PEMANFAATAN KULIT NANAS SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN BIOETANOL
SKRIPSI
OLEH : ISTIANAH YUSRA
070308004
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN KULIT NANAS SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN BIOETANOL
SKRIPSI
OLEH : ISTIANAH YUSRA
070308004/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN KULIT NANAS SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN BIOETANOL
SKRIPSI
OLEH : ISTIANAH YUSRA
070308004/KETEKNIKAN PERTANIAN
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Anggota
ABSTRAK
ISTIANAH YUSRA : Pemanfaatan limbah kulit nanas sebagai bahan pembuatan bioetanol, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Bioetanol merupakan teknologi alternatif dalam mengatasi semakin menipisnya bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2011 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi ragi (4%, 6% dan 8%) dan lama waktu fermentasi (2 hari, 3 hari dan 4 hari). Parameter yang diamati adalah kadar alkohol setelah proses fermentasi, kadar alkohol setelah proses destilasi, jumlah etanol dan rendemen alkohol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ragi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua parameter. Lama waktu fermentasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar alkohol setelah proses destilasi. Interaksi perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah etanol dan berpengaruh nyata terhadap rendemen alkohol. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi konsentrasi ragi 8% dengan lama waktu fermentasi 4 hari.
Kata kunci : Bioetanol, Konsentrasi Ragi, Lama Waktu Fermentasi
ABSTRACT
ISTIANAH YUSRA : Utilizing of pineapple waste as a material of bioethanol,
supervised by AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY
Bioetanol is an alternative technology in surpassing the diminishing of unrenewable fuel. This research was done in June until July 2011 in Agricultural Engineering Laboratory, College of Agriculture, USU, Medan using factorial completely randomized design with two factors, i. e yeast concentration (4%, 6% and 8%) and time of fermentation (2 days, 3 days and 4 days). Parameters measured were alcohol concentration after fermentation, alcohol concentration after distillation, ethanol concentration and alcohol content.
The results showed that yeast concentration had highly significant affection all parameters. Time of fermentation had highly significant affected all parameters except alcohol concentration after destilation process. The interaction of the two factors had highly significantly affected the ethanol concentration and alcohol content. The best result was found in the combination of yeast concentration of 8% in 4 days time of fermentation.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan, pada tanggal 08 juli 1989 dari ayah
Drs.Muhammad Ali dan ibu Dra.Bai’ah. Penulis merupakan putri kedua dari
empat bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari MAN 1 MEDAN dan pada tahun yang sama
penulis lulus melalui jalur Panduan Minat dan Prestasi (PMP) masuk ke Program
Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi bendahara umum Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) 2010-2011 dan menjadi anggota
Agricultural Technology Muslim (ATM)
Pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010, penulis melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit PT.Perkebunan Nusantara III,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pemanfaatan Kulit Nanas sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol”yang merupakan
salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian di Program Studi Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar,
pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, ayah, ibu serta seluruh keluarga
yang telah memberi dukungan moril maupun materil, termasuk teman-teman yang
membantu penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Desember 2011
DAFTAR ISI
Proses Pembuatan Bioetanol ... 16
Alat Destilasi ... 19
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 22
Bahan dan Alat ... 22
Metode Penelitian ... 22
Model Rancangan Penelitian ... 23
Prosedur Penelitian ... 24
Parameter yang Diamati ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Alkohol Setelah Fermentasi ... 29
Pengaruh Konsentrasi Ragi ... 29
Pengaruh Lama Waktu Fermentasi... 31
Pengaruh Interaksi ... 33
Kadar Alkohol Setelah Destilasi ... 33
Pengaruh Konsentrasi Ragi ... 33
Pengaruh Lama Waktu Fermentasi... 34
Pengaruh Interaksi ... 35
Jumlah Etanol yang Dihasilkan. ... 35
Pengaruh Konsentrasi Ragi ... 35
Pengaruh Lama Waktu Fermentasi... 36
Pengaruh Interaksi ... 38
Jumlah etanol perkilogram bahan baku ... 40
Pengaruh Konsentrasi Ragi ... 40
Pengaruh Lama Waktu Fermentasi... 41
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 46
Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Hasil analisis proksimat limbah kulit nanas berdasarkan
berat basah ... 7
2. Sifat-sifat fisika etanol... 9
3. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap parameter yang diamati ... 28
4. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap parameter yang diamati.... 29
5. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi ... 30
6. Uji LSR efek lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi... 31
7. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah proses destilasi ... 33
8. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan 35
9. Uji LSR efek lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan ... 37
10.Uji LSR efek utama interaksi pengaruh konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan... 38
11.Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku ... 40
12.Uji LSR efek lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku ... 42
DAFTAR GAMBAR
No Hal.
1. Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula,pati dan ligniselulosa ... 18
2. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi... 30
3. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol
setelah proses fermentasi ... 32
4. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah
proses destilasi ... 34
5. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol yang
dihasilkan ... 36
6. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol
yang dihasilkan ... 37
7. Pengaruh kombinasi konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan ... 39
8. Pengaruh konsentrasi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan
baku ... 41
9. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol
perkilogram bahan baku ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flow chart prosedur penelitian ... 50
2. Spesifikasi alat destilasi bioetanol yang digunakan ... 51
3. Kadar alkohol setelah fermentasi ... 52
4. Kadar alkohol setelah destilasi ... 53
5. Jumlah etanol yang dihasilkan ... 54
6. Jumlah etanol perkilogram bahan baku ... 55
ABSTRAK
ISTIANAH YUSRA : Pemanfaatan limbah kulit nanas sebagai bahan pembuatan bioetanol, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Bioetanol merupakan teknologi alternatif dalam mengatasi semakin menipisnya bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2011 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi ragi (4%, 6% dan 8%) dan lama waktu fermentasi (2 hari, 3 hari dan 4 hari). Parameter yang diamati adalah kadar alkohol setelah proses fermentasi, kadar alkohol setelah proses destilasi, jumlah etanol dan rendemen alkohol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ragi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua parameter. Lama waktu fermentasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua parameter kecuali kadar alkohol setelah proses destilasi. Interaksi perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah etanol dan berpengaruh nyata terhadap rendemen alkohol. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi konsentrasi ragi 8% dengan lama waktu fermentasi 4 hari.
Kata kunci : Bioetanol, Konsentrasi Ragi, Lama Waktu Fermentasi
ABSTRACT
ISTIANAH YUSRA : Utilizing of pineapple waste as a material of bioethanol,
supervised by AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY
Bioetanol is an alternative technology in surpassing the diminishing of unrenewable fuel. This research was done in June until July 2011 in Agricultural Engineering Laboratory, College of Agriculture, USU, Medan using factorial completely randomized design with two factors, i. e yeast concentration (4%, 6% and 8%) and time of fermentation (2 days, 3 days and 4 days). Parameters measured were alcohol concentration after fermentation, alcohol concentration after distillation, ethanol concentration and alcohol content.
