• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek kayu di laut dan perubahan sifat fisik dan mekanik serta untuk menentukan kekuatan empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet serta batang kelapa bagian pangkal, tengah dan ujung setelah direndam di laut selama tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu yang direndam di laut selama tiga bulan mendapat serangan penggerek dengan intensitas yang berbeda.Kayu nangka merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut dengan nilai rata-rata intensitas serangan sebesar 0,51% sedangkan kayu karet merupakan kayu yang paling tidak tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut yang ditunjukkan dengan rata-rata intensitas serangan mencapai 68,94%. Serangan penggerek kayu di laut mengakibatkan perubahan sifat fisik dan mekanik sehingga kekuatan kayu juga akan berubah. Kayu rasamala yang semula mempunyai kelas kuat (KK) II berubah menjadi KK III, KK kayu nangka tidak berubah yaitu dengan KK IV, kayu karet mengalami perubahan dari KK III menjadi KK V, batang kelapa bagian pangkal dan tengah mengalami penurunan kelas kuat dari KK IV menjadi KK V, sedangkan batang kelapa bagian ujung tetap memiliki KK terendah yaitu KK V.

Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

(2)

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN SIFAT MEKANIK

BEBERAPA JENIS KAYU

AKIBAT SERANGAN PENGGEREK KAYU LAUT

DI PERAIRAN PULAU RAMBUT

ADITYA NUGROHO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi : Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut

Nama : Aditya Nugroho

NIM : E 24102051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S Drs. Mohammad Muslich, M.Sc

NIP. 131 411 834 NIP. 080 053 301

Diketahui

Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. NIP. 131 430 799

(4)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

nikmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema

yang dipilih dalam penelitian ini adalah perubahan sifat fisik dan sifat mekanik

kayu, dengan judul Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu

Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis haturkan ucapan terima kasih kepada :

Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S dan Drs. Mohammad Muslich, M.Sc selaku pembimbing

yang telah banyak memberikan saran, arahan, nasihat dan bantuan yang sangat

berharga selama pengumpulan data dan proses penulisan hingga tersusunnya

skripsi ini. Tak lupa, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.

Sudarsono Sudomo, M.S dan Dr.Ir. Harnios Arief, M.ScF selaku dosen penguji

dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya

Hutan dan Ekowisata. Segala bantuan, kerjasama, pelajaran, doa, cinta dan kasih

sayang dari Bapak Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi sebagai orang tua, serta

seluruh keluarga dan sahabat (RAMALITA Crew, civitas akademika Fakultas

Kehutanan IPB khususnya keluarga besar DHH) tentunya tak akan pernah

sepenuhnya terbalas, semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat balasan

yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazakumullah khoiron katsiron.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2007

(5)

Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 10 Juni 1984 dari

Ayah Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi. Penulis merupakan putra kedua dari

dua bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Trisula I Blitar pada tahun

1988-1990, penulis melanjutkan pendidikan di SDN Kepanjen Lor II Blitar pada

tahun 1990-1996. Tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Blitar

dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Blitar.

Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan di SMUN 1 Blitar dan

pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk

IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Hasil Hutan , Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor dan Keteknikan Kayu sebagai bidang keahlian.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan

seperti ASEAN Forestry Student Association (AFSA) pada periode 2002-2006

sebagai staff Departemen Pengembangan SDM serta staff Departemen Dana

Usaha, selain itu penulis juga aktif sebagai sekretaris umum pada Himpunan

Mahasiswa Hasil Hutan periode 2005-2006. Pada tahun 2005, penulis mengikuti

Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Timur dan KPH Banyumas Barat

(Jawa Tengah) serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi (Jawa Timur).

Sedangkan pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT.

Austral Byna Plywood, Banjarmasin, Kalimantan Selatan selama dua bulan.

Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi dengan judul “Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Manfaat Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Gambaran Umum Kayu yang Digunakan ... 3

Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu ... 7

Organisme Penggerek Kayu di Laut ... 11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 15

Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan dan Alat... 15

Metode Penelitian ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN... 22

Hasil Uji Sifat Fisik... 22

Hasil Uji Sifat Mekanik ... 37

Intensitas Serangan Penggerek Kayu Di Laut... 53

KESIMPULAN DAN SARAN... 56

Kesimpulan ... 56

Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(7)

No. Halaman

1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa... 4

2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998 ... 6

3. Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut ... 22

4. Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut ... 28

5. Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu... 32

6. Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman ... 32

7. Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 37

8. Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam... 42

9. Hasil Uji-T sifat mekanik empat jenis kayu ... 47

10. Persentase perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman di laut... 48

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pembagian batang kelapa ... 15

2. Contoh uji yang tidak direndam ... 16

3. Contoh uji yang direndam di laut ... 17

4. Contoh uji penghitungan intensitas serangan ... 18

5. Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 24

6. Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 26

7. Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut... 30

8. Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut ... 31

9. Rata-rata kadar air empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman... 35

10. Berat jenis empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman ... 36

11. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut ... 37

12. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut ... 40

13. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu tanpa perendaman di laut... 41

14. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut ... 43

15. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut ... 43

16. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah direndam di laut ... 45

(9)

18. Perbedaan kekuatan lentur empat jenis kayu sebelum dan setelah

perendaman di laut... 51

19. Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu

sebelum dan setelah perendaman di laut ... 52

20. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis

kayu ... 54

21. Rata-rata intensitas serangan penggerek kayu laut pada empat

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data sifat fisik mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman... 60

2. Data sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman ... 61

3. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu rasamala ... 62

4. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu nangka... 63

5. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu karet ... 64

6. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian pangkal... 65

7. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian tengah... 66

8. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian ujung ... 67

9. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 68

10. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 68

11. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 69

12. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 69

13. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu tanpa perendaman ... 69

14. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu tanpa perendaman... 70

15. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis kayu tanpa perendaman ... 70

16. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman... 70

(11)

18. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu dengan

perendaman... 71

19. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu dengan

perendaman... 72

20. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu dengan

perendaman... 72

21. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu dengan

perendaman... 72

22. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis

kayu dengan perendaman ... 73

23. Tabel sidik ragam intensitas serangan penggerek kayu di laut

pada beberapa jenis kayu dengan perendaman... 73

24. Uji lanjutan Duncan intensitas serangan penggerek kayu di laut

pada beberapa jenis kayu dengan perendaman... 73

25. Korelasi antar intensitas serangan dan parameter lainnya pada

empat jenis kayu dengan perendaman ... 74

(12)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan, sekitar 75% dari luas wilayahnya

merupakan lautan. Panjang garis pantai Indonesia kurang lebih 81.000 km atau

sekitar 14% dari panjang garis pantai dunia serta mempunyai luas lautan sekitar

5,8 juta km2. Keadaan geografis yang demikian, menjadikan transportasi perairan laut menjadi vital dalam pemanfaatan sumber daya lautnya. Hingga saat ini,

sarana transportasi dan bangunan di laut yang digunakan masih sangat tergantung

dari bahan baku kayu.

Indonesia yang beriklim tropis dengan keadaan salinitas perairan laut yang

relatif stabil mengakibatkan aktifitas penggerek kayu di laut akan dijumpai

sepanjang tahun. Kayu yang dipakai untuk keperluan di perairan laut dapat

diserang oleh penggerek kayu di laut (marine borers). Muslich dan Sumarni

(1987) menyatakan bahwa sebagian besar jenis-jenis kayu Indonesia yang

direndam di laut di perairan Pantai Utara Jawa dalam waktu tiga bulan sudah

mendapat serangan berat oleh penggerek dari golongan Mollusca yaitu dari famili

Pholadidae dan Teredinidae.

Kebutuhan kayu yang digunakan di laut terus meningkat, sedangkan

ketersediaannya sebagai bahan baku kayu bermutu tinggi atau yang memenuhi

persyaratan sangat terbatas, dengan demikian jenis kayu lain yang kurang dikenal

(lesser known species) harus dapat dimanfaatkan sebagai kayu substitusi. Salah satu usaha yang sedang giat dilakukan adalah pemanfaatan kayu hasil perkebunan

sebagai bahan bangunan, termasuk kayu karet dan batang kelapa.

