• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Willingness To Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Willingness To Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI

TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian dan Fungsi Irigasi ... 10

2.2 Klasifikasi Sistem Irigasi ... 11

2.3 Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi ... 12

2.4 Kelembagaan Petani Pemakai Air ... 14

2.5 Pengenaan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 16

2.6 Penelitian Terdahulu ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Teoritis ... 20

3.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 20

3.1.2 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method (CVM) ... 21

3.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM) ... 22

3.1.4 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) dari Petani ... 24

3.1.5 Skenario dan Pertanyaan yang Relevan terhadap Skenario... 24

3.1.6 Hipotesis ... 26

(3)

ii

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Jenis Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

4.5 Metode Analisis Data ... 31

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

4.5.2 Nilai Kontribusi Air Irigasi (Water Value) Usahatani Padi ... 32

4.5.3 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 33

4.5.3.1 Pengujian Parameter ... 34

4.5.3.2 Interpretasi Koefisien ... 36

4.5.4 Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 36

4.5.4.1 Metode Pendugaan Besarnya Nilai WTP ... 36

4.5.4.2 Teknis Penentuan WTP ... 38

4.5.5 Analisis Fungsi WTP ... 40

4.6 Definisi Operasional ... 43

BAB V GAMBARAN UMUM ... 45

5.1 Deskripsi Daerah irigasi Klambu Kanan Wilalung ... 45

5.2 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 47

5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian ... 49

5.4 Pola Tanam dan Pelayanan Irigasi ... 52

5.5 Produksi Usahatani ... 53

5.6 Peran Perkumpulan Petani Pemakai Air ... 54

5.7 Prosedur Pembayaran dan Penarikan Pengelolaan Irigasi .... 56

5.8 Perkembangan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 56

BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 58

6.1 Karakteristik Responden ... 58

(4)

6.2.1 Pengeluaran Usahatani ... 62

6.2.2 Penerimaan Usahatani ... 63

6.2.3 Pendapatan Usahatani ... 64

6.3 Kontribusi Air Irigasi terhadap Pendapatan Usahatani ... 65

BAB VII KESEDIAAN DAN KEMAUAN PETANI MEMBAYAR IURAN PENGELOLAAN IRIGASI ... 69

7.1 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 69

7.2 Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 73

7.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP ... 77

7.3.1 Karakteristik Responden ... 77

7.3.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 79

7.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 81

7.4 Nilai WTP ... 84

7.5 Perbandingan antara Nilai Iuran Pengelolaan Irigasi, WTP, Dan Water Value ... 87

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Luas Panen, Produksi dan Hasil Padi Per Hektar

Tahun 2000-2005 ………... 2

2. Luas

Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi

Klambu Kanan Wilalung (Ha) ……… 3

3. Luas

Lahan Sawah di Kecamatan Undaan

Menurut Jenis Pengairan (Ha) Tahun 2006 ……….. 46

4. Rencana

Luas Areal dan Debit Air Saluran Sekunder

Daerah Klambu Kanan Wilalung tahun 2006 ……… 47

5. Orbitasi

Desa Ngemplak Tahun 2006 ………... 48

6. Kondisi

dan Panjang Jalan Desa Ngemplak ……….. 48

7. Data

Curah Hujan Bulanan Kecamatan Undaan Tahun 2006 ……… 49

8. Tingkat

Pendidikan Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 ……… 50

9. Struktur

Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 . 51

10. Penyebar

an Petani Responden Berdasarkan

Luas Lahan Garapan Petani ……… 58

11. Penyebar

an Karakeristik Petani Responden ……….. 59

12. Analisis

Pendapatan Usahatani Padi di Desa Ngemplak

(6)

13. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Water Rent Usahatani

Padi Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007 ………... 66

14. Hasil

Perhitungan Statistik Variabel Kontinyu Analisis Kesediaan

Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……….. 69

15. Deskripsi

Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 71

16. Hasil

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani

Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 74

17. Penyebar

an Karakteristik Responden Bersedia Membayar Iuran …. 78

18. Hasil

Perhitungan Nilai Tengah WTP ……… 80

19. Nilai

Rata-rata Variabel Kontinyu Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi WTP ……….……… 80

20.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP ……….. 82

21. Distribusi

WTP Sampel di Atas Iuran Irigasi yang Berlaku Saat Ini . 85

22. WTP

(7)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil

Analisis Kesediaan Petani terhadap Iuran Pengelolaan

Irigasi ………. 97

2. Hasil

Analisis WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan

Irigasi ………. 98

3. Peta Desa

Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus ….. 99

4. Peta

(8)
(9)

RINGKASAN

FAHMA MINHA. Analisis Willingness To Pay Petani Terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT.

Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik beras di Kabupaten Kudus. Kecamatan ini setiap harinya mendapatkan pasokan air yang berasal dari Waduk Kedungombo. Dalam pelaksanaannya banyak sawah milik petani yang tidak mendapatkan air karena terdapat jaringan irigasi yang rusak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 78 ayat 3 menjelaskan bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, O&P sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat petani. Oleh karena itu, masyarakat petani yang tergabung dalam P3A menetapkan suatu kebijakan melalui penetapan iuran irigasi. Masalah ini terjadi karena adanya petani yang tidak bersedia membayar iuran tersebut. Hal ini disebabkan karena petani merasa bahwa air merupakan barang bebas (free goods) sehingga pemakaian air relatif boros.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pendapatan usahatani responden, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi, faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi, dan berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.

Hasil penelitian menggunakan analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan bagi petani karena pandapatan yang dihasilkan relatif tinggi. Hasil analisis regresi logit menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani membayar iuran adalah tingkat pendidikan, tingkat pelayanan irigasi, dan peranserta petani dalam operasi dan pemeliharaan (O&P). Berdasarkan nilai tengah WTP masing-masing responden pada usahatani padi dan dianalisis menggunakan regresi linear berganda, maka diperoleh bahwa faktor-faktor apa yang mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi adalah umur, tingkat pendidikan petani, keuntungan bersih, dan luas lahan. Iuran pengelolaan irigasi ditentukan melalui pendekatan WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi yaitu sebesar 35.207/hektar pada MT I dan Rp 59.186/hektar pada MT II.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan terhadap masalah kondisi jaringan irigasi dan pelayanan irigasi yang baik agar petani bersedia untuk berpartisipasi dalam O&P irigasi dan P3A dapat menggunakan pendekatan Willingness To Pay

(10)

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(11)

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI

TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian dan Fungsi Irigasi ... 10

2.2 Klasifikasi Sistem Irigasi ... 11

2.3 Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi ... 12

2.4 Kelembagaan Petani Pemakai Air ... 14

2.5 Pengenaan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 16

2.6 Penelitian Terdahulu ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Teoritis ... 20

3.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 20

3.1.2 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method (CVM) ... 21

3.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM) ... 22

3.1.4 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) dari Petani ... 24

3.1.5 Skenario dan Pertanyaan yang Relevan terhadap Skenario... 24

3.1.6 Hipotesis ... 26

(13)

ii

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Jenis Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

