SKRIPSI
OLEH :
MAJU PARADONGAN SIAHAAN 050305029/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
SKRIPSI
OLEH :
MAJU PARADONGAN SIAHAAN 050305029/THP
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Maju Paradongan Siahaan NIM : 050305029
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Ir. Ismed Suhaidi, M.Si
Ketua Anggota
Ir. Sentosa Ginting, MP
Mengetahui
Ketua Departemen Ir.Saipul Bahri Daulay, M.Si
STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran yang terbaik untuk menghasilkan serat makanan. Penelitian ini menggunakan metode rancang lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi asam asetat (A) : ( 0,5%, 1%, 1,5%, 2%) dan jenis kulit sayuran (B) : ( kulit mentimun, kulit wortel, kulit labu siam, dan kulit labu kuning). Parameter mutu yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap air dan nilai organoleptik (warna, aroma, dan rasa).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh yang berbeda sagat nyata terhadap semua parameter, kecuali uji organoleptik. Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali daya larut dalam air. Interaksi antara konsentrasi asam dan jenis kuit sayuran memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter, kecuali kadar abu dan uji organoleptik. Serat makanan hasil ekstraksi dengan konsentrasi asam asetat 2% mempunyai kualitas yang terbaik.
Kata kunci : Serat Makanan, Asam Asetat dan kulit sayuran
ABSTRACT
A STUDY ON THE PRODUCTION OF DIETARY FIBER FROM SOME VEGETABLE SKIN
The aim of this research was to find the of acetic acid concentration and the kind of vegetable skin the best dietary fiber. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.e acetic acid concentration (A): (0,5%, 1,0%, 1,5%, 2%) and the kind of vegetable skin (B) : (cucumber skin, carrot skin, siam pumpkin skin, and yellow pumpkin skin). Parameters analyzed were yield, moisture content, ash content, solubility in water, water absoption capacity and organoleptic values (color, taste and aroma).
The result showed that acetid acid concentration had highly significant effect on all parameters, except organoleptic values. The kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters, except solubility in water. The interaction of acetic acid concentration and kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters except ash content and organoleptic values. Dietary fiber from extracted using acetic acid 2% had the best quality.
MAJU PARADONGAN SIAHAAN ”Studi Pembuatan Serat Makanan dari Beberapa Kulit Sayuran” yang dibimbing oleh Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku ketua
komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, MP selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dan jenis
kulit sayuran yang terbaik untuk dikonsumsi sebagai serat makanan.
Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan
dua faktor. Faktor I: Jenis kulit sayuran (S) yaitu S1: Kulit mentimun, S2: Kulit
wortel, S3: Kulit labu siam, S4: Kulit labu kuning. Faktor II: Konsentrasi asam
asetat (A) yaitu A1: 0,5 %, A2: 1,0 %, A3: 1,5%, A4: 2 %. Dengan parameter analisa
adalah rendemen (%), kadar air (%), kadar abu (%), daya larut dalam air (%), daya
serap air (%), dan uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa (numerik).
1. Rendemen (%)
Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan. Rendemen tertinggi terdapat pada
perlakuan A1 yaitu sebesar 56,00 % dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu
sebesar 35,75 %.
Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap rendemen yang dihasilkan. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S1
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen serat
makanan yang dihasilkan. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S3A1 yaitu
sebesar 57,63 % dan terendah terdapat pada perlakuan S4A4 yaitu sebesar 34,70 %.
2. Kadar Air (%)
Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air serat makanan yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan A2 yaitu sebesar 5,83 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan A1
yaitu sebesar 5,09 %.
Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air serat makanan yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan S2 yaitu sebesar 6,84 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S1
yaitu sebesar 3,46 %.
Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air serat yang dihasilkan.
Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A1 yaitu sebesar 6,86 % dan kadar air
terendah terdapat pada perlakuan S3A1 yaitu sebesar 3,17 %.
3. Kadar Abu (%)
Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar abu serat makanan yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan A1 yaitu sebesar 2,70 % dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu
terhadap kadar abu serat makanan yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan S1 yaitu sebesar 2,96 % dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan S3
yaitu sebesar 1,44 %.
Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu serat makanan yang
dihasilkan.
4. Daya Larut dalam Air (%)
Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)
terhadap daya larut dalam air serat makanan yang dihasilkan. Daya larut dalam air
tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu sebesar 22,94% dan terendah terdapat
pada perlakuan A4 yaitu sebesar 17,25 %.
Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap daya larut dalam air serat makanan yang dihasilkan.
Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan
pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap daya larut dalam air serat makanan yang
dihasilkan. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A3 yaitu sebesar
27,00 % dan terendah terdapat pada perlakuan S2A4 yaitu sebesar 11,75 %.
5. Daya Serap Air (%)
Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
perlakuan A1 yaitu sebesar 12,60 %.
Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap daya serap air dari serat makanan yang dihasilkan. Daya serap air tertinggi
terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 17,77 % dan terendah terdapat pada
perlakuan S2 yaitu sebesar 11,62 %.
Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daya serap air dari serat makanan
yang dihasilkan. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S1A2 yaitu sebesar
20,43 % dan daya serap air tertendah terdapat pada perlakuan S4A4 yaitu sebesar
10,54 %.
6. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, dan Rasa) (numerik)
Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap nilai organoleptik serat makanan yang dihasilkan.
Jenis kulit sayuran memberikan pengarruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap nilai organoleptik. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan S1
yaitu sebesar 3,13 dan terendah terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 2,65.
Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik serat makanan
MAJU PARADONGAN SIAHAAN, lahir di Balige 31 Januari 1986. Anak ke enam dari tujuh bersaudara dari Ayahanda J. Siahaan dan Ibunda L.Tambunan
yang beragama Kristen Protestan.
Pada tahun 1999, penulis lulus Sekolah Dasar di SD Negeri 173526 Hinalang,
Balige. Kemudian lulus jenjang pendidikan SLTP pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2
Balige. Selanjutnya penulis lulus jenjang pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMU
Negeri 1 Balige. Penulis memasuki Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara di
Medan melalui jalur SPMB pada tahun 2005.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi,
diantaranya sebagai ketua bidang kreativitas Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil
Pertanian (IMTHP) pada tahun 2007-2008, menjadi ketua bidang olah raga dan
kesenian Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Pertanian (PEMA) Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera pada tahun 2008-2009. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja
Segala puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan berkah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi
ini adalah ” Studi Pembuatan Serat Makanan dari Beberapa Kulit sayuran”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu
Ir. Ismed Suhaidi M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, MP
selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan
kepada penulis selama dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua tercinta J. Siahaan dan L. Tambunan, kepada abang, kakak
dan adek tersayang serta keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan, doa
dan perhatian. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi
Hasil Pertanian atas ilmu dan kesabaran dalam mendidik kami. Terima kasih atas
segala bantuan yang diberikan oleh para pegawai tata usaha Program Studi Teknologi
Hasil pertanian. Terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2005
atas doa, motivasi, bantuan dan perhatiannya selama ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat
Rendemen (%)
No Komposisi kimia sayuran yang mengandung serat……….
