• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH BUAH SALAK SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR ALTERNATIF (BIOETANOL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH BUAH SALAK SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR ALTERNATIF (BIOETANOL)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMANFAATAN LIMBAH BUAH SALAK SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR ALTERNATIF (BIOETANOL)

1 Fitria Purnamasari, 1 Faria Siska Ruli, 1 Ellyta Sari, 1 Elly Desni Rahman

1

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No.19, Olo Nanggalo Padang-25143

e-mail: fitriapurnamasari10@gmail.com, siska_bifclan@yahoo.com, ellyta_70@yahoo.co.id, ellydesnirahman@yahoo.com

Abstrak

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa. Bioetanol biasanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman keras, untuk keperluan medis, sebagai zat pelarut, dan yang sedang popular saat ini adalah pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar dicampur dengan bensin yang biasa disebut gasohol.

Setiap kali musim panen sering terjadi pembuangan buah salak (Salacca zalacca) yang rusak dan busuk oleh para petani. Dimana salak ini memiliki kandungan karbohidrat sebesar 20,90 gr dengan kadar glukosa mencapai 60,83 % dari bahan kering, sehingga buah salak ini bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

Oleh sebab itu, untuk memanfaatkan limbah ini maka salak busuk ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Pembuatan bioetanol dengan bahan dasar buah salak ini melalui dua tahapan proses yaitu proses fermentasi dan distilasi. Proses fermentasi mengubah glukosa menjadi etanol dengan bantuan bakteri Saccharomyces cereviceae yang terkandung pada ragi roti. Proses distilasi merupakan proses pemurnian untuk meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi. Analisa yang dilakukan terhadap sampel adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif meliputi identifikasi senyawa yang terkandung dan penentuan bobot molekul dengan menggunakan alat GC-MS. Dimana hasil analisa kualitatif menunjukkan bahwa seluruh sampel dipastikan mengandung senyawa etanol. Sedangkan dalam analisa kuantitatif, jumlah bioetanol yang dihasilkan dari proses tersebut memiliki kadar alkohol terbesar pada media fermentasi daging salak bagus yang menggunakan ragi roti yaitu sebesar 83,70 %. Namun penggunaan media salak busuk dengan penambahan ragi roti juga menghasilkan jumlah dan kadar alkohol yang cukup tinggi yaitu 104 ml dengan kadar 83,33 %. Sedangkan salak busuk yang menggunakan ragi tape dapat menghasilkan 103 ml dengan 82,50 % kadar alkoholnya.

Kata kunci : bioetanol, fermentasi, GC-MS, ragi, salak, Sacharomyces cerevisiae dan Salacca zalacca.

ABSTRACT

Bioethanol is ethanol that made by biomass containing with sugar components, starch, or cellulose.

Bioethanol is usually used to an ingridient for making liquor, for medical purposes, as a solvent, and that are popular today is the use of bioethanol as an altenative fuel. The use of bioethanol as a fuel mixed with gasoline is called gasohol. Each time the harvest season fruits are common disposal (Salacca zalacca) damaged and rotten by the farmers. Where the snake fruit has a carbohydrate content of 20.90 g with glucose levels reaching 60.83% of the dry matter, so that the snake fruits can be used as raw material for bioethanol. Therefore, to utilize this waste then this rotten snake friut can be used as raw material for bioethanol. Making bioethanol with basic ingridients of this snack fruit through two stage of the process of fermentation and distillation process.

The process of fermentation convert glucose into ethanol with the aid of bacteria contained in saccharomyces cereviceae yeast bread. The process of distillation is purrification process to increase the levels of ethanol produce fermentation processes. An analysis of the sample is qualitatively and quantitatively. Quantitative analysis includes the identification of compounds contained and molecular weight determination using GC-MS instrument. Where the results of the qualitative analysis showed that all the samples confirmed to contain compounds of ethanol. While the quantitative analysis, the amount of bioethanol produced from this process has the biggest alcoholic fermentation medium bark beef that uses a yeast bread that is equal to 82.70%. However, the use of media with the addition of the snake fruit rot yeast also produces the number and levels of alcohol is high at 104 ml with levels of 83.33%. While the snake fruit of rotten tape using yeast to produce 103 ml with 82.50% alcohol content.

