• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)

DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT

(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)

SYARIFAH LIA ANDRIATY

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)

DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT

(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)

SKRIPSI

Oleh :

SYARIFAH LIA ANDRIATY 041201021/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)

DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT

(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)

SKRIPSI

Oleh :

SYARIFAH LIA ANDRIATY 041201021/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)

Nama : Syarifah Lia Andriaty

NIM : 041201021

Jurusan : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc

Ketua Anggota

Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si

Mengetahui,

Ketua Departemen

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul penelitian ini adalah

Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat

terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan

Batang Serangan Kab. Langkat). Orangutan yang menjadi subjek penelitian

merupakan orangutan liar yang berada di ladang masyarakat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Said Adnan dan Ibunda Darmiaty beserta keluarga atas semua

dukungan.

2. Sumatran Orangutan Society-Orangutan Information Center (SOS-OIC) dan

Orangutan Republik Education Initiative (OUREI) atas dukungannya

sekaligus sponsorship penelitian ini.

3. Pindi Patana, S.Hut, M.Sc dan Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si selaku komisi

pembimbing.

4. Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.Si selaku Ketua Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara beserta staf pengajar.

5. Gail A.Campbell-Smith dan orang-orang di Dusun Cinta Kasih dan Sampan

Getek yang telah membantu di lokasi penelitian.

6. Teman-teman kampus seperjuangan yaitu Rosmawati, Mira, Umai, Febi,

Fahmi, Berkat, Azis, Elindra, Ari dan semua mahasiswa Kehutanan USU.

7. Teman-teman yang turut memberikan motivasi yaitu Alendo, Lani, Eka,

(6)

8. Orang-orang yang membantu dalam setiap masalah, Bang Kurniawansyah,

Bang Erwin, Bang Said A.Zaki, Mas Didik, dan Bang Hubert.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan oleh karena itu

penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, September 2008

(7)

ABSTACT

SYARIFAH LIA ANDRIATY. Feeding Behavior of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) and People Perception on Their Existence in Community Field (A Case Study in Subdistrict of Batang Serangan, Langkat District). Under Academic Supervision of PINDI PATANA and MA’RIFATIN ZAHRA.

Orangutan (Pongo abelii) found in subdistrict of Batang Serangan, Langkat District, is living in community field dominated by rubber trees (Hevea brasiliensis). Then orangutans destroyed and feeding the community crops.

This field research has been conducted since June 2008 until August 2008. The objective would be compare the feeding time and feeding rate between male and female orangutans and the availability of feed, and to explain the perception of peoples on existence of orangutans in the region.

The observation used the focal animal smpling method, and recording of feeding time data was instantaneous in two minutes, and feeding rate was by ad libitum. To know the availability of feed, singular plot method based on species area curve was used. To know the perception of people, the purposive sampling interview was conducted. Data analysis of feeding activity dan feeding rate used the Mann-Whitney test, for availability of feed the important value index and diversity of Shannon-Wiener, and for analysis of interview data the descriptive analysis was made.

The result of research indicated that the feeding activity and feeding rate of female orangutan and male orangutan there was no significant difference. The availability of feed in the area has important value index in seedlings (125%), saplings (200%), poles (282,64%), and trees (162,13%), dominated by species of rubber (Hevea brasiliensis). For diversity index of Shannon-Wiener in seedlings (0,8), saplings (0), poles (0,1583), and trees (1,1885), was generally low. The conclusion of interview result was that people did not support the existence of orangutans in the area and preferred displacing the orangutans to natural habit.

(8)

ABSTRAK

SYARIFAH LIA ANDRIATY. Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan MA’RIFATIN ZAHRA.

Orangutan (Pongo abelii) yang terdapat di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat adalah orangutan yang hidup di ladang masyarakat yang didominasi oleh pohon karet (Hevea brasiliensis). Hal ini mengakibatkan orangutan merusak dan memakan tanaman masyarakat.

Penelitian lapangan ini dilakukan selama bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008. Tujuannya untuk membandingkan waktu makan dan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina dan mengetahui ketersediaan pakan serta menjelaskan pandangan/persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan di kawasan tersebut.

Metode pengamatan orangutan menggunakan focal animal sampling, sedangkan untuk pencatatan data waktu makan secara instantaneous per dua menit sedangkan kecepatan makan secara ad libitum. Untuk mengetahui ketersediaan pakan menggunakan metode petak tunggal berdasarkan kurva area jenis. Untuk mengetahui persepsi masyarakat menggunakan metode wawancara secara purposive sampling. Analisis data aktivitas makan dan kecepatan makan menggunakan uji Mann-Whitney, untuk ketersediaan pakan menggunakan indeks nilai penting (INP) dan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, sedangkan untuk analisis data wawancara menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas makan dan kecepatan makan antara orangutan (P. abelii) betina dan jantan tidak ada perbedaan yang nyata. Ketersediaan pakan di kawasan tersebut memiliki indeks nilai penting pada tingkat semai (125%), pancang (200%), tiang (282,64%), dan pohon (162,13%) didominasi oleh spesies karet (Hevea brasiliensis). Untuk indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat semai (0,80), pancang (0), tiang (0,1583), dan pohon (1,1885), pada umumnya adalah rendah. Kesimpulan hasil wawancara adalah masyarakat tidak mendukung keberadaan orangutan di kawasan tersebut dan lebih menginginkan pemindahan orangutan ke habitat hutan alam.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

AnatomiOrangutan (P. abelii) ... 6

Klasifikasi Orangutan (P. abelii) ... 7

Kondisi dan Penurunan Habitat ... 8

Fragmentasi Habitat ... 9

Perilaku Orangutan (P. abelii) ... 10

Makanan dan Aktivitas Makan ... 12

Daya Dukung Habitat ... 15

METODE PENELITIAN ... 16

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

Alat dan Bahan Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 17

Pengumpulan Data ... 17

Aktivitas Makan ... 17

Kecepatan Makan ... 19

Ketersediaan Pakan ………... 19

Persepsi Masyarakat ... 21

Analisis Data ... 22

Aktivitas Makan ... 22

Kecepatan Makan ... 23

Ketersediaan Pakan ………... 24

Persepsi Masyarakat ... 25

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

Uraian Singkat Lokasi Penelitian ... 26

Kondisi Fisik ... 26

Geografi ... 26

(10)

Iklim ... 27

Tanah ... 27

Sosial Ekonomi ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 29

Aktivitas Makan ……….. 29

Kecepatan Makan ... 32

Ketersediaan Pakan ………... 36

Persepsi Masyarakat ……… 39

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 43

Kesimpulan ……….. 43

Saran ……… 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Golongan zat gizi dan fungsi utama ... 12 2. Persentase waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai golongan

/jenis makanan ... 14 3. Aktivitas harian orangutan (P. abelii) ... 22 4. Waktu makan orangutan (P. abelii) betina dan jantan ... 22 5. Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina ... 23 6. Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan ... 23 7. Karakteristik orangutan (P. abelii) jantan dan betina ... 29 8. Aktivitas harian orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu

pengamatan ... 30 9. Waktu makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu

pengamatan ... 31 10.Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan

betina …………... 33 11.Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan …………... 35 12.Indeks nilai penting untuk masing-masing jenis dan indeks keanekara-

gaman jenis pada tingkatan tumbuhan ………... 37

13.Nama tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan orangutan(P.abelii) 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 5

2. Perbandingan persentase sumber makanan orangutan ... 14

3. Petak contoh ... 20

4. Kurva area jenis ... 21

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian Orangutan (P. abelii) Kecamatan Batang Serangan 47

2. Kuesioner Wawancara ... 48

3. Foto Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 49

4. Aktivitas Harian Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 50

5. Perhitungan Uji Mann-Whitney untuk Waktu Makan Antara Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 51

6. Kecepatan Makan Orangutan (P. abelii) Berdasarkan Jenis Makanan ... 52

7. Lokasi Pohon Makanan yang Berbuah ………... 53

8. Waktu Makan Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina Berdasarkan Bagian Tanaman ………. 54

9. Perhitungan Uji Mann-Whitney untuk Kecepatan Makan Antara Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 55

10.Data Kurva Area Spesies ……… 56

11.Hasil Analisis Kuantitatif Tumbuhan ………. 57

12.Tabulasi Hasil Wawancara ………. 58

13.Foto Orangutan (P. abelii) dan Ladang Masyarakat ... 60

(14)

ABSTACT

SYARIFAH LIA ANDRIATY. Feeding Behavior of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) and People Perception on Their Existence in Community Field (A Case Study in Subdistrict of Batang Serangan, Langkat District). Under Academic Supervision of PINDI PATANA and MA’RIFATIN ZAHRA.