Skala uji hedonik terhadap warna...
Skala uji hedonik terhadap aroma ...
Skala uji hedonik terhadap rasa ...
Pengaruh honsentrasi asam asetat terhadap parameter yang
diamati ...
Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati...
Pengaruh interaksi antar konsentrasi asam asetat dan jenis
kulit sayuran terhadap parameter yang diamati...
Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi asam asetat
terhadap rendemen (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap
rendemen (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam
asetat dan jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat
terhadap kadar air (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap
kadar air (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam
asetat dan jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat
16
17
18
19
20
21
Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat terhadap daya larut dalam air...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya larut dalam air...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat terhadap daya serap air...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap daya serap air (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya serap air (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap terhadap nilai organoleptik (numerik)...
42
43
46
47
48
No
Skema pembuatan serat makanan dari kulit sayuran...
Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)...
Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)….
Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)...
Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air (%)....
Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)...
Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)...
Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar abu (%)...
Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar abu (%)....
Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap daya larut dalam air (%)...
Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya larut dalam air (%)...
Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap
daya serap air (%)...
Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap daya
serap air (%)...
Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya serap air (%)...
Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap
STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran yang terbaik untuk menghasilkan serat makanan. Penelitian ini menggunakan metode rancang lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi asam asetat (A) : ( 0,5%, 1%, 1,5%, 2%) dan jenis kulit sayuran (B) : ( kulit mentimun, kulit wortel, kulit labu siam, dan kulit labu kuning). Parameter mutu yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap air dan nilai organoleptik (warna, aroma, dan rasa).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh yang berbeda sagat nyata terhadap semua parameter, kecuali uji organoleptik. Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali daya larut dalam air. Interaksi antara konsentrasi asam dan jenis kuit sayuran memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter, kecuali kadar abu dan uji organoleptik. Serat makanan hasil ekstraksi dengan konsentrasi asam asetat 2% mempunyai kualitas yang terbaik.
Kata kunci : Serat Makanan, Asam Asetat dan kulit sayuran
ABSTRACT
A STUDY ON THE PRODUCTION OF DIETARY FIBER FROM SOME VEGETABLE SKIN
The aim of this research was to find the of acetic acid concentration and the kind of vegetable skin the best dietary fiber. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.e acetic acid concentration (A): (0,5%, 1,0%, 1,5%, 2%) and the kind of vegetable skin (B) : (cucumber skin, carrot skin, siam pumpkin skin, and yellow pumpkin skin). Parameters analyzed were yield, moisture content, ash content, solubility in water, water absoption capacity and organoleptic values (color, taste and aroma).
The result showed that acetid acid concentration had highly significant effect on all parameters, except organoleptic values. The kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters, except solubility in water. The interaction of acetic acid concentration and kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters except ash content and organoleptic values. Dietary fiber from extracted using acetic acid 2% had the best quality.
Latar Belakang
Beberapa dekade yang lalu, orang menggunakan istilah bulk atau roughage
(bagian yang kasar) untuk memperkenalkan kepada masyarakat yang sekarang
dikenal sebagai serat makanan.
Serat makanan (dietary fiber) adalah komponen dalam makanan yang tidak
tercerna secara enzimatis menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran
pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai
substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks.
Awalnya, serat hanya diketahui bermanfaat untuk mencegah konstipasi. Pada
awal tahun 1970-an, beberapa ilmuwan menyatakan bahwa serat memiliki manfaat
lain untuk kesehatan.
Selama ini serat dianggap tidak berguna karena seluruhnya tidak dapat dicerna
melainkan dibuang keluar badan dalam bentuk kotoran. Kebanyakan dari sumber
serat makanan seperti sayuran yang kita konsumsi selama ini tidak sepenuhnya kita
konsumsi (ada bagian yang kita buang). Padahal dari bagian yang kita buang dari
sayuran tersebut seperti kulit mentimun, kulit wortel, kulit labu siam, dan kulit labu
kuning bisa kita manfaatkan sebagai sumber serat melalui beberapa proses agar lebih
disukai konsumen.
Serat dalam makanan atau disebut juga serat makanan umumnya berasal dari
serat buah dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia. Serat
serat yang secara laboratorium dapat menahan asam kuat (acid) atau basa kuat
(alkali), sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat
dicerna oleh enzim-enzim pencernaan.
Oleh sebab itu kadar serat kasar selalu lebih rendah dibanding serat makanan,
karena asam kuat (asam sulfat) dan basa kuat (natrium hidroksida) mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk memecahkan (menghidrolisa)
komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Kandungan serat dalam
bahan pangan (serat makanan) sangat tergantung kepada jenis bahan pangan tersebut.
Serat dalam makanan digolongkan menjadi dua golongan yaitu serat yang tidak larut
seperti selulosa dan hemiselulosa yang terdapat hampir di semua jenis bahan pangan
nabati khususnya buah dan sayuran. Sedangkan serat yang larut adalah pektin yang
banyak terdapat dalam buah-buahan. Ada juga beta-glukan terdapat pada oat dan
barley, seaweed seperti alginat, karagenan dan agar yang merupakan serat dari
tumbuhan laut. Serat bakteri seperti nata de coco dan lignin yang terdapat pada buah
dan sayur.
Serat sekarang banyak tersedia baik dalam bentuk instan maupun dalam
bentuk yang telah dimurnikan. Biasanya serat dalam minuman instan adalah hasil
ekstraksi tumbuhan baik dari daun, kulit, atau akar. Selain itu juga tersedia serat
dalam bentuk alami tanpa melalui ekstraksi tetapi hasil sampingan pengolahan
pangan dari dedak atau kulit biji-bijian atau sereal yang dihaluskan. Serat kasar
menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan menuju pembuluh
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Keunggulan serat dari buah dan sayur adalah
kandungan vitamin dan mineral.
Suplemen serat sebagai serat alami yang diakstrak dari kulit sayuran
dipercaya dan telah terbukti dapat menangkal berbagai jenis penyakit degeneratif
seperti kanker usus besar, penyakit jantung, diabetes, sembelit, wasir, dan sekaligus
untuk mengontrol berat badan. Kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa kulit dari
sayuran memiliki serat yang tinggi dan juga memiliki beberapa manfaat bagi
kesehatan. Sehingga mereka membuang begitu saja dan menjadikannya sebagai
limbah rumah tangga.