Keywords: bioethanol, fermentation, GC-MS, Sacharomyces cerevisiae, Salacca zalacca, snake fruit and yeast.

(2)

2

PENDAHULUAN

Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri, ekonomi dan transportasi. Hal tersebut menjadi masalah besar ketika negara belum bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM), sedangkan seperti yang telah diketahui cadangan sumber energi tersebut semakin terbatas. Fluktuasi suplai dan harga minyak bumi yang terjadi membuat masing-masing negara perlu untuk meneliti mengenai berbagai macam sumber alternatif energi bahan bakar, termasuk sumber yang berasal dari nabati.

Salah satu sumber alternatif energi bahan bakar yaitu bioetanol. Untuk menggurangi konsumsi BBM jenis premium, dapat dilakukan dengan menambahkan 10%

bioetanol atau sering disebut E-10.

Bioetanol memiliki banyak manfaat karena dicampurkan dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif dalam mengurangi emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak (bensin). Pencampuran bioetanol absolut sebanyak 10% dengan bensin 90% sering disebut gasohol E-10 yang memiliki angka oktan 92 dibanding dengan premium hanya 87–88. Selain itu, mengingat bioetanol mengandung 30% oksigen (O 2 ), sehingga campuran bioetanol dengan gasoline dapat masuk ke kategori High Octane Gasoline (HOG), dimana campuran sebanyak 15% bioetanol setara dengan pertamax (RON 92) dan campuran sebanyak 24% bioetanol setara dengan pertamax plus (RON 95).

Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Menurut Chemiawan (2007), substrat yang dapat difermentasikan menjadi bioetanol ada tiga yaitu; bahan bergula (surgary material) seperti tebu, bahan-bahan berpati (starchy materials) seperti tapioka, dan bahan-

bahan lignoselulosa (lignocellulosic materials) seperti pada limbah pertanian atau kayu.

Secara umum etanol/bioetanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Mengingat pemanfaatan etanol/bioetanol beraneka ragam, sehingga grade etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk etanol/bioetanol yang mempunyai grade 90-96,5% vol dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol/bioetanolyang mempunyai grade 96-99,5% vol dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Berlainan dengan besarnya grade etanol/bioetanolyang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang harus betul- betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol/bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99,5-100% vol.

Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Menurut Taghatati (2007), ada dua jenis bioetanol yang dapat dipakai sebagai bahan bakar yaitu; Hydrous ethanol (95%volume) yang mengandung sedikit air namun dapat digunakan langsung sebagai grade pengganti bensin pada kendaraan dengan mesin yang sudah dimodifikasi dan Anhydrous ethanol (dehydrated ethanol) yang memiliki kemurnian minimal 99%

untuk campuran bensin antara 5%-85%

yang bisa digunakan pada kendaraan tanpa modifikasi.

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan

dari fermentasi glukosa (gula) yang

dilanjutkan dengan proses destilasi.

(3)

3

Bioetanol yang bahan bakunya berasal dari pati, akan dihidrolisis terlebih dahulu menggunakan enzim yang ada pada mikroorganisme. Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun penguraian senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002). Mikroorganisme yang digunakan adalah Saccatomycess ceriviceae. Manusia memanfaatkan Saccharomyces cereviceae untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alkohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alkohol dan gas CO 2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K., 1989).

Etanol atau ethyl alkohol (C 2 H 5 OH) berupa cairan bening tidak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Etanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO 2 ) dan air. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Dengan berkembangnya proses sakarifikasi bahan- bahan berpati menggunakan enzim, bahan baku pembuatan etanol juga berkembang dari gula ke pati. Pati adalah polimer gula atau sakarida. Jika pati dipecah-pecah akan menghasilkan gula yang bisa difermentasi menjadi etanol. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol salah satunya adalah salak.