Orangutan (Pongo abelii) found in subdistrict of Batang Serangan, Langkat District, is living in community field dominated by rubber trees (Hevea brasiliensis). Then orangutans destroyed and feeding the community crops.

This field research has been conducted since June 2008 until August 2008. The objective would be compare the feeding time and feeding rate between male and female orangutans and the availability of feed, and to explain the perception of peoples on existence of orangutans in the region.

The observation used the focal animal smpling method, and recording of feeding time data was instantaneous in two minutes, and feeding rate was by ad libitum. To know the availability of feed, singular plot method based on species area curve was used. To know the perception of people, the purposive sampling interview was conducted. Data analysis of feeding activity dan feeding rate used the Mann-Whitney test, for availability of feed the important value index and diversity of Shannon-Wiener, and for analysis of interview data the descriptive analysis was made.

The result of research indicated that the feeding activity and feeding rate of female orangutan and male orangutan there was no significant difference. The availability of feed in the area has important value index in seedlings (125%), saplings (200%), poles (282,64%), and trees (162,13%), dominated by species of rubber (Hevea brasiliensis). For diversity index of Shannon-Wiener in seedlings (0,8), saplings (0), poles (0,1583), and trees (1,1885), was generally low. The conclusion of interview result was that people did not support the existence of orangutans in the area and preferred displacing the orangutans to natural habit.

(15)

ABSTRAK

SYARIFAH LIA ANDRIATY. Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan MA’RIFATIN ZAHRA.

Orangutan (Pongo abelii) yang terdapat di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat adalah orangutan yang hidup di ladang masyarakat yang didominasi oleh pohon karet (Hevea brasiliensis). Hal ini mengakibatkan orangutan merusak dan memakan tanaman masyarakat.

Penelitian lapangan ini dilakukan selama bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008. Tujuannya untuk membandingkan waktu makan dan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina dan mengetahui ketersediaan pakan serta menjelaskan pandangan/persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan di kawasan tersebut.

Metode pengamatan orangutan menggunakan focal animal sampling, sedangkan untuk pencatatan data waktu makan secara instantaneous per dua menit sedangkan kecepatan makan secara ad libitum. Untuk mengetahui ketersediaan pakan menggunakan metode petak tunggal berdasarkan kurva area jenis. Untuk mengetahui persepsi masyarakat menggunakan metode wawancara secara purposive sampling. Analisis data aktivitas makan dan kecepatan makan menggunakan uji Mann-Whitney, untuk ketersediaan pakan menggunakan indeks nilai penting (INP) dan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, sedangkan untuk analisis data wawancara menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas makan dan kecepatan makan antara orangutan (P. abelii) betina dan jantan tidak ada perbedaan yang nyata. Ketersediaan pakan di kawasan tersebut memiliki indeks nilai penting pada tingkat semai (125%), pancang (200%), tiang (282,64%), dan pohon (162,13%) didominasi oleh spesies karet (Hevea brasiliensis). Untuk indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat semai (0,80), pancang (0), tiang (0,1583), dan pohon (1,1885), pada umumnya adalah rendah. Kesimpulan hasil wawancara adalah masyarakat tidak mendukung keberadaan orangutan di kawasan tersebut dan lebih menginginkan pemindahan orangutan ke habitat hutan alam.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Orangutan salah satu dari anggota Pongidae yang mempunyai hubungan

kekerabatan dengan tiga kera besar lainnya yaitu bonobo afrika (Pan paniscus),

simpanse (Pan troglodytes), dan gorila (Pan gorilla) (Meijaard et al., 2001).

Orangutan terbagi menjadi dua anak jenis yaitu orangutan kalimantan (Pongo

pygmaeus) dan orangutan sumatera (Pongo abelii). Orangutan sumatera (P. abelii)

hanya terdapat di Pulau Sumatera khususnya bagian utara Pulau Sumatera

(Supriatna dan Edy, 2000). Hal ini yang menjadikan orangutan sumatera (P.

abelii) sebagai salah satu satwa endemik di Pulau Sumatera.

Orangutan adalah satwa yang cerdas, kuat, primata besar, dan hidup

semisoliter yang tinggal di pohon. Pakan orangutan stabil meliputi buah-buahan

dan biji-bijian, tetapi orangutan juga dapat makan pakan seperti kulit batang,

daun, dan serangga untuk bertahan hidup pada waktu kekurangan pakan. Sarang

tidur yang baru selalu dibangun dari cabang dan daun setiap menjelang malam

(Nellemann et al., 2007). Orangutan adalah satwa yang bersifat frugivora

(Galdikas, 1978), dan hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa pakan

pokok orangutan adalah buah. Pada umumnya buah-buahan yang berdaging

lembek, berbiji, termasuk buah berbiji tunggal, dan buah beri merupakan jumlah

yang paling tinggi komposisi pada pakan orangutan (Meijaard et al., 2001).

Kondisi hutan di Indonesia mengalami penurunan baik dari segi kualitas

maupun kuantitas hasil hutan dan lahan. Penyebab penurunan tersebut

dikarenakan adanya kegiatan seperti penebangan, perambahan dan alih guna lahan

(17)

Nellemann et al. (2007), ada tiga faktor utama yang terjadi sejak tahun 1990-an

yang mempengaruhi tingkat penurunan habitat orangutan yaitu tingkat kerusakan

dan penebangan yang semakin meningkat, perkembangan dari perkebunan sawit

yang sering dilakukan dengan cara mengeringkan hutan rawa gambut yang

mengakibatkan penurunan habitat orangutan yang lebih lanjut, dan pertumbuhan

kelangkaan dari akses kayu berharga yang semakin meningkat luas dari

penebangan liar di Taman Nasional. Kerusakan hutan memiliki dampak yang

negatif terhadap kelestarian dan keanekaragaman hayati flora dan satwa. Dengan

rusaknya kawasan hutan sebagai habitat dan sumber pakan orangutan mendorong

penurunan populasi orangutan. Menurut Nellemann et al. (2007), populasi

orangutan sangat berdampak ketika habitatnya (hutan) dirusak atau ditebang, tidak

hanya dikarenakan orangutan sering dibunuh untuk memperoleh dagingnya

maupun untuk melindungi tanaman yang akan panen. Dan ketika hutan dikonversi

menjadi perkebunan sawit (Elaeis guineensis) atau tanaman lainnya, akan

berdampak serius dengan orangutan yang kelaparan. Sehingga tidak jarang terjadi

perusakan ladang, kebun, maupun lahan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan

pakan orangutan.

Orangutan (P. abelii) yang berada dikawasan Kecamatan Batang Serangan

Kabupaten Langkat merupakan orangutan (P. abelii) yang tinggal di

ladang-ladang masyarakat karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang telah

terisolasi dari hutan karena dikelilingi oleh perkebunan sawit. Kondisi ini

menyebabkan orangutan sering masuk dan merusak tanaman masyarakat terutama

(18)

terhadap aktivitas makan dan kecepatan makan orangutan (P. abelii) serta persepsi

masyarakat tentang keberadaan orangutan tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membandingkan aktivitas makan berdasarkan aktivitas harian orangutan (P.

abelii) jantan dan betina di ladang masyarakat.

2. Membandingkan kecepatan makan dari orangutan (P. abelii) jantan dan betina

yang menjadi objek pengamatan

3. Menjelaskan ketersediaan pakan orangutan (P. abelii) di ladang masyarakat.

4. Menjelaskan persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan sumatera (P.

abelii) liar di ladang masyarakat.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Tidak ada perbedaan waktu makan antara orangutan jantan dan betina.

2. Tidak ada perbedaan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai perilaku makan

orangutan (P. abelii) liar yang berada di kawasan yang terfragmentasi yaitu

(19)

2. Mendapatkan informasi tentang persepsi masyarakat terhadap keberadaan

orangutan (P. abelii) sehingga dapat dicari alternatif pemecahan masalah dan

strategi konservasi orangutan (P. abelii).

