KAJIAN KEKUATAN DAN STABILITAS STRUKTUR BANGUNAN
MENARA TUNGKU PEMBAKARAN BATU BARA DENGAN
MEMPERHITUNGKAN PENGARUH GEMPA, ANGIN DAN
TEMPERATUR TINGGI
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian
Pendidikan sarjana teknik sipil
Oleh:
HENDRY TANADI
08 0404 073
Dosen Pembimbing :
Ir. TORANG SITORUS, MT
19571002 198601 1 001
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
STRAK
ada umumnya, rangka baja sering digunakan pada bangunan-bangunan tinggi seperti menara, gudang, pabrik, gedung perkantoran dll. Material baja pada rangka baja tersedia dalam berbagai jenis ukuran dan mempunyai sifat sifat yang menguntungkan dalam perencanaan struktur bangunan .
Dalam perencanaan struktur bangunan, suatu desain rangka baja harus mampu menahan beban - beban rencana yang umum seperti beban mati, beban hidup, beban gempa, beban angin dan beban khusus lainya contohnya temperatur yang tinggi. Dan untuk itu dalam Tugas Akhir ini kita akan mengkaji kekuatan sebuah desain struktur baja portal 3D bangunan menara tungku pembakaran batu bara untuk mengetahui ketahanan struktur tersebut menahan beban- beban rencana yang akan diberikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu desain struktur, analisis dan output. Penelitian ini menggunakan program SAP 2000 untuk menganalisis struktur 3D terhadap pengaruh beban mati, gempa, angin dan temperatur untuk mendapatkan output berupa nilai gaya-gaya dalam (momen, lintang, normal) maksimum dan juga besarnya nilai deformasi maksimum akibat beban-beban yang teraplikasi pada desain struktur baja portal 3D bangunan menara tungku pembakaran batu bara.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul Kajian Kekuatan dan Stabilitas Struktur Bangunan Menara Tungku Pembakaran Batu Bara dengan Memperhitungkan Pengaruh Gempa, Angin dan Temperatur Tinggi .
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan
3. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T. selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun
4. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU
5. Kedua orang tua penulis yang turut mendukung segala kegiatan akademis penulis
6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi
7. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan semangat kepada penulis, stambuk 08, Mutiara, Arvan, Felix, Agus, Wira, Handiman, Edward, dan lainya serta senior-senior dan adik-adik yang memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan sipil.
Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusaha untuk mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun tentulah sangat penulis harapkan di kemudian hari.
Medan, September 2015 Penulis
E
v
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR TABEL ...xii
DAFTAR NOTASI...xiii
BAB I. PENDAHULUAN...1
Latar Belakang ...1
I.2. Perumusan Masalah ...4
I.3. Maksud dan Tujuan...5
I.4. Pembatasan Masalah ...5
I.5. Metodologi ...6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...7
II.1. Pendahuluan...7
II.2. Karakteristik Baja ...7
II.3. Bentuk Bentuk Profil Baja...18
II.4. Perencanaan Struktur ...21
II.4.1. Umum21
II.4.2. Ketentuan Perencanaan Pembebanan21
II.4.3. Pembebanan22
II.4.3.1. Beban Mati (Dead Load)22
II.4.3.2. Beban Hidup (Live Load)23
II.4.3.3. Beban Angin (Wind Load)23
.4.3.4.b.Klasifikasi Situs.28
II.4.3.4.c. Faktor Respon Gempa.29
II.4.3.4.d. Arah Pembebanan Gempa.32
II.4.3.5. Temperatur32
II.4.4. Kombinasi Pembebanan Metode LRFD35
II.5. Program SAP 2000 ...35
III. METODE PENELITIAN ...37
III.1. Umum ...37
III.2. Kerangka Pikiran ...38
III.3. Tahap Analisis ...40
III.3.1. Studi Literatur40 III.3.2. Pengumpulan Data41 III.3.3. Perhitungan Beban41 III.3.4. Analisis Respon Spektrum41 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...43
IV.1. Permodelan Struktur...43
IV.1.1. Data Struktur43 IV.1.2. Konfigurasi Gedung46 IV.1.3. Permodelan di SAP47 IV.1.4. Data Material51 IV.1.5. Dimensi dan Penampang Struktur51 IV.1.5.1. Dimensi Balok51 IV.1.5.2. Dimensi Kolom53 IV.2. Pembebanan Struktur ...53
IV.2.1. Berat Sendiri53
V.2.4. Perhitungan Beban Gravitasi54
IV.2.5. Perhitungan Beban Angin56
IV.2.5.1. Perhitungan Beban Angin Arah Memanjang (XZ)56
IV.2.5.2. Perhitungan Beban Angin Arah Melintang (YZ)59
IV.3. Gempa ...63
IV.3.1. Data Gempa63 IV.3.2. Faktor Reduksi Gempa65 IV.4. Perhitungan Dengan Program SAP 2000 ...65
IV.5. Hasil Analisis Gaya-Gaya Dalam dan Deformasi...74
IV.5.1. Aplikasi Beban-Beban Pada Portal Dalam SAP 200076 IV.5.2. Hasil Analisis Gaya-Gaya Dan Deformasi Pada Bangunan Tanpa Aplikasi Temperatur79 IV.5.2.1. Bidang Momen Portal Struktur Bangunan79 IV.5.2.2. Bidang Lintang Portal Struktur Bangunan87 IV.5.2.3.Bidang Normal Portal Struktur Bangunan94 IV.5.2.4. Deformasi Pada Portal Struktur Bangunan97 IV.5.3. Hasil Analisis Gaya-Gaya Dan Deformasi Pada Bangunan Dengan Aplikasi Temperatur100 IV.5.3.1. Bidang Momen Portal Struktur Bangunan100 IV.5.3.2. Bidang Lintang Portal Struktur Bangunan108 IV.5.3.3. Bidang Normal Portal Struktur Bangunan115 IV.5.3.4.Deformasi Pada Portal Struktur Bangunan118 IV.5.4. Hasil Analisis Gaya-Gaya Dan Deformasi Maksimum Pada Struktur Bangunan122 ! V. KESIMPULAN DAN SARAN ...124
V.1. Kesimpulan...124
V.2. Saran ...128
"#$% #& '#()#&
*+ *,
-./0 .1 1.1 2 3 1453 41 B.6746 .689 6 .1.: 46 754;9 /0 .5.1.6B.3 4B. 1...4
*+ *,, G./0 .1 2.1 H40 46 7.6:9 7.6 7.6-<97.6 7.6= 6345= > ?: .1? 5; .@ . B.> .A 46.5... 10
G./0 .1 2.2 ;9 69 634.6: 97.6 7.6A9 B9 C... 14
G./0 .1 2.3 2 4/0 4= 3./.; 1DE?B... 19
G./0 .1 2.4 2 4/0 4F . C.6@ .62 4/0 4F.C .6; 1DE ?B... 20
G./0 .1 2.5 2G9 53 14/<9H GD 6HI9H.?6... 31
G./0 .1 2.6 J.1? .H?2 ?E.389 5.6?HF.>.:91C.@ .G:9 /G91.341... 34
*+ *,, , G./0 .13.1 :./G.5K3 .HI9H.?6<.6 75. B.6 746.6... 39
G./0 .13.2 :./G.5I9G.6I9H.?6<.6 75. B.6 746.6... 39
G./0 .13.3 :./G.52 ./G?67 D9H.?6< .6 75. B.6 746. 6... 40
G./0 .13.4 D? . 71./ AB?1893D@DBD 7?;96?B ? 3? .6... 42
*+ *,L G./0 .14.1 G./0 .1;D 13 .B A1.CM... 44
G./0 .14.2 G./0 .1;D 13 .B A1.CN... 45
G./0 .14.3 G./0 .1;D 13 .BG.@ .Elevasi +3,30m ... 46
Gambar 4.4 Permodelan Gedung 3D ... 47
Gambar 4.7 Permodelan Struktur Arah YZ ... 50
Gambar 4.8 Sketsa Pembebanan Tungku ... 54
Gambar 4.9 Sketsa Pembebanan Balok Atap Arah Memanjang ... 55
