• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK

JELANTAH

SKRIPSI OLEH :

CRISTIAN SINAGA 040305017/ THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STUDI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK

JELANTAH

SKRIPSI OLEH :

CRISTIAN SINAGA 040305017/ THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Hotnida Sinaga M. Phil Ir. Satya Siahaan

Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

STUDI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh asam sulfat 97 % dan natrium metanolat terhadap rendemen, dan mutu minyak jelantah sebagai substitusi bahan bakar solar (biodiesel). Penelitian ini menggunakan metoda rancangan acak lengkap dengan dua factor, yaitu asam sulfat 97 % (K) : (1, 2, 3, 4 %) dan natrium metanolat (L) : (7.5, 15, 22.5, 30 %). Parameter yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam sulfat 97 % memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air. Konsentrasi natrium metanolat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, asam lemak bebas dan viskositas, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan bilangan peroksida. Interaksi konsentrasi asam sulfat 97 % dan natrium metanolat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rendemen, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas. Konsentrasi asam sulfat 3 % dan natrium metanolat 30 % menghasilkan biodiesel sebagai bahan substitusi bahan bakar solar yang terbaik.

CRISTIAN SINAGA NAMA

(4)

ABSTRACT

A STUDY ON THE MAKING OF BIODIESEL FROM WASTED FRYING OIL

This research was aimed to know the effect of 97 % sulphuric acid and sodium methanolate on the rendement and quality of wasted frying oil as a substitute for diesel fuel. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e. concentration of sulphuric acid (K) : (1, 2, 3, 4 %) and concentration of sodium methanolate (L) : (7.5, 15, 22.5, 30 %). Parameters analyzed were rendement, moisture content, free fatty acid, peroxide number and viscosity.

The result showed that sulphuric acid concentration had highly significant effect on the rendement, free fatty acid, peroxide number and viscosity, but did not show significant effect on moisture content. The sodium methanolate concentration had highly significant effect on the rendement, free fatty acid, and viscosity, but did not show significant effect on moisture content and peroxide number. The interaction of 97 % sulphuric acid and sodium methanolate concentration had highly significant effect on the rendement but did not show significant effects on moisture content, free fatty acid, peroxide number and viscosity. 3 % sulphuric acid and sodium methanolate 30 % gave the best and acceptable quality of biodiesel as a subtitute for diesel fuel.

CRISTIAN SINAGA NAME

JANUARY 2009 DATE

(5)

RINGKASAN

CRISTIAN SINAGA, “ STUDI PEMBUATAN BIODIESEL DARI

MINYAK JELANTAH” dibawah bimbingan Ir. Hotnida Sinaga M. Phil sebagai

ketua pembimbing dan Ir. Satya Siahaan sebagai anggota pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan

konsentrasi asam sulfat 97 % dan natrium metanolat terhadap rendemen, kadar

air, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas.

Perlakuan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu perbandingan konsentrasi H2SO4 97 % sebagai faktor pertama yang terdiri dari 4 taraf masing-masing : K1 : 1 %, K2 = 2 %, K3 = 3 % dan K4 = 4 %.

Faktor kedua perbandingan konsentrasi natrium metanolat yang terdiri

dari 4 taraf masing-masing : L1 = 7,5 %, L2 = 15 %, L3 = 22,5% dan L4 = 30 %.

Data hasil penelitian yang dianalisa secara kimia dan diolah secara

statistik dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kadar Alkohol

Perlakuan perbandingan konsentrasi H2SO4 97 % memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, dimana rendementertinggi diperoleh

pada perlakuan K4 sebesar 83,34 % dan terendah pada K1 yaitu sebesar 67,18 % Perlakuan konsentrasi natrium metanolat memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata terhadap rendemen, dimana diperoleh rendemen tertinggi

(6)

Interaksi perbandingan konsentrasi H2SO4 memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata terhadap rendemen, dimana rendemen tertinggi diperoleh

pada perlakuan K3L4 yaitu sebesar 92,1 % dan rendemen terendah diperoleh pada

perlakuan K1L1 yaitu sebesar 51, 28 %. 2. Kadar Air

Perlakuan perbandingan konsentrasi H2SO4 memberikan pengaruh

berbeda tidak nyata terhadap kadar air, dimana kadar air tertinggi diperoleh pada

perlakuan K1 yaitu sebesar 1,16 % dan kadar air terendah diperoleh pada

perlakuan K4 yaitu sebesar 1,07 %.

Perlakuan perbandingan konsentrasi natrium metanolat memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, dimana kadar air tertinggi

diperoleh pada perlakuan L1 yaitu sebesar 1,23 % dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar 0,98 %.

Interaksi perbandingan konsentrasi H2SO4 dengan natrium metanolat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, dimana kadar air

tertinggi diperoleh pada perlakuan K1L1 yaitu sebesar 1,3 % dan terendah pada

perlakuan K4L4 yaitu sebesar 0,97 %.

3. Asam Lemak Bebas

Perlakuan perbandingan konsentrasi H2SO4 memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap asam lemak bebas, dimana asam lemak bebas

tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar 0,26 % dan terendah pada

perlakuan K4 yaitu sebesar 0,12 %.

Perlakuan perbandingan konsentrasi natrium metanolat memberikan

(7)

bebas tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 yaitu sebesar 0, 22 % dan terendah

pada perlakuan L4 yaitu sebesar 0, 18 %.

Interaksi perbandingan konsentrasi H2SO4 97 % dengan natrium

metanolat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap asam lemak bebas,

dimana asam lemak bebas tertinggi diperoleh pada perlakuan K1L1 yaitu sebesar 0,28 % dan terendah pada perlakuan K4L3 dan K4L4 yaitu sebesar 0,11 %.

4. Bilangan Peroksida

Perbandingan konsentrasi H2SO4 97 % memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap bilangan peroksida, dimana bilangan peroksida tertinggi

diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar 2, 66 % dan terendah pada perlakuan K3 dan K4 yaitu sebesar 2, 58 %.

Perbandingan konsentrasi natrium metanolat memberikan pengaruh

berbeda tidak nyata terhadap bilangan peroksida, dimana bilangan peroksida

tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 yaitu sebesar 2, 65 % dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar 2, 59 %,

Interaksi perbandingan konsentrasi H2SO4 97 % dengan natrium

metanolat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap bilangan peroksida,

dimana bilangan peroksida tertinggi diperoleh pada perlakuan K1L1 dan K2L1

yaitu sebesar 2,71 % dan terendah pada perlakuan K3L4 dan K4L3 yaitu sebesar 2, 57 %.

5. Viskositas

(8)

perlakuan K1 yaitu sebesar 3, 32 N.m-2.s dan terendah pada perlakuan K3 dan K4 yaitu sebesar 2,9 N.m-2.s.

Perbandingan konsentrasi natrium metanolat memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata terhadap viskositas, dimana viskositas tertinggi diperoleh

pada perlakuan L1 yaitu 3,3 N.m-2.s dan terendah pada perlakuan L4 yaitu sebesar 2, 85 N.m-2.s.

Interaksi perbandingan konsentrasi H2SO4 97 % dengan natrium metanolat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap viskositas, dimana

viskositas tertinggi diperoleh pada perlakuan K1L1 yaitu sebesar 3,48 N.m-2.s dan

(9)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis ingin mengucapkan Puji dan Syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan banyak terimakasih

pada semua pihak atas segala bimbingan, pengarahan, bantuan dan fasilitas yang

telah diberikan hingga selesainya skripsi ini.

1. Ir. Hotnida Sinaga M. Phil, selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Satya

Siahaan sebagai anggota komisi pembimbing.

2. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Drs. H. Sinaga dan ibunda D. Hutabarat

BA., buat cinta kasih dan pengorbananya kepada penulis dan juga buat abang

dan kakakku tercinta, serta ponakan-ponakan ku terbaik.

3. Semua teman-temanku yang telah banyak memberikan dorongan dan inspirasi,

dan menemani saya dalam suka dan duka, terutama kawan-kawan di THP,

terutama Lae Nally, Apara Wallet, Lae Jun, Yayuk, Kodok, Mank Kusnok,

Gorief dan semua yang tidak bisa saya sebutkan semua namanya.

Akhirnya penulis mengucapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kita semua.

Medan, Desember 2008

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

CRISTIAN SINAGA, lahir pada tanggal 22 Desember 1985 di

Medan, anak dari bapak Drs. H. Sinaga dan ibu D. Hutabarat B. Sc merupakan

anak terakhir dari 3 bersaudara.

Penulis memasuki sekolah dasar (SD) Methodist Lubuk Pakam pada

tahun 1992 dan tamat pada tahun 1998, kemudian memasuki SMP Swasta ST.

Thomas 1 Medan dan tamat pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis

memasuki SMU Swasta St. Thomas 1 Medan dan lulus pada tahun 2004 dan

mengikuti ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan masuk ke Jurusan

Teknologi Pertanian melalui testing SPMB.

Semasa perkuliahan penulis sempat menjabat sebagai Sekretaris

Umum Komisi Pemilihan Umum Fakultas Pertanian pada Tahun 2006, Wakil

Ketua Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP) masa bakti

2007-2008 dan Ketua Formentasi (Inaugurasi) pada tahun 2007. Dari tanggal 23 Juni

2007 hingga 4 Maret 2008 penulis mengikuti praktek Kerja Lapangan di PT.

(11)

DAFTAR ISI

Bahan Yang Ditambahkan Pada Pembuatan Biodiesel Asam Sulfat……… 8

Metanol……….. 10

Natrium Hidroksida……… .. 11

Proses Pembuatan Biodiesel Pemucatan Minyak……… 13

Transesterifikasi dan Esterifikasi……….. 14

Pengendapan………. 20

Pencucian……….. 21

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Bahan Penelitian……… 23

Waktu dan Tempat Penelitian………. 23

Bahan………. 23

Reagensia……….. 23

(12)

Model Rancangan……… 25

Pelaksanaan Penelitian……… 25

Pengamatan dan Pengumpulan Data Penentuan Rendemen……….. 27

Penentuan Kadar Air……… 27

Penentuan KadarAsam Lemak Bebas……….. 27

Penentuan Bilangan Peroksida………. 28

Penentuan Viskositas………... 28

SKEMA PENELITIAN……… 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Asam Sulfat 97 % terhadap Parameter Yang Diamati 30 Pengaruh Natrium Metanolat terhadap Parameter Yang Diamati 31 Rendemen (%) Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Rendemen.. 32

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen. 33 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % DenganNatrium Metanolat terhadap Rendemen... 35

Kadar Air (%) Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Kadar Air... 37

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Kadar Air. 37 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % DenganNatrium Metanolat terhadap Kadar Air... 37

Asam Lemak Bebas (%) Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Asam Lemak Bebas... 37

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Asam Lemak Bebas... 39

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % Dengan Natrium Metanolat terhadap Asam Lemak Bebas... 40

Bilangan Peroksida (mgeq/100 gr bahan) Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Bilangan Peroksida... 40

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Bilangan Peroksida... 42

Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % Dengan Natrium Metanolat terhadap Bilangan Peroksida... 42

Viskositas (N.m-2.s) Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Viskositas.. 42

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Viskositas. 44 Pengaruh Interaksi Antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % Dengan Natrium Metanolat terhadap Viskositas... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 46

(13)
(14)

DAFTAR TABEL

No. JUDUL Hal

1. Pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen proses………….. 10

2. Standar Mutu Biodiesel... 21

3. Pengaruh Asam Sulfat 97 % terhadap Parameter yang Diamati.. 30

4. Pengaruh Natrium Metanolat terhadap Parameter yang Diamati 31

5. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 %

terhadap Rendemen (%)... 32

6. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen (%)... 34

7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 %

Dengan Natrium Metanolat terhadap Rendemen (%)... 35

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 %

terhadap Asam Lemak Bebas (%)... 38

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Asam Lemak Bebas (%)... 39

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 %

terhadap Bilangan Peroksida (mgeq/100 gr bahan)... 41

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 %

terhadap Viskositas (N.m-2.s)... 43 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. JUDUL Hal

1. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel... 18

2. Skema Reaksi Proses Transesterifikasi Dari Trigliserida terhadap Metanol... 19

3. Hubungan Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Rendemen... 33

4. Hubungan Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen.... 34

5. Hubungan Interaksi Antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % Dengan Natrium Metanolat terhadap Rendemen... 36

6. Hubungan Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Asam Lemak Bebas... 38

7. Hubungan Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Asam Lemak Bebas... 39

8. Hubungan Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Bilangan

Peroksida... 41

9. Hubungan Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Viskositas.... 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No JUDUL

Hal

1. Data Pengamatan Analisa Rendemen (%)... 49

2. Data Pengamatan Analisa Kadar Air (%)... 50

3. Data Pengamatan Analisa Asam Lemak Bebas (%)... 51

4. Data Pengamatan Analisa Bilangan Peroksida (mgeq/ 100 gr bahan) 52

(17)

ABSTRAK

STUDI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh asam sulfat 97 % dan natrium metanolat terhadap rendemen, dan mutu minyak jelantah sebagai substitusi bahan bakar solar (biodiesel). Penelitian ini menggunakan metoda rancangan acak lengkap dengan dua factor, yaitu asam sulfat 97 % (K) : (1, 2, 3, 4 %) dan natrium metanolat (L) : (7.5, 15, 22.5, 30 %). Parameter yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam sulfat 97 % memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air. Konsentrasi natrium metanolat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap rendemen, asam lemak bebas dan viskositas, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan bilangan peroksida. Interaksi konsentrasi asam sulfat 97 % dan natrium metanolat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rendemen, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas. Konsentrasi asam sulfat 3 % dan natrium metanolat 30 % menghasilkan biodiesel sebagai bahan substitusi bahan bakar solar yang terbaik.

CRISTIAN SINAGA NAMA

(18)

ABSTRACT

A STUDY ON THE MAKING OF BIODIESEL FROM WASTED FRYING OIL

This research was aimed to know the effect of 97 % sulphuric acid and sodium methanolate on the rendement and quality of wasted frying oil as a substitute for diesel fuel. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e. concentration of sulphuric acid (K) : (1, 2, 3, 4 %) and concentration of sodium methanolate (L) : (7.5, 15, 22.5, 30 %). Parameters analyzed were rendement, moisture content, free fatty acid, peroxide number and viscosity.

The result showed that sulphuric acid concentration had highly significant effect on the rendement, free fatty acid, peroxide number and viscosity, but did not show significant effect on moisture content. The sodium methanolate concentration had highly significant effect on the rendement, free fatty acid, and viscosity, but did not show significant effect on moisture content and peroxide number. The interaction of 97 % sulphuric acid and sodium methanolate concentration had highly significant effect on the rendement but did not show significant effects on moisture content, free fatty acid, peroxide number and viscosity. 3 % sulphuric acid and sodium methanolate 30 % gave the best and acceptable quality of biodiesel as a subtitute for diesel fuel.