Kerangka Pemikiran

Orangutan (P. abelii) yang berada di Kecamatan Batang Serangan

merupakan orangutan yang hidup di habitat yang terfragmentasi atau terisolasi

dari kawasan hutan dan hidup di ladang masyarakat. Kawasan tersebut terjadi

karena adanya perkebunan sawit disekitarnya. Oleh karena itu, orangutan (P.

abelii) memiliki keterbatasan untuk memperoleh sumber pakan yang pada

umumnya dimakan oleh orangutan yang hidup alami di hutan alam. Menurut

Fakhrurradhi (1998) orangutan yang berada di Suaq Balimbing menghabiskan

73% untuk mengkonsumsi buah sedangkan menurut Galdikas (1978) orangutan

kalimantan adalah 61%.

Dengan terjadinya habitat yang terisolasi, hal ini yang mendorong untuk

dilakukannya pengamatan terhadap perilaku orangutan (P. abelii) berdasarkan sex

class yaitu jantan dan betina dari segi aktivitas makan serta kecepatan makan.

Selain perilaku makan perlu juga diketahui mengenai pakan orangutan (P. abelii)

dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan di ladang-ladang mereka.

(20)

Hak Pengusahaan Hutan Perambahan/perladangan

Habitat Orangutan Illegal logging

Hutan alam Perkebunan Fragmentasi habitat Ladang masyarakat

Pengumpulan data (primer)

Masyarakat Vegetasi Orangutan

Persepsi masyarakat Analisis keanekaragaman jenis Perilaku dan kecepatan (Wawancara) (Nilai penting, Shannon-Wiener) makan (Focal animal sampling)

Tinggi Rendah

Analisis kualitatif

deskriptif Analisis statistik non-parametrik

Mendukung Tidak

Perbandingan kecepatan Perbandingan aktivitas makan jantan dan betina makan jantan dan betina

Preferensi pakan (jenis, frekuensi, waktu)

Rekomendasi

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Orangutan (P. abelii)

Orangutan sumatera (P. abelii) memiliki penampilan rambut yang lebih

terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan (P. pygmaeus), warna

rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang (Supriatna dan Edy, 2000), dan jika

dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang

halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan

kadang berujung hitam di bagian luarnya (Meijaard et al., 2001). Pada bagian

wajah orangutan sumatera (P. abelii) terkadang memiliki rambut putih, rambut

orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut

orangutan kalimantan (P. pygmaeus) yang kasar dan jarang-jarang (Galdikas,

1978).

Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang

berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa

warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh

orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina (Supriatna dan Edy, 2000).

Berat badan betina orangutan sumatera (P. abelii) maupun kalimantan (P.

pygmaeus) rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan jantan orangutan

sumatera (P. abelii) rata 66 kg dan orangutan kalimantan (P. pygmaeus)

rata-rata 73 kg (Galdikas, 1978). Menurut Supriatna dan Edy (2000), pada jantan

mempunyai kantung suara yang berfungsi mengeluarkan seruan panjang

(longcall). Seruan panjang ialah suara orangutan yang dikeluarkan dan dapat

(22)

pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting dalam

reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan kalimantan (P. pygmaeus)

terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta terdengar memukau dan

menakutkan (Galdikas, 1978).

Klasifikasi Orangutan (P. abelii)

Jones et al. (2004) mengklasifikasi primata berdasarkan tiga tingkatan

taksonomi yaitu :

1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

secara terang-terangan.

2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di daerah

tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah

kemungkinan benar.

3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti dan

memerlukan investigasi lebih lanjut.

Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan sumatera diklasifikasikan menjadi:

Kelas : Mammalia

Bangsa : Primata

Anak bangsa : Anthropoidea

Famili : Hominoidea

Subfamili : Pongidae

Genus : Pongo

(23)

Kondisi dan Penurunan Habitat

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, hutan adalah suatu

kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu sama

lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan tropis merupakan habitat dari orangutan

yang kelestariannya harus tetap terjaga. Menurut Daniel et al. (1995) hutan tropis

adalah bentuk yang paling tinggi perkembangannya dan paling kompleks dengan

daun lebar yang selalu hijau dengan proporsi dan kerapatan yang tinggi,

kelembaban selalu tinggi, dan dengan curah hujan tahunan tersebar merata dan

paling sedikit mencapai 1800-2000 mm.

Orangutan hidup pada hutan tropis dataran rendah, rawa-rawa dan

terkadang dapat ditemukan pada hutan perbukitan yang dapat mencapai

ketinggian 1500 meter dpl. Orangutan sumatera memiliki persebaran yang

terbatas, hanya dapat dijumpai di Sumatera bagian utara sampai ke Aceh, dan dari

hasil survei terbaru diperkirakan ada di Sumatera Utara dan Riau bagian Utara

(Supriatna dan Edy, 2000). Orangutan hidup di dataran rendah dengan kepadatan

populasi antara ketinggian 200-400 meter dpl, dan di daerah Sumatera orangutan

terkadang dapat ditemukan di ketinggian lebih dari 1500 meter dpl. Habitat yang

optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi

sungai dan dataran tinggi kering yang berdekatan (Meijaard et al., 2001).

Hasil dari kombinasi data-data yang diperoleh dan citra satelit

menunjukkan tingkat penurunan populasi orangutan dan habitatnya diperkirakan

sekitar 30% hanya beberapa tahun terakhir. Ada tiga faktor utama yang terjadi

(24)

Pertama, tingkat kerusakan dan penebangan yang semakin meningkat. Tingkat

perusakan pada akhir tahun 1990-an adalah 1,5 % atau 20.000 km2 setiap

tahunnya di Indonesia, yang terjadi terutama pada wilayah Sumatera dan dataran

rendah Kalimantan. Kedua, perkembangan dari perkebunan kelapa sawit yang

sering dilakukan dengan cara mengeringkan hutan rawa gambut yang

mengakibatkan penurunan habitat orangutan yang lebih lanjut. Perkembangan

perkebunan sering menggunakan api dengan penjalaran, yang selanjutnya

mengakibatkan penurunan habitat yang tersedia. Ketiga, pertumbuhan kelangkaan

dari akses kayu berharga yang semakin meningkat luas dari penebangan liar di

Taman Nasional (Nellemann et al., 2007). Penurunan dari kayu atau pohon yang

terdapat di hutan mempunyai pengaruh terhadap orangutan terutama dalam hal

pohon sebagai sumber penghasil makanan dan sebagai tempat bersarangnya

orangutan.

Dengan adanya penurunan dan kerusakan habitatnya mengakibatkan

penurunan populasi orangutan. Menurut Nellemann et al. (2007), dari perkiraan

yang diperoleh hanya ada 7300 orangutan sumatera (P. abelii) yang dapat

ditemukan pada hutan atau alam liar dan orangutan sumatera (P. abelii)

diklasifikasikan ke dalam terancam punah oleh IUCN (International Union for

Conservation of Nature and Natural Resources).

Fragmentasi Habitat

Fragmentasi merupakan penyebab utama hilangnya sejumlah besar spesies

(Elisa, 2000). Fragmentasi habitat adalah pengurangan luas atau terbaginya habitat

menjadi areal-areal yang sempit (MENLH, 2008). Salah satunya adalah kondisi

(25)

pergerakan tertentu dalam usaha individu maupun populasi untuk mendapatkan

sumberdaya yang diperlukan agar dapat bertahan hidup dan berkembang biak

(Alikodra, 2002). Namun disaat kondisi habitat yang tidak memungkinkan dan

kondisi tersebut terjadi terus menerus dan berlangsung lama, ruang lingkup

pergerakan satwa liar menjadi sempit.

Dampak fragmentasi pada satwa lair khususnya spesies adalah :

pengurangan jumlah individu, pengurangan ukuran populasi karena individu

terbatas pada fragmen kecil, isolasi spasial populasi sisa. Sedangkan dampak

genetik dari fragmentasi adalah : kehilangan diversitas genetik, perubahan dalam

struktur antarpopulasi, peningkatan kawin kerabat (inbreeding). Fragmentasi

menyebabkan kepunahan spesies di dalam populasi lokal. Oleh karena itu usaha

untuk menjaga atau memulihkan spesies pada bentang alam (landscape) yang

terfragmentasi adalah mengurangi kesempatan untuk kepunahan atau

meningkatkan kesempatan untuk rekolonisasi dengan peningkatan dan perluasan

habitat populasi lokal (Elisa, 2000).