Dalam proses pengolahan kulit sayuran menjadi serat digunakan beberapa
jenis asam, seperti asam asetat, asam sitrat, asam klorida, dan asam sulfat sebagai
pengekstraksi yang dapat berperan dalam membantu proses dipolimerisasi yang dapat
menimbulkan degradasi atau pektinat sehingga terbentuk polimer-polimer asam
pektinat yang pendek. Semakin pendek polimer-polimer asam pektinat, akan lebih
mudah melepas air (akan terjadi penguapan larutan yang digunakan sebagai larutan
pengekstrak), sehingga menyebabkan kadar air semakin menurun.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Penulis mencoba melakukan penelitian
tentang pemanfaatan limbah tanaman sayuran dengan perendaman berbagai jenis
asam yang diharapkan dapat meningkatkan daya guna limbah tersebut dan mampu
berkembang menjadi industri besar serta dapat mengetahui penggunaan jenis asam
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis limbah tanaman
sayuran dan perendaman dalam larutan asam terhadap mutu serat yang dihasilkan.
Kegunaan Penelitian
− Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
− Sebagai sumber informasi dalam pembuatan serat makanan dari kulit
sayuran.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh jenih kulit sayuran dan pengaruh jenis asam yang digunakan serta
interaksi antara jenis kulit sayuran dengan jenis asam yang digunakan dalam
Tinjauan Umum Tentang Serat
Dietary fiber didefinisikan sebagai bagian dari komponen bahan pangan
nabati yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Definisi ini
diperluas lagi sehingga seluruh polisakarida dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh
saluran pencernaan manusia termasuk ke dalam serat makanan. Didasarkan atas
fungsinya di dalam tanaman, serat makanan dibagi menjadi tiga fraksi utama, yaitu :
Polisakarida struktural, terdapat dalam dinding sel dan terdiri dari selulosa
dan polisakarida non-selulosa, hemiselulosa (arabinoksilan, galaktomanan dan
glukomanan), substansi pektat, betaglukan, musilase, gum, dan polisakarida
algal.
Non-polisakarida struktural, sebagian besar terdiri dari lignin.
Polisakarida non-struktural, termasuk gum dan mucilage serta polisakarida
seperti karagenan dan agar dari rumput laut (Apriyantono, et al., 1989).
Serat dalam makanan atau disebut juga serat makanan umumnya berasal dari
serat buah dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia. Serat
makanan terdiri dari serat kasar (crude fiber) dan serat makanan. Serat kasar adalah
serat yang secara laboratorium dapat menahan asam kuat (acid) atau basa kuat
(alkali), sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat
dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (Anwar, 2002).
Oleh karena itu kadar serat kasar selalu lebih rendah dibandingkan serat
memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memecahkan (menghidrolisa)
komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Kandungan
serat dalam bahan pangan (serat makanan) sangat tergantung kepada jenis bahan
pangan tersebut. Serat dalam makanan digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
1. Serat yang larut atau SDF (Soluble Dietary Fiber) adalah serat makanan yang
dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendap oleh air yang
telah dicampur dengan empat bagian etanol. Gum, pektin, dan sebagian
hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan
sumber serat makanan. Ada juga beta-glukan terdapat pada oat dan barley,
seaweed seperti alginat, karagenan, dan agar yang merupakan serat dari
tumbuhan laut. Serat bakteri seperti nata de coco dan lignin yang terdapat
pada buah dan sayur.
2. Serat yang tidak larut atau IDF (Insoluble Dietary Fiber) adalah serat
makanan yang tidak larut dalam air panas maupun dingin. Sumber IDF yaitu
selulosa, lignin dan sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin, lilin
yang terdapat hampir di semua jenis bahan pangan nabati khususnya buah dan
sayuran (Anwar, 2002).
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah
diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan
Sifat Fisik Serat Makanan
Sifat fisik tanaman sangat dipengaruhi oleh umur, kondisi pertumbuhan, dan
kultivar. Satu sifat fungsional dari serat makanan mempunyai lebih dari satu
pengaruh fisiologi. Sifat fisik serat makanan tergantung baik pada komposisi maupun
struktur komponen-komponen penyusun serat makanan. Sifat fisik penting pertama
adalah kelarutan. Ada dua tipe serat makanan yaitu yang larut dalam air dan yang
tidak larut dalam air. Kelarutan dari gum, pektin, musilase dan kemampuannya
membentuk larutan dengan viskositas tertentu atau perbedaan kekuatan gel sangat
dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi polimer yang berbeda yang terkandung pada
setiap sumber serat makanan. Sifat fisik penting yang kedua adalah kapasitas
mengikat air yaitu kemampuan serat makanan yang tidak larut dalam air untuk
mengembang dan menyerap air. Kemampuan ini dipengaruhi oleh ukuran partikel
dan distribusi. Sebagai contoh selulosa murni dengan grade/kadar komersial,
umumnya akan berkurang kemampuan mengikat air dengan berkurangnya ukuran
partikel. Sedangkan kemampuan mengikat air dari total serat makanan tergantung
dari pH dan jenis makanan (Grace, et al., 1991).
Sifat fisik yang dominan akan terjadi yaitu tingginya nilai penyerapan air
(NPA) dan nilai kelarutan air (NKA). Fenomena tersebut sejalan dengan sifat instan
yaitu meningkatnya kelarutan dan penyerapan yang disebabkan oleh rendahnya
karbohidrat dan tingginya gula pereduksi yang bersifat higroskopis (Antarlina, 2002).
Kelompok sayuran sebagai sumber serat makanan larut yang tinggi adalah
panjang, dan wortel. Kelompok sayuran dengan kelarutan yang rendah adalah daun
katuk, sawi hijau, sawi putih, kol, bunga kol, tauge, kacang hijau, kecipir, mentimun,
dan labu siam (Muchtadi, 1998).
Tingginya daya serap air dihubungkan dengan kemampuan produk untuk
mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan
gugus hidrofilik pada susunan molekulnya. Penyerapan sekitar 20-25% dari total
beratnya (Afrianti, 2004).