Gambar 4.10 Sketsa Pembebanan Balok Atap Arah Melintang ... 55
Gambar 4.11 Sketsa Pembebanan Angin Arah Memanjang... 56
Gambar 4.12 Sketsa Pembebanan Angin Arah Melintang ... 59
Gambar 4.13 Respon Spektrum Struktur Baja... 65
Gambar 4.14 Hasil Permodelan 3D Struktur Bangunan Pada SAP 2000... 76
Gambar 4.15 Aplikasi Beban Tungku Pada Struktur... 76
Gambar 4.16 Aplikasi Beban Angin Arah XZ Pada Struktur... 77
Gambar 4.17 Aplikasi Beban Angin Arah YZ Pada Struktur... 77
Gambar 4.18 Aplikasi Respon Spektrum Pada Struktur... 78
Gambar 4.19 Aplikasi Temperatur Pada Struktur... 78
Gambar 4.20 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A ... 79
Gambar 4.21 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal B - B... 80
Gambar 4.22 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 1 - 1 ... 80
Gambar 4.23 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 2 - 2 ... 81
Gambar 4.24 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku Struktur 3D... 81
Gambar 4.25 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A... 82
Gambar 4.26 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal B - B ... 82
Gambar 4.27 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 1 - 1... 83
Gambar 4.28 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 2 - 2... 83
Gambar 4.29 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Struktur 3D ... 84
Gambar 4.30 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ... 84
Gambar 4.31 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal B - B... 85
Gambar 4.34 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Struktur 3D... 86
Gambar 4.35 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A ... 87
Gambar 4.36 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal B - B... 87
Gambar 4.37 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 1 - 1 ... 88
Gambar 4.38 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 2 - 2 ... 88
Gambar 4.39 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku Struktur 3D... 89
Gambar 4.40 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A... 89
Gambar 4.41 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal B - B ... 90
Gambar 4.42 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 1 - 1... 90
Gambar 4.43 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 2 - 2... 91
Gambar 4.44 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Struktur 3D ... 91
Gambar 4.45 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ... 92
Gambar 4.46 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal B - B... 92
Gambar 4.47 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal 1 - 1 ... 93
Gambar 4.48 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal 2 - 2 ... 93
Gambar 4.49 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Struktur 3D ... 94
Gambar 4.50 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A... 94
Gambar 4.51 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal B - B ... 95
Gambar 4.52 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A ... 95
Gambar 4.53 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal B - B ... 96
Gambar 4.54 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ... 96
Gambar 4.55 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal B - B ... 97
Gambar 4.56 Deformasi Arah YZ Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 1 - 1 ... 97
Gambar 4.57 Deformasi Arah XZ Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A... 98
Gambar 4.58 Deformasi Arah XZ Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ... 98
Gambar 4.61 Deformasi Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Struktur 3D ...100
Gambar 4.62 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A ...100
Gambar 4.63 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal B - B...101
Gambar 4.64 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 1 - 1 ...101
Gambar 4.65 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 2 - 2 ...102
Gambar 4.66 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Tungku Struktur 3D...102
Gambar 4.67 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A...103
Gambar 4.68 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal B - B ...103
Gambar 4.69 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 1 - 1...104
Gambar 4.70 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 2 - 2...104
Gambar 4.71 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Angin pada Struktur 3D ...105
Gambar 4.72 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ...105
Gambar 4.73 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal B - B...106
Gambar 4.74 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal 1 - 1 ...106
Gambar 4.75 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal 2 - 2 ...107
Gambar 4.76 Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Struktur 3D ...107
Gambar 4.77 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A ...108
Gambar 4.78 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal B - B...108
Gambar 4.79 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 1 - 1 ...109
Gambar 4.80 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 2 - 2 ...109
Gambar 4.81 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Tungku Struktur 3D...110
Gambar 4.82 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A...110
Gambar 4.83 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal B - B ...111
Gambar 4.84 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 1 - 1...111
Gambar 4.85 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal 2 - 2...112
Gambar 4.88 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal B - B...113
Gambar 4.89 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal 1 - 1 ...114
Gambar 4.90 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal 2 - 2 ...114
Gambar 4.91 Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Struktur 3D ...115
Gambar 4.92 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A...115
Gambar 4.93 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal B - B ...116
Gambar 4.94 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A ...116
Gambar 4.95 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal B - B ...117