Perilaku Orangutan (P. abelii)

Orangutan pada umumnya bersifat individu atau soliter dan pada saat

tertentu dapat hidup berdampingan dengan individu yang lain, seperti saat

reproduksi dan induk betina dengan anak yang belum mandiri. Orangutan bersifat

arboreal yaitu menghabiskan hidupnya dipepohonan dengan bergelantungan dari

dahan satu ke dahan lain dengan menggerakkan anggota tubuhnya. Dan orangutan

selalu membuat sarang untuk tidur menjelang malam (Supriatna dan Edy, 2000).

Sifat arboreal ini dikarenakan untuk menghindari pemangsa seperti harimau

(26)

(2006) tujuan dari pembuatan sarang malam adalah sebagai tempat istirahat dan

perlindungan terhadap predator malam.

Berdasarkan Basalamah (2006) aktivitas harian dari orangutan berdasarkan

pencatatan data untuk aktivitas harian yang dijadikan sebagai Point Sampel

dilakukan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Makan : meliputi seluruh waktu yang digunakan untuk memilih, memegang,

mengambil dan sebelum memasukkan makanan ke mulut.

2. Istirahat : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu orangutan dengan

relatif tidak melakukan kegiatan dalam periode waktu tertentu baik di dalam

maupun di luar sarang seperti merebahkan diri, duduk, berdiri maupun

menggantung.

3. Bergerak pindah : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target

dalam melakukan gerak berpindah dari satu cabang pohon ke cabang lainnya

ataupun dari satu tempat ke tempat lain.

4. Sosial : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam

melakukan kontak dengan individu lain. Beberapa kategori yang dimasukkan

ke dalam aktivitas sosial antara lain : pengusiran (agonistik), bermain

(playing), mengutui (grooming) dan reproduksi.

5. Bersarang : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam

membuat sarang, yaitu mematahkan daun/dahan, membawa dan menyusun

daun/dahan sampai jadi bentuk sarang.

Suatu wilayah dapat digunakan oleh beberapa orangutan dengan sungguh

bermacam-macam pola jelajah. Hal ini di interpretasikan oleh beberapa pengamat

(27)

penetap, pendatang, dan pengembara. Data dari orangutan yang ada di kawasan

Ketambe, yang merupakan salah satu habitat asli orangutan, jumlah persentase

orangutan sebagai penetap adalah diatas 60% dari populasi, 30% adalah

pendatang, dan 10% adalah pengembara. Perilaku jelajah mungkin dapat

dijelaskan dalam terminologi yang sangat luas dari daerah jelajah, salah satunya

adalah yang digunakan terus-menerus daripada yang lainnya, tergantung pada

perbedaan sosial dan faktor ekologi/lingkungan. Perbedaan antara populasi

orangutan dalam perilaku jelajah mungkin dikendalikan oleh sumber daya alam

(Caldecott dan Lera, 2005).

Jumlah individu satwa liar yang dapat hidup di suatu tempat ditentukan

oleh kemampuan daya dukung habitat. Untuk orangutan, daya dukung habitat

ditentukan oleh produktivitas tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu

tepat dan sebagai tempat peristirahatan yang aman (Meijaard et al., 2001).

Produktivitas tumbuhan yang menghasilkan buah yang bersifat musiman juga

berpengaruh terhadap perilaku makan serta perilaku jelajah dari orangutan.

Makanan dan Aktivitas Makan

Makanan dapat berasal dari bahan padat maupun cair yang dapat

dikonsumsi. Pangan adalah bahan-bahan yang dikonsumsi untuk memenuhi

kebutuhan tubuh bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian

jaringan tubuh yang rusak (Suhardjo et al., 1986). Pada makanan terdapat zat-zat

gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Golongan zat gizi dan fungsi utama

Zat Gizi Fungsi

(28)

Tabel 1 (lanjutan)

Zat Gizi Fungsi

Protein Memberikan bahan untuk pertumbuhan, pembentukan jaringan, pemeliharaan Vitamin Mengatur proses metabolisme

Mineral Membantu dalam pembentukan jaringan tubuh dan proses metabolisme Air Menyediakan cairan tubuh

*Sumber : Suhardjo et al. (1986)

Satwa liar memerlukan energi untuk proses-proses metabolisme dasar dan

tambahan kalori untuk melakukan aktivitas hariannya. Kuantitas dan kualitas

makanan yang diperlukan satwa liar berbeda-beda berdasarkan jenis, perbedaan

kelamin, kelas umur, fungsi fisiologis, musim, cuaca dan kondisi geografis

(Alikodra, 2002).

Orangutan adalah satwa yang bersifat frugivora (Galdikas, 1978), dan

hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa makanan pokok orangutan

adalah buah. Pada umumnya buah-buahan yang berdaging lembek, berbiji,

termasuk buah berbiji tunggal, dan buah beri merupakan jumlah yang paling

tinggi komposisi pada makanan orangutan. Pola makan ini yang mempengaruhi

kondisi biologis dan cara hidup serta perilaku pergerakan orangutan. Dari

komposisi persentase waktu makan dan jenis makanan orangutan, buah sekitar

60%, daun 25%, kulit batang 15%, serangga 10%, dan yang lainnya 2% seperti

yang ditunjukkan Gambar 1 (Meijaard et al., 2001). Untuk primata seperti

simpanse, orangutan dan siamang mengkonsumsi semut dan rayap (serangga)

untuk mendapatkan asam amino penting yang tidak diperoleh dari tumbuhan

(29)

Komposisi makanan Orangutan Buah 60% Daun 25% Kulit batang 15% Serangga 10% Lain-lain 2%

Gambar 2 Perbandingan persentase sumber makanan orangutan.

Berdasarkan Galdikas (1978), aktivitas makan adalah waktu yang dipakai

seekor orangutan untuk menggapai, mengolah, mengekstraksi,

memegang-megang, mengunyah dan menelan makanan pada satu sumber makanan. Dalam

penelitian di Suaka Tanjung Puting selama 4 tahun, waktu makan buah

merupakan 61% dari seluruh waktu makan (Tabel 2).

Tabel 2 Persentase waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai golongan/jenis makanan

Jenis

makanan Waktu makan

Frekuensi: jumlah aktivitas makan Persentase dari seluruh waktu makan Persentase dari seluruh aktivitas makan Jam:menit Menit

Buah 2.318:16 139.096 5.045 60,9 44,5

Bunga 149:10 8.950 218 3,9 1,9

Daun 558:27 33.507 2.615 14,7 23,1

Kulit kayu 434:52 26.092 1.286 11,4 11,3

Rayap 163:49 9.829 539 4,3 4,8

Jamur (fungus) 2:55 175 31 kecil sekali 0,3

Makanan lain 138:26 8.306 1.373 3,6 12,1

Tidak diketahui 38:44 2.324 231 1,0 2,0

Jumlah 3.804:39 228.279 11.338 100,0 100,0

*Sumber : Galdikas (1978)

Buah adalah salah satu sumber pangan yang paling dominan bagi

orangutan. Menurut Meijaard et al. (2001) untuk habitat orangutan, persentase

jenis seperti pohon, liana, dan ara pencekik (Ficus spp), yang menghasilkan buah

(30)

menghasilkan buah dan selain itu keanekaragaman jenis yang berbuah tiap bulan

harus melebihi 11%.

Daya Dukung Habitat

Daya dukung habitat adalah kemampuan suatu wilayah untuk dapat

menampung sejumlah satwa liar. Pada kondisi wilayah yang memiliki jumlah

satwa yang masih sedikit, besarnya persaingan di antara individu sangat kecil.

Faktor lain yang menentukan daya dukung habitat adalah faktor kesejahteraan

yang ditinjau dari aspek yaitu kebutuhan dasar dan aspek kualitas dan kuantitas

habitatnya. Struktur habitat yang diperlukan oleh satwa liar seperti kebutuhan

dasar, tipe habitat, faktor kesejahteraan yang spesifik dan komponen

faktor-faktor kesejahteraan (Alikodra, 2002).

Penurunan daya dukung habitat dapat menyebabkan pergerakan dari satwa

liar. Salah satu pergerakan tersebut adalah migrasi. Menurut Alikodra (2002),

migrasi merupakan pola adaptasi perilaku yang dilakukan oleh beberapa jenis

satwa liar yang tergantung pada keadaan, waktu penyebab lainnya. Migrasi pada

umumnya dilakukan untuk memperoleh makanan dan perkembangbiakan. Pada

beberapa satwa liar, migrasi untuk memperoleh makanan sehingga terkadang

(31)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah ladang masyarakat yang berada di Desa Kwala

Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

(Lampiran 1). Lokasi penelitian merupakan ladang atau lahan agroforestriyang

didominasi tanaman karet yang terisolasi karena dikelilingi perkebunan sawit

sehingga orangutan (P. abelii) yang berada di kawasan tersebut tidak dapat ke

kawasan hutan yang merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Lokasi

penelitian merupakan lokasi penelitian Gail Angela Campbell-Smith dari Kent

University yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang.

