• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq ) Di Areal Pt Perkebunan Nusantara Iii, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq ) Di Areal Pt Perkebunan Nusantara Iii, Sumatera Utara"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK

KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis Jacq.

)

DI AREAL

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III, SUMATERA UTARA

PRASETYO MIMBORO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Areal PT. Perkebunan Nusantara III, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Prasetyo Mimboro

(4)

RINGKASAN

PRASETYO MIMBORO. Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di areal PT. Perkebunan Nusantara-III, Sumatera Utara. Dibimbing oleh WIDIATMAKA, ATANG SUTANDI dan ASDAR ISWATI.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), merupakan salah satu penghasil devisa negara dari sektor perkebunan yang mengalami peningkatan luas areal dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya 1,12 juta hektar, kemudian pada tahun 2000 meningkat tajam menjadi 4,15 juta hektar, dan pada tahun 2012 sudah mencapai 9,07 juta hektar. Kelapa sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainya. Beberapa keunggulan itu antara lain adalah produksi per satuan luas yang tinggi, umur ekonomis yang panjang dan produknya dapat digunakan dalam berbagai industri baik pangan maupun non pangan.

Produksi kelapa sawit sangat beragam, yang disebabkan oleh beragamnya karakteristik tanah dan lahan di areal kelapa sawit. Tingginya keragaman produksi tersebut, menghendaki adanya informasi yang obyektif tentang sifat-sifat setiap jenis tanah, agar tindakan manajemen tanah dan upaya yang dilakukan bersifat spesifik dengan hasil yang maksimal. Produksi kelapa sawit yang maksimal diperoleh dari bibit tanaman yang unggul, pemilihan lahan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman, manajemen yang tepat serta pengelolaan kebun dilakukan secara berkelanjutan dan lestari. Untuk memperoleh informasi maksimal mengenai kondisi lahan yang ditanami kelapa sawit, perlu dilakukan evaluasi lahan melalui kajian kesesuaian lahan dengan mengetahui hubungan karakteristik lahan dan produksi kelapa sawit.

Penelitian dilaksanankan dengan metode survei eksplorasi, yang bertujuan untuk mengembangkan kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit khususnya di areal PT. Perkebunan Nusantara-III Sumatera Utara, berdasarkan pada produksi dengan karakteristik tanah dan lahannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data produksi tanaman (ton.ha-1), data hasil analisis kesuburan tanah, data curah hujan tahunan dan data kriteria lahan seperti elevasi, topografi dan kedalaman efektif.

Sampai saat ini, banyak penelitian dilakukan untuk melihat korelasi antara pertumbuhan /produksi dengan berbagai faktor, misalnya Model Diagnostik. Model diagnostik merupakan hubungan yang khas antara satu faktor tumbuh dengan respon tanaman dapat didefmisikan maka pertumbuhan produksi maksimum dapat diperoleh dengan mengoptimasikan faktor tumbuh tersebut. Kelemahan model diagnostik ini adalah, hubungan ditetapkan dibawah kondisi tertentu (under control), dimana hanya salah satu faktor peubah yang divariasikan dan faktor lainnya dikondisikan tetap.

(5)

yang menunjukkan semakin sedikit faktor pembatas yang bekerja. Pola sebaran data dibungkus oleh garis batas (boundary line), yang memisahkan data yang real dari yang tidak real. Artinya kecil kemungkinan diperolehnya data diluar garis batas tersebut.

Pengembangan kriteria kesesuaian lahan dihasilkan dengan menggunakan proyeksi persimpangan antara garis batas dan selang produksi. Pengolahan data menggunakan metode garis batas (Boundary Line Method) dan interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) untuk mengetahui sebaran spasial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, karakteristik lahan yang optimal untuk mendukung produksi tanaman kelapa sawit dijumpai pada tanah dengan tekstur lempung berpasir, lempung liat berpasir dan lempung, elevasi <149 mdpl, curah hujan antara 1.371 sampai 1.971 mm, bulan kering 1, bulan basah 6, kedalaman efektif antara 82,3 sampai 110,9 cm, KTK >3,8 cmol(+).kg-1, pH antara 4,9 sampai 6,5, C-organik >1,1%, KB >16,3%, kejenuhan Al <39,4%, N-total >0,06%, P-tersedia >16,8 ppm, K-dd >0,1 cmol(+).kg-1 dan lereng <11,6%.

Secara agregat, tingkat kedetailan hasil analisis spasial kesesuaian lahan menggunakan pengembangan kriteria meningkat 26% dibandingkan dengan kriteria BBSDLP. Analisis spasial yang dilakukan diareal yang sama, menunjukkan hasil bahwa pengembangan kriteria menunjukkan hasil yang lebih detail yaitu S1, S2, S3 dan N, sedangkan kriteria BBSDLP menunjukkan 2 kelas kesesuaian lahan yaitu S2 dan S3.

Kata kunci: Evaluasi lahan, produksi kelapa sawit, kriteria kesesuaian lahan,

(6)

SUMMARY

Prasetyo MIMBORO. Establishing land suitability criteria for palm oil (Elaeis guineensis Jacq.) at Nusantara III (Pvt limited) Plantation site, North Sumatra. Supervised by WIDIATMAKA, Atang SUTANDI and Asdar ISWATI.

Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is an important source of foreign exchange earnings amongst oil sector with an ever increasing areal extant from time to time. In 1990 oil palm plantations in Indonesia were 1.12 million hectares which increased to 4.15 million hectares in 2000 and 9.07 million hectares in 2012. Palm oil has many advantages over other edible oil crops such as high production per unit area, long economic life and multiples uses of its derivatives in various industries both food and non-food.

Palm oil production is influenced by various factors including both internal and external ones. Palm oil production is effected by various soil and land characteristics in a plantation area. The greater diversity in production can be managed by making objective oriented information available such as characteristics of various types of soil; these information can then be used to undertake specific land management actions and efforts to improve yield. Optimal yield of palm oil can be achieved by using better quality seeds, selecting suitable land fulfilling conditions for growth followed by sustainable land and farm management. Thus for the establishment of palm oil and to obtain information regarding the growing condition particularly land, it is inevitable to investigate land characteristics and evaluate land suitability along with production at the same time.

In the current research we used exploration survey method which aimed to develop oil palm land suitability criteria at Nusantara Plantation-III (Pvt limited) in North Sumatra, based on the production characteristics of soil and land. We used production data (ton.ha-1), soil fertility parameters, rainfall data and land data such as elevation, topography and effective depth. Land suitability criteria were developed by using the projected intersection between the line and hose production. Data was processed using Boundary Line Method. So far most of the research done has used Diagnostic Model to check the correlation between growth and production. Diagnostic Model considers the plant growth response governed by various factors and based on this relationship optimal conditions are provided to obtain maximum yield. The limitation of Diagnostic Model is that only one factor effecting the growth and production can be made under control at one time while remaining must remained constant.

(7)

by using Boundary Line Method and Inverse Distance Weighted interpolation (IDW) to determine the spatial distribution.

The results shows that the optimal characteristics of land for production of palm oil includes textural features such as sandy loam, sandy clay loam and clay; others include elevation <149 meters asl, rainfall 1.371 to 1.971 mm, dry months <1, wet months 6, effective depth of 82.3 to 110.9 cm, CEC >3.8 cmol (+)kg-1, pH range 4.9 to 6.5, Organic-C >1.1%, Base Saturation >16.3%, Al-saturation <39.4%, Total-N >0.06%, Available-P >16.8 ppm, Exchangable-K >0.1 cmol (+)kg-1 and Slope <11.6 %.

Thus we conclude from results of our spatial analysis that the land use suitability criteria got improved by 26% compared to the existing BBSDLP criteria. Spatial analysis conducted at the same area resulted in the development of land suitability criteria with more details i.e. suitability classes S1, S2, S3 and N, while the criteria developed by BBSDLP consisted of two classes S2 and S3 only. Keywords: Land Evaluation, Land Suitability Criteria, Boundary Line, Inverse

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

PENGEMBANGAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN UNTUK

KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis Jacq.

)

DI AREAL

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III, SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jacq.) di Areal PT. Perkebunan Nusantara III, Sumatera Utara.