Gambar 4.96 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ...117
Gambar 4.97 Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal B - B ...118
Gambar 4.98 Deformasi Arah XZ Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal A - A ....118
Gambar 4.99 Deformasi Arah YZ Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Portal 1 - 1 ...119
Gambar 4.100 Deformasi Arah XZ Akibat Kombinasi Beban Angin pada Portal A - A...119
Gambar 4.101 Deformasi Arah XZ Akibat Kombinasi Beban Gempa pada Portal A - A ...120
Gambar 4.102 Deformasi Akibat Kombinasi Beban Tungku pada Struktur 3D ...120
Gambar 4.103 Deformasi Akibat Kombinasi Beban Angin pada Struktur 3D...121
PQRSQ TSQU VW
XY XZZ
[\]^_`ab cde f dghijdkjdkcdg lmi nig d odp ik l qmdr d aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaabs
[\]^_`a` tdufvgwixf dyddkzxkfxumig ndjd lwdfijvg l{i| xkj|dkmdkjxkdk aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa`}
[\]^_`as tdufvgwixf dyddk{iyod aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa`}
[\]^_`a~ wd qle lud qllfxq aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa`
[\]^_`a wvie l qliklfxqtd aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaas
[\]^_`a wvie l qliklfxqt aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaas
XY XZ
[\]^_~ab wvke ljxgd ql{i| xkj aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~
[\]^_~a` \ \\ \ \_ \ \ ^\[ ^ ]^ \^\ ] \^] \
[ aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaab``
[\]^_~as \ \\ \ \_ \ \ ^\[ ^ ]^ \ ^\] \ ^] \
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaab``
[\]^_~a~ \ \\ \ \_ \ \ ^\[ ^ ]^ \ ^\ ] \ ^] \
¤ ¥ ¦§¨©ª «¬¨ ª¨¬ ® ¤¯ ¥ °± ²± ³´¨² ¨©«µ ¨© ²±© ¶ ¥ °± ²± ³´¨² ¨©ªµ ¨© ²±© · ¥ · «µ ¸± §© ¹ ¥ ¶«´¨¬¨²± º » ¥ ¼½¾§µ§©«µ«© ²±©± ² ¨©
º1 ¥ ¶«´¨¬¿ «ª¨
º2 ¥ ¶«´¨¬¿ «ª¨¨À¨Á²«®¨³µ§À§©
 ¥ ¨ÁÀ«¬Á«±²
Fa ¥ ý«Ä±©±«¬©±²§©§¬²§³ª«À± ½¾¨ª«¬¾«³Åª ¨¾¨ª«À± ½¾ ¨ 0ÆǾ«²± ³È
Fv ¥ ý«Ä±©±«¬©±²§©§¬²§³ª«À± ½¾¨ª¨¬É¨¬ ®Åª¨¾ ¨ª«À± ½¾¨ 1 ¾«²±³È
Ä Ê ¥ 稲µ«µ«Á²§µ¨¬ ®¨¬Å¼Ë¨È ¿ ¥ ¼½¾§µ§©®«© «À Ì Í ¥ ¨³² ½À³« §² ¨¨¨¬¿ « ª ¨ ¦ ¥ ˨¬É¨¬®´ ¨² ¨¬ ®© «²«µ¨Á«¬¾¨ª¨²³¨¬´ «´¨¬ ¦ Î ¥ ˨¬É¨¬®§µ ¨Ï§µ ¨ ¼ ¥ °± ²± ³Ð§¬² §Á Ë ¥ ¿ ¨Ñ¨¨³©± ¨µ²«ÀĨ³²½ÀÅÒÈ Ó ¥ ¶«´¨¬²«À´¨ ®±À¨²¨ Ô ¥ °«³¨¬¨¬¾± ¬¨±© Ð ¥ ¨³² ½ÀÀ«¾§³©±®« ª¨
Ö1 = × ØÙØÚ ÛÜ ÛÙÝÛÙÞ ÛÝ ØÜ ØßÙÛà Ý áßàà Ý ÛÞÜÙØâãäåæ ØÙçÝÛÜ ØèÛÚÝ ØÝØæ ØÝ Û Ùç áæ Ø 1
æ ÛÜçéêÙÛæ ØÚØßëÝÛÙàÛß
SDS = × ØÙØÚ ÛÜ ÛÙÝÛÙÞ ÛÝ ØÜ ØßÙÛà Ý áßàà Ý ÛÞÜÙØâÝ ØæØÝ ÛÙçáæØÝ Ûßæ ÛéêÙÛæ ØÚØßëÝÛÙàÛß
SD1 = × ØÙØÚ ÛÜ ÛÙÝÛÙÞ ÛÝ ØÜ ØßÙÛà Ý áßàà Ý ÛÞÜÙØâÝ ØæØÝ ÛÙçáæØ 1 æ ÛÜ ç éêÙÛæ ØÚØßëÝ ÛÙàÛß
SMS = × ØÙØÚ ÛÜ ÛÙÝÛÙÞ ÛÝ ØÜ ØßÙÛà Ý áßàà Ý ÛÞÜÙØâãäåÝ Øæ ØÝ ÛÙç áæ ØÝ ÛßæÛéìØß èà íæØî
æ çàÛà í ØçéØßÜÛÙî ØæØÝÝ ÛßèØ ÙíîéÛâØàà çÜíà
SM1 = × ØÙØÚ ÛÜ ÛÙÝÛÙÞ ÛÝ ØÜ ØßÙÛà Ý áßàà Ý ÛÞÜÙØâãäåÝ Øæ ØÝ ÛÙçáæ Ø 1 æ ÛÜ ç éìØß èà íæØî
æ çàÛà í ØçéØßÜÛÙî ØæØÝÝ ÛßèØ ÙíîéÛâØàà çÜíà
ï ð ïÛÚÝ ÛÙØÜí Ù
T = × ÛÙçáæ Øñí ßæ ØÚ ÛßÜØâò Øß èí ßØß
Ti = ïÛÚÝ ÛÙØÜí ÙòØÜ Øàò ØóØ
Ü ð ïÛò ØâÝ Ûâ ØÜôÚ Ú õ ö ð ÷ ÛÞÛÝØÜØß ø ð ùÛò ØßØß èçß úà ð ùÛÙ ØÜó Ûßçàò Øó Ø û ð ÷ ÛÙØÝØÜ ØßÚØà àØíæØÙØ ð × ÛÙò Øßæ çß èØßÝ áçà àáß ð ïÛèØß èØß
1 ð ïÛèØß èØßâ Ûâ Ûî
u ð ïÛèØß èØßí âÜ çÚ ØÜÛ
ð ü ÛèØß èØß
ý þÿ ä ð America Institute of Steel Construction
STRAK
32 3
! "
3
# # $ Rangka Baja, Struktur Portal 3D, Gempa, Angin, Temperatur,
%&%
I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Struktur baja telah banyak digunakan di seluruh pelosok dunia untuk
perencanan suatu bangunan. Struktur baja menjadi salah satu pilihan terbaik dalam
sudut pandang keuntungan bagi para perencana bangunan dibandingkan dengan
material lainnya. Struktur baja sering digunakan dalam perencanaan bangunan tinggi
contohnya seperti bangunan menara , gudang , pabrik , gedung perkantoran dan
lainnya. Material baja pada struktur baja juga tersedia dalam berbagai jenis ukuran
dan mempunyai sifat - sifat yang menguntungkan dalam perencanaan struktur
bangunan.
Dalam perencanaan struktur baja, seorang perencana harus mampu
merencanakan bangunan yang kuat dan dapat menahan beban rencana. Untuk
penentuan beban rencana yang bekerja pada struktur baja atau elemen struktur secara
tepat tidak selalu bisa dilakukan. Walaupun beban pada struktur diketahui, distribusi
beban dari elemen ke elemen pada struktur biasanya membutuhkan anggapan dan
pendekatan. Beberapa jenis beban rencana yang paling umum yaitu beban mati,
beban hidup, beban gempa, dan beban angin.
Semua struktur memikul beban angin tetapi umumnya hanya pada bangunan
dengan tinggi lebih dari tiga atau empat tingkat dan jembatan yang panjang,
Pada bangunan tipikal dengan denah dan tampak segi empat, angin
menimbulkan tekanan pada sisi di pihak angin (windward) dan hisapan pada sisi di
belakang angin (leeward), serta tekanan ke atas atau kebawah pada atap. Dalam
banyak hal, beban atap vertikal akibat angin diabaikan dengan anggapan beban salju
lebih menentukan daripada beban angin. Selain itu, beban angin lateral total
(pengaruh dipihak dan di belakang angin) dianggap bekerja pada permukaan
bangunan yang berada di pihak angin.
Berdasarkan dalil Bernoulli untuk cairan ideal yang menerpa suatu benda,
kenaikan tekanan statis sama dengan penurunan tekanan dinamis, atau
= (1.1)
Dengan q adalah tekanan dinamis pada benda tersebut, adalah kerapatan
massa udara (berat jenis w = 0,07651 psf pada ketinggian permukaan laut dan suhu
15 C), dan V adalah kecepatan angin.
Perencanaan struktur yang hanya berada pada suhu atmosfir jarang meninjau
kelakuan pada suhu tinggi. Pengetahuan tentang kelakuan ini diperlukan dalam
menentukan prosedur pengelasan dan pengaruh kebakaran.
Bila suhu melampaui 200 F (93 C), kurva tegangan-regangan mulai menjadi
tak linear dan secara bertahap titik leleh yang jelas menghilang. Modulus elastisitas,
kekuatan leleh, dan kekuatan tarik akan menurun bila suhu naik. Pada suhu antara
800 dan 1000 F (430 dan 540 C) terjadi laju penurunan maksimum. Dan untuk baja
dengan persentase karbon yang tinggi, seperti A36 dan A440, menunjukan
pelapukan regangan (strain aging) pada suhu 300 sampai 700 F (150 sampai 370
C). Ini terlihat dari kenaikan relatif titik leleh dan kekuatan tarik pada daerah suhu
akan naik kira-kira sebesar 10% di atas kekuatan pada suhu kamar dan titik leleh
dipulihkan kembali mendekati titik leleh pada suhu kamar. Pelapukan regangan
mengakibatkan turunnya daktalitas.
