UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERUBAHAN HARGA SAHAM INDUSTRI MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI PASAR MODAL INDONESIA
Skripsi
Diajukan Oleh :
Nama : Andika Pradipta Saragih
NIM : 070501070
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Medan
ABSTRACT
Economic conditions during January 2007 - December 2009, which is influenced by macroeconomic factors and micro-economics is considered an effect on stock price movements of the manufacturing industry in the Indonesian Capital Market. This study used variable SBI interest rate, inflation and the rupiah / US $ for the observed effects. This study aims to test whether changes in SBI interest rate, inflation, and exchange rate / U.S. $ affect the stock of the manufacturing industry.
The population in this study were manufacturing companies in Indonesian Capital Market 2007-2009 period using monthly data. The data analysis technique used is by using multiple regression analysis.
The results showed partial variable interest rate of SBI significant effect on stock price changes in the manufacturing industry. Simultaneously, there is significant influence between variables SBI rates, inflation and exchange rate / U.S. $ to the stock price of the manufacturing industry. For further research is expected to extend the period of observation and can include variables that have not been studied in this research that if can be used to improve this research.
ABSTRAK
Kondisi ekonomi selama Januari 2007 – Desember 2009 yang dipengaruhi oleh faktor-faktor makro ekonomi dan mikro ekonomi dianggap berpengaruh terhadap perubahan harga saham industri manufaktur di Pasar Modal Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar rupiah/US$ untuk diteliti pengaruhnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah perubahan tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar rupiah/US$ berpengaruh terhadap harga saham industri manufaktur.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Pasar Modal Indonesia periode 2007-2009 dengan menggunakan data bulanan. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham industri manufaktur. Secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara variabel suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar Rupiah/US$ terhadap harga saham industri manufaktur. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan memperpanjang periode pengamatan dan dapat memasukkan variabel-variabel yang belum diteliti dalam penelitian ini yang sekiranya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penelitian ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus karena berkat dan
anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perubahan Harga Saham Industri Manufaktur yang Terdaftar di Pasar Modal
Indonesia.” ditujukan sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana
Ekonomi dari program pendidikan Strata-1 Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang sempurna.
Oleh sebab itu, penulis memohon maaf dan berharap adanya saran dan kritik yang
membangun sehingga penulis lebih baik lagi dalam penulisan karya ilmiah
selanjutnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi Munir Saragih dan Rodelina
Sipayung yang telah memberikan kasih sayangnya, mendidik, dan
memberikan motivasi baik moril maupun materil, serta mendoakan penulis
selama masa pekuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dan
kepada kakak dan saudara (tulang) penulis terutama yaitu Rani Rulita Saragih
dan Iksan Sipayung atas motivasinya.
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Drs. H. B. Tarmizi, SU, selaku dosen pembimbing penulis yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang
baik mulai dari awal hingga selesainya skripsi ini.
6. Bapak Syarief Fauzi, SE, M.Acc,Ak selaku dosen penguji I yang telah
memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
7. Ibu Dr. Murni Daulay, Msi selaku dosen penguji II yang telah memberikan
masukan, saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
8. Bapak Paidi Hidayat, SE, selaku dosen wali penulis yang telah memberikan
bimbingan selama masa perkuliahan penulis.
9. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ekonomi Unversitas Sumatera
Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
10.Seluruh staf pegawai Bank Indonesia (BI) Medan dan Badan Pusat Statistik
(BPS) Sumatera Utara yang telah membantu dalam memperoleh data.
11.Teman-teman Ekonomi Pembangunan terkhusus stambuk 2007, Alex, Ridho,
Freddy, Gea, Vido, Epie, Seivrina, Candra, Henry, Simon, Ciharji, Frans, Juni,
Onny, Grace, Maria Agnes, Kristina, Tisar, Bona dan teman-teman lainnya
yang tidak disebut yang telah memberikan dukungan serta semangatnya
kepada penulis selama masa perkuliahan hingga terselesainya penulisan
12.Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis. Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan
membantu berbagai pihak yang membutuhkannya, terutama rekan mahasiswa
Departemen Ekonomi Pembangunan.
Medan, Februari 2011
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... . i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTARGAMBAR ……….. viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 8
1.3 Hipotesis ... 8
1.4 Tujuan & Manfaat Penelitian ... 9
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Teori Inflasi ... 11
2.1.1 Pengertian Inflasi ... 11
2.1.2 Jenis-Jenis Inflasi ... 12
2.1.3 Pengaruh Inflasi ... 14
2.1.4 Teori-teori Inflasi ... 15
2.2 Teori Nilai Tukar ... 16
2.2.1 Pengertian Nilai Tukar (Kurs) ... 16
2.2.2 Teori-teori Kurs ... 17
2.2.3 Sistem Moneter Internasional ... 20
2.3.1 Pengertian Suku Bunga ... 26
2.5 Penelitian Terdahulu ... 47
2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 52
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 52
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.4 Pengolahan Data ... 53
3.5 Teknik dan Model Analisis ... 53
3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 55
3.6.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 55
3.6.2 Uji F-Statistik ... 55
3.6.3 Uji t-Statistik ... 56
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 57
3.7.1 Multikolinearitas ... 57
3.8 Definisi Variabel... 59
BAB IV PEMBAHASAN 4.1Indeks Harga Saham ... 61
4.1.1 Pengertian Indeks Harga Saham ... 61
4.1.2 Jenis-jenis Indeks Harga Saham ... 62
4.2 Deskripsi variabel Penelitian ... 64
4.2.1 Harga Saham Industri Manufaktur ... 65
4.2.2 Tingkat Suku Bunga SBI ... 66
4.2.3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ (Kurs) ... 68
4.2.4 Inflasi ... 69
4.3 Analisis Data dan Interpretasi... 71
4.3.1 Analisis Data ... 71
4.3.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 72
4.3.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Table Judul Halaman
1.1 Perkembangan BEI Industri Manufaktur 2008-2009 5
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 48
4.1 Harga Saham Industri Manufaktur 2007 – 2009 65
4.2 Tingkat Suku Bunga SBI Tahun 2007 – 2009 67
4.3 Nilai Tukar Rupiah/US$ Tahun 2007-2009 68
4.4 Tingkat Inflasi Tahun 2007-2009 70
4.5 Output Estimasi Model 71
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga 27
2.2 Proses Pembelian SBI 32
2.3 Tahapan-Tahapan Go Public 36
2.4 Model Analisis Pengaruh SBI, Inflasi, Kurs 51
3.1 Kurva Pengambilan Keputusan Uji F- statistik 56
3.2 Kurva Uji Durbin Watson 59
4.1 Kurva Pengambilan Keputusan Uji F- statistik 73
4.2 Kurva Pengambilan Keputusan Uji t-Statistik SBI 75
4.3 Kurva Pengambilan Keputusan Uji t-Statistik Inflasi 75
4.4 Kurva Pengambilan Keputusan Uji t-Statistik Kurs 76
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran
1 Harga Saham Industri Manufaktur
2 Tingkat Suku Bunga SBI
3 Tingkat Inflasi
4 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika
5 Lampiran Regresi Berganda
ABSTRACT
Economic conditions during January 2007 - December 2009, which is influenced by macroeconomic factors and micro-economics is considered an effect on stock price movements of the manufacturing industry in the Indonesian Capital Market. This study used variable SBI interest rate, inflation and the rupiah / US $ for the observed effects. This study aims to test whether changes in SBI interest rate, inflation, and exchange rate / U.S. $ affect the stock of the manufacturing industry.
