• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN LAHAN

BERBASIS EKOLOGI LANSKAP

DI KAWASAN SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG KOTA BOGOR

BUDI SUSETYO

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(3)

ii

RINGKASAN

BUDI SUSETYO. Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor. Dibimbing oleh: HADI SUSILO ARIFIN, WIDIATMAKA, MACHFUD, dan NURHAYATI HS. ARIFIN.

Saat ini, kawasan sempadan Ciliwung yang melintasi kota Bogor banyak ditempati permukiman liar. Hal ini berpotensi menimbulkan dampak ekologis yang besar berupa pengurangan potensi ruang terbuka hijau, terutama pada pohon-pohon yang memiliki nilai konservasi. Kebijakan penataan kawasan sempadan sungai memiliki arti strategis dalam upaya pemeliharaan kelestarian lingkungan serta konservasi tanah dan air karena kawasan ini merupakan buffer zone, di mana secara legal formal ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat. Keberadaan kawasan sempadan ini juga ditegaskan dalam Peratutan Pemerintah No. 38/2011 tentang Sungai, Keputusan Presiden No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 yang di antaranya mengatur Garis Sempadan. Dengan seperangkat peraturan perundangan tersebut, pemerintah ingin menyatakan bahwa kawasan sempadan sungai harus benar-benar dijadikan sebagai kawasan penyangga yang memiliki fungsi ekologis dan hidro-orologis.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak terjadi pelanggaran terhadap ketentuan ini, sehingga harapan pemerintah terhadap fungsi kawasan sempadan tidak tercapai, di antaranya adalah adanya perumahan/permukiman di bibir sungai, banyaknya bangunan liar, adanya bangunan fisik untuk berbagai tujuan. Secara umum okupasi lahan kawasan sempadan sungai oleh masyarakat banyak terjadi di berbagai daerah dengan kecenderungan pembiaran/kelonggaran sikap pemerintah daerah, sementara pemerintah pusat sulit melakukan pengawasan implementasi kebijakan hingga level teknis operasional. Akibatnya masyarakat dan lingkungan dirugikan karena terjadinya dis-harmoni akibat ketimpangan tersebut. Oleh karenanya diperlukan Model Perumusan Kebijakan yang bersifat komprehensif agar di tingkat implementasi model tersebut dapat lebih terukur. Salah satu alternatif model tersebut mencakup analisis kemampuan dan kesesuaian lahan; analisis preferensi masyarakat dan analisis nilai pohon termasuk jasa lingkungannya.

Penelitian ini didasarkan pada pendekatan ekologi lanskap untuk merumuskan kebijakan pemanfaatan lahan di sempadan S. Ciliwung di Kota Bogor. Penelitian ini terutama difokuskan pada evaluasi nilai pohon, analisis kemampuan dan kesesuaian lahan, serta persepsi dan preferensi masyarakat yang bermukim di sepanjang tepi sungai Ciliwung. Berdasarkan ketiga aspek tersebut disusun model perumusan kebijakan pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap dengan pendekatan system dinamis. Metode Evaluasi Pohon yaitu International Shading Trees Evaluation Method (ISTEM), digunakan untuk menilai pohon secara finansial dengan mempertimbangkan aspek jasa lingkungannya. Komponen pohon yang dievaluasi meliputi diameter, kualitas, kelas pohon, dan lokasi. Metode spasial untuk penetapan lokasi pohon dilakukan dengan metode

(4)

iii

Luas areal penelitian adalah 303.84 ha, yang diperoleh dari hasil buffering 100 m kanan-kiri sungai sepanjang Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor (15.19 km). Potensi pohon diukur dengan menggunakan metode petak contoh, dengan pengulangan masing-masing tiga kali untuk setiap jenis kelompok sampling (yaitu jarang, sedang dan padat/rapat). Luas untuk masing-masing kelompok di kawasan permukiman adalah jarang (11.15 ha), sedang (38.88 ha), dan padat (154.68 ha). Pada kawasan lahan terbuka dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu jarang (15.84 ha), sedang (25.66 ha), dan rapat (23.13 ha). Besarnya nilai pohon di kawasan lahan terbuka adalah US$ 16 346 219, sedangkan di kawasan permukiman US$ 445 015. Nilai pohon sebesar ini seyogyanya dipandang sebagai aset Kota Bogor yang perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan.

Evaluasi lahan telah dilakukan mulai dari analisis satuan peta lahan (SPL) yang terbagi menjadi 18 SPL, diikuti oleh analisis kemampuan dan kesesuaian lahan. Berdasarkan data tujuh tahun terakhir, laju kenaikan permukiman liar sebesar 0.8% per tahun. Di sisi lain terjadi penurunan luas ruang terbuka hijau sebesar 0.17% per tahun. Hasil analisis kelas kemampuan lahan, 85.78% memiliki kemampuan sedang hingga tinggi (kelas II-e, II-w, III dan IV-e). Kelas kemampuan lahan II-IV direkomendasikan untuk penghijauan dengan jenis tanaman budidaya, sedangkan kelas V-VI (14.22% terhadap luas lahan terbuka) direkomendasikan untuk lahan penghijauan dengan jenis tanaman konservasi. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, daerah ini memiliki potensi untuk pengembangan jenis-jenis tanaman endogenous yang terpilih. Hasil ini dapat menjadi landasan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan lanskap di daerah sempadan Ciliwung di kota Bogor.

Hasil analisis preferensi masyarakat menghasilkan 15 jenis tanaman yang diusulkan. Berdasarkan kuesioner secara umum masyarakat mempunyai harapan dan mendukung pengelolaan lanskap sempadan sungai sebagai kawasan hijau (green corridor), di mana saat ini indeks persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam pengelolaan kawasan sempadan (13 indikator) mencapai 0.77 untuk target pencapaian sedang, 0.58 untuk indeks persepsi baik, namun untuk target pencapaian sangat baik masih relatif rendah yaitu hanya mencapai 0.46.

Ketiga komponen analisis tersebut selanjutnya menjadi sub model dan sebagai dasar dalam penyusunan model perumusan kebijakan pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap di sempadan Ciliwung yang dapat disimulasikan melalui tiga skenario. Skenario optimis pada kondisi eksisting yang relatif dibiarkan atau sedikit kegiatan yang masih bersifat charity, menghasilkan nilai pohon sebesar US$ 20 356 547. Skenario moderat dengan introduksi program/kegiatan penghijauan, pentaatan regulasi dengan skala medium, menghasilkan nilai pohon sebesar US$ 23 257 838. Skenario pesimis dengan berbagai program/kegiatan penghijauan, peraturan zonasi, pentaatan regulasi/kebijakan dan program penataan sempadan secara umum (pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap), dihasilkan nilai pohon sebesar US$ 26 354 754. Angka tersebut merupakan proyeksi nilai pohon tahun 2014, di mana masing-masing memiliki pertumbuhan menurut waktu dengan proyeksi nilai pohon pada tahun 2030 yaitu, skenario optimis: US$ 64 706 109, skenario moderat: US$ 78 556 923 dan skenario pesimis: US$ 93 623 117. Validasi model juga telah dilakukan dengan menggunakan metode AME dan basis data luas lahan permukiman tahun 2006-2013, di mana diperoleh hasil nilai AME berkisar antara 0.03-0.08 atau lebih kecil dari 0.1 yang berarti model dinyatakan valid.

(5)

iv

SUMMARY

BUDI SUSETYO. Policy Formulation Model of Land Use Based on Landscape Ecology at Ciliwung Riparian in Bogor City. Supervised by HADI SUSILO ARIFIN, MACHFUD, WIDIATMAKA, dan NURHAYATI HS. ARIFIN.

Nowadays, the Ciliwung riparian area that passes Bogor city is occupied by illegal settlements. This generally causes great ecological impact on potential reduction in the area of green open spaces, especially on the trees having conservation value were reduced. According to the presidential decree No. 32/1990, riparian is a locally protected area. Other government regulations strongly recommend conservation of riparian area.

Typically, continuous violation of governmental regulation is noted mainly illegal settlements in the Ciliwung riparian area, which led to environmental hazards. Hence preventive major should be taken in this regard. The aim of research are: (1) to evaluate the trees value in the Ciliwung riparian by using International Shading Trees Evaluation Method (ISTEM), (2) to analyze land capability and suitability for greening program, (3) to analyze preferences and public perception related to Ciliwung riparian management, (4) to design a policy formulation model of Ciliwung riparian landscape management. The total land area researched was about 303.84 ha, based on the buffering of 200 m of riversides and 15.19 km of Ciliwung River across Bogor City.