Penurunan modulus elastisitas tidak terlalu besar pada suhu sampai 1000 F
(540 C); setelah itu, modulus elastisitas akan menurun dengan cepat. Yang lebih
penting, bila suhu mencapai 500 sampai 600 F (260 sampai 320 C), deformasi pada
baja akan membesar dibandingkan dengan lamanya waktu pembebanan; fenomena
ini dikenal sebagai rangkak (creep). Rangkak sering dijumpai pada struktur beton; dan pengaruhnya pada baja (yang tidak terjadi pada suhu kamar) meningkat bila suhu
naik.
Untuk merencanakan suatu struktur bangunan, seorang perencana harus
mengikuti pedoman dalam merencanakan bangunan sesuai dengan standard dan
aturan yang ada. Aturan perencanaan yang paling banyak dipakai ialah aturan
perencanaan dari America Institute of Steel Construction (AISC), yang dicantumkan
dalamSpesification for the Design, Fabrication, and Erection of Structural Steel for Buildings, yang selanjutnya akan disebut Spesifikasi AISC. Dan perlu di pertimbangkan juga faktor keamanan yang diperlukan untuk perencanaan struktur
baja hakekatnya adalah gabungan dari faktor ekonomi dan statistik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tugas akhir ini dimaksudkan untuk
membahas pengaruh beban rencana dan suhu pada suatu struktur bangunan baja yang
didasari dengan pedoman aturan perencanaan struktur baja dari spesifikasi AISC dan
I.2. Perumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini model struktur baja yang akan dianalisis adalah sebuah
desain struktur baja bangunan menara tungku pembakaran batu bara (furnace).
Struktur baja ini didesain dengan ukuran panjang 8,32 meter, lebar 6,92 meter dan
tinggi 18,15 meter menggunakan jenis profil WF, yang menopang 2 buah tungku
pembakaran (furnace) seberat 2 x 1100 ton yang bertemperatur sekitar 300 C setelah
diisolasi dengan fire brick. Contoh penggambaran desain struktur baja bangunan
menara tungku pembakaran batu bara dapat dilihat pada gambar dibawah.
TUNGKU PEMBAKARAN BATU BARA
[image:20.595.131.515.310.718.2]I.3. Maksud dan Tujuan
Dalam tugas akhir ini, penulis bertujuan menganalisa perilaku kekuatan dan
stabilitas desain struktur baja menara tungku pembakaran (furnace) batu bara
terhadap pengaruh gempa, beban angin dan pengaruh temperatur dari tungku
pembakaran batu bara terhadap desain struktur baja yang menopangnya. Dimana
penulis akan memakai bantuan program SAP 2000 v.11 untuk penginputan pengaruh
gempa, beban angin dan temperatur pada desain struktur baja ini. Dari analisa ini
akan menghasilkan kesimpulan yang dapat membantu pengguna bukan dalam hal
mendesain saja tetapi juga untuk menuntun pengguna untuk mendapatkan gambaran
mengenai gaya-gaya yang terjadi pada menara tungku pembakaran batu bara.
I.4. Pembatasan Masalah
Sebagai pembatas permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Struktur bangunan yang dianalisis merupakan portal baja dengan profil WF
dimana rangka struktur bangunan menopang tungku pembakaran batu bara
b. Beban luar yang ditinjau terhadap struktur bangunan hanya beban gempa dan
beban angin
c. Pengaruh temperatur dihitung dari suhu tungku pembakaran batu bara terhadap
profil WF yang menopangnya
d. Berat tungku pembakaran batu bara dianggap sebagai beban terbagi rata pada
balok penahan tungku pembakaran yang terletak diatas rangka struktur profil
e. Teori dan peraturan pengaruh pembebanan yang digunakan mengacu pada
SNI 03-1729-2002
f. Perhitungan pengaruh gempa, angin dan temperatur terhadap struktur bangunan
menggunakan program SAP 2000 v.11
I.5. Metodologi
Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah dengan
melakukan kajian teori dan peraturan untuk perhitungan pengaruh gempa, beban
angin dan temperatur yang ada pada buku-buku dan jurnal yang berhubungan dengan
pembahasan tugas akhir ini. Dan mengaplikasikan teori dan peraturan yang ada
dalam program perhitungan sehingga diperoleh hasil analisa dalam bentuk tabel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Baja merupakan suatu bahan konstruksi yang lazim digunakan dalam struktur
bangunan sipil. Karena kekuatan yang tinggi dan ketahanan terhadap gaya luar yang
besar maka baja ini juga telah menjadi bahan pilihan untuk konstruksi rangka
struktur bangunan tungku pembakaran batu bara. Struktur baja bisa dibagi atas tiga
kategori umum :
a. Struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang
tarik, kolom, balok dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban
aksial
b. Struktur gantung (suspension), yang sistem pendukung utamanya mengalami
tarikan aksial yang dominan
c. Struktur selaput (shell), yang tegangan aksialnya dominan.
II.2. Karakteristik Baja
Pengetahuan mengenai karakteristik baja merupakan keharusan apabila
seorang insinyur menggunakan baja sebagai pilihan untuk merencanakan suatu
bagian struktur. Sifat mekanisme yang sangat penting pada baja diperoleh
berdasarkan hukum eksperimental tegangan dan regangan yang didapatkan oleh
Robert Hooke pada tahun 1678. jika benda mengalami pembebanan, didapatkan
bahwa untuk bahan tertentu perpanjangannya berbanding lurus dengan beban yang
penampangnya sama dibebani menurut sumbunya, tegangannya sama pada seluruh
penampang dan besarnya sama dengan besar beban dibagi dengan luas
penampangnya. Regangan sumbu sama dengan pertambahan panjang dibagi dengan
panjang semula, sehinggga dapat ditulis:
σ
=
?? (2.1)
ε
=
?????? (2.2)
σ
=
ε
. E
(2.3)dimana : P = gaya aksial yang bekerja pada penampang
A = luas penampang
Lo = panjang mula – mula
L = panjang batang setelah mendapatkan beban
E = modulus elastisitas
Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel )
Yakni lebih kecil dari 0.15 %
2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel )
Yakni 0.15 % - 0.29 %
3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel )
Yakni 0.30 % - 0.59 %
4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( High carbon steel )
Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang
yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung
didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur
yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :
1. Modulus Elastisitas ( E )
Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung
dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000
Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000
Mpa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ), nilai
modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106kg/cm² atau 2,1 x 105MPa.
2. Modulus Geser ( G )
Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :
G =
??(???) (2.4)
Dimana μ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja.
Dengan menggunakan μ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau
77000 MPa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ),
nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105
MPa.
3. Koefisien Ekspansi ( α )
Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja
4. Tegangan Leleh ( σ1 )
Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja.
5. Sifat – sifat lain yang penting.
Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau
7,850 t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf
atau 76,975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85 t/m3.
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat
dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan
menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di
[image:26.596.205.399.384.499.2]bawah ini.