The population in this study were manufacturing companies in Indonesian Capital Market 2007-2009 period using monthly data. The data analysis technique used is by using multiple regression analysis.
The results showed partial variable interest rate of SBI significant effect on stock price changes in the manufacturing industry. Simultaneously, there is significant influence between variables SBI rates, inflation and exchange rate / U.S. $ to the stock price of the manufacturing industry. For further research is expected to extend the period of observation and can include variables that have not been studied in this research that if can be used to improve this research.
ABSTRAK
Kondisi ekonomi selama Januari 2007 – Desember 2009 yang dipengaruhi oleh faktor-faktor makro ekonomi dan mikro ekonomi dianggap berpengaruh terhadap perubahan harga saham industri manufaktur di Pasar Modal Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar rupiah/US$ untuk diteliti pengaruhnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah perubahan tingkat suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar rupiah/US$ berpengaruh terhadap harga saham industri manufaktur.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Pasar Modal Indonesia periode 2007-2009 dengan menggunakan data bulanan. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham industri manufaktur. Secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara variabel suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar Rupiah/US$ terhadap harga saham industri manufaktur. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan memperpanjang periode pengamatan dan dapat memasukkan variabel-variabel yang belum diteliti dalam penelitian ini yang sekiranya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penelitian ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang
tidak sedikit. Dalam pelaksanaannya, diarahkan untuk berlandaskan pada
kemampuan sendiri, di samping memanfaatkan dari sumber lainnya sebagai
pendukung. Sumber dari luar tidak mungkin selamanya diandalkan untuk
pembangunan. Oleh sebab itu, perlu ada usaha yang sungguh-sungguh untuk
mengarahkan dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan
masyarakat, tabungan pemerintah, dan penerimaan devisa.
Pasar modal merupakan alternatif menggali pembiayaan pembangunan.
Pasar modal memilikin peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal
menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan pihak yang memiliki
kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan
adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan
dananya tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak
issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk
kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi
memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi
pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi
meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi
perusahaan-perusahaan sehingga perusahaan-perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar
dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran
masyarakat luas.
Secara perlahan namun pasti pasar modal telah tumbuh menjadi bagian
penting dari tumbuh dan berkembangnya perekonomian Indonesia. Sebagai
negara yang tengah membangun dan mengejar ketertinggalannya dari
negara-negara lain, maka faktor pembiayaan perusahaan merupakan salah satu faktor
penentu. Pasar modal diharapkan mampu menjadi alternatif pendanaan bagi
perusahaan-perusahaan di Indonesia disamping perbankan. Kehadiran pasar
modal, pada sisi lainnya, dapat dilihat sebagai wahana dan alternatif dalam
berinvestasi.
Pasar modal Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan
eksistensinya sebagai bagian instrumen perekonomian, dimana indikasi yang
dihasilkannya banyak dipergunakan oleh para peneliti maupun praktisi untuk
melihat gambaran perekonomian Indonesia. Komitmen pemerintah Indonesia
terhadap peran pasar modal tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Dimana dinyatakan bahwa pasar modal
mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu
Berlakunya undang-undang tersebut dilengkapi dengan 2 peraturan pemerintah,
yaitu Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan
di bidang pasar modal dan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1995 tentang
pemeriksaan di bidang pasar modal, serta 3 keputusan menteri keuangan Republik
Indonesia dan 106 peraturan BAPEPAM.
Sebagai salah satu instrumen perekonomian, maka pasar modal tidak
terlepas dari pengaruh yang berkembang di lingkungannya, baik yang terjadi di
lingkungan ekonomi mikro seperti peristiwa atau keadaan para emiten yang
meliputi laporan kinerja, pembagian deviden, perubahan strategi dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun perubahan yang terjadi di lingkungan
ekonomi makro seperti Inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan faktor-faktor lainnya.
Keputusan investor memilih suatu saham sebagai obyek investasinya
membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa.
Baik secara individual, kelompok, maupun gabungan. Mengingat transaksi
investasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang
sangat rumit dan berbeda-beda, pergerakan saham memerlukan identifikasi dan
penyajian informasi dan bersifat spesifik. Kejadian-kejadian dan fakta historis
tersebut, harus dapat disajikan dengan sistem tertentu agar dapat menghasilkan
suatu informasi yang sederhana, konsisten dan mudah ditafsirkan oleh pelaku
pasar modal. Informasi yang sederhana namun dapat mewakili suatu kondisi
tertentu. Berdasarkan peta permasalahan inilah para investor dapat
membayangkan maupun memprediksi situasi yang akan terjadi di masa yang akan
Bentuk fakta historis yang dipandang sangat tepat untuk menggambarkan
pergerakan harga saham di masa lalu adalah suatu indeks harga saham yang
memberikan deskripsi harga-harga saham pada saat tertentu maupun dalam
periodisasi tertentu pula. Indeks harga saham tersebut merupakan catatan terhadap
perubahan-perubahan maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali
beredar sampai pada suatu saat tertentu. Penyajian indeks harga saham
berdasarkan satuan harga yang disepakati. Metodologi pencatatan dan penyajian
informas berdasarkan satuan angka yang disepakati. Metodologi pencatatan dan
penyajian infoermasi berdasarkan angka indeks tersebut dapat dikembangkan
dengan berbagai variasi, sesuai dengan tujuannya masing-masing. Dalam
kerangka itulah dikenal indeks harga saham individual, indeks harga saham
sektoral, indeks harga saham gabungan, dan lain-lainnya. Dalam hal ini, penulis
memilih untuk membahas indeks harga saham industri manufaktur yang terdaftar
pada IHSG di pasar modal Indonesia.
Memasuki tahun 2010, sektor industri pengolahan masih menghadapi
berbagai tantangan yang besar. Pada tahun 2009, sektor industri manufaktur
terpukul dengan adanya krisis finansial global yang menyebabkan ekonomi di
negara maju melemah. Akibatnya pasar ekspor menyusut dan sebagian besar
industri manufaktur yang berorientasi ekspor mulai dilanda kelesuan. Pada tahun
2009 sampai kuartal III, sektor industri pengolahan non-migas hanya tumbuh
sebesar 1,72 % dan nilai ekspor turun sebesar 25,5%. Pada tahun 2009 sampai
kuartal III, sektor industri pengolahan hanya tumbuh sebesar 1,43%. Sektor
hanya 1,72 %. Sampai Q-III tahun 2009, hampir semua sektor industri pengolahan
mengalami penurunan, pertumbuhan positif sektor industri pengolahan terutama
ditopang oleh kenaikan sektoir industri makanan, minuman dan tembakau yang
tumbuh masih tinggi yaitu sebesar 13,3%. Pertumbuhan yang tinggi terjadi
karena permintaan yang masih tinggi dan harga yang cenderung meningkat.
Memasuki kwartal IV 2009, pasar ekspor mulai bangkit kembali demikian juga
pasar domestik. Keadaan ini telah mengundang optimisme bahwa tahun 2010
industri pengolahan akan bisa bangkit.