Sesuai surat dari PPKS No: 25/PPKS/0.1/XII/2014 tanggal 22 Desember 2014, bagian dari tesis ini telah ditulis dan lolos peer review (Mitra Bestari) pada Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA, Bapak Ir. Atang Sutandi, M.Si, PhD dan Ibu Dr. Ir. Asdar Iswati, MS selaku komisi pembimbing, yang telah banyak membantu, mengarahkan dan membimbing dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Untung Sudadi M.Sc selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis. Selain itu, penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada jajaran Direksi dan Manajemen PT. Perkebunan Nusantara-III Medan atas kesempatan pendidikan, beasiswa, dukungan dan segala batuan materiil maupun moril yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada istri tercinta dan juga kepada anak-anakku yang telah menjadi penyemangat selama saya menempuh studi, orang tua di Surabaya dan Kediri serta seluruh keluarga

atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi praktisi perkebunan kelapa sawit khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Bogor, Januari 2015

(13)

DAFTAR ISI

Metode Garis Batas (Boundary Line Methode) untuk menilai hubungan karakteristik lahan dan produksi 7

(14)

Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan 29

Hubungan Produksi dengan Elevasi 30

Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Air 31

Hubungan Produksi dengan Media Perakaran 33

Hubungan Produksi dengan Retensi Hara 35

Hubungan Produksi dengan Toksisitas 38

Hubungan Produksi dengan Hara Tersedia 39

Hubungan Produksi dengan Kondisi Terrain 41

Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Sawit 42

Uji Validasi 44

Uji Validasi Pengembangan Kriteria 44

Perbandingan terhadap Kriteria BBSDLP (Departemen Pertanian) 44

Perbandingan antar Kriteria 45

Analisis Spasial perbandingan Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan dengan Kriteria BBSDLP Komoditi Kelapa Sawit 49

Perbandingan Hasil Pemetaan Kelas Kesesuaian Lahan berdasarkan setiap Kriteria 51

6 SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 58

(15)

DAFTAR TABEL

1. Luas Areal Statement PT. Perkebunan Nusantara-III (Persero) 15

2. Luas Areal PT. Perkebunan Nusantara-III 16

3. Jenis Tanah, Tekstur dan Karakteristik Lahan secara Umum di Lokasi

Penelitian 23

4. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Produksi Teraan 25 5. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Metode Stepwise Hubungan

antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman 25 6. Uji Beda Tiga Nilai Tengah dalam Kelas Produksi, Sangat Baik, Baik,

Sedang dan Buruk 26

7. Hasil Uji Nyata Fungsi Sebaran Linear 27

8. Struktur Matrik 27

9. Hasil Prediksi Letepatan Kelas Produksi berdasarkan Karakteristik

Lahan 28

10. Rangkuman Persamaan Hubungan Produksi dengan Umur Tanaman, Peneraan Tanaman dan Parameter-parameter Karakteristik Lahan 29 11. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Elevasi 31 12. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Ketersediaan Air 33 13. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Media Perakaran 35 14. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Retensi Hara 38 15. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Toksisitas (Kejenuhan Al) 39 16. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Ketersediaan Hara 41 17. Kriteria Kesesuaian Lahan berdasarkan Kondisi Lereng 42 18. Hasil Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit 43 19. Perbandingan antar Kriteria Kesesuaian Lahan 45 20. Uji Validasi berdasarkan Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan 47

21. Uji Validasi berdasarkan Kriteria BBSDLP 48

22. Luas berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan Hasil Pengembangan

Kriteria 50

23. Luas berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan BBSDLP 50 24. Perbandingan Kelas Lahan sesuai Kriteria BBSDLP dan

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 5

2. Diagram Sebar (Scatter Diagram) Hubungan antara Produksi dengan

Kadar Hara 8

3. Kaitan Produksi dan Kadar Hara yang dipengaruhi oleh Berbagai

Faktor 8

4. Bagan Alir Penelitian 13

5. Stategis Business Unit (SBU) di PT. Perkebunan Nusantara-III 16 6. Lokasi Penelitian di Wilayah PT. Perkebunan Nusantara-III 19 7. Diagram Sebar Hubungan antara Umur Tanaman dan Produksi

Aktual (a) dan Hubungan Umur Tanaman dengan Produksi Teraan b) 23 8. Hubungan antara Produksi Teraan dengan Kondisi Terrain (elevasi) 30 9. Hubungan Produksi Teraan dengan Ketersediaan Air: Curah Hujan

(a), Bulan Basah (b), Bulan Kering (c) dan Drainase (d) 32 10.Hubungan Produksi dengan Media Perakaran: Fraksi Pasir (a), Fraksi

Liat (b) dan Kedalaman Efektif (c) 34

11.Hubungan Produksi dengan Retensi Hara: KTK (a), pH (b),

C-Organik (c) dan Kejenuhan Basa (d) 37

12.Hubungan Produksi dengan Toksisitas (Kejenuhan Al) 38 13.Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara: N-Total (a),

P-tersedia (b) dan K-dd (c) 40

14.Hubungan Produksi Teraan dengan Kondisi Terrain (Lereng) 42 15.Sebaran Spasial Kelas Kesesuaian Lahan berdasarkan Hasil

Pengembangan Kriteria 52

16.Sebaran Spasial Kelas Kesesuaian Lahan berdasarkan Kriteria

BBSDLP 53

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kriteria Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit 58

2. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Metode Stepwise dari

(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu penghasil devisa negara dari sektor perkebunan yang mengalami peningkatan luas tanam dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012, Indonesia memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 9.074.621 hektar dengan produksi 23.521.071 ton yang tersebar pada berbagai kondisi tanah dan lahan dengan rata-rata peningkatan luas mencapai 5,45% per tahun dalam periode 2009 sampai 2012 (Ditjenbun, 2012). Produk yang dihasilkan adalah crude palm oil (CPO) yang bisa dimanfaatkan baik sebagai bahan pangan maupun sebagai salah satu alternatif pengganti bahan bakar minyak melalui energi biodiesel (Chan, 2005). Konsumsi minyak kelapa sawit dunia pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 156 juta ton (Corley, 2009).

Kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dari famili Palmae yang hidup di daerah tropis. Berdasarkan kajian empiris dalam pustaka, kelapa sawit mampu tumbuh baik pada suhu optimum antara 29 sampai 30oC. Curah hujan optimum yang dikehendaki tanaman ini adalah antara 2.000 sampai 2.500 mm pertahun dengan distribusi hujan merata sepanjang tahun tanpa ada bulan kering yang berkepanjangan. Kondisi lahan ideal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah wilayah dengan tanah yang subur dan gembur, pH antara 5,0 sampai 5,5, kedalaman efektif yang dalam tanpa lapisan padas, serta kelerengan antara 0 sampai 15%. Ketinggian tempat yang dikehendaki tanaman kelapa sawit adalah antara 0 sampai 400 m dpl (Sugiyono et al., 2003).

Keragaman produktivitas kelapa sawit antara lain disebabkan oleh beragamnya karakteristik lahan, oleh karena itu untuk mencapai produksi yang optimum diperlukan informasi tentang karakteristik lahan. Informasi ini sangat penting untuk manajemen areal perkebunan secar spesifik. Karakteristik fisik lahan merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Lahan yang curam misalnya, memiliki potensi terjadinya kerusakan tanah akibat erosi yang menyebabkan turunnya kandungan bahan organik tanah, kandungan unsur hara dan ketersediaan air tanah bagi tanaman. Lebih lanjut Yahya et al. (2010) menyatakan tanah-tanah yang mengalami erosi berat umumnya memiliki tingkat kepadatan yang tinggi sebagai akibat terkikisnya lapisan atas tanah yang lebih gembur.

Lahan memiliki sifat beragam, sehingga kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan tanaman berbeda-beda. Oleh karena itu, penggunaan lahan untuk suatu komoditas (kelapa sawit) diperlukan evaluasi kesesuaian lahan terlebih dahulu, sehingga diperoleh kepastian dapat dikembangkannya komoditas tersebut. Evaluasi kesesuaian lahan untuk kelapa sawit perlu dilakukan sejak awal sebelum rencana pengembangan areal perkebunan yang luas. Hal ini sangat penting mengingat kelapa sawit merupakan jenis tanaman tahunan yang mempunyai umur produktif panjang. Dengan demikian, dilakukannya evaluasi kesesuaian lahan dapat menghindarkan petani dan perusahaan perkebunan dari risiko kegagalan yang disebabkan ketidakcocokan lahan.

(18)

2

perencanaan penggunaan lahan yang rasional. Dengan demikian jika lahan sesuai untuk tanaman kelapa sawit, maka lahan dapat digunakan secara optimal dan lestari. Oleh itu, kajian kesesuaian lahan untuk kelapa sawit merupakan salah satu mata rantai yang perlu dilakukan agar rencana usaha kelapa sawit dapat tersusun dengan baik. Untuk memperoleh informasi maksimal mengenai kondisi lahan lokasi yang ditanami kelapa sawit, perlu dilakukan kajian karakteristik lahan dan produktivitasnya.