Potential trees were measured by using a standard method of sampling plot, with triple repetition for each type of structure (i.e. rarely, moderately and densely). The result for each type are: rarely area (11.15 ha), moderately area (38.88 ha), and densely area (154.68 ha). The green open space area was classified into three types, e.g. rarely area (15.84 ha), moderately area (25.66 ha), and densely area (23.13 ha). The estimated tree value in the green open space areas was about US$ 16 346 219 whereas, in the settlement area it was about US$ 445 015. Land evaluation is carried out through analysis of soil map units (SPL), which are divided into 18 SPL, followed by land capability and suitability analysis.

The last seven years results showed a rate of increase in illegal settlement area by 0.8% and a rate of reduction in green open space area by 0.17%. The result of land capability class analysis from the total area is approximately 85.78% has moderate to high land capability (class II-e, II-w, III-e and IV-e). From land capability class II-IV are recommended for agricultural land, while class V-VI are recommended for conservation area. Based on land suitability analysis, this area has potential for local crops. These results can be strong tools for to formulate a landscape management policy for Ciliwung riparian area in Bogor city. The analysis of public preferences produces 15 species of plants are proposed. Based on the questionnaire in general, the communities have hope and support to riparian landscape management to set up a green area along the Ciliwung River (green corridor).

(6)

v

program/re-greening program, regulatory compliance with a medium scale, generating a tree value of U.S. $ 23 257 838. Pessimistic scenario with various programs/activities of greening, zoning regulations, compliance regulations / policies and programs in general of riparian landscape management, generated trees value of U.S. $ 26 354 754.

This figure is a projection of the trees value in 2014, in which each has a projected growth according to the time of trees value in 2030, namely, an optimistic scenario: U.S. $ 64 706 109, the moderate scenario: U.S. $ 78 556 923 and a pessimistic scenario: U.S. $ 93 623 117. Validation of the model has also been performed using AME and extensive database of residential land in 2006-2013, in which the results obtained AME values ranged from 0.03 to 0.08, or less than 0.1 which means that the model is valid.

(7)

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

vii

MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN LAHAN

BERBASIS EKOLOGI LANSKAP

DI KAWASAN SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG KOTA BOGOR

BUDI SUSETYO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

viii

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MS Dr Ir Latif M. Rachman, M.Sc., MBA.,

(10)

ix

Judul : Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor

Nama : Budi Susetyo

NIM : P.062090051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hadi Susilo Arifin, MS Ketua

Prof Dr Ir Machfud, MS Anggota

Dr Ir Widiatmaka, DEA Anggota

Dr Ir Nurhayati H.S. Arifin, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 19 Agustus 2014

(11)

x

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Disertasi berjudul “Model Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Lahan Berbasis Ekologi Lanskap di Kawasan Sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor” ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian adalah untuk: (1) Melakukan evaluasi nilai pohon berdasarkan tutupan lahan di kawasan sempadan sungai, (2) Melakukan analisis kemampuan lahan di kawasan sempadan Sungai Ciliwung di Kota Bogor dan kesesuaiannya untuk tanaman penghijauan, (3) Melakukan analisis persepsi dan preferensi masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan sempadan sungai, dan (4) Menyusun model perumusan kebijakan pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap di kawasan sempadan Sungai Ciliwung.

Ucapan terimakasih ditujukan kepada Prof Dr Ir Hadi Susilo Arifin, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir Machfud, MS, Dr Ir Widiatmaka, DEA dan Dr Ir Nurhayati HS. Arifin, MSc, masing-masing sebagai anggota, atas layanan dan bimbingannya hingga penyelesaian disertasi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah memberikan masukan mendasar dalam proses penyelesaian studi. Demikian pula penulis sampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, yang telah mendukung dan memberikan beasiswa BPPS selama mengikuti Program Doktor di IPB. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Seameo Biotrop yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti hibah penelitian melalui DIPA Biotrop 2012. Lebih lanjut, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman di Program Studi PSL-IPB yang telah memberikan masukan dalam penulisan disertasi ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2014

(12)

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Penelitian Terdahulu 7

Batasan Penelitian 8

Kebaharuan (Novelty) 8

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau 9

Penataan RTH Kawasan Perkotaan 9

Pemilihan Jenis Pohon Penghijauan 10

Pemanfaatan Bantaran Sungai sebagai Hutan Kota 14

Pengelolaan Ruang Berbasis Ekologi Lanskap 14

Evaluasi Nilai Pohon 18

Nilai Pohon 19

Kondisi Pohon 21

Lokasi Pohon 26

Sumberdaya Lahan dan Penataan Ruang 27

Pengertian Lahan 28

Tutupan Lahan 28

Penggunaan Lahan 29

Kemampuan Lahan dan Kesesuaian Lahan 32

Daya Dukung Lingkungan 33

Perencanaan Tata Ruang 34

Konsep Ruang dan Kewilayahan 34

Sistem Perencanaan Tata Ruang 36

Pengendalian Pemanfaatan Lahan 40

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 41

Peraturan Zonasi 41

Analisis Spasial 43

Bantaran dan Sempadan Sungai 43

Peraturan Perundangan tentang Sungai 45

Kawasan Perlindungan Setempat 48

Analisis Sosial dan Kebijakan 50

Preferensi Masyarakat 50

Persepsi Masyarakat 51

Keterkaitan Stakeholders 54

Mekanisme Insentif-Disinsentif 54

Pendekatan Sistem 55

Sistem Dinamik 56

Permodelan 57

Validitas dan Sensitivitas Model 58

(13)

xii

2. ANALISIS SITUASIONAL 59

Topografi 59

Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031 60

Iklim 60

Geologi 61

Sumberdaya Air 61

Penggunaan Lahan 62

Ruang Terbuka Hijau 63

Pola Perkembangan Kota 64

Kependudukan 65

Pertumbuhan Ekonomi 66

Aktivitas Sosial Kemasyarakatan 66

3. METODE PENELITIAN 67

Gambaran Umum Kegiatan Penelitiaan 67

Waktu dan Lokasi Penelitian 67

Dasar Penetapan Kawasan Penelitian 68

Tahapan Penelitian 69

Inventarisasi data 70

Metode Evaluasi Pohon 71

Analisis kuantitatif komunitas tumbuhan 71

Luas Minimum Petak Sampel 71

Metode Petak Contoh 71

Metode ISTEM Untuk Perhitungan Nilai Pohon 72

Metode Evaluasi Lahan 73

Satuan Peta Lahan 74

Analisis Kemampuan Lahan 74

Analisis Kesesuaian Lahan 75

Pelaksanaan Survai Lapangan 76

Survai Tanah 76

Survai Penggunaan Lahan 76

Metode Analisis Sosial 76

Metode Sampling 77

Jenis dan Sumber Data 77

Metode Pengambilan Data 77

Metode Analisis Data 77

Penyusunan Model Kebijakan Pemanfaatan Lahan 78

Parameter dan Indikator Kinerja Model 78

Metode Penyusunan Model 78

Tahapan Analisis 79

4. HASIL PENELITIAN 83

Aspek Nilai Pohon 83

Jenis Tanaman di Sempadan Ciliwung 83

Perhitungan Nilai Pohon 83

Aspek Lahan 86

Penggunaan Lahan 86

Analisis Tutupan Lahan 87

Aspek Sosial 98

(14)

xiii

Pengalaman dan Dampak Lingkungan 101

Persepsi tentang Kinerja Pemerintah 101

Persepsi tentang Komunitas Hijau 104

Persepsi dan Partisipasi tentang Pengelolaan Lingkungan 105

Preferensi Masyarakat terhadap Jenis Pohon 110

Model Perumusan Kebijakan 111

Sub Model Pertumbuhan Pohon 112

Model Dinamis Perumusan Kebijakan 116

Sub Model Analisis Lahan 119

Sub-Model Nilai Pohon 121

Sub-Model Sosial/Kebijakan 133

Simulasi pada Kawasan RTH 134

Simulasi pada Kawasan Permukiman 135

Skenario Perumusan Kebijakan 136

Validasi Model 143

5. SIMPULAN DAN SARAN 145

Simpulan 145

Saran 145

DAFTAR PUSTAKA 146

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan 7

2 Jenis-jenis tanaman penghijauan 13

3 Pertimbangan untuk perbaikan struktural dan fungsional dari patch dan koridor dalam

konteks perkotaan 18

4 Kelas Pohon 21

5 Kondisi Pohon 21

6 Kode lokasi dan diskripsi prioritas untuk kemampuan tumbuh pohon 24 7 Diskripsi kode kerusakan, mulai dari yang tertinggi sampai terendah 25