4.5 Metode Analisis Data ... 31

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

4.5.2 Nilai Kontribusi Air Irigasi (Water Value) Usahatani Padi ... 32

4.5.3 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 33

4.5.3.1 Pengujian Parameter ... 34

4.5.3.2 Interpretasi Koefisien ... 36

4.5.4 Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 36

4.5.4.1 Metode Pendugaan Besarnya Nilai WTP ... 36

4.5.4.2 Teknis Penentuan WTP ... 38

4.5.5 Analisis Fungsi WTP ... 40

4.6 Definisi Operasional ... 43

BAB V GAMBARAN UMUM ... 45

5.1 Deskripsi Daerah irigasi Klambu Kanan Wilalung ... 45

5.2 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 47

5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian ... 49

5.4 Pola Tanam dan Pelayanan Irigasi ... 52

5.5 Produksi Usahatani ... 53

5.6 Peran Perkumpulan Petani Pemakai Air ... 54

5.7 Prosedur Pembayaran dan Penarikan Pengelolaan Irigasi .... 56

5.8 Perkembangan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 56

BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 58

6.1 Karakteristik Responden ... 58

(14)

6.2.1 Pengeluaran Usahatani ... 62

6.2.2 Penerimaan Usahatani ... 63

6.2.3 Pendapatan Usahatani ... 64

6.3 Kontribusi Air Irigasi terhadap Pendapatan Usahatani ... 65

BAB VII KESEDIAAN DAN KEMAUAN PETANI MEMBAYAR IURAN PENGELOLAAN IRIGASI ... 69

7.1 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 69

7.2 Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 73

7.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP ... 77

7.3.1 Karakteristik Responden ... 77

7.3.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 79

7.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 81

7.4 Nilai WTP ... 84

7.5 Perbandingan antara Nilai Iuran Pengelolaan Irigasi, WTP, Dan Water Value ... 87

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(15)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Luas Panen, Produksi dan Hasil Padi Per Hektar

Tahun 2000-2005 ………... 2

2. Luas

Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi

Klambu Kanan Wilalung (Ha) ……… 3

3. Luas

Lahan Sawah di Kecamatan Undaan

Menurut Jenis Pengairan (Ha) Tahun 2006 ……….. 46

4. Rencana

Luas Areal dan Debit Air Saluran Sekunder

Daerah Klambu Kanan Wilalung tahun 2006 ……… 47

5. Orbitasi

Desa Ngemplak Tahun 2006 ………... 48

6. Kondisi

dan Panjang Jalan Desa Ngemplak ……….. 48

7. Data

Curah Hujan Bulanan Kecamatan Undaan Tahun 2006 ……… 49

8. Tingkat

Pendidikan Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 ……… 50

9. Struktur

Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 . 51

10. Penyebar

an Petani Responden Berdasarkan

Luas Lahan Garapan Petani ……… 58

11. Penyebar

an Karakeristik Petani Responden ……….. 59

12. Analisis

Pendapatan Usahatani Padi di Desa Ngemplak

(16)

13. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Water Rent Usahatani

Padi Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007 ………... 66

14. Hasil

Perhitungan Statistik Variabel Kontinyu Analisis Kesediaan

Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……….. 69

15. Deskripsi

Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 71

16. Hasil

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani

Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 74

17. Penyebar

an Karakteristik Responden Bersedia Membayar Iuran …. 78

18. Hasil

Perhitungan Nilai Tengah WTP ……… 80

19. Nilai

Rata-rata Variabel Kontinyu Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi WTP ……….……… 80

20.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP ……….. 82

21. Distribusi

WTP Sampel di Atas Iuran Irigasi yang Berlaku Saat Ini . 85

22. WTP

(17)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil

Analisis Kesediaan Petani terhadap Iuran Pengelolaan

Irigasi ………. 97

2. Hasil

Analisis WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan

Irigasi ………. 98

3. Peta Desa

Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus ….. 99

4. Peta

(18)
(19)

RINGKASAN

FAHMA MINHA. Analisis Willingness To Pay Petani Terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT.

Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik beras di Kabupaten Kudus. Kecamatan ini setiap harinya mendapatkan pasokan air yang berasal dari Waduk Kedungombo. Dalam pelaksanaannya banyak sawah milik petani yang tidak mendapatkan air karena terdapat jaringan irigasi yang rusak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 78 ayat 3 menjelaskan bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, O&P sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat petani. Oleh karena itu, masyarakat petani yang tergabung dalam P3A menetapkan suatu kebijakan melalui penetapan iuran irigasi. Masalah ini terjadi karena adanya petani yang tidak bersedia membayar iuran tersebut. Hal ini disebabkan karena petani merasa bahwa air merupakan barang bebas (free goods) sehingga pemakaian air relatif boros.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pendapatan usahatani responden, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi, faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi, dan berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.

Hasil penelitian menggunakan analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan bagi petani karena pandapatan yang dihasilkan relatif tinggi. Hasil analisis regresi logit menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani membayar iuran adalah tingkat pendidikan, tingkat pelayanan irigasi, dan peranserta petani dalam operasi dan pemeliharaan (O&P). Berdasarkan nilai tengah WTP masing-masing responden pada usahatani padi dan dianalisis menggunakan regresi linear berganda, maka diperoleh bahwa faktor-faktor apa yang mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi adalah umur, tingkat pendidikan petani, keuntungan bersih, dan luas lahan. Iuran pengelolaan irigasi ditentukan melalui pendekatan WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi yaitu sebesar 35.207/hektar pada MT I dan Rp 59.186/hektar pada MT II.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan terhadap masalah kondisi jaringan irigasi dan pelayanan irigasi yang baik agar petani bersedia untuk berpartisipasi dalam O&P irigasi dan P3A dapat menggunakan pendekatan Willingness To Pay

(20)

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(21)

Judul : ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah)

Nama : Fahma Minha NRP : A14303054

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc NIP. 131 804 162

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019

(22)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI (STUDI KASUS DAERAH IRIGASI KLAMBU KANAN WILALUNG, KECAMATAN UNDAAN, KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MAUPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, April 2008

Fahma Minha

(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 19 Desember 1985 dari pasangan Drs. Zaenal Hasan dan Dra. Noor Ayda (Alm.) Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Tunas Pertiwi Kecamatan

Kota (1990-1991), SDCN Inti Demaan 03 Kudus (1991-1997), SLTPN 2 Kudus (1997-2000),dan SMUN 1 Bae Kudus (2000-2003).

Pada tahun 2003 penulis diterima untuk meneruskan kuliah pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan baik diluar maupun didalam kampus yaitu Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus

(24)

dan karunia-Nya, sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga semua langkah dan usaha dalam pembuatan skripsi dapat bernilai ibadah, demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas.

Penelitian yang berjudul ”Analisis Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah)” ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya pendapatan usahatani terhadap kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi beserta identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan daran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Bogor, April 2008

(25)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Papa, Mama (Alm.), adik penulis (Yusi dan Irsa), serta keluarga besarku. Terima kasih atas doa, motivasi, perhatian, kasih sayang, canda dan tawanya selama ini.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih atas bimbingan dan masukannya.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgr selaku dosen penguji utama ujian skripsi. 4. Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji wakil departemen.