Pengambilan data sekunder dimulai dari bulan Februari sampai dengan

September. Sedangkan pengambilan data primer atau penelitian lapangan

dilaksanakan dimulai dari bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008.

Pengamatan terhadap orangutan betina adalah 5 hari dan jantan adalah 3 hari.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain :

1. Binokuler

2. Kamera digital

3. Jam tangan digital

4. Tabulasi data

5. Alat tulis

6. Pita ukur

(32)

8. Senter

9. Kompas

10.GPS (Global Positioning System)

11.Kuesioner wawancara

12.Tali rafia

13.Kalkulator.

Objek pengamatan (fokal) adalah orangutan (P. abelii) liar di lokasi

penelitian sebagai bahan penelitian yang dilakukan perbandingan berdasarkan

jenis kelamin (sex class) yaitu jantan dan betina.

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berdasarkan :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian yang dicatat dalam

tabulasi data.

2. Data sekunder

Data yang diperoleh dari peneliti Gail Angela Campbell-Smith, buku-buku,

literatur, jurnal-jurnal dan sumber-sumber pustaka lainnya.

Aktivitas Makan

Metode yang digunakan dalam pengambilan data untuk mengetahui

aktivitas makan orangutan adalah focal animal sampling yaitu dengan mengikuti

aktivitas individu mulai dari bangun dari sarang di pagi hari sampai membuat

(33)

secara instantaneous, yaitu dengan mencatat setiap perilaku individu per dua

menit pada tabulasi data. Metode pencatatan tersebut dimungkinkan karena sifat

aktivitas orangutan yang lambat baik dalam pergerakan maupun perilaku lainnya

(Altman (1974), dalam Basalamah 2006).

Prosedur umum untuk mengikuti aktivitas harian orangutan :

1. Mencatat nama fokal (objek pengamatan), tanggal, dan cuaca pada tabulasi

data.

2. Kegiatan di catat setiap 2 menit sekali dan aktivitas dicatat apabila dilakukan

selama lebih dari lima detik.

3. Untuk kegiatan yang bersamaan dilakukan maka mengikuti peraturan yaitu

mengutamakan aktivitas sosial, bergerak, makan, dan istirahat.

Data yang dicatat untuk aktivitas harian terhadap orangutan dewasa

tersebut dilakukan sesuai dengan batas yang telah ditentukan, yaitu :

1. Bergerak pindah (M = moving) : yaitu kegiatan bergerak biasanya diantara

pohon yang berlangsung lebih dari 5 detik dan tidak sedang makan.

2. Istirahat (R = resting) : termasuk kegiatan duduk atau tidur dalam sarang.

3. Makan (F = feeding) : yaitu waktu yang dipakai seekor orangutan untuk

menggapai, mengolah, mengekstraksi, memegang-megang, mengunyah dan

menelan makanan pada satu sumber makanan.

4. Membuat sarang (N = nesting) : yaitu seluruh waktu yang digunakan individu

target dalam membuat sarang, yaitu mematahkan daun/dahan, membawa dan

menyusun daun/dahan sampai jadi bentuk sarang.

5. Sosial (S = Social) : yaitu interaksi sosial, yang terbagi menjadi kategori

(34)

bergerak (agak cepat, sering diulang yang sama, dan biasanya tidak pergi

kemana-kemana), bermain sendiri termasuk main-main dengan objek (cabang,

makanan).

Kecepatan Makan

Metode yang digunakan dalam pengambilan data untuk mengetahui

kecepatan makan orangutan adalah focal animal sampling secara ad libitum

(Altman (1974), dalam Basalamah 2006).

Cara kerja untuk kecepatan makan antara lain :

1. Untuk kecepatan makan cara pengambilan datanya sama dengan aktivitas

harian atau pada kegiatan fokal dengan waktu makan harus sama.

2. Mencatat nama fokal dan waktu makan.

3. Mencatat kecepatan makan meliputi data jenis pohon, jenis makanan,

banyaknya makanan, dan lamanya waktu makan.

4. Jenis pakan diidentifikasi, untuk buah dihitung perbuah atau per biji, untuk

daun per helai, sedangkan untuk kulit batang per bagian.

Ketersediaan Pakan

Analisis vegetasi menggunakan metode petak tunggal dengan ukuran

petak ditentukan berdasarkan kurva area jenis (species area curve) dengan

menggunakan ukuran kuadrat (Michael, 1994). Penggunaan metode ini karena

kawasan tersebut merupakan kawasan ladang masyarakat yang memiliki vegetasi

(35)

vegetasi relatif sama. Prosedur di lapangan untuk melakukan mengetahui ukuran

minimal luas petak contoh adalah :

1. Dibuat petak contoh pertama ukuran 20 x 20 m² dan dicatat jumlah jenisnya.

Petak contoh diperluas dua kali sebagai petak contoh kedua mengikuti garis

rintis menjadi 20 x 40 m², dan dicatat jenis yang ada dan dikumulatifkan dari

petak contoh pertama (Gambar 3).

40 m

10 m 20 m

5 m 10 m

2 m

2 m 5 m

[image:35.595.209.423.251.584.2]

20 m

Gambar 3 Petak contoh.

2. Perluasan petak contoh dihentikan bila kenaikan jumlah jenis tidak berarti,

atau kenaikan jumlah jenis tidak lebih dari 10% (Kusmana, 1997).

3. Kurva daerah spesies dibuat dengan alur jumlah spesies (sumbu y) terhadap

(36)

satu titik dan titik tersebut menyatakan ukuran minimal kuadrat dalam

pengambilan sampel (Gambar 4).

Jumlah spesies 50

30

10 .

2 4 8 16 32 Daerah kuadrat (m)

[image:36.595.163.437.162.323.2]

Keterangan : Ukuran minimum kuadrat ditandai dengan panah. Garis putus-putus adalah kurva daerah spesies.

Gambar 4 Kurva area jenis.

Ukuran minimal kuadrat tersebut merupakan ukuran petak tunggal yang

akan digunakan untuk analisis vegetasi untuk tingkatan semai (2 x 2) m, pancang

(5 x 5) m, tiang (10 x 10) m dan pohon (20 x 20) m.

Persepsi Masyarakat

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan metode

purposive sampling. Menurut Singarimbun dan Sofian (1989), purposive sampling

adalah metode pengambilan sampel yang bersifat tidak acak, dan sampel dipilih

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Interviewee adalah pemilik

lahan yang mewakili dari Desa Kwala Musam yaitu Dusun Cinta Kasih dan

Dusun Sampan Getek dengan bentuk pertanyaan bersifat terbuka dengan

(37)

Analisis Data

Aktivitas Makan

Hasil dari data aktivitas harian yang diperoleh dari pengamatan dilakukan

pengolahan dalam bentuk persentase yang dapat disajikan pada Tabel 3 dan untuk

[image:37.595.111.511.264.342.2]

Waktu makan orangutan jantan dan betina disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 Aktivitas harian orangutan (P. abelii)

Nama orangutan

Aktivitas harian

M F R S N

Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %

Keterangan : M = Moving (bergerak), F = Feeding (makan), S = Social (sosial), R = Resting (istirahat), N = Nesting (bersarang), Fr = frekuensi, % = persentase.

Tabel 4 Waktu makan orangutan (P. abelii) betina dan jantan

Nama orang-utan

Waktu makan hari ke- Rata-rata

waktu makan

I II III IV V

Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %

Keterangan : Fr = frekuensi, % = persentase.

Analisis data aktivitas makan yang diperoleh akan menggunakan uji statistik

non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney, dengan rumus :

u

1 = n1.n2 + n1(n1+1) – R1 atau

u

2 = n2.n1 + n2(n2+1)

2 2

– R2

Ho : Tidak ada perbedaan waktu makan antara orangutan jantan dan betina.

H1 : Ada perbedaan waktu makan antara orangutan jantan dan betina.