Komposisi Kimia Sayuran yang Mengandung Serat
Adapun komposisi kimia kulit wortel, kulit mentimun, kulit labu kuning, dan
kulit labu siam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia kulit wortel, kulit mentimun, kulit labu kuning dan kulit labu siam
Komponen Kulit wortel Kulit mentimun Kulit Kulit labu kuning labu siam
Kalori (kal) 42 - 29,00 60 Protein (g) 1,2 0,60 1,10 4,0 Lemak (g) 0,3 0,2 0,30 0,4 Karbohidrat (g) 9,3 2,40 0,60 4,7 Kalsium (mg) 39 12,00 45,00 58 Fosfor (mg) 37 122,00 64 70 Besi (mg) 0,8 5,0 1,40 25 Vitamin A (SI) 12.000 0,02 180,00 2025 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,02 0,08 0,08 Vitamin C (mg) 6 10,00 52,00 16 Air (g) 88,2 86,7 91,20 89,7 bdd (%) 88 55 77,00 100
Manfaat Serat
Dalam bidang kesehatan, berbagai jenis serat mengandung khasiat yang
berbeda di dalamnya. Misalnya serat yang tidak larut seperti selulosa dan
hemiselulosa baik untuk kesehatan usus, memperlancar keluarnya feses, mencegah
wasir, dan baik untuk mengontrol berat badan. Sedangkan serat larut seperti pektin,
gum, dan agar-agar baik untuk menurunkan kadar kolesterol dan gula darah sehingga
lebih tepat untuk kesehatan jantung dan mengurangi resiko diabetes (Anwar, 2002).
Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi
(sembelit). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena dapat menyerap air
ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses. Akan tetapi
jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah konstipasi atau bahkan dapat
menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan dua gelas air dari kebutuhan
enam gelas air per hari diperlukan untuk mengimbangi peningkatan konsumsi serat
(Siagian, 2003).
Kulit sayuran sebagai sumber serat, dimana sayuran merupakan makanan
yang sangat berguna bagi kesehatan yang dipercaya dapat menurunkan resiko
terjadinya stroke, sakit jantung, dan kanker. Keuntungan tersebut paling banyak
terdapat pada kulitnya, namun sayangnya sebagian besar orang lebih suka mengupas
terlebih dahulu kulit dari sayuran tersebut sebelum dimasak atau dikonsumsi, justru
dikulit tersebut paling banyak terdapat serat ( Anwar, 2002).
Asam Asetat
Asam asetat lebih banyak diproduksi pada konsentrasi gula yang tinggi.
kecil dari 0,030 g/100 ml, tergantung pada jenis fermentasi dan kondisi fermentasi.
Jumlah asam asetat yang tinggi dapat terjadi akibat kegiatan bakteri sebelum, selama
dan sesudah fermentasi. Bertambahnya asam asetat ini karena terjadinya oksidasi
alkohol dan perombakan bakteri terhadap gula, asam sitrat, gliserol dan lainnya
(Oxtoby, et al., 2003).
Asam asetat, asam etanol atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat
memiliki rumus empiris C2H4O2, juga sering kali ditulis dalam bentuk CH3COOH.
Larutan asam asetat dalam air adalah asam lemah. Asam asetat merupakan pereaksi
kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi
polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asam asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain (Wikipedia, 2009).
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip air dan etanol.
Asam asetat memiliki konstanta dielektrik 6,2 sehingga dapat melarutkan senyawa
polar maupun non polar. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar
dan non polar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan
kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam
industri kimia (Wikipedia, 2009).
Proses Pembuatan Serat dari Kulit Sayuran Sortasi
Sortasi dan penggolongan mutu sangat diperlukan untuk menggolongkan
adalah klasifikasi komoditi dan kelompok menurut standar yang secara komersil
dapat diterima (Satuhu, 1996).
Pencucian
Oleh karena konsumen menginginkan hasil yang bersih maka kebanyakan
buah-buahan dan sayuran dicuci setelah dipanen. Pencucian meningkatkan
penampakan hasil, dimana sering sekali pada hasil terdapat kotoran, tanah, serangga,
jamur, dan sebagainya yang mengakibatkan hasil tidak sedap dipandang. Tidak jarang
pula masih terdapat sisa-sisa fungisida dan insektisida pada hasil (Pantastico, 1993).
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) yang menempel,
residu fungisida atau insektisida, dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian
dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat (Baliwati, et al., 2004).
Pengeringan I
Kegiatan-kegiatan bakteri membutuhkan kelembaban. Jadi, pengeringan
pangan, yang menurunkan kandungan air secara berarti, membantu menghentikan
kegiatan bakteria. Dalam bahan-bahan pangan yang telah dikeringkan, nilai gizi
meningkat untuk zat-zat makanan yang tahan terhadap panas, cahaya, dan pengaruh
udara dalam jangka waktu lama (Harper, et al., 1986).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Faktor-faktor yang
memengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan,
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan (Winarno, 1997).
Penepungan dan Pengayakan I
Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran
tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk
komersial yang diinginkan (Bernasconi, et al., 1995).
Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala yang berbentuk bujur
sangkar atau empat persegi panjang, berupa plat yang berlubang-lubang bulat atau
bulat panjang. Ayakan terbuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel,
tembaga, kuningan, perunggu, sutera, dan bahan-bahan sintetik (Bernasconi, et
al., 1995).
Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi
komponen-komponen yang terpisah. Pada dasarnya efisiensi ekstraksi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu : waktu, suhu, dan pH ekstraksi (Whistler, 1960).
Tingkat kecepatan ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas
permukaan antara padatan dan cairan, gradien konsentrasi, suhu, dan kecepatan aliran
pelarut. Suhu ekstraksi untuk beberapa bahan perlu ditetapkan untuk menghindari
perubahan fisik dan kimia yang tidak diinginkan, dimana dapat menurunkan kualitas
Ekstraksi dilakukan pada suasana sedikit asam. Proses pengasaman bertujuan
untuk memecahkan dinding sel sehingga memudahkan proses ekstraksi. Pengasaman
juga dapat menghancurkan dan melarutkan kotoran, sehingga bahan lebih bersih.
Pengasaman dapat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat, asam asetat atau
asam sitrat (Winarno, 1997).
Proses pemasakan dilakukan dengan penambahan asam 0,5% sampai
pH 6. Selama pemasakan akan terjadi penghancuran dinding sel yang terjadi akibat
hidrolisis pada waktu pengasaman maupun pada waktu ekstraksi. Proses
penghancuran dinding sel bertujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga
mempermudah proses pelarutan (Astawan dan Wahyuni, 1991).
Faktor yang mempengaruhi hidrolisis asam adalah konsentrasi asam, lama
hidrolisis, suhu, dan perlakuan pendahuluan. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin
tinggi suhu, reaksi hidrolisis akan berjalan semakin cepat (Millet, et al., 1976).