The results showed that yeast concentration had highly significant affection all parameters. Time of fermentation had highly significant affected all parameters except alcohol concentration after destilation process. The interaction of the two factors had highly significantly affected the ethanol concentration and alcohol content. The best result was found in the combination of yeast concentration of 8% in 4 days time of fermentation.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan ruang, transportasi dan industri merupakan pemakaian energi
terbesar. Industri telah memberikan reaksinya secara tanggap terhadap kenaikan
biaya energi yang sangat besar ini (hampir sepuluh kali antara tahun 1973 dan
1981). Dibanding dengan industri bidang transportasi jauh kurang tanggap
terhadap kenaikan harga energi, walaupun pengaruh kendaraan bermotor tidak
seberapa terhadap bahan bakar. Tetapi pada akhir-akhir ini, hal itu sudah mulai
terasa. Untuk pemanasan ruang, untuk rumah tinggal ataupun tempat usaha,
diperlukan investasi besar dan perubahan desain yang inovatif dan baru untuk
dapat mengurangi pemakaian energinya.
Bahan bakar fosil ada yang padat, cair dan gas. Harganya berbeda dari satu
tempat ke tempat lain bergantung pada persediaannya dan persaingan. Persaingan
ini dipengaruhi pula oleh pertimbangan lingkungan dan terutama oleh peraturan
pemerintah. Negara-negara yang kondisinya cukup baik untuk menanam dan
menghasilkan biomassa dengan cepat dan berkekurangan minyak, banyak yang
melakukan percobaan penggunaan etanol sebagai bahan otomotif. Semua masalah
itu masih ada sekarang. Distilasi biasa hanya dapat menghasilkan etanol 95 %,
alkohol ini tidak dapat bercampur dengan bensin, kecuali bila kandungan air yang
masih 5 persen itu disingkirkan sama sekali, dan ini memerlukan pengolahan
lanjut yang mahal. Setelah bercampur, campuran alkohol-bensin masih terpisah
bila ada air yang masuk ke dalam sistem itu, dan ini sangat sulit mencegahnya
Permasalahan tersebut dapat diatasi bila tidak tergantung pada bahan bakar
fosil dan menggunakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, murah,
mudah diperoleh dan dapat diperbaharui. Salah satunya adalah bioetanol berbahan
baku dari limbah buah-buahan diantaranya nanas yang merupakan energi yang
layak dipergunakan secara teknis, sosial, maupun ekonomis.
Selain itu, hal yang dilakukan dalam menangani krisis energi adalah
penggunaan bioenergi dari biomassa. Bioenergi merupakan sumber energi
alternatif yang diturunkan dari biomassa, seperti tanaman, hewan, dan
mikroorganisme. Ditinjau dari kondisi energi Indonesia saat ini, penetapan
pengembangan bioenergi menjadi sangat strategis untuk menjaga sustainability
energi Indonesia.
Bioetanol merupakan alternatif penyedia energi yang merupakan senyawa
alkohol yang dapat diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan
mikroorganisme. Bahan baku bioetanol adalah segala jenis tanaman yang
mengandung karbohidrat. Tanaman-tanaman ini sangat mudah ditemukan di
Indonesia karena keadaan iklim dan tanah yang sangat mendukung pertumbuhan
tanaman-tanaman tersebut (Karmawati, 2009).
Hidrolisis selulosa menjadi glukosa yang kemudian diikuti dengan
fermentasi yang memberi harapan sebagai sumber alkohol untuk bahan bakar
dibandingkan dengan berbagai pilihan yang sedang dipertimbangkan sekarang.
Usaha untuk mendapatkan 10 persen etanol yang berasal dari biomassa, dari segi
politik dapat diterima oleh para petani gandum, tetapi secara ekonomi tidak
mungkin dilaksanakan. Brazil sedang mengusahakan produksi etanol dari gula
cukup berhasil. Dipilihnya nanas sebagai dasar bahan baku dikarenakan Indonesia
merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan dan iklimnya
memungkinkan mudahnya berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang.
Selain itu, nanas juga merupakan salah satu dari banyak varietas buah-buahan
yang berkembang pesat di Indonesia (Nuswamarhaeni, 1999).
Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung kadar alkohol
serta rendemen etanol yang akan diperoleh dari kulit nanas.
Batasan Penelitian
Penelitian ini membahas tentang pemanfaatan kulit nanas sebagai bahan
pembuatan bioetanol dengan alat destilasi satu tingkat serta pengaruh pemberian
ragi dengan konsentrasi dan lama waktu fermentasi dengan menggunakan metode
rancangan acak lengkap (RAL).
Kegunaan penelitian
• Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
• Bagi mahasiswa sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai cara pembuatan bioetanol.
• Bagi masyarakat khususnya bagi petani agar dapat memanfaatkan kulit nanas
TINJAUAN PUSTAKA
Energi Alternatif Biomassa
Ada tiga cara yang utama dalam menggunakan bahan bakar bio. Pertama,
bahan bakar padat dapat dibakar dirumah untuk menyediakan panas atau di
pembangkit tenaga untuk menghasilkan panas maupun listrik. Ketika dibakar
bahan bakar bio tidak menghasilkan karbondioksida yang lebih besar sehingga
tidak berdampak terhadap pemanasan global. Kedua, bahan bakar bio dapat diolah
menjadi bahan bakar cair : bioetanol (alkohol) dapat dibuat dari sisa hasil hutan,
jerami, tebu, dan jagung dengan peragian dan penyulingan. Bahan bakar bio cair
konsentrat ini mudah diangkut dan digunakan untuk bahan bakar mobil dan truk,
campuran bioetanol pernah dijual di pompa bensin pada krisis bahan bakar di AS
tahun 1970-an untuk menghemat persediaan bensin. Tingkat ekonomis produksi
etanol masih kecil tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan bioetanol ini
mampu menjadi potensi bahan bakar yang ramah lingkungan. Ketiga, biomasa
dengan teknik gasifikasi dimana kayu dipanasi dengan tekanan yang besar dengan
campuran uap air dan oksigen. Campuran gas yang dihasilkan yang memiliki
sekitar sepersepuluh dari nilai energi metana murni dapat “digosok” untuk
membuang polutan dan kemudian membakarnya di turbin gas konvensional
berefisiensi tinggi untuk menghasilkan listrik (Walisiewicz, 2003).
Biomassa tumbuhan dan biomassa hewan mewakili sumber-sumber
karbon yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai proses bioteknologi. Dalam
sejarah dikenal contoh-contoh yang berdasarkan pada sumber-sumber ini, seperti
Biomassa pertanian ekonomi dan kehutanan mempunyai potensi ekonomi
yang besar bagi banyak perekonomian nasional, khususnya pada kawasan tropis
dan subtropis. Sesungguhnya penerapan proses bioteknologi pada wilayah negara
berkembang dapat merubah keseimbangan kekuatan ekonomi dunia. Ada tiga
petunjuk utama yang dapat diikuti untuk memperoleh pasokan biomassa :
1) Pengembangbiakan tumbuhan yang disebut sebagai ‘tanaman energi’
2) Pengambilan hasil-hasil tumbuhan alam
3) Pemanfaatan limbah pertanian dan limbah organik lainnya
(Smith, 1995).