[image:37.595.114.521.414.495.2]
(38)

Kecepatan Makan

Hasil yang diperoleh untuk kecepatan makan merupakan perbandingan

kecepatan makan antara orangutan jantan dan orangutan betina yang disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina

Jenis makanan Nama latin Bagian Kecepatan makanan/bagian (detik)

Jantan Betina

Analisis kecepatan makan akan menggunakan uji statistik non-parametrik

Mann-Whitney dengan melihat perbandingan antara orangutan jantan dan betina,

dengan rumus :

u

1 = n1.n2 + n1(n1+1) – R1 atau

u

2 = n2.n1 + n2(n2+1)

2 2

– R2

Ho : Tidak ada perbedaan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina.

H1 : Ada perbedaan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina.

u

hitung >

u

tabel = Ho diterima, dan jika

u

hitung <

u

tabel = Ho ditolak dan H1 diterima.

Data jenis makanan yang diperoleh dari aktivitas makan dan kecepatan

makan ditabulasikan kedalam Tabel 6.

Tabel 6 Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan

Jenis makanan

Waktu makan (detik)

Frekuensi: jumlah aktivitas makan

Persentase dari seluruh waktu

makan

Persentase dari seluruh aktivitas

(39)

Ketersediaan Pakan

Analisis ketersediaan pakan dapat ditentukan dengan menghitung nilai

penting yang digunakan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang menguasai

lokasi penelitian, untuk memperoleh gambaran kelimpahan makanan orangutan

yang berasal dari vegetasi baik semai, pancang, tiang maupun pohon. Berdasarkan

Alikodra (2002), nilai nisbi kerapatan, dominansi, serta frekuensinya dapat

digabungkan menjadi satu nilai penting (importance value) yang dapat ditentukan

dengan rumus :

Kerapatan = Jumlah individu

Lokasi yang dirisalah

Kerapatan relatif = Kerapatan jumlah jenis

(KR) Kerapatan keseluruhan dari semua jenis

x 100%

Dominansi = Jumlah seluruh luas bidang dasar

Lokasi yang dirisalah

Dominansi relatif = Dominansi suatu jenis

(DR) Dominansi keseluruhan dari semua jenis

x 100%

Frekuensi = Jumlah dimana terdapat berbagai jenis

Jumlah semua petak yang dirisalah

Frekuensi relatif = Nilai frekuensi dari satu jenis

(FR) Nilai frekuensi keseluruhan nilai semua jenis

x 100%

Indeks nilai penting (INP) tingkat semai dan pancang = KR + FR

Indeks nilai penting (INP) tingkat tiang dan pohon = KR + FR + DR

Menurut Michael (1994), keanekaragaman jenis dalam komunitas di

hitung menggunakan rumus Shannon-Wiener : (H’) = -∑ (pi ln pi)

Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman

pi = proporsi nilai penting ke-i (pi = ni/N)

ln = logaritma natural

(40)

N = jumlah individu semua jenis

Persepsi Masyarakat

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dianalisis dengan

(41)

KONDISI UMUM

Uraian Singkat Lokasi Penelitian

Kecamatan Batang Serangan yang berada di Kabupaten Langkat terbentuk

berdasarkan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1999 mengenai Pembentukan 13

(tiga belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli

Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Labuhan Batu, dan Langkat dalam

wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Pembentukan kecamatan

tersebut karena menimbang dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan

volume kegiatan pemerintahan dan pembangunan di wilayah kabupaten sehingga

untuk memperlancar pelaksanaan tugas-tugas pelayanan di bidang pemerintahan

dan pembangunan serta meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

Lokasi penelitian merupakan lokasi yang terdapat orangutan yang

terisolasi di ladang-ladang milik masyarakat. Hal ini dikarenakan kawasan

tersebut dikelilingi perkebunan sawit dan faktor lain yang memungkinkan

orangutan untuk tidak dapat melewati hingga ke hutan alam.

Kondisi Fisik

Geografi

Kecamatan Batang Serangan yang secara geografi terletak antara

03°00’000”-11°00’000” lintang utara dan 59°00’000”- 78°00’000” bujur timur.

Kecamatan ini terbagi atas tujuh wilayah desa/kelurahan. Salah satunya adalah

Desa Kwala Musam dengan luas 203,72 Km² atau 21% dari luas Kecamatan

(42)

• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sawit Seberang

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bahorok

• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Stabat dan Hinai

• Sebelah barat berbatasan dengan Nanggroe Aceh Darussalam

(BPS Kabupaten Langkat, 2007).

Topografi

Daerah Kabupaten Langkat dibedakan atas 3 bagian. Bagian-bagian

tersebut antara lain : pesisir pantai dengan ketinggian 0-4 meter di atas permukaan

laut, dataran rendah dengan ketinggian 0-30 meter di atas permukaan laut, dataran

tinggi dengan ketinggian 30-1200 meter di atas permukaan laut

(Bainfokomsumut, 2007). Sedangkan letak Kecamatan Batang Serangan 11 meter

diatas permukaan laut (BPS Kabupaten Langkat, 2007).

Iklim

Iklim di wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator

iklim sebagai berikut : musim kemarau : Februari sampai dengan Agustus dan

musim hujan : September sampai dengan Januari. Curah hujan rata-rata dikawasan

tersebut adalah 3.268 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 112-168 hari/tahun.

Suhu rata-rata 28ºC-30ºC (Bainfokomsumut, 2007).

Tanah

Jenis-jenis tanah yang berada di Kabupaten Langkat antara lain :

sepanjang pantai terdiri dari jenis tanah Aluvial, yang sesuai untuk jenis tanaman

(43)

hidromofil kelabu dan plarosal, dataran tinggi jenis tanah podsolid berwarna

merah kuning (Pemkab Langkat, 2007).

Sosial Ekonomi

Penggunaan lahan di Desa Kwala Musam adalah lahan pertanian 20.233,2

Ha dan lahan bukan pertanian 18,2 Ha. Jumlah penduduk di desa ini adalah 6.004

jiwa dengan kepadatan penduduk 29%. Tenaga kerja di Desa Kwala Musam yaitu

pertanian 865 orang, industri 41 orang, perdagangan 179 orang, angkutan 13

orang, dan konstruksi 2 orang (BPS Kabupaten Langkat, 2007). Desa Kwala

Musam terdiri dari 10 dusun yaitu Aman Damai, Bandar Pulo, Cinta Kasih, Karya

Kasih, Kuta Tengah, Lubuk Patimah, Namu Tualah, Sampan Getek, Sei Pasir, dan

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Makan

Pengambilan data aktivitas harian untuk mengetahui persentase aktivitas makan

dari tiap individu orangutan (P. abelii) dilakukan mulai dari keluar sarang pada pagi hari

sekitar pukul 06.00-07.00 dan berakhir saat selesai membuat sarang sore hari sekitar

pukul 17.30-19.00. Untuk orangutan betina merupakan betina dewasa yang mempunyai

anak, sedangkan orangutan jantan adalah jantan pra-dewasa dilihat dari bentuk fisiknya

[image:44.595.116.503.398.519.2]

(Lampiran 3), dan karakteristik orangutan jantan dan betina disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik orangutan (P. abelii) jantan dan betina

Nama

orangutan Jenis kelamin

Estimasi taraf perkembangan

Ciri fisik

Gober Betina ( ♀ ) Dewasa Bulu berwarna coklat kebih terang dan

kurus

Buda Jantan ( ♂ ) Pra-dewasa Wajah dan rambut berwarna gelap

Menurut Galdikas (1978), jantan pra-dewasa estimasi umurnya 10-15 tahun dengan

berat 30-50 kg, sifat morfologi wajah gelap, bantalan pipi dan kantung leher mulai

berkembang, lebih besar dari betina dewasa tetapi lebih kecil dari jantan dewasa.

Orangutan jantan pra-dewasa memiliki tingkah laku selalu berpasangan dengan betina

dan sangat sosial.

Selama waktu penelitian lapangan, individu yang berhasil diamati adalah seekor

betina dewasa dengan masa pengamatan sekitar 50 jam atau 5 hari dan seekor jantan

(45)

pengamatan ini dikarenakan beberapa faktor teknis maupun non-teknis, seperti

perubahan musim buah yang mengakibatkan sulit ditemukannya orangutan, aktivitas

manusia yang bersifat mengganggu, dan kendala lapangan. Oleh karena itu agar

perbandingan data dapat seimbang dilakukan perbandingan antara persentase frekuensi

[image:45.595.114.513.298.380.2]

dari masing-masing aktivitas harian untuk masing-masing orangutan disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8 Aktivitas harian orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu pengamatan

Nama orangutan

Aktivitas harian

M F R S N

Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %

Buda ( ♂ ) 302 31,9 388 41 198 20,9 41 4,3 17 1,8

Gober ( ♀ ) 316 19,6 720 44,7 554 34,4 0 0 20 1,2

Keterangan : M = Moving (bergerak), F = Feeding (makan), S = Social (sosial), R = Resting

(istirahat), N = Nesting (bersarang), Fr = frekuensi, % = persentase.