Perubahan suhu akan mempengaruhi ikatan kimia yang menentukan struktur
gel. Jika suhu meningkat, ikatan kimia pembentukan gel akan merenggang sehingga
terbentuk cairan yang kental. Hal sebaliknya terjadi apabila cairan didinginkan, ikatan
kimia pembentuk gel akan saling merapat kembali membentuk jalinan yang kuat. Gel
tipe ini disebut thermoreversible (Fennema, 1976).
Pada pemasakan asam sewaktu suhu dinaikkan, suspensi serat dapat
dihidrolisis oleh asam. Selama pemanasan granula serat akan mengembang, semakin
meningkat suhu pemanasan pengembangan granula semakin besar (Afrianti, 2004).
Agar diperoleh rendemen yang maksimal dan bermutu baik, dilakukan
dilakukan misalnya proses saat pemotongan, pencucian, dan pengayakan. Faktor yang
sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu serat yang terekstrak adalah suhu,
waktu, dan keasaman selama ekstraksi berlangsung. Faktor lain seperti jenis asam
harus mendapat perhatian, karena semakin kuat asam yang digunakan maka akan
meningkatkan jumlah rendemen (Hanifah, 2002).
Penyaringan
Bahan-bahan yang diekstraksi disaring dan penyaringan yang umum dilakukan
dengan menggunakan kain blacu berwarna putih. Dalam penyaringan ini akan
diperoleh filtrat. Ampas yang tertinggal pada kain blacu dipress. Pengepresan yang
baik akan menghasilkan ampas dengan kandungan air 76-78% (Soebardjo, et al.,
1988).
Pengeringan II
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan
dan volume menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan. Berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih
murah (Muchtadi, 1997)
Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi
coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi browning, baik enzimatik
maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang sering terjadi adalah
dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung dalam
bahan (Winarno, 1993).
Penghancuran dan Pengayakan II
Penghancuran dan pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja
mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel lebih kecil. Pemotongan
dipergunakan untuk memecahkan potongan besar bahan pangan menjadi
potongan-potongan kecil yang sesuai untuk pengolahan lebih lanjut (Earle, 1969).
Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran
tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk
komersial yang diinginkan (Bernasconi, et. al., 1995).
Karakteristik dan Sifat Asam yang Digunakan dalam Ekstraksi
Menurut Keenan, et al., (1995), asam kuat seperti HCl, H2SO4 dan HNO3 di
dalam air akan membentuk larutan dengan kuat asam yang relatif sama. Tetapi untuk
beberapa senyawa hidroksi dari bukan logam yang merupakan donor proton yang
baik, bila mengandung atom oksigen dalam jumlah yang banyak yang terikat pada
unsur bukan logam, akan lebih mempercepat suatu reaksi, karena makin mudah H+
disumbangkan, sehingga menghasilkan rendemen yang semakin tinggi.
Menurut Fessenden and Fessenden (1999), pereaksi reduksi-oksidasi kuat
(seperti HCl, H2SO4, dan HNO3) mengoksidasi dan mereduksi gugus aldehid dan
gugus hidroksil dari monosakarida, menghasilkan suatu produk tertentu. Jadi
pengaruh oksidasi dan reduksi dapat mentransformasikan galaktosa menjadi
pernyataan Hanifah (2002), bahwa kesempurnaan suatu reaksi dapat juga terjadi
melalui aksi dari pereduksi dan pengoksidasian. Proses oksidasi dan reduksi,
memungkinkan degradasi struktur rantai pada atom C dari karbohidrat.
Proses oksidasi akan menyebabkan pemutusan rantai karbon (depolimerisasi)
dan oksidasi gugus aldehid dan gugus hidroksil dari monosakarida. Apabila selama
ektraksi terjadi proses hidrolisis yang berlangsung cepat disertai dengan proses
oksidasi dapat mempercepat terjadinya deesterifikasi, demetilasi dan depolimerisasi,
dimana reaksi ini membutuhkan air. Sedangkan proses depolimerisasi dapat
menimbulkan degradasi asam pektinat, sehingga terbentuk polimer-polimer asam
pektinat yang pendek. Semakin pendek polimer-polimer asam pektinat, akan lebih
mudah melepaskan air (akan terjadi penguapan larutan yang digunakan sebagai
larutan pengekstraksi), sehingga menyebabkan kadar air semakin menurun
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2009 di
Laboratorium Mikrobiologi Umum Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit mentimun, kulit
wortel, kulit labu siam, dan kulit labu kuning.
Reagensia
Penelitian ini hanya menggunakan asam asetat dengan konsentrasi 0,5%, 1%,
1,5%, dan 2% dalam proses ekstraksi serat makanan dari kulit sayuran.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, spatula
slumimnium foil, pipet tetes muffel, erlenmeyer, hot plate, corong, timbangan, beaker
Metoda Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL),
dengan dua faktor, yaitu :
Faktor I : Jenis limbah tanaman sayuran (S) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
S1 = Kulit mentimun
S2 = Kulit wortel
S3 = Kulit labu siam
S4 = Kulit labu kuning
Faktor II : Perendaman dalam larutan asam asetat (A) , terdiri dai 4 taraf yaitu :
A1 = 0,5 %
A2 = 1 ,0 %
A3 = 1,5 %
A4 = 2,0 %
Kombinasi perlakuan (Tc) = 4 x 4 = 16, dengan jumlah minimum perlakuan (n)
adalah :
Tc (n-1) ≥ 15
16 (n-1) ≥ 15
16 n ≥ 31
n ≥ 1,93 ……… Dibulatkan menjadi n = 2
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktorial dengan model :
Ŷ
ijk=µ
+α
i +β
j +(
αβ
)
ij +ε
ijkDimana :
Ŷ
ijk : Hasil pengamatan dari faktor S dari taraf ke - i dan faktor A pada taraf ke- j dengan ulangan ke - k
µ
: Efek nilai tengahα
i : Efek faktor S pada taraf ke - iβ
j : Efek faktor A pada taraf ke - j(
αβ
)
ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke - i dan faktor A pada taraf ke - jε
ijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke – i dan faktor A pada taraf ke - j dalamulangan ke - k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata, maka
dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range)
Pelaksanaan Penelitian
− Bahan (kulit labu kuning, kulit mentimun, kulit labu siam, dan kulit wortel)
dipilih yang utuh, tidak cacat, rusak, dan berwarna hijau segar serta bebas dari
− Dilakukan pencucian dengan air mengalir hingga bersih.
− Dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 500C hingga bahan
mudah dipatahkan (KA sekitar 13 %).
− Bahan yang telah kering dihaluskan dan diayak dengan ayakan berukuran
50 mesh. Sebagai hasil penggilingan didapatkan tepung dari masing-masing
sayuran tersebut.