Tersedianya kayu rakyat dan kayu hasil perkebunan yang dapat direkayasa

sifatnya melalui teknologi diharapkan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin

untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam sebagai pemasok kayu. Dengan

demikian diharapkan terciptanya manajemen hutan lestari.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek

(13)

kelapa setelah direndam di laut selama tiga bulan. Selain itu juga untuk

mengetahui perubahan sifat fisik dan mekanik dari empat jenis kayu tersebut,

sehingga dapat ditentukan kekuatannya setelah direndam di laut selama tiga bulan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk

menentukan penggunaan jenis kayu substitusi yang sesuai dengan sifat kayu yang

dipakai untuk bangunan kelautan. Di samping itu juga untuk mengurangi

ketergantungan jenis kayu tertentu yang selama ini sering dipakai untuk bangunan

kelautan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan peluang untuk

pemanfaatan limbah perkebunan berupa kayu hasil peremajaan dari pohon yang

sudah tidak produktif. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk

memberikan rekomendasi dalam menentukan teknologi yang tepat untuk

diterapkan pada kayu yang digunakan di laut.

Hipotesis Penelitian

1. Empat jenis kayu yang direndam di laut selama tiga bulan mempunyai

intensitas serangan yang berbeda terhadap penggerek kayu di laut

2. Kayu yang telah direndam di laut selama tiga bulan akan menurun

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kayu yang Digunakan

Kayu Kelapa

Sulc (1984) dalam Rohadi (1992) mengatakan bahwa pohon kelapa (Cocos

nucifera Linaeus) termasuk dalam famili Palmae. Sifat-sifat kayu kelapa mendekati sifat-sifat kayu daun lebar. Pendugaan didasarkan pada sistem

klasifikasi, karena keduanya merupakan biji tertutup (Angiospermae).

Struktur dan sifat batang kelapa berbeda dengan struktur dan sifat kayu pada

umumnya. Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan, ciri-ciri tumbuhan berkayu

diantaranya adalah mempunyai jaringan vaskuler, bersifat perennial (hidup

beberapa tahun), mempunyai batang di atas tanah yang hidup dari tahun ke tahun,

dan mengalami penebalan sekunder. Batang kelapa tidak mengalami penebalan

sekunder, oleh karena itu pada bahasan selanjutnya disebut ”batang kelapa” dan

bukan ”kayu kelapa”.

Rachman dan Karnasudirdja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan

bahwa batang kelapa mempunyai sifat khusus yakni bagian luarnya mempunyai

struktur yang keras, sedangkan bagian tengahnya lunak. Hal ini disebabkan karena

penyebaran vascular bundle (kelompok sel-sel serabut) yang jauh lebih rapat pada bagian luar batang, sehingga hanya bagian luar batang yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan sortimen yang baik.

Sifat-sifat khusus batang kelapa yang berbeda dengan sifat kayu daun lebar

harus dipertimbangkan dalam menentukan proses penggergajian. Sifat-sifat

tersebut adalah diameter yang relatif kecil dan struktur batang yang keras di

bagian tepi dan lunak di bagian tengahnya. Perbedaan batang kelapa dengan kayu

daun lebar terletak pada struktur anatominya, perbedaan tersebut dapat dilihat

(15)

Tabel 1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa

Perbedaan Anatomi Parameter

Kayu Daun Lebar. Batang Kelapa

Sel pembuluh

sel-sel pembuluh tersusun secara merata dan simetris pada seluruh permukaan batangnya

sel pembuluh tersebar tidak merata dimana pada bagian pinggir lebih padat daripada bagian tengah Kayu teras dan

gubal

terdapat pembentukan kayu teras di bagian tengah dan kayu gubal di bagian pinggir

tidak terbentuk kayu teras maupun kayu gubal

Lingkaran tahun

terdapat lingkaran tahun yang terbentuk seiring dengan pertambahan diameter batang setiap tahunnya

tidak memiliki lingkaran tahun karena tidak ada pertambahan diameter batang tiap tahunnya

Cabang dan mata kayu

memiliki banyak cabang sehingga tercipta mata kayu

tidak memiliki cabang sehingga bebas dari mata kayu

Kulit batang dan kulit dapat dipisahkan kulit menjadi satu dengan batangnya

Menurut Barly (1983) dalam Rohadi (1992), dari satu pohon kelapa dapat

dihasilkan kayu gergajian sebesar 0,88-1,47 m3 (rendemen ± 40 %). Sedangkan Setyamidjaja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan bahwa seluruh tanaman

kelapa yang tersebar di Indonesia diperkirakan berjumlah 229 juta pohon. Dari

jumlah tersebut diantaranya sebesar 60 % adalah pohon yang telah melewati masa

produktif. Dengan demikian, pada saat itu volume kayu gergajian yang dapat

diperoleh dari peremajaan batang kelapa adalah sebesar 54.960.000 m3. Besarnya jumlah kayu gergajian kelapa tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan industri perkayuan

Indonesia terhadap hutan alam sebagai pemasok bahan baku.

Perkebunan kelapa di Indonesia sebagian besar usia pohonnya sudah

melebihi usia produktif yaitu diatas 60 tahun. Dengan demikian, perkebunan

kelapa memerlukan peremajaan. Menurut Abdulrachman (1982) dalam Rohadi

(1992), peremajaan tanaman kelapa tidak dapat berhasil dengan baik jika

pohon-pohon kelapa yang tua tidak ditebang, karena pohon-pohon-pohon-pohon tersebut disinyalir

akan dijadikan inang bagi hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut akan

(16)

5

ini juga akan membawa dampak negatif jika tidak dimanfaatkan karena akan

semakin mempermudah perkembangan hama dan penyakit.

Menurut Said (1986) dalam Rohadi (1992), kayu kelapa varietas genjah

kurang awet dibandingkan dengan varietas dalam dengan ratio keawetan 36,61%.

Dalam hal ini, batang kelapa varietas genjah termasuk dalam kelas awet IV-V,

sedangkan varietas dalam termasuk kelas awet III-IV.

Kayu Karet

Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) termasuk famili Euphorbiaceae dan sering disebut para atau balam (Heyne dalam Martawijaya, 1972). Penyebaran

kayu karet ini meliputi pulau Kalimantan, Sumatera dan Jawa dalam perkebunan

milik pemerintah atau perkebunan rakyat. Sedangkan Rachman (1989)

menyatakan bahwa kayu karet setelah berumur 25-30 tahun, pohon tidak lagi

menghasilkan lateks secara produktif sehingga perlu diremajakan.

Menurut Martawijaya (1972), ciri ciri dan sifat umum kayu karet adalah

sebagai berikut : kayu teras pada waktu masih segar berwarna keputih-putihan

yang lama kelamaan menjadi coklat muda keperangan, sedangkan kayu gubalnya

berwarna putih, tetapi tidak jelas batasnya dengan kayu keras, kayu berserat lurus

dengan tekstur agak kasar dan rapat, lingkaran tumbuhnya tampak jelas karena

warna kayu awal lebih terang daripada kayu akhir, kayu agak lunak dan

mempunyai bau asam yang khas. Sel pembuluh (pori) kayu karet tersusun dalam

pola tata baur. Pori umumnya soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 sel;

kadang-kadang 5-8 sel. Ukuran pori tergolong agak kecil sampai agak besar,

berjumlah sekitar 3-4 per mm2. Kayu karet mempunyai kandungan selulosa

52,88%, lignin 25,3%, pentosan 19,5%, kadar silika 0,02%. Lebih lanjut

dikatakan bahwa kayu karet termasuk jenis kayu berserat pendek (1,33 mm) akan

tetapi berdinding relatif tipis (2,5 μ) dan lumennya agak lebar. Kayu karet mudah

dikerjakan terutama dibelah dan digergaji tanpa menimbulkan kesulitan, serta

mudah diserut sampai licin, tetapi cenderung pecah jika dipaku (Burgess, 1966

dalam Martawijaya, 1972). Kayu ini memiliki kerapatan 0,47-0,56 g/cm3.

Potensi kayu karet, ditentukan antara lain oleh luas areal kebun karet yang

ditebang untuk peremajaan, penanaman komoditas atau lahannya digunakan untuk

(17)

untuk peremajaan adalah 1% untuk kebun rakyat, 3% untuk perkebunan swasta,

dan 5% untuuk perkebunan negara. Produksi kayu bulat adalah 40-42 m3/ha untuk

perkebunan rakyat dan 33-37 m3/ha untuk perkebunan swasta dan negara.