CRISTIAN SINAGA NAME

JANUARY 2009 DATE

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dahulu banyak ahli memperkirakan bahwa segala sumber daya alam

yang ada di dunia ini akan segera habis seiring dengan pertambahan waktu dan

zaman, karena pertambahan penduduk. Sementara itu upaya untuk kembali

menghasilkan sumber daya alam tersebut hampir sama sekali tidak ada, dan

memerlukan waktu yang sangat lama hingga mencapai waktu jutaan tahun

lamanya.

Segala sumber daya alam seperti minyak bumi dan gas alam serta batu

bara memerlukan waktu yang lama sekali untuk dapat dihasilkan kembali,

sedangkan penggunaanya hampir setiap saat dalam jumlah yang sangat besar.

Konsumsi energi global saat ini mencapai sekitar 400 BJ (Billion Joule)

pertahun. Konsumsi ini akan terus meningkat hingga tahun tahun mendatang

seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan serta pertumbuhan ekonomi

global. Menurut laporan International Energy Agency (IEA), pada tahun 2025

pertumbuhan energi akan meningkat hingga 50 persen dari total kebutuhan energi

pada saat ini. Peningkatan kebutuhan energi terbesar banyak terjadi di negara

berkembang seperti Cina dan India yang memang sedang memacu produksi

industrinya untuk meningkatkan perekonomian. Sebagian besar kebutuhan energi

ini dipenuhi oleh energi fosil yaitu minyak dan batubara. Ketidakstabilan harga

minyak hingga mencapai 100 U$ per barel merupakan persoalan yang dihadapi

(20)

berlanjut karena cadangan energi ini semakin menipis, sehingga ketersediaannya

tinggal menunggu waktu.

Persoalan lain dari penggunaan energi fosil ini adalah penyebab

perubahan iklim dan pemanasan global. Gas rumah kaca seperti karbon dioksida

dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, dilepaskan ke atmosfir. Keberadaannya

akan menghalangi panas yang akan meninggalkan bumi sehingga akan

meningkatkan suhu bumi. Perubahan iklim yang terjadi disebabkan oleh gas

rumah kaca seperti disebutkan diatas juga methane (CH4) dan nitrous oksida

(N2O). Pembakaran biomassa menghasilkan CO2 tetapi karbon dioksida yang di hasilkan akan distabilisasi dengan penyerapan kembali oleh tumbuhan, sehingga

tidak ada penimbuan karbon dioksida dalam atmosfer dan keberadaannya terus

seimbang.

Sejak era revolusi industri terjadi hingga beberapa dekade terakhir, suhu

rata-rata bumi meningkat secara tajam. Hal ini disebabkan oleh gas rumah kaca

yang keberadaannya menghalangi panas yang keluar dari atmosfer. Peningkatan

sebesar 0.3 derajat Celcius menjadi masalah yang sangat krusial. Tahun 1998

merupakan tahun dimana terjadi peningkatan suhu terbesar rata-rata ini.

Peningkatan ini menyebabkan pencairan es di kutub, baik di Utara maupun di

Selatan sehingga volume lautan meningkat 10 sampai 25 cm, bahkan

diprediksikan pada tahun 2100 temperatur akan meningkat secara tajam hingga

mencapai kenaikan 6 ºC.

Pada awal tahun 2008 ini pelonjakan terhadap harga minyak bumi

melonjak drastis, akibat mulai disadarinya jumlah minyak bumi di alam ini

(21)

dirupiahkan mencapai sekitar sembilan ribu rupiah perliter nya untuk bensin dan

solar. Akibat tingginya harga sumber energi tersebut banyak para ahli dan industri

yang mengusahakan untuk mencari sumber energi pengganti yang lebih fleksibel

ketersediaannya dengan harga yang lebih terjangkau.

Khusus untuk bahan pengganti solar, para ahli telah lama menemukan

bahan bakar pengganti yaitu biodiesel, biodiesel adalah metal ester yang

dihasilkan dari esterifikasi lemak/minyak yang diusahakan untuk memiliki daya

bakar tinggi serta tingkat viskositas yang rendah (sekitar 1,6 -5) sehingga dapat

digunakan pada proses pembakaran mesin dengan baik.

Minyak jelanta adalah minyak makan hasil penggorengan yang telah

digunakan berulang-ulang kali, akibat penggunaan yang berulang-ulang, otomatis

minyak akan menerima banyak panas selama pemakaian sehingga memutus

ikatan rangkap dan membuat minyak jelanta memiliki kandungan asam lemak

bebas yang tinggi.

Asam sulfat merupakan senyawa asam kuat yang berguna untuk

mengikat gum serta kotoran dan menurunkan kadar asam lemak bebas pada

minyak. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah memiliki

ikatan rangkap yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi

pendidihan. Perbedaan berat jenis kedua cairan, menyebabkan air tidak begitu

larut dengan asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam.

NaOH merupakan senyawa basa yang bersifat katalis yang digunakan

untuk memulai reaksi dengan bahan lain, dapat mengkatalis reaksi dengan cara

(22)

reaktif. Metanol digunakan pada proses transesterifikasi yang mempengaruhi

reaksi kesetimbangan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik meneliti tentang proses

pembuatan bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah dengan penelitian “Studi

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah” Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam

sulfat 97% dan natrium metanolat terhadap mutu dan rendemen biodiesel yang

dihasilkan dari minyak jelantah.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi pada pengolahan biodiesel dari minyak jelantah.

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi

Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

- Diduga ada pengaruh konsentrasi natrium metanolat terhadap rendemen dan mutu minyak jelanta sebagai substitusi bahan bakar solar.

- Diduga ada pengaruh konsentrasi H2SO4 97 % terhadap rendemen dan mutu minyak jelantah sebagai substitusi bahan bakar solar.

- Diduga adanya interaksi kuantitas H2SO4 97 % dengan konsentrasi natrium metanolat terhadap rendemen dan mutu minyak jelantah sebagai

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Lemak/Minyak

Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak yang digunakan

dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari

gliserol dan berbagai asam lemak (Buckle, et al., 1987).

Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang

merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati

terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan

sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan tetapi

jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adiposa dan tulang sumsum (Ketaren,

1986).

Lemak hewani mengandung banyak sterol (kolesterol) sedangkan lemak

nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak

jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat

dibedakan atas tiga golongan yaitu :

(a). Drying oil yang akan membentuk lapisan keras bila mengering diudara,

misalnya minyak yang digunakan untuk cat dan pernis

(b). Semy drying oil seperti minyak jagung, minyak kapas dan minyak bunga

matahari

(c). Non drying oil, misalnya minyak kelapa dan minyak kacang tanah

(24)

Berdasarkan sifat titik cair, dikenal dua macam istilah dalam gliserida

yaitu minyak dan lemak. Minyak adalah gliserida yang berbentuk cair sedangkan

lemak berbentuk padat pada suhu kamar. Oleh karena ketidakjenuhan gliserida

mengakibatkan perbedaan titik cair gliserida (Winarno, et al., 1980).

Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak makan hasil penggorengan yang telah

digunakan berulang kali, otomatis minyak akan menerima banyak panas selama

pemakaian sehingga memutus ikatan rangkap dan membuat minyak jelanta

memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi (Suryani, 1997).

Konsumsi minyak jelantah dalam jumlah banyak dan berulang-ulang

dapat menimbulkan karsinogenik seperti kanker dan penyempitan pembuluh

darah, karena jumlah ALB pada minyak jelantah amat tinggi (Sari, 1999).

Jika kita mengumpulkan minyak goreng bekas (disebut juga recycled

frying oil) keuntungan yang bisa diperoleh adalah :

- Akan diperoleh FAME lebih tepat disebut RFOME, (recycled frying oil methyl

esters) yang murah sehingga bisa diperoleh bahan bakar nabati yang murah dan

ramah lingkungan.