− Selanjutnya, bahan yang telah halus tersebut diambil sebanyak 30 gram untuk
diasamkan dengan larutan asam asetat pada konsentrasi asam 0,5 %, 1 %, 1,5
%, dan 2 % sebanyak 600 ml selama 12 jam.
− Bahan yang diasamkan, dituangkan ke atas kain blacu dan dicuci dengan air
mengalir hingga bau asam hilang.
− Bahan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air dan diatur
pH-nya dengan menambahkan asam asetat sehingga mencapai pH 6, kemudian
dimasak selama 45 menit pada suhu 900C.
- Disaring dengan kain blacu dan dipress sehingga menghasilkan ampas
- Ampas kemudian dikeringkan dengan oven
- Dihaluskan kembali dan diayak dengan ayakan 50 mesh.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter :
1. Rendemen (%)
3. Kadar abu (%)
4. Daya larut dalam air (%)
5. Daya serap air (%)
6. Uji organoleptik (warna, aroma, dan rasa) (numerik)
Parameter Penelitian Penentuan Rendemen (%)
Rendemen dihitung atas dasar rumus sebagai berikut :
%
Penentuan Kadar Air (%) (dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)
Ditimbang serat makanan sebesar 5 gram di dalam aluminium foil yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar
105o- 110oC selama 3 jam kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15
menit kemudian ditimbang kembali. Selanjutnya dipanaskan kembali di dalam oven
selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan
ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan.
Penentuan Kadar Abu (%) (Sudarmadji et al, 1989)
− Ditimbang 2 gram serat makanan dalam krus porselin yang kering dan telah
diketahui beratnya.
− Dipijarkan dalam muffle pada suhu 210oC hingga diperoleh abu dan dimasukkan
ke dalam desikator, ditimbang berat abu setelah dingin.
%
Penentuan Daya Larut dalam Air (%) (SNI 06-1451-1989)
Ditimbang teliti 2 gram serat makanan, kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 200 ml.Dibilas botol timbang dengan air aquadest sampai volume kira-kira 150
ml. Kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa jam sambil sesekali digoyangkan.
Ditambahkan air sampai tanda tera dan dibiarkan sampai 24 jam di dalam oven pada
suhu 37oC. Disaring dan pipet 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam kurs porselin 50 ml
yang diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven selama 3 jam hingga bobot
Penentuan Daya Serap Air (g) (Sathe dan Salunkhe, 1981).
Daya serap air dapat ditentukan dengan metode centrifuge. 1 gram serat
makanan dicampur dengan 10 gram air aquadest, kemudian dikocok selama 30
detik. Didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dicentrifuge pada
500 rpm selama 30 menit lalu air yang berada diatas endapan dibuang kemudian berat
endapan dicatat. Selisih berat endapan dengan berat contoh merupakan jumlah
penyerapan oleh serat.
% 100 c
b -a air serap
Daya = x
Dimana = a = Berat endapan
b = Berat serat makanan
c = Berat air
Penentuan Uji Organoleptik (Warna, Aroma, dan Rasa) (numerik)
Uji organoleptik terhadap warna, aroma, dan rasa serat yang dihasilkan dari
sayur-sayuran dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 orang dengan ketentuan
sebagai berikut :
Proporsi uji organoleptik terhadap warna, aroma, dan rasa :
Warna : 25 %
Aroma : 25 %
Tabel 2. Skala uji hedonik warna
Skala Hedonik Skala Numerik
Putih 4
Agak Kekuningan 3
Agak Kecokelatan 2
Cokelat 1
Tabel 3. Skala uji hedonik aroma
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat Suka 4
Suka 3
Agak Suka 2
Tidak Suka 1
Tabel 4. Skala uji hedonik rasa
Skala Hedonik Skala Numerik
Netral 4
Agak Pahit 3
Pahit 2
Gambar 1. Skema pembuatan serat makanan dari beberapa kulit sayuran Sortasi
Pencucian
Dicuci dengan air mengalir
Dikeringkan dengan oven pada suhu 0
Dihaluskan dan diayak dengan mesh 50
Direndam dalam larutan asam asetat selama 12 jam
Dicuci dengan air mengalir
Dimasak dalam air yang pH-nya telah diatur sebesar 6 selama 45 menit pada suhu 900C
Penyaringan dengan kain blacu dan dipress sambil dicuci dengan air mengalir
Ampas
4.Daya Larut dalam Air (%) 5.Daya Serap Air (%) 6.Uji Organoleptik (Warna,
Aroma & Rasa)(Numerik) Dikeringkan dengan oven
Dihaluskan dan diayak dengan mesh 50
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat dan jenis kulit
sayuran memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh
konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati dapat
dijelaskan di bawah ini.
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan
pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap
air dan nilai uji organoleptik serat makanan yang dihasilkan.
Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap parameter yang diamati dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap parameter yang diamati
Konsentrasi Rendemen Kadar Kadar Daya Daya Uji Organoleptik Asam asetat Air Abu Larut Serap
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (Numerik)
A1 = 0,5 35,75 5,09 2,70 21,25 12,60 2,77 A2 = 1,0 41,15 5, 83 2,31 20,56 14,85 2,87 A3 = 1,5 37,73 5,17 2,00 22,94 14,90 3,07 A4 = 2,0 56,00 5,13 1,59 17,25 13,47 2,98
Tabel 5 memperlihatkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan
pengaruh terhadap parameter yang diuji. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan
A4 yaitu sebesar 56,00 % dan terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu 35,75 %.
Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yaitu sebesar 5,83 % dan terendah
perlakuan A1 yaitu sebesar 2,70 % dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan A4
yaitu sebesar 1,59 %. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu
sebesar 22,94 % dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 17,25 %.
Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu sebesar 14,90 % dan
terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 12,60 %. Nilai uji organoleptik
tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu sebesar 3,07 % dan terendah terdapat pada
perlakuan A1 yaitu sebesar 2,77 %.
Pengaruh Jenis Kulit Sayuran terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kulit sayuran yang digunakan
memberikan pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air,
daya serap air, dan nilai uji organoleptik serat makanan yang dihasilkan.
Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati
Konsentrasi Rendemen Kadar Kadar Daya Daya Uji Organoleptik
Asam asetat Air Abu Larut Serap
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (Numerik)
S1 = Kulit mentimun 44,31 3,46 2,96 20,38 17,77 3,13 S2 = Kulit wortel 41,83 6,84 2,61 20,25 11,62 2,91 S3 =Kulit labu siam 41,49 4,17 1,44 20,88 13,79 2,65 S4 =Kulit labu kuning 43,01 6,75 1,59 20,50 12,65 3,00
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa jenis kulit sayuran yang digunakan
memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Rendemen tertinggi terdapat
pada perlakuan S1 yaitu sebesar 44,31 % dan terendah terdapat pada perlakuan S3
yaitu sebesar 41,49 %. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S2 yaitu sebesar
tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 2,96 % dan terendah terdapat pada
perlakuan S3 yaitu sebesar 1,44 %. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada
perlakuan S3 yaitu sebesar 20,88 % dan terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu
sebesar 20,25 %. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar
17,77 % dan terendah terdapat pada perlakuan S2 yaitu sebesar 11,62 %. Nilai uji
organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 3,13 dan terendah
terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 2,65 %.
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Asam Asetat dan Jenis Kulit Sayuran terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat
dan jenis kulit sayuran yang digunakan memberikan pengaruh terhadap rendemen,
kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap air dan nilai uji organoleptik
terhadap warna, aroma dan rasa serat makanan yang dihasilkan.
Pengaruh interaksi antara konsentrsi asam asetat dan jenis kulit sayuran
terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7 dapat
dilihat bahwa jenis kulit sayuran yang digunakan memberikan pengaruh terhadap
parameter yang diuji. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S3A4 yaitu sebesar
57,64 % dan terendah terdapat pada perlakuan S4A1 yaitu sebesar 34,70 %. Kadar
air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A1 yaitu sebesar 6,86 % dan terendah terdapat
pada perlakuan S3A1 yaitu sebesar 3,17 %. Kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan S1A1 yaitu sebesar 3,30 % dan terendah terdapat pada perlakuan S3A4
yaitu sebesar 1,00 %. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A3
%. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S1A2 yaitu sebesar 20,43 % dan
terendah terdapat pada perlakuan S4A4 yaitu sebesar 10,54 %. Nilai uji organoleptik
tertinggi terdapat pada perlakuan S1A3 yaitu sebesar 3,46 % dan terendah terdapat
pada perlakuan S3A3 yaitu sebesar 2,50 %.
Tabel 7. Pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati
Kombinasi Rendemen Kadar Kadar Daya Daya Uji Perlakuan (%) Air Abu Larut Serap Organoleptik (%) (%) (%) (%) (numerik)
S1A1 38,32 3,50 3,30 21,75 13,17 2,79
S1A2 41,19 3,50 3,05 22,25 20,43 2,92
S1A3 41,04 3,50 2,75 23,00 19,65 3,46
S1A4 56,70 3,33 2,75 14,50 17,84 3,36
S2A1 34,97 6,86 3,25 22,75 10,86 2,98
S2A2 39,37 6,83 3,20 19,50 12,08 2,90
S2A3 36,30 6,83 2,75 27,00 11,17 3,00
S2A4 56,69 6,83 1,25 11,75 12,35 2,75
S3A1 35,02 3,17 2,00 21,75 13,00 2,64
S3A2 38,34 6,50 1,50 21,50 14,10 2,74
S3A3 34,97 3,50 1,25 20,25 14,88 2,50
S3A4 57,64 3,50 1,00 20,00 13,17 2,74
S4A1 34,70 6,83 2,25 18,75 13,37 2,68
S4A2 45,70 6,50 1,50 19,00 12,81 2,93
S4A3 38,64 6,83 1,25 21,50 13,89 3,30
Rendemen (%)
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Rendemen (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi
asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen
serat makanan yang dihasilkan.
Hasil pengujian LSR terhadap rendemen dari setiap perlakuan dengan asam
asetat dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 Asam Asetat 0,05 0,01
- - - A1 = 0.5 % 35,75 d D
2 0,6770 0,9320 A2 = 1, 0 % 41,15 b B
3 0,7109 0,9794 A3 = 1.5 % 37,73 c C
4 0,7289 1,0042 A4 = 2, 0 % 56,00 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan A2, A3 dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A3
dan A4. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A4. Rendemen
tertinggi terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 56,00 % dan terendah terdapat
Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen serat makanan yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)
Asam adalah senyawa yang bila dilarutkan dalam air akan meningkatkan
konsentrasi ion hidrogen (H+) diatas nilainya dalam air murni. Pada asam lemah
(seperti asam asetat) perpindahan ion hidrogen ke air tidak berlangsung sempurna.
Dengan demikian asam lemah merupakan elektrolit lemah dimana kemampuannya
untuk menghantarkan listrik tidak sebaik asam kuat dengan konsentrasi yang sama
karena ion-ion yang dikandungnya lebih sedikit. Berdasarkan hal ini maka
perendaman dengan asam asetat lebih memberikan rendemen yang tinggi. Terlihat
pada Gambar 2 rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan dengan menggunakan
Rendemen merupakan rasio antara hasil yang diperoleh dengan bahan
dasarnya. Dalam setiap proses produksi diharapkan menghasilkan rendemen yang
tinggi. Agar diperoleh rendemen yang maksimal dan bermutu baik, dilakukan
ekstraksi yang tepat. Jumlah rendemen juga tergantung dari jenis dan konsentrasi
asam yang digunakan. Menurut Hanifah, (2002), bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap jumlah dan mutu serat yang diekstrak adalah suhu, waktu dan
keasaman selama ekstraksi berlangsung.
Pengaruh Jenis Kulit Sayuran terhadap Rendemen (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis kulit
sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen
yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR rendemen yang dihasilkan dari setiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)
Jarak LSR Jenis Kulit Sayuran Rataan Notasi
0,05 0,01 (S) 0,05 0,01
- - - S1 = Kulit mentimun 44,31 a A
2 0,6770 0,9320 S2 = Kulit wortel 41,83 c C
3 0,7109 0,9794 S3 = Kulit labu siam 41,49 c C
4 0,7289 1,0042 S4 = Kulit labu kuning 43,01 b B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan S2, S3, dan S4. Perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan S3,
dengan perlakuan S4. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar
44,31 % dan terendah terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 41,49 %.
Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen serat makanan yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.
40.0
Kulit Mentimun Kulit Wortel Kulit Labu Siam Kulit Labu Kuning
Jenis Kulit Sayuran (S)
Gambar 3. Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen ( % )
Rendemen tertinggi terdapat pada kulit mentimun. Hal ini disebabkan kulit
mentimun mengandung air yang lebih sedikit dibandingkan kulit lainnya, sehingga
pada saat pengeringan bobot bahan tidak banyak mengalami pengurangan dan
rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu proses sortasi, pencucian, penepungan,
dan pengayakan yang dilakukan juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya
rendemen yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanifah, (2002) yang
menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen juga dipengaruhi oleh proses yang
dilakukan misalnya proses pada saat pemotongan, pencucian, dan pengayakan.
