• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pembuatan Serat Makanan Dari Beberapa Kulit Sayuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Pembuatan Serat Makanan Dari Beberapa Kulit Sayuran"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

MAJU PARADONGAN SIAHAAN 050305029/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SKRIPSI

OLEH :

MAJU PARADONGAN SIAHAAN 050305029/THP

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Nama : Maju Paradongan Siahaan NIM : 050305029

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Ir. Ismed Suhaidi, M.Si

Ketua Anggota

Ir. Sentosa Ginting, MP

Mengetahui

Ketua Departemen Ir.Saipul Bahri Daulay, M.Si

(4)

STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran yang terbaik untuk menghasilkan serat makanan. Penelitian ini menggunakan metode rancang lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi asam asetat (A) : ( 0,5%, 1%, 1,5%, 2%) dan jenis kulit sayuran (B) : ( kulit mentimun, kulit wortel, kulit labu siam, dan kulit labu kuning). Parameter mutu yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap air dan nilai organoleptik (warna, aroma, dan rasa).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh yang berbeda sagat nyata terhadap semua parameter, kecuali uji organoleptik. Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali daya larut dalam air. Interaksi antara konsentrasi asam dan jenis kuit sayuran memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter, kecuali kadar abu dan uji organoleptik. Serat makanan hasil ekstraksi dengan konsentrasi asam asetat 2% mempunyai kualitas yang terbaik.

Kata kunci : Serat Makanan, Asam Asetat dan kulit sayuran

ABSTRACT

A STUDY ON THE PRODUCTION OF DIETARY FIBER FROM SOME VEGETABLE SKIN

The aim of this research was to find the of acetic acid concentration and the kind of vegetable skin the best dietary fiber. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.e acetic acid concentration (A): (0,5%, 1,0%, 1,5%, 2%) and the kind of vegetable skin (B) : (cucumber skin, carrot skin, siam pumpkin skin, and yellow pumpkin skin). Parameters analyzed were yield, moisture content, ash content, solubility in water, water absoption capacity and organoleptic values (color, taste and aroma).

The result showed that acetid acid concentration had highly significant effect on all parameters, except organoleptic values. The kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters, except solubility in water. The interaction of acetic acid concentration and kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters except ash content and organoleptic values. Dietary fiber from extracted using acetic acid 2% had the best quality.

(5)

MAJU PARADONGAN SIAHAAN ”Studi Pembuatan Serat Makanan dari Beberapa Kulit Sayuran” yang dibimbing oleh Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku ketua

komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, MP selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dan jenis

kulit sayuran yang terbaik untuk dikonsumsi sebagai serat makanan.

Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan

dua faktor. Faktor I: Jenis kulit sayuran (S) yaitu S1: Kulit mentimun, S2: Kulit

wortel, S3: Kulit labu siam, S4: Kulit labu kuning. Faktor II: Konsentrasi asam

asetat (A) yaitu A1: 0,5 %, A2: 1,0 %, A3: 1,5%, A4: 2 %. Dengan parameter analisa

adalah rendemen (%), kadar air (%), kadar abu (%), daya larut dalam air (%), daya

serap air (%), dan uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa (numerik).

1. Rendemen (%)

Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan. Rendemen tertinggi terdapat pada

perlakuan A1 yaitu sebesar 56,00 % dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu

sebesar 35,75 %.

Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap rendemen yang dihasilkan. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S1

(6)

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen serat

makanan yang dihasilkan. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S3A1 yaitu

sebesar 57,63 % dan terendah terdapat pada perlakuan S4A4 yaitu sebesar 34,70 %.

2. Kadar Air (%)

Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar air serat makanan yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada

perlakuan A2 yaitu sebesar 5,83 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan A1

yaitu sebesar 5,09 %.

Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar air serat makanan yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada

perlakuan S2 yaitu sebesar 6,84 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S1

yaitu sebesar 3,46 %.

Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air serat yang dihasilkan.

Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A1 yaitu sebesar 6,86 % dan kadar air

terendah terdapat pada perlakuan S3A1 yaitu sebesar 3,17 %.

3. Kadar Abu (%)

Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar abu serat makanan yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan A1 yaitu sebesar 2,70 % dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu

(7)

terhadap kadar abu serat makanan yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan S1 yaitu sebesar 2,96 % dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan S3

yaitu sebesar 1,44 %.

Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu serat makanan yang

dihasilkan.

4. Daya Larut dalam Air (%)

Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

terhadap daya larut dalam air serat makanan yang dihasilkan. Daya larut dalam air

tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu sebesar 22,94% dan terendah terdapat

pada perlakuan A4 yaitu sebesar 17,25 %.

Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)

terhadap daya larut dalam air serat makanan yang dihasilkan.

Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan

pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap daya larut dalam air serat makanan yang

dihasilkan. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A3 yaitu sebesar

27,00 % dan terendah terdapat pada perlakuan S2A4 yaitu sebesar 11,75 %.

5. Daya Serap Air (%)

Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

(8)

perlakuan A1 yaitu sebesar 12,60 %.

Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap daya serap air dari serat makanan yang dihasilkan. Daya serap air tertinggi

terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 17,77 % dan terendah terdapat pada

perlakuan S2 yaitu sebesar 11,62 %.

Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daya serap air dari serat makanan

yang dihasilkan. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S1A2 yaitu sebesar

20,43 % dan daya serap air tertendah terdapat pada perlakuan S4A4 yaitu sebesar

10,54 %.

6. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, dan Rasa) (numerik)

Konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)

terhadap nilai organoleptik serat makanan yang dihasilkan.

Jenis kulit sayuran memberikan pengarruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

terhadap nilai organoleptik. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan S1

yaitu sebesar 3,13 dan terendah terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 2,65.

Interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik serat makanan

(9)

MAJU PARADONGAN SIAHAAN, lahir di Balige 31 Januari 1986. Anak ke enam dari tujuh bersaudara dari Ayahanda J. Siahaan dan Ibunda L.Tambunan

yang beragama Kristen Protestan.

Pada tahun 1999, penulis lulus Sekolah Dasar di SD Negeri 173526 Hinalang,

Balige. Kemudian lulus jenjang pendidikan SLTP pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2

Balige. Selanjutnya penulis lulus jenjang pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMU

Negeri 1 Balige. Penulis memasuki Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,

Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara di

Medan melalui jalur SPMB pada tahun 2005.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi,

diantaranya sebagai ketua bidang kreativitas Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil

Pertanian (IMTHP) pada tahun 2007-2008, menjadi ketua bidang olah raga dan

kesenian Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Pertanian (PEMA) Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera pada tahun 2008-2009. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja

(10)

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan berkah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi

ini adalah ” Studi Pembuatan Serat Makanan dari Beberapa Kulit sayuran”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu

Ir. Ismed Suhaidi M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, MP

selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan

kepada penulis selama dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada kedua orang tua tercinta J. Siahaan dan L. Tambunan, kepada abang, kakak

dan adek tersayang serta keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan, doa

dan perhatian. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi

Hasil Pertanian atas ilmu dan kesabaran dalam mendidik kami. Terima kasih atas

segala bantuan yang diberikan oleh para pegawai tata usaha Program Studi Teknologi

Hasil pertanian. Terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2005

atas doa, motivasi, bantuan dan perhatiannya selama ini.

Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat

(11)
(12)

Rendemen (%)

(13)

No Komposisi kimia sayuran yang mengandung serat……….

Skala uji hedonik terhadap warna...

Skala uji hedonik terhadap aroma ...

Skala uji hedonik terhadap rasa ...

Pengaruh honsentrasi asam asetat terhadap parameter yang

diamati ...

Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati...

Pengaruh interaksi antar konsentrasi asam asetat dan jenis

kulit sayuran terhadap parameter yang diamati...

Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi asam asetat

terhadap rendemen (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap

rendemen (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam

asetat dan jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat

terhadap kadar air (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap

kadar air (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam

asetat dan jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat

(14)

16

17

18

19

20

21

Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat terhadap daya larut dalam air...

Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya larut dalam air...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis konsentrasi asam asetat terhadap daya serap air...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap daya serap air (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh interaksi konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya serap air (%)...

Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap terhadap nilai organoleptik (numerik)...

42

43

46

47

48

(15)

No

Skema pembuatan serat makanan dari kulit sayuran...

Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)...

Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)….

Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)...

Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air (%)....

Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)...

Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)...

Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar abu (%)...

Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar abu (%)....

Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap daya larut dalam air (%)...

Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya larut dalam air (%)...

Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap

daya serap air (%)...

Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap daya

serap air (%)...

Histogram pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap daya serap air (%)...

Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap

(16)

STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran yang terbaik untuk menghasilkan serat makanan. Penelitian ini menggunakan metode rancang lengkap dengan dua faktor, yaitu konsentrasi asam asetat (A) : ( 0,5%, 1%, 1,5%, 2%) dan jenis kulit sayuran (B) : ( kulit mentimun, kulit wortel, kulit labu siam, dan kulit labu kuning). Parameter mutu yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap air dan nilai organoleptik (warna, aroma, dan rasa).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan pengaruh yang berbeda sagat nyata terhadap semua parameter, kecuali uji organoleptik. Jenis kulit sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali daya larut dalam air. Interaksi antara konsentrasi asam dan jenis kuit sayuran memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter, kecuali kadar abu dan uji organoleptik. Serat makanan hasil ekstraksi dengan konsentrasi asam asetat 2% mempunyai kualitas yang terbaik.

Kata kunci : Serat Makanan, Asam Asetat dan kulit sayuran

ABSTRACT

A STUDY ON THE PRODUCTION OF DIETARY FIBER FROM SOME VEGETABLE SKIN

The aim of this research was to find the of acetic acid concentration and the kind of vegetable skin the best dietary fiber. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors, i.e acetic acid concentration (A): (0,5%, 1,0%, 1,5%, 2%) and the kind of vegetable skin (B) : (cucumber skin, carrot skin, siam pumpkin skin, and yellow pumpkin skin). Parameters analyzed were yield, moisture content, ash content, solubility in water, water absoption capacity and organoleptic values (color, taste and aroma).

The result showed that acetid acid concentration had highly significant effect on all parameters, except organoleptic values. The kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters, except solubility in water. The interaction of acetic acid concentration and kind of vegetable skin had highly significant effect on all parameters except ash content and organoleptic values. Dietary fiber from extracted using acetic acid 2% had the best quality.

(17)

Latar Belakang

Beberapa dekade yang lalu, orang menggunakan istilah bulk atau roughage

(bagian yang kasar) untuk memperkenalkan kepada masyarakat yang sekarang

dikenal sebagai serat makanan.

Serat makanan (dietary fiber) adalah komponen dalam makanan yang tidak

tercerna secara enzimatis menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran

pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai

substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks.

Awalnya, serat hanya diketahui bermanfaat untuk mencegah konstipasi. Pada

awal tahun 1970-an, beberapa ilmuwan menyatakan bahwa serat memiliki manfaat

lain untuk kesehatan.

Selama ini serat dianggap tidak berguna karena seluruhnya tidak dapat dicerna

melainkan dibuang keluar badan dalam bentuk kotoran. Kebanyakan dari sumber

serat makanan seperti sayuran yang kita konsumsi selama ini tidak sepenuhnya kita

konsumsi (ada bagian yang kita buang). Padahal dari bagian yang kita buang dari

sayuran tersebut seperti kulit mentimun, kulit wortel, kulit labu siam, dan kulit labu

kuning bisa kita manfaatkan sebagai sumber serat melalui beberapa proses agar lebih

disukai konsumen.

Serat dalam makanan atau disebut juga serat makanan umumnya berasal dari

serat buah dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia. Serat

(18)

serat yang secara laboratorium dapat menahan asam kuat (acid) atau basa kuat

(alkali), sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat

dicerna oleh enzim-enzim pencernaan.

Oleh sebab itu kadar serat kasar selalu lebih rendah dibanding serat makanan,

karena asam kuat (asam sulfat) dan basa kuat (natrium hidroksida) mempunyai

kemampuan yang lebih besar untuk memecahkan (menghidrolisa)

komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Kandungan serat dalam

bahan pangan (serat makanan) sangat tergantung kepada jenis bahan pangan tersebut.

Serat dalam makanan digolongkan menjadi dua golongan yaitu serat yang tidak larut

seperti selulosa dan hemiselulosa yang terdapat hampir di semua jenis bahan pangan

nabati khususnya buah dan sayuran. Sedangkan serat yang larut adalah pektin yang

banyak terdapat dalam buah-buahan. Ada juga beta-glukan terdapat pada oat dan

barley, seaweed seperti alginat, karagenan dan agar yang merupakan serat dari

tumbuhan laut. Serat bakteri seperti nata de coco dan lignin yang terdapat pada buah

dan sayur.

Serat sekarang banyak tersedia baik dalam bentuk instan maupun dalam

bentuk yang telah dimurnikan. Biasanya serat dalam minuman instan adalah hasil

ekstraksi tumbuhan baik dari daun, kulit, atau akar. Selain itu juga tersedia serat

dalam bentuk alami tanpa melalui ekstraksi tetapi hasil sampingan pengolahan

pangan dari dedak atau kulit biji-bijian atau sereal yang dihaluskan. Serat kasar

menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan menuju pembuluh

(19)

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Keunggulan serat dari buah dan sayur adalah

kandungan vitamin dan mineral.

Suplemen serat sebagai serat alami yang diakstrak dari kulit sayuran

dipercaya dan telah terbukti dapat menangkal berbagai jenis penyakit degeneratif

seperti kanker usus besar, penyakit jantung, diabetes, sembelit, wasir, dan sekaligus

untuk mengontrol berat badan. Kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa kulit dari

sayuran memiliki serat yang tinggi dan juga memiliki beberapa manfaat bagi

kesehatan. Sehingga mereka membuang begitu saja dan menjadikannya sebagai

limbah rumah tangga.