Hampir setengah dari rata-rata seluruh aktivitas harian orangutan selama waktu

pengamatan di lokasi penelitian adalah aktivitas makan. Aktivitas makan orangutan

jantan dan betina lebih banyak dibandingkan dengan aktivitas harian lainnya seperti

istirahat, bergerak pindah, bersarang dan sosial. Untuk aktivitas harian yang paling

sedikit dilakukan orangutan jantan adalah bersarang (1,8%) dan untuk betina adalah

sosial (0%) yang artinya tidak ada kegiatan sosial selama masa pengamatan. Pada fokal

jantan ditemukan adanya aktivitas sosial dengan orangutan betina lainnya. Hal ini

diketahui pada saat pengamatan orangutan jantan selalu mengikuti betina. Dari data

penelitian Fakhrurradhi (1998) di Suaq Balimbing Taman Nasional Gunung Leuser, Isa

(2000) di Stasiun Penelitian Ketambe, dan Galdikas (1978) di Suaka Tanjung puting

Kalimantan Tengah, aktivitas harian orangutan didaerah tersebut didominasi aktivitas

(46)

daerah ladang masyarakat relatif sama dengan aktivitas makan di hutan alam Ketambe,

hutan rawa Suaq Balimbing dan hutan Kalimantan Tengah.

Untuk persentase waktu makan orangutan jantan dan betina selama

[image:46.595.114.519.272.357.2]

pengamatan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Waktu makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu

pengamatan

Nama orangutan

Waktu makan hari ke- Rata-rata

waktu makan

I II III IV V

Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %

Buda(♂) 110 41,2 149 43,8 129 38,1 - - - - 388 41

Gober(♀) 150 53,2 120 36,7 146 45,3 126 37,1 178 52,5 720 44,7

Keterangan : Fr = frekuensi, % = persentase.

Persentase waktu makan orangutan jantan tertinggi adalah pada hari pertama

pengamatan (41,2%), sedangkan yang terendah adalah hari ketiga (38,1%). Pada saat

pengamatan Buda hari ketiga persentase aktivitas harian yang tertinggi adalah jalan.

Persentase waktu makan betina tertinggi adalah hari pertama (53,2%) dan persentase

terendah adalah hari kedua (36,7%) karena lebih banyak istirahat. Jika dilihat dari

persentase waktu makan total orangutan betina lebih banyak daripada jantan. Hasil

penelitian Mackinnon (1978) dalam Fakhrurradhi (1998) bahwa variasi iklim/musim dan

ketersediaan sumber pakan buah akan mempengaruhi aktivitas harian orangutan. Pada

umumnya orangutan banyak menggunakan waktu makannya di pagi dan sore hari

sebelum membuat sarang sore/malam dan beristirahat disiang hari. Namun pada saat

pengamatan Buda, pada hari kedua aktivitas jalan lebih banyak. Faktor yang

mempengaruhinya adalah adanya kegiatan manusia yaitu pengusiran yang membuat

Buda merasa terganggu dan pergi menjauhi gangguan tersebut. Data aktivitas harian

(47)

Hasil perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji Mann-Whitney dalam

pengujian satu arah dengan taraf nyata 0,05 diperoleh

u

hitung (

u

=6) lebih besar

daripada

u

tabel (

u

=1) maka Ho diterima. Kesimpulannya bahwa tidak ada perbedaan

yang nyata antara waktu makan jantan dan betina. Untuk perhitungan uji

Mann-Whitney dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil penelitian Rodman di Kutai tahun 1973 menyimpulkan jantan

menggunakan waktu makan yang lebih banyak daripada betina, karena jantan dewasa

lebih besar dua kali dari betina dewasa sehingga jantan dewasa memerlukan bahan

untuk energi lebih banyak. Namun Galdikas tidak mendukung hipotesis tersebut.

Menurut Galdikas, tidak ada perbedaan yang nyata dalam lama rata-rata aktivitas harian

antara orangutan jantan dan betina (Galdikas, 1978).

Persentase aktivitas terbesar Gober setelah makan adalah istirahat sedangkan

Buda adalah bergerak. Persentase istirahat mempunyai nilai yang besar dikarenakan

sedikitnya jenis dan jumlah makanan yang terdapat didaerah Gober dan dia sedang sakit

pada penglihatannya yang diindikasi dengan adanya kegiatan meraba sebelum

melakukan gerakan oleh orangutan tersebut sehingga dia lebih banyak istirahat.

Persentase bergerak memiliki nilai yang besar pada Buda karena Buda merupakan jantan

pra-dewasa yang banyak mengikuti betina. Ukuran tubuh Buda dan Gober hampir sama.

Menurut Galdikas (1978), jantan pra-dewasa memiliki tingkah laku yang sangat sosial

dan hal yang mempengaruhi aktivitas orangutan adalah keberadaan sumber pakan,

ukuran tubuh, masa kehamilan, dan menyusui pada betina dewasa dan tingkat

dominansi antar individu.

(48)

Jenis pakan yang dimakan orangutan jantan dan betina berbeda-beda.

Keanekaragaman jenis pakan di lokasi ditemukan orangutan jantan lebih banyak jika

dibandingkan dengan lokasi ditemukan orangutan betina. Perbedaan ini dikarenakan

terjadi perubahan musim buah di dua lokasi tersebut. Lokasi ditemukan dan daerah

jelajah Buda memiliki lebih banyak jenis pohon yang berbuah terutama pohon hutan

seperti malucabang (Trema sp), beringin (Ficus sp), kayu minyak (Artocarpus sp), luingan

(Ficus sp), aren (Arenga pinnata) dan kedondong hutan (Termelia copelandii). Lokasi

ditemukan dan daerah jelajah Gober tidak ditemukan pohon hutan maupun pohon buah

hasil budidaya masyarakat yang sedang berbuah. Daerah jelajah Gober lebih kecil

dibandingkan Buda dikarenakan saat pengamatan Gober sedang sakit pada

penglihatannya.

Kecepatan makan per bagian yang dibandingkan dengan jenis pakan yang sama

[image:48.595.114.513.490.664.2]

antara orangutan jantan dan betina disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina

Jenis pakan Nama latin Bagian Kecepatan makan/bagian (dtk)

Buda (jantan) Gober (betina)

Karet Hevea Brasiliensis Kulit 30 30

Karet Hevea Brasiliensis Biji 70 59

Luingan Ficus sp Daun 14 29

Cempedak Artocarpus champeden Kulit 135 100

Bobi Artocarpus sp Kulit 86 71

Jenis pakan dengan waktu makan paling lama untuk satu bagian adalah kulit cempedak

(Artocarpus champeden) yaitu sekitar 100-135 detik, sedangkan jenis pakan yang paling

(49)

makan untuk semua jenis pakan yang dimakan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Perbedaan waktu makan ini dipengaruhi ukuran pakan, bagian yang dimakan dan cara

makan.

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji Mann-Whitney dengan

pengujian satu arah dan taraf nyata 0,05 diketahui bahwa

u

hitung (

u

= 11,5) lebih

besar daripada u tabel (

u

= 4), sehingga Ho diterima. Kesimpulannya tidak ada

perbedaan kecepatan makan antara jantan dan betina diterima. Hal ini berarti

kecepatan makan Buda dan Gober dapat dikatakan sama, dengan hasil perhitungan uji

Mann-Whitney dapat dilihat pada Lampiran 9. Hal ini karena perilaku makan orangutan

jantan dan betina adalah sama, seperti perilaku saat memakan kulit kayu, daun dan biji

karet (Hevea brasiliensis).

Untuk bagian kulit, orangutan menggigit kulit kayu kemudian menarik dan

langsung memakan bagian dalam yang lunak ataupun mengunyah kulit kayu dan

menghisap sari-sari pakan tersebut dan membuang ampasnya. Bagian kulit kayu yang

dimakan oleh orangutan adalah bagian yang mengandung sari-sari pakan dan kambium.

