PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)
DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT
(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)
SYARIFAH LIA ANDRIATY
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)
DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT
(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)
SKRIPSI
Oleh :
SYARIFAH LIA ANDRIATY 041201021/MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
PERILAKU MAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)
DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
KEBERADAANNYA DI LADANG MASYARAKAT
(Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)
SKRIPSI
Oleh :
SYARIFAH LIA ANDRIATY 041201021/MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat)
Nama : Syarifah Lia Andriaty
NIM : 041201021
Jurusan : Kehutanan
Program Studi : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Pindi Patana, S.Hut, M.Sc
Ketua Anggota
Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si
Mengetahui,
Ketua Departemen
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul penelitian ini adalah
Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat
terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan
Batang Serangan Kab. Langkat). Orangutan yang menjadi subjek penelitian
merupakan orangutan liar yang berada di ladang masyarakat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Said Adnan dan Ibunda Darmiaty beserta keluarga atas semua
dukungan.
2. Sumatran Orangutan Society-Orangutan Information Center (SOS-OIC) dan
Orangutan Republik Education Initiative (OUREI) atas dukungannya
sekaligus sponsorship penelitian ini.
3. Pindi Patana, S.Hut, M.Sc dan Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si selaku komisi
pembimbing.
4. Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.Si selaku Ketua Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara beserta staf pengajar.
5. Gail A.Campbell-Smith dan orang-orang di Dusun Cinta Kasih dan Sampan
Getek yang telah membantu di lokasi penelitian.
6. Teman-teman kampus seperjuangan yaitu Rosmawati, Mira, Umai, Febi,
Fahmi, Berkat, Azis, Elindra, Ari dan semua mahasiswa Kehutanan USU.
7. Teman-teman yang turut memberikan motivasi yaitu Alendo, Lani, Eka,
8. Orang-orang yang membantu dalam setiap masalah, Bang Kurniawansyah,
Bang Erwin, Bang Said A.Zaki, Mas Didik, dan Bang Hubert.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan oleh karena itu
penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, September 2008
ABSTACT
SYARIFAH LIA ANDRIATY. Feeding Behavior of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) and People Perception on Their Existence in Community Field (A Case Study in Subdistrict of Batang Serangan, Langkat District). Under Academic Supervision of PINDI PATANA and MA’RIFATIN ZAHRA.
Orangutan (Pongo abelii) found in subdistrict of Batang Serangan, Langkat District, is living in community field dominated by rubber trees (Hevea brasiliensis). Then orangutans destroyed and feeding the community crops.
This field research has been conducted since June 2008 until August 2008. The objective would be compare the feeding time and feeding rate between male and female orangutans and the availability of feed, and to explain the perception of peoples on existence of orangutans in the region.
The observation used the focal animal smpling method, and recording of feeding time data was instantaneous in two minutes, and feeding rate was by ad libitum. To know the availability of feed, singular plot method based on species area curve was used. To know the perception of people, the purposive sampling interview was conducted. Data analysis of feeding activity dan feeding rate used the Mann-Whitney test, for availability of feed the important value index and diversity of Shannon-Wiener, and for analysis of interview data the descriptive analysis was made.
The result of research indicated that the feeding activity and feeding rate of female orangutan and male orangutan there was no significant difference. The availability of feed in the area has important value index in seedlings (125%), saplings (200%), poles (282,64%), and trees (162,13%), dominated by species of rubber (Hevea brasiliensis). For diversity index of Shannon-Wiener in seedlings (0,8), saplings (0), poles (0,1583), and trees (1,1885), was generally low. The conclusion of interview result was that people did not support the existence of orangutans in the area and preferred displacing the orangutans to natural habit.
ABSTRAK
SYARIFAH LIA ANDRIATY. Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan MA’RIFATIN ZAHRA.
Orangutan (Pongo abelii) yang terdapat di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat adalah orangutan yang hidup di ladang masyarakat yang didominasi oleh pohon karet (Hevea brasiliensis). Hal ini mengakibatkan orangutan merusak dan memakan tanaman masyarakat.
Penelitian lapangan ini dilakukan selama bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008. Tujuannya untuk membandingkan waktu makan dan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina dan mengetahui ketersediaan pakan serta menjelaskan pandangan/persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan di kawasan tersebut.
Metode pengamatan orangutan menggunakan focal animal sampling, sedangkan untuk pencatatan data waktu makan secara instantaneous per dua menit sedangkan kecepatan makan secara ad libitum. Untuk mengetahui ketersediaan pakan menggunakan metode petak tunggal berdasarkan kurva area jenis. Untuk mengetahui persepsi masyarakat menggunakan metode wawancara secara purposive sampling. Analisis data aktivitas makan dan kecepatan makan menggunakan uji Mann-Whitney, untuk ketersediaan pakan menggunakan indeks nilai penting (INP) dan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, sedangkan untuk analisis data wawancara menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas makan dan kecepatan makan antara orangutan (P. abelii) betina dan jantan tidak ada perbedaan yang nyata. Ketersediaan pakan di kawasan tersebut memiliki indeks nilai penting pada tingkat semai (125%), pancang (200%), tiang (282,64%), dan pohon (162,13%) didominasi oleh spesies karet (Hevea brasiliensis). Untuk indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat semai (0,80), pancang (0), tiang (0,1583), dan pohon (1,1885), pada umumnya adalah rendah. Kesimpulan hasil wawancara adalah masyarakat tidak mendukung keberadaan orangutan di kawasan tersebut dan lebih menginginkan pemindahan orangutan ke habitat hutan alam.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRACT ... iii
ABSTRAK ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
Kerangka Pemikiran ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
AnatomiOrangutan (P. abelii) ... 6
Klasifikasi Orangutan (P. abelii) ... 7
Kondisi dan Penurunan Habitat ... 8
Fragmentasi Habitat ... 9
Perilaku Orangutan (P. abelii) ... 10
Makanan dan Aktivitas Makan ... 12
Daya Dukung Habitat ... 15
METODE PENELITIAN ... 16
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
Alat dan Bahan Penelitian ... 16
Metode Penelitian ... 17
Pengumpulan Data ... 17
Aktivitas Makan ... 17
Kecepatan Makan ... 19
Ketersediaan Pakan ………... 19
Persepsi Masyarakat ... 21
Analisis Data ... 22
Aktivitas Makan ... 22
Kecepatan Makan ... 23
Ketersediaan Pakan ………... 24
Persepsi Masyarakat ... 25
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26
Uraian Singkat Lokasi Penelitian ... 26
Kondisi Fisik ... 26
Geografi ... 26
Iklim ... 27
Tanah ... 27
Sosial Ekonomi ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 29
Aktivitas Makan ……….. 29
Kecepatan Makan ... 32
Ketersediaan Pakan ………... 36
Persepsi Masyarakat ……… 39
KESIMPULAN DAN SARAN ……… 43
Kesimpulan ……….. 43
Saran ……… 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Golongan zat gizi dan fungsi utama ... 12 2. Persentase waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai golongan
/jenis makanan ... 14 3. Aktivitas harian orangutan (P. abelii) ... 22 4. Waktu makan orangutan (P. abelii) betina dan jantan ... 22 5. Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina ... 23 6. Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan ... 23 7. Karakteristik orangutan (P. abelii) jantan dan betina ... 29 8. Aktivitas harian orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu
pengamatan ... 30 9. Waktu makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu
pengamatan ... 31 10.Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan
betina …………... 33 11.Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan …………... 35 12.Indeks nilai penting untuk masing-masing jenis dan indeks keanekara-
gaman jenis pada tingkatan tumbuhan ………... 37
13.Nama tumbuhan dan bagian tumbuhan yang dimakan orangutan(P.abelii) 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran ... 5
2. Perbandingan persentase sumber makanan orangutan ... 14
3. Petak contoh ... 20
4. Kurva area jenis ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian Orangutan (P. abelii) Kecamatan Batang Serangan 47
2. Kuesioner Wawancara ... 48
3. Foto Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 49
4. Aktivitas Harian Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 50
5. Perhitungan Uji Mann-Whitney untuk Waktu Makan Antara Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 51
6. Kecepatan Makan Orangutan (P. abelii) Berdasarkan Jenis Makanan ... 52
7. Lokasi Pohon Makanan yang Berbuah ………... 53
8. Waktu Makan Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina Berdasarkan Bagian Tanaman ………. 54
9. Perhitungan Uji Mann-Whitney untuk Kecepatan Makan Antara Orangutan (P. abelii) Jantan dan Betina ... 55
10.Data Kurva Area Spesies ……… 56
11.Hasil Analisis Kuantitatif Tumbuhan ………. 57
12.Tabulasi Hasil Wawancara ………. 58
13.Foto Orangutan (P. abelii) dan Ladang Masyarakat ... 60
ABSTACT
SYARIFAH LIA ANDRIATY. Feeding Behavior of Sumatran Orangutan (Pongo abelii) and People Perception on Their Existence in Community Field (A Case Study in Subdistrict of Batang Serangan, Langkat District). Under Academic Supervision of PINDI PATANA and MA’RIFATIN ZAHRA.