- Mencegah terjadinya polusi lingkungan (air dan tanah) dengan tidak adanya

pembuangan minyak bekas goreng ke sembarang tempat

- Mengurangi bahan karsinogenik yang beredar di masyarakat. Seperti diketahui,

penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang (ditandai dengan warna coklat

tua, hitam, dan mengandung sekitar 400 senyawa kimia) akan mengoksidasi asam

(25)

memicu penyakit kanker kolon, pembesaran hati, ginjal dan gangguan jantung

(Prihandana, et al., 2007).

Karbon aktif

Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang

dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas

adsorbsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar,

hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air

persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur (Ketaren, 1986).

Karbon aktif, atau sering juga disebut sebagai arang aktif, adalah suatu

jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa

dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Dari satu gram karbon

aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-kira

sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran gas). Pengaktifan bertujuan untuk

memperbesar luas permukaannya saja, dan meningkatkan kemampuan adsorpsi

karbon aktif itu sendiri (Wikipedia, 2008).

Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak

ialah karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching

clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang

digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah kurang lebih 0,1-0,2 persen

dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menghilangkan sebagian bau yang tidak

dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu

minyak (Ketaren, 1987).

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif

(26)

activated clay dan proses otooksidasi lebih cepat dengan minyak yang dipucatkan

dengan menggunakan arang aktif (Ketaren, 1987).

Air Destilasi

Proses destilasi menggunakan sumber panas untuk menguapkan air. Tujuan dari

destilasi adalah memisahkan molekul air murni dari kontaminan yang memiliki

titik didih lebih tinggi dari air. Destilasi, mirip dengan R.O. (Radiation Optical),

menyediakan air bebas mineral untuk digunakan pada laboratorium sains atau

keperluan percetakan. Destilasi menghilangkan logam berat seperti timbal,

arsenik, dan merkuri. Meskipun destilasi dapat membuang mineral dan bakteri,

tapi tetap tidak bisa menghilangkan klorin, atau VOC (volatile organic chemicals)

yang mempunyai titik didih lebih rendah dari air. Destilasi, dan R.O., memberikan

air bebas mineral yang bisa berbahaya bagi tubuh karena keasamannya. Air

bersifat asam dapat merampas kandungan mineral dari tulang dan gigi (Cheers

Indonesia, 2005).

Bahan Tambahan Untuk Proses Produksi Biodiesel 1. Asam Sulfat

Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam semua perbandingan. Asam sulfat

mempunyai banyak kegunaan, antara lain pemrosesan bijih, sintesis kimia,

pemrosesan air dan penghilangan bau minyak. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam

air) dari asam sulfat adalah yang memiliki ikatan rangkap yang kuat. Jika air

ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Perbedaan berat jenis

(27)

cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion

hidronium:

H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-.

Karena asam sulfat bersifat sebagai pengering, maka asam sulfat merupakan

senyawa pengering yang baik digunakan dalam pengolahan kebanyakan

buah-buahan kering (Wikipedia, 2008).

Esterifikasi asam : merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis

asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%. Asam sulfat

0.5 wt (weight total) % dan alkohol (umumnya methanol) dengan molar rasio

antara alkohol dan bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil

konversi yang baik bagi pembuatan biodiesel (Indartono, 2006).

Pada minyak nabati dengan kandungan asam lemak bebas tinggi, sebelum

dilakukan proses transesterifikasi dengan katalis basa dilakukan proses esterifikasi

terlebih dahulu. Katalis yang digunakan pada proses esterifikasi adalah katalis

asam yaitu dengan menggunakan asam sulfat 97 % (Susilo, 2006).

Hasil percobaan Suess (1999) dengan perlakuan kandungan asam lemak

bebas menunjukkan semakin besar kandungan asam lemak bebas semakin kecil

rendemen biodiesel yang didapatkan (Susilo, 2006)

Untuk menghindari kegagalan dalam proses transesterifikasi, dilakukan

proses bertingkat. Transesterifikasi didefenisikan sebagai penukaran grup alkoksi

dari ester dengan alkohol lain. Reaksi ini sering melibatkan katalis dengan cara

menambahkan asam atau basa. Asam dapat mengkatalis reaksi dengan cara

mendonorkan electron ke grup alkoksi, sehingga bisa membuat gugus ini lebih

(28)

menarik elektron dari alkohol sehiungga gugus ini menjadi lebih reaktif. Sebelum

transesterifikasi, dilakukan proses esterifikasi. Sebelum transesterifikasi dengan

basa didahului dengan proses esterifikasi menggunakan katalis asam biasanya

asam sulfat (H2SO4) (Susilo, 2006).

Untuk melihat adanya pengaruh antara kandungan asam lemak bebas

dengan rendemen proses dari pembuatan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen proses (Susilo, 2006).

Kandungan FFA pada bahan baku (%)

Rendemen Proses (%) Kandungan FFA

Biodiesel (%)

11,97 Transesterifikasi Gagal Transesterifikasi Gagal 13,46 Transesterifikasi Gagal Transesterifikasi Gagal

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan adanya pengaruh kandungan

asam lemak bebas terhadap proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati,

dimana semakin kecil ALB semakin baik untuk proses pembuatan biodiesel

(Susilo, 2006).

2. Metanol

Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi adalah

metanol, karena harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi

dibandingkan dengan alkohol yang berantai panjang. Proses metanolisis

berkatalisis alkali dapat dilakukan pada suhu ruangan dan akan menghasilkan

ester lebih dari 80 % beberapa saat setelah reaksi dilangsungkan (sekitar 5 menit).

(29)

etanol, metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah diperoleh, sehingga

hidrolisa dan pembentukan sabun akibat air yang terdapat dalam alkohol dapat

diminimalkan (Syah, 2006).

Untuk membuat biodiesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan

dari gliserol. Ester tersebut merupakan bahan dasar penyusun biodiesel. Selama

proses transesterifikasi, komponen gliserol dari minyak nabati digantikan oleh

alkohol, baik etanol maupun alkohol metanol. Etanol merupakan alkohol yang

terbuat dari padi-padian. Metanol adalah alkohol yang dapat dibuat dari batu bara,

gas alam, atau kayu. Metanol lebih dipilih daripada etanol karena mampu

memproduksi reaksi biodiesel yang lebih stabil. Namun, metanol merupakan

alkohol yang agresif sehingga bisa berakibat fatal bila terminum dan memerlukan

kewaspadaan yang tinggi dalam penanganannya ( Syah, 2006).

Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH) merupakan

katalis basa yang dapat digunakan dalam proses pembuatan biodiesel, KOH lebih

mudah digunakan dan waktu yang diperlukan 1,4 kali lebih cepat dibandingkan

dengan penggunaan NaOH serta memberikan hasil samping pupuk potash. NaOH

lebih mudah didapatkan dan harganya lebih murah. Bahan–bahan ini dapat dibeli

di toko–toko kimia (Susilo, 2006).

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri

karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi

lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat

(30)

Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH sebagai berikut : (Ketaren, 1986).

O O

R C + NaOH R C + H2O

OH basa ONa air

ALB sabun

Proses Pembuatan Biodiesel

Refined fatty oil yang memiliki kadar asam lemak bebas rendah, sekitar

2% bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis

alkalin untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam

minyak tersebut masih tinggi, maka perlu dilakukan proses praesterifikasi

terhadap minyak tersebut. Kandungan air dalam minyak tumbuhan harus diperiksa

sebelum dilakukan proses transesterifikasi.