Untuk mengetahui perkembangan harga saham industri manufaktur di
Pasar Modal Indonesia, dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 1.1
Perkembangan Bursa Efek Indonesia Industri Manufaktur 2008 – 2009
No. Uraian 2008 2009 Perubahan
2 Total Nilai Perdagangan (Triliun Rupiah)
119 134 11
3 Frekwensi (Ribuan Kali) 2272 2966 23
4 Kapitalisasi Pasar (Trilyun Rp)
275 577 53
5 Jumlah Emiten 139 134 -4
Sumber : IDX Statistics
Dalam tahun 2009, perdagangan di Bursa Efek Indonesia mengalami
peningkatan. Volume perdagangan saham meningkat sebesar 24% jika
dibandingkan dengan tahun 2008. Nilai perdagangan juga meningkat sebesar 11%
Nilai perdagangan tidak terlalu meningkat pesat karena hal ini disebabkan para
investor selektif dalam melakukan perdagangan dimana mereka melakukan
investasi hanya pada perusahaan yang mempunyai fundamental bagus. Ditambah
lagi, pada masa itu merupakan masa pemulihan dari krisis yang terjadi terhadap
perekonomian global. Perdagangan saham pada tahun 2009 tercatat sebesar 108
milyar saham dengan nilai Rp 134 triliun. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa
pasar modal Indonesia kembali bergairah. Namun jumlah emiten yang tercatat
mengalami penurunan sebesar 4%. Hal ini terjadi karena akibat dari krisis
perekonomian yang dialami dunia dan terimbas ke Indonesia, sehingga ada emiten
yang mengalami penurunan kinerja keuangan.
Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga mengandung
risiko. Besar kecilnya risiko di pasar modal sangat dipengaruhi oleh keadaan
Negara khususnya di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Investasi di pasar modal
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor ekonomi maupun faktor non
ekonomi yang mempengaruhi kegiatan investasi di pasar modal adalah kondisi
makro ekonomi dimana kondisi tersebut tercermin dari indikator-indikator
ekonomi moneter yang meliputi : PDB, inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, JUB, SIBOR, cadangan devisa dan
Neraca Pembayaran. Indikator moneter tersebut pada akhirnya menentukan naik
turunnya indeks Bursa Saham.
Untuk mengukur kinerja perdagangan saham pada BEI digunakan
indikator indeks. Indeks dibuat untuk bisa menjadi tolok ukur dalam memantau
diperdagangkan. BEI memiliki beberapa indeks yang dapat digunakan untuk
memantau perdagangan saham yaitu IHSG, Liquid Quality (LQ 45), indeks
individual, indeks sektoral, Jakarta Islamic Index (JII), Indeks Kompas 100,
Indeks Papan Utama, dan Indeks Papan pengembangan (Bursa Efek Indonesia :
3).
Meningkatnya transaksi masyarakat di pasar obligasi dan menurunnya
suku bunga perbankan, telah mendorong semakin maraknya perdagangan di pasar
reksadana terutama jenis penanaman berpendapatan tetap. Kemajuan yang dicapai
oleh Bursa Efek Indonesia semakin mengukuhkan posisi pasar modal sebagai
alternatif yang menguntungkan di samping cara yang konvensional (kredit
perbankan).
Para investor dan calon investor sangat memerlukan informasi tentang
variable yang mempengaruhi fluktuasi harga saham, semakin banyak informasi
yang diperoleh akan sangat membantu untuk mengadakan analisa tentang
berbagai kemungkinan yang akan terjadi, sehingga dapat diperoleh solusi yang
menguntungkan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, makan penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul : Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perubahan Harga Saham Industri Manufaktur yang Terdaftar
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil
sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap perubahan harga
saham industri manufaktur yang terdaftar di Pasar Modal Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap perubahan harga saham
industri manufaktur yang terdaftar di Pasar Modal Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh nilai tukar rupiah/US$ terhadap perubahan harga
saham industri manufaktur yang terdaftar di Pasar Modal Indonesia ?
1.3. Hipotesa
Dari uraian tinjauan pustaka dan rumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat diajukan beberapa hipotesa sebagai berikut:
1. Tingkat suku bunga SBI mempunyai pengaruh negatif terhadap Perubahan
Harga Saham industri manufaktur yang terdaftar di Pasar Modal
Indonesia.
2. Tingkat inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap Perubahan Harga
Saham industri manufaktur yang terdaftar di Pasar Modal Indonesia.
3. Nilai tukar rupiah/US$ mempunyai pengaruh positif terhadap Perubahan
Harga Saham industri manufaktur yang terdaftar di Pasar Modal
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga SBI
terhadap perubahan harga saham industri manufaktur yang terdaftar di
pasar modal Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap
perubahan harga saham industri manufaktur yang terdaftar di pasar modal
Indonesia.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah/US$
terhadap perubahan harga saham industri manufaktur yang terdaftar di
pasar modal Indonesia.
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi para investor penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan
pertimbangan bagi mereka yang ingin berinvestasi di Pasar Modal
Indonesia.
2. Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi para akademis
khususnya yang tertarik meneliti bidang pasar modal dan memperkaya
pengetahuan yang sudah ada sehingga dapat menjadi tambahan referensi
bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis.
3. Bagi penulis berharap dapat lebih memahami bagaimana perkembangan
pasar modal di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi
4. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian
bagi mahasiswa/I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara,
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. TEORI INFLASI
2.1.1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya kenaikan harga-harga umum
secara terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada
(mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Kenaikan harga-harga disebabkan oleh faktor-faktor musiman (misalnya
menjelang peringatan hari-hari besar), atau yang terjadi sekali saja (dan tidak
mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi.
Tingkat inflasi antara negara yang satu dengan lainnya berbeda-beda,
seperti inflasi di Indonesia dalam keadaan normal biasanya dibawah 10% per
tahun. Tetapi tingkat itu dapat berubah-ubah, seperti ketika terjadi krisis ekonomi
di Indonesia, tingkat inflasinya mencapai kurang lebih 80%. Tingkat inflasi
setinggi ini juga pernah terjadi di negara-negara lain, bahkan negara-negara
Amerika Latin seperti Meksiko dan Brasil, pernah mengalami hiperinflasi (tingkat
Ada beberapa definisi inflasi yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi di
antaranya adalah :
1. A.P. Lerner :
Inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan terhadap
barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.
2. G. Cowt Hrey :
Inflasi adalah suatu keadaan dari nilai uang turun terus-menerus dan
harga naik terus.
3. Hawtry :
Inflasi adalah suatu keadaan karena terlalu banyak uang beredar.
Meskipun definisi di atas berbeda-beda, tetapi ada satu yang sama, yaitu
inflasi adalah kecenderungan dari tingkat harga-harga umum mengalami kenaikan
secara terus-menerus.
2.1.2. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Penggolongan berdasarkan sifatnya.
1. Inflasi ringan (< 10% setahun), ditandai dengan kenaikan harga
berjalan secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam
jangka waktu yang relatif
2. Inflasi sedang (10%-30% setahun), ditandai dengan kenaikan harga
yang relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap
3. Inflasi berat (30%-100% setahun), ditandai dengan kenaikan harga
yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang
relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya
harga-harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan
sebelumnya.