Gambar 2.1 Hubungan Tegangan - Regangan Untuk Uji Tarik Pada Baja Lunak
Keterangan gambar :
σ = tegangan baja
ε = regangan baja
A = titik proporsional
A’ = titik batas elastis
B = titik batas plastis
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara
tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke.
Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan
untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σyu dan daerah leleh
datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga
pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis
( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka
batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka
batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami
deformasi permanen.
Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan
tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut
sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis.
Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan
regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu,
hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis
setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara
20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut
sebagai tegangan tarik batas ( Ultimate tensile strength ). Akhirnya bila beban
semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh.
Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab
standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar
dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0,2 %.
Harga konstanta – konstanta diatas untuk baja structural adalah :
∑ Modulus Elastisitas E = 2,1 x 106kg/cm²
∑ Modulus Geser G = 0,81 x 106kg/cm²
∑ Angka Poison μ= 0,30
∑ Koefisien Muai α1 = 12 x 10-6per º C
Sifat fisik batangan tulangan baja yang paling penting, untuk digunakan
dalam perhitungan perencanaaan beton bertulangan adalah tegangan leleh (fc) dan
modulus elastiisitas (E). Tegangan leleh (titik leleh) baja ditentukan melalui prosedur
pengujian standar sesuai dengan SII 0136-84, dengan ketentuan bahwa tegangan
leleh adalah tegangan baja pada saat meningkatnya tegangan tidak disertai lagi
dengan peningkatan regangannya. Didalam perencanaan atau analisis beton bertulang
pada umumnya nilai tegangan leleh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada
awal perhitungan.
Disamping usaha standarisasi yang telah dilakukan masing – masing negara
produsen baja, kebanyakan negara produsen baja pada dewasa ini masih berorientasi
pada spesifikasi teknis yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia produksi baja tulangan
Jenis Baja Tegangan Leleh (σ1) (kg/cm²)
Tegangan Ultimate (σu) (kg/cm²)
Bj34 2100 3400
Bj37 2400 3700
Bj41 2500 4100
Bj44 2800 4400
Bj50 2900 5000
[image:29.596.130.509.81.300.2]Bj52 3600 5200
Tabel 2.1 Daftar Tegangan Dari Beberapa Jenis Baja
Baja merupakan bahan struktur yang sangat luas penggunaannya, sehingga
harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Menurut sifatnya baja merupakan
bahan yang keseragamannya dari komposisinya sangat baik dan homogenitasnya
sangat tinggi terutama Fe (Ferum) dalam bentuk Kristal dan zat arang (C), dalam
pembersihan kristalnya melalui panas yang tinggi serta proses selanjutnya, kemudian
akan diperoleh besi kasar dari dapur pemroses (tanur tinggi). Untuk menjamin
daktilitas dari baja, maka persentase maksimum dari zat arang, posfor dan sulfur
dibatasi. Pembatasan komposisi maksimum dari campuran tersebut adalah 1,7 % zat
arang(C) ; 1,65 % Mangan (Mn) ; 0,6 % Silikjon ; 0,60 % Tembaga (Cu).
Kekuatan baja ini tergantung kepada kadar karbon dan mangan yang dikandungnya.
Penambahan persentase karbin meningkatkan tegangan leleh tetapi mengurangi
daktilitas, sehingga sukar dilas. Pengelasan akan ekonomis dan memuaskan bila
Gambar 2.2 Penentuan Tegangan Leleh
Dari titik regangannya 0,2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga
memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan.Tegangan yang
diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari
bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.1 diatas.
Kekuatan baja ini tergantung kepada kadar karbon dan mangan yang
dikandungnya. Penambahan persentase karbin meningkatkan tegangan leleh tetapi
mengurangi daktilitas, sehingga sukar dilas. Pengelasan akan ekonomis dan
memuaskan bila kandungan karbon baja tersebut tidak lebih dari 0,30 %.
Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya :
∑ Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat
∑ Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu
∑ Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas
∑ Daktilitas yang tinggi
Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :
∑ Biaya perawatan yang besar
∑ Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )
∑ Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang / periodik,
hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.
Semua bahan bangunan yang telah dikenal dan dipakai dalam konstruksi pada
umumnya mempunyai beberapa kekurangan bila dibandingkan dengan bahan baja,
seperti misalnya kayu (terlalu lemah), batu (terlalu besar volumenya), tanah liat dan
bagian-bagian pohon (terlalu temporer) atau kurang mempunyai daya tahan terhadap
kekuatan tarik dan terlalu getas terhadap benturan (batu dan beton). Disamping
kekuatannya yang besar untuk menahan kekuatan tarik dan tekan tanpa
membutuhkan banyak volume baja juga mempunyai sifat-sifat lain yang
menguntungkan sehingga menjadikannya sebagai salah satu bahan bangunan yang
sangat umum dipakai dewasa ini. Penjelasan singkat tentang beberapa sifat-sifat baja
akan diutarakan berikut ini:
1. Kekuatan Tinggi
Dewasa ini baja diproduksi dengan berbagai kekuatan yang bisa dinyatakan
dengan kekuatan tegangan tekan lelehnya Fy atau oleh tegangan tarik batas
Fu. Bahan baja walaupun dari jenis yang paling rendah kekuatannya tetap
mempunyai perbandingan kekuatan per volume lebih tinggi bila
dibandingkan degan bahan-bahan bangunan lainnya yang umum dipakai. Hal
ini memungkinkan perencanaan sebuah konstruksi baja bisa mempunyai
beban mati yang yang lebih kecil untuk bentang yang lebih panjang, sehingga
memberikan kelebihan ruang dan volume yang dapat dimanfaatkan akibat
2. Kemudahan Pemasangan
Semua bahan-bahan baja bisa dipersiapkan di bengkel. Sehingga satu-satunya
kegiatan yang dilakukan di lapangan adalah kegiatan pemasangan
bagian-bagian konstruksi yang telah dipersiapkan. Sebagian-bagian besar dari
komponen-komponen konstruksi mempunyai bentuk standard yang siap dan bisa
diperoleh di toko-toko besi, sehingga waktu yang diperlukan untuk membuat
bagian-bagian konstruksi baja yang telah ada juga bisa dilakukan dengan
mudah karena komponen-komponen baja biasanya mempunyai bentuk
standard dan sifat-sifat yang tertentu dan mudah diperoleh dimana-mana.
3. Keseragaman
Sifat-sifat dari baja, baik sebagai bahan bangunan maupun dalam bentuk
struktur terkendali dengan baik sekali, sehingga dapat diharapkan
elemen-elemen dari struktur bisa berprilaku sesuai dengan yang diduga dalam
perencanaan. Dengan demikian bisa dihindari terdapatnya proses pemborosan
yang biasanya terjadi dalam perencanaan akibat adanya berbagai
ketidakpastian.
4. Daktilitas
Sifat dari baja yang mengalami deformasi yang besar di bawah pengaruh
tegangan tarik yang tinggi tanpa hancur atau putus disebut sifat daktilitas.
Adanya sifat ini membuat struktur baja mampu mencegah terjadinya proses
robohnya bangunan secara tiba-tiba. Sifat ini sangat menguntungkan ditinjau
dari sudut keamanan penghuni bangunan bila terjadi suatu goncangan yang
Disamping itu masih ada juga keuntungan lain yang dapat kita peroleh dari
struktur baja, seperti:
1. Proses pemasangan di lapangan berlangsung cepat.
2. Profil baja dapat dilas.
3. Komponen-komponen strukturnya bisa digunakan lagi untuk keperluan
lainnya.
4. Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi masih
mempunyai nilai sebagai besi tua.
5. Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan yang
tidak terlalu sukar.
Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, bahan baja juga mempunyai
kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
1. Komponen-komponen struktur yang dibuat dari bahan baja perlu diusahakan
supaya tahan api sesuai dengan peraturan yang berlaju untuk bahaya
kebakaran.
2. Diperlukannya suatu biaya pemeliharaan untuk mencegah baja dari bahaya
karat.
3. Akibat kemampuannya menahan tekukan pada batang-batang yang langsing,
walaupun dapat menahan gaya-gaya aksial, tetapi tidak bisa mencegah
terjadinya pergeseran horizontal.
Perlu diperhatikan bahwa pada suhu yang tinggi seperti yang terdapat bila
terjadi kebakaran pada bangunan, kekuatan dari struktur baja akan menurun secara
baja harus dilindungi dengan bahan tahan api atau dengan cara-cara perlindungan
lainnya yang sejenis. Cara umum untuk melindungi konstruksi baja dari bahaya api
adalah dengan melapisinya kurang lebih setebal 1 inchi dengan campuran semen,
adukan beton, atau dengan lapisan lain dari bahan yang tahan api seperti gips atau
bahan lainnya.
II.3. Bentuk - Bentuk Profil Baja
Ada 2 macam bentuk profil baja yang berdasarkan cara pembuatannya, yaitu:
a. Hot rolled shapes: Profil baja dibentuk dengan cara blok-blok baja yang
panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled shapes ini
mengandung tegangan residu (residual stress). Jadi sebelum batang dibebani
pun sudah ada residual stress yang berasal dari pabrik.
b. Cold formed shapes: Profil semacam ini dibentuk dari pelat-pelat yang sudah
jadi, menjadi profil baja dengan temperatur atmosfir (dalam keadaan dingin,
ingat mengenai strain aging). Tebal pelat yang dibentuk menjadi profil disini
tebalnya kurang dari 3/16 inch. Profil macam ini ringan dan sering disebut
sebagai light gage form steel.
Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di pasaran.
Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Beberapa jenis profil baja yang dipakai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah
profil IWF.
Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan
sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasa digunakan secara gabungan, yang
Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai
kemiringan permukaan dalam sekitar 1 : 6. Aplikasinya biasanya digunakan sebagai
penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukan rangka (frame
opening).
Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom.
Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi.
Ada 2 jenis tipe sumbu dalam bentuk-bentuk profil baja berdasarkan inersia
menurut jenis penampangnya :
1. Sumbu Utama
Sumbu utama adalah sumbu yang menghasilkan inersia maksimum
atau minimum. Sumbu yang menghasilkan inersia maksimum dinamakan
sumbu kuat, dan yang menghasilkan inersia minimum disebut sumbu lemah.
Sumbu simetri suatu penampang selalu merupakan sumbu utama, namun
sumbu utama belum tentu sumbu simetri.
Gambar 2.3 Sumbu Utama Profil
Untuk profil siku gambar 2.3 bukan sumbu simetri dan bukan sumbu
dan sumbu B-B (sumbu lemah). Sumbu X-X dan Y-Y untuk profil C dan
profil IWF pada gambar 2.3 adalah sumbu simetri, karenanya sumbu-sumbu
tersebut merupakan sumbu utama. Sumbu X-X dan Y-Y.
2. Sumbu bahan dan sumbu bebas bahan
Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen bahan,
sedangkan sumbu bebas bahan adalah yang sama sekali tidak memotong
elemen bahan atau hanya memotong sebagian elemen bahan. Sumbu X-X
untuk gambar 2.4 adalah sumbu bahan. Sedangkan sumbu Y-Y adalah sumbu
bebas bahan. Pada profil siku ganda yang disusun saling membelakangi,
inersia arah sumbu Y (Iy) dipastikan akan selalu bernilai lebih besar (lebih
dominan) daripada inersia arah sumbu X (Ix), berapapun jarak antara dua
[image:36.596.268.416.423.534.2]profil tersebut.
II.4. Perencanaan Struktur
II.4.1. Umum
Tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang
stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti
ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak
mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan.
Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan bila kemungkinan terjadinya
kegagalan-struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang
direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Suatu struktur
disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang
diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan
yang berlebihan.
II.4.2. Ketentuan Perencanaan Pembebanan
Pedoman pembebanan untuk kedua metode menggunakan beberapa acuan
standar sebagai berikut :
1. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung ( SNI
03-1729-2002)
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI
03-1726-2012)
II.4.3. Pembebanan
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus
direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut :
II.4.3.1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung / bangunan yang
bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing,
mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
gedung/bangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah berat struktur, pipa
-pipa , saluran listrik , AC, penutup lantai dan plafon. Beberapa contoh berat dari
beberapa komponen bangunan penting yang digunakan untuk menentukan besarnya
beban mati dari suatu gedung / bangunan diperlihatkan berikut ini :
Bahan Bangunan Berat
∑ Baja 7850 kg/m3
∑ Beton 2200 kg/m3
∑ Beton Bertulang 2400 kg/m3
∑ Kayu (kelas I) 1000 kg/m3
∑ Pasir (kering udara) 1600 kg/m3
Komponen Gedung Berat
∑ Spesi dari semem per cm tebal 21 kg/m3
∑ Dinding batu bata ½ batu 250 kg/m3
∑ Penutup atap genting 50 kg/m3
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini
merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi struktural
menahan beban
II.4.3.2. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan.
Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban
hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi.
Beberapa contoh beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan :
Kegunaan Bangunan Berat
∑ Lantai dan tangga rumah sederhana 125 kg/m3
∑ Lantai dan tangga kantor, hotel & Rumah sakit 250 kg/m3
∑ Lantai ruang olahraga 400 kg/m3
∑ Lantai pabrik, gudang, bengkel & perpustakaan 400 kg/m3
∑ Lantai gedung parkir bertingkat 800 kg/m3
II.4.3.3. Beban Angin (Wind Load)
Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan –
tekanan dari gerakan angin, beban angin sangat tergantung dari lokasi dan ketinggian
struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum sebesar 25 kg/m2 , kecuali
untuk bangunan – banguanan berikut :
∑ Tekanan tiup ditepi laut hingga 5 km dari pantai harus diambil minimum 40
∑ Untuk bangunan didaerah lain yang kemungkinan tekanan tiupnya lebih dari 40
kg/m2, harus diambil P = V2/16 (kg/m2), dengan V adalah kecepatan angin
(m/s)
∑ Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan rumus
(42,5 + 0,6 h ), dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter.
Nilai tekanan tiup yang diperoleh dari hitungan di atas harus dikalikan dengan suatu
koefisien angin, untuk mendapatkan gaya resultan yang bekerja pada bidang kontak
tersebut.