5. Seluruh pegawai di Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Dinas Pekerjaan Umum, Bapak-bapak petani dan Perangkat Desa Ngemplak atas informasi-informasi yang telah diberikan ke penulis untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabatku ”Gonjrenk”, Adis, Dyah, Dessy, Oka, Arum dan 2Tie. Terima kasih atas kasih sayang, kekeluargaan dan kebersamaannya.

7. Andi Aziz Hakim. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, motivasi, canda dan tawanya selama ini.

8. All Sabriner’s, Devi, Nenden, Ulya, Nur, Indar, Nurul, dan Okta. Terima kasih atas kebersamaan dan canda tawa kalian semuanya.

9. Omda KKB MK, mas Supre, mas Avi, dan mas Taufik. Terima kasih atas semua nasehat dan motivasinya.

10.Teman seperjuanganku dari Kudus angkatan 40, Nurul, Dewi, Oks, Erni, Heni, Itok, Puji, dan Lia.

11.Teman-teman EPS’40 semuanya atas kebersamaannya selama ini.

(26)

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap penting

dari keseluruhan pembangunan ekonomi, hal ini dapat dilihat saat sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar dibandingkan sektor-sektor yang lainnya

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia yaitu (1) potensi sumberdaya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya

penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, serta (4) merupakan basis pertumbuhan di pedesaan.

Adanya globalisasi di Indonesia menyebabkan sektor ini terancam tidak mampu bersaing. Hal ini bukan saja karena kualitas produk pertanian nasional yang belum memiliki dayasaing tinggi, melainkan juga karena negara-negara

maju melakukan proteksi terhadap komoditi pertaniannya.1

Pada tahun 1984, Indonesia telah mencapai swasembada beras yang telah

menjadi salah satu keberhasilan pembangunan Indonesia, dimana saat itu program tersebut sangat membantu petani dalam peningkatan pendapatan. Sebagai propinsi yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas, peran serta Propinsi Jawa Tengah

untuk mencukupi kebutuhan padi cukup diperhitungkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

1

(27)

2

Tabel 1. Luas Panen , Produksi dan Hasil Padi Per Hektar tahun 2000-2005

Padi 2001 2002 2003 2004 2005

Luas Panen (000 Ha) 1650,6 1653,4 1535,6 1635,9 1611,1 Produksi (000 Ton) 8289,9 8503,5 8123,8 8512,6 8424,1 Rata-rata (kw/hektar) 50,22 51,43 52,90 52,04 52,29 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2005

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa produksi padi dari tahun 2001 sampai tahun 2005 mengalami peningkatan. Khususnya untuk tahun 2005, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki luas panen 1,6 juta hektar dapat menghasilkan produksi

padi sebesar 8,4 juta ton.

Untuk harga gabah kering panen pada bulan Januari 2006 adalah Rp 2.072

dimana harga ini dibanding periode yang sama tahun lalu lebih tinggi sebesar Rp 364 (128,86 %). Sementara kebutuhan konsumsi penduduk Jawa Tengah tahun 2006 sejumlah 32.002.500 jiwa dari total penduduk 33.121.200 jiwa (Proyeksi

2005, Jateng dalam Angka) dengan tingkat konsumsi per orang 92,87 kg/kab/tahun, maka kebutuhan konsumsi beras Jawa Tengah bulan Januari 2006

sejumlah 3075,9 ribu ton beras. Dengan demikian, jumlah total konsumsi beras lebih kecil dibandingkan produksi padi. Berkaitan dengan hal diatas maka langkah yang perlu dipertimbangkan dalam rangka peningkatan produksi adalah sistem

pengairan pada lahan sawah sehingga produksi padi yang akan datang dapat meningkat pesat dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

Kabupaten Kudus merupakan kabupaten yang masih mempunyai lahan pertanian yang cukup luas. Luas wilayah Kabupaten Kudus sendiri adalah 425,150 km2, dimana luas areal untuk lahan pertanian sekitar 21.857 hektar,

(28)

Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe dimana dari masing-masing lahan pertanian yang tersebar di sembilan kecamatan tersebut Kudus mampu memenuhi

kebutuhan pangan domestik.

Dari sembilan kecamatan tersebut Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan yang banyak memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian.

Luas lahan sawah wilayah kecamatan ini sendiri sekitar 5.809 hektar dimana luas panen padi sawah pada tahun 2005 mencapai sekitar 9.642 hektar. Untuk luas

areal sawah dan luas baku sawah yang ditanami dapat dilihat pada Tabel 2. Luas areal sawah dan luas baku sawah pada setiap tahunnya hampir sama yaitu 4.657 hektar sehingga dari Tabel 2 ini dapat dilihat bahwa setiap luas areal sawah yang

ada selalu ditanami tanaman. Setiap tahunnya terdapat tiga musim tanam (MT), secara berurutan areal sawah tersebut ditanami padi, padi, dan palawija.

Tabel 2. Luas Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung (Ha)

No. Kecamatan Desa Daerah Irigasi Luas Areal Sawah (Ha)

Luas Baku Sawah (Ha)

1. Wonosoco 312,20 312,20

2. Lambangan 319,60 319,60

3. Kalirejo 218,50 218,50

4. Glagahwaru 351,99 351,99

5. Kutuk 171,80 171,80

6. Medini 192,80 192,80

7. Sambung 141,21 141,21

8. Undaan Kidul 455,50 455,50

9. Undaan Tengah 491,50 491,50

10. Undaan Lor 391,00 391,00

11. Wates 457,50 457,50

12. Ngemplak 380,00 380,00

13. Larikrejo 221,60 221,60

14. Karangrowo 552,70 552,70

Jumlah 4.657,90 4.657,90

(29)

4

Adapun masalah pengelolaan sumberdaya air yang sering dijumpai dan dipergunakan untuk kegiatan pertanian dalam suatu tempat penampungan air

seperti waduk yaitu berkaitan dengan volume air. Dalam hal ini masalah yang berkenaan dengan persediaan air terjadi pada Waduk Kedungombo. Waduk ini tidak saja sebagai pemasok untuk air irigasi tetapi juga sebagai bahan air baku

yaitu air minum. Diketahui pada pertengahan tahun 2005 persediaan air Waduk Kedungombo sebesar 449,9 juta m3, dengan adanya hujan buatan maka volume

air pada awal tahun 2007 meningkat sebesar 53,44 juta m3. Saat itu pelaksanaan hujan buatan di sekitar Waduk Kedungombo mencapai 135 mm atau permukaan air waduk naik 46 cm.

Waduk ini mampu menampung air sekitar 750 juta m3 sehingga mampu mengairi lahan seluas 63.170 hektar secara kontinu sepanjang tahun. Persediaan

air untuk irigasi yang berasal dari Waduk Kedungombo habis karena setiap hari harus didistribusikan ke sawah petani yang tersebar di Kabupaten Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati sebanyak 60 m3/detik selama 24 jam/hari.2

Daerah yang mendapatkan pasokan air dari waduk Kedungombo antara lain Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus dan Kabupaten

Pati. Masalah yang berkaitan dengan waduk ini adalah sekitar kurang lebih 5.000 hektar sawah di Kecamatan Wedung dan Mijen, Kabupaten Demak; 700 hektar di Desa Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus dan di Kecamatan Kayen,

Kabupaten Pati tidak mendapat air sehingga jadwal musim tanam mundur. Selain itu, kebocoran-kebocoran juga sering terjadi pada saat pendistribusian air irigasi.