Dalam proses pengolahan kulit sayuran menjadi serat digunakan beberapa

jenis asam, seperti asam asetat, asam sitrat, asam klorida, dan asam sulfat sebagai

pengekstraksi yang dapat berperan dalam membantu proses dipolimerisasi yang dapat

menimbulkan degradasi atau pektinat sehingga terbentuk polimer-polimer asam

pektinat yang pendek. Semakin pendek polimer-polimer asam pektinat, akan lebih

mudah melepas air (akan terjadi penguapan larutan yang digunakan sebagai larutan

pengekstrak), sehingga menyebabkan kadar air semakin menurun.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Penulis mencoba melakukan penelitian

tentang pemanfaatan limbah tanaman sayuran dengan perendaman berbagai jenis

asam yang diharapkan dapat meningkatkan daya guna limbah tersebut dan mampu

berkembang menjadi industri besar serta dapat mengetahui penggunaan jenis asam

(20)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis limbah tanaman

sayuran dan perendaman dalam larutan asam terhadap mutu serat yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

− Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

− Sebagai sumber informasi dalam pembuatan serat makanan dari kulit

sayuran.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh jenih kulit sayuran dan pengaruh jenis asam yang digunakan serta

interaksi antara jenis kulit sayuran dengan jenis asam yang digunakan dalam

(21)

Tinjauan Umum Tentang Serat

Dietary fiber didefinisikan sebagai bagian dari komponen bahan pangan

nabati yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Definisi ini

diperluas lagi sehingga seluruh polisakarida dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh

saluran pencernaan manusia termasuk ke dalam serat makanan. Didasarkan atas

fungsinya di dalam tanaman, serat makanan dibagi menjadi tiga fraksi utama, yaitu :

 Polisakarida struktural, terdapat dalam dinding sel dan terdiri dari selulosa

dan polisakarida non-selulosa, hemiselulosa (arabinoksilan, galaktomanan dan

glukomanan), substansi pektat, betaglukan, musilase, gum, dan polisakarida

algal.

 Non-polisakarida struktural, sebagian besar terdiri dari lignin.

 Polisakarida non-struktural, termasuk gum dan mucilage serta polisakarida

seperti karagenan dan agar dari rumput laut (Apriyantono, et al., 1989).

Serat dalam makanan atau disebut juga serat makanan umumnya berasal dari

serat buah dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia. Serat

makanan terdiri dari serat kasar (crude fiber) dan serat makanan. Serat kasar adalah

serat yang secara laboratorium dapat menahan asam kuat (acid) atau basa kuat

(alkali), sedangkan serat makanan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat

dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (Anwar, 2002).

Oleh karena itu kadar serat kasar selalu lebih rendah dibandingkan serat

(22)

memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memecahkan (menghidrolisa)

komponen-komponen makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan. Kandungan

serat dalam bahan pangan (serat makanan) sangat tergantung kepada jenis bahan

pangan tersebut. Serat dalam makanan digolongkan menjadi dua golongan yaitu :

1. Serat yang larut atau SDF (Soluble Dietary Fiber) adalah serat makanan yang

dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendap oleh air yang

telah dicampur dengan empat bagian etanol. Gum, pektin, dan sebagian

hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan

sumber serat makanan. Ada juga beta-glukan terdapat pada oat dan barley,

seaweed seperti alginat, karagenan, dan agar yang merupakan serat dari

tumbuhan laut. Serat bakteri seperti nata de coco dan lignin yang terdapat

pada buah dan sayur.

2. Serat yang tidak larut atau IDF (Insoluble Dietary Fiber) adalah serat

makanan yang tidak larut dalam air panas maupun dingin. Sumber IDF yaitu

selulosa, lignin dan sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin, lilin

yang terdapat hampir di semua jenis bahan pangan nabati khususnya buah dan

sayuran (Anwar, 2002).

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah

diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan

(23)

Sifat Fisik Serat Makanan

Sifat fisik tanaman sangat dipengaruhi oleh umur, kondisi pertumbuhan, dan

kultivar. Satu sifat fungsional dari serat makanan mempunyai lebih dari satu

pengaruh fisiologi. Sifat fisik serat makanan tergantung baik pada komposisi maupun

struktur komponen-komponen penyusun serat makanan. Sifat fisik penting pertama

adalah kelarutan. Ada dua tipe serat makanan yaitu yang larut dalam air dan yang

tidak larut dalam air. Kelarutan dari gum, pektin, musilase dan kemampuannya

membentuk larutan dengan viskositas tertentu atau perbedaan kekuatan gel sangat

dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi polimer yang berbeda yang terkandung pada

setiap sumber serat makanan. Sifat fisik penting yang kedua adalah kapasitas

mengikat air yaitu kemampuan serat makanan yang tidak larut dalam air untuk

mengembang dan menyerap air. Kemampuan ini dipengaruhi oleh ukuran partikel

dan distribusi. Sebagai contoh selulosa murni dengan grade/kadar komersial,

umumnya akan berkurang kemampuan mengikat air dengan berkurangnya ukuran

partikel. Sedangkan kemampuan mengikat air dari total serat makanan tergantung

dari pH dan jenis makanan (Grace, et al., 1991).

Sifat fisik yang dominan akan terjadi yaitu tingginya nilai penyerapan air

(NPA) dan nilai kelarutan air (NKA). Fenomena tersebut sejalan dengan sifat instan

yaitu meningkatnya kelarutan dan penyerapan yang disebabkan oleh rendahnya

karbohidrat dan tingginya gula pereduksi yang bersifat higroskopis (Antarlina, 2002).

Kelompok sayuran sebagai sumber serat makanan larut yang tinggi adalah

(24)

panjang, dan wortel. Kelompok sayuran dengan kelarutan yang rendah adalah daun

katuk, sawi hijau, sawi putih, kol, bunga kol, tauge, kacang hijau, kecipir, mentimun,

dan labu siam (Muchtadi, 1998).

Tingginya daya serap air dihubungkan dengan kemampuan produk untuk

mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan

gugus hidrofilik pada susunan molekulnya. Penyerapan sekitar 20-25% dari total

beratnya (Afrianti, 2004).

Komposisi Kimia Sayuran yang Mengandung Serat

Adapun komposisi kimia kulit wortel, kulit mentimun, kulit labu kuning, dan

kulit labu siam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia kulit wortel, kulit mentimun, kulit labu kuning dan kulit labu siam

Komponen Kulit wortel Kulit mentimun Kulit Kulit labu kuning labu siam

Kalori (kal) 42 - 29,00 60 Protein (g) 1,2 0,60 1,10 4,0 Lemak (g) 0,3 0,2 0,30 0,4 Karbohidrat (g) 9,3 2,40 0,60 4,7 Kalsium (mg) 39 12,00 45,00 58 Fosfor (mg) 37 122,00 64 70 Besi (mg) 0,8 5,0 1,40 25 Vitamin A (SI) 12.000 0,02 180,00 2025 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,02 0,08 0,08 Vitamin C (mg) 6 10,00 52,00 16 Air (g) 88,2 86,7 91,20 89,7 bdd (%) 88 55 77,00 100

(25)

Manfaat Serat

Dalam bidang kesehatan, berbagai jenis serat mengandung khasiat yang

berbeda di dalamnya. Misalnya serat yang tidak larut seperti selulosa dan

hemiselulosa baik untuk kesehatan usus, memperlancar keluarnya feses, mencegah

wasir, dan baik untuk mengontrol berat badan. Sedangkan serat larut seperti pektin,

gum, dan agar-agar baik untuk menurunkan kadar kolesterol dan gula darah sehingga

lebih tepat untuk kesehatan jantung dan mengurangi resiko diabetes (Anwar, 2002).

Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi

(sembelit). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena dapat menyerap air

ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses. Akan tetapi

jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah konstipasi atau bahkan dapat

menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan dua gelas air dari kebutuhan

enam gelas air per hari diperlukan untuk mengimbangi peningkatan konsumsi serat

(Siagian, 2003).

Kulit sayuran sebagai sumber serat, dimana sayuran merupakan makanan

yang sangat berguna bagi kesehatan yang dipercaya dapat menurunkan resiko

terjadinya stroke, sakit jantung, dan kanker. Keuntungan tersebut paling banyak

terdapat pada kulitnya, namun sayangnya sebagian besar orang lebih suka mengupas

terlebih dahulu kulit dari sayuran tersebut sebelum dimasak atau dikonsumsi, justru

dikulit tersebut paling banyak terdapat serat ( Anwar, 2002).

Asam Asetat

Asam asetat lebih banyak diproduksi pada konsentrasi gula yang tinggi.

(26)

kecil dari 0,030 g/100 ml, tergantung pada jenis fermentasi dan kondisi fermentasi.

Jumlah asam asetat yang tinggi dapat terjadi akibat kegiatan bakteri sebelum, selama

dan sesudah fermentasi. Bertambahnya asam asetat ini karena terjadinya oksidasi

alkohol dan perombakan bakteri terhadap gula, asam sitrat, gliserol dan lainnya

(Oxtoby, et al., 2003).

Asam asetat, asam etanol atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik

yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat

memiliki rumus empiris C2H4O2, juga sering kali ditulis dalam bentuk CH3COOH.

Larutan asam asetat dalam air adalah asam lemah. Asam asetat merupakan pereaksi

kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi

polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asam asetat, dan polivinil asetat,

maupun berbagai macam serat dan kain (Wikipedia, 2009).

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip air dan etanol.

Asam asetat memiliki konstanta dielektrik 6,2 sehingga dapat melarutkan senyawa

polar maupun non polar. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar

dan non polar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan

kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam

industri kimia (Wikipedia, 2009).

Proses Pembuatan Serat dari Kulit Sayuran Sortasi

Sortasi dan penggolongan mutu sangat diperlukan untuk menggolongkan

(27)

adalah klasifikasi komoditi dan kelompok menurut standar yang secara komersil

dapat diterima (Satuhu, 1996).

Pencucian

Oleh karena konsumen menginginkan hasil yang bersih maka kebanyakan

buah-buahan dan sayuran dicuci setelah dipanen. Pencucian meningkatkan

penampakan hasil, dimana sering sekali pada hasil terdapat kotoran, tanah, serangga,

jamur, dan sebagainya yang mengakibatkan hasil tidak sedap dipandang. Tidak jarang

pula masih terdapat sisa-sisa fungisida dan insektisida pada hasil (Pantastico, 1993).

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) yang menempel,

residu fungisida atau insektisida, dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian

dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat (Baliwati, et al., 2004).

Pengeringan I

Kegiatan-kegiatan bakteri membutuhkan kelembaban. Jadi, pengeringan

pangan, yang menurunkan kandungan air secara berarti, membantu menghentikan

kegiatan bakteria. Dalam bahan-bahan pangan yang telah dikeringkan, nilai gizi

meningkat untuk zat-zat makanan yang tahan terhadap panas, cahaya, dan pengaruh

udara dalam jangka waktu lama (Harper, et al., 1986).

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan

menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan

pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,

dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Faktor-faktor yang

memengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan,

(28)

Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan

dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang

konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang

diuapkan (Winarno, 1997).

Penepungan dan Pengayakan I

Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran

tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk

komersial yang diinginkan (Bernasconi, et al., 1995).

Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala yang berbentuk bujur

sangkar atau empat persegi panjang, berupa plat yang berlubang-lubang bulat atau

bulat panjang. Ayakan terbuat dari material yang dapat berupa paduan baja, nikel,

tembaga, kuningan, perunggu, sutera, dan bahan-bahan sintetik (Bernasconi, et

al., 1995).

Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi

komponen-komponen yang terpisah. Pada dasarnya efisiensi ekstraksi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu : waktu, suhu, dan pH ekstraksi (Whistler, 1960).

Tingkat kecepatan ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas

permukaan antara padatan dan cairan, gradien konsentrasi, suhu, dan kecepatan aliran

pelarut. Suhu ekstraksi untuk beberapa bahan perlu ditetapkan untuk menghindari

perubahan fisik dan kimia yang tidak diinginkan, dimana dapat menurunkan kualitas

(29)

Ekstraksi dilakukan pada suasana sedikit asam. Proses pengasaman bertujuan

untuk memecahkan dinding sel sehingga memudahkan proses ekstraksi. Pengasaman

juga dapat menghancurkan dan melarutkan kotoran, sehingga bahan lebih bersih.

Pengasaman dapat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat, asam asetat atau

asam sitrat (Winarno, 1997).

Proses pemasakan dilakukan dengan penambahan asam 0,5% sampai

pH 6. Selama pemasakan akan terjadi penghancuran dinding sel yang terjadi akibat

hidrolisis pada waktu pengasaman maupun pada waktu ekstraksi. Proses

penghancuran dinding sel bertujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga

mempermudah proses pelarutan (Astawan dan Wahyuni, 1991).

Faktor yang mempengaruhi hidrolisis asam adalah konsentrasi asam, lama

hidrolisis, suhu, dan perlakuan pendahuluan. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin

tinggi suhu, reaksi hidrolisis akan berjalan semakin cepat (Millet, et al., 1976).

Perubahan suhu akan mempengaruhi ikatan kimia yang menentukan struktur

gel. Jika suhu meningkat, ikatan kimia pembentukan gel akan merenggang sehingga

terbentuk cairan yang kental. Hal sebaliknya terjadi apabila cairan didinginkan, ikatan

kimia pembentuk gel akan saling merapat kembali membentuk jalinan yang kuat. Gel

tipe ini disebut thermoreversible (Fennema, 1976).

Pada pemasakan asam sewaktu suhu dinaikkan, suspensi serat dapat

dihidrolisis oleh asam. Selama pemanasan granula serat akan mengembang, semakin

meningkat suhu pemanasan pengembangan granula semakin besar (Afrianti, 2004).

Agar diperoleh rendemen yang maksimal dan bermutu baik, dilakukan

(30)

dilakukan misalnya proses saat pemotongan, pencucian, dan pengayakan. Faktor yang

sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu serat yang terekstrak adalah suhu,

waktu, dan keasaman selama ekstraksi berlangsung. Faktor lain seperti jenis asam

harus mendapat perhatian, karena semakin kuat asam yang digunakan maka akan

meningkatkan jumlah rendemen (Hanifah, 2002).