Perumusan Masalah

Kelapa sawit memerlukan kondisi fisik yang khas untuk pertumbuhan yang optimal. Peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit per satuan luas merupakan target utama dalam manajemen perkebunan kelapa sawit saat ini. Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara-III (PTPN-III) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perkebunan yang mengusahai komoditi kelapa sawit 70% (dari total luas areal) dan 30% diusahai tanaman karet, sehingga kelapa sawit merupakan tumpuan bagi kesejahteraan karyawan dan masyarakat disekitarnya.

Permasalahan yang umum dihadapi pada perkebunan milik negara, adalah manajemen perkebunan menganggap kondisi lahan tidak berpengaruh besar terhadap produksi kelapa sawit sehingga memberikan target produksi yang seragam pada berbagai kondisi lahan yang berbeda serta pengelolaan di lapangan yang kurang memenuhi standart. Hal ini berdampak negatif dalam proses pengelolaan perkebunan, pemanenan tandan buah segar (TBS), transportasi TBS dan pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sehingga sering dilakukan tindakan yang tidak sesuai dengan manajemen kebun yang baik. Tindakan tersebut menimbulkan risiko jangka panjang yaitu penurunan produktivitas lahan dan pencemaran lingkungan (Hasibuan, 2005).

Produktivitas lahan perkebunan yang rendah terlihat dari pencapian produktivitas rataan nasional minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah 2,7 ton.ha-1, dengan rincian produktivitas perkebunan swasta 2,6 ton.ha-1, perkebunan rakyat 2,4 ton.ha-1 dan perkebunan negara 3,1 ton.ha-1 (Ditjenbun, 2011). Selain produksi yang rendah, pengelolaan yang tidak memenuhi standar juga berdampak terhadap umur ekonomis kelapa sawit yang lebih pendek dari normal sekitar 25 tahun (Adiwiganda, 2005).

Beberapa hal yang mendasari penelitian ini adalah beberapa masalah, diantaranya:

1.Bagaimanakah hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi kelapa sawit?

2.Apakah kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit yang ada pada saat ini layak/sesuai diterapkan di PTPN-III, Sumatera Utara dengan mempertimbangkan aspek produksi tanaman? Dapatkah dikembangkan kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit yang relevan dengan produksi tanaman di PTPN-III?

(19)

3 4.Bagaimanakah perbandingan sebaran spasial kesesuaian lahan hasil

pengembangan kriteria dan kriteria kelapa sawit yang sudah ada?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan kriteria kesesuaian lahan kelapa sawit yang relevan dengan produksi. Tujuan spesifik penelitian ini adalah:

1. Mempelajari hubungan karakteristik lahan dengan produktivitas kelapa sawit. 2. Menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit yang relevan

dengan produksi tanaman.

3. Melakukan uji validasi hasil pengembangan kriteria kesesuaian lahan dan membandingkan dengan kriteria BBSDLP.

4. Membuat sebaran spasial dari hasil uji validasi dan membandingkan antar kelas kesesuaian lahan

Kerangka Pemikiran

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak diusahakan di Indonesia dan mempunyai potensi tinggi. Saat ini tanaman ini merupakan komoditas utama di PTPN-III, Sumatera Utara dengan sistem pengelolaan lahan yang mengacu pada kriteria yang sudah ada. Kriteria kesesuaian lahan yang ada pada umumnya masih didasarkan pada perkiraan sifat lahan secara relatif dan belum dikaitkan dengan perkiraan produksi yang diperoleh. Untuk memperoleh potensi produksi yang ingin dicapai, maka kriteria kesesuaian lahan perlu dibangun dengan pendekatan produksi tanaman kelapa sawit. Sampai saat ini, PTPN-III belum memiliki kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawityang berkorelasi dengan produksi tanaman.

Produktivitas kelapa sawit PTPN-III pada tahun 2013 adalah 23,24 ton.ha-1. Menurut Pahan (2008) produksi TBS yang tertinggi didapatkan dari daerah yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 25-27oC. Produksi TBS/tahun juga dipengaruhi oleh jumlah jam efektif penyinaran matahari. Panjang penyinaran yang diperlukan kelapa sawit adalah 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80%, keragaman produktivitas kelapa sawit antara lain disebabkan beragamnya sifat tanah dan lahan di areal kelapa sawit. Sehubungan dengan tingginya keragaman tersebut maka informasi yang lebih obyektif tentang sifat-sifat fisik tanah di setiap jenis tanah sangat diperlukan untuk lebih mengarahkan tindakan manajemen tanah serta upaya pemeliharaan kultur teknis kelapa sawit. Untuk memperoleh informasi mengenai kondisi lahan pada daerah yang ditanami kelapa sawit, maka dilakukan evaluasi lahan (Wigena et al., 2009).

(20)

4

Dengan alasan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk membangun kriteria kesesuaian lahan tanamankelapa sawit yang berkorelasi dengan produksi tanaman, agar hasil penilaian evaluasi lahan yang diperoleh benar-benar memberikan gambaran produksi dan potensi lahannya untuk memperoleh pengelolaan yang sesuai dengan potensi lahannya. Hal ini sangat bermanfaat untuk manajemen kebun establish ke depan, karena penentuan target produksi akan lebih mendekati potensi lahan yang ada di masing-masing kebun/lokasi sehingga pencapaian produksi sawit optimal, dengan pengelolaan kebun dilakukan secara berkelanjutan dan lestari.

Sudah banyak penelitian dilakukan untuk melihat korelasi antara pertumbuhan /produksi dengan babagai faktor. Alasannya adalah jika hubungan yang khas antara satu faktor tumbuh dengan respon tanaman dapat didefmisikan maka pertumbuhan produksi maksimum dapat diperoleh dengan mengoptimasikan faktor tumbuh tersebut. Hubungan tersebut seringkali ditetapkan untuk kepeduan berbagai model diagnostik (Escano et al., 1981).

Hubungan tersebut ditetapkan dibawah kondisi tertentu (under control), dimana hanya salah satu faktor peubah yang divariasikan dan faktor lainnya dikondisikan tetap. Konsekuensinya hubungan tersebut hanya khas dan spesifik pada kondisi dimana percobaan dilakukan. Padahal pengaruh faktor tumbuh akan berubah dengan kondisi yang berubah, akibat dari interaksi dengan faktor lainnya. Dengan demikian model hubungan yang diperoleh menjadi tidak dapat digunakan secara luas.

Altematifnya adalah membangun model empirik dimana data dikumpulkan dari lokasi dengan zone tanah iklim yang lebar. Apabila kumpulan data tersebut diplot dalam suatu hubungan antara salah satu faktor tumbuh dengan produksi atau kualitas hasil, hasilnya adalah produksi rendah akan berada pada selang faktor tumbuh yang lebar, karena semakin banyak faktor pembatas lain yang berpengaruh. Semakin tinggi produksi makin mengerucut bentuk sebaran data, yang menunjukkan semakin sedikit faktor pembatas yang bekerja (Sumner dan Farina, 1986). Pola tersebut mengikuti hukum minimum J.V. Liebig. Pola sebaran data dibungkus oleh garis batas (boundary line), yang memisahkan data yang real dari yang tidak real. Artinya kecil kemungkinan diperolehnya data diluar garis batas tersebut (Walworth and Sumner, 1986).

Dari perpotongan garis batas dengan sekat produksi kelas kesesuaian lahan, dan proyeksi titik potong tersebut pada sumbu x (karakteristik lahan) maka dapat diperoleh kriteria klasifikasi kesesuaian lahan. Sekat produksi antaraS1 dan S2, antara S2 dan S3, berturut-turut adalah 80 dan 60 % dari produksi maksimum, sedangkan sekat produksi antara S3 dan N adalah didasarkan kepada titik impas

(break event point) dari pengusahaan tanaman.

(21)

5 absis. Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi – faktor yang di plot pada absis. Sebaliknya, garis paling bawah merepresentasikan respons produksi pada kondisi yang paling tidak optimal. Menurut Sutandi dan Barus (1996), pendekatan survey merupakan pendekatan yang paling memungkinkan untuk menetapkan standar pada metode ini.