Jenis kulit sayuran memang sangat mempengaruhi rendemen serat makanan
makanan disusun oleh polisakarida yang panjang dan kompleks sehingga sulit
dipotong oleh asam maka hasil pemotongan akan menghasilkan serat makanan yang
didominasi oleh serat makanan tidak larut air, akibatnya rendemen serat makanan
yang dihasilkan lebih tinggi karena tidak ikut larut dalam air pada saat pada saat
proses pencucian.
Rendemen yang tinggi tidak selalu menghasilkan mutu serat makanan yang
paling baik karena harus memperhitungkan juga nilai dari parameter mutu yang lain.
Rendemen merupakan rasio antara hasil yang diperoleh dengan bahan dasarnya.
Rendemen serat makanan yang dihasilkan sanga bergantung pada konsentrasi asam
asetat dan jenis kulit sayura yang digunakan. Semakin medekat ph 6, maka
kemampuan suatu asam untuk menghancurkan dinding sel baik.
Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Asam Asetat dan Jenis Kulit Sayuran terhadap Rendemen (%)
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi
antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan.
Hasil pengujian LSR pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan
jenis kulit sayuran terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan dapat
ditunjukkan oleh Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan
antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran menunjukkan bahwa rendemen
tertinggi terdapat pada perlakuan S3A4 yaitu sebesar 57,64 % dan terendah terdapat
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran dan konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)
Jarak LSR Kombinasi Rataan Notasi 0,05 0,01 Perlakuan 0,05 0,01
- - - S1A1 38,32 f EFG 2 1,3540 1,8640 S1A2 41,19 d D 3 1,4217 1,9588 S1A3 41,04 de D 4 1,4578 2,0085 S1A4 56,70 a A 5 1,4894 2,0491 S2A1 34,97 f H 6 1,5075 2,0762 S2A2 39,37 f DE 7 1,5210 2,1077 S2A3 36,30 f GH 8 1,5300 2,1303 S2A4 56,69 a A 9 1,5391 2,1484 S3A1 35,02 gh H 10 1,5481 2,1619 S3A2 38,34 f EFG 11 1,5481 2,1755 S3A3 34,97 gh H 12 1,5526 2,1845 S3A4 57,64 a A 13 1,5526 2,1935 S4A1 34,70 h H 14 1,5571 2,2025 S4A2 45,70 c C 15 1,5571 2,2116 S4A3 38,64 f EF 16 1,5616 2,2161 S4A4 52,99 b B
Pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran
terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan dapat ditunjukkan gambar 4.
Gambar 4. Grafik pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)
Dari Gambar 4 terlihat bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan
jenis kulit sayuran menghasilkan rendemen serat makanan tertinggi pada kulit labu
siam yang diekstrak dengan asam asetat 0,5 %.
Rendemen merupakan rasio antara hasil yang diperoleh dengan bahan
dasarnya. Rendemen serat makanan yang dihasilkan sangat bergantung pada
konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran yang digunakan.
Jenis kulit sayuran memang sangat mempengaruhi rendemen serat makanan
makanan disusun oleh polisakarida yang panjang dan kompleks sehingga sulit
dipotong oleh asam maka hasil pemotongan akan menghasilkan serat makanan yang
didominasi oleh serat makanan tidak larut dalam air pada saat pencucian.
Rendemen yang tinggi tidak selalu menghasilkan mutu serat makanan yang
paling baik karena harus memperhitungkan juga nilai dari parameter mutu yang lain.
Kadar Air (%)
Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kadar air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi
asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air
serat makanan yang dihasilkan.
Hasil pengujian LSR terhadap kadar air dari setiap perlakuan dengan asam
asetat dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 Asam Asetat 0,05 0,01
- - - A1 = 0.5 % 5,09 b B
2 0,2448 0,3371 A2 = 1, 0 % 5,83 a A
3 0,2571 0,3542 A3 = 1.5 % 5,17 b B
4 0,2636 0,3632 A4 = 2, 0 % 5,13 b B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan A2 namun berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A3 dan A4.
berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A4. Kadar air tertinggi pada perlakuan A2
sebesar 5,83 % dan kadar air terendah pada perlakuan A1 sebesar 5,09 %.
Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air (%)
Diperoleh konsentrasi asam 1 % menghasilkan kadar air yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi asam lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh ikatan
polimer. Ikatan polimer yang panjang mengandung air yang lebih banyak, dengan
adanya asam dapat memutuskan ikatan polimer yang panjang tersebut menjadi
pendek sehingga sebagian airnya menguap. Jenis asam yang digunakan dalam
ekstraksi juga berpengaruh terhadap kadar air bahan yang dihasilkan. Hal ini
tergantung pada kemampuan asam dalam memutus ikata polimer suatu bahan.
Pengaruh Jenis Kulit Sayuran terhadap Kadar Air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis kulit
sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air serat
makanan yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan LSR terhadap kadar air untuk setiap perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan A2, A3, dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan A3 namun berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A4. Perlakuan
A3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A4. Kadar air tertinggi terdapat pada
perrlakuan S2 yaitu sebesar 6,84 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S1
yaitu sebesar 3,46 %.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Jenis Kulit Sayuran Rataan Notasi
0,05 0,01 (S) 0,05 0,01
- - - S1 = Kulit mentimun 3,46 c C
2 0,2448 0,3371 S2 = Kulit wortel 6,84 a A
3 0,2571 0,3542 S3 = Kulit labu siam 4,17 b B
4 0,2636 0,3632 S4 = kulit labu kuning 6,75 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR
Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air serat makanan yang dihasilkan
3,0
Gambar 6. Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)
Kadar air tertinggi terdapat pada kulit wortel. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran
butiran-butiran dari hasil penepungan dan pengayakan. Dimana hasil penepungan
dari kulit wortel memiliki butiran-butiran yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil
penepungan limbah kulit sayuran lainnya. Ukuran butiran-butiran yang lebih kecil
memiliki kemampuan mengikat air lebih besar pada saat perendaman karena
permukaan bidangnya menjadi lebih luas.
Sifat fisik serat makanan seperti kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, dan
daya serap air sangat ditentukan oleh jenis bahan asalnya, dimana pada penelitian ini
ditentukan oleh jenis kulit sayuran yag digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Muchtadi, (2000) bahwa serat makanan dapat berasal dari dinding sel berbagai jenis
kulit sayuran, faktor-faktor spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang
dikonsumsi, dan perlakuan terhadap bahan tersebut sangat berpengaruh terhadap