Setiap kali musim panen sering terjadi pembuangan salak yang rusak dan busuk oleh para petani. Penyebabnya adalah harga jual para petani sangat rendah (pada tahun 2011 Rp 3.000/kg sampai Rp 4.500/kg), sebagai imbasnya banyak salak yang tertahan di gudang petani yang akhirnya akan menyebabkan salak menjadi rusak dan busuk. Selain penumpukan salak pada gudang karena daya jual petani yang

rendah, proses pengangkutan salak kepasaran juga memiliki persentase besar untuk merusak buah salak saat tiba dipasaran (Trubus 505, Des 2011).

Biasanya buah salak dimanfaatkan sebagai manisan selain dikonsumsi sebagai buah segar karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Dimana kandungan karbohidratnya adalah 20,90 gr dengan kadar glukosa mencapai 60,83% dari bahan kering, sehingga buah salak ini bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Oleh sebab itu, untuk memanfaatkan limbah, salak yang rusak dan busuk ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Proses pembuatan bioetanol dari buah salak ini menggunakan proses fermentasi dan pemurnian alkohol dengan distilasi.

Pada penelitian terdahulu (Wijayanti, Yurida, 2011) pembuatan bioetanol dari buah salak ini telah memvariasikan jumlah ragi yang ditambahkan dalam proses fermentasi. Dimana jumlah ragi optimum yang didapatkan adalah 7,5% vol. Pada penelitian sebelumnya ini salak yang digunakan adalah buah salak bagus, namun dalam penelitian ini penggunaan salak busuklah yang akan ditinjau lebih jauh, bagaimana jumlah dan kandungan alkohol yang didapat dengan menggunakan salak busuk ini menjadi media fermentasi.

METODE PENELITIAN Bahan

Bahan yang digunakan adalah salak pondoh (salak bagus dan salak busuk), ragi (ragi roti dan ragi tape), dan Urea

Alat

Alat utama yang digunakan adalah satu tempat fermentasi, satu set alat destilasi, piknometer dan GC-MS.

Cara Penelitian

Salak pondoh terlebih dahulu dikupas,

kemudian dipisahkan daging buah dengan

bijinya, kemudian dibersihkan dari kotoran

yang terbawa. Daging buah salak yang

(4)

4

sudah bersih kemudian dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga didapat bubur salak. Bubur salak yang sudah siap tadi dimasukkan ke dalam wadah untuk fermentasi, kemudian ditambah ragi (7,5%) dan urea (1%) lalu difermentasi selama 7 hari. Hasil proses fermentasi tadi disaring, sehingga didapat beer yang mengandung alkohol dan air. Untuk memisahkan air dan alkohol ini maka dilakukan proses distilasi. Suhu pada proses distilasi ini berkisar antara 78-81 o C sesuai dengan titik didih etanol adalah 78 o C. Zat yang titik didih lebih rendah akan mendidih di bawah suhu titik didih yang lain (air). Untuk mengetahui kualitas dari bioetanol yang dihasilkan maka perlu dilakukan analisa terhadap produk bioetanol, yaitu dengan menentukan senyawa yang di dapat adalah alkohol atau bukan. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan GS-MS. Untuk menentukan bahwa sampel adalah etanol, dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas- Spektroskopi Massa (GC-MS). Data analisa yang didapat dengan menggunakan GC-MS digunakan sebagai data penunjang untuk memastikan kembali bahwa senyawa yang diperoleh adalah etanol.