Air yang dialirkan dari Waduk Kedungombo lewat Daerah Irigasi Klambu Kanan

2

(30)

Wilalung sekitar 60 m3/detik dan 40 m3/detik (60 persen) di antaranya dicuri di tengah jalan. Caranya dengan memasang pompa berkekuatan tinggi, paralon air,

dan penyudetan dengan bambu.

Berdasarkan kondisi tersebut, pada dasarnya pelaksanaan operasi dan pemeliharaan (O&P) menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dengan

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 77 ayat (1) bahwa

pembiayaan pengelolaan sumberdaya air ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan sumberdaya air. Selain itu, dalam Undang-Undang yang sama pasal 78 ayat 3 menjelaskan bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, O&P sistem

irigasi primer dan sekunder menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan peran serta

masyarakat petani.

Aktivitas jaringan irigasi menjadi sangat penting karena hal ini dapat menjamin pendistribusian air dalam menghindari kebocoran-kebocoran yang ada.

Oleh karena itu, maka diperlukan pemeliharaan dan perawatan dalam sistem irigasi secara berkesinambungan.

1.2 Perumusan Masalah

Propinsi Jawa Tengah memiliki areal sawah seluas 1,23 juta hektar yang

terdiri dari lahan beririgasi teknis seluas 904.539 hektar dan tadah hujan 330.039 hektar. Dari jumlah areal beririgasi teknis tersebut yang mendapat distribusi air

(31)

6

persen). Sisanya mendapatkan dari bendungan-bendungan yang ketersediaan airnya tergantung dari debit air sungai.3

Salah satu waduk yang mempunyai pengaruh adalah Kedungombo. Waduk ini sangat berpengaruh bagi pertanian di wilayah kabupaten sekitarnya, seperti Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, dan

Kabupaten Pati. Waduk yang menjadi sumber pasokan air irigasi ini persediaan airnya sangat mempengaruhi kinerja petani dalam hal ini adalah penentuan musim

tanam. Petani akan menunda musim tanam mereka apabila air yang digunakan untuk mengairi sawah habis khususnya pada saat volume air yang terdapat di waduk kedungombo berkurang pada saat musim kemarau. Masalah yang terjadi

juga timbul akibat adanya ketidakmerataan distribusi air ke sawah-sawah petani. Masalah irigasi tersebut dirasakan sekali di Daerah Irigasi Klambu Kanan

Wilalung yang berada di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang menyangga pertanian sekaligus pemasok beras. Dengan luas wilayah sebesar 7.177 hektar yang terdiri dari luas lahan sawah

sebesar 5.809 hektar dan lahan bukan sawah sebesar 1.368 hektar dengan kebutuhan air yang digunakan oleh kecamatan Undaan untuk mengairi sawah

sebagian besar berasal dari Waduk Kedungombo. Untuk kebutuhan air di kecamatan ini setiap musim tanam berkisar 50 m3/detik.

Air yang diberikan telah diatur secara adil sesuai dengan jadwal waktu dan

kebutuhan air per petak sawah dengan ketentuan 1 hektar sawah mendapatkan 1,25 l/detik pada masa pengolahan dan 0,8 l/detik dalam masa pertumbuhan.

Namun, dalam pelaksanaannya petani di daerah hulu blok tersier menggunakan air

3

(32)

melebihi dari jumlah yang telah dibagikan. Hal ini menyebabkan sawah yang berada di daerah hilir tidak mendapatkan irigasi yang sesuai dengan apa yang

telah direncanakan. Masalah juga terjadi dalam proses distribusinya air yang digunakan untuk irigasi mengalami kebocoran-kebocoran pada pipa penyalurannya, serta pencurian air ditengah pendistribusiannya. Akibatnya

sawah-sawah yang ada tidak mendapatkan air irigasi seperti yang telah terjadwalkan. Para petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

sebenarnya telah memiliki ketegasan dalam penentuan biaya untuk setiap air irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah mereka. Namun, pada kenyataannya petani sering kali tidak memiliki kesadaran dalam distribusi pengelolaan air. Hal

ini disebabkan karena air masih dianggap sebagai barang bebas (free goods) walaupun mereka telah mempunyai kesepakatan dalam penentuan iuran setiap air

yang digunakan. Pengenaan iuran irigasi di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung ini berkisar Rp 50.000 /orang/tahun.

Pengenaan iuran irigasi ini berguna untuk pelaksanaan dan pembiayaan

O&P. Namun, dalam perkembangannya tidak jarang petani yang enggan untuk membayar iuran tersebut. Oleh karena itu, banyak terjadi pemakaian air yang

berlebihan pada petani yang merasa telah membayar iuran tersebut. Hal ini menyebabkan distribusi air tidak merata.

Masalah pelayanan irigasi inilah yang akan berdampak pada produktivitas

lahan sehingga dibutuhkan penetapan terhadap besarnya iuran pengelolaan irigasi yang diperoleh melalui kesepakatan anggota P3A berdasarkan kebutuhan riil

(33)

8

sehingga melalui total pendapatan usahatani dalam penelitian ini kita dapat melihat kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi dan besarnya

iuran yang ditetapkan tidak memberatkan petani yang mengakibatkan penurunan produksi pertanian.

Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Seberapa besar pendapatan usahatani responden?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani

terhadap peningkatan pelayanan irigasi?

4. Berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap

peningkatan pelayanan irigasi?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengestimasi besarnya pendapatan usahatani.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP)

petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.

4. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap

(34)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi :

1. Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan dana APBD Kabupaten Kudus untuk pengelolaan irigasi.

2. Dinas Pengairan dalam menetukan kebijakan tarif iuran air irigasi.

3. Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam penetapan iuran irigasi guna pembiayaan pengelolaan irigasi di wilayah setempat.

4. Peneliti sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan keterbatasan-keterbatasan yaitu:

1. Peneliti hanya meneliti satu desa saja di Kecamatan Undaan yaitu Desa Ngemplak, Kudus-Jawa Tengah.

2. Sampel responden terdiri dari 45 petani Desa Ngemplak yang

mengandalkan air irigasi untuk mengairi lahan pertanian mereka dari Waduk Kedungombo.

3. Willingness to Pay (WTP) adalah sejumlah uang yang ingin diberikan seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan dan sumberdaya serta akan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

4. Contingent Valuation Methode (CVM) digunakan untuk menampung preferensi responden pada kondisi tertentu guna mengetahui kesediaan

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Irigasi

Menurut Soediro dalam Ambler (1992), istilah pengairan dapat diartikan

sebagai suatu pembinaan atas air dan sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam

bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alami maupun yang telah

diusahakan oleh manusia. Pengairan juga dapat diartikan sebagai pemanfaatan

serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi:

a. Irigasi, yakni usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang

pertanian, baik air permukaan maupun air tanah.

b. Pengembangan daerah rawa, yakni pematangan tanah daerah-daerah rawa

antara lain untuk pertanian.

c. Pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai,

waduk dan sebagainya.

d. Pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan pencegahan

terhadap pencemaran atau pengotoran air dan sebagainya.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 7 tahun 2004, yang dimaksud irigasi

adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang

pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah

tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Penyediaan air untuk memenuhi

kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi

yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumberdaya air di atas

(36)

Fungsi irigasi yaitu untuk (1) menjamin keberhasilan produksi tanaman

dalam menghadapi kekeringan jangka pendek, (2) mendinginkan tanah dan

atmosfir sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman, (3) mengurangi bahaya

kekeringan, (4) mencuci atau melarutkan garam dalam tanah, (5) mengurangi

bahaya pemipaan tanah, (6) melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan

tanah, dan (7) menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi

(Pusposutardjo, 2001).