8 Kode, nilai dan klasifikasi keparahan dan kerusakan 25

9 Lokasi Pohon 26

10 Pohon yang dapat ditanam di sempadan Sungai Ciliwung 27

11. Klasifikasi Zona dalam Pedoman Departemen Pekerjaan Umum 42

12. Ketentuan Garis Sempadan Sungai 48

13. Ketinggian Kota Bogor Menurut Kecamatan 60

14. Kemiringan Lereng Kota Bogor Menurut Kecamatan 60

15. Penggunaan Lahan di Kota Bogor 62

16. RTH di Kota Bogor 64

17. Analisis kependudukan di Areal Penelitian 66

18. Matrik Sampling Pengumpulan Data 70

19. Jenis Data dan Sumbernya 70

20. Alat dan bahan analisis pohon 72

21. Kriteria kuantitatif kemampuan lahan dan faktor pembatas 74

22. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan 75

23. Skenario dalam Simulasi 80

(15)

xiv

25. Daftar Nama Tumbuhan yang ditemui di Areal Penelitian 83 26. Perhitungan nilai pohon di lokasi sampling permukiman 84

27. Nilai Pohon di Areal Permukiman 84

28. Perhitungan nilai pohon di lokasi sampling (RTH) 85

29. Nilai Pohon di Kawasan RTH 86

30. Luas areal penggunaan lahan 86

31. Analisis tutupan lahan di areal penelitian 87

32. Informasi lereng lokasi studi 88

33. Analisis Satuan Peta Lahan 88

34. Hasil analisis kelas kemampuan lahan 90

35. Rekapitulasi kelas kemampuan lahan 92

36. Spesies Tanaman Hasil Preferensi Masyarakat 93

37. Kelas kesesuaian lahan tanaman tahunan 95

38. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Buah 96

39. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Keras 97

40. Arahan komoditas tanaman 97

41. Analisis persepsi masyarakat 102

42. Preferensi Masyarakat untuk Pemilihan Jenis Tanaman 110 43. Kerapatan Penggunaan Lahan di Bantaran Sungai Ciliwung 111

44. Persamaan Pertumbuhan Diameter Pohon 112

45. Konversi nilai pohon pada kelompok sampling permukiman 112 46. Konversi nilai pohon pada kelompok sampling lahan terbuka 113 47. Pendugaan indeks kerapatan tajuk di kawasan permukiman 114 48. Pendugaan indeks kerapatan tajuk di kawasan lahan terbuka. 114 49. Pendugaan prosentase tutupan tajuk di kawasan lahan terbuka 115 50. Pendugaan prosentase tutupan tajuk di kawasan lahan permukiman 116

51. Analisis dampak okupasi lahan 120

52. Sub-Model analisis lahan 120

53. Analisis fraksi tanaman di kawasan permukiman jarang 123 54. Analisis fraksi tanaman di kawasan permukiman sedang 124 55. Analisis fraksi tanaman di kawasan permukiman padat 125 56. Analisis fraksi tanaman di kawasan lahan terbuka jarang 125 57. Analisis fraksi tanaman di kawasan lahan terbuka sedang 125 58. Analisis fraksi tanaman di kawasan lahan terbuka rapat 126 59. Deskripsi variabel pada sub model Pertumbuhan Pohon 127 60. Analisis untuk program penghijauan menurut jenis tanaman 127

61. Analisis pohon di lokasi permukiman jarang 129

62. Analisis pohon di lokasi permukiman sedang 129

63. Analisis pohon di lokasi permukiman padat 131

64. Analisis pohon di lokasi lahan terbuka jarang 131

65. Analisis pohon di lokasi lahan terbuka sedang 132

66. Analisis pohon di lokasi lahan terbuka rapat 133

67. Analisis estimasi nilai asuransi pohon, denda dan insentif 134

68. Hasil simulasi perubahan luas lahan kawasan RTH 134

69. Simulasi kawasan lahan permukiman 135

70. Nilai Intervensi pada Skenario Model 136

71. Analisis nilai pohon di kawasan sempadan sungai 140

(16)

xv

73. Deskripsi variabel untuk memvalidasi model 144

74. Hasil Validasi Model dengan Metode AME 144

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran 5

2 Kategori Jaringan: a bercabang vs. b terangkai 17

3 (a) Proses-proses Ekologis, (b) Pembangunan Perkotaan tanpa memperhatikan proses ekologis, (c) Pembangunan Perkotaan dengan memperhatikan proses ekologis. 17 4 Lokasi kerusakan pada pohon (Alexander dan Bernard, 1996) 24

5 Nilai Pohon Pekarangan 26

6 Pembagian Wilayah Berdasarkan Konsep Alamiah dan Non Alamiah 35

7 Prosedur Penyusunan Zoning Regulation 42

8. Daerah Manfaat dan Penguasaan Sungai 44

9. Garis Sempadan Sungai 48

10. Sempadan Sungai Cara Ekologi, Hidraulik dan Morphologi 50

11. Peta RTRW Kota Bogor (2011-2031) 61

12. Penggunaan Lahan di Kota Bogor 63

13. Ilustrasi Penataan Permukiman Kumuh di S. Ciliwung 65

14. Ilustrasi Penataan RTH pada jalur hijau Sungai Ciliwung 65

15. Aktivitas KPC dalam rangka Hari Sungai Nasional 67

16. Peta Lokasi Penelitian 68

17. Tahapan Penelitian 69

18. Petak contoh pada areal sempadan sungai 72

19. Tahapan Evaluasi Lahan 74

21. Grafik nilai pohon di kawasan permukiman 85

22. Perkembangan nilai pohon di kawasan RTH 86

23. Grafik Perubahan Tutupan Lahan 87

24. Peta satuan peta lahan sempadan sungai di segmen hilir 89 25. Peta satuan peta lahan sempadan sungai di segmen tengah 89 26. Peta satuan peta lahan sempadan sungai di segmen hilir 90 27. Peta kemampuan lahan sempadan sungai di segmen hilir 91 28. Peta kemampuan lahan sempadan sungai di segmen tengah 91

29. Peta kemampuan lahan sempadan sungai di segmen hulu 92

30. Kesesuaian lahan tanaman tahunan pada segmen hilir 94

31. Kesesuaian lahan tanaman tahunan pada segmen tengah 94

32. Kesesuaian lahan tanaman tahunan pada segmen hulu 95

33. Karakteristik responden berdasarkan selang usia (a) dan lama tinggal (b) 99 34. Karakteristik responden berdasarkan status pendidikan (a) dan penghasilan (b) 99 35. Karakteristik responden untuk status lahan (a) dan kepemilikan rumah (b) 100 36. Karakteristik responden untuk kondisi bangunan (a) dan penggunaan air Sungai Ciliwung

(b) 100

37. Persepsi tentang rencana pemanfaatan lahan (a) dan opini tentang peran pohon (b) 101

38. Informasi banjir menurut responden 101

39. Informasi tentang perilaku masyarakat (a) dan kondisi lingkungan (b) 101

(17)

xvi

41. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sempadan oleh pemerintah pusat (a) dan

pemerintah daerah (b) 103

42. Persepsi terhadap tanggung jawab pengelolaan sempadan (a) dan instansi yang berwenang

(b) 104

43. Diagram layang-layang persepsi masyarakat 104

44. Persepsi terhadap keberadaan komunitas hijau 105

45. Persepsi terhadap kegiatan komunitas hijau 105

46. Persepsi tentang konservasi (a) dan pengetahuan tata ruang (b) 106 47. Persepsi tentang jarak bangunan dari batas sungai (a) dan pengetahuan kepemilikan lahan

sempadan (b) 106

48. Persepsi tentang pengetahuan konservasi (a) dan efektivitasnya (b) 106 49. Sikap terhadap penataan (a) dan pembebasan lahan (b) 107 50. Persepsi terhadap penerapan hukum (a) dan program penghijauan (b) 107 51. Partisipasi terhadap penghijauan (a) dan bentuk sumbangan (b) 107 52. Partisipasi dalam penegakan hukum (a) dan pemeliharaan pohon (b) 108 53. Persepsi terhadap manfaat pohon (a) dan rencana menebangnya (b) 108 54. Alasan menebang pohon (a) atau tidak menebang pohon (b) 108