Esterifikasi dua tahap:

Esterifikasi asam: Ini merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam

untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2 %. Asam sulfat 0.5

wt % dan alkohol (umumnya methanol) dengan molar rasio antara alkohol dan

bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang baik.

Esterifikasi alkalin: Selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi terhadap

produk tahap pertama di atas menggunakan katalis alkalin. Natrium hidroksida 0.5

wt% dan alkohol (umumnya methanol) dengan rasio molar antara alkohol dan

produk tahap pertama sebesar 9:1 digunakan dalam proses transesterifikasi ini

(31)

Biodiesel diproses berdasarkan reaksi kimia yang disebut

transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya adalah mereaksikan minyak nabati

dengan metanol atau etanol yang dibantu dengan katalisator soda api (NaOH) atau

KOH (Syah, 2006).

Pada dasarnya, pabrik biodiesel adalah tempat untuk mencampur minyak

nabati dengan alkohol, mengaduk, dan merebusnya. Maka dapat dibayangkan,

bahwa suatu pabrik biodiesel sebenarnya hanyalah bejana-bejana atau tangki

perebus dengan alat pengaduk minyak nabati dan alkohol. Tangki-tangki tersebut

bisa berkapasitas kecil, juga bisa berkapasitas besar (Syah, 2006).

Pemucatan minyak

Pemucatan ialah suatu tahap proses untuk menghilangkan zat-zat warna

yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan mencampur

minyak dengan sejumlah besar adsorben, seperti tanah serap (fuller earth),

lempung dan arang aktif atau dapat juga bahan kimia (Ketaren, 1986).

Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah

pemucat (bleaching earth) dan arang (carbon earth). Zat warna dalam minyak

akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum

dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida (Ketaren, 1986).

Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan muatan listrik

antara arang dan zat atau ion yang diserap. Bahan yang mempunyai muatan listrik

positif akan diserap lebih efektif oleh arang dalam larutan yang bersifat basa dan

sebaliknya, sedangkan penyerapan terhadap bahan non elektrolit tidak

(32)

lebih menarik dilihat tanpa mengurangi kandungan karoten di dalam minyak,

dengan menggunakan adsorben, kandungan karoten dapat diminimalisir (Ketaren,

1986).

Transesterifikasi dan Esterifikasi

Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum

digunakan untuk memproduksi biodiesel dari refined fatty oil. Metode ini bisa

menghasilkan biodiesel (RFOME) hingga 98 % dari bahan baku minyak

tumbuhan (Bouaid et al., 2005).

Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang

mengandung kadar asam lemak bebas (free fatty acid - FFA) tinggi (yakni lebih

dari 2 % Ramadhas et al. (2005)), maka perlu dilakukan proses praesterifikasi

untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2 %. Ramadhas et al.

(2005) melakukan dua tahap esterifikasi untuk memproses minyak biji karet

mentah (unrefined rubber seed oil) menjadi biodiesel. Kedua proses tersebut

adalah:

1. Esterifikasi asam: Ini merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis

asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2 %. Asam

sulfat 0.5 wt % dan alkohol (umumnya metanol) dengan molar rasio antara

alkohol dan bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil

konversi yang baik.

2. Esterifikasi alkalin: Selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi terhadap

produk tahap pertama di atas menggunakan katalis alkalin. Natrium hidroksida

(33)

dan produk tahap pertama sebesar 9:1 digunakan dalam proses

transesterifikasi ini (Berita iptek, 2007).

Kedua proses esterifikasi di atas dilakukan pada temperatur 40 – 50 0C. Esterifikasi dilakukan di dalam wadah yang memiliki pengaduk magnetik dengan

kecepatan konstan. Keberadaan pengaduk ini penting untuk memastikan

terjadinya reaksi di seluruh bagian reaktor. Produk esterifikasi alkalin akan berupa

metil ester di bagian atas dan gliserol di bagian bawah (akibat perbedaan

densitas). Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dicuci

dengan air distilat panas (10 % dari volume). Karena memiliki densitas yang lebih

tinggi dibandingkan metil ester, air pencuci ini juga akan terpisahkan dari metil

ester dan menempati bagian bawah reaktor. Metil ester yang telah dimurnikan ini

selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Berita iptek, 2007).

Proses esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas

dan kadar air. Pada prinsipnya, pengurangan kadar air bisa dilakukan dengan dua

cara, separasi gravitasi atau separasi distilasi. Separasi gravitasi mengandalkan

perbedaan densitas antara minyak dengan air, air yang lebih berat akan berada di

bagian bawah untuk selanjutnya dapat dipisahkan. Sedangkan separasi distilasi

mengandalkan titik didih air sekitar 100 0C dan pada beberapa kasus digunakan pula tekanan rendah untuk memaksa air keluar dan terpisah dari minyak (Berita

iptek, 2007).

Proses katalis asam dua tahap untuk menghasilkan biodiesel dari minyak

(34)

antara methanol dan asam lemak bebas (FFA) diatur pada 5:1. Temperatur di

dalam wadah/reaktor dijaga dengan cara mencelupkannya ke dalam fluida (oil)

dengan temperatur tertentu (oil bath with temperature controller). Pengaduk

magnetik digunakan untuk memastikan terjadinya reaksi kimia di seluruh bagian

wadah. Asam sulfat 2 wt % dicampurkan terlebih dahulu dengan metanol untuk

selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah/reaktor. Setelah 2 jam, proses dihentikan

dan campuran di dalam reaktor didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Produk

dipisahkan dan dibersihkan dengan menggunakan air. Fasa organik kemudian

dipisahkan dari air dan dikeringkan dengan teknik tekanan rendah (vakum).

Produk akhir tahap pertama ini kemudian diproses lagi menggunakan katalis asam

yang sama, asam sulfat, dengan konsentrasi asam sulfat 2 wt% dan rasio molar

antara metanol dan minyak sebesar 9:1. Reaksi dilakukan dalam wadah tertutup

pada temperatur 100 0C dan kecepatan pengaduk sebesar 300 rpm (putaran per

menit). Sekitar 96 % metil ester bisa dihasilkan menggunakan proses katalis asam

dua tahap ini setelah 8 jam menggunakan minyak dedak/bekatul beras yang

semula memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 76 % (Berita iptek, 2007).

Bila bahan baku minyak yang digunakan merupakan minyak yang telah

diproses (refined fatty oil) dengan kadar air dan asam lemak bebas yang rendah,

maka proses esterifikasi dengan katalis alkalin bisa langsung dilakukan.

Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni:

1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya sodium hidroksida atau potassium

(35)

digunakan bervariasi antara 0.5 - 1 wt % terhadap massa minyak. Sedangkan

alkohol diset pada rasio molar antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1.

2. Pencampuran alkohol + alkalin dengan minyak di dalam wadah yang dijaga

pada temperatur tertentu (sekitar 40ºC – 600C) dan dilengkapi dengan pengaduk

(baik magnetik ataupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan (umumnya

pada 600 rpm - putaran per-menit). Keberadaan pengaduk sangat penting untuk

memastikan terjadinya reaksi metanolisis secara menyeluruh di dalam campuran.

Reaksi metanolisis ini dilakukan sekitar 1 - 2 jam.

3. Setelah reaksi metanolisis berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan

densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan separasi antara metil

ester dan gliserol. Metil ester dipisahkan dari gliserol dengan teknik separasi

gravitasi.

4. Metil ester yang sebenarnya adalah biodiesel kemudian dibersihkan

menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti metanol, sisa

katalis alkalin, gliserol dan sabun-sabun. Lebih tingginya densitas air

dibandingkan dengan metil ester menyebabkan prinsip separasi gravitasi berlaku:

air berada di bagian bawah sedangkan metil ester di bagian atas (Berita iptek,

2007).

Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada

reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis

(36)

yang mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel, diantaranya kandungan

gliserol, jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis

sisa dan kandungan sabun (Hambali, et al., 2006).

Reaksi transesterifikasi minyak jelantah menjadi biodiesel (Priyanto, 2007)

dapat dilihat pada gambar 1

O

H2C – OCR H2C - OH

O O

HC – OCR + 3CH2OH 3RCOH + HC - OH Metanol Metil Ester

H2C–OCR H2C – OH Trigliserida Gliserol

Gambar 1. Reaksi transesterifikasi minyak jelantah menjadi biodiesel

Reaksi transesterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat namun

metode ini lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam

lemak bebas relatif tinggi. Untuk kasus minyak nabati dengan kandungan asam

lemak bebas tinggi, sebelum dilakukan proses transesterifikasi dengan basa

dilakukan proses esterifikasi. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

Aksoy, Karahman, Karaosmanoglu dan Civelekoglu (1998) dan Ju (2003)

menunjukkan bahwa transesterifikasi berkatalis asam dapat digunakan pada bahan

baku minyak bermutu rendah atau memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi

(37)

Netralisasi adalah suatu proses pemisahan asam lemak bebas dari minyak

atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi

lainnya sehingga membentuk sabun. Pemisahan asam lemak bebas dapat juga

dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah deasidifikasi

(Hambali, et al., 2006).

Skema reaksi proses transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol,

CH2 – O – COR1 CH2 – O – COR1

CH – O – COR2 + CH3OH CH – O – COR 2 + R3 – COOCH3 (1) CH2 – O – COR3 CH2 – OH

CH2 – O – COR1 CH2 – O – COR1

CH – O – COR2 + CH3OH CH – O – COR 2 + R2 – COOCH3 (2)

CH2 – OH CH2 – OH

CH2 – O – COR1 CH2 – O – OH

CH – OH + CH3OH CH – O – OH + R1 – COOCH3 (3) CH2 – OH CH2 – OH

CH2 – O – COR CH2 – OH

CH – O – COR + 3CH3OH CH – OH + 3 R – COOCH3 (4)

CH2 – O – COR CH2 – OH

(38)

Gambar 2. Skema Reaksi Proses Transesterifikasi Dari Trigliserida Dengan Metanol (Syah, 2006).

Pengendapan

Campuran hasil transesterifikasi ke dalam botol gelas dan langsung ditutup

dengan ketat, hal ini untuk encegah keluarnya uapdari biodiesel. Botol dibiarkan

dingin selama 12-24 jam supaya pengendapan berlangsung sempurna..

Pengendapan akan menghasilkan glyserin dan metyl ester. Glyserin adalah zat

yang mengendap di bagian bawah dan berwarna gelap dan methyl ester berupa

cairan di bagian atas

(Susilo, 2006).

Proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati disebut transesterifikasi.

Transesterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi

bentuk ester yang lain. Suatu ester merupakan suatu rantai hidrokarbon yang akan

terikat dengan molekul yang lain. Satu molekul minyak nabati terdiri dari tiga

ester yang terikat pada satu molekul gliserol. Sekitar 20 % molekul minyak nabati

adalah gliserol (Syah, 2006).

Tambahkan natrium metanolat ke dalam minyak dan diaduk dengan

kecepatan tinggi selama 1 jam, biarkan semalam. Keesokan harinya maka akan

terjadi 3 lapis, lapisan atas adalah biodiesel, tengah gliserin dan paling bawah

adalah sabun. Pisahkan lapisan paling atas, bilas dengan akuades hangat dan

biarkan sebentar, buang lapisan bawah. Ulangi pekerjaan ini hingga lapisan bawah

menjadi jernih. Artinya semua sisa sabun dan gliserin sudah terbuang. Pisahkan

(39)

jernih (artinya air yg tersisa sudah menguap), dihasilkan biodiesel dengan mutu yg

tinggi (Harahap, 2008).

Pencucian

Pencucian bertujuan untuk memisahkan ester dari katalisator basa. Oleh

karena basa larut dalam air, maka prinsip dasar proses pencucian adalah

melarutkan katalis menggunakan media utama berupa air. Selain itu, pencucian

juga bertujuan untuk mengikat sabun sebagai produk samping transesterifikasi.

Untuk tujuan ini perlu dilakukan penambahan asam asetat atau vinegar dengan

jumlah 30 ml per 100 liter (Bambang, 2006)

Proses pencucian gelembung disarankan digunakan pada pembuatan

biodiesel skala rumah tangga. Metode pencucian ini memiliki kelemahan, yaitu

jika dikerjakan dalam bejana yang terlalu kecil akan terjadi pengadukan yang

terlalu kuat sehingga akan terjadi oksidasi pada biodiesel dan emulsifikasi secara

bertahap (Prihandana, et al., 2007).

(40)

Tabel 2. Standar Mutu Biodiesel

Sifat Bahan Bakar Satuan DIN 51606 US ASTM Standart Jerman Standart USA Titik bakar 0C 100 min 100 min Kandungan air Vol % - 0,05

Residu karbon Wt% 0,39 max 0,05 max

Abu sulfat Wt% - 0,020 max

Viskositas CSt 3,5-5,0 1,96-6,5

Kadar belerang Wt% 0,01 max 0,05 max

Bilangan setana - 49 min 40 min

Titik embun 0C - 3 0C Karat tembaga - 1 max 3 max

Jumlah asam mg/g 0,50 max 0,80 max

Gliserin bebas Wt% 0,02 max 0,02 max

Total gliserida Wt% 0,25 max 0,24 max

Sumber: Anonim (2001) di dalam Susilo (2006).

Pencucian kabut, emulsifikasi dapat tercegah karena pengadukan tidak

terlalu kuat. Sistem ini dapat digabungkan dengan pencucian gelembung sebagai

pencucian tahap akhir (Prihandana, et al., 2007)

Pencucian biodiesel dapat dilakukan dengan cepat, yaitu dengan cara

pengadukan. Biodiesel sebelum dicuci dan sesudah dicuci memiliki warna dan

tiingkat kekeruhan berbeda. Biodiesel yang telah dicuci memiliki warna cerah dan

bening, sedangkan sebelum dicuci memiliki warna yang keruh dan

(41)

BAHAN DAN METODA

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jelantah yang

diperoleh dari rumah-rumah penduduk serta tempat rumah makan, Medan.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2008 di Laboratorium

Analisa Kimia Bahan Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian - Minyak jelantah

Reagensia

- 1 botol isopropil alkohol 95 %

- Metanol (CH3OH)

- NaOH

- Air distilasi

- Asam sufat 97 %

- Kloroform

- Iodin 0,1 N

Alat Penelitian

- Beakerglass - Corong - Erlenmeyer

(42)

- Kain Saring - Timbangan - Oven

- Labu ukur 20ml - Labu ukur 500 ml

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu :

Faktor I : Konsentrasi Asam Sulfat 97 % (K)

K1 = 1 %

K2 = 2 % K3 = 3 % K4 = 4 %

Faktor II : Konsentrasi Natrium Metanolat (L)

L1 = 7,5 %

L2 = 15 % L3 = 22,5 % L4 = 30 %

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n)

adalah sebagai berikut :

Tc(n-1) > 15

16(n-1) > 15

16n-16 > 15

16n > 31

n > 1,9………dibulatkan menjadi 2

(43)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua

faktor dengan model sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana :

Yijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor N pada taraf ke-j

dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor T pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor N pada taraf ke-j

(αβ)ij: Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-i dan factor N pada taraf

ke-j

εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan factor N pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least

Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian dilakukan tahapan pembuatan biodiesel dari

minyak jelantah adalah sebagai berikut :

- Diambil sampel minyak sebanyak 150 ml, disaring dengan menggunakan

karbon aktif

- Ditambahkan dengan metanol 8 %, dicampur lalu diaduk dengan stirrer

(44)

- Ditambahkan asam sulfat sesuai perlakuan, diaduk dengan kecepatan rendah

sambil dipanasi pada suhu 35 ºC, selama 20 menit

- Dibiarkan satu malam untuk menghasilkan endapan berwarna hitam

- Diambil minyak hasil transesterifikasi sebanyak 100 ml

- Dibuat campuran natrium metanolat dari pencampuran 1 gram NaOH dan

metanol sesuai perlakuan dari volume bahan.