Besar atau kecilnya ukuran bagian kulit kayu yang dimakan tergantung kepada besarnya

gigitan orangutan dan jenis kulit kayu yang dimakan. Untuk bagian daun, khususnya

luingan (Ficus sp), orangutan mengambil daun tersebut dan memakannya satu per satu

dan terkadang langsung dua sampai 3 helai daun untuk sekali mengunyah. Untuk buah

seperti malucabang (Trema sp) yang berukuran kecil, orangutan memakan satu persatu

buah tersebut dan membuang bagian kulit buahnya bersamaan dengan ludahnya. Untuk

kayu minyak (Artocarpus sp) memakan satu persatu dan membuang bijinya, sedangkan

(50)

kulitnya terlebih dahulu. Untuk biji seperti karet (Hevea brasiliensis) membuka

cangkangnya dan kulit buahnya dan memakan bijinya.

Data sekunder hasil transek pohon yang berbuah oleh peneliti Gail Angela

Campbell-Smith yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 pada bulan Juni dan Juli

dapat disimpulkan terjadi perubahan musim buah di dua lokasi tersebut. Untuk lokasi

ditemukan orangutan jantan yaitu daerah Cinta Kasih dan Penghijauan dan betina yaitu

daerah Kilang Alay terdapat juga perbedaan komposisi pohon pakan yang berbuah. Data

mengenai perbedaan atau perubahan pohon pakan yang berbuah yang dilakukan sejak

tahun 2007 dan 2008 pada musim Juni dan Juli dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil

wawancara dengan masyarakat, perubahan musim itu dikarenakan terjadinya

perubahan iklim yang mengakibatkan bunga yang dihasilkan oleh beberapa pohon

menjadi rontok atau gugur.

Waktu makan dan frekuensi jumlah aktivitas makan untuk masing-masing

[image:50.595.116.506.528.723.2]

bagian tumbuhan yang dimakan berbeda-beda disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan

Bagian

Waktu makan (dtk)

Frekuensi: jumlah aktivitas makan

Persentase dari seluruh waktu

makan

Persentase dari seluruh aktivitas

makan

Buah 26887 248 23,8 23,2

Biji 8054 51 7,1 4,8

Daun 8637 72 7,6 6,7

Kulit kayu 69378 699 61,4 65,3

(51)

Waktu makan kulit kayu mempunyai persentase tertinggi untuk waktu makan yaitu

61,4% dari total waktu makan 112956 detik dan 65,3% untuk jumlah waktu makan dari

total frekuensi aktivitas harian. Waktu makan yang terendah adalah biji yaitu 7,1% dan

4,8% untuk jumlah waktu makan dari total frekuensi aktivitas harian. Komposisi pakan

dan waktu makan ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Meijaard et al. (2001). Data

mengenai waktu makan orangutan jantan dan betina berdasarkan bagian tanaman

dapat dilihat pada Lampiran 8.

Perbedaan ini dikarenakan pada saat penelitian sedang tidak musim buah

dikarenakan faktor perubahan iklim. Walaupun demikian untuk pohon hutan dan

beberapa pohon budidaya masyarakat seperti jengkol (Pithecellobium lobatum) dan

petai (Parkia speciosa) masih ditemukan adanya buah, sehingga persentase untuk buah

memiliki jumlah tertinggi setelah kulit kayu. Menurut Knott et al. (2000) orangutan akan

memakan banyak kulit kayu dan daun pada saat kekurangan buah. Perilaku memakan

kulit kayu dilakukan oleh Gober selama waktu pengamatan, karena tidak ditemukan

adanya buah yang dimakan maupun pohon yang berbuah disekitar lokasinya.

Ketersediaan Pakan

Analisis vegetasi dilakukan di dua lokasi ditemukan orangutan dengan banyak

petak ukur adalah sembilan petak ukur yang digunakan dengan metode petak tunggal

dengan menggunakan kurva area jenis (species area curve) dengan luas petak 20 m x

180 m (Lampiran 10). Dari petak ukur tersebut ditemukan 12 spesies tumbuhan dan

yang merupakan pakan orangutan terdiri dari 10 jenis tumbuhan yang merupakan pakan

orangutan yaitu luingan (Ficus sp), karet (Hevea brasiliensis), jering (Pithecellobium

(52)

(Artocarpus sp), ganjangurat (Semicarpus sp), petai (Parkia speciosa), malucabang

(Trema sp), durian (Durio zibethinus). Hasil analisis kuantitatif tumbuhan untuk

kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) dapat dilihat pada

Lampiran 11. Hasil analisis vegetasi untuk indeks nilai penting (INP) dan indeks

keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat pertumbuhan semai, pancang,

[image:52.595.111.510.390.753.2]

tiang, dan pohon disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Indeks nilai penting untuk masing-masing jenis dan indeks keanekara-

gaman jenis pada tingkatan tumbuhan

Tingkat pertumbuhan

Nama tumbuhan Nama Latin INP

(%)

Shannon-Wiener

Semai Luingan Ficus sp 50 0,32

Karet Hevea brasiliensis 125 0,25

Jering Pithecellobium jiringa 25 0,23

Total 200 0,80

Pancang Karet Hevea brasiliensis 200 0

Total 200 0

Tiang Karet Hevea brasiliensis 282,64 0,0363

Alban Vitex pubescens 17,36 0,1220

Total 300 0,1583

Pohon Karet Hevea brasiliensis 162,13 0,2449

Bobi Artocarpus sp 29,63 0,1914

Terempinis Payena sp 29,06 0,1914

(53)

Terep Artocarpus sp 5,78 0,0538

Jering Pithecellobium jiringa 5,15 0,0538

Ganjangurat Semicarpus sp 5,78 0,0538

Langsat hutan Lansium domesticum 5,78 0,0538

Petai Parkia speciosa 5,15 0,0538

Malucabang Trema sp 15,42 0,0538

Durian Durio zibethinus 13,44 0,0906

Total 300 1,1885

Komposisi tumbuhan di ladang masyarakat Kecamatan Batang Serangan Desa

Kwala Musam, memperlihatkan bahwa indeks nilai penting (INP) untuk tingkat semai,

pancang, tiang dan pohon adalah sama. INP tertinggi untuk keempat tingkat

pertumbuhan tersebut adalah karet (Hevea brasiliensis). Hal ini berarti karet memiliki

kelimpahan yang tinggi pada lokasi tersebut, banyak ditemukan dan mendominasi jenis

tanaman di daerah habitat orangutan. Faktor utama tingginya nilai INP karet karena

lokasi tersebut merupakan ladang masyarakat yang merupakan kebun karet masyarakat

yang pengelolaannya masih sederhana. Sedangkan nilai INP terendah untuk tingkat

semai adalah jering (Pithecellobium jiringa), tiang adalah alban (Vitex pubescens) dan

tingkat pohon adalah jering (Pithecellobium jiringa) dan petai (Parkia speciosa). Pada

tingkat pancang, nilai INP adalah 200% yang artinya pada petak ukur pancang hanya

ditemukan 1 spesies yaitu karet (Hevea brasiliensis).

Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat semai

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran.
Tabel 1  (lanjutan)
Gambar 2  Perbandingan persentase sumber makanan orangutan.
Gambar 3  Petak contoh.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diterangkan bahwa individu yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan bertanggung jawab untuk mencari solusi dari tugas maupun permasalahan, merancang ulang dengan

dibandingkan dengan verbal semata. 19 Kelebihan media gambar di bandingkan media tulis yaitu lebih efisien dan mempersingkat waktu pengajaran. b) Gambar dapat mengatasi

dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 2) Bahwa Bank Permata bertanggung jawab atas akibat hukum dalam perjanjian. jual beli piutang dan akta cessie antara Silver

Untuk mengetahui apakah faktor pengisian mangkuk dan frekwensi pemuatan bak alat angkut tersebut masih sesuai dengan yang direncanakan berdasarkan catalog pabrik pembuat alat,

Hasil penelitian setelah dilakukan terapi realaksasi nafas dalam terhadap kualitas tidur lansia pada kelompok eksperimen, tingkat kualitas tidur lanjut usia terlihat

Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan yang satu dengan putusan Hakim yang

CIDR menggunakan VLSM (Variable-Length Subnet Masks) untuk mengalokasikan alamat IP sesuai dengan kebutuhannya, daripada menggunakan mengikuti aturan-aturan

[r]