Berdasarkan asumsi dari luas areal yang ada dapat diduga besarnya produksi kayu

karet di Indonesia seperti Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998

Produksi kayu

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 1998 (Barly, 2001); A = berdasarkan keterangan pabrik pengolah kayu karet; B = Berdasarkan data Dinas Perkebunan Dati I Sumatera Utara

Kayu Nangka

Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) merupakan famili

Moraceae (Burgess, 1966 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka di Pulau Jawa

banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung dan bahan

untuk meubel. Di Bali dan Makasar kayu tersebut sering digunakan untuk

tiang-tiang rumah raja. Kayu nangka juga tidak disenangi serangga dan tidak mudah

pecah karena pengaruh cuaca laut. Kayu nangka mempunyai sifat kayu agak berat,

agak padat atau padat (Heyne, 1987 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka

mempunyai berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0,55

dengan berat jenis rata-rata 0,61 dan kelas kuat II-III (Anonymous, 1981 dalam

Isrianto, 1997).

Kayu Rasamala

Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Rasamala (Altingia

excelsa Noronha) termasuk dalam famili Hamamelidaceae. Rasamala memiliki nama daerah Mala, Rasamala beureum, rasamala bodas, bodi rimbo, cemara itam,

rasamala abang, semalo, tulason. Rasamala memiliki daerah penyebaran di

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Jawa Barat.

Pohon Rasamala dapat mencapai tinggi sampai 50 meter dengan panjang

(18)

7

muda atau kelabu merah, sedikit mengelupas. Ciri umum kayu rasamala adalah

kayu teras berwarna merah daging, coklat merah sampai coklat hitam. Sedangkan

kayu gubalnya berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas

dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur yang halus, arah serat lurus tetapi

seringkali terpilin agak berpadu dan kadang-kadang berombak. Jika diraba maka

akan terasa bahwa permukaan kayu licin atau agak licin. Menghasilkan aroma

kayu yang segar berbau asam (Martawijaya et al., 1989).

Sifat fisis rasamala antara lain memiliki berat jenis 0,81 (0,61 – 0,9),

sedangkan untuk sifat mekanisnya, kayu rasa memiliki nilai MOE antara

72000-92000 kg/cm2 dan keteguhan tekan sesejajar arah serat antara 401-598 kg/cm2 sehingga dapat dikelompokkan dalam kelas kuat II-III. Kayu rasamala termasuk

kelas awet II.

Jika dilihat dari sifat kimia, maka kayu rasamala memiliki kadar selulosa

sebesar 46,1 %, lignin sebesar 30%, pentosan 16,7 %, kadar abu 1,4 %, dan silika

sebesar 0,7%. Sedangkan kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol-benzena sebesar

1,5 %, dalam air dingin sebesar 2,4 %, dalam air panas sebesar 2,8 % dan dalam

NaOH 1% sebesar 14,4 % (Martawijaya et al., 1989).

Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu

Sifat fisik kayu

Sifat fisik dan sifat mekanik perlu diperhatikan dalam penggunaan kayu

sebagai bahan bangunan. Diantara sifat fisik yang penting adalah kadar air dan

berat jenis kayu yang berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu.

Kadar air. Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu,

yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat kering tanur (Brown et al,

1952). Untuk pengujian terhadap KA kayu umumnya digunakan KA kering udara.

Nilai kadar air kayu merupakan perbandingan antara air yang terkandung dalam

kayu dengan berat kering tanur kayu tersebut.

Kayu merupakan bahan yang higroskopis, yaitu bersifat mudah mengikat

dan melepas uap air dari udara sekelilingnya, sampai kayu mengalami kadar air

(19)

hemiselulosa dan lignin dengan ikatan hidrogen yang dimilikinya mampu

mengikat air.

Keberadaan air dalam kayu ada dua macam. Air bebas dalam kayu yaitu air

yang terdapat dalam rongga sel dan air ikatan yang merupakan air yang terdapat di

dalam dinding sel, terikat dengan ikatan hidrogen. Keberadaan air dalam kayu

dapat menyebabkan kadar air kayu berada dalam beberapa kondisi yaitu KA

maksimum, KA titik jenuh serat, KA kering tanur dan KA kesetimbangan

(Equilibrium Moisture Content).

Kadar air ini sangat penting untuk diketahui karena kadar air sangat

berpengaruh terhadap sifat fisik mekanik dan sifat lain (daya hantar panas, daya

hantar listrik dan lain sebagainya). Perubahan kadar air di atas titik jenuh serat

hingga maksimum tidak akan merubah sifat kayu. Sedangkan perubahan kadar air

di bawah titik jenuh serat akan menyebabkan terjadi perubahan sifat, karena

perubahan kadar air terjadi dalam dinding sel kayu sehingga mengakibatkan

pengkakuan, pengerasan, pengerutan pada dinding sel.

Pengujian dalam penelitian ini diusahakan semua contoh uji dalam keadaan

KA kesetimbangan, yaitu keadaan dimana kayu tidak melepas atau mengikat uap

air dari udara sekelilingnya karena terjadi keseimbangan dengan kelembaban

udara sekelilingnya. Dengan demikian diharapkan perbedaan kekuatan antar jenis

kayu tidak dipengaruhi oleh kadar air.

Kerapatan dan berat jenis kayu. Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya. Kerapatan kayu

didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat

kayu lainnya, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu.

Kerapatan kayu identik dengan Berat Jenis (BJ). Berat jenis merupakan nilai

perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Sebagai

benda standar digunakan air destilata pada suhu 4oC yang mempunyai kerapatan 1 gram/cm3 (Brown et al, 1952).

SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan

menggunakan beberapa parameter dari sifat fisik mekanik untuk

mengklasifikasikan kayu dalam lima kelas awet. Sifat fisik yang digunakan adalah

(20)

9

kayu dimana KA di bawah titik jenuh serat akan sangat mempengaruhi kekuatan

kayu.

Hal yang mempengaruhi kerapatan dan berat jenis adalah komposisi

penyusun kayu. Kayu tersusun oleh komponen kimia struktural yang dominan

terhadap komponen kimia non struktural. Komponen kimia struktural terdiri dari

holoselulosa dan lignin yang memberikan sifat kekuatan pada kayu. Sedangkan

komponen kimia non struktural terdiri dari bahan organik berupa zat ekstraktif

dan bahan anorganik berupa mineral. Dengan demikian, tidak selamanya kayu

dengan berat jenis tinggi akan mempunyai kekuatan yang tinggi pula karena

tingginya berat jenis dimungkinkan oleh banyaknya komponen kimia non

struktural yang tidak bersifat memberikan kekuatan pada kayu.

Sifat Mekanik Kayu

Kollman, Kuenzi dan Stamn (1975) menyatakan bahwa, sifat mekanik kayu

adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan kekakuan kayu. Sifat

kekuatan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau

gaya-gaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu

tersebut.

Menurut Kollman dan Cote (1968) sifat mekanik kayu yang dapat

digunakan untuk menilai kayu adalah kekakuan lentur (static bonding strength), keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength), keteguhan geser (shearing strength), kekakuan(stiffness), keuletan (toughness), kekerasan (hardness) dan ketahanan belah (cleavage resistance).

Sifat mekanik kayu yang biasa dipakai dalam menduga kekuatan kayu

adalah kekuatan lentur (MOR) dan kekakuan lentur (MOE). Hubungan antara sifat

fisik dan sifat mekanik atau antar sifat mekanik dapat digunakan untuk menduga

keteguhan kayu. Khoirunnisa (2003) menyebutkan bahwa MOE cukup baik

digunakan untuk menduga kekuatan lentur (MOR) dan juga keteguhan tekan

sejajar serat.

Kekuatan lentur (Modulus of Rupture). Kekuatan lentur merupakan nilai keteguhan kayu utuh dan produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung

(21)

Dengan kata lain kekuatan lentur merupakan sifat kekuatan kayu dalam

menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar.

Dalam melakukan pengujian sifat mekanik kayu perlu diperhatikan

karakteristik kayu yang diuji terutama sifat berdasarkan ketiga arah sumbunya.

Hal itu disebabkan kayu memiliki sifat mekanis yang berbeda untuk ketiga arah

sumbunya atau lebih dikenal sebagai sifat ortrotopis kayu. Kekuatan kayu berbeda

dalam arah longitudinal, tangensial dan radial. Namun sifat-sifat dalam arah radial

dan tangensial umumnya tidak berbeda banyak. Untuk tujuan rekayasa, suatu nilai

kekuatan yang sama digunakan untuk arah radial dan tangensial yang biasa

disebut sebagai sifat tegak lurus serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Disamping

itu, kekuatan kayu yang menahan beban ternyata lebih besar pada arah

longitudinal daripada arah lainnya (Dumanau, 1990).

Kekakuan lentur (Modulus of Elasticity). Balok kayu yang mendapat gaya luar yang cukup besar cenderung akan mengalami kerusakan atau perubahan

bentuk (deformasi). Pada batas tertentu perubahan ini berbanding lurus dengan

tegangan yang terjadi. Batas ini dikenal dengan batas proporsi. Di bawah batas

proporsi terdapat daerah elastis, dimana bila beban tersebut dilepaskan maka

balok kayu akan kembali ke bentuk semula. Keadaan ini menyatakan sifat

kekakuan dari balok tersebut. Sifat kekakuan ini merupakan ukuran kemampuan

kayu untuk menahan perubahan bentuk yang terjadi, umumnya dinyatakan dalam

bentuk Modulus of Elasticity (MOE), yang merupakan perbandingan antara beban dengan deformasi per satuan luas.

Keteguhan Tekan (Compressive strength). Mardikanto (1979) dalam Samputra (2004) menyatakan bahwa, keteguhan tekan maksimum merupakan

kemampuan sampel untuk menahan beban yang diberikan padanya secara

perlahan-lahan yang semakin lama semakin membesar sampai terjadi kerusakan.

Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimum dibagi dengan

luas penampang dimana beban tersebut bekerja.

Pengujian tekan biasanya dilakukan pada arah sejajar serat dan arah tegak

lurus serat. Seringkali hanya keteguhan tekan sejajar serat maksimum yang dicari

dalam pengujian, yaitu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan

(22)

11

Organisme Penggerek Kayu di Laut

Nicholas (1987) menyatakan bahwa binatang penggerek yang menyerang

kayu di laut dikenal dengan nama marine borers. Masyarakat nelayan Indonesia, khususnya di kawasan perairan timur Indonesia memberi nama binatang ini

dengan sebutan tambelo, begitu juga masyarakat nelayan Manado. Binatang

perusak bangunan-bangunan di laut ini dibedakan menjadi dua kelompok utama

yaitu golongan Mollusca dan Crustaceae.

Mollusca. Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa golongan Mollusca terdiri dari dua famili yaitu Pholadidae dan Teredinidae. Penggerek

kayu di laut yang termasuk famili Teredinidae adalah genus Teredo dan Bankia,

sedangkan famili Pholadidae terdiri atas genus Martesia dan Xylophaga.

Perbedaan Teredinidae dan Pholadidae secara umum dapat dilihat dari bentuk

tubuh, lubang gereknya serta caranya menyerang pada kayu.

Bagian tubuh Teredinidae yang lunak terletak pada bagian luar cangkangya,

memanjang seperti cacing, kepalanya dilengkapi dengan sepasang cangkuk yang

keras dan berbentuk seperti sabit. Pada bagian ujung belakang tubuh Teredinidae

terdapat palet yang melekat pada siphon. Siphon berfungsi sebagai alat

metabolisme dan komunikasi. Sedangkan palet berguna untuk menutup dan

membuka lubang pada permukaan kayu. Palet tersebut sangat penting untuk

identifikasi jenis. Lubang gerek Teredinidae dilapisi oleh zat kapur dan besarnya

sesuai dengan ukuran tubuhnya. Lubang gerek berbentuk terowongan-terowongan

yang memanjang searah serat kayu. Ukuran tubuh Teredinidae tergantung dari

kepadatan populasinya dalam kayu. Teredo dan Bankia sering disebut shipworms. Pada tahap larva, binatang ini mirip tiram atau kerang dan mengalami

metamorfose menjadi binatang seperti cacing ketika mengebor kayu. Anggota dari

golongan ini menyebabkan kerusakan kayu dengan cepat di lingkungan laut yang

luas. Anonymous (1972) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan,

Teredo dan Bankia selama stadium larva menempatkan diri sebagai plankton,

berenang di permukaan air laut untuk mendapatkan kayu yang cocok sebagai

tempat tinggalnya. Kemudian binatang ini membuat lubang kecil yang tidak

berarti pada permukaan kayu. Lubang biasanya dibuat tegak lurus terhadap arah

(23)

menerus binatang ini memperpanjang lubang gereknya di dalam kayu, dinding

saluran dilapisi dengan zat kapur. Besar saluran lubang gerek sesuai dengan besar

tubuhnya. Ukuran tubuh binatang ini dipengaruhi pula oleh kepadatan populasi di

dalam kayu. Apabila serangan pada kayu sangat berat maka saluran yang

dibuatnya menjadi tidak beraturan sehingga menyerupai sarang lebah.

Pholadidae memiliki bagian tubuh lunak yang terdapat dalam bagian dalam

cangkang. Martesia memiliki ukuran tubuh yang dapat mencapai panjang 2,5 cm

dengan diameter 2 cm, sedangkan Xylophaga panjangnya tidak lebih dari 40 mm,

cangkoknya tidak bergaris. Pholadidae mengebor kayu bukan untuk memperoleh

makanan tetapi hanya sebagai tempat tinggal. Tak jarang dijumpai Pholadidae

membuat lubang pada batu dan merusak kabel kawat dalam laut. Kerusakan yang

diakibatkan oleh Pholadidae mudah dikenali dengan adanya pengikisan pada

permukaan kayu serta lubang gerek yang dangkal.

Laju serangan Pholadidae lebih lambat dibandingkan Teredinidae, kedua

famili tersebut mempunyai ciri yang berbeda dalam merusak kayu. Teredinidae

merusak kayu untuk dijadikan sumber makanan, terutama jenis kayu yang banyak

mengandung selulosa. Ciri-ciri kerusakan akibat Teredinidae berupa noda-noda

kecil di bagian permukaan kayu, sedangkan di bagian dalam sudah sangat parah.

Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan

bahwa Pholadidae merusak kayu hanya digunakan sebagai tempat tinggalnya.

Kerusakan akibat serangan Pholadidae berupa lubang gerek yang dangkal, tegak

lurus pada permukaan kayu dan besarnya sesuai dengan ukuran cangkuknya.

Crustaceae. Crustaceae terdiri dari tiga genera yaitu Limnoria, Chelura dan

Sphaeroma. Crustaceae banyak dijumpai menyerang kayu yang berada pada batas pasang surut air laut. Contoh jenis kayu yang sering diserang oleh Crustaceae

adalah kayu yang dipergunakan secara vertikal seperti tiang dermaga dan tiang

pancang pelabuhan.

Limnoria memiliki panjang 1-2 cm, sedangkan lebarnya 0,5-1 cm, bentuknya seperti selop, kepalanya kecil, tubuhnya bersekmen dan berakhir

dengan ekor yang bentuknya seperti papan yang berguna untuk menutup lubang

bilamana binatang ini terganggu. Serangan Limnoria pada kayu disebut dengan

(24)

13

serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Kedalaman lubang serangan biasanya

tidak lebih dari 15 mm dan binatang ini bisa bergerak dengan bebas. Serangan

Limnoria memperlihatkan gambaran seperti bunga karang. Besar kecilnya gerakan air laut mempengaruhi aktifitas Limnoria, semakin besar gerakan air laut akan

mendorong Limnoria membuat lubang tempat berlindung sehingga akan

memperluas kerusakan pada kayu.

Chelura memiliki bentuk dan cara hidup yang sangat mirip dengan

Limnoria, tetapi ukurannya lebih besar. Chelura hidup bersama dalam satu sarang

dengan Limnoria dan keduanya hidup bersimbiose. Sphaeroma juga memiliki

bentuk yang mirip dengan Limnoria , tetapi memiliki ukuran yang lebih panjang dan lebih gemuk. Binatang ini mempunyai panjang 5-15mm, diameternya 5 mm

dan membuat lubang gerek dengan diameter kurang lebih 10 mm dan kedalaman

70-100 mm.

Kondisi lingkungan. Penggerek kayu di laut tersebar secara luas di seluruh dunia terutama di perairan tropis. Penggerek laut ini telah mengakibatkan

kerugian yang besar. Walaupun banyak cara telah dipakai untuk mengatasi

serangan penggerek kayu di laut, namun kerusakan yang ditaksir mencapai 50 juta

US$ setiap tahun pada bangunan pelabuhan sepanjang pantai di Amerika Serikat.

Disamping kerugian biaya, masih ada kerugian lain yaitu dermaga-dermaga tidak

dapat dipakai selama jangka waktu dalam pembangunannya kembali (Nicholas,

1987).

Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa dalam perairan yang

mempunyai salinitas dengan fluktuasi yang menyolok sangat berpengaruh pada

perkembangan serangan penggerek kayu. Turner (1966) dalam Muslich dan

Sumarni (1988) menambahkan, temperatur dan salinitas adalah merupakan faktor

pembatas dalam lingkungan laut. Temperatur merupakan salah satu sarana penting

selama musim kawin, setiap species mempunyai temperatur optimum untuk

bertelur dan perkembangan larvanya. Demikian juga untuk kelangsungan

hidupnya, setiap species juga mempunyai batas toleransi pada salinitas tertentu.

Fluktuasi temperatur dan salinitas pada setiap daerah berbeda-beda. Hal ini

mengakibatkan aktifitas serangan penggerek kayu di laut pada setiap daerah tidak

(25)

di pelabuhan Liverpool, Inggris selama 80 tahun dinilai masih dalam keadaan

baik, akan tetapi di pelabuhan Salem, Inggris dan pelabuhan-pelabuhan di India

ternyata jenis kayu yang sama hanya bisa bertahan selama 4-10 tahun saja.

Keawetan kayu terhadap serangan penggerek kayu di laut. Intensitas serangan penggerek kayu di laut tergantung dari keawetan jenis kayu yang

diserang. Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme

perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek di laut. Keawetan kayu

dipengaruhi oleh umur pohon, kandungan zat ekstraktif, letak kayu dalam batang

(teras dan gubal), kecepatan tumbuh dan lainnya. Selain itu, keawetan kayu

dipengaruhi juga tempat dimana kayu itu digunakan, asal pohon, varietas, jenis

pohon, perlakuan silvikultur, demikian juga faktor lingkungan seperti suhu dan

kelembaban.

Menurut Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992), keawetan kayu tidak

berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh

kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon

dan damar yang kesemuanya dapat bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu.

Tobing (1977) menyatakan bahwa keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan

kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Southwell

dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan bahwa,

kandungan silika, kerapatan atau kekerasan tinggi dan kandungan zat ekstraktif

yang bersifat racun dapat mendukung ketahanan terhadap serangan Teredinidae,

(26)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian di laksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan

Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor serta kawasan Konservasi Sumberdaya Alam Pulau Rambut.

Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan, terhitung dari bulan Juli

2006 sampai dengan bulan Desember 2006.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu karet (Hevea

brasiliensis Muell. Arg), rasamala (Altingia excelsa Noronha), nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) dan batang kelapa (Cocos nucifera L.). Batang kelapa dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung.

Bagian pangkal, tengah dan ujung batang kelapa yang digunakan adalah 33%,

33%-66% dan 66%-99% bagian batang di atas tanah dari panjang batang total.

Pembagian batang kelapa dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

66%-99%

33%-66%

33%>

(27)

Bahan pembantu yang diperlukan untuk merakit contoh uji adalah tali plastik dan

pipa paralon sebagai penyekat antar contoh uji

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Testing

Machine (UTM) merk Instron, UTM merk Baldwin, gergaji mesin, circular saw,

mesin bor, mesin serut, oven, moisture meter, caliper, mikroskop berkamera,

timbangan, meteran, software pengolah data statistik SPSS 11.5 for Windows, alat tulis, hand counter dan kalkulator.

Metode Penelitian

Pembuatan Contoh Uji

Contoh uji yang tidak direndam di laut (kontrol). Metode pengujian sifat fisis yang meliputi berat jenis, kerapatan, kadar air dan sifat mekanik yang

meliputi kekakuan lentur, kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat

didasarkan pada standar Amerika yaitu, American Society for Testing and

Materials (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000) Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. Ukuran contoh uji sifat fisik dan mekanik dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Contoh uji yang tidak direndam 5 cm

5 cm 76 cm

Contoh uji MOE & MOR

5 cm

5 cm 5 cm

Contoh uji BJ, Kerapatan dan KA

20 cm

5 cm

Contoh uji

keteguhan tekan sejajar serat

(28)

17

Contoh uji yang direndam di laut. Ukuran contoh uji yang direndam di

laut merupakan penyesuaian antara standar (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000)

dengan standar Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Penggerek di Laut

yang disusun oleh Muslich dan Sumarni (2005). Penyesuaian ukuran contoh uji

ini dimaksudkan agar dapat dilakukan pengujian sifat fisik mekanik dan sekaligus

untuk penghitungan intensitas serangan penggerek kayu di laut. Ukuran contoh uji

yang dipasang di laut ini dibagi menjadi dua potong balok dengan ukuran

masing-masing 5 x 5 x 76 cm3 untuk pengujian kekakuan lentur dan kekuatan lentur serta 5 x 5 x 20 cm3 untuk pengujian keteguhan tekan sejajar arah serat. Pengujian sifat

fisik menggunakan ukuran 5 x 5 x 5 cm3 yang diambil dari sisa pengujian

kekakuan dan kekuatan lentur.

Penyusunan contoh uji menjadi rakit sesuai yang dilakukan oleh Muslich

dan Sumarni (1987). Ukuran contoh uji dan susunan rakit yang direndam di laut

dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Contoh uji yang direndam di laut

selang plastik tali plastik

5 cm

5 cm

Lubang bor ø 1 cm 76 cm

(29)

Contoh uji yang sudah dirakit dipasang di perairan Pulau Rambut secara

horizontal dan terletak di bawah garis surut air laut, seperti yang telah dilakukan

oleh Muslich dan Sumarni (1987). Setelah 3 bulan, contoh uji diambil dan

dilakukan penilaian terhadap intensitas serangan penggerek kayu di laut. Setelah

dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik kayu, kemudian contoh uji dibelah

menjadi tiga bagian seperti Gambar 4 di bawah ini untuk menghitung intensitas

serangan penggerek kayu laut.

Gambar 4. Contoh uji penghitungan intensitas serangan

Intensitas serangan dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut :

total

Intensitas serangan dalam satu contoh uji dihitung dengan rumus :

n

IStotal = intensitas serangan total dalam satu contoh uji

ISn = intensitas serangan kedalaman bagian kayu ke-n

n = jumlah pembagian kedalaman kayu

Untuk identifikasi jenis penggerek yang menyerang contoh uji dilakukan

pengamatan struktur cangkuk dan bentuk palet dari penggerek serta bekas lubang

gerek pada contoh uji. Identifikasi jenis penggerek tersebut dilakukan sesuai

dengan klasifikasi yang disusun oleh Turner (1966 dan 1971).

dibelah

(30)

19

Pengujian Sifat Fisis

Kadar air. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm3 ditimbang untuk mengetahui berat kering udara. Kemudian contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama

kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur

kayu.

Kadar air kayu yang diuji pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut :

%

Kerapatan dan berat jenis kayu. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm3 ditimbang untuk mengetahui berat kering udara dan diukur volumenya. Kemudian

contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam,

contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit

kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur kayu.

Nilai kerapatan pada kondisi kering udara dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

VKU

Sedangkan nilai berat jenis pada kondisi kering udara dihitung berdasarkan rumus

sebagai berikut :

(31)

Dimana :

BJ = Berat Jenis

BKT = Berat kering tanur (g)

BVKU = berat air yang dipindahkan oleh volume kering udara (g)

Pengujian Sifat Mekanis

Kekakuan lentur dan kekuatan lentur. Pengujian kekakuan dan kekuatan

lentur menggunakan metode one point loading. Metode ini meletakkan beban di

tengah-tengah contoh uji yang terletak horizontal. Nilai kekakuan lentur dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3

Sedangkan nilai kekuatan lentur dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut :

Keteguhan tekan sejajar serat. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 20 cm3 diatur secara vertikal dan diberikan beban secara perlahan-lahan kepadanya hingga

terjadi kerusakan. Arah beban yang diberikan searah dengan arah serat kayu. Nilai

keteguhan tekan sejajar serat dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

tekan sejajar serat =

A Pmaks

(32)

21

Dimana :

P maks = beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kg)

A = luas penampang contoh uji yang ditekan (cm2)

Rancangan Percobaan

Analisis data menggunakan software SPSS 11.5 for Windows dengan uji

anova (rancangan acak lengkap) dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan untuk

mengetahui pengaruh faktor jenis kayu dalam pendugaan kekuatan kayu. Serta

menggunakan uji-t saling bebas untuk mengetahui perbandingan nilai tengah yang

menyatakan perubahan kekuatan kayu dalam satu jenis kayu pada tiap jenis

rendaman. Untuk rancangan acak lengkap, model umum yang digunakan adalah

sebagai berikut :

Yij = µ + i + εij

Dimana :

Yij : Nilai kekuatan kayu pada uji ke-i ulangan ke-j

µ : Nilai rata-rata kekuatan kayu berdasarkan uji coba kekuatan

i : Pengaruh jenis kayu ke-i terhadap kekuatan kayu

i : rasamala; nangka; karet; batang kelapa bagian pangkal, tengah

dan ujung

j : 1, 2, 3, 4, 5

εij : Galat satuan percobaan pada uji ke-i ulangan ke-j

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

Kekuatan kayu dari beberapa jenis kayu yang diuji pada masing-masing tipe

perendaman mempunyai kekuatan yang berbeda.