2.2 Klasifikasi Sistem Irigasi

Menurut Tambunan dan Bachtiar dalam Pasandaran (1991), sistem

jaringan irigasi di Indonesia pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga

macam yaitu :

1. Irigasi teknis yaitu irigasi dengan struktur dan saluran yang permanen,

pintu kontrol dan alat pengukur sampai unit tersier.

2. Irigasi semi teknis yaitu irigasi dengan struktur yang tidak semuanya

permanen, dimana struktur kontrol hanya tersedia pada lokasi-lokasi

pokok serta alat ukur umumnya tidak tersedia atau jika tersedia hanya pada

beberapa lokasi.

3. Irigasi sederhana yaitu irigasi yang sering dibuat oleh petani sendiri,

bangunan kontrolnya biasanya tidak permanen dan tidak ada fasilitas

(37)

12

Menurut Gandakoesoemah (1975), pada umumnya syarat untuk daerah

irigasi teknis yaitu:

a. Semua sawah-sawah dan ladang-ladang dalam daerah irigasi teknis harus

dapat diairi dari saluran induk menurut kebutuhannya dengan cara pemberian

air yang mudah diperiksa, dapat diatur dan banyaknya aliran dapat diukur.

b. Air yang tidak dibutuhkan untuk tanaman harus mudah dan dapat dibuang ke

saluran pembuangan atau sungai.

2.3 Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi

Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumberdaya air terdiri dari

pemeliharaan serta operasi dan pemeliharaan. Berdasarkan Undang-Undang

nomor 7 tahun 2004, pelaksanaan dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan

menjadi 2, yaitu :

1. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder

menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah

Daerah sesuai dengan kewenangannya.

2. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak

dan tanggungjawab masyarakat petani pemakai air.

Pengembangan sistem irigasi dapat dilakukan dengan mengikutsertakan

masyarakat. Pada pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat

dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai air (P3A) atau pihak lain sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuannya karena kebutuhan dan atas

(38)

kewenangan dinilai mampu untuk mengembangkan sistem irigasi yang selaras

dengan rencana tata ruang wilayah.

Operasi dan Pemeliharaan (O&P) irigasi merupakan suatu pekerjaaan

dalam pengelolaan irigasi yang bersifat lestari dan mandiri. Lestari berarti

pekerjaan O&P yang dilaksanakan secara rutin, teratur, terus menerus dalam

satuan waktu tertentu. Sedangkan bersifat mandiri karena pekerjaan O&P

dilaksanakan oleh petugas-petugas O&P sendiri. Untuk biaya O&P dapat berasal

dari petani dan pemerintah serta penerima manfaat air irigasi lainnya

(Notoatmodjo, 1991).

O&P jaringan irigasi merupakan salah satu siklus manajemen irigasi yang

terdiri dari perencanaan, design, konstruksi dan O&P, tetapi dapat juga merupakan

satu siklus manajemen yang tertutup sendiri yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi O&P. Pekerjaan O&P merupakan pekerjaan

rutin bagi para petugas pengairan. Pekerjaan ini sudah menjadi tugas kewajiban

dan tanggungjawab sehari-hari.

Menurut Notoatmodjo (1991), masalah-masalah utama yang didapati

dalam pelaksanaan O&P jaringan irigasi secara efisien antara lain, yaitu:

a. Kekurangan tenaga O&P yang terampil, khususnya di tingkat pengamat

pengairan ke bawah.

b. Kekurangan biaya O&P.

c. Cukup banyak peraturan O&P khususnya pengaturan tata tanam, rotasi

tanaman, sistem golongan air, dan sebagainya yang kurang dapat dipatuhi oleh

(39)

14

d. Panitia irigasi yang kurang berfungsi dengan baik dan institusi P3A yang

belum banyak berjalan.

2.4 Kelembagaan Petani Pemakai Air

Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi berbagai

kehidupan terutama untuk sistem irigasi, sehingga dapat dikatakan bahwa jika

tidak ada air atau kurang tersedianya air di suatu daerah maka akan menimbulkan

masalah pada berbagai kehidupan sehingga menyebabkan pertentangan dan

persengketaan.

Untuk mengatasi masalah tersebut yaitu yang berkaitan irigasi, dimana air

merupakan salah satu sumberdaya alam yang harus ditangani secara bersama

(menurut aturan dan hak yang telah dikembangkan secara bersama), petani telah

menumbuhkan lembaga-lembaga yang dapat mewadahi kemampuan dan aspirasi

petani mengenai pengelolaan air irigasi. Oleh sebab itu maka pemerintah

membentuk suatu perkumpulan petani pemakai air yang formal yaitu P3A.

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994), Perkumpulan Petani Pemakai

Air (P3A) merupakan organisasi sosial dari para petani yang tidak berinduk atau

bernaung pada golongan/partai politik. P3A merupakan organisasi yang bergerak

di bidang pertanian, khususnya dalam kegiatan pengelolaan air pengairan

sehubungan dengan kepentingan-kepentingan melangsungkan usahatani bersama.

Maksud atau tujuan dari P3A itu sendiri, yaitu:

a. Agar pengelolaan air pengairan bagi kepentingan bersama dapat dilakukan

(40)

dapat mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang mengikat dan memuaskan para

anggotanya.

b. Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut (yang pada dasarnya disepakati

bersama oleh para anggotanya), perkumpulan dengan didukung

kewajiban-kewajiban para anggotanya akan dapat melaksanakan dan meningkatkan

pemeliharaan jaringan pengairan dalam wilayah kerja yang menjadi

tanggungjawabnya secara mantap dan teratur dan dengan penuh

tanggungjawab.

c. Agar dengan adanya perkumpulan, para petani anggotanya dapat dengan

tenang dan bergairah melaksanakan usahataninya karena selain kebutuhan air

pengairan tercukupi, juga dalam pelaksanaan usahataninya itu akan dapat

menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan.

Adapun tugas pokok dari P3A, yaitu:

a. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan-perbaikan jaringan pengairan tersier

dan pedesaan.

b. Membuat peraturan dan ketentuan pembagian air pengairan serta pengamanan

jaringan-jaringan pengairan agar terhindar dari perusahaan si pembutuh air

pengairan yang hanya mementingkan diri sendiri.

c. Mengatasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dan terjadi di

antar para anggota petani pemakai air pengairan di dalam pengelolaan air

pengairan.

d. Mengumpulkan dan mengurus iuran pembiayaan bagi kegiatan eksploitasi dan

(41)

16

pemakai air pengairan yang telah mereka sepakati bersama pada musyawarah

di antara mereka.

e. Mewujudkan peransertanya kepada pemerintah melaksanakan

kewajiban-kewajiban pemerintah dalam rangka kegiatan yang menyangkut

persoalan-persoalan pengairan dan pertanian.