II.4.3.4. Beban Gempa
Dalam segala pembangunan gedung, semua ahli konstruksi harus harus
memperhatikan aspek kegempaan yang ada di daerah tersebut untuk mengantisipasi
kerusakan jika terjadi gempa dan disisi lain untuk menghindari korban jiwa akibat
gempa. Aspek kegempaan tersebut dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku di
Negara tersebut dan salah satunya adalah Indonesia. Indonesia adalah Negara yang
rawan akan gempa sehingga Indonesia memiliki peraturan sendiri dan peta
gempanya. Saat ini di Indonesia peraturan yang berlaku adalah Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Dalam
peraturan ini Indonesia dibagi dalam 6 wilayah gempa. Saat ini, SNI 03-1726-2002
akan direvisi menjadi RSNI2 03-1726-2012. Dalam peraturan yang baru ini
parameter wilayah gempa sudah tidak digunakan lagi dan diganti berdasarkan dari
nilai ??( parameter respons spektral percepatan gempa pada periode pendek ) dan
nilai ??(parameter respons spektral percepatan gempa pada periode 1 detik) pada
II.4.3.4.a Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan
Untuk berbagai kategori gedung seperti terlihat pada tabel 2.2 bergantung
pada probabilitas terjadinya keruntuhan bangunan gedung selama umur gedung yang
diharapkan. Pengaruh gempa rencana terhadap bangunan gedung harus dikalikan
dengan suatu faktor keutamaan (I). Faktor keutamaan (I) bangunan tergantung
kategori bangunan itu sendiri seperti terlihat pada tabel 2.3.
Jenis pemanfaatan Kategori risiko
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk,
tapi tidak dibatasi untuk:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ Rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ Mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
II
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk,
tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit
gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori
risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam
kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk
fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,
penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang
mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau
peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai
batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan
cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi
kebocoran.
Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas
yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur
stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah
atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat
keadaan darurat
Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
dalam kategori risiko IV.
Tabel 2.2 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa,??
I atau II 1,0
III 1,25
[image:43.596.113.545.78.489.2]IV 1,50
II.4.3.4.b Klasifikasi Situs
Prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria seimik
adalah berupa faktor-faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan criteria
seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran
percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs,
maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus
diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas
situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang
dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat.
Kelas sit us ??̅ (m/ det ik) ??at au ???? ??̅ (kPa)
SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat
padat dan batuan lunak) 350 sampai 750 > 50 ≥100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m
tanah dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI> 20
2. Kadar air, w≥ 40%
3. Kuat geser niralir, ??̅ < 25 ???
SF (tanah khusus, yang
membutuhkan investigasi
geoteknik spesifik dan
analisis respons
spesifik-situs yang mengikuti Pasal
6.10.1)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
lebih dari karakteristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif,
Tabel 2.4 Klasifikasi Situs
II.4.3.4.c Faktor Respon Gempa
Parameter ?? (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan ??
(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari
respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik
pada Bab 14 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (? ???, 2
persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan
gravitasi.Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa ? ??? di permukaan
tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda
1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan
pada getaran perioda pendek (??) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang
mewakili getaran perioda 1 detik (??) . Parameter spectrum respons percepatan pada
perioda pendek (?? ?) dan perioda 1 detik (?? ?) yang 13 disesuaikan dengan
pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H
> 3m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7.5
m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75) Lapisan lempung
lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m
dengan ??̅ < 50 kPa
?? ?= ????→???=2?3*?? ? (2.5)
Keterangan:
??= parameter respons spektral percepatan gempa ? ??? terpetakan untuk perioda
pendek;
?? = parameter respons spektral percepatan gempa ? ???terpetakan untuk perioda 1,0
detik.
Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (? ???) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik,??
??≤ 0.25 ?? ≤0.5 ??≤0.75 ??≤ 1.0 ??≤1.25
SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
SC 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0
SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0
SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9
SF ???
Tabel 2.5 Koefisien Situs, Fa
Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (? ???) terpetakan pada perioda 1 detik, ??
??≤0.1 ??≤0.2 ??≤0.3 ??≤ 0.4 ??≤0.5
SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3
SD 2.4 2 1.8 1.6 1.5
SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4
SF ???
Tabel 2.6 Koefisien Situs, Fv
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak
tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus
1. Untuk perioda yang lebih kecil dari ??, spektrum respons percepatan desain,
??, harus diambil dari persamaan;
(2.7)
2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan??dan lebih kecil dari atau
sama dengan ??, spektrum respons percepatan desain, ?? , sama dengan ???;
3. Untuk perioda lebih besar dari ??, spektrum respons percepatan desain, ??,
diambil berdasarkan persamaan:
(2.8)
Keterangan:
???= parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;
???= parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;
[image:47.596.173.436.483.719.2]T = perioda getar fundamental struktur.
Gambar 2.5 Spektrum Respons Desain
?? = ????0.4 + 0.6 ? ???
?? = ???
?
??= 0.2 ??? ???
II.4.3.4.d Arah Pembebanan Gempa
Besarnya simpangan horizontal (drift) bergantung pada kemampuan
bangunan dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila bangunan memiliki
kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka bangunan akan
mengalami simpangan horizontal yang lebih kecil dibandingkan dengan bangunan
yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar. Berdasarkan SNI 03-1729-2002
pasal 15.11.2.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang
sembarang terhadap struktur bangunan baja, pengaruh pembebanan gempa dalam
arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan
dengan pengaruh gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama tetapi
efektifitasnya hanya sebesar minimal 30% tapi tidak lebih dari 70%.
II.4.3.5. Temperatur
Untuk komponen struktur bangunan baja disyaratkan mempunyai tingkat
ketahanan api (TKA). Untuk komponen struktur dan sambungan yang dilindungi
terhadap api, tebal bahan pelindung harus lebih besar atau sama dengan tebal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan suatu periode kelayakan struktural (PKS) yang sama
dengan TKA yang diperlukan. Untuk komponen struktur dan sambungan yang tidak
dilindungi terhadap api maka rasio luas permukaan ekspos berbanding massa (ksm)
harus lebih kecil atau sama dengan rasio yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
PKS yang sama dengan TKA yang diperlukan. Periode kelayakan struktural (PKS)
harus dihitung menggunakan variasi-variasi perilaku mekanis baja terhadap
untuk 2150C < T ≤ 9050C (2.10) Variasi sifat-sifat mekanis baja terhadap temperatur :
1. Variasi tegangan leleh terhadap temperatur
Pengaruh temperatur terhadap tegangan leleh baja ditentukan sebagai berikut:
??(?)
??(??)= 1,0
??(?) ??(30)
= 905−? 690
Keterangan :
fy (T) adalah tegangan leleh baja pada T oC
fy (30) adalah tegangan leleh baja pada 30 oC
T adalah temperatur baja dalamoC
Hubungan ini diperlihatkan oleh Kurva 1 pada gambar 2.6
2. Variasi modilis elastisitas terhadap temperatur
Pengaruh temperatur terhadap modulus elastisitas baja harus diambil sebagai
berikut:
?(?)
?(??)= 1.0 + ? ? ???????? ? ?????? ? ?(?) ?(??)= ?????? ? ????? ????,? Dengan,
E(T) adalah modulus elastisitas baja pada T oC
E(30) adalah modulus elastisitas baja pada 30oC
Hubungan ini diperlihatkan oleh Kurva 2 pada gambar 2.6
untuk 00C < T ≤ 2150C (2.9)
untuk 00C < T ≤ 6000C (2.11)
Gambar 2.6 Variasi Sifat Mekanis Baja Terhadap Temperatur
Temperatur batas baja (T1) harus di hitung sebagai berikut :
T1 = 905 – 690 rf (2.13)
dengan rf adalah perbandingan antara gaya-dalam rencana yang bekerja pada
komponen struktur akibat beban rencana untuk suatu kebakaran yang ditetapkan
menurut standar yang diakui terhadap kuat rencana komponen struktur pada
II.4.4. Kombinasi Pembebanan Metode LRFD
Kombinasi faktor beban yang digunakan dalam perencanaan dengan metode
LRFD sesuai SNI 03-1729-2002 adalah :
1) 1,4D 3) 1,0 E1+ 0,3 E2+ 1,2 D
2) 0,9D ± 1,6W
Keterangan :
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan
layan tetap
W adalah beban angin
E1 adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–2012
E2 adalah beban gempa arah tegak lurus
Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F),
tanah (S), genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi
pembebanan di atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T,
sehingga menghasilkan kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.
II.5. Program SAP 2000
SAP 2000 adalah program computer untuk merancang struktur keluaran CSi
(Computers and Structures Inc.). SAP 2000 memungkinkan banyak hal yang
sebelumnya dianggap mustahil menjadi sederhana dan mudah. SAP 2000 mampu
menggeser tugas menghitung yang rumit ke konsep perilaku struktur, pembagian
SAP 2000 benar-benar mampu mengambil tugas analisa struktur karena jika
kita sudah melakukan input data dengan benar, maka proses analisa akan langsung
diambil olah SAP 2000 dan prosesnya pun tergolong sangat cepat.
Secara garis besar, perhitungan analisa struktur rangka dengan SAP 2000 ini akan
melaui beberapa tahap, yaitu:
1. Menentukan geometri model struktur
2. Mendefinisikan data-data.
a. Jenis dan kekuatan bahan.
b. Dimensi penampang elemen struktur.
c. Macam beban.
3. Menempatkan (assign) data-data yang telah didefinisikan ke model struktur.
a. Data penampang.
b. Data beban.
4. Memeriksa input data.
5. Analisa mekanika teknik (MT).
Dalam tugas akhir ini SAP 2000 digunakan untuk menghitung perbandingan
antara analisa struktur sebuah desain struktur baja dengan beban mati (berat tungku
pembakaran batu bara) terhadap analisa struktur desain struktur baja dengan beban
mati ditambahkan dengan beban gempa, beban angin dan temperatur pada desain
struktur baja tersebut. Dari analisa SAP 2000 ini akan menghasilkan kesimpulan
yang dapat membantu pengguna bukan dalam hal mendesain saja tetapi juga untuk
menuntun pengguna untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya-gaya yang terjadi
*+ ,- .+
P
+ /+ 0),) (/) ))
.1.
12u
23 45 46 78 7a5 75 7 9 45::;5a<=5 9 48 >? 4 a5=67@ 7 @ A4B45Ca5aa5 ya5 : ? 7D><; @<a5
;58;< 9 45: 48aE; 7 A4 Bba5? 75 :=5 A4 B76a<; < 4<;a8a5 ?=5 @8ab7678a@ a58aBa ? 4@a75
? 7945 @7 @8 B;<8; B baFa 945= Ba 8 ;5:<; A49ba<aBa5 GD; B5aC4H ba8 ; baBa ?45 :a5
A45:= B; EI 4Ba8@ 45? 7 B7@8B;<8; B?=5b4Ba8?;=b;aE8;5:<;A49ba<aBa5ya5 :? 78> A=5:
@8 B;<8; B baFa 8 4BE=?=A < 4a?=a5 ? 4@a75 @8 B;<8; B baFa 9 45= Ba 84B@ 4b;8 @4846aE
? 78a9baE<a5 A45 :aB; E :49AaJ b4ba5 a5 :75 ?= 5 A45:aB; E 8 49 A4Ba8; B ?= B7 8;5:<;
A49ba<= Ba5 ba8 ; baBa 84 BE=?= A @8B;<8 ; B baFaK L5a67@ 7@ A4Ba5 Ca5:a5 ya5: ? 7:;5=<a5
A=?= A45 46787a5 75 7 ? 7?=@=B<=5 Aa?= M=8a NaBa 3 4B45Ca5aa5 O 8 B;<8; B PaFa ;58;<
Pa5 :;5= 5 Q 4?;5 : 9 45; B;8 OR S TUVWXYZV YT T Y ?=5 M=8a NaBa 3 4B45Ca5=a5
[48aE=5a5Q 49A=\58 ;<O 8 B;<8; BQ4?;5:945; B; 8ORSTU VWXY] VYT WYK
^48 >? 4 ya5: ? 7:;5a<=5 ?=6a9 A4546787a5 75 7 ? 7ba:7 ?=6a9 87:a 8aE= A ya78 ;
? 4@= 75b4ba5 @8B;<8; BJa5a67@ 7@?=5>;8 A;8 K_a5 :84B9a@;< ?=6a98aE= A ?4@= 75 b4ba5
@8 B;<8; B a58aBa 6a75 A45 458;=5 F 45 7@ b4ba5 ; 58 ;< ? 4@= 75 @8 B;<8; B 8 7:a ? 7945 @7
b4B?= @=B<=5 A4Ba8; Ba5K O4?=5:<a5 8aE= A a5=67@ 7 @ a58aBa 6a75 a5=67@ 7@ @8 B;<8 ; B 8 7:a
? 7945 @7 ? 45:=5 949a@; <=5 a5=67@ 7@b4ba5 @ 45? 7B 7 @8B;<8 ; BJ b4ba5 8;5:<;JA45 :aB;E
:49 AaJb4ba5 a5 :75J?=58 49A4Ba8; BAa?=OL3YT TT;58;<9 45: 48aE; 7< 4< ;=8a5?=5
@8ab7678a@ @8B; <8; B A=?= ? 4@=75K M=E= A ya5 : 84Ba< E7 B ya78 ; 8aE= A >; 8A;8 ya5 :
? 7?=6a95ya 945;5 F;<<= 5 b4@= B5ya 5 76a7 @ 79A=5 :a5 8 4 Bb4@=B A=?= @8B;<8; B ? 45 :a5
` ``
.2.
abcdn
ek
dP
fk
fcdn
g hi hj kl kai ki k amni o h obai pkiqmni r hskjamt m hmt nlai pai ulabkj klau ai lasa
phunki pk ohi ukul st mlt s bava ohi nsa l ti qmt r hobamnsai w xt si n yhz baltbasa phi qai
r hiq nst {| hsalu hi pkskul st mlt spni|hsalpt n bta{l tiqmtr hobamasaiyai qpkl }r niq
baj} mpkalauulst mlt s bava yai qpkai qqaru hbaqak bhbail hsbaqksalalhs{nparmhapnai
phunki ul st mlt s bava o hi nsa lhsuhbtl uhlhja{ pklaoba{mni r hi qast { qh or n~ bhbai
aiqki pai r hi q nst { l ho r hsalt s pasklti qmt r hobamnsai balt basa lh s{npar ulst ml t s
bava hunkiul st mlt s yai qpkqtiamnipnjaor hi hjklkaiki k lhja{pk shi yai nmailhsj hbk {
pn{tjt bhunsai pko hi uk r s} xkj iya h sk mtl phum skr u k ul st mlt s bava yai q pkqti nmai
pnjaor hi hjklkai ~nilasa jaki
kiqqk hi n saw oz
t nuko hi uk hi nsaw o x oz
g} slaj bava l kqa pk ohi u kp hiq nig s} xkj
hsalti qmtg hobamn saiwt siayhzl}iut {t
g hobhbai niwbhbaioalk ~{k ptr ~niqki ~qhora pnil hor hsalt sz
kjaya{ hora }la hpni
ni n{pnuasv hi k u nia{ hpniq