Konversi biomassa yang dihasilkan menjadi bahan bakar yang dapat
digunakan biasa dilakukan dengan cara biologi atau kimiawi ataupun gabungan
keduanya. Dua jenis produk akhir yang utama adalah metana dan etanol,
walaupun produk lainnya dapat timbul sesuai dengan biomassa permulaannya dan
dengan proses yang dipakai sebagai contoh bahan bakar padat, hidrogen, gas
energi rendah, metanol dan hidrokarbon rantai panjang.
Bioenergi didefinisikan sebagai sumber energi terbarukan, seperti bahan
bakar fosil minyak, yang merupakan non-terbarukan. Bahan yang digunakan
untuk bioenergi memiliki asal biologis, yaitu organisme biologis yang telah
terjadi. Organisme biologis itu diantaranya bakteri, alga, dan tanaman. Beberapa
bakteri, alga dan tanaman memiliki satu kesamaan adalah autotropik, yaitu
mereka dapat menggunakan energi sinar matahari langsung dalam proses yang
disebut fotosintesis. Ada juga bakteri yang tidak menggunakan proses fotosintesis
yaitu heterotrop. Dalam fotosintesis, energi dari sinar matahari ditangkap dalam
karbohidrat yang dapat digunakan oleh tubuh untuk tumbuh dan membuat
selulosa, yaitu produksi biomassa. Sebagian besar dari biomassa di dunia terdiri
dari dinding sel tanaman (Clark, 2008).
Nanas ( Ananas comosus L.)
Tanaman nanas mempunyai nama botani Ananas comosus (L.) Merr.
Tanaman nanas jika diklasifikasikan termasuk tanaman berbunga. Klasifikasi dari
tanaman nanas adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Farinosae
Subordo : Comelinidae
Fanilia : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus
Nanas sering disebut bromeliad dengan lebih dari 2400 kerabat yang
memiliki penampilan menarik. Tanaman nanas termasuk dalam familia
nanas-nanasan. Tanaman ini adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazilia, Bolivia,
dan Paraguay di Amerika Selatan. Buah nanas bukan buah sejati, melainkan
gabungan buah-buah sejati yang bekasnya terlihat dari setiap sisik pada kulit
buah. Dalam perkembangannya tergabung bersama dengan tongkol menjadi buah.
Nanas merupakan tanaman buah yang buahnya selalu tersedia sepanjang tahun.
berwarna hijau. Jika masak, buah berwarna kuning. Rasa buah nanas manis
hingga asam manis. Varietas nanas yang ditanam di Indonesia termasuk jenis
cayenne dan queen. Golongan Spanish banyak dikembangkan di kepulauan India
Barat, Puertorico, Meksiko, dan Malaysia. Golongan abacaxi banyak ditanam dan
dikembangkan di Brazilia.
Nanas tumbuh di berbagai agroklimat sehingga tanaman ini tersebar luas.
Idealnya, nanas tumbuh ditempat yang ketinggiannya 100-1000 m dpl dengan
suhu rata-rata 21-300C. Curah hujan yang dibutuhkan 635-2500 mm per tahun,
dengan bulan basah (curah hujan >200mm) 3-4 bulan. Namun, juga memerlukan
pencahayaan matahari 33-71 % dari pencahayaan maksimum dengan angka
tahunan rata-rata 2000 jam. Umumnya nanas toleran terhadap kekeringan. Di
daerah beriklim kering dengan 4-6 bulan kering. Tanaman nanas masih mampu
berbuah, asalkan daerah tersebut memiliki kedalaman air yang cukup, yakni
50-150 cm. Nanas memiliki akar yang dangkal tetapi mampu menyimpan air
(Redaksi Agromedia, 2009).
Menurut Wijana (1993), secara ekonomi kulit nanas masih
bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. Komposisi limbah kulit
nanas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Limbah Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah
Komposisi Rata-rata Berat Basah (%)
Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh yaitu sebagai obat
penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir,
dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal dan kudis) dapat juga diobati dengan
mengoleskan sari buah nenas. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirup atau
cairannya diekstrasi untuk pakan ternak. Daun nanas mempunyai serat panjang
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakaian.
Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas
mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana dkk (1993)
kulit nanas mengandung 81,72 % air, 20,87 % serat kasar, 17,53 % karbohidrat,
4,41 % protein, 13,65 % gula reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula
yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya etanol melalui proses
fermentasi.
Bioetanol
Alkohol (khususnya etanol) dapat dibuat dari berbagai bahan hasil
pertanian. Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan
yaitu 1) bahan yang mengandung turunan gula (molases, gula tebu, gula bit, sari
buah anggur, dan sari buah lainnya), 2) bahan-bahan yang mengandung pati
biji-bijian, kentang, dan tapioka), dan 3) bahan yang mengandung selulosa (kayu, dan
beberapa limbah pertanian lainnya). Selain dari ketiga jenis bahan tersebut diatas
etanol juga dapat dibuat dari bahan bukan dari hasil pertanian tetapi dari bahan
yang merupakan hasil proses lain. Sebagai contohnya adalah etilen. Bahan-bahan
yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi
menjadi komponen yang sederhana yaitu monosakarida. Oleh karena itu agar
tahap proses fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka bahan-bahan
tersebut diatas harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum masuk kedalam
proses fermentasi. Disakarida (seperti gula pasir) harus dihidrolisis menjadi
glukosa dan fruktosa. Terbentuknya glukosa dan monosakarida yang lain
menunjukkan bahwa proses pendahuluan telah berakhir dan bahan selanjutnya
telah siap difermentasi. Secara kimiawi reaksi dalam proses fermentasi berjalan
cukup panjang, karena terjadi suatu deret reaksi yang masing-masing dipengaruhi
oleh enzim khusus (Budiyanto, 2002).
Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat
yang tidak beracun. Selain itu, etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara
fisika maupun kimia. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2. Sifat-Sifat Fisika Etanol
Sifat-Sifat Fisika Etanol Keterangan
Berat Molekul 46,07 gr/grmol
Titik Lebur -112 oC
Titik didih 78,4oC
Densitas 0,7893 gr/ml
Indeks bias 1,36143 cP
Viskositas 20oC 1,17 cP
Panas penguapan 200,6 kal/gr
Warna Cairan tidak berwarna
Kelarutan larut dalam air dan eter
Aroma memiliki aroma yang khas
(Perry, dkk., 1999).
Seperti diketahui, etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama :
1. Etanol 95-96 % v/v, disebut “etanol hidrat” yang dibagi dalam :
- Technical/raw spit grade, digunakan untuk bahan bakar spirtus,
- Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri pelarut
- Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
2. Etanol >99.5 % v/v, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih
lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium
analisis. Etanol ini disebut fuel grade thanol (FGE) atau anhydrous
ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air
atau hanya mengandung air minimal.
Etanol sintetis, sering disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol
kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini
diperoleh dari proses sintesa kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol
direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan
fermentasi). Bahan baku bioetanol sebagai berikut.
- Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji
jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia, dan
lain-lain.
- Bahan bergula, berupa molasses (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira
batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, nira lontar, dan
lain-lain.
- Bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah pertanian seperti jerami
padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang
pisang, serbuk gergaji (grajen), dan lain-lain
Etanol atau alkohol dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain:
1. Bahan baku industri atau senyawa kimia, contoh: industri minuman
beralkohol, industri asam asetat dan asetaldehid.
2. Pelarut dalam industri, contoh: industri farmasi, kosmetika dan plastik.
3. Bahan desinfektan, contoh: peralatan kedokteran, rumah tangga dan peralatan
di rumah sakit.
4. Bahan baku motor.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan
dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya
komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan serta kemampuan
fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi. Selain itu, hal-hal
yang perlu diperhatikan selama fermentasi adalah pemilihan khamir, konsentrasi
gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu dari perasan buah. Pemilihan sel
khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium untuk
memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae.
Derajat keasaman (pH) optimum untuk fermentasi berkisar antara 25-30. Proses
fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH
4,0-4,5. Etanol dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel
khamir. Khamir yang baik digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari
genus Saccharomyces. Kriteria pemilihan khamir untuk produksi etanol adalah
mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, perolehan etanol banyak,
garam tinggi, pH optimum serta fermentasi rendah, temperatur optimum
fermentasi sekitar 25-30 tahan terhadap stress fisika dan kimia (Astuty, 1991).
Fermentasi
Fermentasi alkoholik merupakan suatu proses yang lama dikenal dan
banyak dipakai. Etil alkohol atau etanol muda dibuat dari berbagai hasil pertanian
yang mengandung gula. Ragi mengubah gula-gula heksose menjadi etanol dan
dioksida karbon sesuai di bawah rumus ini :
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Jenis-jenis gula yang difermentasikan dapat berupa glukosa, fruktosa,
sukrosa, maltose, rafinosa dan manosa. Lama fermentasi dan penambahan glukosa
akan berpengaruh terhadap metabolit primer yang dihasilkan dalam proses
fermentasi seperti asam laktat dan alkohol. Hal ini disebabkan semakin lama
fermentasi, mikroba berkembang biak dan jumlahnya bertambah sehingga
kemampuan untuk memecah substrat atau glukosa yang ada menjadi asam laktat
dan alkohol semakin besar (Fardiaz,1992).
Saccharomyces cerevisiae memerlukan kondisi lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhannya, yaitu nutrisi sebagai sumber energi terutama gula, pH
optimum 4-5, temperatur optimum 28 ºC - 30ºC serta kebutuhan akan oksigen
terutama pada awal pertumbuhan. Saccharomyces cerevisiae merupakan
organisme fakultatif anaerob yang dapat menggunakan baik sistem aerob maupun
anaerob untuk memperoleh energi dari pemecahan glukosa. Saccharomyces
cerevisiae dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah yang besar. Selain itu juga
memiliki toleransi yang tinggi terhadap alkohol, toleransi terhadap alkohol pada
Glukosa merupakan senyawa kimia yang dibentuk dari karbondioksida
dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Selanjutnya
glukosa yang terjadi diubah menjadi amilum dan disimpan pada bagian lain,
misalnya pada buah dan umbi. Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan
penggabungan molekul-molekul glukosa. Proses pembentukan glukosa dari
karbondioksida dan disebut proses fotosintesis. Glukosa terdapat di dalam
buah-buahan dan madu lebah (Poedjiadi dan Supriyanti, 1994).
Proses fermentasi dalam pembuatan alkohol sulit untuk dikontrol.
Terkadang proses fermentasi terjadi dengan waktu yang cukup lama, tergantung
dari kemampuan ragi untuk mengubah karbohidrat menjadi alkohol. Pemilihan
ragi yang akan digunakan dan proses penyulingan merupakan hal yang paling
penting dalam pembuatan alkohol. (Briggs, et al., 1981).
Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Beberapa contoh proses fermentasi
yaitu pembuatan tempe, onggok, alkohol dan sebagainya. Mikroba yang terlibat
pada fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi dapat
dilakukan dengan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur
tunggal atau kultur campuran (Hidayat, dkk., 2006).
Dalam pengertian yang luas, fermentasi adalah proses pemecahan
gula-gula sederhana (glukosa dan fruktosa) menjadi etanol dan CO2 dengan melibatkan
enzim yang dihasilkan pada ragi agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
Semakin banyak jumlah ragi yang diberikan berarti semakin banyak jumlah
khamir yang terlibat, sehingga kadar alkohol meningkat (Tarigan, 1990).
Pada proses fermentasi alkohol digunakan ragi. Ragi ini dapat mengubah
glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 (karbondioksida). Ragi merupakan
mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil dan termasuk golongan eumycetes.
Dari golongan ini dikenal beberapa jenis, antara lain Saccharomyces anamenesis,
Schizosaccharomyces pombe dan Saccharomyces cereviciae. Masing-masing
mempunyai kemampuan memproduksi alkohol yang berbeda. Syarat-syarat yang
dipergunakan dalam memilih ragi untuk fermentasi adalah :
1. Cepat berkembang biak
2. Tahan terhadap alkohol tinggi
3. Tahan terhadap suhu tinggi
4. Mempunyai sifat yang stabil
5. Cepat mengadakan adaptasi terhadap media yang difermentasi
Dalam ragi banyak terdapat Sacharomoces cerevisae yang mempunyai
daya konversi gula yang sangat tinggi karena menghasilkan enzim zimase dan
intervase. Enzim zimase berfungsi sebagai pemacu. Perubahan sukrosa menjadi
monosakarida (glukosa dan fruktosa). Sedangkan enzim intervase mengubah
glukosa menjadi alkohol (Judoamidjoyo, dkk., 1990).
Jenis khamir yang biasanya dipakai dalam industri fermentasi alkohol
adalah jenis Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae adalah jenis
khamir utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir,
fermentasi tape. Kultur yang dipilih harus dapat tumbuh dengan baik dan
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu menghasilkan
alkohol dalam jumlah banyak (Irianto, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ragi:
a. Nutrisi (zat gizi)
Dalam kegiatannya ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan, misalnya:
− Unsur C: ada pada karbohidrat
− Unsur N: dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen, ZA,
Urea, Anomia, Pepton dan sebagainya.
− Unsur P: penambahan pupuk fospat dari NPK, TSP, DSp dan lain-lain.
− Mineral-mineral dan
− Vitamin-vitamin
b. Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alkoholis, ragi memerlukan media suasana asam, yaitu
antara pH 4,8–5,0. Pengaturan pH dilakukan penambahan asam sulfat jika
substratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika substratnya asam.
c. Temperatur
Temperatur optimum untuk pengembangbiakan adalah 28–30ºC pada waktu
fermentasi, terjadi kenaikan panas, karena ekstrem. Untuk mencegah agar
suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan supaya suhu dipertahankan
tetap 28-30ºC.
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara). Namun
demikian, udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi,
untuk pengembangbiakan ragi sel (Hamidah, 2003).
Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang
berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol (etil
alkohol) dan karbon dioksida. Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi
apabila terdapat sel-sel khamir. Cepat lambatnya khamir juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah formulasi media yang digunakan sebagai
proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan fermentasi dan ketersediaan
substrat yang cukup (Buckle, 1985).
Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan
konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya
digunakan asam sulfat. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang umum
digunakan dalam industri fermentasi etanol. Biasanya khamir yang digunakan
sebanyak 5 % dari volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72
jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 –
10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC (Riegel, 1992).
Proses pembuatan bioetanol
Pemurnian/destilasi untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat
dilakukan dengan destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan
perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil
fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C, karena titik alkohol 78°C.
komponen-komponen yang mudah menguap pada suatu campuran cair dengan cara
menguapkannya (separating agentnya panas), yang diikuti dengan kondensasi uap
yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan. Uap yang dikeluarkan
dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai destilat
dan bagian campuran yang tidak menguap disebut residu (Mc Cabe W.L., 1993).
Proses pembuatan etanol pada dasarnya terdiri atas langkah-langkah
berikut :
a. Konversi arang hidrat menjadi gula yang dapat dicairkan dalam air.
b. Fermentasi gula menjadi etanol
c. Pemisahan etanol dari air dan komponen-komponen lain dengan destilasi.
(Kadir, 1995)
Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang
menghasilkan gula dan tepung. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan
harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya
difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan yang sudah berbentuk
larutan gula dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan
pengecilan ukuran dan tahap pemasakan.
Tahap pemasakan bahan meliputi liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap
ini, tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula
kompleks. Pada tahap liquifikasi dilakukan penambahan air dan enzim
alphaamilase. Proses dilakukan pada suhu 80-90oC berakhirnya proses liquifikasi
ditandai dengan parameter cairan seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada
suhu 50-60oC. Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah enzim
Stillage
menjadi gula sederhana. Proses liquifikasi yang menggunakan enzim alphaamilase
dan sakarifikasi yang menggunakan enzim glukoamilase secara langsung dapat
digantikan oleh penggunaan cendawan Aspergillus sp. Hal ini disebabkan karena
cendawan ini menghasilkan enzim alphaamilase dan glukoamilase yang akan
berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana
(Hambali, dkk., 2008).
Persentase bahan baku industri etanol dunia yaitu 95 % dari fermentasi dan
hanya 5 % berasal dari sintesis. Diagram alir pembuatan bioetanol terdapat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati, dan ligniselulosa
(Prihandana,2007)
Alat Destilasi
Prinsip dari proses destilasi yaitu memisahkan etanol dari campuran
etanol dan air. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda
nyata suhu didihnya, destilasi merupakan cara yang paling mudah
dioperasikandan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal efisien.
Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada suhu 100ºC dan etanol mendidih pada
suhu sekitar 77ºC. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan
pemisahan campuran etanol air (Lurgi, 1989).
Alat destilasi yang digunakan memiliki komponen sebagai berikut :
1. Drum 30 liter
Drum ini berfungsi sebagai tempat bahan baku (beer/sake) yang akan
didestilasi. Drum ini dilengkapi dengan termometer yang berfungsi untuk
mengontrol suhu di dalam drum selama proses pemanasan. Drum ini
berbentuk silinder yang pada bagian tutupnya diberi lubang keluaran uap
yang dihubungkan dengan pipa tembaga yang berfungsi sebagai saluran
uap yang akan dikondensasi.
2. Pipa Tembaga
Pipa tembaga ini berdiameter ¼ inci yang berfungsi sebagai saluran uap
etanol yang dihasilkan dari proses pemanasan bahan baku (beer/sake) di
drum pemasakan menuju pipa ulir di dalam kondensor.
Pipa ini terbuat dari tembaga dan berbentuk ulir yang berada di dalam
kondensor. Pipa ulir ini berfungsi untuk mengubah etanol yang dihasilkan
dari proses pemanasan yang berupa fasa uap menjadi fasa cair melalui
proses kondensasi pada kondensor.
4. Kondensor
Kondensor ini terdiri dari 30 L yang berisi air dan pipa ulir. Di bagian alas
dan atas drum dilubangi sebagai tempat pipa ulir, bagian atas sebagai
saluran pemasukan uap etanol dan bagian bawah sebagai saluran keluaran
etanol yang telah berubah menjadi fasa cair. Air di dalam drum ini akan
menurunkan temperatur uap etanol yang berada di dalam pipa ulir,
sehingga etanol yang berfasa gas akan berubah menjadi fasa cair.
5. Pipa Keluaran
Pipa ini berfungsi untuk mengeluarkan hasil proses destilasi, pada pipa ini
terdapat kran pembuka dan pengunci pipa.
6. Kompor Gas
Kompor gas berfungsi sebagai alat pemanas untuk memanaskan drum
yang berisi bahan berupa bioetanol dan air. Selama proses pemanasan
diusahakan suhu yang dihasilkan antara 78 – 98oC, karena apabila suhu
mencapai 100oC, uap yang dihasilkan akan banyak mengandung air yang
mengakibatkan penurunan kadar bioetanol yang dihasilkan
7. Erlenmeyer dan Gelas Ukur
Erlenmeyer dan gelas ukur berfungsi sebagai pengukur bioetanol yang
dihasilkan melalui proses distilasi ini
Kadar alkohol setelah proses destilasi hanya dipengaruhi oleh alat destilasi
yang digunakan. Alat destilasi yang digunakan merupakan alat destilasi satu
tingkat yang hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar alkohol 40%
(Shidik, 2011).
Kadar etanol hasil fermentasi tidak dapat mencapai level diatas 18-21%,
sebab etanol dengan kadar tesebut bersifat racunterhadap ragi yang memproduksi
etanol tersebut sehingga untuk memperoleh etanol dengan kadar yang lebih tinggi
perlu dilakukan destilasi. Destilasi adalah proses pemanasan yang memisahkan
etanol dan beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi sehingga
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, pada bulan Juni-Juli 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah kulit nanas (Ananas
comusus), enzim alfa-amilase, enzim glukoamilase, Saccharomyces cerevisiae
(ragi roti), urea, air dan LPG.