2.5 Pengenaan Iuran Pengelolaan Irigasi

Pengambilan keputusan untuk pengenaan iuran pengelolaan irigasi

dilakukan berdasarkan musyawarah antar anggota P3A, dimana keputusan

tersebut setelah mempertimbangkan dana yang dipergunakan untuk biaya O&P.

Menurut Soediro dalam Ambler (1992), secara teknis pengawasan atau

pengelolaan terhadap jaringan irigasi diatur sebagai berikut:

a. Jaringan primer dan sekunder dilakukan oleh aparat Pemerintah Daerah

tingkat I, dimana dahulu oleh Dinas Pengairan dengan perangkatnya.

b. Jaringan tersier diserahkan kepada petani pemakai air.

Apabila dalam suatu wilayah terdapat jaringan irigasi Desa atau Subak maka

jaringan-jaringan ini juga diurus oleh Desa atau Subak petani pemakai air yang

berasal dari wilayah jaringan irigasi yang bersangkutan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya tentang air irigasi telah banyak dilakukan mulai

dari penentuan tarif untuk peningkatan usahatani sampai kemampuan petani untuk

(42)

petani tergantung pada jumlah luas areal sawah yang dimiliki dan besarnya

kemampuan petani dalam membayar iuran air tersebut.

Penelitian Andriyani (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan petani dalam membayar IPAIR adalah pendapatan

usahatani, beban tanggungan, pendapatan non irigasi, pengeluaran keluarga

petani, lama pendidikan dan umur. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan usahatani adalah luas lahan, produksi, pengalaman berusahatani dan

komoditas yang diusahakan.

Faktor pendapatan usahatani, pendapatan non irigasi dan pengeluaran

keluarga berpengaruh sangat nyata teradap kemampuan petani membayar IPAIR

pada taraf kepercayaan α=0,05 hingga α=0,01. Pengaruh koefisien regresi

pendapatan usahatani dan pendapatan non irigasi sesuai dengan harapan, yaitu

berpengaruh positif berarti semakin besar pendapatan usahatani dan pendapatan

non irigasi maka semakin besar pula kemampuan petani dalam membayar IPAIR.

Koefisien regresi pengeluaran keluarga berpengaruh negatif artinya semakin besar

pengeluaran keluarga maka kemampuan petani membayar iuran semakin kecil.

Faktor beban tanggungan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan α = 0,05,

koefisien ini berpengaruh negatif yang berarti bahwa jika beban tanggungan

petani bertambah maka kemampuan petani membayar iuran semakin kecil.

Peubah produksi penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani dan komoditas

yang diusahakan berpengaruh tidak langsung terhadap kemampuan petani untuk

membayar iuran, karena peubah tersebut berpengaruh nyata pada pendapatan

(43)

18

Dalam penelitian Aji (2005), menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan petani dalam membayar iuran

pengelolaan irigasi secara positif adalah tingkat pelayanan irigasi, peranserta

petani dalam operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi, umur petani serta tingkat

pendidikan petani. Berdasarkan empat variabel yang berpengaruh tersebut,

variabel tingkat pelayanan irigasi yang memiliki peluang terbesar petani bersedia

membayar iuran irigasi (dilihat dari odd rationya) dibandingkan dengan

variabel-variabel lainnya, disamping mempunyai pengaruh kuat dalam petani mengambil

keputusan (dilihat dari taraf nyatanya). Kondisi demikian wajar terjadi karena

dengan adanya pelayanan irigasi yang baik, petani merasa aman terhadap

perolehan input. Jaminan perolehan input akan berdampak pada tingkat produksi

dan pendapatan petani.

Berdasarkan nilai tengah WTP maka diperoleh bahwa faktor yang

mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi secara negatif

adalah kepercayaan petani terhadap P3A dan pengalaman berusahatani, sedangkan

secara posiif dipengaruhi oleh tanggungan keluarga, dan umur petani.

Kepercayaan terhadap P3A yang tumbuh cenderung menyebabkan menurunnya

nilai WTP petani. Kondisi ini terjadi karena menurut petani kinerja pengurus P3A

semakin menurun dan ada sebagian petani yang belum merasakan transparasi

dana dari iuran irigasi.

Penelitian Siwi (2006) menyatakan pola tanam dan intensitas tanam

berpengaruh pada tingkat produksi padi dimana pada daerah hulu dan tengah

rata-rata produksi padi dalam setahun lebih besar daripada daerah hilir. Hasil

(44)

usahatani menunjukkan bahwa kontribusi air irigasi yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan tanaman padi lebih tinggi di daerah hulu dibandingkan

daerah lainnya.

Berdasarkan perhitungan, jumlah air pada MT I sebanyak 14.585,2 m3/ha,

MT II sebanyak 14.246,064 m3/ha dan MT II sebanyak 20.355,84 m3/ha. Dengan

menggunakan metode RIA (Residual Imputation Approach) diperoleh rata-rata

nlai air dalam setahun di daerah hulu sebesar Rp 44/m3, didaerah tengah dan hilir

sebesar Rp 32 m3/ha dan Rp 23 m3/ha. Hasil valuasi ini dijadikan acuan dalam

implikasinya di lapangan untuk menentukan tarif maksimum air irigasi yang layak

(45)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan pendekatan yang pada dasarnya menanyakan secara langsung kepada masyarakat berapa besarnya

maksimum Willingness to Pay (WTP) untuk manfaat tambahan dan/atau berapa besarnya maksimum Willingness to Accept (WTA) sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan (Hanley dan Spash (1993) dalam Aji, 2005). Dalam

penelitian ini pendekatan yang akan dibahas adalah WTP.

Fungsi dari CVM yaitu menghitung nilai atau penawaran yang mendekati

pada hal tersebut jika pasar dari barang-barang tersebut benar-benar ada. Pasar hipotetik (kuesioner dan responden) oleh karena itu seharusnya sebisa mungkin dapat mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal

dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.

Kuesioner CVM dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) penulisan detail tentang benda yang dnilai, persepsi penilaian benda publik, jenis kesanggupan dan alat pembayaran, (2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti, (3) pertanyaan tentang

karakteristik sosial demografi responden, seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Hal yang perlu dilakukan sebelum menyusun kuesioner

(46)

Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotetik menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli.

Pada kasus bidding game kuesioner menyarankan penawaran pertama (nilai awal dari penawaran) dan responden setuju atau tidak setuju jumlah yang akan mereka bayarkan. Prosedur lebih lanjut sebagai berikut:

Nilai awal (starting point price) dinaikkan untuk melihat apakah responden masih mau membayar hal tersebut, dan seterusnya sampai responden menyatakan bahwa

ia tidak mau membayar lagi (pada tingkat tambahan harga tertentu) dalam penawaran yang terus diajukan. Penawaran terakhir yang disetujui oleh responden merupakan nilai maksimum dari WTP mereka.

3.1.2 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method (CVM) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam organisasi pengoperasian CVM, yaitu (Hanley dan Spash (1993) dalam Aji, 2005):

1. Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realistik.

2. Alat pembayaran yang digunakan dan/atau ukuran kesejahteraan (WTP) sebaiknya tidak kontroversial dengan ethics di masyarakat.

3. Responden sebaiknya disajikan informasi yang cukup mengenai sumberdaya yang dimaksud dalam kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka.

4. Responden sebaiknya mengenal sumberdaya yang dimaksud dalam kuesioner dan mempunyai pengalaman di dalamnya.

(47)

22

6. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas.

7. Pengujian kebiasan sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategic bias secara khusus.

8. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.

9. Sebaiknya diketahui dengan pasti apakah contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian dibuat jika diperlukan.

10.Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali apakah mereka setuju dengan harapan sebelumnya.

3.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM)

Teknik CVM dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua

hal penting, yaitu:

1. Seringkali menjadi hanya satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat. 2. Dapat diaplikasikan pada kebanyakan konteks kebijakan lingkungan.

Hal terpenting dalam CVM adalah penggunaannya dalam berbagai macam penilaian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat. Secara khusus, CVM

menyarankan bahwa nilai keberadaan barang-barang lingkungan merupakan hal yang penting untuk diketahui.

Kelebihan dari CVM dibandingkan dengan teknik penilaian lainnya adalah

CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna. Melalui CVM seseorang mungkin dapat mengukur utilitasnya dari keberadaan barang

(48)

Dalam mengumpulkan data, teknik ini memiliki kebiasan yang merupakan kelemahan dari CVM. Kelemahan tersebut antara lain:

1. Strategic bias yang muncul akibat dari ketidakjujuran responden, yang mencoba memanipulasi hasil analisis dan mempengaruhi kebijakan pemerintah di masa yang akan datang.

Solusi: desain dari alat survei sehingga memperkecil kemungkinan hasil survei yang dilihat sebagai sumber kebijakan di masa yang akan datang.

2. Information bias yang muncul dari kurang lengkapnya informasi yang diberikan oleh pewawancara kepada responden. Informasi tentang kondisi yang dihadapi, perubahan-perubahan yang akan terjadi dan alternatif yang

tersedia tidak dipahami oleh responden secara jelas, padahal hal ini penting untuk menimbulkan suatu hipotesis dalam teknik survei.

Solusi: desain yang berhati-hati dan terperinci dari alat survei serta alat penjelas yang tepat.

3. Instrument bias yang muncul dari reaksi subyek survei pada alat pembayaran

yang dipilih atau pilihan yang ditawarkan, seperti pajak, retribusi atau iuran. Solusi: desain dari alat sedemikian hingga alat pembayaran dan aspek yang

lainnya dari kuesioner tidak mempengaruhi tanggapan subjek wawancara. 4. Starting point bias yang muncul pada kasus permainan penawaran (bidding

game). Sebagai contoh, pilihan dari harga awal atau selang harga yang dipilih

oleh pewawancara mungkin mempengaruhi hasil wawancara. Penawaran yang terlalu lama atau panjang akan membosankan responden.

Solusi: desain dari alat survei sedemikian hingga pertanyaan open-ended

(49)

24

5. Hypothetical bias yang muncul karena adanya masalah yang potensial terjadi pada kondisi pasar atau kenyataan yang tidak riil. Untuk memanfaatkan atau

menikmati barang-barang publik, kesediaan membayar sering dipengaruhi oleh anggapan subyek bahwa mereka berhak menikmati barang-barang tersebut secara gratis karena merupakan anugerah Tuhan. Subyek mungkin

tidak menanggapi proses survei dengan serius dan jawaban yang mereka berikan cenderung tidak memenuhi pernyataan yang diajukan.

Solusi: desain dari alat survei sedemikian hingga memaksimisasi “realitas” dari situasi yang akan diuji dengan memberikan penjelasan kepada responden tentang pilihan-pilihan yang tersedia dengan berbagai konsekuensinya.

3.1.4 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) dari Petani

Dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTP dari masing-masing responden (petani) diperlukan asumsi sebagai berikut:

1. Responden mengenal dengan baik sistem irigasi yang ada di lokasi penelitian.

2. Pemerintah Daerah/Provinsi setempat memberikan perhatian pada operasi dan pemeliharan jaringan irigasi di lokasi penelitian.

3. Responden dipilih secara random dari petani yang relevan.

3.1.5 Skenario dan Pertanyaan yang Relevan terhadap Skenario Skenario

Jika Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan suatu kebijakan

(50)

sesuai dengan kebutuhan tanaman. Adapun kebijakan tersebut adalah rehabilitas terhadap jaringan irigasi yang rusak. Dengan demikian, diperlukan partisipasi

masyarakat petani dalam menjaga dan memelihara jaringan irigasi tersebut, khususnya jaringan irigasi tersier. Selain itu, adanya keterbatasan dana yang ada di P3A dalam pemeliharaan jaringan irigasi, maka para petani pemakai air

dikenakan iuran pengelolaan irigasi untuk membiayai pelaksaan operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi. Besarnya iuran yang pantas diberlakukan akan

ditanyakan kepada responden mengenai WTP petani terhadap pelaksanaan O&P. Di sisi lain, responden ditanyakan pula tentang kesdiaan mereka untuk mengikuti kebijakan tersebut melalui kegiatan-kegiatan O&P jaringan irigasi yang telah

dimusyawarahkan dalam P3A. Apakah mereka akan menjawab “Ya/Tidak” terhadap keputusan musyawarah P3A tersebut.

Pertanyaan yang Menyangkut Skenario

Seandainya kebijakan pemerintah provinsi mengenai rehabilitas jaringan irigasi benar-benar dilaksanakan, maka responden akan ditanyakan maksimum

kesediaan mereka untuk membayar iuran pengelolaan irigasi dan mengikuti kegiatan-kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi sebagai bentuk partisipasi

mereka sebagaimana yang dirumuskan di bawah ini:

(51)

26

3.1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, dapat

dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu:

1. Diduga pilihan masyarakat untuk bersedia membayar iuran pengelolaan irigasi dipengaruhi secara positif oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengetahuan

tentang iuran, tingkat pelayanan irigasi, peranserta dalam O&P irigasi, dan kepercayaan terhadap P3A.

2. Diduga tingkat WTP petani terhadap iuran pengelolaan irigasi dipengaruhi secara positif oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang iuran, tingkat pelayanan irigasi, peranserta dalam O&P irigasi, kepercayaan terhadap

P3A, pengalaman berusahatani, keuntungan bersih usahatani, dan luas lahan garapan, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh tanggungan keluarga.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Dalam rangka meningkatkan hasil produksi pertanian khususnya tanaman

padi, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara untuk mengupayakan agar jaringan irigasi yang telah dibangun tetap berfungsi dengan baik mengingat

bahwa air irigasi sangat diperlukan dalam musim penanaman dan pertumbuhan tanaman padi itu sendiri sehingga air yang dialirkan masuk ke petak-petak sawah dapat lancar dan sesuai dengan kebutuhan tanaman tanpa adanya petak sawah

yang mengalami kekurangan air. Pada kenyataannya, saat ini sebagian jaringan irigasi mengalami kerusakan, baik akibat faktor alam, usia bangunan, atau ulah

(52)

tidak adanya pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat petani. Oleh karena itu, melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), pengurus dan anggotanya

melakukan operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi secara rutin guna memberikan pelayanan irigasi yang baik. Untuk kelancaran jalannya O&P irigasi diperlukan kesadaran dari petani pemakai air untuk membayar iuran pengelolaan irigasi.