- Diaduk sampai larut

- Dilakukan esterifikasi terhadap minyak dengan natrium menolat selama 1

jam dengan suhu 50 ºC – 60 ºC

- Dibiarkan selama satu malam untuk menghasilkan dua fraksi : biodiesel dan

gliserin.

- Biodiesel diambil dan dicuci dengan air destilasi - Dihasilkan biodiesel murni

- Dilakukan analisa terhadap kadar air, bilangan peroksida, kadar lemak,

viskositas dan rendemen

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap

parameter :

1. Rendemen

2. Kadar air

3. Kadar asam lemak bebas

4. Bilangan peroksida

(45)

Penentuan rendemen (Sudarmaji, et al., 1989)

Rendemen ditentukan sebagai persentase perbandingan berat volume

minyak jarak yang digunakan dengan berat volume metil ester yang diperoleh.

Berat volume metil ester yang diperoleh

Rendemen 100 %

Berat volume minyak jarak yang digunakan =×

Penentuan kadar air ( Sudarmaji, et al., 1989 )

Ditimbang 5 gram minyak kedalam petridish yang telah diketahui

beratnya. Kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam. Lalu

contoh dari oven didinginkan ke dalam desikator selama ± 15 menit. Kemudian

contoh ditimbang untuk mengetahui berat akhirnya dan dihitung kadar air dengan

rumus:

Penentuan kadar asam lemak bebas ( Sudarmaji, et al., 1989 )

Minyak atau lemak sebanyak 10 – 20 gram ditambah 50 ml alkohol netral

95 % kemudian dipanaskan 10 menit dalam pemanas air sambil diaduk dan

ditutup dengan pendingin balik. Alkohol berfungsi untuk melarutkan asam lemak.

Setelah didinginkan kemudian dititrasi dengan NaOH 0, 1 N menggunakan

indikator phenolptalein sampai tepat warna merah jambu.

(46)

Penentuan bilangan peroksida ( Sudarmaji, et al., 1989 )

Minyak atau lemak sebanyak 5 gram dilarutkan dalam campuran asetat

dan kloroform ( 2 : 1 ) yang mengandung KI maka akan terjadi pelepasan iod

( I2 ). Iod yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat menggunakan indikator amilum sampai warna biru hilang.

%

Pengukuran viskositas dengan menggunakan viskosimeter bola jatuh yang

telah dimodifikasi. Diukur diameter bola, ditimbang massa contoh di dalam gelas

ukur. Diambil bola dengan menggunakan pinset dan dilepaskan perlahan-lahan

dari jarak 1 cm di atas contoh, diukur waktu jatuhnya bola. Ditentukan koefisien

kekentalan dengan menggunakan rumus :

(47)

GAMBAR SKEMA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

Minyak jelantah

Disaring dengan karbon aktif

Dicampur dan diaduk

Transesterifikasi pada suhu 35 ºC

Dibiarkan satu malam

Esterifikasi pada suhu 50ºC – 60ºC

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Secara umum melalui penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa asam

sulfat 97 % dan natrium metanolat memberikan pengaruh terhadap rendemen,

kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas dapat

dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Asam Sulfat 97 % terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum

menunjukkan bahwa konsentrasi asam sulfat 97 % memberikan pengaruh

terhadap rendemen, kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan

viskositas. Dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Asam Sulfat 97 % terhadap parameter yang diamati Konsentrasi Rendemen Kadar Kadar asam Bilangan Viskositas Asam Sulfat Air Lemak Bebas Peroksida

97 %

(%) (%) (%) (%) (meq/100 gr Bahan) (N.m-2.s)

K1 = 1 67,18 1,16 0,26 2,66 3,32 K2 = 2 77,05 1,10 0,22 2,64 3,20 K3 = 3 79,58 1,09 0,18 2,58 2,90 K4 = 4 83,34 1,07 0,12 2,58 2,90

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi asam sulfat 97

% maka, rendemen semakin meningkat sedangkan kadar air, kadar asam lemak

bebas, bilangan peroksida dan viskositas semakin menurun dengan bertambahnya

konsentrasi asam sulfat 97 %. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (4

(49)

sebesar 67,18 %. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 (1 %) yaitu

sebesar 1,16 % dan terendah diperoleh pada perlakuan K4 (4 %) yaitu sebesar 1,07 %. Kadar asam lemak bebas tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 (1 %) yaitu

sebesar 0,26 % dan terendah diperoleh pada perlakuan K4 (4 %) yaitu sebesar 0,12 %. Bilangan peroksida tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 (1 %) yaitu sebesar 2,66 meq/100 gram bahan dan terendah diperoleh pada perlakuan K4 (4 %) yaitu

sebesar 2,58 meq/100 gram bahan. Viskositas tertinggi diperoleh pada perlakuan

K1 (1 %) yaitu sebesar 3,32 N.m-2.s dan terendah diperoleh pada perlakuan K4 (4

%) yaitu sebesarm 2,9 N.m-2.s.

Pengaruh Larutan Natrium Metanolat terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum

menunjukan bahwa konsentrasi larutan natrium metanolat memberikan pengaruh

terhadap rendemen, kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan

viskositas. Dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Natrium Metanolat terhadap Parameter yang Diamati Konsentrasi Rendemen Kadar Kadar asam Bilangan Viskositas Natrium Air Lemak Bebas Peroksida

Metanolat

(%) (%) (%) (%) (meq/100gr Bahan) (N.m-2.s)

L1 = 7,5 62,16 1,23 0,22 2,65 3,30 L2 = 15 73,39 1,15 0,20 2,62 3,14 L3 = 22,5 82,58 1,07 0,19 2,60 3,03 L4 = 30 89,03 0,98 0,18 2,59 2,85

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi natrium

metanolat maka, rendemen semakin meningkat sedangkan kadar air, kadar asam

lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas semakin menurun dengan

(50)

perlakuan L4 (30 %) yaitu sebesar 89,03 % dan terendah diperoleh pada perlakuan

L1 (7,5 %) yaitu sebesar 62,16 %. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (7,5 %) yaitu sebesar 1,23 % dan terendah diperoleh pada perlakuan L4 (30 %)

yaitu sebesar 0,98 %. Kadar asam lemak bebas tertinggi diperoleh pada perlakuan

L1 (7,5 %) yaitu sebesar 0,22 % dan terendah diperoleh pada perlakuan L4 (30 %) yaitu sebesar 0,18 %. Bilangan peroksida tertinggi diperoleh pada perlakuan L1

(7,5 %) yaitu sebesar 2,65 meq/100 gram bahan dan terendah diperoleh pada

perlakuan L4 (30 %) yaitu sebesar 2,59 % meq/100 gram bahan. Viskositas

tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (7,5 %) yaitu sebesar 3,30 N.m-2.s dan terendah diperoleh pada perlakuan L4 (30 %) yaitu sebesar 2,85 N.m-2.s.