Selanjutnya untuk pengukuran densitas dari alkohol tersebut untuk menentukan berapa kadar dari alkohol yang terkandung, analisa ini bisa dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menggunakan piknometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini adalah berat bahan baku 1 kg daging salak pondoh, lama fermentasi yaitu 7 hari, jumlah ragi yang ditambahkan (7,5 %) dan jumlah urea yang ditambahkan (1 %). Pengujian bioetanol ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian kualitatif dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya senyawa etanol yang terkandung pada hasil destilasi salak yang sudah difermentasi. Selanjutnya

untuk pengujian kuantitatif dilakukan dengan tujuan untuk penentuan kadar alkohol pada sampel yang diuji coba.

Analisa kualitatif terhadap hasil bioetanol dari buah salak yang diperoleh menggunakan alat Kromatografi Gas- Spektroskopi Massa (GS-MS). GC-MS hanya dapat digunakan untuk medeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.

Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap, sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS. Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 g/mol dapat diuapkan. Sehingga bisa ditentukan massa molekulnya dengan metode spektroskopi massa. Analisis GC- MS dengan pemisahan yang high resolution dan MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi antara lain bidang lingkungan, arkeologi, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia, dan lain sebagainya (Sastrohamidjojo, 2011).

Analisis GC-MS bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi. Sampel yang dianalisis dengan GC-MS adalah hasil fermentasi dengan variasi media salak busuk dengan salak bagus yang menggunakan variasi ragi roti dan ragi tape. Pola profil kromatogram hasil fermentasi dapat dilihat pada Gambar 1 - Gambar 4.

Gambar 1 Kromatogram GC-MS Salak Bagus

Menggunakan Ragi Tape

(5)

5 Gambar 2 Kromatogram GC-MS Salak Busuk

Menggunakan Ragi Tape

Gambar 3 Kromatogram GC-MS Salak Busuk Menggunakan Ragi Roti

Gambar 4 Kromatogram GC-MS Salak Bagus Menggunakan Ragi Roti

Berdasarkan analisis data kromatogram, terdapat pula senyawa-senyawa lain seperti 9-octadecenoic acid, methyl ester, octadecenoic acid, ethane, 1,1-diethoxy.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisa Kromatografi GC-MS Hasil

fermentasi

Puncak Waktu retensi (tr)

Senyawa

Salak bagus menggunakan ragi tape

1 2 3 4 5

1,658 1,915 4,875 5,217 8,517

Ethanol Ethanol

9- octadecenoid

acid,methyl ester octadecenoid

acid,methyl ester

9- octadecenoid

acid,methyl ester Salak busuk

menggunakan ragi tape

1 2 3

1,683 1,906 2,119

Ethanol Ethane, 1-1-

diethoxy Ethanol Salak busuk

menggunakan ragi roti

1 2

1,699 1,918

Ethanol Ethane, 1-1-

diethoxy Salak bagus

menggunakan ragi roti

1 2

1,699 1,911

Ethanol Ethanol

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa salak bagus yang menggunakan ragi roti tidak memiliki senyawa lain dibandingkan media variasi yang lain. Ini membuktikan bahwa salak bagus yang menggunakan ragi roti merupakan media yang paling baik. Selanjutnya, adapun hasil analisa kualitatif berdasarkan pola fragmentasi spektroskopi massa pada GC-MS dapat di lihat pada Gambar 5 – Gambar 8.

Gambar Spektrum Massa Etanol Standar 1. Salak bagus dengan menggunakan

ragi roti

Gambar 5 Spektrum Massa Sampel Salak

Bagus Dengan Ragi Roti

(6)

6

2. Salak bagus dengan menggunakan ragi tape

Gambar 6 Spektrum Massa Sampel Salak Bagus Dengan Ragi Tape

3. Salak busuk dengan menggunakan ragi roti

Gambar 7 Spektrum Massa Sampel Salak Busuk Dengan Ragi Roti

4. Salak busuk dengan menggunakan ragi tape

Gambar 8 Spektrum Massa Sampel Salak Busuk Dengan Ragi Tape

Pada analisa kualitatif ini, senyawa yang di uji coba ke dalam alat GC-MS ini mengalami pemecahan (fragmentasi).