4. Hiperinflasi (>100% setahun), dimana inflasi ini paling parah
akibatnya. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang,
nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ditukar dengan barang.
Harga-harga naik lima sampai enam kali. Biasanya keadaan ini timbul
oleh adanya perang yang dibelanjai atau ditutupi dengan mencetak
uang.
b. Berdasarkan sebab terjadinya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Demand pull inflation.
Adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat terhadap
akan berbagai barang terlalu kuat. Demand pull inflation terjadi
karena kenaikan permintaan agregat dimana kondisi perekonomian
telah berada pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah
berada pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah
berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak
lagi mendorong kenaikan output ataupun produksi tetapi hanya
mendorong kenaikan harga-harga yang disebut inflasi murni.
Kenaikan permintaan yang melebihi produk domestik bruto akan
2. Cost Push Inflation.
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Pada
Cost Push Inflation tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan
tingkat permintaan. Karena adanya kenaikan harga faktor produksi
sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada
jumlah tertentu. Penawaran agregat terus menurun karena adanya
kenaikan biaya produksi.
3. Mixed Inflation.
Merupakan gejala kombinasi antara unsur inflasi yang disebabkan
karena kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi. Pada
umumnya bentuk yang sering terjadi adalah inflasi campuran, yaitu
kombinasi dari kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi, dan
sering sekali keduanya saling memperkuat satu sama lain.
2.1.3. Pengaruh Inflasi
Akibat buruk inflasi dapat dibedakan dalam dua aspek yaitu:
1. Akibatnya terhadap perekonomian.
a. Inflasi menggalakkan spekulasi penanaman modal.
b. Tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.
c. Terjadi defisit dalam neraca perdagangan serta meningkatkan besarnya
utang luat negeri.
2. Akibatnya kepada individu dan masyarakat.
b. Pendapatan riil merosot dan nilai tabungan juga merosot.
2.1.4. Teori-teori Inflasi
Paling tidak ada tiga teori tentang inflasi :
1. Teori Kuantitas
Inti dari teori kuantitas adalah, pertama, bahwa inflasi itu hanya bias
terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun
uang giral. Bila terjadi kegagalan panen misalnya, yang menyebabkan harga beras
naik, tetapi apabila jumlah uang beredar tidak ditambah, maka kenaikan harga
beras akan berhenti dengan sendirinya. Inti yang kedua adalah laju inflasi
ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan psikologi atau harapan
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa yang akan datang.
2. Teori Keynes
Proses inflasi menurut Keynes adalah proses perebutan pendapatan di
antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar
daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat. Kelompok-kelompok sosial ini
misalnya orang-orang pemerintah sendiri, pihak swasta atau bias juga serikat
buruh yang berusaha mendapatkan kenaikan gaji atau upah, dimana hal ini akan
berdampak terhadap permintaan barang dan jasa yang pada akibatnya akan
menaikkan harga.
3. Teori Strukturalis.
Teori ini biasa disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang, karena
menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi,
sebab-sebab struktural ini, pertambahan produksi barang lebih lambat dibandingkan
peningkatan kebutuhan masyarakat. Akibatnya penawaran (supply) barang kurang
dari yang dibutuhkan masyarakat, sehingga harga barang dan jasa meningkat.
Teori inflasi yang sering digunakan dan cukup terkenal adalah teori
kuantitas. Dalam teori kuantitas dikatakan bahwa inflasi sangat dipengaruhi
jumlah uang yang beredar. Dalam kenyataannya memang jumlah uang beredar itu
sangat berpengaruh terhadap inflasi.
2.2. TEORI NILAI TUKAR
2.2.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs)
Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan
mata uang negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses
transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini terdapat perbandingan nilai
atau harga antara kedua mata uang tersebut dan inilah yang disebut dengan nilai
tukar atau kurs. Jadi, secara umum kurs atau nilai tukar dapat diartikan sebagai
harga suatu mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang
domestik.
Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan selalu mengalami
fluktuasi (perubahan-perubahan) yang berdampak langsung pada harga
barang-barang ekspor dan impor. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain :
a) Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara
otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan
akibat dari perubahan kurs ini adalah harga pokok negara itu bagi pihak
luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik
menjadi lebih murah.
b) Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara
otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan
atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai
akibat dari perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak
luar negeri menjadi lebih murah, sedangkan harga impor bagi penduduk
domestik menjadi lebih mahal.
2.2.2. Teori-Teori Kurs
a. Pendekatan perdagangan atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan
kurs.
Yakni nilai tukar dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya
perdagangan barang dan jasa yang berlangsung di antara kedua negara tersebut.
Menurut pendekatan ini, kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan
menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor
negara tersebut lebih besar daripada nilai ekspornya (artinya negara tersebut
mengalami defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami
peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai
tukar), sebaliknya jika nilai ekspor negara tersebut lebih besar dari nilai impor
b. Teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity Theory / PPP)
Merumuskan bahwa kurs di antara dua mata uang adalah identik dengan
rasio dari tingkat harga umum dari kedua negara yang bersangkutan. Artinya,
penurunan daya beli mata uang domestik akan diiringi dengan depresiasi mata
uangnya secara proporsional dalam pasar valas. Sebaliknya, kenaikan daya beli
mata uang domestik akan diikuti atau disusul denngan apresiasi mata uangnya
secara proporsional.
Menurut teori ini, pasar valas berada dalam kondisi keseimbangan apabila
semua deposito atau simpanan dalam berbagai valas menawarkan tingkat imbalan
yang sama. Kondisi dimana tingkat imbalan yang ditawarkan semua simpanan
dalam berbagai valas sama disebut kondisi paritas suku bunga (interest parity).
Dengan kata lain, segenap simpanan valas menawarkan tingkat imbalan risiko
kurs, dan kemungkinan perubahan kurs yang secara keseluruhan setara sehingga
prospek keuntungan atau daya tarik atas asset-asset tersebut besar. Kenaikan suku
bunga dari simpanan suatu mata uang domestik menyebabkan mata uang
domestik tersebut mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, dengan asumsi
kondisi lainnya tetap (perkiraan kurs di masa mendatang tidak berubah).
c. Pendekatan moneter (Monetary approach)
Merumuskan bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau
penyeimbangan stok atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di
masing-masing negara. Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat
ditetapkan atau diciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara
tingkat pendapatan riil negara tersebut atau harga-harga umum yang berlaku serta
suku bunga, dimana permintaan akan uang berbanding lurus dengan harga-harga
umum dan berbanding terbalik terhadap suku bunga. Pada tingkat pendapatan riil
atau harga-harga tertentu, suku bunga ekuilibrium terbentuk pada titik
perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran uang yang ada di
suatu negara.
Jadi, pendekatan moneter dapat dikatakan terlalu mengutamakan peranan
uang (sektor moneter) dan cenderung mengabaikan peranan penting yang
dimainkan oleh perdagangan barang dan jasa (sektor riil) sebagai suatu faktor
pokok yang mempengaruhi besar kecilnya kurs, khususnya dalam jangka panjang.