Orangutan (Pongo abelii) found in subdistrict of Batang Serangan, Langkat District, is living in community field dominated by rubber trees (Hevea brasiliensis). Then orangutans destroyed and feeding the community crops.
This field research has been conducted since June 2008 until August 2008. The objective would be compare the feeding time and feeding rate between male and female orangutans and the availability of feed, and to explain the perception of peoples on existence of orangutans in the region.
The observation used the focal animal smpling method, and recording of feeding time data was instantaneous in two minutes, and feeding rate was by ad libitum. To know the availability of feed, singular plot method based on species area curve was used. To know the perception of people, the purposive sampling interview was conducted. Data analysis of feeding activity dan feeding rate used the Mann-Whitney test, for availability of feed the important value index and diversity of Shannon-Wiener, and for analysis of interview data the descriptive analysis was made.
The result of research indicated that the feeding activity and feeding rate of female orangutan and male orangutan there was no significant difference. The availability of feed in the area has important value index in seedlings (125%), saplings (200%), poles (282,64%), and trees (162,13%), dominated by species of rubber (Hevea brasiliensis). For diversity index of Shannon-Wiener in seedlings (0,8), saplings (0), poles (0,1583), and trees (1,1885), was generally low. The conclusion of interview result was that people did not support the existence of orangutans in the area and preferred displacing the orangutans to natural habit.
ABSTRAK
SYARIFAH LIA ANDRIATY. Perilaku Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaannya di Ladang Masyarakat (Studi Kasus di Kecamatan Batang Serangan Kab. Langkat). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan MA’RIFATIN ZAHRA.
Orangutan (Pongo abelii) yang terdapat di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat adalah orangutan yang hidup di ladang masyarakat yang didominasi oleh pohon karet (Hevea brasiliensis). Hal ini mengakibatkan orangutan merusak dan memakan tanaman masyarakat.
Penelitian lapangan ini dilakukan selama bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008. Tujuannya untuk membandingkan waktu makan dan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina dan mengetahui ketersediaan pakan serta menjelaskan pandangan/persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan di kawasan tersebut.
Metode pengamatan orangutan menggunakan focal animal sampling, sedangkan untuk pencatatan data waktu makan secara instantaneous per dua menit sedangkan kecepatan makan secara ad libitum. Untuk mengetahui ketersediaan pakan menggunakan metode petak tunggal berdasarkan kurva area jenis. Untuk mengetahui persepsi masyarakat menggunakan metode wawancara secara purposive sampling. Analisis data aktivitas makan dan kecepatan makan menggunakan uji Mann-Whitney, untuk ketersediaan pakan menggunakan indeks nilai penting (INP) dan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, sedangkan untuk analisis data wawancara menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas makan dan kecepatan makan antara orangutan (P. abelii) betina dan jantan tidak ada perbedaan yang nyata. Ketersediaan pakan di kawasan tersebut memiliki indeks nilai penting pada tingkat semai (125%), pancang (200%), tiang (282,64%), dan pohon (162,13%) didominasi oleh spesies karet (Hevea brasiliensis). Untuk indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat semai (0,80), pancang (0), tiang (0,1583), dan pohon (1,1885), pada umumnya adalah rendah. Kesimpulan hasil wawancara adalah masyarakat tidak mendukung keberadaan orangutan di kawasan tersebut dan lebih menginginkan pemindahan orangutan ke habitat hutan alam.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan salah satu dari anggota Pongidae yang mempunyai hubungan
kekerabatan dengan tiga kera besar lainnya yaitu bonobo afrika (Pan paniscus),
simpanse (Pan troglodytes), dan gorila (Pan gorilla) (Meijaard et al., 2001).
Orangutan terbagi menjadi dua anak jenis yaitu orangutan kalimantan (Pongo
pygmaeus) dan orangutan sumatera (Pongo abelii). Orangutan sumatera (P. abelii)
hanya terdapat di Pulau Sumatera khususnya bagian utara Pulau Sumatera
(Supriatna dan Edy, 2000). Hal ini yang menjadikan orangutan sumatera (P.
abelii) sebagai salah satu satwa endemik di Pulau Sumatera.
Orangutan adalah satwa yang cerdas, kuat, primata besar, dan hidup
semisoliter yang tinggal di pohon. Pakan orangutan stabil meliputi buah-buahan
dan biji-bijian, tetapi orangutan juga dapat makan pakan seperti kulit batang,
daun, dan serangga untuk bertahan hidup pada waktu kekurangan pakan. Sarang
tidur yang baru selalu dibangun dari cabang dan daun setiap menjelang malam
(Nellemann et al., 2007). Orangutan adalah satwa yang bersifat frugivora
(Galdikas, 1978), dan hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa pakan
pokok orangutan adalah buah. Pada umumnya buah-buahan yang berdaging
lembek, berbiji, termasuk buah berbiji tunggal, dan buah beri merupakan jumlah
yang paling tinggi komposisi pada pakan orangutan (Meijaard et al., 2001).
Kondisi hutan di Indonesia mengalami penurunan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas hasil hutan dan lahan. Penyebab penurunan tersebut
dikarenakan adanya kegiatan seperti penebangan, perambahan dan alih guna lahan
Nellemann et al. (2007), ada tiga faktor utama yang terjadi sejak tahun 1990-an
yang mempengaruhi tingkat penurunan habitat orangutan yaitu tingkat kerusakan
dan penebangan yang semakin meningkat, perkembangan dari perkebunan sawit
yang sering dilakukan dengan cara mengeringkan hutan rawa gambut yang
mengakibatkan penurunan habitat orangutan yang lebih lanjut, dan pertumbuhan
kelangkaan dari akses kayu berharga yang semakin meningkat luas dari
penebangan liar di Taman Nasional. Kerusakan hutan memiliki dampak yang
negatif terhadap kelestarian dan keanekaragaman hayati flora dan satwa. Dengan
rusaknya kawasan hutan sebagai habitat dan sumber pakan orangutan mendorong
penurunan populasi orangutan. Menurut Nellemann et al. (2007), populasi
orangutan sangat berdampak ketika habitatnya (hutan) dirusak atau ditebang, tidak
hanya dikarenakan orangutan sering dibunuh untuk memperoleh dagingnya
maupun untuk melindungi tanaman yang akan panen. Dan ketika hutan dikonversi
menjadi perkebunan sawit (Elaeis guineensis) atau tanaman lainnya, akan
berdampak serius dengan orangutan yang kelaparan. Sehingga tidak jarang terjadi
perusakan ladang, kebun, maupun lahan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan
pakan orangutan.
Orangutan (P. abelii) yang berada dikawasan Kecamatan Batang Serangan
Kabupaten Langkat merupakan orangutan (P. abelii) yang tinggal di
ladang-ladang masyarakat karena kawasan tersebut merupakan kawasan yang telah
terisolasi dari hutan karena dikelilingi oleh perkebunan sawit. Kondisi ini
menyebabkan orangutan sering masuk dan merusak tanaman masyarakat terutama
terhadap aktivitas makan dan kecepatan makan orangutan (P. abelii) serta persepsi
masyarakat tentang keberadaan orangutan tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membandingkan aktivitas makan berdasarkan aktivitas harian orangutan (P.
abelii) jantan dan betina di ladang masyarakat.
2. Membandingkan kecepatan makan dari orangutan (P. abelii) jantan dan betina
yang menjadi objek pengamatan
3. Menjelaskan ketersediaan pakan orangutan (P. abelii) di ladang masyarakat.
4. Menjelaskan persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan sumatera (P.
abelii) liar di ladang masyarakat.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Tidak ada perbedaan waktu makan antara orangutan jantan dan betina.
2. Tidak ada perbedaan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai perilaku makan
orangutan (P. abelii) liar yang berada di kawasan yang terfragmentasi yaitu
2. Mendapatkan informasi tentang persepsi masyarakat terhadap keberadaan
orangutan (P. abelii) sehingga dapat dicari alternatif pemecahan masalah dan
strategi konservasi orangutan (P. abelii).
Kerangka Pemikiran
Orangutan (P. abelii) yang berada di Kecamatan Batang Serangan
merupakan orangutan yang hidup di habitat yang terfragmentasi atau terisolasi
dari kawasan hutan dan hidup di ladang masyarakat. Kawasan tersebut terjadi
karena adanya perkebunan sawit disekitarnya. Oleh karena itu, orangutan (P.
abelii) memiliki keterbatasan untuk memperoleh sumber pakan yang pada
umumnya dimakan oleh orangutan yang hidup alami di hutan alam. Menurut
Fakhrurradhi (1998) orangutan yang berada di Suaq Balimbing menghabiskan
73% untuk mengkonsumsi buah sedangkan menurut Galdikas (1978) orangutan
kalimantan adalah 61%.
Dengan terjadinya habitat yang terisolasi, hal ini yang mendorong untuk
dilakukannya pengamatan terhadap perilaku orangutan (P. abelii) berdasarkan sex
class yaitu jantan dan betina dari segi aktivitas makan serta kecepatan makan.
Selain perilaku makan perlu juga diketahui mengenai pakan orangutan (P. abelii)
dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan orangutan di ladang-ladang mereka.
Hak Pengusahaan Hutan Perambahan/perladangan
Habitat Orangutan Illegal logging
Hutan alam Perkebunan Fragmentasi habitat Ladang masyarakat
Pengumpulan data (primer)
Masyarakat Vegetasi Orangutan
Persepsi masyarakat Analisis keanekaragaman jenis Perilaku dan kecepatan (Wawancara) (Nilai penting, Shannon-Wiener) makan (Focal animal sampling)
Tinggi Rendah
Analisis kualitatif
deskriptif Analisis statistik non-parametrik
Mendukung Tidak
Perbandingan kecepatan Perbandingan aktivitas makan jantan dan betina makan jantan dan betina
Preferensi pakan (jenis, frekuensi, waktu)
Rekomendasi
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Orangutan (P. abelii)
Orangutan sumatera (P. abelii) memiliki penampilan rambut yang lebih
terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan (P. pygmaeus), warna
rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang (Supriatna dan Edy, 2000), dan jika
dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang
halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan
kadang berujung hitam di bagian luarnya (Meijaard et al., 2001). Pada bagian
wajah orangutan sumatera (P. abelii) terkadang memiliki rambut putih, rambut
orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut
orangutan kalimantan (P. pygmaeus) yang kasar dan jarang-jarang (Galdikas,
1978).
Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang
berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa
warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh
orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina (Supriatna dan Edy, 2000).
Berat badan betina orangutan sumatera (P. abelii) maupun kalimantan (P.
pygmaeus) rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan jantan orangutan
sumatera (P. abelii) rata 66 kg dan orangutan kalimantan (P. pygmaeus)
rata-rata 73 kg (Galdikas, 1978). Menurut Supriatna dan Edy (2000), pada jantan
mempunyai kantung suara yang berfungsi mengeluarkan seruan panjang
(longcall). Seruan panjang ialah suara orangutan yang dikeluarkan dan dapat
pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting dalam
reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan kalimantan (P. pygmaeus)
terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta terdengar memukau dan
menakutkan (Galdikas, 1978).
Klasifikasi Orangutan (P. abelii)
Jones et al. (2004) mengklasifikasi primata berdasarkan tiga tingkatan
taksonomi yaitu :
1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan
secara terang-terangan.
2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di daerah
tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah
kemungkinan benar.
3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti dan
memerlukan investigasi lebih lanjut.
Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan sumatera diklasifikasikan menjadi:
Kelas : Mammalia
Bangsa : Primata
Anak bangsa : Anthropoidea
Famili : Hominoidea
Subfamili : Pongidae
Genus : Pongo
Kondisi dan Penurunan Habitat
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu sama
lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan tropis merupakan habitat dari orangutan
yang kelestariannya harus tetap terjaga. Menurut Daniel et al. (1995) hutan tropis
adalah bentuk yang paling tinggi perkembangannya dan paling kompleks dengan
daun lebar yang selalu hijau dengan proporsi dan kerapatan yang tinggi,
kelembaban selalu tinggi, dan dengan curah hujan tahunan tersebar merata dan
paling sedikit mencapai 1800-2000 mm.
Orangutan hidup pada hutan tropis dataran rendah, rawa-rawa dan
terkadang dapat ditemukan pada hutan perbukitan yang dapat mencapai
ketinggian 1500 meter dpl. Orangutan sumatera memiliki persebaran yang
terbatas, hanya dapat dijumpai di Sumatera bagian utara sampai ke Aceh, dan dari
hasil survei terbaru diperkirakan ada di Sumatera Utara dan Riau bagian Utara
(Supriatna dan Edy, 2000). Orangutan hidup di dataran rendah dengan kepadatan
populasi antara ketinggian 200-400 meter dpl, dan di daerah Sumatera orangutan
terkadang dapat ditemukan di ketinggian lebih dari 1500 meter dpl. Habitat yang
optimal bagi orangutan paling sedikit mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi
sungai dan dataran tinggi kering yang berdekatan (Meijaard et al., 2001).
Hasil dari kombinasi data-data yang diperoleh dan citra satelit
menunjukkan tingkat penurunan populasi orangutan dan habitatnya diperkirakan
sekitar 30% hanya beberapa tahun terakhir. Ada tiga faktor utama yang terjadi
Pertama, tingkat kerusakan dan penebangan yang semakin meningkat. Tingkat
perusakan pada akhir tahun 1990-an adalah 1,5 % atau 20.000 km2 setiap
tahunnya di Indonesia, yang terjadi terutama pada wilayah Sumatera dan dataran
rendah Kalimantan. Kedua, perkembangan dari perkebunan kelapa sawit yang
sering dilakukan dengan cara mengeringkan hutan rawa gambut yang
mengakibatkan penurunan habitat orangutan yang lebih lanjut. Perkembangan
perkebunan sering menggunakan api dengan penjalaran, yang selanjutnya
mengakibatkan penurunan habitat yang tersedia. Ketiga, pertumbuhan kelangkaan
dari akses kayu berharga yang semakin meningkat luas dari penebangan liar di
Taman Nasional (Nellemann et al., 2007). Penurunan dari kayu atau pohon yang
terdapat di hutan mempunyai pengaruh terhadap orangutan terutama dalam hal
pohon sebagai sumber penghasil makanan dan sebagai tempat bersarangnya
orangutan.
Dengan adanya penurunan dan kerusakan habitatnya mengakibatkan
penurunan populasi orangutan. Menurut Nellemann et al. (2007), dari perkiraan
yang diperoleh hanya ada 7300 orangutan sumatera (P. abelii) yang dapat
ditemukan pada hutan atau alam liar dan orangutan sumatera (P. abelii)
diklasifikasikan ke dalam terancam punah oleh IUCN (International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources).
Fragmentasi Habitat
Fragmentasi merupakan penyebab utama hilangnya sejumlah besar spesies
(Elisa, 2000). Fragmentasi habitat adalah pengurangan luas atau terbaginya habitat
menjadi areal-areal yang sempit (MENLH, 2008). Salah satunya adalah kondisi
pergerakan tertentu dalam usaha individu maupun populasi untuk mendapatkan
sumberdaya yang diperlukan agar dapat bertahan hidup dan berkembang biak
(Alikodra, 2002). Namun disaat kondisi habitat yang tidak memungkinkan dan
kondisi tersebut terjadi terus menerus dan berlangsung lama, ruang lingkup
pergerakan satwa liar menjadi sempit.
Dampak fragmentasi pada satwa lair khususnya spesies adalah :
pengurangan jumlah individu, pengurangan ukuran populasi karena individu
terbatas pada fragmen kecil, isolasi spasial populasi sisa. Sedangkan dampak
genetik dari fragmentasi adalah : kehilangan diversitas genetik, perubahan dalam
struktur antarpopulasi, peningkatan kawin kerabat (inbreeding). Fragmentasi
menyebabkan kepunahan spesies di dalam populasi lokal. Oleh karena itu usaha
untuk menjaga atau memulihkan spesies pada bentang alam (landscape) yang
terfragmentasi adalah mengurangi kesempatan untuk kepunahan atau
meningkatkan kesempatan untuk rekolonisasi dengan peningkatan dan perluasan
habitat populasi lokal (Elisa, 2000).
Perilaku Orangutan (P. abelii)
Orangutan pada umumnya bersifat individu atau soliter dan pada saat
tertentu dapat hidup berdampingan dengan individu yang lain, seperti saat
reproduksi dan induk betina dengan anak yang belum mandiri. Orangutan bersifat
arboreal yaitu menghabiskan hidupnya dipepohonan dengan bergelantungan dari
dahan satu ke dahan lain dengan menggerakkan anggota tubuhnya. Dan orangutan
selalu membuat sarang untuk tidur menjelang malam (Supriatna dan Edy, 2000).
Sifat arboreal ini dikarenakan untuk menghindari pemangsa seperti harimau
(2006) tujuan dari pembuatan sarang malam adalah sebagai tempat istirahat dan
perlindungan terhadap predator malam.
Berdasarkan Basalamah (2006) aktivitas harian dari orangutan berdasarkan
pencatatan data untuk aktivitas harian yang dijadikan sebagai Point Sampel
dilakukan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan, yaitu :
1. Makan : meliputi seluruh waktu yang digunakan untuk memilih, memegang,
mengambil dan sebelum memasukkan makanan ke mulut.
2. Istirahat : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu orangutan dengan
relatif tidak melakukan kegiatan dalam periode waktu tertentu baik di dalam
maupun di luar sarang seperti merebahkan diri, duduk, berdiri maupun
menggantung.
3. Bergerak pindah : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target
dalam melakukan gerak berpindah dari satu cabang pohon ke cabang lainnya
ataupun dari satu tempat ke tempat lain.
4. Sosial : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam
melakukan kontak dengan individu lain. Beberapa kategori yang dimasukkan
ke dalam aktivitas sosial antara lain : pengusiran (agonistik), bermain
(playing), mengutui (grooming) dan reproduksi.
5. Bersarang : meliputi seluruh waktu yang digunakan individu target dalam
membuat sarang, yaitu mematahkan daun/dahan, membawa dan menyusun
daun/dahan sampai jadi bentuk sarang.
Suatu wilayah dapat digunakan oleh beberapa orangutan dengan sungguh
bermacam-macam pola jelajah. Hal ini di interpretasikan oleh beberapa pengamat
penetap, pendatang, dan pengembara. Data dari orangutan yang ada di kawasan
Ketambe, yang merupakan salah satu habitat asli orangutan, jumlah persentase
orangutan sebagai penetap adalah diatas 60% dari populasi, 30% adalah
pendatang, dan 10% adalah pengembara. Perilaku jelajah mungkin dapat
dijelaskan dalam terminologi yang sangat luas dari daerah jelajah, salah satunya
adalah yang digunakan terus-menerus daripada yang lainnya, tergantung pada
perbedaan sosial dan faktor ekologi/lingkungan. Perbedaan antara populasi
orangutan dalam perilaku jelajah mungkin dikendalikan oleh sumber daya alam
(Caldecott dan Lera, 2005).
Jumlah individu satwa liar yang dapat hidup di suatu tempat ditentukan
oleh kemampuan daya dukung habitat. Untuk orangutan, daya dukung habitat
ditentukan oleh produktivitas tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu
tepat dan sebagai tempat peristirahatan yang aman (Meijaard et al., 2001).
Produktivitas tumbuhan yang menghasilkan buah yang bersifat musiman juga
berpengaruh terhadap perilaku makan serta perilaku jelajah dari orangutan.
Makanan dan Aktivitas Makan
Makanan dapat berasal dari bahan padat maupun cair yang dapat
dikonsumsi. Pangan adalah bahan-bahan yang dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian
jaringan tubuh yang rusak (Suhardjo et al., 1986). Pada makanan terdapat zat-zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Golongan zat gizi dan fungsi utama
Zat Gizi Fungsi
Tabel 1 (lanjutan)
Zat Gizi Fungsi
Protein Memberikan bahan untuk pertumbuhan, pembentukan jaringan, pemeliharaan Vitamin Mengatur proses metabolisme
Mineral Membantu dalam pembentukan jaringan tubuh dan proses metabolisme Air Menyediakan cairan tubuh
*Sumber : Suhardjo et al. (1986)
Satwa liar memerlukan energi untuk proses-proses metabolisme dasar dan
tambahan kalori untuk melakukan aktivitas hariannya. Kuantitas dan kualitas
makanan yang diperlukan satwa liar berbeda-beda berdasarkan jenis, perbedaan
kelamin, kelas umur, fungsi fisiologis, musim, cuaca dan kondisi geografis
(Alikodra, 2002).
Orangutan adalah satwa yang bersifat frugivora (Galdikas, 1978), dan
hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa makanan pokok orangutan
adalah buah. Pada umumnya buah-buahan yang berdaging lembek, berbiji,
termasuk buah berbiji tunggal, dan buah beri merupakan jumlah yang paling
tinggi komposisi pada makanan orangutan. Pola makan ini yang mempengaruhi
kondisi biologis dan cara hidup serta perilaku pergerakan orangutan. Dari
komposisi persentase waktu makan dan jenis makanan orangutan, buah sekitar
60%, daun 25%, kulit batang 15%, serangga 10%, dan yang lainnya 2% seperti
yang ditunjukkan Gambar 1 (Meijaard et al., 2001). Untuk primata seperti
simpanse, orangutan dan siamang mengkonsumsi semut dan rayap (serangga)
untuk mendapatkan asam amino penting yang tidak diperoleh dari tumbuhan
Komposisi makanan Orangutan Buah 60% Daun 25% Kulit batang 15% Serangga 10% Lain-lain 2%
Gambar 2 Perbandingan persentase sumber makanan orangutan.
Berdasarkan Galdikas (1978), aktivitas makan adalah waktu yang dipakai
seekor orangutan untuk menggapai, mengolah, mengekstraksi,
memegang-megang, mengunyah dan menelan makanan pada satu sumber makanan. Dalam
penelitian di Suaka Tanjung Puting selama 4 tahun, waktu makan buah
merupakan 61% dari seluruh waktu makan (Tabel 2).
Tabel 2 Persentase waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai golongan/jenis makanan
Jenis
makanan Waktu makan
Frekuensi: jumlah aktivitas makan Persentase dari seluruh waktu makan Persentase dari seluruh aktivitas makan Jam:menit Menit
Buah 2.318:16 139.096 5.045 60,9 44,5
Bunga 149:10 8.950 218 3,9 1,9
Daun 558:27 33.507 2.615 14,7 23,1
Kulit kayu 434:52 26.092 1.286 11,4 11,3
Rayap 163:49 9.829 539 4,3 4,8
Jamur (fungus) 2:55 175 31 kecil sekali 0,3
Makanan lain 138:26 8.306 1.373 3,6 12,1
Tidak diketahui 38:44 2.324 231 1,0 2,0
Jumlah 3.804:39 228.279 11.338 100,0 100,0
*Sumber : Galdikas (1978)
Buah adalah salah satu sumber pangan yang paling dominan bagi
orangutan. Menurut Meijaard et al. (2001) untuk habitat orangutan, persentase
jenis seperti pohon, liana, dan ara pencekik (Ficus spp), yang menghasilkan buah
menghasilkan buah dan selain itu keanekaragaman jenis yang berbuah tiap bulan
harus melebihi 11%.
Daya Dukung Habitat
Daya dukung habitat adalah kemampuan suatu wilayah untuk dapat
menampung sejumlah satwa liar. Pada kondisi wilayah yang memiliki jumlah
satwa yang masih sedikit, besarnya persaingan di antara individu sangat kecil.
Faktor lain yang menentukan daya dukung habitat adalah faktor kesejahteraan
yang ditinjau dari aspek yaitu kebutuhan dasar dan aspek kualitas dan kuantitas
habitatnya. Struktur habitat yang diperlukan oleh satwa liar seperti kebutuhan
dasar, tipe habitat, faktor kesejahteraan yang spesifik dan komponen
faktor-faktor kesejahteraan (Alikodra, 2002).
Penurunan daya dukung habitat dapat menyebabkan pergerakan dari satwa
liar. Salah satu pergerakan tersebut adalah migrasi. Menurut Alikodra (2002),
migrasi merupakan pola adaptasi perilaku yang dilakukan oleh beberapa jenis
satwa liar yang tergantung pada keadaan, waktu penyebab lainnya. Migrasi pada
umumnya dilakukan untuk memperoleh makanan dan perkembangbiakan. Pada
beberapa satwa liar, migrasi untuk memperoleh makanan sehingga terkadang
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah ladang masyarakat yang berada di Desa Kwala
Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
(Lampiran 1). Lokasi penelitian merupakan ladang atau lahan agroforestriyang
didominasi tanaman karet yang terisolasi karena dikelilingi perkebunan sawit
sehingga orangutan (P. abelii) yang berada di kawasan tersebut tidak dapat ke
kawasan hutan yang merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Lokasi
penelitian merupakan lokasi penelitian Gail Angela Campbell-Smith dari Kent
University yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang.
Pengambilan data sekunder dimulai dari bulan Februari sampai dengan
September. Sedangkan pengambilan data primer atau penelitian lapangan
dilaksanakan dimulai dari bulan Juni 2008 sampai dengan Agustus 2008.
Pengamatan terhadap orangutan betina adalah 5 hari dan jantan adalah 3 hari.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini antara lain :
1. Binokuler
2. Kamera digital
3. Jam tangan digital
4. Tabulasi data
5. Alat tulis
6. Pita ukur
8. Senter
9. Kompas
10.GPS (Global Positioning System)
11.Kuesioner wawancara
12.Tali rafia
13.Kalkulator.
Objek pengamatan (fokal) adalah orangutan (P. abelii) liar di lokasi
penelitian sebagai bahan penelitian yang dilakukan perbandingan berdasarkan
jenis kelamin (sex class) yaitu jantan dan betina.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berdasarkan :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian yang dicatat dalam
tabulasi data.
2. Data sekunder
Data yang diperoleh dari peneliti Gail Angela Campbell-Smith, buku-buku,
literatur, jurnal-jurnal dan sumber-sumber pustaka lainnya.
Aktivitas Makan
Metode yang digunakan dalam pengambilan data untuk mengetahui
aktivitas makan orangutan adalah focal animal sampling yaitu dengan mengikuti
aktivitas individu mulai dari bangun dari sarang di pagi hari sampai membuat
secara instantaneous, yaitu dengan mencatat setiap perilaku individu per dua
menit pada tabulasi data. Metode pencatatan tersebut dimungkinkan karena sifat
aktivitas orangutan yang lambat baik dalam pergerakan maupun perilaku lainnya
(Altman (1974), dalam Basalamah 2006).
Prosedur umum untuk mengikuti aktivitas harian orangutan :
1. Mencatat nama fokal (objek pengamatan), tanggal, dan cuaca pada tabulasi
data.
2. Kegiatan di catat setiap 2 menit sekali dan aktivitas dicatat apabila dilakukan
selama lebih dari lima detik.
3. Untuk kegiatan yang bersamaan dilakukan maka mengikuti peraturan yaitu
mengutamakan aktivitas sosial, bergerak, makan, dan istirahat.
Data yang dicatat untuk aktivitas harian terhadap orangutan dewasa
tersebut dilakukan sesuai dengan batas yang telah ditentukan, yaitu :
1. Bergerak pindah (M = moving) : yaitu kegiatan bergerak biasanya diantara
pohon yang berlangsung lebih dari 5 detik dan tidak sedang makan.
2. Istirahat (R = resting) : termasuk kegiatan duduk atau tidur dalam sarang.
3. Makan (F = feeding) : yaitu waktu yang dipakai seekor orangutan untuk
menggapai, mengolah, mengekstraksi, memegang-megang, mengunyah dan
menelan makanan pada satu sumber makanan.
4. Membuat sarang (N = nesting) : yaitu seluruh waktu yang digunakan individu
target dalam membuat sarang, yaitu mematahkan daun/dahan, membawa dan
menyusun daun/dahan sampai jadi bentuk sarang.
5. Sosial (S = Social) : yaitu interaksi sosial, yang terbagi menjadi kategori
bergerak (agak cepat, sering diulang yang sama, dan biasanya tidak pergi
kemana-kemana), bermain sendiri termasuk main-main dengan objek (cabang,
makanan).
Kecepatan Makan
Metode yang digunakan dalam pengambilan data untuk mengetahui
kecepatan makan orangutan adalah focal animal sampling secara ad libitum
(Altman (1974), dalam Basalamah 2006).
Cara kerja untuk kecepatan makan antara lain :
1. Untuk kecepatan makan cara pengambilan datanya sama dengan aktivitas
harian atau pada kegiatan fokal dengan waktu makan harus sama.
2. Mencatat nama fokal dan waktu makan.
3. Mencatat kecepatan makan meliputi data jenis pohon, jenis makanan,
banyaknya makanan, dan lamanya waktu makan.
4. Jenis pakan diidentifikasi, untuk buah dihitung perbuah atau per biji, untuk
daun per helai, sedangkan untuk kulit batang per bagian.
Ketersediaan Pakan
Analisis vegetasi menggunakan metode petak tunggal dengan ukuran
petak ditentukan berdasarkan kurva area jenis (species area curve) dengan
menggunakan ukuran kuadrat (Michael, 1994). Penggunaan metode ini karena
kawasan tersebut merupakan kawasan ladang masyarakat yang memiliki vegetasi
vegetasi relatif sama. Prosedur di lapangan untuk melakukan mengetahui ukuran
minimal luas petak contoh adalah :
1. Dibuat petak contoh pertama ukuran 20 x 20 m² dan dicatat jumlah jenisnya.
Petak contoh diperluas dua kali sebagai petak contoh kedua mengikuti garis
rintis menjadi 20 x 40 m², dan dicatat jenis yang ada dan dikumulatifkan dari
petak contoh pertama (Gambar 3).
40 m
10 m 20 m
5 m 10 m
2 m
2 m 5 m
[image:35.595.209.423.251.584.2]20 m
Gambar 3 Petak contoh.
2. Perluasan petak contoh dihentikan bila kenaikan jumlah jenis tidak berarti,
atau kenaikan jumlah jenis tidak lebih dari 10% (Kusmana, 1997).
3. Kurva daerah spesies dibuat dengan alur jumlah spesies (sumbu y) terhadap
satu titik dan titik tersebut menyatakan ukuran minimal kuadrat dalam
pengambilan sampel (Gambar 4).
Jumlah spesies 50
30
10 .
2 4 8 16 32 Daerah kuadrat (m)
[image:36.595.163.437.162.323.2]Keterangan : Ukuran minimum kuadrat ditandai dengan panah. Garis putus-putus adalah kurva daerah spesies.
Gambar 4 Kurva area jenis.
Ukuran minimal kuadrat tersebut merupakan ukuran petak tunggal yang
akan digunakan untuk analisis vegetasi untuk tingkatan semai (2 x 2) m, pancang
(5 x 5) m, tiang (10 x 10) m dan pohon (20 x 20) m.
Persepsi Masyarakat
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan metode
purposive sampling. Menurut Singarimbun dan Sofian (1989), purposive sampling
adalah metode pengambilan sampel yang bersifat tidak acak, dan sampel dipilih
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Interviewee adalah pemilik
lahan yang mewakili dari Desa Kwala Musam yaitu Dusun Cinta Kasih dan
Dusun Sampan Getek dengan bentuk pertanyaan bersifat terbuka dengan
Analisis Data
Aktivitas Makan
Hasil dari data aktivitas harian yang diperoleh dari pengamatan dilakukan
pengolahan dalam bentuk persentase yang dapat disajikan pada Tabel 3 dan untuk
[image:37.595.111.511.264.342.2]Waktu makan orangutan jantan dan betina disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3 Aktivitas harian orangutan (P. abelii)
Nama orangutan
Aktivitas harian
M F R S N
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
Keterangan : M = Moving (bergerak), F = Feeding (makan), S = Social (sosial), R = Resting (istirahat), N = Nesting (bersarang), Fr = frekuensi, % = persentase.
Tabel 4 Waktu makan orangutan (P. abelii) betina dan jantan
Nama orang-utan
Waktu makan hari ke- Rata-rata
waktu makan
I II III IV V
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
Keterangan : Fr = frekuensi, % = persentase.
Analisis data aktivitas makan yang diperoleh akan menggunakan uji statistik
non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney, dengan rumus :
u
1 = n1.n2 + n1(n1+1) – R1 atauu
2 = n2.n1 + n2(n2+1)2 2
– R2
Ho : Tidak ada perbedaan waktu makan antara orangutan jantan dan betina.
H1 : Ada perbedaan waktu makan antara orangutan jantan dan betina.
[image:37.595.114.521.414.495.2]
Kecepatan Makan
Hasil yang diperoleh untuk kecepatan makan merupakan perbandingan
kecepatan makan antara orangutan jantan dan orangutan betina yang disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina
Jenis makanan Nama latin Bagian Kecepatan makanan/bagian (detik)
Jantan Betina
Analisis kecepatan makan akan menggunakan uji statistik non-parametrik
Mann-Whitney dengan melihat perbandingan antara orangutan jantan dan betina,
dengan rumus :
u
1 = n1.n2 + n1(n1+1) – R1 atauu
2 = n2.n1 + n2(n2+1)2 2
– R2
Ho : Tidak ada perbedaan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina.
H1 : Ada perbedaan kecepatan makan antara orangutan jantan dan betina.
u
hitung >u
tabel = Ho diterima, dan jikau
hitung <u
tabel = Ho ditolak dan H1 diterima.Data jenis makanan yang diperoleh dari aktivitas makan dan kecepatan
makan ditabulasikan kedalam Tabel 6.
Tabel 6 Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan
Jenis makanan
Waktu makan (detik)
Frekuensi: jumlah aktivitas makan
Persentase dari seluruh waktu
makan
Persentase dari seluruh aktivitas
Ketersediaan Pakan
Analisis ketersediaan pakan dapat ditentukan dengan menghitung nilai
penting yang digunakan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang menguasai
lokasi penelitian, untuk memperoleh gambaran kelimpahan makanan orangutan
yang berasal dari vegetasi baik semai, pancang, tiang maupun pohon. Berdasarkan
Alikodra (2002), nilai nisbi kerapatan, dominansi, serta frekuensinya dapat
digabungkan menjadi satu nilai penting (importance value) yang dapat ditentukan
dengan rumus :
Kerapatan = Jumlah individu
Lokasi yang dirisalah
Kerapatan relatif = Kerapatan jumlah jenis
(KR) Kerapatan keseluruhan dari semua jenis
x 100%
Dominansi = Jumlah seluruh luas bidang dasar
Lokasi yang dirisalah
Dominansi relatif = Dominansi suatu jenis
(DR) Dominansi keseluruhan dari semua jenis
x 100%
Frekuensi = Jumlah dimana terdapat berbagai jenis
Jumlah semua petak yang dirisalah
Frekuensi relatif = Nilai frekuensi dari satu jenis
(FR) Nilai frekuensi keseluruhan nilai semua jenis
x 100%
Indeks nilai penting (INP) tingkat semai dan pancang = KR + FR
Indeks nilai penting (INP) tingkat tiang dan pohon = KR + FR + DR
Menurut Michael (1994), keanekaragaman jenis dalam komunitas di
hitung menggunakan rumus Shannon-Wiener : (H’) = -∑ (pi ln pi)
Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman
pi = proporsi nilai penting ke-i (pi = ni/N)
ln = logaritma natural
N = jumlah individu semua jenis
Persepsi Masyarakat
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dianalisis dengan
KONDISI UMUM
Uraian Singkat Lokasi Penelitian
Kecamatan Batang Serangan yang berada di Kabupaten Langkat terbentuk
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1999 mengenai Pembentukan 13
(tiga belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli
Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Labuhan Batu, dan Langkat dalam
wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Pembentukan kecamatan
tersebut karena menimbang dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan
volume kegiatan pemerintahan dan pembangunan di wilayah kabupaten sehingga
untuk memperlancar pelaksanaan tugas-tugas pelayanan di bidang pemerintahan
dan pembangunan serta meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
Lokasi penelitian merupakan lokasi yang terdapat orangutan yang
terisolasi di ladang-ladang milik masyarakat. Hal ini dikarenakan kawasan
tersebut dikelilingi perkebunan sawit dan faktor lain yang memungkinkan
orangutan untuk tidak dapat melewati hingga ke hutan alam.
Kondisi Fisik
Geografi
Kecamatan Batang Serangan yang secara geografi terletak antara
03°00’000”-11°00’000” lintang utara dan 59°00’000”- 78°00’000” bujur timur.
Kecamatan ini terbagi atas tujuh wilayah desa/kelurahan. Salah satunya adalah
Desa Kwala Musam dengan luas 203,72 Km² atau 21% dari luas Kecamatan
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sawit Seberang
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bahorok
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Stabat dan Hinai
• Sebelah barat berbatasan dengan Nanggroe Aceh Darussalam
(BPS Kabupaten Langkat, 2007).
Topografi
Daerah Kabupaten Langkat dibedakan atas 3 bagian. Bagian-bagian
tersebut antara lain : pesisir pantai dengan ketinggian 0-4 meter di atas permukaan
laut, dataran rendah dengan ketinggian 0-30 meter di atas permukaan laut, dataran
tinggi dengan ketinggian 30-1200 meter di atas permukaan laut
(Bainfokomsumut, 2007). Sedangkan letak Kecamatan Batang Serangan 11 meter
diatas permukaan laut (BPS Kabupaten Langkat, 2007).
Iklim
Iklim di wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator
iklim sebagai berikut : musim kemarau : Februari sampai dengan Agustus dan
musim hujan : September sampai dengan Januari. Curah hujan rata-rata dikawasan
tersebut adalah 3.268 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 112-168 hari/tahun.
Suhu rata-rata 28ºC-30ºC (Bainfokomsumut, 2007).
Tanah
Jenis-jenis tanah yang berada di Kabupaten Langkat antara lain :
sepanjang pantai terdiri dari jenis tanah Aluvial, yang sesuai untuk jenis tanaman
hidromofil kelabu dan plarosal, dataran tinggi jenis tanah podsolid berwarna
merah kuning (Pemkab Langkat, 2007).
Sosial Ekonomi
Penggunaan lahan di Desa Kwala Musam adalah lahan pertanian 20.233,2
Ha dan lahan bukan pertanian 18,2 Ha. Jumlah penduduk di desa ini adalah 6.004
jiwa dengan kepadatan penduduk 29%. Tenaga kerja di Desa Kwala Musam yaitu
pertanian 865 orang, industri 41 orang, perdagangan 179 orang, angkutan 13
orang, dan konstruksi 2 orang (BPS Kabupaten Langkat, 2007). Desa Kwala
Musam terdiri dari 10 dusun yaitu Aman Damai, Bandar Pulo, Cinta Kasih, Karya
Kasih, Kuta Tengah, Lubuk Patimah, Namu Tualah, Sampan Getek, Sei Pasir, dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Makan
Pengambilan data aktivitas harian untuk mengetahui persentase aktivitas makan
dari tiap individu orangutan (P. abelii) dilakukan mulai dari keluar sarang pada pagi hari
sekitar pukul 06.00-07.00 dan berakhir saat selesai membuat sarang sore hari sekitar
pukul 17.30-19.00. Untuk orangutan betina merupakan betina dewasa yang mempunyai
anak, sedangkan orangutan jantan adalah jantan pra-dewasa dilihat dari bentuk fisiknya
[image:44.595.116.503.398.519.2](Lampiran 3), dan karakteristik orangutan jantan dan betina disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Karakteristik orangutan (P. abelii) jantan dan betina
Nama
orangutan Jenis kelamin
Estimasi taraf perkembangan
Ciri fisik
Gober Betina ( ♀ ) Dewasa Bulu berwarna coklat kebih terang dan
kurus
Buda Jantan ( ♂ ) Pra-dewasa Wajah dan rambut berwarna gelap
Menurut Galdikas (1978), jantan pra-dewasa estimasi umurnya 10-15 tahun dengan
berat 30-50 kg, sifat morfologi wajah gelap, bantalan pipi dan kantung leher mulai
berkembang, lebih besar dari betina dewasa tetapi lebih kecil dari jantan dewasa.
Orangutan jantan pra-dewasa memiliki tingkah laku selalu berpasangan dengan betina
dan sangat sosial.
Selama waktu penelitian lapangan, individu yang berhasil diamati adalah seekor
betina dewasa dengan masa pengamatan sekitar 50 jam atau 5 hari dan seekor jantan
pengamatan ini dikarenakan beberapa faktor teknis maupun non-teknis, seperti
perubahan musim buah yang mengakibatkan sulit ditemukannya orangutan, aktivitas
manusia yang bersifat mengganggu, dan kendala lapangan. Oleh karena itu agar
perbandingan data dapat seimbang dilakukan perbandingan antara persentase frekuensi
[image:45.595.114.513.298.380.2]dari masing-masing aktivitas harian untuk masing-masing orangutan disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Aktivitas harian orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu pengamatan
Nama orangutan
Aktivitas harian
M F R S N
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
Buda ( ♂ ) 302 31,9 388 41 198 20,9 41 4,3 17 1,8
Gober ( ♀ ) 316 19,6 720 44,7 554 34,4 0 0 20 1,2
Keterangan : M = Moving (bergerak), F = Feeding (makan), S = Social (sosial), R = Resting
(istirahat), N = Nesting (bersarang), Fr = frekuensi, % = persentase.
Hampir setengah dari rata-rata seluruh aktivitas harian orangutan selama waktu
pengamatan di lokasi penelitian adalah aktivitas makan. Aktivitas makan orangutan
jantan dan betina lebih banyak dibandingkan dengan aktivitas harian lainnya seperti
istirahat, bergerak pindah, bersarang dan sosial. Untuk aktivitas harian yang paling
sedikit dilakukan orangutan jantan adalah bersarang (1,8%) dan untuk betina adalah
sosial (0%) yang artinya tidak ada kegiatan sosial selama masa pengamatan. Pada fokal
jantan ditemukan adanya aktivitas sosial dengan orangutan betina lainnya. Hal ini
diketahui pada saat pengamatan orangutan jantan selalu mengikuti betina. Dari data
penelitian Fakhrurradhi (1998) di Suaq Balimbing Taman Nasional Gunung Leuser, Isa
(2000) di Stasiun Penelitian Ketambe, dan Galdikas (1978) di Suaka Tanjung puting
Kalimantan Tengah, aktivitas harian orangutan didaerah tersebut didominasi aktivitas
daerah ladang masyarakat relatif sama dengan aktivitas makan di hutan alam Ketambe,
hutan rawa Suaq Balimbing dan hutan Kalimantan Tengah.
Untuk persentase waktu makan orangutan jantan dan betina selama
[image:46.595.114.519.272.357.2]pengamatan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Waktu makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina selama waktu
pengamatan
Nama orangutan
Waktu makan hari ke- Rata-rata
waktu makan
I II III IV V
Fr % Fr % Fr % Fr % Fr % Fr %
Buda(♂) 110 41,2 149 43,8 129 38,1 - - - - 388 41
Gober(♀) 150 53,2 120 36,7 146 45,3 126 37,1 178 52,5 720 44,7
Keterangan : Fr = frekuensi, % = persentase.
Persentase waktu makan orangutan jantan tertinggi adalah pada hari pertama
pengamatan (41,2%), sedangkan yang terendah adalah hari ketiga (38,1%). Pada saat
pengamatan Buda hari ketiga persentase aktivitas harian yang tertinggi adalah jalan.
Persentase waktu makan betina tertinggi adalah hari pertama (53,2%) dan persentase
terendah adalah hari kedua (36,7%) karena lebih banyak istirahat. Jika dilihat dari
persentase waktu makan total orangutan betina lebih banyak daripada jantan. Hasil
penelitian Mackinnon (1978) dalam Fakhrurradhi (1998) bahwa variasi iklim/musim dan
ketersediaan sumber pakan buah akan mempengaruhi aktivitas harian orangutan. Pada
umumnya orangutan banyak menggunakan waktu makannya di pagi dan sore hari
sebelum membuat sarang sore/malam dan beristirahat disiang hari. Namun pada saat
pengamatan Buda, pada hari kedua aktivitas jalan lebih banyak. Faktor yang
mempengaruhinya adalah adanya kegiatan manusia yaitu pengusiran yang membuat
Buda merasa terganggu dan pergi menjauhi gangguan tersebut. Data aktivitas harian
Hasil perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji Mann-Whitney dalam
pengujian satu arah dengan taraf nyata 0,05 diperoleh
u
hitung (u
=6) lebih besardaripada
u
tabel (u
=1) maka Ho diterima. Kesimpulannya bahwa tidak ada perbedaanyang nyata antara waktu makan jantan dan betina. Untuk perhitungan uji
Mann-Whitney dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil penelitian Rodman di Kutai tahun 1973 menyimpulkan jantan
menggunakan waktu makan yang lebih banyak daripada betina, karena jantan dewasa
lebih besar dua kali dari betina dewasa sehingga jantan dewasa memerlukan bahan
untuk energi lebih banyak. Namun Galdikas tidak mendukung hipotesis tersebut.
Menurut Galdikas, tidak ada perbedaan yang nyata dalam lama rata-rata aktivitas harian
antara orangutan jantan dan betina (Galdikas, 1978).
Persentase aktivitas terbesar Gober setelah makan adalah istirahat sedangkan
Buda adalah bergerak. Persentase istirahat mempunyai nilai yang besar dikarenakan
sedikitnya jenis dan jumlah makanan yang terdapat didaerah Gober dan dia sedang sakit
pada penglihatannya yang diindikasi dengan adanya kegiatan meraba sebelum
melakukan gerakan oleh orangutan tersebut sehingga dia lebih banyak istirahat.
Persentase bergerak memiliki nilai yang besar pada Buda karena Buda merupakan jantan
pra-dewasa yang banyak mengikuti betina. Ukuran tubuh Buda dan Gober hampir sama.
Menurut Galdikas (1978), jantan pra-dewasa memiliki tingkah laku yang sangat sosial
dan hal yang mempengaruhi aktivitas orangutan adalah keberadaan sumber pakan,
ukuran tubuh, masa kehamilan, dan menyusui pada betina dewasa dan tingkat
dominansi antar individu.
Jenis pakan yang dimakan orangutan jantan dan betina berbeda-beda.
Keanekaragaman jenis pakan di lokasi ditemukan orangutan jantan lebih banyak jika
dibandingkan dengan lokasi ditemukan orangutan betina. Perbedaan ini dikarenakan
terjadi perubahan musim buah di dua lokasi tersebut. Lokasi ditemukan dan daerah
jelajah Buda memiliki lebih banyak jenis pohon yang berbuah terutama pohon hutan
seperti malucabang (Trema sp), beringin (Ficus sp), kayu minyak (Artocarpus sp), luingan
(Ficus sp), aren (Arenga pinnata) dan kedondong hutan (Termelia copelandii). Lokasi
ditemukan dan daerah jelajah Gober tidak ditemukan pohon hutan maupun pohon buah
hasil budidaya masyarakat yang sedang berbuah. Daerah jelajah Gober lebih kecil
dibandingkan Buda dikarenakan saat pengamatan Gober sedang sakit pada
penglihatannya.
Kecepatan makan per bagian yang dibandingkan dengan jenis pakan yang sama
[image:48.595.114.513.490.664.2]antara orangutan jantan dan betina disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Perbandingan kecepatan makan orangutan (P. abelii) jantan dan betina
Jenis pakan Nama latin Bagian Kecepatan makan/bagian (dtk)
Buda (jantan) Gober (betina)
Karet Hevea Brasiliensis Kulit 30 30
Karet Hevea Brasiliensis Biji 70 59
Luingan Ficus sp Daun 14 29
Cempedak Artocarpus champeden Kulit 135 100
Bobi Artocarpus sp Kulit 86 71
Jenis pakan dengan waktu makan paling lama untuk satu bagian adalah kulit cempedak
(Artocarpus champeden) yaitu sekitar 100-135 detik, sedangkan jenis pakan yang paling
makan untuk semua jenis pakan yang dimakan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Perbedaan waktu makan ini dipengaruhi ukuran pakan, bagian yang dimakan dan cara
makan.
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji Mann-Whitney dengan
pengujian satu arah dan taraf nyata 0,05 diketahui bahwa
u
hitung (u
= 11,5) lebihbesar daripada u tabel (
u
= 4), sehingga Ho diterima. Kesimpulannya tidak adaperbedaan kecepatan makan antara jantan dan betina diterima. Hal ini berarti
kecepatan makan Buda dan Gober dapat dikatakan sama, dengan hasil perhitungan uji
Mann-Whitney dapat dilihat pada Lampiran 9. Hal ini karena perilaku makan orangutan
jantan dan betina adalah sama, seperti perilaku saat memakan kulit kayu, daun dan biji
karet (Hevea brasiliensis).
Untuk bagian kulit, orangutan menggigit kulit kayu kemudian menarik dan
langsung memakan bagian dalam yang lunak ataupun mengunyah kulit kayu dan
menghisap sari-sari pakan tersebut dan membuang ampasnya. Bagian kulit kayu yang
dimakan oleh orangutan adalah bagian yang mengandung sari-sari pakan dan kambium.
Besar atau kecilnya ukuran bagian kulit kayu yang dimakan tergantung kepada besarnya
gigitan orangutan dan jenis kulit kayu yang dimakan. Untuk bagian daun, khususnya
luingan (Ficus sp), orangutan mengambil daun tersebut dan memakannya satu per satu
dan terkadang langsung dua sampai 3 helai daun untuk sekali mengunyah. Untuk buah
seperti malucabang (Trema sp) yang berukuran kecil, orangutan memakan satu persatu
buah tersebut dan membuang bagian kulit buahnya bersamaan dengan ludahnya. Untuk
kayu minyak (Artocarpus sp) memakan satu persatu dan membuang bijinya, sedangkan
kulitnya terlebih dahulu. Untuk biji seperti karet (Hevea brasiliensis) membuka
cangkangnya dan kulit buahnya dan memakan bijinya.
Data sekunder hasil transek pohon yang berbuah oleh peneliti Gail Angela
Campbell-Smith yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 pada bulan Juni dan Juli
dapat disimpulkan terjadi perubahan musim buah di dua lokasi tersebut. Untuk lokasi
ditemukan orangutan jantan yaitu daerah Cinta Kasih dan Penghijauan dan betina yaitu
daerah Kilang Alay terdapat juga perbedaan komposisi pohon pakan yang berbuah. Data
mengenai perbedaan atau perubahan pohon pakan yang berbuah yang dilakukan sejak
tahun 2007 dan 2008 pada musim Juni dan Juli dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil
wawancara dengan masyarakat, perubahan musim itu dikarenakan terjadinya
perubahan iklim yang mengakibatkan bunga yang dihasilkan oleh beberapa pohon
menjadi rontok atau gugur.
Waktu makan dan frekuensi jumlah aktivitas makan untuk masing-masing
[image:50.595.116.506.528.723.2]bagian tumbuhan yang dimakan berbeda-beda disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Waktu makan yang dihabiskan untuk berbagai bagian pakan
Bagian
Waktu makan (dtk)
Frekuensi: jumlah aktivitas makan
Persentase dari seluruh waktu
makan
Persentase dari seluruh aktivitas
makan
Buah 26887 248 23,8 23,2
Biji 8054 51 7,1 4,8
Daun 8637 72 7,6 6,7
Kulit kayu 69378 699 61,4 65,3
Waktu makan kulit kayu mempunyai persentase tertinggi untuk waktu makan yaitu
61,4% dari total waktu makan 112956 detik dan 65,3% untuk jumlah waktu makan dari
total frekuensi aktivitas harian. Waktu makan yang terendah adalah biji yaitu 7,1% dan
4,8% untuk jumlah waktu makan dari total frekuensi aktivitas harian. Komposisi pakan
dan waktu makan ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Meijaard et al. (2001). Data
mengenai waktu makan orangutan jantan dan betina berdasarkan bagian tanaman
dapat dilihat pada Lampiran 8.
Perbedaan ini dikarenakan pada saat penelitian sedang tidak musim buah
dikarenakan faktor perubahan iklim. Walaupun demikian untuk pohon hutan dan
beberapa pohon budidaya masyarakat seperti jengkol (Pithecellobium lobatum) dan
petai (Parkia speciosa) masih ditemukan adanya buah, sehingga persentase untuk buah
memiliki jumlah tertinggi setelah kulit kayu. Menurut Knott et al. (2000) orangutan akan
memakan banyak kulit kayu dan daun pada saat kekurangan buah. Perilaku memakan
kulit kayu dilakukan oleh Gober selama waktu pengamatan, karena tidak ditemukan
adanya buah yang dimakan maupun pohon yang berbuah disekitar lokasinya.
Ketersediaan Pakan
Analisis vegetasi dilakukan di dua lokasi ditemukan orangutan dengan banyak
petak ukur adalah sembilan petak ukur yang digunakan dengan metode petak tunggal
dengan menggunakan kurva area jenis (species area curve) dengan luas petak 20 m x
180 m (Lampiran 10). Dari petak ukur tersebut ditemukan 12 spesies tumbuhan dan
yang merupakan pakan orangutan terdiri dari 10 jenis tumbuhan yang merupakan pakan
orangutan yaitu luingan (Ficus sp), karet (Hevea brasiliensis), jering (Pithecellobium
(Artocarpus sp), ganjangurat (Semicarpus sp), petai (Parkia speciosa), malucabang
(Trema sp), durian (Durio zibethinus). Hasil analisis kuantitatif tumbuhan untuk
kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) dapat dilihat pada
Lampiran 11. Hasil analisis vegetasi untuk indeks nilai penting (INP) dan indeks
keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat pertumbuhan semai, pancang,
[image:52.595.111.510.390.753.2]tiang, dan pohon disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Indeks nilai penting untuk masing-masing jenis dan indeks keanekara-
gaman jenis pada tingkatan tumbuhan
Tingkat pertumbuhan
Nama tumbuhan Nama Latin INP
(%)
Shannon-Wiener
Semai Luingan Ficus sp 50 0,32
Karet Hevea brasiliensis 125 0,25
Jering Pithecellobium jiringa 25 0,23
Total 200 0,80
Pancang Karet Hevea brasiliensis 200 0
Total 200 0
Tiang Karet Hevea brasiliensis 282,64 0,0363
Alban Vitex pubescens 17,36 0,1220
Total 300 0,1583
Pohon Karet Hevea brasiliensis 162,13 0,2449
Bobi Artocarpus sp 29,63 0,1914
Terempinis Payena sp 29,06 0,1914
Terep Artocarpus sp 5,78 0,0538
Jering Pithecellobium jiringa 5,15 0,0538
Ganjangurat Semicarpus sp 5,78 0,0538
Langsat hutan Lansium domesticum 5,78 0,0538
Petai Parkia speciosa 5,15 0,0538
Malucabang Trema sp 15,42 0,0538
Durian Durio zibethinus 13,44 0,0906
Total 300 1,1885
Komposisi tumbuhan di ladang masyarakat Kecamatan Batang Serangan Desa
Kwala Musam, memperlihatkan bahwa indeks nilai penting (INP) untuk tingkat semai,
pancang, tiang dan pohon adalah sama. INP tertinggi untuk keempat tingkat
pertumbuhan tersebut adalah karet (Hevea brasiliensis). Hal ini berarti karet memiliki
kelimpahan yang tinggi pada lokasi tersebut, banyak ditemukan dan mendominasi jenis
tanaman di daerah habitat orangutan. Faktor utama tingginya nilai INP karet karena
lokasi tersebut merupakan ladang masyarakat yang merupakan kebun karet masyarakat
yang pengelolaannya masih sederhana. Sedangkan nilai INP terendah untuk tingkat
semai adalah jering (Pithecellobium jiringa), tiang adalah alban (Vitex pubescens) dan
tingkat pohon adalah jering (Pithecellobium jiringa) dan petai (Parkia speciosa). Pada
tingkat pancang, nilai INP adalah 200% yang artinya pada petak ukur pancang hanya
ditemukan 1 spesies yaitu karet (Hevea brasiliensis).
Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener pada tingkat semai