Fragmen-fragmen yang relatif stabil dari molekul tersebut akan menghasilkan puncak-puncak pada spektrum massa.

Puncak-puncak tersebut kemudian diinterpretasi untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut.

Pada Gambar 5-8 spektrum massa dapat dilihat ada empat puncak utama yang dihasilkan dari sampel. Pada spektrum massa tersebut, puncak terakhir yang memiliki harga m/e 45 merupakan ion molekul yang dihasilkan ketika senyawa tersebut dibom dengan elektron waktu memasuki alat spektrometer massa sesuai dengan proses fragmentasi yang dapat terjadi pada molekul etanol. Berdasarkan bobot molekul dan profil puncak kromatogram menunjukkan komponen sangat mirip dengan komponen dari reference standart etanol pada Gambar 9.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa sampel adalah senyawa etanol dengan bobot molekul 46 g/mol.

Gambar 9 Spektrum Massa Etanol Standar Pada akhir proses fermentasi, didapatkan cairan sampel yang akan didestilasi. Hasil fermentasi salak yang sudah disaring didestilasi pada suhu (78-81)°C. Pada akhir proses destilasi, destilat yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah Etanol yang Didapat Setelah Destilasi

Jenis sampel Ragi roti Ragi tape Salak bagus 111 ml 103 ml Salak Busuk 104 ml 103 ml

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa etanol yang di dapat setelah destilasi dengan jumlah terbanyak adalah pada penggunaan ragi roti yaitu 111 ml dan 104 ml jika dibandingkan dengan etanol yang menggunakan ragi tape yaitu 103 ml.

Namun jumlah yang didapatkan tidak terlalu jauh perbedaannya yaitu 1 ml- 8 ml.

Dalam penelitian ini sebanyak 1 kg daging

salak bagus yang difermentasikan dengan

menggunakan ragi roti menghasilkan 111

ml bioetanol. Jadi, untuk menghasilkan 1

liter bioetanol dibutuhkan 9 kg daging

salak bagus. Sedangkan untuk

menghasilkan 1 liter bioetanol dari salak

busuk dibutuhkan 9,6 kg daging salak

busuk. Jika membandingkan harga salak

bagus dengan salak busuk, tentu jauh lebih

ekonomis harga salak busuk sebagai bahan

baku. Maka dari itu salak busuk cocok

digunakan untuk pembuatan bioetanol

sebagai pemanfaatan limbah.

(7)

7

Perhitungan Kadar Alkohol

Untuk penentuan kadar alkohol dalam sampel dapat dilakukan dengan menghitung densitas sampel yang kemudian akan di cocokkan dengan lampiran densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda.

Pertama, sampel akan diukur menggunakan piknometer, dan didapatkan data sebagai berikut:

Suhu : 25°C

Berat piknometer kosong : 15,00 gram Volume piknometer kosong : 10, 283 ml Berat piknometer + aquades : 25,20 gram Kadar alkohol pada sampel setelah didestilasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah Kadar Alkohol Sampel Setelah Didestilasi

Sampel Berat piknometer

+ sampel (gram)

Berat sampel (gram)

Kadar alkohol

(%) Salak

busuk dengan ragi roti

23,54 8,54 83,33

Salak busuk dengan ragi tape

23,56 8,56 82,5

Salak bagus dengan ragi roti

23,53 8,53 83,7

Salak bagus dengan ragi tape

23,56 8,56 82,5

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar alkohol tertinggi setelah didestilasi terdapat pada salak bagus dengan penggunaan ragi roti. Hal ini dikarenakan salak bagus masih mengandung glukosa karbohidrat yang banyak yang dapat difermentasi dengan baik oleh bakteri Saccaromycess cereviceae sehingga menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Sedangkan pada salak busuk, glukosa dan karbohidrat yang terkandung mengalami kerusakan baik itu karena faktor mekanis, fisis, biologis maupun

mikrobiologis sehingga kadar alkohol yang didapat lebih sedikit dibandingkan dengan salak bagus. Kerusakan buah salak pondoh ternyata disebabkan pertama oleh faktor mekanis seperti benturan diantara buah salak itu sendiri, buah dengan wadah, gesekan, tekanan dan buah jatuh dari tandannya. Kedua, faktor fisiologis seperti respirasi yang secara alami senantiasa berlangsung sejak tandan buah tersebut dipangkas dari pohonnya sampai saat penyimpanan buah salak dilakukan.