H0 : i = 0, artinya bahwa tidak ada perbedaan kekuatan antar jenis kayu

H1 : i ≠ 0, artinya bahwa paling tidak terdapat satu pasang jenis kayu yang

berbeda kekuatannya.

Untuk Uji-T, hipotesis yang diuji adalah :

H0 : μi = μi, artinya bahwa tidak terdapat perubahan kekuatan kayu setelah

direndam di laut

H1 : μi ≠μi, artinya bahwa terdapat perubahan kekuatan kayu setelah

(33)

Hasil Uji Sifat Fisik

Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut

Sifat fisik kayu sangat berpengaruh dan mempunyai hubungan yang positif

terhadap sifat mekanik kayu. Oleh karena itu perhitungan sifat fisik kayu tidak

dapat dilepaskan kaitannya dengan sifat mekanik dalam pendugaan kelas kuat

kayu.

Data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai sifat fisik keempat jenis

kayu yang tidak direndam secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan

secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut

Jenis kayu Sifat fisik

Rasamala Nangka Karet Kelapa (pangkal)

Kadar Air. Berdasarkan Tabel 3 diatas, empat jenis kayu yang diteliti memiliki kadar air dengan kisaran nilai rata-rata antara 11,43% hingga 15,76%.

Kadar air yang dimiliki oleh kayu berfluktuatif, hal ini dikarenakan kayu memiliki

sifat higroskopis dimana sifat ini mempengaruhi kemampuan kayu untuk melepas

dan mengikat kandungan air dari udara sekitar. Sifat ini dimiliki kayu untuk

menyesuaikan keadaan dengan keadaan lingkungan sekitar. Faktor yang

mempengaruhi sifat ini adalah suhu dan kelembaban relatif dari udara sekitar.

Kadar air sangat mempengaruhi kekuatan kayu.

Kadar air empat jenis kayu yang diteliti berada dalam keadaan kadar air

kesetimbangan (KAK), yaitu suatu keadaan dimana rongga sel kayu tidak terisi air

(34)

23

bahwa kayu berada dalam keadaan setimbang dengan kelembaban relatif dan suhu

yang terdapat disekitarnya. KA kayu pada keadaan ini relatif tidak melepas

ataupun mengikat uap air yang ada di sekitarnya kecuali terjadi perubahan

kelembaban relatif dan suhu pada tempat kayu digunakan.

Keadaan empat jenis kayu dalam kadar air kesetimbangan ini dikarenakan

oleh pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar dan

dikondisikan semua contoh uji mendapat perlakuan yang sama. Pengkondisian ini

dimaksudkan agar kayu mempunyai dimensi dan sifat fisik mekanik yang stabil

pada saat diuji. Keempat jenis kayu diharapkan dan diperkirakan stabil nilai KA

yang dimilikinya karena KA kayu dapat mempengaruhi sifat-sifat lain yang

dimiliki kayu. Sifat-sifat yang dipengaruhi oleh KA kayu diantaranya adalah

berat, kembang susut dan yang paling penting adalah kekuatan atau sifat mekanik

kayu. Nilai rata-rata KA keempat jenis kayu dikatakan stabil karena rata-rata

KAK kayu di daerah Bogor berkisar antara 12-19%.

Berdasarkan uji statistik (Lampiran 9 dan Lampiran 12), jenis kayu

berpengaruh sangat nyata terhadap perbedaan kadar air kayu. Kayu nangka dan

kayu karet merupakan jenis kayu yang memiliki KA paling rendah, sedangkan

kayu karet, rasamala dan batang kelapa bagian tengah memiliki KA yang tidak

berbeda nyata, batang kelapa bagian pangkal memiliki KA yang lebih besar

daripada batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian ujung memiliki

KA yang paling besar. Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh hubungan antara

komponen kimia nonstruktural penyusun kayu dengan sifat kayu serta hubungan

komponen kimia struktural penyusun kayu dengan sifat kayu.

Komponen kimia nonstruktural penyusun kayu yang dapat mempengaruhi

sifat kayu adalah terdapatnya zat ekstraktif kayu. Persentase jumlah dan jenis zat

ekstraktif kayu bervariasi antar jenis kayu. Zat ekstraktif kayu sebagian besar

terdapat dalam lumen sel dan sebagian kecil merembesi dinding sel kayu. Salah

satu kelompok jenis zat ekstraktif adalah berupa lilin dimana lilin berfungsi

sebagai water repellent yang menolak atau tidak bisa mengikat air. Komponen

struktural penyusun kayu yang mempengaruhi sifat kayu diantaranya adalah tebal

(35)

berada pada dinding sel kayu. Tebal dinding sel kayu yang berbeda antar jenis

kayu menyebabkan daya tampung air dalam dinding sel kayu juga berbeda.

Kerapatan kayu juga mempengaruhi cepat lambatnya perubahan kadar air

yang terjadi. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin lambat perubahan

kadar air, hal ini dikarenakan oleh energi untuk melepaskan uap air yang

terkandung dalam dinding sel semakin besar jika dibandingkan kayu dengan

kerapatan rendah.

Nilai rata-rata KAK empat jenis kayu berbeda nyata, namun demikian nilai

ini masih dalam kisaran nilai KAK. Kadar air kayu pada keadaan ini dapat

digunakan sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan bahwa kadar air bukan

penyebab perbedaan sifat mekanik yang dimiliki keempat jenis kayu tersebut.

13,10 12,18 12,52 14,26 13,12

15,57

Gambar 5. Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa perendaman di laut

Berat Jenis dan Kerapatan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan terdapat klasifikasi

kekuatan kayu bangunan dalam keadaan kering udara. Empat jenis kayu yang

tidak direndam di laut berdasarkan berat jenisnya dapat diklasifikasikan

kekuatannya berdasarkan SNI 03-3527-1994.

Dari data hasil pengujian di atas (Tabel 3), berat jenis kayu rasamala tanpa

perendaman berkisar antara 0,77 hingga 0,87 dengan nilai rata-rata sebesar 0,84.

Kayu rasamala ini dapat digolongkan kedalam kelas kuat (KK) II yang memiliki

kisaran nilai BJ antara 0,6-0,9. Nilai ini juga sesuai dengan Martawijaya et

al.(1989) yang menyatakan bahwa BJ kayu rasamala adalah sebesar 0,81

(36)

25

0,44 hingga 0,58 dengan nilai rata-rata sebesar 0,53 sehingga kayu nangka dapat

digolongkan kedalam KK III yang memiliki kisaran nilai BJ antara 0,4-0,6. Begitu

juga halnya dengan kayu karet yang termasuk ke dalam kelas kuat III. Untuk

batang kelapa bagian tengah dan pangkal sama-sama dapat digolongkan menjadi

kelas kuat II-III. Batang kelapa bagian tengah dan pangkal termasuk ke dalam dua

kelas kuat. Sesuai aturan yang ada, maka kelas kuat ditentukan pada nilai terendah

sehingga batang kelapa bagian tengah dan pangkal termasuk ke dalam kelas kuat

III. Nilai berat jenis terkecil dimiliki oleh batang kelapa bagian ujung dengan

kisaran nilai antara 0,24-0,37 dengan nilai rata-rata sebesar 0,29. Batang kelapa

bagian ujung berdasar berat jenis termasuk dalam KK V.

Uji statistik (Lampiran 9, Lampiran 10 dan Lampiran 11), menunjukkan

bahwa jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap berat jenis dan kerapatan

empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini pada taraf kepercayaan

95%. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan empat

jenis kayu tersebut.

Uji Duncan tersebut memperlihatkan bahwa urutan kayu yang memiliki

nilai rata-rata BJ dan kerapatan dari tertinggi hingga terendah adalah kayu

rasamala, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet,

kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung. Kayu rasamala memiliki nilai berat

jenis dan kerapatan yang tertinggi dan berbeda nyata dengan jenis lainnya. Kayu

yang tidak berbeda nyata berat jenis dan kerapatannya adalah batang kelapa

bagian pangkal dan tengah, kayu karet, kayu nangka. Batang kelapa bagian ujung

memiliki berat jenis dan kerapatan yang terkecil dan berbeda nyata dengan jenis

kayu lainnya.

Kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap

volumenya. Kerapatan kayu ini dipengaruhi oleh kerapatan struktur dasar

penyusun kayu, kadar air serta mineral dan zat ekstraktif. Dengan kata lain,

kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap

volumenya yang dipengaruhi oleh kadar air. Kerapatan kayu identik dengan berat

jenis kayu. Berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan

(37)

kering tanur sebagai standar perhitungan BJ, sedangkan volumenya pada keadaan

kering udara.

0,84

0,53 0,53 0,60 0,54

0,29

Gambar 6. Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut

Berat jenis dan kerapatan kayu berbeda antar jenis kayu. Hal ini disebabkan

oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan kayu yaitu kerapatan struktur

dasar kimia struktural penyusun kayu serta sedikit banyaknya struktur dasar kimia

nonstruktural penyusun kayu yang berupa mineral dan zat ekstraktif yang

terkandung dalam kayu. Faktor ini berbeda antar jenis kayu yang disebabkan oleh

proses metabolisme yang berbeda antar tanaman, kondisi tempat tumbuh, iklim

dan cuaca. Faktor ini sangat berpengaruh pada keragaman sifat antar jenis maupun

dalam satu jenis kayu.

Kerapatan struktur dasar kimia struktural penyusun kayu merupakan faktor

pemberi kekuatan pada kayu. Selulosa, holoselulosa dan lignin adalah penyusun

sel kayu yang termasuk dalam hal ini. Sel yang paling besar jumlahnya dalam

kayu adalah sel serabut dimana sel inilah yang memberikan kekuatan kayu.

Susunan antar sel yang semakin rapat akan menyebabkan berat jenis dan

kerapatan semakin meningkat karena hal ini berarti rongga sel dalam kayu

semakin kecil. Setelah itu, dimensi sel seperti tebal dinding sel serabut, panjang

sel serabut juga turut menentukan dalam kekuatan kayu.

Sedangkan struktur dasar kimia nonstruktural adalah faktor yang

(38)

27

kekuatan pada kayu. Termasuk dalam hal ini adalah mineral dan zat ekstraktif

kayu.

Keragaman sifat fisik dalam satu batang pohon kelapa disebabkan oleh

kerapatan struktur penyusun batang yang berbeda pada tiap bagian. Sudarna

(1990) menyatakan bahwa penampang lintang batang kelapa terdiri dari tiga

bagian. Bagian paling luar setebal 0,5 cm adalah kulit, di bagian dalam dari kulit

terdapat jaringan perifer yang terbagi menjadi dua lapisan yaitu endoperifer dan

eksoperifer. Eksoperifer setebal 0,5-1 cm terdiri dari sejumlah besar jaringan

serabut, sedangkan endoperifer merupakan lapisan yang berwarna hitam dan keras

yang sebagian besar terdiri dari sejumlah ikatan pembuluh, bagian paling dalam

adalah jaringan sentral yang berwarna putih kecoklatan dan agak lunak, sebagian

besar terdiri dari jaringan parenkim.

Tebal jaringan perifer ternyata bervariasi menurut ketinggian dalam batang,

semakin ke arah vertikal jaringan perifernya semakin tipis. Selain itu, tebal

jaringan perifer antara pohon cenderung berbeda dimana pohon yang berdiameter

kecil mempunyai jaringan perifer yang lebih tebal dibandingkan dengan pohon

berdiameter besar.

Secara makroskopis tampak adanya perbedaan kerapatan ikatan pembuluh

baik antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang, di mana semakin ke

arah sentral kerapatan ikatan pembuluh semakin berkurang, sedangkan semakin

ke arah vertikal batang kerapatan ikatan pembuluh ini bertambah. Diameter ikatan

pembuluh juga bervariasi antar kedalaman dan ketinggian batang. Meskipun

frekuensi ikatan pembuluh meningkat searah vertikal batang tetapi diameter ikatan

pembuluh berkurang semakin ke arah atas batang. Hal inilah yang mengakibatkan

kekuatan batang kelapa semakin menurun dari bagian pangkal ke bagian ujung

batang dan dari bagian tepi ke bagian dalam batang.

Sifat fisik empat jenis kayu dengan perendaman di laut

Data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai kadar air, berat jenis dan

kerapatan keempat jenis kayu setelah direndam di laut selama tiga bulan secara

lengkap disajikan pada Lampiran 2. Sedangkan nilai rata-rata sifat fisik keempat

(39)

Tabel 4. Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut

Jenis kayu Sifat fisik

Rasamala Nangka Karet Kelapa (pangkal)

Kadar Air. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kayu rasamala, kayu nangka dan kayu karet berada dalam keadaan kadar air kesetimbangan. Kadar air

kesetimbangan ini menandakan bahwa kayu memiliki stabilitas dimensi yang

tinggi dan kekuatannya optimal karena kadar airnya sudah sesuai dengan

kelembaban relatif dan suhu lingkungan sekitarnya. Kadar air tiga jenis kayu

tersebut berada di bawah kadar air Titik Jenuh Serat yang berarti bahwa rongga

sel sudah tidak berisi air dan sebagian dinding sel terisi air. Kekuatan kayu

meningkat jika terjadi penurunan kadar air di bawah kadar air titik jenuh serat

hingga batas tertentu, begitu juga sebaliknya, kekuatan kayu akan menurun seiring

dengan bertambahnya kadar air hingga kadar air titik jenuh serat. Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan mempengaruhi perubahan kekuatan kayu.

Ketiga bagian batang kelapa memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi bila

dibandingkan dengan ketiga jenis kayu lainnya. Batang kelapa bagian pangkal,

tengah dan ujung termasuk dalam kayu basah karena kadar airnya berada di atas

20%. Hal ini berarti kadar air mempengaruhi kekuatan kayu pada saat pengujian.

Uji statistik (Lampiran 16), menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh

sangat nyata terhadap kadar air kayu dengan perendaman di laut pada taraf nyata

95%. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik lanjutan untuk melihat

perbedaan rata-rata kadar air kayu antar jenis kayu yang digunakan dalam

penelitian ini. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 19), urutan kadar air

paling tinggi hingga paling rendah adalah batang kelapa bagian ujung yang

(40)

29

pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet, kayu rasamala dan kayu

nangka. Kayu nangka memiliki kadar air terendah dan berbeda nyata dengan kayu

lainnya. Kayu yang tidak berbeda nyata kadar airnya adalah kayu rasamala dan

karet; kayu rasamala, kayu karet dan batang kelapa bagian tengah; serta batang

kelapa bagian tengah dan pangkal.

Nilai kadar air kayu yang direndam di laut berbeda dengan kadar air kayu

yang tidak direndam di laut. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Komponen kimia non struktural penyusun kayu, dalam hal ini adalah zat

ekstraktif, dapat rusak karena perendaman dalam air laut. Kayu yang direndam di

laut mencapai kadar air maksimum dimana seluruh dinding sel dan rongga sel

kayu terisi oleh air laut. Seperti diketahui sebelumnya, bahwa zat ekstraktif kayu

ada yang larut dalam air dan larut dalam pelarut organik. Sebagian besar zat

ekstraktif diduga larut dalam air, sedangkan zat ekstraktif yang tidak larut dalam

air terbawa oleh pergerakan air laut yang semakin bebas akibat dari aktifitas

penggerek kayu laut. Oleh karena itu, terjadi peningkatan kadar air pada kayu

setelah diangkat dari laut karena zat ekstraktif yang bersifat menolak air (water repellent) diduga tercuci (leaching) oleh air laut.

Serangan penggerek kayu di laut juga dapat mengakibatkan perbedaan kadar

air kesetimbangan pada kayu setelah perendaman di laut. Lubang masuknya

penggerek kayu laut pada saat masih berupa larva merupakan akses masuknya

benda asing ke dalam kayu. Benda asing yang ditemukan dalam kayu selain

penggerek laut itu adalah pasir, serpihan kayu yang tidak dicerna secara sempurna

oleh penggerek kayu di laut serta garam. Garam yang terdeposit dalam kayu

menyebabkan kayu setelah direndam di laut memiliki kadar air tinggi karena

garam mempunyai sifat mengikat air.

Pada kayu yang tidak awet seperti kayu karet, lubang gerek ini hampir

menyebar pada seluruh bagian kayu. Lubang gerek ini menambah jumlah ruang

kosong dalam kayu. Ruang kosong ini menyebabkan luas permukaan kayu yang

kontak dengan udara luar semakin banyak. Penambahan luas permukaan ini

menyebabkan kayu sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban relatif

(41)

17.09

Gambar 7.Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut

Berat Jenis dan Kerapatan. Dalam SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan terdapat klasifikasi kekuatan kayu bangunan dalam

keadaan kering udara. Keempat jenis kayu yang setelah direndam tersebut

berdasarkan berat jenisnya dapat diklasifikasikan kekuatannya berdasarkan SNI

03-3527-1994 tersebut.

Berdasarkan Tabel 4, berat jenis kayu rasamala dalam kondisi setelah

perendaman menunjukkan keberadaan kayu dalam kelompok kelas kuat II. Nilai

BJ kayu rasamala setelah perendaman memiliki nilai terendah 0,71 dan nilai

tertinggi 0,83 dengan nilai rata-rata 0,79. Kayu nangka dengan nilai berat jenis

yang dimilikinya menunjukkan keberadaan kayu dalam kelompok kelas kuat III.

Sedangkan kayu karet setelah mengalami perendaman termasuk dalam kelas kuat

V dengan nilai rata-rata sebesar 0,39 serta nilai berat jenis terendah dan terbesar

masing-masing adalah 0,30 dan 0,49. Sama halnya dengan kayu karet, batang

kelapa bagian pangkal dan bagian ujung termasuk dalam kelas kuat V. Sedangkan

batang kelapa bagian tengah dengan berat jenis yang dimilikinya dapat

(42)

31

Gambar 8. Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut

Uji statistik (Lampiran 16) menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh

sangat nyata terhadap perbedaan berat jenis dan kerapatan empat jenis kayu yang

direndam di air laut pada taraf kepercayaan 95%. Oleh karena itu dilakukan uji

lanjut Duncan untuk melihat perbedaan empat jenis kayu tersebut.

Berdasarkan uji lanjut tersebut (Lampiran 17), urutan berat jenis mulai dari

yang terbesar hingga yang terkecil adalah kayu rasamala, kayu nangka, batang

kelapa bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal, kayu karet dan batang kelapa

bagian ujung. Sedangkan kelompok kayu yang tidak berbeda nyata satu sama

lainnya adalah kayu nangka dan batang kelapa bagian tengah; batang kelapa

bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal dan kayu karet. Kayu rasamala

dengan berat jenis kayu tertinggi berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya, begitu

juga batang kelapa bagian ujung dengan berat jenis terkecil berbeda nyata dengan

jenis kayu lainnya.

Kayu yang telah mengalami perendaman di laut selama tiga bulan memiliki

berat jenis yang hampir sama dengan kayu yang tidak direndam. Meskipun

seluruh jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mengalami serangan oleh

penggerek kayu laut tetapi hal ini tidak mengakibatkan perubahan berat jenis

kayu. Faktor-faktor yang menyebabkan berat jenis kayu tidak berbeda setelah

(43)

Perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut

Perendaman empat jenis kayu di laut menyebabkan perubahan sifat fisik

yang dimilikinya, terutama dikarenakan oleh serangan penggerek kayu di laut

(Tabel 5). Untuk melihat perbedaan sifat fisik kayu yang tidak direndam dengan

kayu yang direndam di laut digunakan metode statistika uji-T untuk

membandingkan rata-rata parameter yang diamati.

Tabel 5. Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu

Sifat fisik Keterangan : A = rata-rata sebelum perendaman; B = rata-rata setelah perendaman; angka yang

dicetak tebal menyatakan perbedaan yang nyata secara statistik; angka minus (-) menyatakan peningkatan nilai

Besarnya perubahan rata-rata sifat fisik empat jenis kayu yang direndam

dan tidak direndam di laut dapat dinyatakan dalam persentase, seperti yang

disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah mengalami perendaman

Keterangan : tanda minus (-) berarti terjadi kenaikan nilai pada parameter setelah perendaman

Parameter yang diuji pada kayu yang direndam di laut umumnya tidak

berbeda nyata, kecuali kadar air serta berat jenis dan kerapatan pada kayu karet.

(44)

33

hingga berat tetapi hal ini tidak merubah sifat fisik kayu. Uji korelasi (Lampiran

25) mempertegas perubahan ini. Intensitas serangan tidak menunjukkan adanya

korelasi dengan sifat fisik yang diuji. Hal ini berarti bahwa, perubahan nilai

intensitas serangan penggerek kayu laut tidak diikuti oleh perubahan sifat fisik

dengan pola yang sama.

Perubahan kadar air. Empat jenis kayu yang tidak direndam di laut telah mengalami pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar, begitu

juga kayu yang direndam di laut telah dikeringkan dalam kilang pengering hingga

mencapai kering udara. Penyeragaman kondisi pengeringan ini dimaksudkan agar

pada saat pengukuran kadar air empat jenis kayu yang direndam dan tidak

direndam mempunyai kondisi yang sama.

Kayu rasamala, kayu nangka dan kayu karet setelah direndam di laut

mengalami kenaikan kadar air setelah dikeringudarakan, tetapi kadar air ketiga

jenis kayu ini tetap berada pada kisaran nilai kering udara di daerah Bogor yaitu

sekitar 12 - 19%. Dari ketiga jenis kayu ini, kayu karet merupakan jenis kayu

yang mengalami kenaikan kadar air paling besar, yaitu sebesar 55,71% dengan

nilai rata-rata kadar air sebesar 19,50%.

Batang kelapa pada tiap bagiannya mengalami kenaikan kadar air yang

cukup tinggi. Kadar air kering udara batang kelapa setelah direndam di laut berada

pada kisaran nilai antara 20 - 30% sehingga batang kelapa ini dapat dikatakan

sebagai kayu basah. Batang kelapa bagian ujung merupakan batang kelapa yang

memiliki kadar air tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 32,00%.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa empat jenis kayu yang direndam di laut

mengalami kenaikan kadar air kering udara jika dibandingkan dengan kadar

airnya sebelum direndam di laut. Gambaran perubahan kadar air ini secara lebih

jelas disajikan pada Gambar 9. Uji statistik (uji-T) mempertegas keadaan ini yaitu

seluruh jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mengalami perubahan

kadar air yang berbeda nyata dengan keadaan awalnya.

Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Kayu yang direndam di laut

mencapai kadar air maksimum dimana seluruh dinding sel dan rongga sel dalam

kayu terisi oleh air laut. Dinding sel kayu yang direndam di laut bisa rusak karena

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa
Tabel 2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998
Gambar 1. Pembagian batang kelapa
Gambar 3. Contoh uji yang direndam di laut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interpretasi yang mereka lakukan menentukan mereka akan memiliki konsep diri positif atau konsep diri negatif (Hurlock, 1992, h. 203) mengatakan bahwa umpan balik dari orang

Kekuatan gel bakso ikan payus memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan nilai kekuatan gel tertinggi terdapat pada konsentrasi penambahan bubur rumput laut

Menurut peneliti, promosi jurnal elektronik melalui cara ini sangat efektif karena pengguna telah diberitahukan manfaat dan cara penelusuran informasi pada jurnal

Pada suatu hari, ketika Datuk Limbatang bersama istri dan Giran berkunjung ke rumah Bujang Sembilan, secara tidak sengaja Sani saling berpandangan dengan Giran.. Rupanya, kedua

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa tata kelola dapat mempengaruhi kinerja keuangan perbankan syariah yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA). Objek penelitian

Penelitian yang dilakukan di Australia menunjukkan bahwa responden dengan penghasilan keluarga yang tinggi (lebih dari A$.. 40.000 per tahun) memiliki kecenderungan

 Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan  Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris  Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.. Obat

valid dan mulai melakukan pertukaran data tanpa pernah mengaktifkan chiper suite yang pernah dinegosiasikan (serangan ini tidak dapat dilakukan jika session menggunakan