Data tersebut diplot sebaran diagramnya sehingga sebaran data lebih banyak pada produksi rendah dengan kadar hara rendah daripada kadar hara tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena petani lebih banyak bekerja pada dosis rendah, daripada pemupukan berlebihan, dan kelebihan unsur hara juga dapat menyebabkan produksi rendah. Dari rataan komposisi hara pada sub populasi produksi tinggi diperkirakan pada keadaan optimal. Koefisien keragaman dari sebaran data sub populasi tinggi diperoleh untuk mengukur sebaran relatif dari respon pada tingkat produksi yang lebih tinggi. Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi optimum dimana jumlah faktor pembatas sudah lebih banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Pertumbuhan dan produksi tanaman yang terjadi dalam periode ditentukan oleh interaksi antara iklim, tanah, tanaman dan pengelolaannya. Pada lingkungan tanah dan iklim tertentu dapat dikatakan bahwa produksi tanaman merupakan fungsi dari berbagai karakteristik lahan disekitranya. (Hermantoro dan Purnawan, 2009). Sejumlah faktor pembatas yang membatasi produksi pada tingkat rendah, semakin dikurangi faktor pembatas tersebut, maka produksi akan semakin tinggi (Widiatmaka et al.,

2014). Dengan demikian, boundary line dapat digunakan untuk mencari kisaran nilai kecukupan untuk hara maupun parameter yang lainnya (Walworth et al.,

(22)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Ealeis guineensis Jacq) merupakan jenis tanaman palma asli Afrika. Tanaman ini awalnya ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Seiring berjalannya waktu, kelapa sawit diusahakan untuk tanaman perkebunan sebagai penghasil minyak nabati yang memiliki banyak manfaat baik di bidang pangan maupun non pangan. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam divisi

Embryophita Siphonogama, kelas Angiospermae, ordo Monocotiledone, famili

Arecaceae/Palmae, subfamili Cocodiae, genus Elaeis dengan spesies Elaeis guineensis Jacq, Elaeis oleifera (H.B.K) cortes dan Elaeis odora (Pahan, 2008).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah-daerah dengan curah hujan 1.500 sampai 4.000 mm/tahun. Akan tumbuh secara optimal di daerah dengan curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm/tahun dengan sebaran merata sepanjang tahun. Suhu optimum yang dikehendaki kelapa sawit adalah 24 sampai 28oC, namun juga masih dapat tumbuh dengan suhu terendah 18oC dan tertinggi 32oC (Mulyani et al., 2003).

Secara umum kelapa sawit dapat berproduksi sepanjang tahun. Buah akan terbentuk setelah bunga mengalami penyerbukan dan waktu yang diperlukan dari penyerbukan sampai buah matang secara fisiologis sangat dipengaruhi oleh iklim. Setelah di tanam di lapangan, bakal bunga akan terbentuk sekitar 33 sampai 34 bulan sebelum bunga mekar (anthesis), sedangkan penentuan terjadinya bunga jantan atau betina terjadi sekitar 14 bulan sebelum bunga mengalami anthesis (Breure dan Mendez, 1990). Oleh sebab itu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk buah pada suatu daerah dapat saja berbeda dengan daerah yang lainnya. Jumlah tandan per pohon tanaman kelapa sawit tergantung pada laju produksi daun, rasio seks bunga, dan kegagalan pembentukan tandan akibat terjadinya aborsi bunga (Corley dan Thinker, 2003). Jumlah tandan per pohon cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman, sedangkan berat tandan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.

Dalam kondisi lingkungan dan pengelolaan yang optimal tandan buah kelapa sawit umumnya dapat dipanen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 30-36 bulan di lapangan. Produktivitas tanaman akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan akan mencapai maksimum pada saat tanaman berumur 8-12 tahun di lapangan. Setelah itu produktivitasnya akan berangsur-angsur menurun dengan semakin tuanya umur tanaman hingga umur ekonomis tanaman yaitu 25 tahun (Corley dan Thinker, 2003).

(23)

7

Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit

Persyaratan tumbuh kelapa sawit secara optimal sangat ditentukan oleh kedalaman efektif tanah (solum tanah >75 cm) dan berdrainase baik. Kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi mulai dari lahan yang subur sampai lahan-lahan marginal. Kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan pH masam sampai netral (>4,2-7,0) dan yang optimum pada pH 5,0-6,5. Kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, lereng dan bentuk wilayah berombak dan bergelombang tidak menjadi pembatas utama. Media perakaran yang optimal adalah lahan yang mempunyai tekstur halus (liat berpasir, liat, liat berdebu), agak halus (lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu) dan sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu) serta mempunyai kandungan bahan kasar tidak lebih dari 55% (Djaenudin

et al., 2000).

Lahan yang mempunyai ketinggian tempat <700 m dpl, yang terdapat pada

landform tektonik, volkan dan karst, dan terbentuk dari batuan sedimen, batuan volkan dan batu gamping juga sesuai untuk budidaya kelapa sawit (Hidayat dan Mulyani, 2000). Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada berbagai ordo tanah seperti Ultisols, Oxisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols bahkan pada tanah gambut (Histosols), asalkan persyaratan tumbuh lainnya terpenuhi (Mulyani et al., 2003).

Metode Garis Batas (Boundary Line Method) untuk Menilai Hubungan

Karakteristik Lahan dan Produksi

Metode garis batas (boundary line method) merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Pendekatan

boundary line mendefinisikan hubungan antara nilai maksimum suatu variabel tak bebas (dependent variable) dengan kisaran nilai variabel bebas (independent variable) tertentu dalam suatu populasi data. Dengan demikian boundary line method dapat digunakan untuk mencari kisaran nilai kecukupan untuk hara maupun parameter yang lainnya.

Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi tanaman dengan kadar hara atau rasio pasangan hara digambarkan ke dalam suatu diagram sebar (Gambar 2) (Walworth et al., 1986). Kelompok produksi tinggi merupakan gambaran dari suatu kondisi yang optimal dimana jumlah faktor pembatas yang ada sudah jauh lebih sedikit dibanding dengan kelompok produksi rendah. Antara kelompok produksi tinggi dengan kelompok produksi rendah dibatasi oleh suatu sekat produksi.

Pada Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi rasio hara, semakin tinggi produksi tanaman sampai tingkat tertentu kemudian produksi turun kembali dengan semakin tingginya nilai rasio hara. Ilustrasi seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan mendapatkan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth et al., 1986).

(24)

8

1986) (Gambar 3). Dari gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi produksi pada tingkat rendah, kemudian semakin berkurang faktor pembatas tersebut maka produksi bertambah tinggi. Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka produksi akan naik akan tetapi masih tetap dipengaruhi oleh sejumlah n-1 faktor pembatas.

Semakin banyak faktor pembatas yang dikoreksi maka produksi semakin meningkat. Garis batas terdapat di bagian sebelah kiri dan sebelah kanan sebaran data dan mengerucut ke atas. Garis batas tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi produksi maka semakin kecil selang kadar hara. Dengan demikian garis paling atas akan menggambarkan batas pada kondisi produksi aktual yang dibatasi oleh variabel yang diplot pada absis. Puncak observasi merepresentasikan nilai optimal produksi dengan faktor yang diplot pada absis. Sementara garis paling bawah mempresentasikan respon produksi pada kondisi yang tidak optimal (Sumner dan Ferina, 1986) .

Gambar 2 Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dengan kadar hara (Walworth et al., 1986)

Gambar 3 Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembatas (Sumner dan Ferina, 1986)

Yieldt/ha

(25)

9

3

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di lingkup PTPN-III, Sumatera Utara. Lokasi pengambilan data didelapan Distrik yaitu; Distrik Labuhan Batu-I, Distrik Labuhan Batu-II, Distrik Labuhan Batu-III, Distrik Asahan, Distrik Simalungun, Distrik Deli Serdang-I, Distrik Deli Serdang-II dan Distrik Tapanuli Selatan. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yaitu dari bulan Desember 2013 sampai Mei 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi data produksi per blok tahun 2013, data analisis kesuburan tanah tahun 2010 kerjasama antara PTPN-III dengan PPKS, data curah hujan 10 tahun (2004 – 2013), data karakteristik lahan seperti elevasi, topografi dan kedalaman efektif. Peralatan yang digunakan adalah: meteran, pisau lapang, sekop, abney level, Global Positioning System (GPS). Pengolahan data menggunakan seperangkat personal computer yang dilengkapi dengan software Microsoft Word dan Microsoft Excel.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian secara keseluruhan ditampilkan dalam bagan alir

penelitian pada Gambar 4. Penelitian dilaksanakan dalam 7 tahap yaitu; (1) Pengumpulan Data Sekunder, (2) Pengamatan Lapangan, (3) Analisis Data, (4)

Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit, (5) Uji Validasi, (6) Perbandingan terhadap Kriteria BBSDLP dan (7) Pemetaan Hasil Uji Validasi Kriteria yang dikembangkan.