Ketiga, faktor mikrobiologis seperti lingkungan kebun yang tidak bersih menyebabkan banyak mikrobia khususnya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah salak terutama bagian pangkal buah setelah buah salak tersebut terlepas dari bagian tandannya. Selain ketiga faktor di atas, penyebab kerusakan buah salak adalah faktor biologis seperti serangan serangga atau hama tikus yang menyukai buah salak masak. Penundaan pemanenan dalam upaya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi justru menyebabkan buah salak kelewat masak dan sebagian kulitnya pecah baik secara melintang atau membujur, dengan demikian kualitas buah salak menjadi turun.

Berbagai faktor tersebut di atas terbukti sebagai pemicu timbulnya luka, memar, pecah kulit, berjamur, busuk dengan bau menyengat, terjadi perubahan warna, buah menjadi layu dan kering seperti yang diungkapkan oleh Ryall dan Lipton (1983). Luka dan memar dapat memicu timbulnya kerusakan lain seperti kerusakan fisiologis dan mikrobiologis karena pada bagian yang luka atau memar akan terjadi perubahan warna daging buah menjadi coklat dan invasi mikrobia sehingga setelah pencoklatan daging buah berlangsung secara diikuti pembusukan.

Berbagai jenis kerusakan buah salak

tersebut ternyata berlangsung sejak di

kebun atau saat panen, di tingkat pedagang

pengepul dan selama penyimpanan 7 hari

dalam besek bambu pada suhu 22 C -

26°C.

(8)

8

Untuk perlakuan variasi ragi dapat dilihat pada Tabel Jumlah Kadar Alkohol Sampel Setelah Didestilasi bahwa ragi roti menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi dibandingkan dengan ragi tape. Ragi roti dan ragi tape mengandung mikroorganisme yang sama yaitu Saccharomycess cereviceae, bedanya adalah ragi tape dibuat dengan penambahan bumbu-bumbu dan mikroorganisme lain, sehingga tidak hanya khamir tetapi ada juga beberapa jenis mikroorganisme lain.

Karena ragi roti ini lebih banyak menggandung Saccharomycess cereviceae jika dibandingkan dengan ragi tape, maka jumlah alkohol yang dihasilkan lebih banyak pula. sedangkan ragi tape mengandung lebih sedikit Saccharomycess cereviceae. Ragi roti berkembang biak dengan sangat cepat dan menghasilkan fermentasi yang mempu mengubah pati dan gula menjadi karbon dioksida dan alkohol. Dalam proses fermentasinya juga menghasilkan sedikit enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses fermentasi itu sendiri sedangkan ragi tape ini menghasilkan enzim-enzim yang banyak berperan dalam proses fermentasi itu sendiri. Ragi tape yang digunakan sebagai inokulum mengandung jumlah total mikroba sebanyak 1,6 x 10 7 CFU/gram.

Adapun isolat-isolat yang diperoleh dari ragi tersebut terdiri atas empat macam isolat mikroba, yaitu dua isolat kapang dari genus Rhizopus dan dua isolat khamir yaitu satu dari genus Saccharomycess dan satu dari genus Schizosaccharomycess (Nur. 2008).

Karena komposisi mikroorganisme Saccaromycess yang terkadung pada ragi roti lebih banyak dibandingkan dengan ragi tape, maka kadar alkohol pada penambahan ragi roti lebih tinggi daripada ragi tape.