Penyaringan

Bahan-bahan yang diekstraksi disaring dan penyaringan yang umum dilakukan

dengan menggunakan kain blacu berwarna putih. Dalam penyaringan ini akan

diperoleh filtrat. Ampas yang tertinggal pada kain blacu dipress. Pengepresan yang

baik akan menghasilkan ampas dengan kandungan air 76-78% (Soebardjo, et al.,

1988).

Pengeringan II

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih tahan lama disimpan

dan volume menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang

pengangkutan dan pengepakan. Berat bahan juga menjadi berkurang sehingga

memudahkan transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih

murah (Muchtadi, 1997)

Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi

coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi browning, baik enzimatik

maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang sering terjadi adalah

(31)

dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung dalam

bahan (Winarno, 1993).

Penghancuran dan Pengayakan II

Penghancuran dan pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja

mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel lebih kecil. Pemotongan

dipergunakan untuk memecahkan potongan besar bahan pangan menjadi

potongan-potongan kecil yang sesuai untuk pengolahan lebih lanjut (Earle, 1969).

Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran

tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk

komersial yang diinginkan (Bernasconi, et. al., 1995).

Karakteristik dan Sifat Asam yang Digunakan dalam Ekstraksi

Menurut Keenan, et al., (1995), asam kuat seperti HCl, H2SO4 dan HNO3 di

dalam air akan membentuk larutan dengan kuat asam yang relatif sama. Tetapi untuk

beberapa senyawa hidroksi dari bukan logam yang merupakan donor proton yang

baik, bila mengandung atom oksigen dalam jumlah yang banyak yang terikat pada

unsur bukan logam, akan lebih mempercepat suatu reaksi, karena makin mudah H+

disumbangkan, sehingga menghasilkan rendemen yang semakin tinggi.

Menurut Fessenden and Fessenden (1999), pereaksi reduksi-oksidasi kuat

(seperti HCl, H2SO4, dan HNO3) mengoksidasi dan mereduksi gugus aldehid dan

gugus hidroksil dari monosakarida, menghasilkan suatu produk tertentu. Jadi

pengaruh oksidasi dan reduksi dapat mentransformasikan galaktosa menjadi

(32)

pernyataan Hanifah (2002), bahwa kesempurnaan suatu reaksi dapat juga terjadi

melalui aksi dari pereduksi dan pengoksidasian. Proses oksidasi dan reduksi,

memungkinkan degradasi struktur rantai pada atom C dari karbohidrat.

Proses oksidasi akan menyebabkan pemutusan rantai karbon (depolimerisasi)

dan oksidasi gugus aldehid dan gugus hidroksil dari monosakarida. Apabila selama

ektraksi terjadi proses hidrolisis yang berlangsung cepat disertai dengan proses

oksidasi dapat mempercepat terjadinya deesterifikasi, demetilasi dan depolimerisasi,

dimana reaksi ini membutuhkan air. Sedangkan proses depolimerisasi dapat

menimbulkan degradasi asam pektinat, sehingga terbentuk polimer-polimer asam

pektinat yang pendek. Semakin pendek polimer-polimer asam pektinat, akan lebih

mudah melepaskan air (akan terjadi penguapan larutan yang digunakan sebagai

larutan pengekstraksi), sehingga menyebabkan kadar air semakin menurun

(33)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2009 di

Laboratorium Mikrobiologi Umum Departemen Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit mentimun, kulit

wortel, kulit labu siam, dan kulit labu kuning.

Reagensia

Penelitian ini hanya menggunakan asam asetat dengan konsentrasi 0,5%, 1%,

1,5%, dan 2% dalam proses ekstraksi serat makanan dari kulit sayuran.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, spatula

slumimnium foil, pipet tetes muffel, erlenmeyer, hot plate, corong, timbangan, beaker

(34)

Metoda Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL),

dengan dua faktor, yaitu :

Faktor I : Jenis limbah tanaman sayuran (S) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :

S1 = Kulit mentimun

S2 = Kulit wortel

S3 = Kulit labu siam

S4 = Kulit labu kuning

Faktor II : Perendaman dalam larutan asam asetat (A) , terdiri dai 4 taraf yaitu :

A1 = 0,5 %

A2 = 1 ,0 %

A3 = 1,5 %

A4 = 2,0 %

Kombinasi perlakuan (Tc) = 4 x 4 = 16, dengan jumlah minimum perlakuan (n)

adalah :

Tc (n-1) ≥ 15

16 (n-1) ≥ 15

16 n ≥ 31

n ≥ 1,93 ……… Dibulatkan menjadi n = 2

(35)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktorial dengan model :

Ŷ

ijk=

µ

+

α

i +

β

j +

(

αβ

)

ij +

ε

ijk

Dimana :

Ŷ

ijk : Hasil pengamatan dari faktor S dari taraf ke - i dan faktor A pada taraf ke

- j dengan ulangan ke - k

µ

: Efek nilai tengah

α

i : Efek faktor S pada taraf ke - i

β

j : Efek faktor A pada taraf ke - j

(

αβ

)

ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke - i dan faktor A pada taraf ke - j

ε

ijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke – i dan faktor A pada taraf ke - j dalam

ulangan ke - k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata, maka

dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range)

Pelaksanaan Penelitian

− Bahan (kulit labu kuning, kulit mentimun, kulit labu siam, dan kulit wortel)

dipilih yang utuh, tidak cacat, rusak, dan berwarna hijau segar serta bebas dari

(36)

− Dilakukan pencucian dengan air mengalir hingga bersih.

− Dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 500C hingga bahan

mudah dipatahkan (KA sekitar 13 %).

− Bahan yang telah kering dihaluskan dan diayak dengan ayakan berukuran

50 mesh. Sebagai hasil penggilingan didapatkan tepung dari masing-masing

sayuran tersebut.

− Selanjutnya, bahan yang telah halus tersebut diambil sebanyak 30 gram untuk

diasamkan dengan larutan asam asetat pada konsentrasi asam 0,5 %, 1 %, 1,5

%, dan 2 % sebanyak 600 ml selama 12 jam.

− Bahan yang diasamkan, dituangkan ke atas kain blacu dan dicuci dengan air

mengalir hingga bau asam hilang.

− Bahan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air dan diatur

pH-nya dengan menambahkan asam asetat sehingga mencapai pH 6, kemudian

dimasak selama 45 menit pada suhu 900C.

- Disaring dengan kain blacu dan dipress sehingga menghasilkan ampas

- Ampas kemudian dikeringkan dengan oven

- Dihaluskan kembali dan diayak dengan ayakan 50 mesh.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap

parameter :

1. Rendemen (%)

(37)

3. Kadar abu (%)

4. Daya larut dalam air (%)

5. Daya serap air (%)

6. Uji organoleptik (warna, aroma, dan rasa) (numerik)

Parameter Penelitian Penentuan Rendemen (%)

Rendemen dihitung atas dasar rumus sebagai berikut :

%

Penentuan Kadar Air (%) (dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)

Ditimbang serat makanan sebesar 5 gram di dalam aluminium foil yang telah

diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar

105o- 110oC selama 3 jam kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15

menit kemudian ditimbang kembali. Selanjutnya dipanaskan kembali di dalam oven

selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan

ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan.

(38)

Penentuan Kadar Abu (%) (Sudarmadji et al, 1989)

− Ditimbang 2 gram serat makanan dalam krus porselin yang kering dan telah

diketahui beratnya.

− Dipijarkan dalam muffle pada suhu 210oC hingga diperoleh abu dan dimasukkan

ke dalam desikator, ditimbang berat abu setelah dingin.

%

Penentuan Daya Larut dalam Air (%) (SNI 06-1451-1989)

Ditimbang teliti 2 gram serat makanan, kemudian dimasukkan ke dalam labu

ukur 200 ml.Dibilas botol timbang dengan air aquadest sampai volume kira-kira 150

ml. Kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa jam sambil sesekali digoyangkan.

Ditambahkan air sampai tanda tera dan dibiarkan sampai 24 jam di dalam oven pada

suhu 37oC. Disaring dan pipet 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam kurs porselin 50 ml

yang diketahui beratnya. Dipanaskan dalam oven selama 3 jam hingga bobot

(39)

Penentuan Daya Serap Air (g) (Sathe dan Salunkhe, 1981).

Daya serap air dapat ditentukan dengan metode centrifuge. 1 gram serat

makanan dicampur dengan 10 gram air aquadest, kemudian dikocok selama 30

detik. Didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dicentrifuge pada

500 rpm selama 30 menit lalu air yang berada diatas endapan dibuang kemudian berat

endapan dicatat. Selisih berat endapan dengan berat contoh merupakan jumlah

penyerapan oleh serat.

% 100 c

b -a air serap

Daya = x

Dimana = a = Berat endapan

b = Berat serat makanan

c = Berat air

Penentuan Uji Organoleptik (Warna, Aroma, dan Rasa) (numerik)

Uji organoleptik terhadap warna, aroma, dan rasa serat yang dihasilkan dari

sayur-sayuran dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 orang dengan ketentuan

sebagai berikut :

Proporsi uji organoleptik terhadap warna, aroma, dan rasa :

Warna : 25 %

Aroma : 25 %

(40)

Tabel 2. Skala uji hedonik warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Putih 4

Agak Kekuningan 3

Agak Kecokelatan 2

Cokelat 1

Tabel 3. Skala uji hedonik aroma

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2

Tidak Suka 1

Tabel 4. Skala uji hedonik rasa

Skala Hedonik Skala Numerik

Netral 4

Agak Pahit 3

Pahit 2

(41)

Gambar 1. Skema pembuatan serat makanan dari beberapa kulit sayuran Sortasi

Pencucian

Dicuci dengan air mengalir

Dikeringkan dengan oven pada suhu 0

Dihaluskan dan diayak dengan mesh 50

Direndam dalam larutan asam asetat selama 12 jam

Dicuci dengan air mengalir

Dimasak dalam air yang pH-nya telah diatur sebesar 6 selama 45 menit pada suhu 900C

Penyaringan dengan kain blacu dan dipress sambil dicuci dengan air mengalir

Ampas

4.Daya Larut dalam Air (%) 5.Daya Serap Air (%) 6.Uji Organoleptik (Warna,

Aroma & Rasa)(Numerik) Dikeringkan dengan oven

Dihaluskan dan diayak dengan mesh 50

(42)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat dan jenis kulit

sayuran memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh

konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati dapat

dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan

pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap

air dan nilai uji organoleptik serat makanan yang dihasilkan.

Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap parameter yang diamati dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap parameter yang diamati

Konsentrasi Rendemen Kadar Kadar Daya Daya Uji Organoleptik Asam asetat Air Abu Larut Serap

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (Numerik)

A1 = 0,5 35,75 5,09 2,70 21,25 12,60 2,77 A2 = 1,0 41,15 5, 83 2,31 20,56 14,85 2,87 A3 = 1,5 37,73 5,17 2,00 22,94 14,90 3,07 A4 = 2,0 56,00 5,13 1,59 17,25 13,47 2,98

Tabel 5 memperlihatkan bahwa konsentrasi asam asetat memberikan

pengaruh terhadap parameter yang diuji. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan

A4 yaitu sebesar 56,00 % dan terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu 35,75 %.

Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yaitu sebesar 5,83 % dan terendah

(43)

perlakuan A1 yaitu sebesar 2,70 % dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan A4

yaitu sebesar 1,59 %. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu

sebesar 22,94 % dan terendah terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 17,25 %.

Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu sebesar 14,90 % dan

terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 12,60 %. Nilai uji organoleptik

tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu sebesar 3,07 % dan terendah terdapat pada

perlakuan A1 yaitu sebesar 2,77 %.

Pengaruh Jenis Kulit Sayuran terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kulit sayuran yang digunakan

memberikan pengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, daya larut dalam air,

daya serap air, dan nilai uji organoleptik serat makanan yang dihasilkan.

Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati

Konsentrasi Rendemen Kadar Kadar Daya Daya Uji Organoleptik

Asam asetat Air Abu Larut Serap

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (Numerik)

S1 = Kulit mentimun 44,31 3,46 2,96 20,38 17,77 3,13 S2 = Kulit wortel 41,83 6,84 2,61 20,25 11,62 2,91 S3 =Kulit labu siam 41,49 4,17 1,44 20,88 13,79 2,65 S4 =Kulit labu kuning 43,01 6,75 1,59 20,50 12,65 3,00

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa jenis kulit sayuran yang digunakan

memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Rendemen tertinggi terdapat

pada perlakuan S1 yaitu sebesar 44,31 % dan terendah terdapat pada perlakuan S3

yaitu sebesar 41,49 %. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S2 yaitu sebesar

(44)

tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 2,96 % dan terendah terdapat pada

perlakuan S3 yaitu sebesar 1,44 %. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada

perlakuan S3 yaitu sebesar 20,88 % dan terendah terdapat pada perlakuan S1 yaitu

sebesar 20,25 %. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar

17,77 % dan terendah terdapat pada perlakuan S2 yaitu sebesar 11,62 %. Nilai uji

organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar 3,13 dan terendah

terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 2,65 %.

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Asam Asetat dan Jenis Kulit Sayuran terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat

dan jenis kulit sayuran yang digunakan memberikan pengaruh terhadap rendemen,

kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, daya serap air dan nilai uji organoleptik

terhadap warna, aroma dan rasa serat makanan yang dihasilkan.

Pengaruh interaksi antara konsentrsi asam asetat dan jenis kulit sayuran

terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7 dapat

dilihat bahwa jenis kulit sayuran yang digunakan memberikan pengaruh terhadap

parameter yang diuji. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S3A4 yaitu sebesar

57,64 % dan terendah terdapat pada perlakuan S4A1 yaitu sebesar 34,70 %. Kadar

air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A1 yaitu sebesar 6,86 % dan terendah terdapat

pada perlakuan S3A1 yaitu sebesar 3,17 %. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan S1A1 yaitu sebesar 3,30 % dan terendah terdapat pada perlakuan S3A4

yaitu sebesar 1,00 %. Daya larut dalam air tertinggi terdapat pada perlakuan S2A3

(45)

%. Daya serap air tertinggi terdapat pada perlakuan S1A2 yaitu sebesar 20,43 % dan

terendah terdapat pada perlakuan S4A4 yaitu sebesar 10,54 %. Nilai uji organoleptik

tertinggi terdapat pada perlakuan S1A3 yaitu sebesar 3,46 % dan terendah terdapat

pada perlakuan S3A3 yaitu sebesar 2,50 %.

Tabel 7. Pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati

Kombinasi Rendemen Kadar Kadar Daya Daya Uji Perlakuan (%) Air Abu Larut Serap Organoleptik (%) (%) (%) (%) (numerik)

S1A1 38,32 3,50 3,30 21,75 13,17 2,79

S1A2 41,19 3,50 3,05 22,25 20,43 2,92

S1A3 41,04 3,50 2,75 23,00 19,65 3,46

S1A4 56,70 3,33 2,75 14,50 17,84 3,36

S2A1 34,97 6,86 3,25 22,75 10,86 2,98

S2A2 39,37 6,83 3,20 19,50 12,08 2,90

S2A3 36,30 6,83 2,75 27,00 11,17 3,00

S2A4 56,69 6,83 1,25 11,75 12,35 2,75

S3A1 35,02 3,17 2,00 21,75 13,00 2,64

S3A2 38,34 6,50 1,50 21,50 14,10 2,74

S3A3 34,97 3,50 1,25 20,25 14,88 2,50

S3A4 57,64 3,50 1,00 20,00 13,17 2,74

S4A1 34,70 6,83 2,25 18,75 13,37 2,68

S4A2 45,70 6,50 1,50 19,00 12,81 2,93

S4A3 38,64 6,83 1,25 21,50 13,89 3,30

(46)

Rendemen (%)

Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Rendemen (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi

asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen

serat makanan yang dihasilkan.

Hasil pengujian LSR terhadap rendemen dari setiap perlakuan dengan asam

asetat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)

Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi

0,05 0,01 Asam Asetat 0,05 0,01

- - - A1 = 0.5 % 35,75 d D

2 0,6770 0,9320 A2 = 1, 0 % 41,15 b B

3 0,7109 0,9794 A3 = 1.5 % 37,73 c C

4 0,7289 1,0042 A4 = 2, 0 % 56,00 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata terhadap

perlakuan A2, A3 dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A3

dan A4. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A4. Rendemen

tertinggi terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 56,00 % dan terendah terdapat

(47)

Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen serat makanan yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)

Asam adalah senyawa yang bila dilarutkan dalam air akan meningkatkan

konsentrasi ion hidrogen (H+) diatas nilainya dalam air murni. Pada asam lemah

(seperti asam asetat) perpindahan ion hidrogen ke air tidak berlangsung sempurna.

Dengan demikian asam lemah merupakan elektrolit lemah dimana kemampuannya

untuk menghantarkan listrik tidak sebaik asam kuat dengan konsentrasi yang sama

karena ion-ion yang dikandungnya lebih sedikit. Berdasarkan hal ini maka

perendaman dengan asam asetat lebih memberikan rendemen yang tinggi. Terlihat

pada Gambar 2 rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan dengan menggunakan

(48)

Rendemen merupakan rasio antara hasil yang diperoleh dengan bahan

dasarnya. Dalam setiap proses produksi diharapkan menghasilkan rendemen yang

tinggi. Agar diperoleh rendemen yang maksimal dan bermutu baik, dilakukan

ekstraksi yang tepat. Jumlah rendemen juga tergantung dari jenis dan konsentrasi

asam yang digunakan. Menurut Hanifah, (2002), bahwa faktor yang sangat

berpengaruh terhadap jumlah dan mutu serat yang diekstrak adalah suhu, waktu dan

keasaman selama ekstraksi berlangsung.

Pengaruh Jenis Kulit Sayuran terhadap Rendemen (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis kulit

sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen

yang dihasilkan.

Hasil pengujian dengan LSR rendemen yang dihasilkan dari setiap perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)

Jarak LSR Jenis Kulit Sayuran Rataan Notasi

0,05 0,01 (S) 0,05 0,01

- - - S1 = Kulit mentimun 44,31 a A

2 0,6770 0,9320 S2 = Kulit wortel 41,83 c C

3 0,7109 0,9794 S3 = Kulit labu siam 41,49 c C

4 0,7289 1,0042 S4 = Kulit labu kuning 43,01 b B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata terhadap

perlakuan S2, S3, dan S4. Perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan S3,

(49)

dengan perlakuan S4. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan S1 yaitu sebesar

44,31 % dan terendah terdapat pada perlakuan S3 yaitu sebesar 41,49 %.

Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen serat makanan yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.

40.0

Kulit Mentimun Kulit Wortel Kulit Labu Siam Kulit Labu Kuning

Jenis Kulit Sayuran (S)

Gambar 3. Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap rendemen ( % )

Rendemen tertinggi terdapat pada kulit mentimun. Hal ini disebabkan kulit

mentimun mengandung air yang lebih sedikit dibandingkan kulit lainnya, sehingga

pada saat pengeringan bobot bahan tidak banyak mengalami pengurangan dan

rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu proses sortasi, pencucian, penepungan,

dan pengayakan yang dilakukan juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya

rendemen yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanifah, (2002) yang

menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen juga dipengaruhi oleh proses yang

dilakukan misalnya proses pada saat pemotongan, pencucian, dan pengayakan.

Jenis kulit sayuran memang sangat mempengaruhi rendemen serat makanan

(50)

makanan disusun oleh polisakarida yang panjang dan kompleks sehingga sulit

dipotong oleh asam maka hasil pemotongan akan menghasilkan serat makanan yang

didominasi oleh serat makanan tidak larut air, akibatnya rendemen serat makanan

yang dihasilkan lebih tinggi karena tidak ikut larut dalam air pada saat pada saat

proses pencucian.

Rendemen yang tinggi tidak selalu menghasilkan mutu serat makanan yang

paling baik karena harus memperhitungkan juga nilai dari parameter mutu yang lain.

Rendemen merupakan rasio antara hasil yang diperoleh dengan bahan dasarnya.

Rendemen serat makanan yang dihasilkan sanga bergantung pada konsentrasi asam

asetat dan jenis kulit sayura yang digunakan. Semakin medekat ph 6, maka

kemampuan suatu asam untuk menghancurkan dinding sel baik.

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Asam Asetat dan Jenis Kulit Sayuran terhadap Rendemen (%)

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi

antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran memberikan pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan.

Hasil pengujian LSR pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan

jenis kulit sayuran terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan dapat

ditunjukkan oleh Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan

antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran menunjukkan bahwa rendemen

tertinggi terdapat pada perlakuan S3A4 yaitu sebesar 57,64 % dan terendah terdapat

(51)

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran dan konsentrasi asam asetat terhadap rendemen (%)

Jarak LSR Kombinasi Rataan Notasi 0,05 0,01 Perlakuan 0,05 0,01

- - - S1A1 38,32 f EFG 2 1,3540 1,8640 S1A2 41,19 d D 3 1,4217 1,9588 S1A3 41,04 de D 4 1,4578 2,0085 S1A4 56,70 a A 5 1,4894 2,0491 S2A1 34,97 f H 6 1,5075 2,0762 S2A2 39,37 f DE 7 1,5210 2,1077 S2A3 36,30 f GH 8 1,5300 2,1303 S2A4 56,69 a A 9 1,5391 2,1484 S3A1 35,02 gh H 10 1,5481 2,1619 S3A2 38,34 f EFG 11 1,5481 2,1755 S3A3 34,97 gh H 12 1,5526 2,1845 S3A4 57,64 a A 13 1,5526 2,1935 S4A1 34,70 h H 14 1,5571 2,2025 S4A2 45,70 c C 15 1,5571 2,2116 S4A3 38,64 f EF 16 1,5616 2,2161 S4A4 52,99 b B

(52)

Pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran

terhadap rendemen serat makanan yang dihasilkan dapat ditunjukkan gambar 4.

Gambar 4. Grafik pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap rendemen (%)

Dari Gambar 4 terlihat bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan

jenis kulit sayuran menghasilkan rendemen serat makanan tertinggi pada kulit labu

siam yang diekstrak dengan asam asetat 0,5 %.

Rendemen merupakan rasio antara hasil yang diperoleh dengan bahan

dasarnya. Rendemen serat makanan yang dihasilkan sangat bergantung pada

konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran yang digunakan.

Jenis kulit sayuran memang sangat mempengaruhi rendemen serat makanan

(53)

makanan disusun oleh polisakarida yang panjang dan kompleks sehingga sulit

dipotong oleh asam maka hasil pemotongan akan menghasilkan serat makanan yang

didominasi oleh serat makanan tidak larut dalam air pada saat pencucian.

Rendemen yang tinggi tidak selalu menghasilkan mutu serat makanan yang

paling baik karena harus memperhitungkan juga nilai dari parameter mutu yang lain.

Kadar Air (%)

Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat terhadap Kadar air (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi

asam asetat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air

serat makanan yang dihasilkan.

Hasil pengujian LSR terhadap kadar air dari setiap perlakuan dengan asam

asetat dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air (%)

Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi

0,05 0,01 Asam Asetat 0,05 0,01

- - - A1 = 0.5 % 5,09 b B

2 0,2448 0,3371 A2 = 1, 0 % 5,83 a A

3 0,2571 0,3542 A3 = 1.5 % 5,17 b B

4 0,2636 0,3632 A4 = 2, 0 % 5,13 b B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan A2 namun berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A3 dan A4.

(54)

berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A4. Kadar air tertinggi pada perlakuan A2

sebesar 5,83 % dan kadar air terendah pada perlakuan A1 sebesar 5,09 %.

Pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kadar air (%)

Diperoleh konsentrasi asam 1 % menghasilkan kadar air yang lebih tinggi

dibandingkan dengan konsentrasi asam lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh ikatan

polimer. Ikatan polimer yang panjang mengandung air yang lebih banyak, dengan

adanya asam dapat memutuskan ikatan polimer yang panjang tersebut menjadi

pendek sehingga sebagian airnya menguap. Jenis asam yang digunakan dalam

ekstraksi juga berpengaruh terhadap kadar air bahan yang dihasilkan. Hal ini

tergantung pada kemampuan asam dalam memutus ikata polimer suatu bahan.

Pengaruh Jenis Kulit Sayuran terhadap Kadar Air (%)

(55)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis kulit

sayuran memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air serat

makanan yang dihasilkan.

Hasil pengujian dengan LSR terhadap kadar air untuk setiap perlakuan dapat

dilihat pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat

nyata terhadap perlakuan A2, A3, dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan A3 namun berbeda tidak nyata terhadap perlakuan A4. Perlakuan

A3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A4. Kadar air tertinggi terdapat pada

perrlakuan S2 yaitu sebesar 6,84 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan S1

yaitu sebesar 3,46 %.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)

Jarak LSR Jenis Kulit Sayuran Rataan Notasi

0,05 0,01 (S) 0,05 0,01

- - - S1 = Kulit mentimun 3,46 c C

2 0,2448 0,3371 S2 = Kulit wortel 6,84 a A

3 0,2571 0,3542 S3 = Kulit labu siam 4,17 b B

4 0,2636 0,3632 S4 = kulit labu kuning 6,75 a A

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (hurf besar) menurut uji LSR

Pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air serat makanan yang dihasilkan

(56)

3,0

Gambar 6. Histogram pengaruh jenis kulit sayuran terhadap kadar air (%)

Kadar air tertinggi terdapat pada kulit wortel. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran

butiran-butiran dari hasil penepungan dan pengayakan. Dimana hasil penepungan

dari kulit wortel memiliki butiran-butiran yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil

penepungan limbah kulit sayuran lainnya. Ukuran butiran-butiran yang lebih kecil

memiliki kemampuan mengikat air lebih besar pada saat perendaman karena

permukaan bidangnya menjadi lebih luas.

Sifat fisik serat makanan seperti kadar air, kadar abu, daya larut dalam air, dan

daya serap air sangat ditentukan oleh jenis bahan asalnya, dimana pada penelitian ini

ditentukan oleh jenis kulit sayuran yag digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Muchtadi, (2000) bahwa serat makanan dapat berasal dari dinding sel berbagai jenis

kulit sayuran, faktor-faktor spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang

dikonsumsi, dan perlakuan terhadap bahan tersebut sangat berpengaruh terhadap

Gambar

Tabel 2. Skala uji hedonik warna
Gambar 1. Skema pembuatan serat makanan dari beberapa kulit sayuran
Tabel 7. Pengaruh interaksi antara konsentrasi asam asetat dan jenis kulit sayuran terhadap parameter yang diamati
Gambar 2. Grafik pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap rendemen  (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat suatu perangkat yang penting pada mesin ATM yang berfungsi sebagai tempat terjadinya aliran uang, perangkat tersebut adalah multi media dispenser (MMD), terdiri dari

[r]

Universitas Sumatera Utara... Universitas

[r]

Pada hari ini Senin tanggal Tiga Belas bulan Agustus tahun Dua ribu dua belas, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang / Jasa telah mengadakan Pemberian Penjelasan Dokumen

Ada hubungan antara aspek persepsi antar kelompok, daya tarik in-group dan depersonalisasi pada variabel identias sosial dengan aspek integral dalam memandang

JUDUL : TINGKATKAN KUALITAS PENELITIAN DILUNCURKAN LABORATORIUM RISET TERPADU. MEDIA :

BAB XV I PSAKTER PESADIUH DAB MKBAEA8ABHTA.. wjtarssn* iram ri