Selain itu, pendekatan moneter mengasumsikan bahwa asset-asset
financial domestik dan luar negeri seperti obligasi yang diterbitkan oleh berbagai
negara satu sama lain merupakan pengganti atau substitusi yang sempurna.
Namun dalam prakteknya, obligasi yang diterbitkan oleh negara-negara lain. Hal
inilah sebagai sumber kelemahan dari pendekatan moneter yang dianggap
bertumpu pada sejumlah asumsi yang kurang realistis.
d. Pendekatan keseimbangan portofolio (Portfolio Balance Approach)
Merumuskan bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses dan
penyeimbangan stock atau total permintaan dan penawaran asset-asset finansial
(dalam hal ini, uang dipandang hanya merupakan salah satu bentuk dari sekian
banyak jenis asset finansial) dalam setiap negara.
Asumsi yang dipergunakan dalam pendekatan ini adalah :
b) Memperhitungkan arti penting perdagangan (sektor riil).
2.2.3. Sistem Moneter Internasional
Sistem moneter internasional atau yang sering pula disebut sebagai tata
atau rezim moneter internasional, mengacu pada berbagai peraturan,
kebiasaan-kebiasaan, instrument penunjang, fasilitas pelengkap, prosedur dan organisasi
berkenaan dengan pembayaran internasional. Sistem moneter internasional yang
dianut oleh suatu negara merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai
tujuan-tujuan kebijakan makro ekonomi di negara tersebut yakni, bagaimana
mencapai keseimbangan eksternal (mencegah terciptanya ketidakseimbangan baik
itu berupa defisit atau surplus neraca pembayaran yang berlebihan).
Secara umum sistem moneter internasional yang pernah ada dalam sejarah
perekonoman dunia hingga saat ini terdiri atas :
a. Standar emas
Dalam standar emas, setiap negara diwajibkan untuk membakukan
kandungan emas dalam koin mata uangnya dan secara pasif bersiaga untuk
membeli atau menjual mata uangnya dalam jumlah berapapun pada harga tertentu
yang telah dibakukan demi mempertahankan kebakuan nilai tukar mata uangnya
masing-masing. Karena kandungan emas dalam setiap unit mata uang senantiasa
baku, maka dengan sendirinya kurs nya pun selalu baku. Inilah yang disebut
sebagai paritas logam mulia (mint parity).
Kurs hanya dapat berfluktuasi di atas atau dibawah paritas logam mulia itu
nilainya dengan satu unit valas dari suatu pusat moneter ke pusat moneter lainnya.
Kecenderungan dari suatu mata uang untuk mengalami depresiasi melampaui titik
ekspor emas secara efektif dicegah oleh berlangsungnya arus keluar emas dari
negara yang bersangkutan. Arus keluar emas ini langsung mencerminkan
keberadaan dan jumlah defisit pada neraca pembayaran di negara yang
bersangkutan. Sebaliknya, kecenderungan dari sebuah mata uang untuk
mengalami apresiasi melampaui titik impor emas, dicegah oleh surplus pada
neraca pembayaran yang bersangkutan.
b. Sistem Bretton Woods
Pada dasarnya, Sistem Bretton Woods adalah sebuah standar tukar emas
(gold exchange standard). Dalam sistem ini, Amerika Serikat diminta untuk
mempertahankan harga emas secara baku dengan harga US$ 35 per ons emas dan
ia diminta untuk senantiasa siaga menukar dolar menjadi emas dalam jumlah
berapapun berdasarkan harga baku tersebut. Sedangkan negara-negara lain
diwajibkan untuk membakukan harga mata uang mereka terhadap dolar agar tidak
bergerak lebih dari 1% di atas atau dibawah nilai patokannya. Perubahan kurs
yang dikarenakan oleh kekuatan permintaan dan penawaran hanya dimungkinkan
sampai batas tertentu yang relatif sempit. Jika ada tanda-tanda bahwa kurs akan
melampaui batas-batas tersebut, maka negara pemilik uang yang bersangkutan
diwajibkan untuk melakukan intervensi mata uangnya terhadap pasar valas agar
kurs bakunya tetap terpelihara.
Kedua sistem di atas, baik standar emas maupun Sistem Bretton Woods
pemerintah menetapkan atau membakukan nilai kurs mata uangnya pada tingkat
tertentu.
Secara terperinci, keunggulan dan kelemahan dari sistem kurs tetap ini
adalah :
Keunggulan :
a) Memberikan tindakan stabilitas kurs, menghilangkan sumber
ketidakpastian dan ketidakstabilan harga lebih jauh.
b) Membantu menghindarkan perekonomian dari gangguan ekonomi
(goncangan moneter).
c) Menggairahkan perdagangan internasional, mendorong iklim bisnis yang
mendukung investasi jangka panjang.
d) Memberikan kerangka kerja ekonomi yang secara potensial lebih efisien.
Kelemahan :
a) Penyesuaian kurs cenderung dilakukan hanya setelah semua tindakan
korektif lainnya gagal. Subordinasi sasaran ekonomi internal terhadap
sasaran ekonomi eksternal yang mendahului penyesuaian kurs dapat
member beban penyesuaian kepada perekonomian yang meruugikan.
b) Dalam kondisi perekonomian seperti ekspor tidak selalu berkembang dan
ketergantungan pada impor strategis seperti energy sangat tinggi, maka
penyesuaian kurs bisa tidak mampu menghapus defisit neraca pembayaran
c) Dapat mencegah perekonomian bereaksi terlalu cepat terhadap kondisi
perekonomian yang berubah yang bisa membuat beban finansial yang
besar.
d) Salah penerapan kurs dapat mempercepat destabilisasi aliran modal dalam
jumlah yang besar.
e) Perlu cadangan devisa yang cukup untuk mempertahankan kurs.
f) Dugaan atau perkiraan mengenai devaluasi atau revaluasi dapat
menimbulkan spekulasi.
c. Sistem Kurs Mengambang (flexible exchange rate system)
Sistem kurs mengambang merupakan sistem moneter internasional yang
mengoreksi defisit atau surplus neraca pembayaran secara otomatis oleh
depresiasi atau apresiasi mata uang nasional di negara yang bersangkutan tanpa
melibatkan intervensi pemerintah serta tanpa pengurangan atau akumulasi asset
cadangan internasional yang dimiliki oleh negara tersebut. Secara teoritis, sistem
kurs mengambang terdiri atas sistem kurs mengambang bebas (freely floated
exchange rate system) yakni sistem kurs yang benar-benar bebas intervensi
pemerintah dan sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange
rate system) yakni sistem kurs mengambang yang disertai dengan intervensi
pemerintah. Namun, dalam prakteknya, sistem kurs mengambang bebas tidak
pernah ada, yang ada adalah sistem kurs mengambang terkendali yang banyak
dipraktekkan oleh banyak negara dewasa ini.