55. Persepsi terhadap insentif (a) dan wujudnya (b) 109

56. Persepsi tentang perlunya izin (a) dan pemberlakuan sangsi/denda (b) bila menebang

pohon 109

57. Persepsi tentang penegakan hukum tata ruang (a) dan Peraturan daerah untuk

sangsi/denda (b) 110

58. Jenis pohon yang diinginkan 110

59. Dagram I/O 116

60. Diagram Causal Loop 118

61. Konstruksi Model Sistem Dinamik 119

62. Sub-Model dinamik analisis lahan 119

63. Sub-Model nilai pohon kawasan permukiman jarang 121

64. Sub-Model nilai pohon kawasan permukiman sedang 122

65. Sub-Model nilai pohon kawasan permukiman padat 122

66. Sub-Model nilai pohon kawasan terbuka jarang & sedang 122

67. Sub-Model nilai pohon kawasan terbuka rapat 123

68. Hasil simulasi lahan di kawasan RTH 135

69. Hasil simulasi luas kawasan lahan permukiman 136

70. Analisis pertumbuhan lahan permukiman jarang 137

71. Analisis pertumbuhan lahan permukiman sedang (a) dan padat (b) 137 72. Analisis penurunan luas lahan di lahan terbuka jarang 138 73. Analisis penurunan lahan di lahan terbuka sedang (a) dan rapat (b) 138

74. Nilai pohon di lokasi permukiman jarang 139

75. Analisis nilai pohon di lokasi permukiman sedang (a) dan padat (b) 139

76. Analisis nilai pohon di lahan terbuka jarang 140

77. Analisis nilai pohon di lahan terbuka sedang dan jarang 140

78. Analisis total nilai pohon 142

79. Analisis nilai pohon di lokasi permukiman dan lahan terbuka 142

80. Simulasi proyeksi penerimaan denda tahunan 142

81. Simulasi proyeksi insentif (a) dan perlindungan pohon (b) tahunan 143

82. Grafik perbandingan nilai simulasi dan aktual 144

(18)

1 1

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Bogor memiliki berbagai keunggulan komparatif antara lain di sektor pariwisata yang merupakan salah satu sektor potensial untuk dikembangkan. Hasil penelitian dengan komposit indeks menunjukkan bahwa sektor pariwisata kota Bogor berdaya saing cukup tinggi dibandingkan kabupaten lain di sekitarnya yaitu berada di atas kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Bekasi, dan kota Sukabumi (Afriyani, 2011). Salah satu daya tarik wisata di Kota Bogor adalah Kebun Raya Bogor yang terletak di pusat kota. Secara ekosistem, keberadaan Kebun Raya Bogor tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sekitarnya termasuk keberadaan Sungai Ciliwung yang melintasinya membentuk jaringan ekologis yang saling memperkuat berupa jalur hijau (Green Corridor).

Pada masa lalu, Kota Bogor memiliki kualitas lingkungan alami yang sangat baik, namun saat ini telah terjadi penurunan kualitas lingkungan alami akibat pesatnya pembangunan, tidak terkecuali pada daerah sekitar Sungai Ciliwung. Sempadan sungai seyogyanya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kawasan alami kota. Selain itu, sempadan dan juga sungainya dapat difungsikan sebagai aset keindahan kota, pengontrol suhu kota dan habitat dari beberapa satwa liar (Ruspendi, 2011). Kondisi jalur hijau sepanjang sempadan Sungai Ciliwung saat ini dirasakan kurang optimal akibat tergeser oleh kegiatan antropogenik. Kota Bogor telah mengalami banyak perubahan penggunaan lahan dalam beberapa tahun terakhir. Terbatasnya area untuk permukiman dan aktivitas penduduk telah menyebabkan perubahan fungsi lahan (Khusaini, 2008).

(19)

2

Kawasan sempadan Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor pada awalnya merupakan kawasan yang asri dengan keanekaragaman floranya, namun kondisi saat ini kawasan tersebut telah terokupasi dengan berbagai infrastruktur permukiman dan pendukung aktivitas ekonomi, sehingga mengabaikan sisi konservasi sungai. Tingginya kebutuhan lahan untuk permukiman menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dan dinamika lanskap yang mengarah kepada kondisi yang tidak berkelanjutan yang mengancam fungsi konservasi dan tata lingkungan di kawasan tersebut. Secara umum kondisi ini diduga menimbulkan dampak ekologis, terutama akibat perubahan pola penggunaan dan alih fungsi lahan yang berpotensi mengurangi luas ruang terbuka hijau dan hilangnya banyak pohon yang memiliki nilai konservasi sekaligus sebagai paru-paru kota sehingga mengurangi kemampuan ekologis kawasan sempadan (Widigdo dan Hartono, 2009).

Menurut Widigdo dan Hartono (2009), Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan. RTH juga memiliki fungsi ekologis, yaitu sebagai paru-paru kota dan dapat dikategorikan sebagai kawasan jalur hijau tepi sungai, seperti kawasan jalur hijau tepi/tengah jalan, sepanjang rel kereta api atau di bawah penghantar listrik tegangan tinggi. Kawasan seperti ini kurang lebih 90% dari luas arealnya seyogyanya dihijaukan dengan pohon-pohon, perdu, semak hias dan penutup tanah/rumput.

Secara umum luas RTH di Kota Bogor masih relatif tinggi (51.38%), namun nampaknya di berbagai tempat termasuk di Kota Bogor telah banyak terjadi kecenderungan alih fungsi ke arah lahan permukiman, sehingga mengancam eksistensi RTH, atau setidaknya kualitas RTH nya semakin menurun. RTH pada sempadan sungai di Kota Bogor (Ciliwung dan Cisadane) seluas 181.79 ha (2.99%), di mana data tersebut mengacu pada paraturan lebar bantaran sungai 15 m dari palung (Peraturan Daerah Jawa Barat No. 8/2005). Meskipun relatif kecil, luas sempadan tersebut masih potensial untuk dikembangkan karena bila dibandingkan masih lebih luas daripada Kebun Raya Bogor yang seluas 87 ha atau bahkan bila dibandingkan dengan hutan kota di Kota Bogor yang seluas 57.62 ha. Keseluruhan jenis RTH tersebut seyogyanya dapat dikoneksikan satu sama lainnya dalam jaringan ekologi perkotaan.

Keberadaan RTH sebagai pranata lingkungan yang sebanding dalam pranata kehidupan dianggap mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat sekitarnya (Widigdo dan Hartono, 2009). Upaya ini juga diperlukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan Ciliwung yang saat ini dalam keadaan kritis akibat dari penurunan areal pohon, khususnya tanaman tahunan yang mempunyai fungsi utama menahan, menangkap, menguapkan, dan mengalirkan air hujan ke dalam tanah maupun di atas permukaan tanah (Wibawa, 2010). Di samping itu karena Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman yang berpotensi mengalami pengalih-fungsian lahan yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi permukiman untuk berbagai keperluan pembangunan sarana prasarana publik, akibatnya terjadi penambahan polusi udara.

(20)

3

tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan tata ruang di Kota Bogor (Asyaebani, 2013).

Kegiatan penghijauan sempadan Ciliwung dimaksudkan untuk memperta-hankan bahkan meningkatkan jumlah dan kualitas RTH di Kota Bogor, agar tercapai keseimbangan ekologis, terutama dengan jenis-jenis tanaman potensial yang juga bernilai ekonomi. Berdasarkan penelitian terdahulu terhadap kombinasi antara jumlah dan sebaran tanaman, terdapat 10 jenis tanaman tahunan potensial yaitu nangka, lengkeng, durian, melinjo, mangga, alpokat, rambutan, limus, petai, dan jengkol. Kombinasi pola tanam alpokat-nangka-lengkeng menunjukkan nilai NPV tertinggi (Wibawa et al., 2010).

Perumusan Masalah

Eksploitasi SDA dan pembangunan perkotaan, khususnya di Kota Bogor saat ini sangat mengancam kelestarian lingkungan. Salah satunya adalah terjadinya okupasi lahan akibat tekanan penduduk dan aktivitasnya yang mengarah ke kawasan sempadan sungai, khususnya Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor. Kurang terkontrolnya pembangunan kawasan sempadan sungai dan sekitarnya (tumbuhnya perumahan dan pemukiman baru, kawasan komersial, industri dan perdagangan, serta aktivitas ekonomi lainnya) diduga merubah struktur dan fungsi lanskap kawasan sempadan sungai yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Dampak tersebut diantaranya berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan secara spesifik adalah kerugian ”Publik dan Pemerintah Kota“ akibat penebangan pohon, yang sesungguhnya pohon tersebut memiliki nilai ekonomis sekaligus ekologis sebagai paru-paru kota dan fungsi konservasi serta jasa lingkungan lainnya.