Dalam rapat Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), iuran pengelolaan tersebut telah disepakati tetapi pada kenyataannya banyak para petani yang

enggan untuk membayar iuran tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pendapatan usahatani petani melalui analisis usahatani dan melihat kemampuan dalam kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan

irigasi melalui metode analisis regresi logit serta penilaian tentang pelayanan irigasi dilihat berdasarkan nilai Willingness to Pay (WTP) dengan menggunakan

Contingent Valuation Method (CVM) melalui pendapatan usahatani yang ada.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan iuran pengelolaan irigasi dan meningkatkan pelayanan

(53)

28

Ket: = lingkup pelayanan irigasi = lingkup pelayanan irigasi

Kesediaan Membayar Iuran Penilaian Ekonomi Pelayanan Irigasi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesediaan

Willingness to Pay (WTP)

Faktor-Faktor Yang

(54)

4.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, artinya penelitian ini

merupakan penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan

suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfield, 1930 dalam

Nazir, 1988). Hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari jenis penelitian

ini hanya berlaku pada lokasi penelitian dan lokasi atau kondisi yang tipikal

dengan lokasi penelitian dan penelitian yang lain dengan asumsi-asumsi yang

sama.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Ngemplak, Kecamatan Undaan,

Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah yang termasuk dalam Daerah Irigasi

Klambu Kanan Wilalung. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja

(purposive) karena kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di

kecamatan tersebut paling berkembang di Kabupaten Kudus sehingga dapat

dijadikan sebagai P3A percontohan di Kabupaten Kudus. Penelitian lapang

dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2007.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Mengingat daerah irigasi ini mencakup areal baku yang cukup luas, maka

(55)

30

penelitian ini dipusatkan pada tingkat saluran tersier. Hal ini diharapkan dapat

mempermudah dalam penyeragaman iuran pengelolaan irigasi karena berada

dalam wadah yang sama yaitu P3A.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

stratified random sampling, yaitu pengambilan responden secara random yang

ditarik dari masing-masing kelompok yang homogen dari suatu populasi (Nazir,

1988). Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemakai air di Desa Ngemplak,

Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus yang terdaftar dalam buku daftar anggota

P3A. Populasi tersebut dikelompokkan menjadi tiga strata berdasarkan luas lahan

irigasi, yaitu petani yang menggarap di lahan irigasi < 0,5 hektar; 0,5 – 1 hektar;

dan >1 hektar masing-masing sejumlah 30 petani, sepuluh petani, dan lima petani,

sehingga total responden sebanyak 45 petani. Penentuan jumlah tiap-tiap strata

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nazir, 1988):

n N N

n i

i = ×

dimana:

ni = jumlah sampel yang diambil pada kelompok luas lahan ke-i

n = total jumlah sampel yang diambil dari seluruh kelompok luas lahan

Ni = jumlah populasi pada kelompok luas lahan ke-i

N = total jumlah populasi dari seluruh kelompok luas lahan

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

(56)

responden terhadap peningkatan pelayanan irigasi dan besarnya nilai WTP yang

diperoleh melalui kuesioner maupun wawancara langsung dengan responden.

Hasil dari kuesioner dan wawancara tersebut akan dimanfaatkan sebagai

pendukung dari penggunaan Contingent Valuation Method (CVM) dan analisis

Willingness to Pay (WTP). Sedangkan data sekunder meliputi: data jaringan

irigasi Klambu Kanan Wilalung, luas areal baku dan debit air, potensi desa, dan

literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.5 Metode Analisis Data

Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif

dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) untuk mengestimasi besarnya

pendapatan usahatani dapat dilihat dengan menghitung selisih antara total

penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani yang merupakan nilai

semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi (Soekartawi, 1990) yang

berguna untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan dan

ketidaksediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi dengan

menggunakan analisis regresi logit, (2) dalam penilaian ekonomi pelayanan irigasi

dilihat dari nilai WTP dengan Contingent Valuation Method (CVM), dimana

kemudian nilai WTP tersebut dianalisis dengan menggunakan regresi linear

berganda teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi WTP petani terhadap

peningkatan pelayanan irigasi. Pengolahan data dilakukan menggunakan

komputer dengan program Microsoft Office Excell dan Minitab for Window

Release 14. Berdasarkan analisis kuantitatif dikembangkan menjadi analisis

(57)

32

Dalam penelitian diperlukan data untuk mengidentifikasi karakteristik

sosial ekonomi petani yang menjadi responden di lokasi penelitian. Data tersebut

meliputi data umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, luas lahan

garapan, dan status usahatani, kemudian dianalisis secara deskriptif. Metode yang

digunakan adalah wawancara dan penyajian kuesioner.

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Untuk melihat besarnya pendapatan usahatani diestimasi menggunakan

rumus sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

)

π = Besarnya pendapatan petani (Rp) Py = Harga produksi Y (Rp)

Y = Produksi (Kg)

Pxi...n = Harga input yang diperhitungkan (Rp) Xi...n = Jumlah input yang diperhitungkan Pxki...n = Harga input yang dibayar tunai (Rp) Xki...n = Jumlah input yang dibayar tunai (Rp)

Pada dasarnya dalam penghitungan pendapatan usahatani, biaya

dikategorikan kedalam biaya tunai dan diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari

biaya sarana dan prasarana produksi, seperti benih, pupuk, obat-obatan, tenaga

kerja luar keluarga, sewa traktor, dan pajak lahan, sedangkan biaya penyusutan

alat, tenaga kerja dalam keluarga, dan sewa lahan termasuk dalam biaya

diperhitungkan.

4.5.2 Nilai Kontribusi Air Irigasi (Water Value) Usahatani Padi

Nilai air irigasi (water value) menggambarkan kontribusi nilai ekonomi air

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 11. Penyebaran Karakteristik Petani Responden
Tabel 12. Analisis Pendapatan Usahatani Padi di Desa Ngemplak
Tabel 18. Hasil Perhitungan Nilai Tengah WTP
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi responden terhadap kualitas lingkungan sekitar situ, mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan responden

Judul Tesis : Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Secara Pra-Upaya Terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Di Kabupaten Lombok Barat.. Nama :

Sementara itu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah pohon yang diikutkan dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat

Setelah melihat latar belakang masalah, maka perlu diketahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan pedagang dan berapa besar pengaruh faktor –

Penelitian ini merupakan Analisis Faktor untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang dominan yang mempengaruhi hasil produksi kentang dengan responden petani

Penelitian ini merupakan Analisis Faktor untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang dominan yang mempengaruhi hasil produksi kentang dengan responden petani

dilaksanakan terhadap masyarakat pengguna mata air Cirahab (non komersil) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ ketidaksediaan responden untuk

Responden yang lebih sering atau memilih belanja di pasar swalayan memiliki kesediaan membayar kantong belanja ramah lingkungan yang lebih tinggi karena pasar