Secara umum, ada 3 keunggulan pokok yang dimiliki oleh sistem kurs
a. Otonomi kebijakan moneter
Jika bank sentral tidak lagi harus mengintervensi pasar uang guna
membakukan kurs, maka pemerintah akan memperoleh kembali
kemampuannya untuk menggunakan kebijakan moneter untuk mencapai
sasaran keseimbangan internal dan eksternal. Lebih jauh, tidak ada
negara-negara yang terpaksa mengimpor inflasi atau deflasi dari luar negeri.
b. Simetri
Dalam sistem kurs mengambang, baik Amerika Serikat maupun
negara-negara lain memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi kurs
mata uang masing-masing terhadap mata uang lainnya.
c. Kurs sebagai stabilisator otomatis
Meskipun kebijakan moneter tidak dilancarkan, proses penyesuaian
kurs yang terbentuk oleh kekuatan pasar akan membantu semua negara
mempertahankan keseimbangan internal dan eksternal dalam menghadapi
perubahan permintaan agregat.
Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, tidak sedikit juga yang
menentang sistem kurs mengambang itu dengan menguraikan beberapa
kelemahannya, di antaranya :
a. Disiplin
Bank-bank sentral yang terbebas dari kewajiban pembakuan kurs,
besar kemungkinan akan menerapkan berbagai kebijakan yang bersifat
b. Spekulasi dan gagasan pasar uang yang merusak stabilitas
Dalam sistem kurs mengambang, spekulasi kurs mudah tumbuh
sehingga menjurus pada instabilitas dalam pasar valuta asing. Instabilitas
ini, pada giirannya akan menghasilkan berbagai dampak negatif terhadap
keseimbangan internal dan eksternal semua negara. Lebih jauh, gangguan
dalam pasar uang domestik menjadi lebih berbahaya bila dibandingkan
dengan gangguan dalam sistem kurs baku.
c. Ancaman terhadap investasi dan perdagangan internasional
Sistem kurs mengambang membuat harga-harga internasional
makin sulit dipastikan atau diprediksikan sehingga mengganggu arus
investasi dan perdagangan internasional.
d. Kebijakan ekonomi yang tak terkoordinasi
Bila peraturan Bretton Woods mengenai kurs ditinggalkan, maka
mata uang berbagai negara akan saling bersaing atau adu kuat. Hal ini
tentu saja membahayakan perekonomian dunia.
e. Ilusi mengenai otonomi yang lebih besar
Sistem kurs mengambang sebenarnya tidak sepenuhnya
memberikan otonomi kebijakan bagi setiap negara. Perubahan-perubahan
kurs menimbulkan pengaruh-pengaruh makro ekonomi yang mendalam
yang akan memaksa bank sentral untuk mempertahankan kebakuan
kursnya, meskipun tanpa komitmen formal untuk itu. Jadi, sistem kurs
perekonomian dunia tanpa memberikan kebebasan yang lebih besar untuk
menerapkan kebijakan makro ekonomi.
2.3. TEORI SUKU BUNGA
2.3.1. Pengertian Suku Bunga
Tingkat suku bunga mempunyai fungsi alokatif dalam perekonomian
khususnya penggunaan uang dan modal. Maksudnya tingkat suku bunga dapat
dikatakan sebagai suatu balas jasa suatu alokasi tertentu terhadap si pemilik uang
atau modal.
Ada beberapa teori mengenai tingkat suku bunga ini. Teori-teori ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Teori Klasik
Menurut teori klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Di
mana makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk
menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga di mana makin
tinggi tingkat bunga maka keinginan berinvestasi makin kecil. Makin rendah
tingkat bunga maka akan mendorong para investor untuk berinvestasi karena
biaya yang ditanggung semakin kecil dengan harapan profit yang maksimum.
Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila keinginan
menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan
investasi dalam pasar yang seimbang pada keadaan Y full employmentfull
yang ada secara maksimal) di mana pasar secara bebas tanpa ada campur tangan
pemerintah (teori Laissez Faire : Adam Smith).
Tingkat Tabungan
Bunga
i1
i0 Investasi1 (I1)
Investasi0 (I0)
S0 S1 Jumlah Rupiah
Gambar 2.1
Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga
Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa tingkat suku bunga akan
mengalami keseimbangan (S0,I0) jika jumlah tabungan sama dengan investasi. Jika
tingkat suku bunga lebih besar dari I0, maka akan berdampak terhadap jumlah
tabungan lebih besar dari jumlah investasi. Katakanlah tingkat suku bunga yang
baru tersebut disimbolkan dengan I1 karena tingkat suku bunga dalam tabungan
adalah sama dengan tingkat suku bunga dalam investasi. Dengan tinggginya
tingkat suku bunga ini, maka para investor akan “enggan” untuk melakukan
investasi akibat dari meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini akan
menggeser keseimbangan semula menjadi tingkat keseimbangan yang baru yang
b. Teori Keynes
Dalam teori Keynes, tingkat suku bunga merupakan suatu fenomena
moneter. Maksudnya tingkat bunga ditentukan oleh pasar uang yaitu permintaan
dan penawaran uang (demand and supply of money).
Menurut teori Keynes ada kemungkinan jumlah tabungan lebih besar dari
investasi pada national income dan bahwa tingkat bunga bukan media untuk
menyamakan tabungan (S) dan investasi (I). Hal ini merupakan tugas bank sentral
di Indonesia yaitu Bank Indonesia, dalam menciptakan kestabilan harga melalui
kebijakan tingkat bunga yang selayaknya. Bank sentral mengatasi tingkat inflasi
yang tinggi dengan menaikkan tingkat suku bunga yang tinggi. Akibatnya jumlah
tabungan meningkat sehingga jumlah uang beredar di masyarakat berkurang.
Naiknya tingkat bunga juga akan mengakibatkan investasi menurun, sehingga
GNP menurun. Begitu sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika
tingkat bunga (diskonto) bank sentral mengalami penurunan karena dengan
tingkat bunga bank sentral akan memacu para investor dalam menanamkan
modalnya.
2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam
Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka
1970 dengan tujuan menciptakan suatu instrument pasar uang yang hanya
diperdagangkan antara bank-bank.
Sebagai salah satu instrument OPT, SBI diterbitkan dan ditawarkan dalam
sistem lelang. BI secara tidak langsung mempengaruhi tingkat suku bunga di
pasar uang melalui SBI dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR), yaitu
tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas penawaran tingkat suku bunga dari
peserta lelang. Umumnya SOR tersebut digunakan sebagai indicator tingkat suku
bunga transaksi dalam pasar uang.
Transaksi jual beli SBI dilakukan berdasarkan tingkat diskonto. Adapun
faktor yang mempengaruhi harga SBI itu sendiri adalah besarnya discount rate
dan jumlah hari jatuh tempo SBI bersangkutan. Rumus menghitung nilai tunai
(proceeds) atau true discount SBI, yaitu :
Atau:
2.3.3. Tujuan Penerbitan SBI
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah
memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka
pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan
dengan menetapkan sasaran operasional, yaitu uang primer (base money). Artinya,
jumlah uang primer yang berlebihan di BI dapat mengurangi kestabilan nilai
Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang
primer tersebut.
Penerbitan SBI memiliki dasar hukum tersendiri yang dikeluarkan oleh
direksi BI. Adapun dasar hukum tersebut yaitu Surat Keputusan Direksi BI
Nomor 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998. Surat keputusan ini berisi tentang
penerbitan dan perdagangan SBI serta mengenai ntervensi BI terhadap Rupiah.
2.3.4. Karakteristik SBI
SBI memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
a. Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk
jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.
b. Denominasi dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan yang tertinggi Rp
100 miliar.
c. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dengan kenaikan
kelipatan Rp 50 juta.
e. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa tingkat diskonto yang dibayar di muka.
Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi nilai tunai.
f. Pajak penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan sebesar 15%.
2.3.5. Tata Cara Perdagangan SBI.
Transaksi SBI dilakukan dengan tata cara perdagangan sebagai berikut :
a. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.
b. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari Selasa.
c. Lelang SBI dilakukan setiap hari Rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank
umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian.
d. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan penawaran
tingkat diskonto yang terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang
diumumkan tercapai.
e. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau pencurian serta menghindari
pemalsuan, maka pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan
sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat atas SBI pada BI tanpa dipungut
Tingkat suku bunga SBI merupakan tingkat suku bunga dalam bentuk
persen yang ditentukan oleh BI sebagai pemegang otoritas moneter dalam upaya
pengendalian jumlah uang beredar.
Gambar 2.2
Proses Pembelian SBI
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat baik perusahaan
maupun perorangan tidak dapat secara langsung membeli SBI. Mereka harus
melalui pialang pasar uang ataupun pialang pasar modal yang ditunjuk oleh BI
untuk membeli SBI.
Pialang Pasar Uang / Pialang Pasar Modal
Bank Indonesia
Bank Perusahaan /
2.4. Pasar Modal
2.4.1. Pengertian Pasar Modal
Pada umumnya tidak terdapat rumusan atau definisi yang baku mengenai
pengertian pasar modal, karena tiap-tiap orang mendefenisikannya tergantung
sudut pandang yang berbeda.
Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga
seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi (Anoraga, 2003:7). Menurut Kamus
Pasar Uang dan Modal, definisi pasar modal adalah pasar konkret atau abstrak
yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan yang memerlukan dana
jangka panjang, yaitu satu tahun ke atas. Dengan kata lain, pasar modal
merupakan sarana perusahaan untuk menawarkan surat berharga jangka pendek
baik itu berupa saham maupun obligasi guna menambah modal perusahaan.
Batasan mengenai pasar modal di Indonesia telah diatur dalam
Undang-Undang No.15 Tahun 1952, Keppres No.60 tahun 1988 dan Undang-Undang-Undang-Undang No.8
Tahun 1995 yang isinya adalah sebagai berikut:
a) Menurut Undang-Undang No.15 tahun 1952,”Bursa adalah bursa-bursa
perdagangan di Indonesia,, yang didirikan untuk perdagangan uang dan
efek-efek termasuk semua pelelangan efek-efek”.
b) Menurut Keppres No.15 tahun 1988,’Pasar modal adalah bursa yang
merupakan sarana untuk mempertemukan penawar dan peminta dana
jangka panjang dalam bentuk efek, sebagaimana dimaksud dalam
c) Sedangkan menurut Undang-Undang No.8 tahun 1955,”Pasar modal
adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Undang-undang tersebut di atas merupakan peraturan yang memberikan
batasan tentang pasar modal, dimana pasar modal merupakan sarana penawaran
dan permintaan dana jangka panjang serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek.
Efek merupakan istilah baku yang digunakan Undang-Undang Pasar
Modal No.8 Tahun 1995 untuk menyatakan surat berharga atau sekuritas.
Secara umum pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara di bidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga yang
beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat berupa
gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi,
dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang
efek.
Pasar modal mengandung pengetahuan abstrak yang mempertemukan dua
kelompok yang saling bertemu tetapi juga saling berkepentingan untuk saling
mengisi yaitu calon penanaman modal di satu pihak dan perusahaan yang
membutuhkan modal untuk mengembangkan usaha di pihak lain.
Sjahrir (1995:22) juga mengungkapkan beberapa alasan perusahaan
a. Kebutuhan akan dana untuk melunasi hutang (jangka panjang atau pendek)
sehingga mengurangi beban bunga,
b. Meningkatkan modal kerja,
c. Membiayai perluasan perusahaan,
d. Memperluas jaringan pemasaran dan distribusi,
e. Meningkatkan teknologi produksi, dan
f. Membayar sarana penunjang.
Perkembangan suatu pasar modal dipengaruhi oleh partisipasi yang aktif
dari perusahaan yang menjual sahamnya (go public), pemodal dari pihak-pihak
lain yang terlibat dalam kegiatan pasar modal. Ini berarti, tanpa adanya partisipasi
yang aktif dari perusahaan-perusahaan yang potensial untuk go public, tidak ada
pemodal yang bergairah untuk menanamkan dananya dalam surat berharga, dan
kurang aktifnya lembaga penunjang pasar modal, maka suatu pasar modal tidak
akan berkembang dengan baik.
2.4.2. Penawaran Umum
Penawaran umum adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya
yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual
saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh
Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya (Darmadji, 2001:40).
Untuk melakukan suatu penawaran umum, sebuah perusahaan harus
melalui beberapa tahapan agar efeknya dapat dicatat di bursa efek.
a. Sebelum emisi, yaitu berisi persiapan-persiapan yang dilakukan untuk
memenuhi persyaratan-persyaratang yang dilakukan untuk memenuhi
persyaratan-persyaratan penawaran umum.
b. Tahapan emisi, yaitu masa dimana dilakukan penawaran umum hingga
saham-saham yang telah ditawarkan dicatatkan di Bursa Efek.
c. Tahapan sesudah emisi, yaitu berupa tahapan pelaporan sebagai
konsekuensi atas penawaran umum tersebut (Darmadji, 2001:45).
Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat secara rinci pada gambar di bawah
ini :
Gambar 2.3.
Tahapan-Tahapan Go Public
Intern
Perusahaan
BAPEPAM Pasar Perdana Pasar
Sekunder
2.4.3. Pencatatan Efek
Adapun proses pencatatan efek di bursa efek adalah sebagai berikut :
a. Calon Perusahaan Terbuka (emiten) mengajukan permohonan pencatatan
di bursa dan kemudian BEJ akan mengevaluasi permohonan tersebut
apakah sesuai dengan ketentuan pencatatan di bursa. Selanjutnya calon
emiten tersebut melakukan presentasi seputar kinerja perusahaannya.
b. Jika memenuhi syarat, BEJ akan memberikan surat persetujuan prinsip
pencatatan yang dikenal dengan istilah Perjanjian Pendahuluan.
c. Calon emiten mengajukan Pernyataan Pendaftaran ke BAPEPAM.
d. Apabila telah mendapat Pernyataan Efektif dari BAPEPAM, maka calon
emiten melakukan proses Penawaran Umum atau disebut juga Public
Offering.
e. Emiten membayar biaya pencatatan.
f. BEJ mengumumkan pencatatan efek tersebut di bursa (Darmadji,
2001:60-61).
Saham yang dicatatkan di BEJ dibagi atas dua papan pencatatan yaitu
Papan Utama dan Papan Pengembangan di mana penempatan dari emiten dan
calon emiten yang disetujui pencatatannya didasarkan pada pemenuhan
persyaratan pencatatan awal pada masing-masing papan pencatatan.
Papan utama ditujukan untuk calon emiten atau emiten yang mempunyai
ukuran besar dan mempunyai catatan perusahaan yang baik. Sementara Papan
Pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan-perusahaan yang belum dapat
prospektif namun belum menghasilkan keuntungan, dan merupakan sarana bagi
perusahaan yang sedang dalam penyehatan sehingga diharapkan pemulihan
ekonomi nasional dapat terlaksana lebih cepat.
Calon emiten bisa mencatatkan sahamnya di bursa, apabila telah
memenuhi syarat berikut :
a. Pernyataan Pendaftaran emisi telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM.
b. Calon emiten tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat
mempengaruhi kelangsungan perusahaan.
c. Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh
undang-undang yang berlaku di Indonesia.
d. Khusus calon emiten pabrikan, tidak dalam masalah pencemaran
lingkungan (hal tersebut dibuktikan dengan sertifikat AMDAL) dan calon
emiten industry kehutanan harus memiliki sertifikat ecolabelling (ramah
lingkungan).
e. Khusus calon emiten bidang pertambangan harus memiliki izin
pengelolaan yang masih berlaku minimal 15 tahun; memiliki minimal 1
Kontrak Karya atau Kuasa Penambangan atau Surat Izin Penambangan
Daerah; minimal salah satu Anggota Direksinya memiliki kemampuan
teknis dan pengalaman di bidang pertambangan; calon emiten sudah
f. Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan izin pengelolaan
(seperti jalan tol, penguasaan hutan) harus memiliki izin tersebut minimal
15 tahun.
g. Calon emiten yang merupakan anak perusahaan dan atau induk perusahaan
dari calon emiten memberikan kontribusi pendapatan kepada emiten yang
listing tersebut lebih dari 50 % dari pendapatan konsolidasi, tidak
diperkenankan tercatat di bursa.
h. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal financial
didasarkan pada laporan keuangan auditan terakhir sebelum mengajukan
permohonan pencatatan (Darmadji, 2001:61-62).
2.4.4. Jenis-Jenis Pasar Modal
a. Pasar Perdana
Pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan
saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya
(penawaran umum) sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa
(Sunariyah, 2006:13). Penjualan perdana kepada public / Initial Public
Offering (IPO) sekuritas yang diterbitkan, baru boleh dilakukan setelah
mendapat izin emisi dari ketua BAPEPAM. Pembelian sekuritas di pasar
perdana adalah penjamin emisi (underwriter) atau agen penjual (selling
agent) dengan membawa tanda bukti diri. Harga saham di pasar perdana
(emiten), berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.
Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain menentukan harga
saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada masyarakat sebagai
calon pemodal. Saham yang bersangkutan untuk pertama kalinya
diterbitkan emiten dan dari hasil penjualan saham tersebut keseluruhannya
masuk sebagai modal perusahaan.
b. Pasar Sekunder
Pasar sekunder merupakan bursa/pasar tempat surat berharga
diperjualbelikan kembali antar pemodal di luar pasar perdana/primer.
Transaksi jual beli di pasar sekunder berlangsung di bursa efek. Harga
saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara
pembeli dan penjual. Perdagangan pasar sekunder, bila dibandingkan
dengan pasar perdana mempunyai volume perdagangan yang jauh lebih
besar. Dapat disimpulkan bahwa pasar sekunder merupakan pasar yang
memperdagangkan saham sesudah melewati pasar perdana. Sehingga hasil
penjualan saham di sini biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan,
melainkan masuk ke dalam kas para pemegang saham yang bersangkutan.
c. Pasar Ketiga (Bursa Paralel)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di luar
bursa (over the counter market). Bursa parallel merupakan suatu sistem
perdagangan efek yang terorganisasi di luar bursa efek resmi, dalam pasar
sekunder yang diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan
Modal. Dalam pasar ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan
yang dinamakan floor trading (lantai bursa). Operasi yang ada pada pasar
ketiga berupa pemusatan informasi yang disebut trading information.
Informasi yang diberikan dalam pasar ini meliputi harga-harga saham,,
jumlah transaksi, dan keterangan lainnya mengenai surat berharga yang
bersangkutan. Dalam sistem perdagangan ini pialang dapat bertindak
dalam kedudukan sebagai pedagang efek maupun sebagai perantara
pedagang.
d. Pasar keempat
Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antar pemodal atau
dengan kata lain pengalihan saham dari satu pemegang saham ke
pemegang saham lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek. Bentuk
transaksi dalam perdagangan ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar
(block sale). Meskipun transaksi pengalihan saham tersebut terjadi secara
langsung antara pemodal yang satu dengan pemodal yang lain, mekanisme
kerja dalam pasar modal menghendaki pelaporan terhadap transaksi block
sale tersebut kepada Bursa Efek Jakarta secara terbuka. Walaupun pada
akhirnya transaksi antar pemodal tersebut juga harus dicatatkan pula di
2.4.5. Manfaat Pasar Modal
Beberapa manfaat pasar modal antara lain :
a. Menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha
sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
b. Memberikan wahana investasi bagi pemodal sekaligus memungkinkan
upaya diversifikasi.
c. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara.
d. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat
menengah.
e. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan
iklim berusaha yang sehat.
f. Menciptakan lapangan kerja / profesi yang menarik.
g. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek. (Darmadji, 2001:2).
Pasar modal dipandang sebagai suatu sarana yang efektif untuk
mempercepat pembangunan suatu negara, disamping itu pasar modal menjadi
alternative penghimpun dana selain sistem perbankan. Manfaat pasar modal bisa
dirasakan baik oleh pemodal, emiten pemerintah maupun lembaga penunjang,
antara lain :
Manfaat pasar modal bagi emiten, yaitu:
a. Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar.
c. Tidak ada “convenant” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam
pengelolaan dana perusahaan.
d. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan.
e. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.
f. Cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominal
perusahaan.
g. Tidak ada financial yang tetap.
h. Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas.
i. Tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu.
j. Profesionalisme dalam manajemen meningkat.
Sedangkan manfaat pasar modal bagi pemodal adalah sebagai berikut :
a. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi.
b. Memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki / memegang saham dan
bunga tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi.
c. Mempunyai hak suara dalam RUPS bagi pemegang saham, mempunyai
hak suara dalam RUPO bila diadakan bagi pemegang obligasi.
d. Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi, misal dari saham A
ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi
risiko.
e. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument yang
Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang, yaitu:
a. Menuju kea rah professional di dalam memberikan pelayanannya sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.
b. Sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel.
c. Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang.
d. Likuiditas efek semakin tinggi.
Sedangkan manfaat pasar modal bagi pemerintah yaitu :
a. Mendorong laju pertumbuhan,
b. Mendorong investasi.
c. Penciptaan lapangan kerja.
d. Memperkecil Debt Service Ratio (DSR)
e. Mengurangi beban anggaran bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
2.4.6. Risiko Investasi di Pasar Modal
Risiko investasi di pasar modal pada prinsipnya semata-mata berkaitan
dengan kemungkinan terjadinya fluktuasi harga (price volatility). Risiko-risiko
yang mungkin dapat dihadapi investor tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Risiko daya beli (purchasing power risk)
Sifat investor dalam menangani faktor risiko di pasar modal ini terdiri atas
dua, yaitu investor yang tidak menyukai risiko (risk averter) dan investor
yang justru menyukai risiko (risk averse). Bagi investor kategori pertama
ini akan mencari atau memilih jenis investasi yang akan memberikan