(21)

4

Saat ini kondisi lingkungan di kawasan sempadan Sungai Ciliwung khususnya yang melintasi Kota Bogor sangat buruk. Penurunan kualitas lingkungan tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor. Salah satu penyumbang terbesar terhadap kerusakan sungai Ciliwung tersebut adalah banyaknya pembangunan pemukiman liar penduduk yang didirikan secara illegal. Berdasarkan proyeksi data tahun 2006-2013 di daerah penelitian, terdapat kecenderungan peningkatan luas lahan permukiman seluas 171.86 ha (2006) menjadi 185.93 (2013) dengan pertumbuhan tahunan 1.51% per tahun. Peningkatan luas lahan permukiman tersebut secara langsung menyebabkan penurunan luas RTH.

Alih fungsi dan perubahan penggunaan lahan merupakan isu pokok dalam penelitian ini, dengan berbagai dampak ikutan yang perlu diketahui besaran, pengaruh dan keterkaitannya satu sama lain. Berbagai potensi dan permasalahan permukiman di kawasan sempadan sungai memerlukan solusi yang bersifat dinamis, terutama yang berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan yang memenuhi aspek lanskap ekologis untuk mendukung perencanaan pembangunan yang berkelanjutan. Alih fungsi lahan, khususnya di kawasan sempadan sungai menjadi isu utama yang mengancam kelestarian lingkungan hidup karena kurang memperdulikan aspek daya dukung lahan. Akibat hal tersebut, maka terjadi perubahan penggunaan lahan dan lanskap di kawasan tersebut, yang berpotensi menimbulkan masalah gangguan fungsi sungai serta keseimbangan sumberdaya air. Perubahan penggunaan lahan di kawasan sempadan S. Ciliwung, khususnya ke arah penggunaan permukiman penduduk dan kegiatan lainnya berpotensi mengurangi jumlah pohon dan ruang terbuka hijau, yang dalam konteks perkotaan sangat dibutuhkan sebagai paru-paru kota, dan berfungsi untuk memperbaiki iklim mikro, kestabilan tanah, konservasi air, estetika, dan sebagainya. Akibat pengurangan luas RTH dan jumlah pohon tersebut, maka diindikasikan terjadi penurunan kualitas keanekaragaman hayati (flora dan fauna) sehingga aspek kelestarian lingkungan terganggu.

Gangguan terhadap fungsi ekologis sempadan S. Ciliwung di Kota Bogor bila dibiarkan dapat menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks. Saat ini jumlah penduduk yang bermukim di sempadan sungai Ciliwung diperkirakan mencapai 2 269 KK, dan luas areal permukiman di sempadan 243.4 ha (80% dari luas daerah pengamatan 303,78 ha). Sedangkan ruang terbuka hijau hanya 60.26 ha. Bila tidak ada perlindungan kawasan sempadan, maka kerusakan semakin parah.

Kegagalan pengelolaan sempadan Sungai Ciliwung di Kota Bogor ditunjukan dengan tumbuhnya kawasan permukiman di sepanjang sempadan sungai khususnya disebabkan karena kebutuhan lahan permukiman yang semakin meningkat. Hal ini menimbulkan permasalahan kompleks yang saling terkait yang diakibatkan oleh interaksi faktor ekologi, ekonomi dan sosial. Kondisi ini perlu dicegah dengan suatu kebijakan yang efektif, di mana pemanfaatan lahan sempadan masih dapat dilakukan, namun penataan lanskapnya tetap dalam keseimbangan ekologis dan terkendali agar kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga.

(22)

5

penataan peran mendorong para pihak untuk memiliki sikap pembiaran, sehingga seiring dengan waktu wilayah yang seharusnya menjadi kawasan perlindungan setempat menjadi terokupasi secara tidak terkendali yang berakibat pada gangguan kelestarian lingkungan. Okupasi lahan sempadan tersebut seringkali merubah pola dan tataguna lahan secara tidak sesuai sebagaimana peruntukannya. Oleh karena itu diperlukan kajian evaluasi peruntukan lahan agar proses alih fungsi tersebut masih bisa sejalan dengan penetapan fungsi ekologis dan hidro-orologis sempadan sungai.

Mengingat sempadan sungai merupakan kawasan konservasi dan realitasnya telah banyak diokupasi oleh penduduk, maka perlu dilakukan upaya untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai tersebut melalui pendekatan ekologi lanskap dengan menjadikan komponen pohon dan RTH sebagai green infrastructure di kawasan tersebut. Upaya ini memerlukan dukungan kebijakan dan peraturan Pemerintah Kota Bogor, sehingga kawasan ini seyogyanya tidak terokupasi kembali.

Berdasarkan data tahun 2011, penggunaan lahan di Kota Bogor masih didominasi oleh lahan terbuka (51.3% RTH potensial dan 8.3% non RTH), kawasan permukiman (37.38%) dan sisanya tubuh air serta penggunaan lainnya yang tidak teridentifikasi (3.08%). Kawasan permukiman terdiri dari lahan komersial dan bisnis, kampung/permukiman dengan kerapatan rendah, perubahan, komplek istana & militer (Anonimous, 2012). Demikian pula bila dilihat dari aspek sebaran RTH, masih belum menampakkan kesatuan jaringan ekologi perkotaan yang kompak. Sungai Ciliwung melintas di bagian tengah Kota Bogor serta melintasi Kebun Raya Bogor. Kondisi ini cukup strategis bila kawasan sempadan S. Ciliwung dapat diandalkan sebagai Koridor Hijau (Green Corridor) yang mengintergrasikan keberadaan Kebun Raya Bogor sehingga secara umum mendukung keberadaan jaringan ekologi perkotaan dengan luas RTH potensial di Kota Bogor yang luas kawasannya sebesar 51.38%. Secara skematis, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Peningkatan Lahan Permukiman

Penurunan Jumlah Pohon Penurunan Lahan

Terbuka

Nilai Pohon

Kebijakan Pemerintah

Pentaatan Peraturan, Program Penghijauan, Peraturan Zonasi, Penerapan Sangsi Okupasi Lahan

Persepsi & Preferensi Masyarakat

Kemampuan & Kesesuaian Lahan

(23)

6

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka beberapa pertanyaan penelitian dapat diajukan sebagai kunci dari berbagai permasalahan yang terjadi di kawasan sempadan S. Ciliwung sebagai berikut:

Apakah telah terjadi perubahan tutupan lahan dan penurunan keanekaragaman flora yang signifikan di sekitar kawasan sempadan akibat alih fungsi lahan?

Bagaimana kondisi kemampuan lahan di kawasan sempadan sungai?

Bagaimana persepsi dan preferensi masyarakat terhadap upaya pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan pemanfaatan lahan berkelanjutan di kawasan sempadan sungai?

Bagaimana model skenario kebijakan dalam pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap dapat dibuat secara dinamis sehingga memudahkan dalam simulasi perubahan?

Seluruh pertanyaan penelitian ini selanjutnya dijadikan dasar untuk menyusun tujuan penelitian dan dalam mengembangkan tahapan penelitian yang dilakukan nantinya.

Tahapan penelitian yang dilakukan di sepanjang sempadan S. Ciliwung yang melintasi Kota Bogor meliputi: (1) Evaluasi nilai pohon berdasarkan tutupan lahannya, serta keanekaragaman jenis pohon, (2) Evaluasi lahan, yang meliputi analisis kemampuan dan kesesuaian lahan, (3) Kajian persepsi dan preferensi masyarakat yang bermukim di sepanjang sempadan S. Ciliwung, serta (4) Penyusunan rumusan kebijakan dalam pemanfaatan lahan sempadan sungai yang dipandang optimal.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(1) Melakukan evaluasi nilai pohon berdasarkan tutupan lahan di kawasan sempadan sungai.

(2) Melakukan analisis kemampuan lahan di kawasan sempadan Sungai Ciliwung di Kota Bogor dan kesesuaiannya untuk tanaman penghijauan di kawasan sempadan sungai.

(3) Melakukan analisis persepsi dan preferensi masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan sempadan sungai.

(4) Menyusun model perumusan kebijakan pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap di kawasan sempadan Sungai Ciliwung.

Manfaat Penelitian

(24)

7

sebagai bagian dari integrasi penguatan program pemerintah Pusat. Secara lebih terinci manfaat penelitian ini adalah:

(1) Mengetahui dukungan masyarakat terhadap program pemerintah dalam pemanfaatan kawasan sempadan sungai secara berkelanjutan.