Dari hasil kromatogram GC-MS yang didapat, maka juga dapat dilihat

perbandingan konsentrasi pada diagram batang pada Gambar 10.

Gambar 10 Diagram Batang Hasil Kromatogram Variasi Media Keterangan dari Gambar 10:

SBgRR = Salak Bagus menggunakan Ragi Roti

SBgRT = Salak Bagus menggunakan Ragi Tape

SBsRR = Salak Busuk menggunakan Ragi Roti

SBsRT = Salak Busuk menggunakan Ragi Tape

Pada literatur mengenai kromatogram dinyatakan bahwa semakin tinggi nilai luas area yang terbaca maka semakin besar konsentrasinya. Pada Gambar 5.10 dapat dilihat dan terbukti bahwa salak bagus yang menggunakan ragi roti adalah media yang terbaik.

Kurva standar di buat dengan menginjeksikan 4 variasi konsentrasi etanol standar yaitu 10%, 15%, dan 20% . Dari kromatogram yang dihasilkan dihitung perbandingan luas area etanol standar terhadap konsentrasinya. Hasilnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Data Hubungan Antara Konsentrasi Etanol Standar dengan Luas Area No Kadar etanol

standar (%)

Nilai luas area

1 10 8.244.872

2 15 16.350.938

3 20 27.284.752

0 10,000,000 20,000,000 30,000,000

SBgRR SBgRT SBsRR SBsRT

Lu a s a rea k ro m a to g ra m

Hasil fermentasi dengan variasinya

Hasil kromatogram variasi media

terhadap luas area kromatogram

(9)

9

Nilai perbandingan luas area etanol standar kemudian digunakan sebagai sumbu Y untuk dihubungkan dengan kadar etanol standar sebagai sumbu X, seperti Gambar 11.

Gambar 11 Kurva Hubungan Kadar Etanol Standar Terhadap Luas Area

Dari kurva standar tersebut didapatkan persamaan garis regresi Y= 2E+08X – 1E+07). Dengan persamaan regresi yang diperoleh dapat dihitung kadar etanol murni. Dari kromatogram masing-masing sampel dapat diketahui luas area sampel etanol. Nilai tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi sehingga didapatkan kadar etanol murni dari sampel. Hasil perhitungan kadar etanol murni dari sampel ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Perhitungan Kadar Etanol Sampel Berdasarkan Luas Area Sampel Nilai luas area Kadar etanol

(%) Salak busuk

dengan ragi roti

17.976.387 13,9 Salak busuk

dengan ragi tape

12.735.463 11,4 Salak bagus

dengan ragi roti

24.512.487 17,3 Salak bagus

dengan ragi tape

16.200.885 13,1

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa sampel salak bagus yang menggunakan ragi roti memiliki kadar etanol murni paling tinggi yaitu 17,3 %. Namun untuk sampel salak busuk yang menggunakan ragi roti juga

menghasilkan kadar etanol yang cukup tinggi yaitu 13,1 %.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisa kualitatif dengan melihat puncak kromatogram GC-MS, sampel mempunyai bobot molekul 46 g/mol yang menunjukkan bahwa sampel adalah senyawa etanol.

2. Dari analisa kuantitatif didapat jumlah bioetanol dari buah salak busuk dengan menggunakan ragi tape sebesar 103 ml, dengan kadar alkohol 82,50

%. Sedangkan salak busuk yang menggunakan ragi roti menghasilkan 104 ml etanol dengan kadar 83,33 %.

3. Media yang paling cocok pada proses fermentasi ini adalah salak bagus, karena menghasilkan jumlah dan kadar alkohol yang tinggi. namun salak busuk juga dapat dimanfaatkan karena menghasilkan jumlah yang tidak jauh hasilnya dengan salak bagus yaitu 0–7 ml, sedangkan perbedaan konsentrasi antara 5,3-6,6 %. Maka salak busuk baik dimanfaatkan untuk pembuatan bioetanol sebagai pemanfaatan limbah.

4. Dalam perlakuan penambahan jenis ragi, ragi roti yang paling bagus, karena ragi roti memiliki jumlah bakteri saccaromycess yang terbanyak jika dibandingkan dengan ragi tape sehingga menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Chemiawan T. 2007. Membangun Industri Bioetanol Nasional Sebagai

Pasokan

Energi Berkelanjutan Dalam Menghadapi Krisis Energi Global.

http//www.mahasiswanegarawan.w ordpress.com/43k

y = 2E+08x - 1E+07 R² = 0.9927 0

20000000 40000000

0 0.1 0.2 0.3

L u as A re a

Konsentrasi

Grafik Kalibrasi Variasi Etanol Standar

terhadap Luas Area pada Kromatogram

(10)

10

Dunn, Cecil Gordon dan Samuel C Prescott, 1959. Industrial Microbiology. New York. Mc.

Graw Hill.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Daftar Komposisi Bahan Makanan.

Jakarta :Bharata Karya Aksara.

Kussuryani, Yanni dan Chairil Anwar, 2008. Aplikasi SNI 7390:2008, Analisis Bioetanol dan

Campurannya dengan Bensin.

Jakarta. LEMIGAS.

Nurdyastuti, Indyah. Teknologi Proses Produksi Bioetanol. Medan. USU.

Said, G,E. 1987. Bio Industri. Mediatama sarana perkasa. Jakarta.

Sudarmadji, S. 1981. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.

Liberty, Yogyakarta.

Suhardi, Tranggono, Santoso U. 1997.

Perubahan Kimia dan Sensoris Buah Salak

Pondoh Selama Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi.

Agritech 7 (1):6-9.

Suter IK. 1988. Telaah Sifat Buah Salak di Bali sebagai Dasar Pembinaan Mutu

Hasil [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB

Tathagati, Arini. 2007. Bio-Gasoline bensin Ramah Lingkungan. Warta Pertamina

No. 1 thn XLII. http://www.rhien- article.blogspot.com/- 92 k.

Wijayanti, Yurida. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Buah Salak dengan Proses Fermentasi dan Distilasi.

Medan. USU.

Gambar

Gambar 1 Kromatogram GC-MS Salak Bagus  Menggunakan Ragi Tape
Gambar 4 Kromatogram GC-MS Salak Bagus  Menggunakan Ragi Roti
Gambar 7 Spektrum Massa Sampel Salak  Busuk Dengan Ragi Roti
Tabel 3 Jumlah  Kadar Alkohol Sampel  Setelah Didestilasi  Sampel  Berat  piknometer  + sampel  (gram)  Berat  sampel (gram)  Kadar  alkohol (%)  Salak  busuk  dengan  ragi roti  23,54  8,54  83,33  Salak  busuk  dengan  ragi tape  23,56  8,56  82,5  Salak
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan meliputi: penangkapan larva, pengukuran faktor abiotik (suhu air, pH air dan intensitas cahaya), dan pengamatan faktor biotik (biota mikro pada sampel air dari

lebih jelas mengenai pengaruh motivasi dan stres kerja dengan rekan kerja sebagai variabel moderating terhadap kinerja auditor secara menyeluruh. Pada penelitian

Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dibentuk sejak tahun 2005 yang bertugas mengkoordinir semua anggota KPA dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta;

Gambaran tingkat stres responden sebelum dan sesudah terapi SEFT Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 4 responden kelas XI IPS-1 di SMAN 14

Perkebunan Nusantara IX (Persero), yaitu pengakuan Biological Asset sebagai Aset Tetap dan produk agrikutur sebagai Persediaan, pengukuran Biological Asset dan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3 x 4 yang terdiri dari faktor jenis tanaman sayuran 3 (tiga) jenis tanaman

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel umur ibu, pendidikan ibu dan suami, dukungan suami, serta jenis

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) manakah yang memiliki kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang lebih baik antara siswa yang