Hasil analisis secara statistik terhadap masing-masing parameter yang

diamati dari setiap perlakuan dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Rendemen ( % )

Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Rendemen

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa

konsentrasi asam sulfat 97 % memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0.01) terhadap rendemen. Hasil pengujian dengan Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi asam sulfat 97 % terhadap rendemen

untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97% terhadap Rendemen (%)

Jarak LSR Konsentrasi Asam Rataan Notasi

0,05 0,01 Sulfat 97% 0,05 0,01

- - - K1=1% 67,18 d D

2 0,741 1,020 K2=2% 77,05 c C

3 0,778 1,071 K3=3% 79,58 b B

(51)

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan K2, K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan K4.. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 yaitu sebesar 83,34 % dan

rendemen terendah diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar 67,18 %.

Hubungan antara konsentrasi asam sulfat 97 % dengan rendemen

mengikuti garis regresi linear seperti terlihat pada Gambar 3 berikut.

Ŷ = 5.101K + 64.035

Konsentrasi Asam Sulfat 97 % (%)

R

Gambar 3. Hubungan Konsentrasi Asam Sulfat 97 % dengan Rendemen

Dari Gambar 3 dapat dilihat semakin tinggi konsentrasi asam sulfat yang

ditambahkan maka rendemen biodiesel semakin tinggi. Hal ini disebabkan asam

sulfat dapat mengikat senyawa-senyawa asam lemak bebas seperti amino phenol,

amin dan phenol yang dapat mengurangi efektifitas pembentukan metil ester. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Susilo (2006) bahwa semakin besar kandungan

asam lemak bebas, maka semakin kecil rendemen biodiesel yang didapatkan.

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen

(52)

(P<0.01) terhadap rendemen. Hasil pengujian dengan Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi natrium metanolat terhadap rendemen

untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen (%)

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan L1 berbeda sangat nyata

dengan perlakuan L2, L3 dan L4. Perlakuan L2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan L3 dan L4. Perlakuan L3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan L4.. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan L4 yaitu sebesar 89,03 % dan

rendemen terendah diperoleh pada perlakuan L1 yaitu sebesar 62,16 %.

Hubungan antara konsentrasi natrium metanolat dengan rendemen

mengikuti garis regresi linear seperti terlihat pada Gambar 4 berikut.

Ŷ = 1.1973L + 54.34

(53)

Dari Gambar 4 dapat dilihat semakin tinggi konsentrasi natrium metanolat

yang ditambahkan maka rendemen biodiesel semakin tinggi. Hal ini disebabkan

karena NaOH pada natrium metanolat dapat menurunkan asam lemak bebas

(FFA) sehingga dengan turunnya atau semakin kecil asam lemak bebas maka

proses transesterifikasi dapat berlangsung dengan baik sehingga rendemen tinggi.

Priyanto (2007) menyatakan proses transesterifikasi merupakan reaksi

kesetimbangan sehingga diperlukan alkohol dalam jumlah berlebih untuk

mendorong reaksi ke kanan sehingga dihasilkan metil ester.

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Asam Sulfat 97 % dan Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa

interaksi antara konsentrasi asam sulfat 97 % dan natrium metanolat berbeda

sangat nyata (P<0.01) terhadap rendemen yang diperoleh. Hasil pengujian dengan

Least Significant Range (LSR) dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Konsenterasi Asam Sulfat 97 % dan Larutan Natrium Metanolat terhadap Rendemen (%)

(54)

dan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %

Tabel 7 menunjukkan bahwa rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan

K3L4 yaitu 92,10 % dan rendemen terendah diperoleh pada perlakuan K1L1 yaitu

51,28 %.

Hubungan interaksi konsentrasi asam sulfat 97 % dan natrium metanolat

mengikuti persamaan linear seperti terlihat pada gambar 5 berikut.

Interaksi Asam Sulfat Dengan Natrium Metanolat terhadap Rendemen (%)

Gambar 5. Hubungan Interaksi Konsentrasi Asam Sulfat 97 % dan Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Rendemen

Semakin tinggi konsentrasi asam sulfat 97 % dan konsentrasi natrium

metanolat yang ditambahkan maka rendemen akan semakin tinggi. Hal ini

disebabkan pada penambahan konsentrasi asam sulfat dan natrium metanolat,

karena asam sulfat dapat mengikat senyawa-senyawa asam lemak bebas seperti

senyawa hidrokarbon dan keton yang dapat mengurangi efektifitas pembentukan

metil ester, karena Susilo (2006) menyatakan semakin besar kandungan asam

(55)

Sedangkan natrium metanolat mereaksikan kesetimbangan proses transesterifikasi

dapat berlangsung dengan baik sehingga diperoleh rendemen yang tinggi.

Kadar Air ( % )

Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Kadar Air

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa konsentrasi

asam sulfat 97 % memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap

kadar air sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metanolat terhadap Kadar Air

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa

konsentrasi natrium metanolat memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata

(P>0.05) terhadap kadar air sehingga uji LSR tidak dilanjutkan

Pengaruh Interaksi Asam Sulfat dengan Natrium Metanolat terhadap Kadar Air

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa

interaksi asam sulfat 97 % dengan natrium metanolat memberikan pengaruh tidak

nyata (P>0.05) terhadap kadar air sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Asam Lemak Bebas (%)

Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat 97 % terhadap Asam Lemak Bebas

Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa

konsentrasi asam sulfat 97 % memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0.01) terhadap kadar asam lemak bebas. Hasil pengujian dengan Least

Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi asam sulfat 97 %

(56)

Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi H2SO4 97 % terhadap

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata

dengan perlakuan K2, K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan K4.. Kadar asam lemak bebas tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar 0,26

% dan kadar asam lemak bebas terendah diperoleh pada perlakuan K4 yaitu sebesar 0,12 %.

Hubungan antara konsentrasi asam sulfat 97 % dengan kadar asam lemak

bebas mengikuti garis regresi linear seperti terlihat pada Gambar 6 berikut.

Ŷ = -0.046K + 0.31

Konsentrasi Asam Sulfat 97 % (%)

A

Gambar

Tabel 1. Pengaruh kandungan FFA terhadap rendemen proses (Susilo, 2006).
Gambar 1. Reaksi transesterifikasi minyak jelantah menjadi biodiesel
Tabel 2. Standar Mutu Biodiesel
GAMBAR SKEMA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi konsentrasi asam sitrat dan konsentrasi sodium bikarbonat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap daya larut, dan uji organoleptik aroma dan

Interaksi konsentrasi tape singkong dan konsentrasi baking powder memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar abu, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

Interaksi konsentrasi pengendap dan lama pengendapan memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap rendemen, kadar metoksil dan kadar galakturonat, dan

Komponen uta ma pembentukan methyl ester ada pada kandungan asam palmitic dan oleic , ini adalah kombinasi dari jenuh atau tidak jenuhnya asam lemak, dan hal

Komponen uta ma pembentukan methyl ester ada pada kandungan asam palmitic dan oleic , ini adalah kombinasi dari jenuh atau tidak jenuhnya asam lemak, dan hal

Ekstraksi minyak ikan dengan suhu yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen, kadar air, bilangan iod, angka asam lemak bebas, bilangan

Perbedaan jenis ikan sebagai bahan baku akan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar asam lemak bebas, angka peroksida, dan rendemen minyak ikan kasar yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis ikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap asam lemak bebas, angka peroksida, dan hasil rendemen minyak ikan