(2) Memberikan rekomendasi pola pemanfaatan lahan secara berkelanjutan bagi semua pihak terkait, untuk menjadikan kawasan sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor membentuk Green Corridor terintegrasi secara ekosistem dengan Kebun Raya Bogor.

(3) Memberikan masukan untuk strategi pengembangan jasa lingkungan (Ecosystem Services) di sekitar kawasan dengan indikator nilai pohon sebagai landasan pengembangan jaringan ekologi perkotaan dan sekaligus untuk mengantisipasi perkembangan Ecotourism di Kota Bogor.

(4) Tersedianya model perumusan kebijakan yang dapat digunakan untuk melakukan optimalisasi pemanfaatan lahan berkelanjutan untuk mendukung optimalisasi pemanfaatan lahan sebagai RTH dalam rangka pengembangan

Ciliwung Green Corridor di Kota Bogor.

Penelitian Terdahulu

Beberapa topik penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan sempadan Ciliwung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan No. Peneliti / Topik/

Organisasi Metoda Hasil Penelitian

1 Zulwahyuni,

(25)

8

(Lanjutan Tabel 1) No. Peneliti / Topik/

Organisasi Metoda Hasil Penelitian

Tiga zona dikembangkan dengan konsep yang ramah lingkungan yaitu dengan metode pohon

dan bioengineering.

Persepsi responden yang tinggal di bantaran S. Ciliwung, Kelurahan Bab Pasar tentang

kegiatan ”Pengadaan Sarana dan Prasarana

Pencegahan Pencemaran Lingkungan”

umumnya positif, ditunjukkan persetujuannya tentang tujuan kegiatan dan kualitas, kuantitas serta lokasi kegiatan. Namun untuk sosialisasi dan pemantauan kegiatan persepsinya negatif, dengan alasan utama tidak ada kegiatan sosialisasi sebelum kegiatan bantuan diberikan dan pemantauan setelah kegiatan bantuan diberikan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi tentang kegiatan untuk faktor internal adalah pendapatan, lama bermukim, jarak rumah dari sungai, dan pada faktor eksternal adalah fasilitas pengelolaan sampah dan tokoh penggerak.

Batasan Penelitian

Beberapa batasan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

(1) Penelitian ini difokuskan pada jalur sempadan Sungai Ciliwung (100 m kanan kiri sungai yang melintasi Kota Bogor) sepanjang 15.19 km, dan menetapkan bahwa kawasan Kebun Raya Bogor adalah di luar areal penelitian, sehingga tidak dilakukan pengkajian khusus, meskipun dalam konteks ekosistem dan jaringan ekologi perkotaan tetap dikaitkan.

(2) Perhitungan nilai pohon menggunakan standar kurs US$ karena dianggap paling stabil.

(3) Penelitian ini dibatasi pada aspek perumusan kebijakan tentang pemanfaatan lahan yang optimal dan berkelanjutan ditinjau dari sudut ekologi lanskap, khususnya untuk mengantisipasi dampak perkembangan kawasan sempadan Sungai Ciliwung.

(4) Analisis daya dukung dilakukan dengan mengacu pada aspek kemampuan lahan sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 17/2009.

Kebaharuan (Novelty)

Novelty (kebaharuan) dari penelitian ini adalah:

(26)

9

(2) Perspektif penerapan besaran nilai insentif dan denda serta perlindungan pohon dalam konteks koservasi lingkungan.

(3) Kemampuan mengkombinasikan tiga aspek pengetahuan (evaluasi nilai pohon, evaluasi lahan dan analisis sosial) dalam kerangka permodelan dinamis yang terintegrasi untuk mendukung kebijakan pemanfaatan lahan berbasis ekologi lanskap di kawasan Sempadan Ciliwung di Kota Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka adalah ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Menurut Widigdo dan Hartono (2009), RTH mempunyai fungsi ekologis, yaitu sebagai paru-paru kota dan dapat dikategorikan sebagai kawasan hijau jalur hijau tepi sungai, seperti kawasan jalur hijau tepi/tengah jalan, sepanjang rel kereta api dan dibawah penghantar listrik tegangan tinggi. Kawasan seperti ini kurang lebih 90% dari luas arealnya seyogyanya dihijaukan dengan pohon pohon, perdu, semak hias dan penutup tanah/rumput.

Penataan RTH Kawasan Perkotaan

Landasan yang digunakan dalam analisis kebijakan penataan ruang terbuka hijau (RTH) adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/2007 tertanggal 11 Januari 2007, tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan. Dalam Permendagri tersebut dijelaskan bahwa Perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai sehingga perlu ditetapkannya Permendagri ini.

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Dengan demikian penataan RTHKP meliputi proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian, termasuk di sempadan sungai (kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai). RTHKP terdiri dari RTHKP Publik dan RTHKP Privat. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/ kota. Sedangkan RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliha-raannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kota.

(27)

10

swadaya masyarakat, pihak/lembaga swasta ataupun perseorangan atas keberhasilan dalam penataan RTHKP. Fungsi RTHKP adalah pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati, pengendali tata air; dan sarana estetika kota. Sedangkan manfaat RTHKP adalah sarana untuk mencerminkan identitas daerah, sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial, meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, sarana aktivitas sosial kemasyarakatan, sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Jenis RTHKP meliputi: taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, taman hutan raya, hutan kota, hutan lindung, bentang alam (gunung, bukit, lereng dan lembah), cagar alam, kebun raya, kebun binatang, pemakaman umum, lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), sempadan (sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa), jalur pengaman (jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian), kawasan dan jalur hijau, daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara, dan taman atap (roof garden).

Dalam hal perencanaan, RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dan perlu disajikan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala peta sekurang-kurangnya 1:5000. Selanjutnya pada pasal 9 pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/2007 dijelaskan bahwa luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. dan mencakup RTHKP publik dan privat, di mana penyediaan RTH Publik menjadi tanggungjawab pemerintah Kota Bogor yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah dan tidak dapat dialih fungsikan. Sedangkan RTHKP privat penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kota Bogor.

Pengendalian RTHKP dilakukan melalui perizinan, pemantauan, pelaporan dan penertiban, di mana penebangan pohon di areal RTHKP publik dibatasi secara ketat dan seyogyanya seizin Kepala Daerah. Penataan RTHKP melibatkan peranserta masyarakat, swasta, lembaga/badan hukum dan/atau perseorangan, di mana pelibatannya dimulai dari pembangunan visi dan misi, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Peranserta tersebut dapat dilakukan dalam proses pengambilan keputusan mengenai penataan RTHKP, kerjasama dalam pengelolaan, kontribusi dalam pemikiran, pembiayaan maupun tenaga fisik untuk pelaksanaan pekerjaan. Pendanaan penataan RTHKP kota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor, partisipasi swadaya masyarakat dan/atau swasta, serta sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.

Pemilihan Jenis Pohon Penghijauan

(28)

11

sempadan sungai, agar akar pohon mampu menahan erosi tanah pada saat arus air sungai deras dan debit air yang tinggi. Dengan demikian sempadan sungai dapat berfungsi sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistim dan penyangga kehidupan, karena mampu sebagai wadah berlangsungnya hubungan timbal balik antara pohon dan mahluk hidup termasuk manusia sebagai fungsi ekosistem (Widigdo dan Hartono, 2009). Penanaman pohon yang dipilih dapat dikategorikan sebagai berikut:

(1) Pohon Aromatik, yaitu jenis pohon dapat memperbaiki aroma udara, yang diperoleh dari aroma bunga, buah, daun, batang maupun akarnya (Widigdo dan Hartono, 2009). Di Indonesia tercatat ada 60 spesies pohon aromatik. Untuk menikmati aroma pohon aromatik, penanamannya membutuhkan area yang cukup luas. Aroma pohon dapat juga menyegarkan aroma udara yang memberikan rasa nyaman pada manusia disekitarnya. Di samping itu pohon aromatik karena kandungan minyak atsirinya yang dapat membantu proses penyerbukan dengan mengeluarkan aroma yang menarik serangga atau hewan lain; mencegah kerusakan tanaman oleh hewan atau serangga dengan aroma yang kurang enak dan sebagai cadangan makanan dalam tanaman (Widigdo dan Hartono, 2009).

(2) Sarana menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan. Menurut Widigdo dan Hartono (2009), penghijauan dapat menyerap kandungan debu. Pohon yang ditanam di RTH sesuai dengan ketentuan kerapatannya menurut Widigdo dan Hartono (2009), satu hektar RTH dapat menghasilkan 0.6 ton Oksigen untuk konsumsi 1 500 orang per hari. Di samping kebersihan udara masyarakat sekitarnya juga membutuhkan kenyamanan untuk tinggal ditempat tinggalnya, maka menurut penelitian

Widigdo dan Hartono (2009) menyatakan bahwa setiap satu hektar RTH dapat

meredam suara 7 dB (deciBell) per 30 meter jarak dari sumber suara pada frekuensi dari 1 000 CPS atau dapat meredam kebisingan sampai 25-80%. (3) Sarana rekreasi. Kawasan hijau rekreasi kota, menurut Widigdo dan Hartono

(2009) pemanfaatannya sebagai tempat rekreasi penduduk kota secara aktif dan pasif, pohon yang ditanam dapat bervariasi, 60% areal seyogyanya dihijaukan. sisa areal difungsikan sebagai sarana penunjang seperti gazebo/bale-bale, tempat bermain anak, toilet umum, parkir dan kelengkapan taman lainnya.

(4) Pengaman lingkungan hidup perkotaan. Pencemaran udara di perkotaan pada umumnya dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar bensin dan menjadi sumber utama timbal diudara perkotaan. Menurut Widigdo dan Hartono (2009) diperkirakan 60-70% partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Menurut Dahlan (1989), beberapa tanaman dapat menyerap timbal, di antaranya: damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrants), asam landi (Pithecelobiumdulce) dan johar (Cassia siamea).

(29)

12

yang ada cukup luas dan mempunyai media tanah, air dan udara, serta dekat dengan pemukiman penduduk yang membutuhkan perbaikan kualitas hidup yang lebih baik melalui peningkatan kualitas lingkungannya.

(6) Tempat konservasi plasma nuftah. Perencanaan dan pengelolaan serta pemanfaatan RTH yang ditujukan pada keserasian dan keseimbangan lingkungan dengan pranata kehidupan, seyogyanya mempertimbangkan hubungan timbal balik yang serasi, selaras dan seimbang antara manusia dan lingkungannya termasuk semua mahluk hidup dan penunjang kehidupannya. Maka RTH merupakan wadah (lahan) yang memungkinkan menjadi habitat suatu ekosistim, sehingga menjadi tempat plasma nuftah dan mampu memelihara proses ekologi, membantu tersedianya sumber daya alam, meningkatkan kesesuaian lingkungan sosial, budaya dan ekonomi serta lingkungan dari masyarakat sekitarnya.

(7) Sarana memperbaiki iklim mikro. Studi yang dilakukan Widigdo dan Hartono (2009), menunjukan adanya penurunan suhu udara rata-rata 2 derajat Celcius pada musim panas dengan adanya RTH sebagai taman kota seluas 90 acre. Menurutnya, jumlah intensitas radiasi matahari yang jatuh pada mahkota pohon digunakan untuk pertumbuhannya, hanya 10-25% yang memanaskan suhu udara disekitarnya. Sebaliknya di perkotaan yang penuh dengan perkerasan 85% dari intensitas radiasi matahari jatuh di atas perkerasan, diserap dan memanaskan suhu udara diatasnya. Pohon juga dan dapat mengurangi suhu udara pada iklim mikro. Pada areal berpohon di Kota Bogor, dibandingkan areal kurang berpohon (didominasi perkerasan dan bangunan) suhu udara berbeda berkisar 2 derajat Celcius sedangkan kelembaban udara pada area berpohon lebih lembab 4-14%. Pada iklim tropis sering terjadi pengumpulan panas diatas perkotaan (urban heat island) akibat terkumpulnya udara panas diatas kota akibat perkerasan dan permukaan yang dipanasi radiasi matahari tidak terbawa angin yang cenderung punya kecepatan yang rendah. Menurut Widigdo dan Hartono (2009) kondisi ini dapat diperbaiki dengan menambah dan meningkatkan kualitas Ruang Terbuka Hijau.

(8) Pengaturan tata air. Kemampuan resapan air menurut Widigdo dan Hartono (2009), pada lahan berhutan mencapai 70-80% air yang jatuh di atasnya, sisanya berupa aliran permukaan. Lahan budidaya pertanian, volume resapan air hanya 40-50% dari air yang jatuh di atasnya, sisanya 50-60% adalah air permukaan, sehingga berpeluang terjadi genangan air dipermukaan tanah. Pada lahan perkotan dengan luasan area permukiman dan perkerasan yang besar, resapan air tidak lebih dari 10%, sedangkan 90% merupakan air permukaan.

Riswan et al. (2008) telah melakukan kajian untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang disukai masyarakat dan jenis tumbuhan yang layak diintroduksi sebagai tanaman penghijauan dan reboisasi, khususnya di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung. Komposisi pohon yang diusulkan sebagai penyusun kanopi utama di antaranya adalah mangga (Mangifera indica) dan durian (Durio

zibethinus). Namun dalam penelitian ini tidak disarankan untuk memilih tanaman

(30)

13

aromaticum), kemiri (Aleurites moluccana), alpukat (Persea americana), dan rambutan (Nephelium lappaceum).

Lapisan kanopi ketiga yang disarankan adalah kopi (Coffea robusta) serta untuk tepian sungai dalam rangka menjaga erosi dan pengikisan tanah perlu ditanam jenis-jenis bambu seperti bamboo apus (Gigantochloa apus), bambu andong/tali (Gigantochloaverticillata) atau bambu lokal (Bambusa vulgaris).

Sedangkan dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riswan (2008), ditemukan beberapa jenis tanaman yang tumbuh di sepanjang Sungai Ciliwung, di mana dari sekitar 60 jenis pohon yang dijumpai, enam di antaranya merupakan jenis yang diandalkan oleh Provinsi Jawa Barat yaitu: jati, pinus, mahoni, sengon, kayu afrika, durian. Selain pinus kelima jenis tersebut termasuk ke dalam andalan umum (Riswan, 2008). Beberapa jenis tanaman penghijauan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis-jenis tanaman penghijauan

No Nama Pohon Elevasi (m) Persyaratan Iklim Kondisi Tanah A. Jenis Tanaman Kayu-kayuan:

1 Akasia (Acacia auriculiformis) 0-600 Berbagai Tipe Iklim (terutama D) Subur/Kurang Subur 2 Bambu (Dendrocalamus spp.

Gigantochloa spp, Bambusa spp.)

0-800 Basah & Kering Berbagai jenis tanah

3 Jeunjing (Paraserianthes falcataria)

0-1500 Tipe Iklim A & B (CH>2000 mm) Subur-Sedang

4 Pinus/Tusam (Pinus merkusii) 200-900 CH (1500-4000 mm/th) Subur-Kurang B. Jenis Tanaman Industri

1 Cengkeh (Syzygium aromaticum) 0 - 900 CH (1500-4500 mm/th), temp 25-30oC

Subur, gembur,drainase baik

2 Coklat (Theobroma cacao) 0-500 CH 1700-3000, temp. 15-25oC Gembur, PH 6.1-7.0 3 Jambu mete (Anacardium

accidentale)

0-800 CH 2500, 7 BB, 4-5 BK Berbagai jenis tnh, drainase baik

4 Kayumanis (Cinnamomum burmani)

0-2000 CH 2000-2500 Gembur & banyak humus

5 Kayuputih (Melaleuca leucadendron)

0-500 Basah dan Kering Subur -Tidak Subur

6 Kelapa (Cocos nicifera) 0-600 CH 1000-2250, cuaca panas & lembab

Jenis tanah alluvial, laterit tanah liat hitam

7 Kemiri (Aleurites moluccana) 0-800 CH merata sepanjang tahun Subur-Kurang Subur 8 Kopi (Coffea arabica) 0-2000 0-2000; CH 2000-3000, temp.