Analisis Data

Data-data yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui hubungan antara karakteristik lahan yang paling berpengaruh dengan produksi tanaman, selanjutnya digunakan untuk penyusunan kriteria kesesuaian lahan budidaya kelapa sawit yang dihubungkan dengan produksi. Apabila ada data yang abnormal/pencilan, maka data tersebut tidak masuk dalam proses analisis tetapi hanya ditampilkan saja.

(26)

10

Peneraan Umur Tanaman

Seperti tanaman tahunan pada umumnya, selain merupakan respon dari sifat-sifat biofisik lahan, pertumbuhan dan produksi kelapa sawit juga dipengaruhi umur tanaman dan kegiatan budidaya. Setiap tanaman secara genetik mempunyai umur optimum untuk berproduksi secara maksimal. Produksi kelapa sawit meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman sampai umur optimum tertentu, selanjutnya produksi menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman.

Karakteristik lahan dan produktivitas dapat diperbandingkan satu sama lain, setelah dilakukan peneraan umur tanaman. Data produksi setiap sampel dapat dibandingkan satu sama lain setelah dilakukan peneraan umur tanaman (Sutandi dan Barus, 2007). Peneraan dilakukan untuk menghilangkan pengaruh faktor umur, karena umur tanaman dilapangan sangat beragam.

Persamaan hubungan yang harus dibangun dalam menera umur terhadap data produksi tanaman yang diperoleh dilapangan adalah persamaan regresi. Persamaan tersebut dibangun dari hubungan faktor umur sebagai variabel independen dengan produksi TBS ton.ha-1 sebagai variabel dependen. Peneraan dilakukan dengan analisis korelasi dan regresi antara umur dengan produksi aktual tanaman sehingga diperoleh persamaan untuk mencari produksi dugaan berdasarkan umur. Peneraan dilakukan dengan meluruskan garis persamaan regresi antara produksi aktual dengan umur tanaman sejajar dengan sumbu x (umur tanaman). Garis peneraan ini merupakan rataan dari total data secara keseluruhan.

Model peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Rathfon dan Burger, 1991):

Ŷi = f(t)

Ŷi = produksi dugaan menurut umur t = umur (tahun)

Yti = Y + (Yi–Ŷi)

dimana

Yti = produksi teraan contoh ke i

Y = rataan umum contoh produksi aktual Yi = produksi aktual contoh ke i

Ŷi = produksi dugaan menurut umur

Selanjutnya yang dimaksud dengan produksi dalam bahasa penelitian ini adalah produksi teraan.

Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produksi Tanaman

(27)

11

Kontribusi Karaktersitik Lahan terhadap Kelas Produksi

Analisis diskriminan digunakan untuk melihat kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi kelapa sawit yaitu produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk. Analisis diskriminan ini menggunakan metode stepwise (pendekatan bertahap). Pemilihan metode stepwise dimaksudkan untuk mengeluarkan variabel-variabel karakteristik lahan yang terdeteksi saling kolinear (multikoliearitas), sehingga diperoleh variabel-variabel karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi.

Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Sawit

Selang kriteria kesesuaian lahan dari kelas S1, S2, S3 dan N ditentukan batasnya dengan metode garis batas (boudary line method). Diagram sebar hubungan antara produksi teraan dan karakteristik lahan dibungkus oleh garis batas terluar. Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi linier sederhana (simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi teraan. Pola garis batas terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R2) tertinggi (Purnama, 2011).

Proyeksi titik potong antara persamaan garis batas (boundary lines) dengan sekat produksi pada sumbu x (karakteristik lahan) merupakan kriteria kesesuaian lahan. Sekat produksi yang digunakan untuk kelas S1 dan S2 mengacu terhadap kriteria FAO (1986), yaitu lahan dengan kesesuaian S1 dengan tingkat produksi sangat baik adalah >80% dari produksi maksimum dan kelas kesesuaian S2, mempunyai tingkat produksi baik (60% sampai 80% dari produksi maksimum). Dalam penelitian ini, kelas S3 dengan tingkat produksi sedang digunakan selang produksi dari Break Event Point (BEP) yaitu 29,79% sampai 60% dari produksi maksimum, sedangkan untuk kelas N dengan tingkat produksi buruk yaitu lebih rendah dari (<29,79% dari produksi maksimum). Apabila kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit dengan produksi di bawah BEP, maka tidak menguntungkan secara nilai ekonomis untuk usaha perkebunan.

Perhitungan Break Event Point (BEP) produksi diperoleh dari biaya tanaman, harga pokok dan luas kelapa sawit PTPN-III pada tahun penelitian (Anonim, 2013). Dengan perhitungan komponen BEP sebagai berikut:

a. Biaya tanaman (T-0 s/d TM 22th) : Rp. 1.761.535.000

b. Harga pokok (Rp/Kg) : Rp. 2.285,67

c. Luas kelapa sawit : 75.782,13 hektar

(28)

12

Berdasarkan perhitungan tersebut, BEP produksi kelapa sawit dalam penelitian ini adalah 10,17 ton.ha-1 atau 29,79% dari produksi maksimum yaitu 34,13 ton.ha-1.

Uji Validasi

Uji validasi dilakukan terhadap kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan terhadap data produksi tanaman dan karakteristik lahan. Uji validasi dilakukan terhadap 10% dari total jumlah data yang dianalisis. Setelah itu, dilakukan penilaian kesesuaian lahan pada beberapa data karakteristik lahan dengan menggunakan prinsip faktor pembatas ( Widiatmaka et al., 2014).

Analisis Spasial Kesesuaian Lahan

Analissi spasial dilakukan guna melihat perbandingan sebaran kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan kriteria pengembangan dan kriteria BBSDLP. Analisis ini dilakukan di dua distrik yaitu Distrik Labuhan Batu-I dan Distrik Labuhan Batu-II dengan dasar dua distrik tersebut terlatak pada satu hamparan yang sama dan saling berdekatan.

(29)

13

4

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dilingkup PTPN-III, Sumatera Utara, gambaran sejarah singkat dan keadaan lokasi penelitian secara detail uraikan sebagai berikut:

Sejarah Singkat PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara-III atau perusahaan, merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha Agro Bisnis dan Agro Industri Kelapa Sawit dan Karet. PTPN-III merupakan hasil peleburan dari PT. Perkebunan III, IV dan V sesuai peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.8 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996.

Perusahaan didirikan pada tanggal 11 Maret 1996 dengan dasar hukum pendirian merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No.8 Tahun 1996. Hingga saat ini, Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No.7 tanggal 15 Oktober 2012 dari Nanda Fauz Ihwan, SH. MKn. Akta perubahan ini telah diterima dan dicatat dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-54923.AH.01.02 tahun 2012 tanggal 24 Oktober 2012.

Selain kegiatan usaha Agro Industri dan Agro Bisnis Kelapa Sawit serta Karet, PTPN-III juga mengupayakan kegiatan-kegiatan lain seperti pengusahaan budi daya tanaman meliputi pembukaan dan pengelolaan lahan, pembibitan, penanaman serta pemeliharaan dan pemungutan hasil tanaman, proses produksi hasil tanaman menjadi barang setengah jadi atau barang jadi serta produk turunannya, menyelenggarakan kegiatan perdagangan serta pemasaran berbagai hasil produksi serta pengembangan usaha bidang perkebunan misalnya agro wisata. Luas Areal PTPN-III disajikan pada Tabel 1.

Hingga saat ini perusahaan memiliki 11 pabrik kelapa sawit dan 8 pabrik karet. Produk utama PTPN-III antara lain adalah minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil-CPO), inti kelapa sawit (kernel) dan karet, serta produk turunan kedua komoditas tersebut seperti Cultivated Palm, Saturated Latex, Crumb Rubber dan

(30)

14

Tabel 1 Luas Areal Statement PTPN-III (Persero)

Nama Kebun Luas (ha)

Kebun Aek Nabara Utara 3.575,20

Kebun Aek Nabara Selatan 7.201,88

(31)

15

Keadaan Lokasi Penelitian

Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara-III sebagai BUMN di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara, disusun atas dasar prinsip agroindustri. Jenis usaha yang dilakukan adalah: (1) Perkebunan Kelapa Sawit, (2) Perkebunan Karet, (3) Pabrik Kelapa Sawit, (4) Pabrik Pengolahan Karet, (5) Rumah Sakit, (6) Pusat Pelatihan dan Wisata Agro Sei Karang, (7) Kawasan Industri Sei Mangke serta beberapa anak perusahaan yang bergerak pada masing-masing bidang usaha. PTPN-III mempunyai total luas areal 164.308,71 hektar, dimana untuk komoditi kelapa sawit seluas 116.780,30 hektar dan komoditi karet seluas 47.528,41 hektar, secara rinci ditampilkan pada (Tabel 2):

Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, PTPN-III telah membentuk

Strategic Business Unit (SBU) (Gambar 5), yaitu 8 Distrik Perkebunan. Masing-masing Distrik dipimpin oleh Distrik Manajer, yang menangani beberapa kebun, pabrik pengolahan dan fasilitas penunjang lainnya. Perseroan ini memiliki 34 kebun inti dan 5 kebun plasma yang terintegrasi dengan 11 unit PKS dengan kapasitas terpasang sebesar 550 ton TBS/jam dan 8 unit Pabrik Pengolahan Karet (PPK) dengan kapasitas terpasang sebesar 200 ton karet kering (kk)/hari.

Gambar 5 Strategic Business Unit (SBU) di PTPN-III Tabel 2 Luas areal PTPN-III

Uraian Kelapa Sawit (Ha)

Kebun Sendiri (Inti) 106.377,16

Kebun Plasma 10.403,14

Jumlah 116.780,30

KSO 5.209,40

(32)

16

Deskripsi Distrik

Distrik adalah unit kerja bisnis yang dibentuk setelah penggabungan PTP III, PTP IV dan PTP V menjadi PTPN-III melalui program transformasi bisnis. Distrik di tahun 2000-an akrab disebut dengan Inspektorat. Distrik merupakan unit kerja ke-2 (dua) setelah kantor direksi Medan. Secara manajemen kerja, Distrik membawahi beberapa Kebun/Unit Kerja (Pabrik Pengolahan Karet dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit) yang berada diwilayah kerjanya masing-masing.

Deskripsi Kebun

Kebun merupakan unit kerja ke-3 (tiga) setelah kantor Direksi dan Distrik. Secara manajemen kerja. kebun dikepalai oleh seorang Manajer Kebun. Luas satu kebun rata-rata 4.000-5.000 hektar membawahi beberapa unit kerja (afdeling/divisi).

Deskripsi Afdeling/ Divisi

Afdeling/Divisi adalah satuan manajemen unit kerja di bawah tingkat kebun, yang dikepalai oleh seorang Asisten Afdeling/Asisten Divisi. Luas 1 afdeling/divisi antara 750-1.000 hektar, tergantung pada jenis komoditi yang diusahai.

Deskripsi Blok

Blok merupakan satuan unit kerja lapangan terkecil di bawah manajemen afdeling dengan luas rata-rata 25 hektar. Dengan ukuran panjang: 1.000 meter dan lebar: 250 meter, dimana dalam panjang 1.000 meter terdapat 128 baris tanaman (jarak antar baris 7,8 meter) dan dalam lebar 250 meter terdapat 28 pohon (jarak antar pohon 9 meter) sehingga kerapatan pohon sejumlah 143 pohon/hektar dengan total jumlah pohon ideal 3.575 pohon/blok.

Letak Geografis Wilayah Penelitian

Lokasi penelitian di wilayah Distrik Labuhanbatu-I, Distrik Labuhanbatu-II, Distrik Labuhanbatu-III, Distrik Asahan, Distrik Simalungun, Distrik Deli Serdang-I, Distrik Deli Serdang-II dan Distrik Tapanuli Selatan secara geografis pada Gambar 6 diuraikan sebagai berikut:

Distrik Labuhan Batu-I dan Distrik Labuhan Batu-II terletak di Kabupaten Labuhanbatu Selatan

Secara geografis Kabupaten Labuhanbatu Selatan berada pada 1°26’0’’ –

2°12’55” Lintang Utara, 99°40’0’’ – 100°26’00’’ Bujur Timur dengan

ketinggian 0-700 m dpl. Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu, disebelah timur dengan Kabupaten Bengkalis (Provinsi Riau), disebelah selatan dengan Kabupaten Rokan Hilir (Provinsi Riau) dan Kecamatan Simangambat (Kabupaten Padang Lawas Utara) dan disebelah baratKabupaten Padang Lawas Utara.

(33)

17

Distrik Labuhan Batu-III terletak di Kabupaten Labuhanbatu (Induk)

Secara geografis terletak pada 1°26’ - 2°11’ Lintang Utara, 91°01 - 97°07

Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 2.151 m dpl, secara administrasi wilayah Kabupaten Labuhanbatu memiliki batas wilayah yaitu disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Selat Malaka (Malaysia), disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Padang Lawas Utara dan disebelah timur berbatasan dengan Provinsi Riau (http://www.labuhanbatukab.go.id/, 2014).

Distrik Asahan terletak di Kabupaten Asahan

Secara geografis berada pada 2°03'- 3°26' Lintang Utara, 99°1'-100°0' Bujur Timur dengan ketinggian 0–1.000 m dpl. Kabupaten Asahan memiliki batas wilayah sebagai berikut, disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Batubara dan Selat Malaka, disebelah selatan berbtasan dengan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Batubara, dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Selat Malaka (http://www.asahankab.go.id/, 2014).

Distrik Simalungun terletak di Kabupaten Simalungun

Secara geografis terletak pada 2o36’ – 3o18’ Lintang Utara dan 98o32’ -

99o35’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 20 - 1.400 m dpl. Kabupaten

Simalungun memiliki batas wilayah sebagai berikut, disebelah utara Kabupaten Serdang Bedagai, disebelah timur Kabupaten Asahan, disebelah selatan Kabupaten Samosir dan disebelah barat Kabupaten Karo. Temperatur sedang, suhu tertinggi terdapat pada bulan Maret - Mei dengan rata- rata 24,88oC. Kelembaban udara rata - rata 84% dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 87% dengan penguapan rata - rata 0,05 mm/hari. Dalam satu tahun rata - rata terdapat 14 hari hujan, curah hujan terbanyak pada bulan November (http://www.simalungunkab.go.id, 2014).

Distrik Deli Serdang-I dan Distrik Deli Serdang-II terletak di Kabupaten Serdang Bedagai

(34)

18

Distrik Tapanuli Selatan terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Letak geografis berada pada 0o58’35’ - 2o7’33’ Lintang Utara dan 98o42’50’ - 99o34’16’ Bujur Timur dengan luas daerah 433.470 ha. Secara adminsitrasi Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan, Kabupaten Padang Lawas Utara disebelah utara, Kabupaten Mandailing Natal dan Propinsi Sumatera Barat disebelah selatan, Kabupaten Padang Lawas disebelah timur dan Kabupaten Mandailing Natal dan Samudera Indonesia disebelah barat (http://www.tapanuliselatankab.go.id/, 2014).

(35)

19

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian disajikan dalam sepuluh bagian yaitu; (1) Jenis Tanah, (2) Karaktersitik Tanah di lokasi penelitian, (3) Peneraan Umur Tanaman, (4) Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman, (5) Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman, (6) Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan, (7) Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit, (8) Uji Validasi, (9) Perbandingan Kesesuaian Lahan berdasarkan Sebaran Spasial Pengembangan Kriteria dengan Kriteria BBSDLP dan (10) Pemetaan Kelas Kesesuaian Lahan berdasarkan Pengembangan Kriteria dengan Kriteria BBSDLP.

Jenis Tanah

Berdasarkan hasil pemetaan tanah yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) pada tahun 2010 ordo tanah di areal PTPN-III, menurut klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2006) adalah: Ultisol dan Inceptisol. Subgroup, tekstur dan sifat kimia dari kedua ordo tersebut disajikan pada Tabel 3.

Ultisols

Ultisol adalah ordo tanah yang mempunyai penyebaran paling luas di wilayah areal PTPN-III, Medan. Ordo tanah ini bertopografi datar sampai berbukit. Tanah ini mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horison penciri argilik, kejenuhan basa <40% dan berdrainase baik. Pada tingkat Group Ultisol di wilayah PTPN-III terdiri dari

Peleudults, Hapludults dan Kandiudult. Paleudults adalah tanah yang mempunyai lapisan atas umumnya berwarna coklat gelap sampai coklat dan lapisan bawah coklat kekuningan sampai merah kekuningan, bertekstur halus sampai sedang, struktur remah sampai gumpal agak membulat berukuran halus sampai sedang, konsistensi tanah gembur sampai teguh (lembab), agak lekat sampai lekat dan agak plastis sampai plastis (basah). Hapludults adalah tanah yang bertopografi datar sampai berbukit, reaksi tanah masam, kedalaman efektif tanah >60 cm, drainase baik, tekstur lapisan atas sedang sampai agak halus. Kandiudults adalah tanah yang dicirikan oleh horison kandik, kedalaman efektif 150 cm, semakin dalam akan terjadi peningkatan liat sekitar 20% dari total kandungan liat.

Pada tingkat sub group, tanah disemua distrik diklasifikasikan sebagai

Typic Paleudults dan Typic Hapluduts, sedangkan Typic Kandiudults hanya terdapat di Distrik Labuhan Batu-III.

Inceptisols

Inceptisol adalah tanah yang mempunyai horison penciri kambik, dengan tingkat perkembangan lemah. Jenis tanah ini dijumpai di Distrik Labuhan Batu-III dan Distrik Asahan. Pada kategori grup, tergolong ke dalam Dystrudepts dan

(36)

20

Subgroup di Distrik Labuhan Batu-III dan Distrik Asahan diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudepts. Subgroup di Distrik Labuhanbatu-III selain Typic Dystrudepts juga ditemui Typic Endoaquepts. Endoaquepts adalah tanah yang mempunyai epipedon histik, mengandung bahan sufidik pada kedalaman 50 – 75 cm, mempunyai rejim kelembaban akuik dan telah mengalami perkembangan profil, kandungan C-organik tinggi (12-18%) dengan ketebalan >40 cm.

Karakteristik Tanah Terkait dengan Produksi Kelapa Sawit

Karakterisasi dilakukan terhadap beberapa sifat tanah, terutama yang berpengaruh terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Contoh tanah yang dianalisis diambil dari lokasi yang menggambarkan tingkatan produksi yang bervariasi dari rendah sampai tinggi di masing-masing wilayah penelitian. Produktivitas tanaman yang tinggi dapat diharapkan pada tanah-tanah yang kaya akan unsur hara (Rahmawaty et al., 2012).

Karakteristik tanah yang dianalisis adalah karakteristik tanah yang terkait dengan produksi tanaman yaitu tekstur, pH, kejenuhan Al, C-organik, P-tersedia, N-total, basa-basa yang dapat ditukar, KTK dan KB. Beberapa karakteristik tanah tersebut dinilai secara kualitatif berdasarkan kriteria PPT (1983). Secara umum tanah-tanah disemua Distrik lokasi penelitian mempunyai tekstur lempung berpasir sampai lempung liat berpasir. Kandungan pasir keseluruhan distrik berada diatas 50% dengan kandungan liat yang relatif sedikit sekitar 20%. Kondisi pH tanah umumnya bereaksi agak masam dengan pH secara umum <6,5. Nilai kejenuhan Al berkisar dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Menurut kriteria PPT (1983), secara kualitatif kadar C-organik, N-total dan P-tersedia pada tanah-tanah dilokasi penelitian bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi.

Beberapa karakteristik tanah yang terkait dengan kemampuan tanah dalam mensuplai hara diantaranya adalah kadar kation-kation basa, nilai KTK dan kejenuhan basa. Berdasarkan kriteria PPT (1983), contoh-contoh tanah dari daerah pengamatan memiliki kadar Na sangat rendah hingga rendah, kadar K, Ca dan Mg sangat rendah hingga tinggi. Nilai KTK secara umum sangat rendah hingga sangat tinggi. Kejenuhan basa (KB) merupakan rasio antara jumlah kadar basa-basa Ca, Mg, Na dan K dengan nilai KTK. Pada tanah-tanah dilokasi penelitian nilai KB berkisar dari sangat rendah sampai sangat tinggi.

(37)

21

21

Tabel 3 Jenis Tanah, Tekstur dan Karakteristik Lahan secara umum dilokasi penelitian

Ordo Subgroup Tekstur

rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran

1. Labuhan Batu-I Ultisol Typic Paleudults, Lempung berpasir, 4,87 5,30 - 4,00 33,22 80,98 - 4,40 1,67 2,74 - 0,93 0,14 0,22 - 0,9

Typic Hapludults Liat berpasir, M M - SM T ST - SR R S - SR R S - ST

Typic Paleudults, Lempung berpasir

2. Labuhan Batu-II Ultisol Typic Hapludults Lempung, 5,81 7,40 - 4,60 24,97 83,47 - 0,62 1,2 2,44 - 0,59 0,13 0,44 - 0,07

Lempung berdebu, AM N - M T ST - SR R S - SR R S - SR

Lempung liat berpasir, Liat berpasir,

Lempung berpasir

3. Labuhan Batu-III Ultisol dan Typic Paleudults, Lempung liat berpasir, 5,26 6,30 - 4,50 30,4 77,84 - 0,80 1,8 20,65 - 0,61 0,17 1,23 -0,08

Inceptisol Typic Dystrudepts, Lempung berpasir, AM AM - M T ST - SR R ST - SR R ST - SR

Typic Hapludults, Liat berpasir, Typic Endoaquepts, Liat

Typic Kandiudults

4. Asahan Ultisol dan Typic Paleudults, Liat berpasir, 5,48 7,30 - 4,30 11,66 72,61 - 0,38 1,14 2,10 - 0,18 0,16 0,22 - 0,06

Inceptisol Typic Hapludults, Pasir berlempung, AM N - SM S ST - SR R S - SR R S - SR

Typic Dystrudepts, Lempung berpasir, Lempung liat berpasir,

5. Simalungun Ultisol Typic Hapludults Liat berpasir, 6,02 7,30 - 5,40 14,43 53,53 - 0,52 1,15 1,75 - 0,64 0,16 0,21 - 0,12

Lempung liat berpasir AM N - AM S ST - SR R S - SR R S - R

6. Deli Serdang-I Ultisol Typic Hapludults Lempung liat berpasir, 6,46 7,90 - 5,60 3,63 16,04 - 0,50 1,06 2,99 - 0,49 0,17 0,42 - 0,08

AM AA - AM SR S -SR R S - SR R S - SR

7. Deli Serdang-II Ultisol dan Typic Dystrudepts, Lempung liat berpasir, 6,43 7,60 -5,10 6,11 44,59 - 0,38 0,95 1,47 - 0,52 0,14 0,19 - 0,07

Inceptisol Typic Hapludults, Liat berpasir AM AA - M R ST - SR SR S - SR R R - SR

Typic Paleudults

8. Tapanuli Selatan Ultisol Typic Hapludults, Liat berpasir, 5,27 6,40 - 4,30 25,63 80,47 - 0,48 1,79 3,04 - 1,20 0,18 0,22 - 0,18

Typic Paleudults Pasir berlempung, R T - R R S - R

Lempung liat berpasir AM AM - SM T ST - SR

C-organik N-total

(%) (%)

Kejenuhan Al

(%)

No. Distrik Soil Survey Staff (1998)

pH H2O

Karakteristik Tanah

(38)

22 Tabel 3 Jenis Tanah, Tekstur dan Karakteristik Lahan secara umum dilokasi penelitian

rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran rata-rata kisaran

1. Labuhan Batu-I 44,11 148,00 - 3,00 0,02 0,03 - 0,01 0,13 0,33 - 0,02 1,37 2,74 - 0,17 0,59 1,15 - 0,07 6,43 13,12 - 2,84 32,51 59,69 - 8,31

ST ST - SR SR SR R SR SR R - SR R S - SR R R - SR R T - SR

2. Labuhan Batu-II 59,85 184,00 - 6,00 0,02 0,08 - 0,01 0,27 1,39 - 0,01 1,68 5,74 - 0,14 0,92 2,30 - 0,06 6,38 11,90 - 2,97 44,99 99,88 - 7,30

ST ST - R SR SR R R - SR SR R - SR R S - SR R R - SR S ST - SR

3. Labuhan Batu-III 49,04 229,00 - 3,00 0,03 0,16 - 0,01 0,26 1,11 - 0,05 1,66 8,80 - 0,39 0,7 2,12 - 0,15 8,16 49,02 - 3,26 34,83 96,20 - 8,19

ST ST - SR SR R - SR R R - SR SR S - SR R T - SR R ST - SR R ST - SR

4. Asahan 56,89 237,00 - 3,00 0,03 0,26 - 0,01 0,52 1,97 - 0,08 2,22 7,07 - 0,44 1,03 4,73 - 0,08 7,53 11,47 - 3,79 48,75 96,23 - 8,98

ST ST - SR SR R - SR T R - SR R S - SR S T - SR R R - SR S ST - SR

5. Simalungun 33,25 150,00 - 2,00 0,03 0,11 - 0,01 0,5 1,76 - 0,06 1,7 5,03 - 0,35 0,74 1,71 - 0,15 8,23 11,67 - 6,07 36,71 93,82 - 9,43

ST ST - SR SR R - SR S R - SR SR S - SR R S - SR R R R ST - SR

6. Deli Serdang-I 23,6 120,00 - 1,00 0,04 0,15 - 0,01 0,54 1,06 - 0,04 3,02 9,26 - 0,85 1,52 3,47 - 0,44 9,45 26,53 - 6,73 53,74 88,89 - 21,95

ST ST - SR SR R - SR T R - SR R S - SR S T - SR R S - R S ST - R

7. Deli Serdang-II 56,84 236,00 - 3,00 0,05 0,42 - 0,01 0,81 3,45 - 0,07 3,27 8,81 - 0,91 1,59 4,27 - 0,56 9,03 15,71 - 4,68 62,3 96,72 - 30,03

ST ST - SR SR S - SR T S - SR R S - SR S T - SR R R - SR T ST - R

8. Tapanuli Selatan 28,43 65,00 - 3,00 0,08 0,28 - 0,01 0,22 0,54 - 0,07 3,71 13,43 - 0,15 1,56 4,69 - 0,09 12,06 22,89 - 4,43 48,71 108,13 - 3,21

ST ST - SR SR R - SR R T - SR R T - SR S T - SR R S - SR S ST - SR

(%) (%)

Na K Ca Mg

Karakteristik Tanah

No. Distrik

P-tersedia

(ppm) (cmol(+) kg)

KTK KB

(39)

23

Peneraan Produksi berdasarkan Umur Tanaman

Hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman dibangun dalam penelitian ini. Data menunjukkan produksi tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar karakteristik lahan. yaitu umur tanaman. Pengaruh umur tanaman terhadap produksi (ton.ha-1) tanaman bersifat genetik, artinya setiap jenis tanaman mempunyai pola kecenderungan peningkatan dalam pertumbuhan dan produksinya serta mempunyai umur optimum dalam berproduksi yang khas. Oleh karena itu, peneraan umur tanaman perlu dilakukan agar produksi tidak dipengaruhi oleh umur dan dapat dibandingkan satu sama lainnya.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa, hubungan antara umur tanaman dengan produksi berkorelasi nyata dengan nilai determinasi (R2) sebesar 0,075 dan mempunyai pola kecenderungan yang bersifat polynomial dengan persamaan: y = -0,0708x2 + 1,7503x + 12,2 (Gambar 7-a). Dengan demikian, secara umum produksi dipengaruhi oleh umur tanaman. Hasil peneraan umur terhadap produksi tanaman ditunjukkan pada (Gambar 7-b). Pada gambar tersebut terlihat bahwa produksi teraan tidak dipengaruhi oleh umur tanaman, sehingga tinggi rendahnya produksi hanya dipengaruhi oleh faktor pembatas. Setelah peneraan, maka perbedaan produksi teraan dapat dibandingkan satu sama lainnya dan hanya dipengaruhi oleh karakteristik lahan.

Nilai produksi teraan digunakan dalam menyusun kriteria kesesuaian lahan. Distribusi data produksi yang ditera menunjukkan bahwa produksi maksimum mencapai 34,13 ton.ha-1 dan produksi minimum 6,54 ton.ha-1. Berdasarkan nilai tersebut, sesuai dengan kriteria FAO (1983) selang produksi yang dihasilkan menurut umur untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan, yaitu: produksi untuk kelas S1 >27,31 ton.ha-1, produksi kelas S2 antara 27,31

(40)

24

Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman

Fungsi regresi linear berganda digunakan dalam analisis interaksi antara karakteristik lahan dan produksi tanaman. Penggunaan persamaan regresi harus memnuhi asumsi data menyebar secara normal, tidak bersifat heteroskedasitas, tidak ada autokorelasi atau tidak bersifat multikoliniearitas (nilai tolerance >1,0 dan nilai VIF <10) (Ghozali, 2005). Pada analisis regresi berganda, variable independen adalah faktor karakteristik lahan, sementara produksi teraan (ton.ha-1) digunakan sebagai variabel dependen. Analisis regresi berganda menggunakan metode stepwise, dimulai dengan memasukkan variabel independen satu demi satu secara bertahap sampai diperoleh model regresi yang terbaik. Urutan dalam memasukkan variabel independen ditentukan dengan menggunakan koefisien korelasi parsial, dimana variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang berkorelasi tertinggi dan nyata dengan variabel dependen. Koefisien korelasi hubungan variabel independen terhadap variabel dependen dievaluasi pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil akhir analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise

diperoleh model regresi terbaik dengan variabel kedalaman efektif, kejenuhan Al, lereng, bulan kering, kejenuhan basa, elevasi, P-tersedia dan Ca (Tabel 5). Tabel 5 menunjukkan, variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman. Tabel 4 Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan produksi teraan.

Kelas Kriteria Produksi Teraan (ton.ha-1)

S 1 >80% dari produksi maksimum >27,31

S 2 60% - 80% dari produksi maksimum 20,48 – 27,31

S 3 29,79% - 60% dari produksi maksimum 10,17 – 20,48

N <29,79% Break Even Point (BEP) <10,17

Tabel 5 Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman

Coefficients*

(41)

25 Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 40%, artinya keragaman produksi yang dapat dijelaskan oleh data peubah x sebesar 40%, sedangkan sisanya 60% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Nilai koefisien yang distandarisasi (standardized coefficients) pada Tabel 5 menunjukkan kontribusi masing-masing karakteristik lahan terhadap produksi tanaman. Faktor penentu produksi tanaman dalam penelitian ini adalah kedalaman efektif, kejenuhan Al, lereng, bulan kering, kejenuhan basa, elevasi, P-tersedia dan Ca yang berpengaruh terhadap produksi dengan korelasi negatif dan positif. Artinya setiap kenaikan satu satuan dari karakteristik tanah tersebut akan menurunkan produksi masing-masing sebesar 0,488 (kejenuhan Al), 0,298 (lereng), 0,118 (bulan kering), 0,170 (Ca) dan 0,162 (elevasi) satuan dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap. Kedalaman efektif, kejenuhan basa dan P-tersedia berpengaruh positif terhadap produksi tanaman. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel tersebut akan meningkatkan produksi masing-masing sebesar 0,358 (kedalaman efektif), 0,371 (kejenuhan basa) dan 0,132 (P-tersedia) satuan dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap.

Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman

Untuk mengetahui karakteristik lahan yang paling berkontribusi terhadap kelas produksi, maka dilakukan analisis diskriminan dengan menggunakan metode stepwise. Produksi dikelaskan menjadi sangat baik (>80% dari produksi maksimum), baik (60-80% dari produksi maksimum), sedang (60-29,67% dari produksi maksimum). Hasil uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik dan sedang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel kedalaman efektif, kejenuhan Al, P-tersedia, bulan basah, bulan kering, lereng dan kejenuhan basa memberikan pengaruh yang nyata dalam membuat analisis diskriminan, sedangkan faktor lainnya tidak nyata.

Selanjutnya, uji nyata fungsi sebaran linier (LDF) dilakukan untuk mengetahui kemampuan LDF dalam diskriminasi kelas produksi tanaman. Uji nyata LDF disajikan pada (Tabel 7).

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2  Diagram sebar ( scatter diagram)
Gambar 4 Bagan alir penelitian
Tabel 1  Luas Areal Statement PTPN-III (Persero)
+7

Referensi

Dokumen terkait

In the third step the predicted models from the Coarse Classification including the ratings and the new found edges from Image Based Verification are used together to do a

KNP mencerminkan bagian atas laba rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada entitas induk, yang

Keluaran Terpenuhinya Perbaikan Peralatan Kerja 1 Tahun Hasil Meningkatnya layanan Administrasi Perkantoran 0,77%. Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparatur

Membawa : Laptop, Kabel Roll, Modem dan Flasdisk Acara : Kualitas Data Sekolah. Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan

[r]

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Periode 2014-2016) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan