mana ia berjalan. Ia menjadi cemas, karena tidak tahu kemana harus membelok jika ingin pulang. Kecemasan itu berangsur-angsur meyebabkan ia sulit bernafas....]

Analisis

(56)

Taylor dala (1995) mengatakan bahwa kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan efekivitas dari operasi-operasi keamanan yang dimiliki seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan tertekan, tidak berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman

(57)

3.2.2. Takut

Cuplikan hal 53-54

[....Suguro meninggalkan tempat itu. Suara tertawa riang wanita penerima tamu itu yang terdengar dibuat-buat menggema dibelakangnya. Diluar, matahari sudah agak lebih redup daripada sebelumnya. Pada umurnya sekarang, perubahan-perubahan keadaan langit seperti itu menimbulkan kelesuan dalam diri Suguro. Didorongnya pintu memasuki sebuah kedai kopi yang terletak diseberang galeri. Ia menemukan tempat duduk dekat jendela, tetapi yang nampak didepan matanya masih tetap bayangan potret itu, jauh lebih jelas daripada ketika ia melihatnya dalam kenyataan tadi. Potert itu menampilkan wajah seorang pria yang kejelekannya tidak memancar keluar dari parasnya, melainkan dari lubuk jiwanya.

Suguro merasa bingung. Sesaat ia dicengkram ketakutan, dan dijamahnya keningnya yang basah berkeringat....]

Analisis

Dari cuplikan diatas bahwa tokoh Suguro mengalami hal yang begitu membuat dirinya bingung,gelisah, khawatir dan ketakutan, yaitu ada seseorang yang berani melukis ahtau membuat potret wajahnya dan di pamerkan di suatu pameran lukisan di Shinjuku. Suguro merasa di usianya yang semakin tua timbul masalah besar dalam hidupnya.

Cuplikan hal 44

(58)

Analisis

Dari cuplikan diatas tokoh Suguro mengalami aktualisasi diri dalam indikator pertumbuhan yang mandek yaitu takut, Suguro takut akan menambahnya usianya, dengan munculnya kerutan-kerutan yang sudah tampak di wajahnya.

Poduska (2008 : 233), di dalam Aktualisasi diri, takut ditandai dengan kekhawatiran,keragu-raguan, dan rasa gelisah yang sangat, sehingga mengalami takut. Dan di dalam aktualisasi dirin takut diterima sebagai bagian dari kemanusiaan. Seseorang tidak malu karena takut, karena seseorang mampu menerima ketakutan dalam diri sendiri sebagaimana juga pada orang lain. Manusia takut, tetapi tidak menundukkan kepalanya. Kenyataannya, seseorang mungkin dengan sengaja mencari pengalaman-pengalaman yang menimbulkan ketakutan dalam diri seseorang. Contohnya tokoh utama Suguro, ia merasa takut akan semua yang terjadi padanya di masa tuanya, dengan kerutan-kerutan diwajahnya seperti yang tergambar dalam cuplikan diatas, tetapi itu merupakan hal yang wajar. Sesorang pasti akan takut mati. Begitu juga tokoh utama Suguro dia juga manusia pasti merasakan akan takutnya pada kematian. Dan proses pengaktualisasian dirinya inilah Suguro tetap merasakan takut disamping muncul berbagai masalah dimasa tuanya.

3.2.3. Tidak Aman Cuplikan hal 33

[...Wanita itu pantang mundur.

(59)

Analisis

Dari cuplikan di atas bahwa tokoh Suguro mengalami wujud aktualisasi diri berdasarkan indikator pertumbuhan yang mandek yaitu tidak aman, terlihat jelas karena kehadiran wanita yang mengaku pernah dekat atau bekencan dengan Suguro, Suguro pun merasa hidupnya tidak aman, karena Suguro merasa bahaya jika membiarkan masalah wanita mabuk yang menarik jasnya itu berlarut-larut, dan hal itu juga bisa membahayakan karier Suguro.

Poduska (2008 : 239) Rasa tidak aman adalah suatu bagian yang melekat atau bawaan manusia.; dalam aktualisasi diri, seseorang menerima bahwa ia tidak pernah merasa pasti aman. Seseorang tidak aman hanya karena kesadaran ia bahwa kesempatan-kesempatan itu bisa diambil dari dirinya. Dengan rasa tidak aman ini, seseorang mencoba menjadi dirinya, dan tidak mencoba menjadi seseorang yang bukan dirinya. Dan ia tidak berusaha bertingkah laku di luar keterbatasannya.

Demikian juga tokoh utama dalam novel Skandal, yaitu Suguro juga mengalami perasaan yang tidak aman, tetapi ia tetap pada pendiriannya, dia hanya mencari tahu siapa yang telah membuat hidupnya terganggu, dan mencari siapa yang membuat skandal dirinya, tetapi dia tidak lari dari arah hidupnya yaitu tetap sebagai pengarang Katolik yang mencintai istrinya. Walaupun hubungan mereka tidak terlalu dekat dan tidak terbuka satu sama lain.

3.2.4. Harapan Cuplikan hal 304

(60)

sedang jaya-jayanya, dalam hatiku ada semacam optimisme, dan aku yakin bahwa jika tua nanti aku akhirnya akan tegak berdiri di puncak bukit, dan dengan tenang dan damai memandang kedataran di bawah yang diterangi sinar matahari sore yang lembut. Aku beranggapan waktu itu bahwa paling tidak aku akan memetik suatu yang sedikit banyak merupakan kepastian tentang kehidupanku sendiri dan tentang tulisan-tulisanku..]

Analisis

Dari cuplikan diatas tokoh Suguro mengalami wujud aktualisasi diri dari indikator pertumbuhan yang mandek yaitu harapan, tokoh Suguro dari cuplikan diatas sewaktu mudanya memiliki harapan yang menyenangkan yaitu dapat berkumpul dengan teman sebayanya dan seprofesi dengan dirinya, dan selalu berharap tetap bahagia tanpa ada halangan ataupun adanya cobaan hidup hingga azal menjemputnya.

(61)

3.2.5. Rasa Salah Cuplikan hal 101

[....”O ya bisa.” Pemuda itu kelihatannya menganggap sangkalan Suguro itu karena kerendahan hatinya. ” Jika tidak, saya takkan... memutuskan untuk dibaptis.”

”Dibaptis?”

”Ya. Saya akan dibaptis bulan depan.”

Suguro sama sekali tidak merasa gembira. Jadi buku-bukunya telah menunjukkan arah bagi kehidupan satu orang. Suguro tidak bisa merasa senang karenanya. Ia merasa dirinya munafik, dan menundukkan matanya. Tidak ada satu kisah pun yang ditulisnya dengan niat mengajari orang lain. Ia menjadi novelis bukan dengan tujuan menyebarluaskan agama Kristen…]

Analisis

Dari cuplikan yang digambarkan Shusaku Endo tentang tokoh utama Suguro yaitu, Suguro mengalami wujud aktualisasi diri pertumbuhan yang mandek dengan indikator rasa salah, Suguro merasa bersalah akibat hasil karya-karyanya yaitu novel-novel yang mencerminkan keagamaan khususnya agama Katolik, ternyata membuat pembacanya juga menganut agama Katolik yaitu jelas terlihat dari cuplikan diatas bahwa salah satu penggemarnya ingin dibaptis, padahal sebenarnya Suguro tidak bermaksud untuk menyebarkan agama Katoliknya melalui novel-novelnya, maka dari itu ia merasa bersalah dan merasa munafik.

3.3 Deskripsi Aktualisasi Diri Tokoh pada Wujud Pemeliharaan.

(62)

3.3.1. Bimbang Cuplikan hal 33

[...“Apa yang menyebabkan Anda menyangka pengirimnya wanita yang waktu itu?”

“Pada sisi belakangnya...,”Kurimoto tergagap sebentar. “Ia menulis, ‘Pembohong. Anda pembohong, Sensei’... Saya apa kan sebaiknya kartu itu?”

Suguro sudah hendak mengatakan bahwa ia tidak memerlukannya, tetapi kemudian timbul keraguannya. Ia tidak ingin melihat kartu pos itu, tetapi di pihak lain tidak diingininya ada barang semacam itu ditangan Kurimoto.

“Saat ini saya sedang tidak bisa berpikir. Yah, kirimkan sajalah kemari.” Suguro tertawa ringan, dengan harapan editor yang masih muda itu tidak merasakan ketegangannya...]

Analisis

Dari cuplikan yang ada di atas, tokoh utama mengalami wujud aktualisasi berdasarkan indikator pemeliharaan, yaitu bimbang. Bimbang menurut Poduska dan Turman. S (2008 : 252) adalah ditandai dengan cenderung ragu diantara alternatif-alternatif atau goyah waktu melakukan suatu pilihan. Tokoh Suguro pun ragu dalam masalah yang ia hadapi, yaitu antara dua pilihan, apakah surat yang dikirim oleh wanita yang telah membuat cemas dirinya di malam pesta penganugerahan itu, dibuang atau diberikan ke Kurimoto.

(63)

bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan mampu menerima resiko dari surat yang ia terima. Ini lah salah satu wujud aktualisasi diri tokoh Suguro.

3.3.2. Jengkel Cuplikan hal 17

[...”Kemampuan lain-lainnya?” Mundur, belakangan ini. Bagaimana dengan dirimu, Suguro?” Mata Kano memancarkan keisengan. ”Memang kau ini Kristen, dan punya istri teladan. Tapi tidak pernahkah kau jajan juga sampai akhirnya terlalu tua untuk itu? Atau mungkin kau merahasiakan sesuatu yang tidak pernah kau ceritakan pada kami?”

”Untuk apa aku mengoceh, mengumbar rahasia yang pada istriku sendiri pun tidak kuceritakan?”

Berlainan dengan caranya bereaksi dimasa silam, Suguro kini tahu bagaimana harusnya membalas sindiran-sindiran iseng yang dilontarkan kalangannya...]

Analisis

Dari cuplikan diatas tokoh Suguro mengalami wujud aktualisasi diri yang berupa jengkel, kejengkelan Suguro terhadap tokoh kano yang ingin memaksa dirinya untuk mengatakan sejujurnya kalau Suguro pernah ”jajan” yaitu pergi ketempat mesum dan bercinta dengan wanita yang bukan istrinya.

Cuplikan hal 133

[..Anda berjumpa dengan seorang wanita tertentu disebuah kedai kopi di jalan Takeshita, kan?” tanya Kobari sang reporter.

Jadi itu rupanya. Akhirnya Suguro mengenali bahwa lelaki yang dilihatnya menatap kedalam kedai kopi pada hari ia untuk pertama kali berjumpa dengan Nyonya Naruse adalah reporter ini.

”Lalu kenapa?” Suguro mendongkol. ”Apakah itu tidak boleh?” ”Jika nyonya itu dan perempuan dalam foto ini berteman baik.. Saya sangsi apakah Anda bisa berkeras mengatakan belum pernah melihat dia?”

(64)

semau Anda dengan gosip yang Anda pungut itu, tapi saya akan siap dengan jawaban setimpal apabila Anda memuatnya.”...]

Analisis

Dari cuplikan diatas terlihat bahwa tokoh utama Suguro mengalami wujud aktualisasi berdasarkan indikator pemeliharaan, yaitu jengkel, tokoh Suguro jengkel karena reporter yang bernama Kobari selalu mengusik kehidupannya. Suguro merasa Kobari selalu membuat ia kesal, karena Kobari selalu ingin tahu siapa sebenarnya Suguro.

Jengkel bisa disebabkan karena sesuatu yang menyinggung perasaan kita atau seseorang yang tidak sengaja menggusarkan hati kita. Dalam setiap kejadian kejengkelan adalah akibat dari gangguan-ganguan yang berlanjut. Suguro terganggu akan kehadiran reporter dan potret wajah Tuan S yang ia lihat di pameran jalan Shinjuku itu, dan suguro merasa ganguan-ganguan itu datang secara berlanjut, tapi Suguro tidak menghiraukan dan mencoba tenang, karena apa yang semua dikatakan orang-orang tentang dirinya dianggap Suguro tidak benar.

(65)

kepercayaan kepada Kobari sang reporter, bahwa apapun yang dikatakan orang-orang tentang dirinya belum terbukti benar dan ia siap dengan gosip-gosip tentang dirinya. 3.3.3. Marah

Cuplikan hal 52

[...Lukisan potert yang oleh Kurimoto dikatakan berjudul Wajah Tuan S di pajang dekat sudut. Msuguro berusaha bersikap biasa-biasa saja ketika menghampiri lukisan itu, karena merasakan tatapan mata wanita di meja tempat penerimaan tamu yang terus mengikutinya. Lukisan itu menampilkan wajah dirinya. Wajah itu menatap lurus kedepan sambil tersenyum menyeringai; efek yang ditampilkan adalah bahwa ia muncul dari suatu alam warna yang serba suram. Sementara wajah yang tampak itu sudah pasti wajah Suguro, dalam tarikan air mukanya ada sesuatu, bukan kekasaran seperti yang dipaparkan oleh Kurimoto, tetapi sesuatu yang menimbulkan kesan mesum dan liar.

Sementara Suguro membuang muka dengan perasaan marah, bercampur malu, teringat olehnya bahwa ia pernah melihat wajah itu. Betul- itulah wajah di belakang Kurimoto dan wanita editor, yang menatapnya pada waktu penyerahan anugerah kepadanya...]

Analisis

Dari cuplikan diatas terlihat bahwa tokoh Suguro mengalami wujud aktualisasi diri berupa marah, yaitu dimana tokoh Suguro merasa tidak terima jika potret wajah nya dipajang dipameran, dia merasa tidak ada persetujuan dari dirinya, dan wajah itu menunjukkan kesuraman, wajah yang menunjukkan kesan mesum dan liar, itu lah membuat tokoh Suguro marah.

Cuplikan hal 267

[Ada juga Anda rupanya disitu. Begitu lama Anda membiarkan.. kurimoto tak sanggup melanjutkan. Kano-san, dia ambruk lalu diangkut kerumah sakit...”

(66)

Analisis

Dari cuplikan diatas tokoh Suguro marah, karena Suguro merasa Kurimoto berbohong dan bercanda kepadanya, dan Suguro kaget dan merasa tidak percaya bahwa teman dekat dan seprofesi dengannya masuk rumah sakit. Walaupun akhirnya Suguro percaya akan semua yang telah terjadi, ternyata semua itu kenyataan Kano masuk rumah sakit dan meninggal.

Menurut Poduska dan Turman S (2008 : 266) Marah akan timbul atas perilaku sendiri atau perilaku orang lain: perilaku yang mengancam untuk merusak, atau betul-betul menghancurkan sesuatu yang tidak dapat diganti, pencegahan dari realisasi sepenuhnya terhadap apa yang dianggap berguna untuk keadilan, keindahan atau kebaikan

Suguro mengalami marah sebagai wujud aktualisasi dirinya, karena gangguan-ganguan yang mengancam hidupnya, maupun hanya lelucon biasa yang menimbulkan rasa sakit hati, dan tidak percaya maka Suguro akan marah, terbukti bahwa tokoh utama mengalami proses aktualisasi diri dalam wujud marah.

3.3.4. Sakit Hati Cuplikan hal 55

[...”Sekelompok wanita mud. Mereka mengaku hendak menenmukan keindahan dalam kejelekan. Suatu estetika dalam bentuk yang mengalami deformasi. Macam-macam saja.”

(67)

Analisis

Dari cuplikan diatas tokoh utama Suguro mengalami wujud aktualisasi diri dalam indikator pemeliharaan yaitu sakit hati, dimana Suguro merasa sakit hati karena dijadikan objek lukisan di pameran lukisan yang diadakan di Shinjuku. Dan dalam lukisan pelukis-pelukis yaitu wanita muda itu bertujuan untuk menunjukkan keindahan dalam kejelekan. Suguro merasa tidak terima, karena tidak adanya persetujuan dari dirinya untuk potret wajahnya yang dibuat di pameran itu.

Dalam aktualisasi diri, walaupun merasa sakit hati pada setiap sikap yang merupakan serangan langsung kepada martabat kita, kesakit hatian kita juga meluas kepada serangan terhadap martabat orang lain, kelembagaan atau gagasan-gagasan. Kebutuhan-kebutuhan harga diri dan rasa aman telah dipuaskan secukupnya, sehingga tidak terancam oleh sikap orang lain. Karena itu, kita mampu untuk menyurahkan beberapa dari tenaga kita untuk memelihara dan mempertahankan kebutuhan harga diri dan rasa aman orang lain (Poduska,2008:263). Maka dari itu Suguro dalam proses aktualisasi dirinya mengalami wujud sakit hati, karena rasa aman terhadap profesi dan hidupnya sudah terusik dengan munculnya potret wajahnya yang menyeramkan, dan Suguro merasa harga dirinya sudah terinjak-injak. 3.3.5. Frustasi

Cuplikan hal 13

[...Kata-katanya itu, serta air mukanya yang mencerminkan kepiluan yang mendalam, terus menusuk-nusuk hati Suguro apabila ia sibuk menulis di dalam kamar kerjanya yang sempit.

(68)

mampu memaksa dirinya melewati atau mengabaikan unsur manapun juga yang ada dalam diri seorang manusia...]

Analisis

Dari cuplikan diatas jelas bahwa tokoh Suguro mengalami frustasi akibat masalah yang ia hadapi. Frustasi dapat terjadi jika pribadi kita mengalami kecewa dan tidak merasa puas dan merasa tidak mampu. Pada umumnya tidak merasa puas dengan keadaan sekarang. Dan merasa gagal dari apa yang direncanakan, kegagalan ini sering sebagai akibat dari perasaan tidak mampu. Dari adanya perasaan tidak mampu dalam karangan novel yang Suguro ciptakan, Suguro mengalami frustasi. Karena dari hasil karangan novelnya Suguro, Suguro menyembunyikan tentang dunia hitam, gelap dan buruk dari tokoh-tokoh ceritanya, sedangkan gabaran tokoh-tokoh cerita dari semua novel-novel Suguro menggambarkan tokoh yang baik-baik, dan selalu dekat dengan agam Katolik.

Bagi Suguro yang dalam proses mengaktualisasi diri, sebab utama frustasi itu adalah kegagalan untuk mencapai suatu penyaluran ekspresi diri. Hal ini sangat mungkin pertama kali akan terjadi pada fase awal dari usaha memperoleh kebutuhan-kebutuhan harga diri secukupnya. Dalam keadaan menjadi lebih sadar akan potensi dan bakat-bakat Suguro, mungkin kehilangan arah sementara dari karya-karya Suguro yaitu tidak termasuk sosok tokoh-tokoh ceritanya yang merasakan kebahagian dan kesenangan.

3.4 Deskripsi Aktualisasi Diri Tokoh pada Wujud Pertumbuhan Sehat.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun penelitian yang akan dibahas adalah sastra yang bersifat non fiksi yang mencerminkan kondisi kehidupan realita yang dituangkan dalam sebuah novel berjudul 1 Liter

Ada juga yang berjudul Sakuran yang menceritakan kisah pelacur pada Zaman Edo (1603-1867), yang kemudian dibuat dalam bentuk film pada tahun 2006. Selain itu, ada juga komik

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan memperoleh penggambaran aktualisasi diri pada tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky Madasari dengan cara:

Faticha Maulina Ischaq 2020, Aktualisasi Diri Tokoh Utama dalam Novel Supernova seri Gelombang karya Dee Lestari (Tinjauan Humanistik), Skripsi, Program Studi Pendidikan