17-24

Tanah gembur, tidak padas, drainase baik, PH 5.5-6.5 9 Pala (Myristica fragrans) 0-700 CH 2000-3000 Tanah gembur & banyak

humus C. Jenis Tanaman Buah

1 Advokat (Persea americana) 0-2000 CH 750-1000 PH Tanah tdk terlalu asam 2 Belimbing (Averrhoa carambola) 0-300 CH merata sepanjang tahun Tanah subur drainase baik 3 Duku (Lansium domesticum) 0-700 CH 1000-2500 Subur, gembur, drainase baik 4 Durian (Durio zibethinus) 0-700 CH cukup & merata sepanjang

tahun

Berbagai jenis tanah, banyak air tanah

5 Gandaria (Boue macrophylla) 0-500 CH 2500-3000 Gembur, drainase baik 6 Kluwih (Artocarpus communis) 1500 CH cukup, frekuensi hujan sering Gembur, drainase baik 7 Mangga (Mangifera indica) 0-600 CH 1000 mm/th, BB 6, BK 4-6

CH Bulanan <60 mm

Semua jenis tanah, berpasir,lempung/liat 8 Manggis (Garcinia mangostana) 0-800 CH cukup & merata sepanjang thn Subur, drainase baik 9 Melinjo (Gnetum gnemon) 0-1000 CH 2000-4000 Berbagai tanah dengan

drainase baik 10 Nangka (Arthocarpus

heterophyllus)

100 CH 2000-4000 Berbagai jenis tanah dengan drainase baik

11 Petai (Parkia speciosa) 200-800 CH cukup merata tanah gembur, sarang 12 Rambutan (Nephellium

lappaceum)

0-500 CH 2500-3000 Berbagai jenis tanah & drainase baik

(31)

14

(Lanjutan Tabel 2)

No Nama Pohon Elevasi (m) Persyaratan Iklim Kondisi Tanah D. Jenis Tanaman Penguat Tebing Sungai:

1 Gamal (Glyricidia sepium) 0-100 Berbagai CH Berbagai keadaan tanah 2 Kaliandra (Calliandra

calothyrsus)

150-1500

CH > 1000 mm/th Berbagai keadaan tanah

3 Lamtoro (Leucaena leucocephala)

0-800 Berbagai variasi CH Berbagai keadaan tanah

4 Turi (Sesbania grandiflora). 0-600 Berbagai variasi CH Berbagai keadaan tanah

Sumber: (Manan, 1995 dalam Riswan, 2008)

Pemanfaatan Bantaran Sungai sebagai Hutan Kota

Hutan Kota berupa suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh walikota. Hutan kota berfungsi untuk mengatur iklim mikro, estetika serta resapan air yang berupa hamparan pohon-pohonan baik jenis domestik maupun eksotik.

Kriteria hutan kota meliputi: (1) hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; (2) jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik; (3) hutan yang terletak didalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0.25 hektar; (4) Paling sedikit 10% dari luas wilayah perkotaan.

Pengelolaan Ruang Berbasis Ekologi Lanskap Ekologi Lanskap

Lanskap dapat dipandang secara komprehensif sebagai sebidang lahan pada suatu lokasi tanpa melihat secara dekat/secara tertutup pada komponen tunggal. Definisi lainnya, lanskap adalah bagian luas dari suatu teritori, bersifat homogen untuk beberapa karakter, yang dapat membedakan tipe-tipe berdasarkan hubungan antar elemen-elemen baik secara struktural maupun fungsional (Arifin, 2009). Arifin (2009) mengenalkan istilah ekologi lanskap yang didefinisikan sebagai ilmu yang dapat dikembangkan dengan mengkombinasikan aspek ruang, pendekatan horisontal dari ahli geografi dan pendekatan vertikal dari ahli ekologi. Ekologi lanskap juga merupakan ilmu yang berhubungan dengan manusia, mempelajari struktur, fungsi dan dinamika (perubahan-perubahan) lanskap.

Elemen Lanskap

(32)

15

Landform berarti bentukan lahan. Dalam skala regional, landform meliputi perbedaaan tipe lembah, gunung, daerah berbukit-bukit, padang rumput, dan dataran. Landform dalam skala regional disebut sebagai landform makro, namun dalam skala tapak, disebut sebagai landform mikro dan pada skala terkecil disebut

landform mini. landform mikro meliputi gundukan tanah, lereng, tingkat area atau perubahan elevasi melalui steps dan ramps. Sedangkan landform mini di antaranya meliputi gelombang bukit pasir atau variasi tekstur pada batu. Secara umum,

landform merupakan elemen tanah pada lingkungan eksterior.

Elemen landform memiliki peranan yang penting dalam lanskap karena secara langsung berhubungan dengan elemen dan aspek lain pada lingkungan. Oleh karenanya Landform mampu memfasilitasi berbagai kegiatan outdoor dan dapat berperan baik sebagai elemen estetik maupun elemen yang bermanfaat dalam aplikasi desain. Hal-hal yang bermanfaat tersebut di antaranya efek topografi yang memiliki karakter keindahan suatu area, definisi dan persepsi suatu ruang, pandangan, drainase, iklim mikro, penggunaan lahan yang keseluruhannya dapat mengatur fungsi tapak khusus. Landform berperan penting dalam elemen-elemen lanskap lainnya meliputi material tanaman, perkerasan, air dan bangunan. Elemen-elemen lanskap dan komponen lainnya seyogyanya bertumpu pada permukaan tanah, karena bentuk, kemiringan, dan orientasi permukaan tanah tersebut sangat berpengaruh pada segala sesuatu (Booth, 1983).

Menurut Booth (1983), pohon merupakan salah satu elemen lanskap yang setidaknya memiliki tiga fungsi utama yaitu struktural, lingkungan, dan visual, serta merupakan salah satu elemen fisik tapak yang penting dalam disain, dan pengelolaan lingkungan. Pohon sebagai fungsi struktural berperan sebagai pembentuk dan pengatur ruang, mempengaruhi pemandangan, dan mempengaruhi arah pergerakan. Dalam fungsi lingkungan, pohon dapat berperan sebagai pembersih, penjaga kelembaban tanah, pencegah erosi, pengatur suhu, dan sebagai habitat satwa. Sedangkan sebagai fungsi visual, pohon dapat berperan sebagai

focal point dan visual connecting karena pohon memiliki karakter tersendiri berupa ukuran, bentuk, warna, dan tekstur.

Bangunan merupakan elemen lanskap yang seringkali lebih dominan dibandingkan dengan elemen tanaman, khususnya pada lanskap perkotaan. Bangunan dan daerah di sekitarnya merupakan lokasi primer bagi aktivitas manusia termasuk tidur, mengurus anak, bekerja, belajar, dan bersosialisasi (Booth, 1983). Kehadiran bangunan dalam suatu lanskap baik secara individu maupun berkelompok (cluster) dapat mempengaruhi pemandangan, membentuk ruang terbuka, memodifikasi iklim mikro, dan menambah nilai fungsional tapak. Elemen bangunan memiliki peranan penting dalam membentuk karakter suatu ruang. Bangunan berbeda dengan elemen-elemen lanskap lainnya karena seluruh bangunan memiliki fungsi interior yang terbentuk karena dindingnya dan atau berbatasan dengan tapak. Bangunan yang berdiri secara individual dipandang sebagai objek solid dalam lanskap yang dikelilingi oleh ruang terbuka. Bangunan tunggal tidak menciptakan ruang tetapi lebih kepada objek di dalam ruang. Jika bangunan disusun secara berkelompok, maka tercipta suatu ruang terbuka yang terbentuk di antara massa bangunan (Booth, 1983).

Gambar

Tabel 2 Jenis-jenis tanaman penghijauan
Tabel 6 Kode lokasi dan diskripsi prioritas untuk kemampuan tumbuh pohon
Tabel 7 Diskripsi kode kerusakan, mulai dari yang tertinggi sampai terendah
Gambar 10. Sempadan Sungai Cara Ekologi, Hidraulik dan Morphologi  Menurut  Ruspendi  (2011),  pohon  pada  tepi  sungai  memiliki  banyak  fungsi  antara lain menjaga kualitas air sungai, habitat hidupan liar, menjaga longsor dan  mengatur  pertumbuhan  f
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji coba dengan metode black box testing pada aplikasi yang telah dibuat, maka aplikasi dapat menyimpan data kebutuhan reservasi seperti letak store, jenis

DAFTAR NAMA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KABUPATEN SAROLANGUN DI LINGKUNGAN KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAMBI.. SEMESTER

Laporan Posisi Keuangan/ Financial Position Statements Untuk tahun yang berakhir pada. December

Pelaksanaan tindakan pada siklus ini ditekankan pada penerapan model pembelajaran inkuiri. Pembelajaran ini menggunakan durasi waktu 3 jam pelajaran, yaitu 3 x 40

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : Ada hubungan yang signifikan secara statistik antara

Berdasarkan hasil uji lanjut pengaruh interaksi persentase penambahan daun kelor dan proses penyaringan ekstrak terhadap nilai kesukaan tekstur, diperoleh bahwa

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA ASUHAN

17.Dari antara ‘Schema Driven Theory’ dan ‘Behavior Driven Theory’, mana yang paling akurat untuk digunakan dalam konteks assessment center. Jelaskan