Sedangkan alat yang digunakan adalah alat pemarut, alat destilasi, tabung
reaksi, blender, Labu Erlenmeyer, termometer, dandang, stoples, timbangan,
ember, destilasi alkohol, kompor gas, oven, batang pengaduk, selang plastik,
hidrometer alkohol, timbangan, lilin, kain saring, corong, gelas ukur, kalkulator,
alat tulis dan komputer.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan dua faktor yang terdiri dari :
Faktor I : Konsentrasi Ragi (C) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
C1 = 4%
C2 = 6%
Faktor II : Lama Fermentasi (T) yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
T1 = 2 hari
T2 = 3 hari
T3 = 4 hari
Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak (Tc) = 3 X 3 = 9, dengan jumlah
minimum ulangan percobaan (n) sehingga banyak ulangan percobaan dapat
dihitung dengan :
Tc (n – 1) ≥ 15
9 (n – 1) ≥ 15
9n – 9 ≥ 15
9n ≥ 24
n ≥ 2,67
n = 3
Dengan demikian penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan, dengan
kombinasi perlakuan sebagai berikut :
C1T1 C1T2 C1T3
C2T1 C2T2 C2T3
C3T1 C3T2 C3T3
Model Rancangan Penelitian
Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu faktor konsentrasi ragi (C) dan faktor
lama fermentasi (T) dengan kode rancangan :
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor C pada taraf ke–i dan faktor
T pada taraf ke– j pada ulangan ke– k
µ = Nilai tengah sebenarnya
αi = Efek faktor C pada taraf ke-i
βj = Efek faktor T pada taraf ke-j
(αβ)ij = Efek interaksi faktor C pada taraf ke-i dengan faktor T
pada taraf ke-j
Εijk = Pengaruh galat (pengacakan)
Prosedur penelitian
1. Ditimbang kulit nanas sebanyak sebanyak 5 Kg.
2. Dimasukkan ke dalam dandang.
3. Dipanaskan hingga suhu 100°C atau sampai mendidih sambil terus diaduk
hingga hancur menjadi bubur.
4. Didiamkan bubur hingga suhunya sekitar 90oC.
5. Dimasukkan enzim alfa-amilase sebanyak 0,9 ml dan diaduk hingga
homogen dan dibiarkan 5 menit.
6. Dimasukkan campuran bubur ke wadah fermentasi.
7. Dimasukkan enzim glukoamilase sebanyak 0,5 ml dan diaduk hingga
homogen saat suhu bubur 50 - 60oC.
8. Dimasukkan 8 gr urea dan jamur Saccaromyces cerevisiae sesuai dengan
perlakuan ke dalam bubur tersebut saat suhu bubur sama dengan suhu
9. Ditutup wadah fermentasi agar jamur Saccaromyces cerevisiae bekerja
dengan baik.
10.Difermentasikan bubur tersebut selama waktu yang telah ditentukan.
11.Setelah sesuai dengan waktu perlakuan, diperas bubur untuk mengambil
larutan etanol yang terkandung dalam hasil fermentasi bubur.
12.Ditimbang ampas yang dihasilkan dan diukur volume serta kadar alkohol
dari larutan etanol hasil fermentasi yang telah diperas.
13.Dilakukan destilasi atau penyulingan menggunakan alat destilasi etanol
dengan suhu 78 - 98°C.
14.Ditampung hasil penyulingan pada wadah yang telah disiapkan.
15.Diukur volume dan kadar etanol yang dihasilkan.
16.Dilakukan pengamatan sesuai parameter penelitian.
Parameter Penelitian
1. Kadar Alkohol Setelah Fermentasi (%)
Kadar alkohol merupakan indikator kandungan alkohol pada cairan
yang telah mengalami proses fermentasi. Kadar alkohol yang terkadung
dalam bioetanol dapat diukur menggunakan hydrometer alkohol.
2. Kadar Alkohol Setelah Proses Destilasi (%)
Kadar alkohol ini merupakan indikator kandungan alkohol pada
cairan yang telah mengalami proses penyulingan dengan menggunakan
alat destilasi. Kadar alkohol yang terkadung dalam bioetanol dapat diukur
3. Jumlah Etanol (ml)
Jumlah alkohol yang dihasilkan dapat diketahui dengan
menghitung banyaknya etanol yang dihasilkan melalui proses penyulingan
menggunakan alat destilasi dengan menggunakan erlenmeyer dan gelas
ukur.
4. Jumlah Etanol Perkilogram Bahan Baku (ml/kg)
Jumlah etanol perkilogram bahan baku dapat diketahui dengan cara
membagikan banyak alkohol yang didapat dengan massa kulit nanas, atau
dapat ditulis dengan rumus :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada proses pemanfaatan kulit nanas sebagai bahan pembuatan bioetanol
ini digunakan ragi Sacharomyces cereviseae yaitu mikroorganisme untuk
fermentasi. Pada awal fermentasi masih diperlukan oksigen untuk pertumbuhan
dan perkembangan Sacharomyces cereviseae, tetapi kemudian tidak dibutuhkan
lagi karena kondisi proses yang diperlukan adalah anaerob. Sesuai dengan literatur
Elevri dan Putra, 2006 menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae merupakan
organisme fakultatif anaerob yang dapat menggunakan baik sistem aerob maupun
anaerob untuk memperoleh energi dari pemecahan glukosa. Saccharomyces
cerevisiae dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah yang besar. Selain itu, juga
memiliki toleransi yang tinggi terhadap alkohol.
Pada proses fermentasi, ragi sangat diperlukan untuk menghasilkan etanol.
Dalam ragi banyak terdapat Saccharomyces cereviseae yang mempunyai daya
konversi yang sangat tinggi. Selain itu, diperlukan juga nutrisi seperti urea untuk
pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan
nutrisi maka bakteri dapat berkembang biak lebih banyak sehingga mampu
menghasilkan jumlah etanol yang banyak pula. Sesuai pernyatan Hamidah (2003)
menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ragi salah satunya
adalah nutrisi (zat gizi) untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan misalnya
unsur C, unsur N pada urea, Amoniak, dsb, unsur P, mineral-mineral dan vitamin.
Sedangkan Buckle (1985) menyatakan bahwa proses fermentasi alkohol hanya
dapat terjadi apabila terdapat sel-sel khamir. Cepat lambatnya khamir juga dapat
digunakan sebagai proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan fermentasi dan
ketersediaan substrat yang cukup.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, secara umum dapat diketahui
bahwa konsentrasi ragi memberikan pengaruh terhadap kadar alkohol setelah
proses fermentasi, kadar alkohol setelah proses destilasi, jumlah etanol dan jumlah
etanol perkilogram bahan baku. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Table 3. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap parameter yang diamati
Perlakuan Kadar Alkohol Fermentasi (%)
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar alkohol setelah proses fermentasi
tertinggi diperoleh pada perlakuan C3 (konsentrasi 8%) sebesar 4.45% dan yang
terendah pada perlakuan C1 (konsentrasi 4%) sebesar 3.67%. Kadar alkohol
setelah proses destilasi tertinggi diperoleh pada perlakuan C3 sebesar 24.11% dan
yang terendah pada C1 sebesar 22.78%. Jumlah etanol yang dihasilkan tertinggi
diperoleh pada perlakuan C3 sebanyak 647.67 ml dan yang terendah pada C1
sebanyak 497.33 ml. Jumlah etanol perkilogram bahan baku tertinggi diperoleh
pada perlakuan C3 sebesar 39.30 ml/kg dan yang terendah pada perlakuan C1
sebesar 28.30 ml/kg.
Lama waktu fermentasi memberikan pengaruh terhadap kadar alkohol
setelah proses fermentasi, kadar alkohol setelah proses destilasi, jumlah etanol dan
Jumlah etanol perkilogram bahan baku yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 4. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap parameter yang diamati
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar alkohol setelah proses fermentasi
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 (4 hari) sebesar 4.78% dan yang terendah
pada perlakuan T1 (2 hari) sebesar 3.33%. Kadar alkohol setelah proses destilasi
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 sebesar 24.11% dan yang terendah pada T1
sebesar 23%. Jumlah etanol yang dihasilkan tertinggi diperoleh pada perlakuan T3
sebanyak 761.11 ml dan yang terendah pada T1 sebanyak 386.22 ml. Jumlah
etanol perkilogram bahan baku tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 sebesar
45.91 ml/kg dan yang terendah pada perlakuan T1 sebesar 22.19 ml/kg.
Hasil analisa statistik pengaruh konsentrasi ragi (C) dan lama waktu
fermentasi (T) terhadap masing-masing parameter yang diamati dapat dilihat pada
uraian berikut.
Kadar Alkohol Setelah Proses Fermentasi Pengaruh konsentrasi ragi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa
konsentrasi ragi memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar alkohol setelah
proses fermentasi. Hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh konsentrasi
ragi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi yang dihasilkan untuk
Tabel 5. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
P F 0,05 F 0,01 F 0,05 F 0,01
- - - C1 3.67 a A
2 0.5041 0.6908 C2 4.22 b B
3 0.5295 0.7247 C3 4.45 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan C2 demikian juga terhadap perlakuan C3. Perlakuan C2 juga
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan C3. Kadar alkohol tertinggi diperoleh
pada perlakuan C3 yaitu sebesar 3.67% dan kadar alkohol terendah diperoleh pada
perlakuan C1 sebesar 4,44%.
Pengaruh konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah proses
fermentasi mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah fermentasi
Gambar 2 ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh konsentrasi ragi
terhadap kadar alkohol pada saat fermentasi, semakin banyak konsentrasi ragi
dihasilkan. Hal ini dikarenakan yang mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan
dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan . Semakin
banyak jumlah ragi yang ditambahkan maka akan semakin banyak
mikroorganisme yang memfermentasi bahan menjadi alkohol. Pernyataan ini
sesuai dengan literatur dari Tarigan (1990) Proses fermentasi tergantung pada
banyak sedikitnya penambahan khamir dalam bahan. Semakin banyak jumlah ragi
yang diberikan berarti semakin banyak jumlah khamir yang terlibat, sehingga
kadar alkohol meningkat.
Pengaruh lama waktu fermentasi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa lama
waktu fermentasi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar alkohol
setelah proses fermentasi. Hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh lama
waktu fermentasi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi untuk tiap-tiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji LSR efek lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
P F 0,05 F 0,01 F 0,05 F 0,01
- - - T1 3.33 a A
2 0.5041 0.6908 T2 4.22 b B
3 0.5295 0.7247 T3 4.78 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
tehadap perlakuan perlakuan T2 demikian juga terhadap perlakuan T3. Perlakuan
diperoleh pada perlakuan T3 yaitu sebesar 4.78% dan kadar alkohol terendah
diperoleh pada perlakuan T1 yaitu sebesar 3.33%.
Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol setelah proses
fermentasi mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 3. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi alkohol
oleh ragi (Saccharomyces cerevisiae) maka kadar alkohol yang dihasilkan juga
semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada lama waktu fermentasi 2 hari diperoleh
kadar alkohol terendah sebesar 3.33% dan mengalami peningkatan pada lama
waktu fermentasi 3 hari dan 4 hari. Kadar alkohol tertinggi sebesar 4.78%
diperoleh pada perlakuan lama waktu fermentasi 4 hari. Ini disebabkan karena
semakin lama waktu fermentasi maka perkembang biakan ragi semakin banyak
sampai pada batas tertentu ragi tersebut berkembang. Pernyataan ini sesuai dengan
literatur Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa semakin lama fermentasi,
mikroba berkembang biak dan jumlahnya bertambah sehingga kemampuan untuk
memecah substrat atau glukosa yang ada menjadi asam laktat dan alkohol semakin
Pengaruh interaksi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa
pengaruh interaksi antara konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi memiliki
pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi.
Sehingga uji LSR (Least Significant Range) pengaruh interaksi konsentrasi ragi
dan lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol setelah proses fermentasi yang
dihasilkan tidak dilanjutkan.
Kadar Alkohol Setelah Proses Destilasi Pengaruh konsentrasi ragi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa
konsentrasi ragi memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar alkohol setelah
proses destilasi. Hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh konsentrasi
ragi terhadap kadar alkohol setelah proses destilasi yang dihasilkan untuk tiap-tiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah proses destilasi
Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5% dan 1%.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan C2. Perlakuan C2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan C3.
Kadar alkohol setelah proses destilasi diperoleh pada perlakuan C3 sebesar
perlakuan C1 sebesar 22.78%. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol
setelah proses destilasi mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol setelah destilasi
Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah ragi yang
ditambahkan maka kadar alkohol yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar alkohol
terendah terdapat pada perlakuan C1 sebesar 22.78% dan tertinggi terdapat pada
perlakuan C3 sebesar 24.11%. Pada kenyataannya kadar alkohol setelah proses
destilasi ini tidak dipengaruhi oleh konsentrasi ragi yang digunakan tetapi
dipengaruhi oleh alat destilasi yang digunakan serta perlakuan terhadap alat
tersebut seperti pengaturan suhu, volume alat dan air kondensat pada saat
destilasi. Hal ini sesuai dengan literatur Shidik (2011) menyatakan bahwa kadar
alkohol setelah proses destilasi hanya dipengaruhi oleh alat destilasi yang
digunakan. Alat destilasi yang digunakan merupakan alat destilasi satu tingkat
yang hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar alkohol 40%.
Pengaruh lama waktu fermentasi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa lama
setelah proses destilasi. Sehingga uji LSR (Least Significant Range) pengaruh
lama waktu fermentasi terhadap kadar alkohol yang dihasilkan tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi
Daftar analisis sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa pengaruh
interaksi antara konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi memiliki pengaruh
yang tidak nyata terhadap kadar alkohol setelah proses destilasi. Sehingga uji LSR
(Least Significant Range) tidak dilanjutkan.
Jumlah Etanol yang Dihasilkan Pengaruh konsentrasi ragi
Daftar analisis sidik ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa konsentrasi
ragi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah etanol yang dihasilkan.
Hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh konsentrasi ragi terhadap
jumlah etanol yang dihasilkan untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
P 0,05 0,01 0,05 0,01
- - - C1 497.33 a A
2 46.30448 63.4547 C2 608.44 b B
3 48.6434 66.5729 C3 647.67 b BC
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan C2. Sedangkan perlakuan C2 terhadap C3 merupakan
perlakuan yang berbeda tidak nyata. Jumlah etanol yang dihasilkan tertinggi
diperoleh pada perlakuan C3 sebesar 647.67 ml dan terendah pada perlakuan C1
Pengaruh konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ragi yang
ditambahkan maka jumlah etanol yang dihasilkan semakin tinggi. Semakin tinggi
kadar alkohol bahan baku hasil fermentasi (beer/sake) yang akan mengalami
proses destilasi maka semakin tinggi pula jumlah alkohol yang akan dihasilkan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Astuty (1991) bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan adalah mikroorganisme dan media
yang digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan
serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi.
Pengaruh lama waktu fermentasi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa lama
waktu fermentasi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah etanol
yang dihasilkan pada proses destilasi. Hasil uji LSR (Least Significant Range)
pengaruh pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
Tabel 9. Uji LSR efek lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan pada proses destilasi
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
P 0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1 386.22 a A
2 46.30448 63.4547 T2 606.11 b B
3 48.6434 66.5729 T3 761.11 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
dengan T2 dan T3. Dan perlakuan T2 dan perlakuan T3 merupakan perlakuan
yang berbeda sangat nyata juga. Jumlah etanol yang dihasilkan pada proses
destilasi tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 sebesar 761.11 ml dan terendah
diperoleh pada perlakuan T1 sebesar 386.22 ml.
Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
pada proses destilasi mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 6. Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka
jumlah alkohol yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada lama
waktu fermentasi 2 hari jumlah alkohol yang dihasilkan sebesar 386.22 ml dan
alkohol yang dihasilkan sebesar 761,11 ml diperoleh pada perlakuan lama waktu
fermentasi 4 hari. Secara tidak langsung perlakuan ini berhubungan dengan
parameter sebelumnya (kadar alkohol setelah fermentasi). Semakin lama waktu
fermentasi maka semakin besar kadar alkohol setelah proses fermentasi, sehingga
semakin besar pula jumlah etanol yang dihasilkan dan sebaliknya. Hal ini terjadi
karena pada umumnya proses fermentasi itu terjadi selama 2 – 4 hari. Pernyataan
ini sesuai dengan literatur dari Riegel (1992) yang menyatakan bahwa proses
fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72 jam. Dimana menurut Buckle dkk
(1985) lama fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba.
Pengaruh interaksi
Daftar analisis sidik ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa pengaruh
interaksi antara konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi memiliki pengaruh
sangat nyata terhadap jumlah etanol yang dihasilkan. Hasil uji LSR (Least
Significant Range) pengaruh interaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama interaksi pengaruh konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah etanol yang dihasilkan pada
proses destilasi tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan konsentrasi ragi 8%
dan lama waktu 4 hari (C3T3) sebesar 783.00 ml, sedangkan yang terendah pada
kombinasi pelakuan konsentrasi ragi 4% dengan lama waktu 2 hari (C1T1)
sebesar 246.67 ml. Dari tabel dapat dilihat bahwa untuk parameter ini, kombinasi
terbaik adalah kombinasi C3T3 jika hanya ditinjau dari jumlah etanol yang
dihasilkan.
Pengaruh interaksi konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi terhadap
jumlah etanol yang dihasilkan pada proses destilasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengaruh kombinasi konsentrasi ragi dan lama waktu fermentesi terhadap jumlah etanol yang dihasilkan
Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ragi yang
ditambahkan maka jumlah etanol yang dihasilkan semakin tinggi. Jumlah etanol
tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan C3T3 dengan konsentrasi ragi 8%
dan lama waktu fermentasi selama 4 hari yaitu sebesar 783.00 ml dan terendah
diperoleh pada kombinasi perlakuan C1T1 dengan konsentrasi 4% dan lama
waktu fermentasi selama 2 hari yaitu sebesar 246.67 ml. Dari gambar diatas dapat
sangat signifikan (berbeda sangat nyata). Hal ini disebabkan karena perlakuan
konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi memiliki pengaruh yang sangat nyata
terhadap jumlah etanol yang dihasilkan. Dimana semakin tinggi konsentrasi ragi
dan semakin lama waktu fermentasi maka kadar alkohol bahan baku semakin
tinggi sehingga semakin tinggi pula jumlah etanol yang dihasilkan. Pernyataan ini
sesuai dengan literatur Astuty (1991) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan adalah mikroorganisme dan media
yang digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan
serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi.
Jumlah Etanol Perkilogram Bahan Baku Pengaruh konsentrasi ragi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa
konsentrasi ragi memiliki pengaruh sangat nyata terhadap jumlah etanol
perkilogram bahan baku. Hasil uji LSR (Least Significant Range) tiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 11. Uji LSR efek konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku yang dihasilkan
Jarak LSR
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda sangat nyata
dengan C2. Sedangkan perlakuan C2 dan perlakuan C3 merupakan perlakuan
tertinggi diperoleh pada perlakuan C3 dengan konsentrasi 8% sebesar 129.53
ml/kg dan terendah diperoleh pada perlakuan C1 dengan konsentrasi 4% sebesar
99.51 ml/kg.
Pengaruh konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku
mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 8. Pengaruh konsentrasi ragi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku
Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ragi yang
ditambahkan maka jumlah etanol perkilogram bahan baku yang dihasilkan
semakin tinggi hingga mencapai batas tertentu. Hal ini dapat dilihat pada lama
waktu fermentasi 2 hari diperoleh jumlah etanol perkilogram bahan baku terendah
sebesar 99.51 ml/kg dan mengalami peningkatan pada lama waktu fermentasi
3 hari dan 4 hari. Jumlah etanol perkilogram bahan baku tertinggi sebesar 129.53
ml/kg diperoleh pada perlakuan lama waktu fermentasi 4 hari.
Pengaruh lama waktu fermentasi
Daftar analisis sidik ragam Lampiran 6 menunjukkan bahwa lama waktu
fermentasi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah etanol
pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku
untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR efek lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku
Jarak LSR
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda
sangat nyata. Perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan T2 demikian juga
terhadap perlakuan T3 dan perlakuan T2 juga berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan T3. Jumlah etanol perkilogram bahan baku tertinggi diperoleh pada
perlakuan T3 dengan lama waktu fermentasi 4 hari yaitu sebesar 152.22 ml/kg.
Sedangkan jumlah etanol perkilogram bahan baku terendah diperoleh pada
perlakuan T1 sebesar 77.24 ml/kg.
Pengaruh lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol perkilogram
bahan baku yang dihasilkan mengikuti garis regresi linear seperti gambar berikut.
Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka
jumlah etanol perkilogram bahan baku yang dihasilkan semakin tinggi hingga
mencapai batas tertentu. Ini dikarenakan ragi akan mengalami perkembang biakan
secara terus menerus sampai tingkat dimana konsentrasi alkohol yang dihasilkan
menghambat pertumbuhan ragi. Sesuai dengan literatur Prescott and Dunn (1959)
Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat
Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga alkohol
yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces
cereviseae akan mati maka alkohol yang dihasilkan tidak maksimal.
Pengaruh interaksi
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa
pengaruh interaksi antara konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi memiliki
pengaruh yang nyata terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku. Hasil uji
LSR (Least Significant Range) pengaruh interaksi konsentrasi ragi dan lama
waktu fermentasi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR efek utama interaksi pengaruh konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi terhadap jumlah etanol perkilogram bahan baku
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi