• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ruang Terbuka Hijau Untuk Pelestarian Khazanah Permainan Tradisional Di Kota Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Ruang Terbuka Hijau Untuk Pelestarian Khazanah Permainan Tradisional Di Kota Bogor, Jawa Barat"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK PELESTARIAN

KHAZANAH PERMAINAN TRADISIONAL

DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

NURUL NAJMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Ruang Terbuka Hijau untuk Pelestarian Khazanah Permainan Tradisional di Kota Bogor, Jawa Barat”, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi, baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NURUL NAJMI. Kajian Ruang Terbuka Hijau untuk Pelestarian Khazanah Permainan Tradisional di Kota Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH dan TATI BUDIARTI.

Ruang terbuka sebagai salah satu elemen lanskap memiliki banyak peran penting dalam lingkungan perkotaan, salah satunya adalah fungsi ruang bermain anak. Ruang terbuka juga memiliki potensi permainan tradisional sebagai alternatif fungsi bermain di dalamnya. Potensi permainan tradisional ini mampu mendukung perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psiko-motorik anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara ruang terbuka dengan potensi pelestarian permainan tradisional yang merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia. Secara khusus ada empat tujuan yang ingin dicapai, yaitu mengkaji ruang terbuka yang berada di Kota Bogor, mengidentifikasi jenis permainan tradisional di Kota Bogor, mengukur perilaku dan preferensi bermain anak terhadap ruang terbuka dan permainan tradisional, serta menyusun rekomendasi pelestarian ruang terbuka terhadap potensi budaya permainan tradisional.

Lokasi penelitian berada di Kota Bogor yang mencakup enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan Tanah Sareal. Penelitian dilakukan melalui tahapan pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan penyajian hasil yang diakhiri dengan penyusunan rekomendasi. Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode kuisioner dan wawancara. Metode kuisioner terdiri dari tiga jenis kuisioner, yaitu kuisioner dengan skala Guttman, kuisioner daftar centang, dan kuisioner paired comparison. Responden kuisioner terdiri dari 422 anak usia 9-12 tahun dari enam kecamatan di Kota Bogor. Data sekunder diperoleh dari beberapa dinas pemerintah Kota Bogor, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ruang terbuka aktif yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai arena bermain paling besar terdapat di Kecamatan Bogor Tengah, dengan total luas lapangan 4 ha dan taman publik 1,9 ha. Hasil identifikasi permainan tradisional menyatakan bahwa terdapat 45 jenis permainan tradisional Sunda populer di Kota Bogor, dengan persentase rata-rata anak-anak Kota Bogor mengetahui sebanyak 26% atau hanya 12 jenis permainan tradisional. Beberapa faktor penyebab rendahnya pengetahuan anak-anak terhadap permainan tradisional adalah kurangnya data, kurangnya sosialisasi, dan kurangnya tempat bermain. Keberadaan ruang terbuka sebagai tempat bermain merupakan elemen penting dalam pelestarian permainan tradisonal. Hasil pengukuran preferensi bermain anak terhadap permainan tradisional menyimpulkan bahwa keberadaan ruang terbuka di Kota Bogor menjadi faktor penentu preferensi bermain sebesar 3%, sementara 97% dipengaruhi oleh faktor lainnya.

(5)

SUMMARY

NURUL NAJMI. Green Open Space Study For The Treasury Of Traditional Games Preservation In Bogor City, West Java. Supervised by WAHJU QAMARA MUGNISJAH and TATI BUDIARTI.

Open space as one of landscape element has many kind of roles in urban environment, among others is as children playground. Traditional games have several pontetial advantages as an alternative games, such as for children cognitive, affective, and psychomotor skills development. Most of traditional games require open space to be playground. This research‟s objectives are to study the relationship between open space and traditional game preservation potential as one of Indonesian heritage. Specifically, there are four goals to be achieved from this research namely, studying the existing open space in Bogor City, Identificating traditional game in Bogor City, measuring the behavior and preference of children towards the open space and traditional games, and to conduct recommendation of open space preservation after the potential of traditional game culture.

The research were held in Bogor City that consists of six subdistrict, namely South Bogor Subdistrict, East Bogor Subdistrict, North Bogor Subdistrict, Central Bogor Subdistrict, West Bogor Subdistrict, and Tanah Sareal Subdistrict. This research passed through some of following phases, they were data collection, data processing and analysis, result compilation, and recommendation development. Data collection step are consist of primary and secondary data collection. The primary data were taken from questionnaire and interview. There are three kind of questionnaires, such as Guttman scale questionnaire, checklist questionnaire, and paired comparison questionnaire. The sum of respondents from this research are 422 children, consist of 208 male and 214 female of 9-14 years old. The secondary data are taken from several department form Bogor City Government, such as Culture and Tourism Services (Disbudpar), Sanitary and Landscaping Services (DKP), and Planning and Regional Development Agencies (Bappeda).

The result shows that the highest amount of active open space that can be used for playground are located in Central Bogor Subdistrict with 4 ha of play field and 1,9 ha of public park. The result of traditional game identification shows that there are 43 kind of Sunda‟s traditional game in Bogor City, which is only 26% or 12 kind of games are known by the children in Bogor City. Several factors that are influenced the low of children‟s knowledge about traditional games are lack of data, campaign, and playground space. The existence of open space is one of the most important element for traditional game preservation. The result of children‟s preference measurement shows that only 3% claimed the open space is the biggest factor and the rest 97% are affected from other factors. The character of open space currently are not quite representative to raise children interest in play the traditional game in open space.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

KAJIAN RUANG TERBUKA UNTUK PERMAINAN

TRADISIONAL SEBAGAI KHAZANAH PELESTARIAN

BUDAYA DI KOTA BOGOR

JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Kajian Ruang Terbuka untuk Permainan Tradisional sebagai Khazanah Pelestarian Budaya di Kota Bogor, Jawa Barat Nama : Nurul Najmi

NIM : A451130151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(11)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata‟ala yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad Saw. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Arsitektur Lanskap di Institut Pertanian Bogor. Tesis tentang permainan tradisional ini didasarkan pada keinginan untuk mengetahui keterkaitan antara keberadaan ruang terbuka hijau dengan pengetahuan dan preferensi masyarakat, khususnya anak-anak, mengenai permainan tradisional daerah mereka.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. selaku Anggota Komisi, yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Sc.Agr. sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. sebagai Ketua Program Studi yang telah memberikan banyak saran serta masukan dalam perbaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Melly Latifah, M.Si. dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Kang Cecep dari Komunitas Hong, Teh Wiwin dari Dago, Teh Ina dari Disbudpar Kota Bogor, dan Pak Bungbung dari DKP Kota Bogor, yang telah banyak membantu dalam proses penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan dan kolega yang telah membantu selama penelitian berlangsung, yaitu Gugi Yogaswara, Irma Detia Rini, Silvya Khairunnisa, Rusli Effendi, Putri Maryam, Eni Megawati, Susi Susanti, Elva Lestari, Nida M Wiranidah, Dian Haryati, Syifa Selvia Sulityoningrum, Lusi Diani, Leni Novita, Bagus Dwi Utama, dan Ndaru Adi Pranoto. Ungkapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan mertua, suami, kakak dan adik, serta teman-teman dari Program Pascasarjana Arsitektur Lanskap Angkatan 2013 atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Ruang Terbuka 5

Permainan Tradisional 8

Budaya 11

3 METODE 14

Lokasi dan Waktu 14

Metode 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Karakteristik Responden 22

Ruang Terbuka Hijau 24

Permainan Tradisional 30

Preferensi dan Perilaku Bermain 37

Rekomendasi Pelestarian 41

5 SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 51

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 55

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komponen dan kriteria pengendalian taman bermain anak 8 2 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (1) 10 3 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (2) 10

4 Tindakan pelestarian budaya 13

5 Luas wilayah administratif Kota Bogor menurut kecamatan 15

6 Jumlah responden per-kecamatan 18

7 Karaktersitik responden 23

8 Data luas ruang terbuka hijau 26

9 Luas taman aktif di Kota Bogor 26

10 Kepadatan penduduk Kota Bogor 27

11 Persepsi responden terhadap kegiatan bermain di ruang terbuka 29 12 Pengetahuan responden terhadap permainan tradisional 31 13 Penggolongan jenis permainan berdasarkan tempatnya 32 14 Indeks preferensi dan indeks perilaku bermain 37 15 Hasil uji beda preferensi dan perilaku bermain 39

16 Hasil uji regresi linear 39

17 Rekomendasi pelestarian permainan tradisional 42 18 Karakteristik kebutuhan ruang untuk permainan tradisional 45

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan antara interaksi alam dan pembelajaran (Acar, 2014) 2

2 Kerangka pemikiran 4

3 Jaringan infrastruktur ekologis 6

4 Hubungan manusia, ruang, dan budaya 11

5 Lokasi penelitian 14

6 Lokasi pengambilan data primer 16

7 Proses perkenalan saat survei kuisioner 19

8 Proses bermain langsung saat survei kuisioner 20

9 Bonding phase 20

10 Peta ruang terbuka hijau Kota Bogor 25

11 Proyeksi pertumbuhan penduduk 28

12 RTH yang berpotensi menjadi ruang terbuka aktif Kota Bogor 30 13 Nilai positif dalam permainan tradisional (Alif, 2012) 34 14 Ilmu pengetahuan dalam permainan tradisional (Alif, 2012) 34 15 Permainan engklek di berbagai negara (Alif, 2012) 35 16 Jalan perumahan dan pemakaman umum sebagai tempat bermain 38

17 Preferensi tempat bermain 40

18 Preferensi jenis permainan tradisional 41

19 Beberapa bentuk sosialisasi permainan tradisional 44 20 Kreasi ruang publik di taman simpang Jalan Pajajaran 44

21 Lokasi contoh desain taman tradisional 47

22 Site plan taman tradisional 47

23 Ilustrasi 1 taman tradisional 48

(14)

25 Ilustrasi 3 taman tradisional 49

26 Ilustrasi 4 taman tradisional 49

27 Ilustrasi 1 taman petak umpet 50

28 Ilustrasi 2 taman petak umpet 50

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner 55

2 Karakteristik permainan tradisional di Jawa Barat 59

3 Peta kepadatan penduduk 62

4 Peta rencana RTH di Kota Bogor 63

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ruang terbuka merupakan sarana yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini karena berbagai peran penting yang dihadirkannya, antara lain, sarana penyelamatan lingkungan, tempat beraktivitas, dan tempat bersosialisasi. Ruang terbuka juga menjadi wadah sarana pendidikan baik secara formal maupun informal. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya pembangunan, keberadaan dan kualitas ruang terbuka semakin menurun. Kota Bogor mengalami penurunan luas ruang terbuka sebanyak 550,07 ha dalam kurun waktu lima tahun, yakni dari 7.299,15 ha menjadi 6.749,08 ha pada tahun 2007-2012 (Bapeda, 2012).

Salah satu aspek penting dari keberadaan ruang terbuka adalah fungsinya sebagai ruang bermain anak. Lingkungan bermain anak harus terdiri dari dua hal. Pertama adalah fleksibilitas yang mengikuti imajinasi personal anak. Kedua adalah detil yang meliputi keamanan dan variasi tantangan. Lingkungan harus menyediakan kemungkinan fungsi ruang yang dapat memicu kreativitas dan juga aman bagi anak (Laris, 2005). Anak-anak memperoleh pemahaman budaya bergantung pada interaksinya terhadap lingkungan (Ruiz et al., 2013) sehingga karakteristik ruang, seperti tipe, kualitas, dan keragaman lingkungan bermain, merupakan aspek yang mempengaruhi jenis, kualitas, dan keragaman bermain anak (Czalczynska dan Podolska, 2014).

Kegiatan bermain merupakan konsep dasar kehidupan yang dengannya manusia dapat mengenal diri, mengenal alam, dan mengenal Tuhan (Alif, 2012). Bermain adalah cara seorang anak belajar mempelajari sesuatu. Acar (2014) mengatakan bahwa melalui kegiatan bermain, seorang anak mampu mengenali dan mengembangkan potensi kreatif dan talentanya. Jenis interaksi anak dengan alam secara langsung, tidak langsung, atau simbolik, mempengaruhi perkembangan anak dari segi kognitif, emosi, dan moral (Gambar 1). Teori Vygotsky juga mengatakan bahwa permainan memiliki pengaruh besar dalam pembentukan dan perkembangan mental dan perilaku anak (Sobkin et al., 2014). Karakter mental dan kreativitas ini bergantung pada aturan budaya lokal yang ada di masing-masing daerah (Bayanova, 2014).

Indonesia memiliki beragam jenis permainan tradisional anak yang merupakan salah satu bentuk kekayaan khazanah budaya bangsa. Ada 250 jenis permainan tradisonal di daerah Sunda, 212 jenis di daerah Jawa, 50 jenis di Lampung, dan lebih dari 300 jenis permainan tradisional yang ditemukan di berbagai daerah lainnya di Indonesia (Alif, 2012). Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat (2014) menyusun sebanyak 44 jenis permainan tradisional populer yang sering dimainkan oleh masyarakat Sunda. Berbagai jenis permainan tradisional ini memiliki kandungan nilai dan makna, seperti sportivitas, keterampilan, ketahanan fisik, dan kesetiakawanan.

(17)

2

Gambar 1 Hubungan antara interaksi alam dan pembelajaran (Acar, 2014) Beberapa ciri utama mainan anak masyarakat Sunda adalah menggunakan material alam yang ada di sekitarnya, menggunakan gerak sebagai sumber utama permainan, menjadikan angin dan udara sebagai elemen yang mendukung permainan, membentuk permainan meniru suara, atau membutuhkan ruang luar sebagai tempat bermain (Alif, 2006). Keberadaan ruang terbuka sebagai bagian dari interaksi antara anak dengan lingkungannya merupakan sebuah kebutuhan karena karakteristik permainan yang tergolong permainan aktif dan membutuhkan ruang untuk gerak, serta ciri jumlah peserta untuk beberapa jenis permainan yang dilakukan secara berkelompok sehingga menuntut adanya ruang terbuka.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah semakin berkurang ruang terbuka di perkotaan menyebabkan semakin menurun pengetahuan dan preferensi masyarakat, khususnya anak-anak, terhadap jenis-jenis permainan tradisional. Hal ini akan menyebabkan ragam permainan tradisional sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa terancam punah. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui keterkaitan antara ruang terbuka di Kota Bogor dengan eksistensi permainan tradisional sehingga dapat disusun rumusan pelestarian budaya.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian adalah mengkaji kaitan antara ruang terbuka yang ada di Kota Bogor dengan permainan tradisional khas Jawa Barat (Sunda). Tujuan khusus terbagi menjadi empat, yaitu

1. mengkaji eksistensi ruang terbuka di Kota Bogor,

2. mengidentifikasi jenis-jenis permainan tradisional di Kota Bogor, 3. mengukur tingkat pengetahuan dan preferensi anak terhadap jenis-jenis

permainan tradisional, dan

4. menyusun rekomendasi pelestarian ruang terbuka terhadap potensi budaya permainan tradisional di Kota Bogor.

Cara pembelajaran Jenis interaksi dengan alam

(18)

3 Kerangka Pemikiran

Keberadaan ruang terbuka di Kota Bogor semakin berkurang seiring maraknya pertumbuhan pembangunan, baik dalam bentuk pembangunan perumahan (permukiman), perdagangan, maupun perkantoran. Menurunnya jumlah ruang terbuka kota, berdampak langsung pula pada menghilangnya fungsi ruang terbuka, salah satunya fungsi sebagai ruang bermain anak. Terdapat beberapa jenis ruang terbuka yang secara umum biasa dijadikan tempat bermain oleh anak-anak. Tipe ruang terbuka dalam bentuk taman, lapangan, dan lahan kosong, merupakan tipe ruang yang potensial sebagai ruang bermain anak untuk kegiatan luar ruangan (outdoor).

Terdapat potensi permainan tradisional pada ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang bermain anak. Potensi ini dilihat dari ragam jenis permainan tradisional yang merupakan salah satu kekayaan budaya milik Indonesia. Sebagian besar jenis permainan tradisional ini membutuhkan ruang terbuka sebagai tempat bermain, misalnya galasin, bebentengan, engklek, cingkup, egrang, petak umpet, dan sebagainya. Oleh karena itu, keberadaan ruang terbuka menjadi penting, salah satunya adalah untuk menjaga potensi kekayaan budaya permainan tradisional Indonesia, khususnya di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Penggunaan fungsi ruang terbuka sebagai ruang bermain anak melihat dua variabel dari kegiatan bermain, yaitu perilaku dan preferensi. Perilaku bermain mengukur kegiatan bermain anak di ruang terbuka yang mencakup aspek waktu, durasi, dan jenis permainan yang dimainkan. Preferensi bermain berkaitan dengan kecenderungan anak untuk memilih bermain di dalam ruangan (indoor) atau luar ruangan (outdoor). Preferensi ini juga digunakan untuk melihat tingkat ketertarikan dan minat anak terhadap ragam jenis permainan tradisional di Indonesia. Perilaku dan preferensi bermain anak diukur untuk melihat keterkaitannya dengan keberadaan ruang terbuka yang ada di sekitar mereka.

(19)

4

Manfaat Penelitian

Hasil kajian penelitian ini akan bermanfaat sebagai usulan bagi pemerintah Kota Bogor untuk menyesuaikan ruang terbuka di perkotaan dalam rangka melestarikan budaya permainan tradisional. Penyesuaian yang dimaksud adalah fungsi ruang, baik kualitas maupun kuantitas, terhadap kebutuhan ruang bermain anak. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dinas Pendidikan Kota Bogor dalam menyusun program-program edukatif dalam rangka pelestarian budaya Jawa Barat.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dan batasan penelitian ini adalah:

1. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah wilayah administrasi Kota Bogor, provinsi Jawa Barat.

2. Kajian yang diamati meliputi data luas ruang terbuka kota, ragam jenis permainan tradisional di Jawa Barat yang masih dikenal oleh masyarakat kota, dan perilaku serta preferensi anak-anak Kota Bogor terhadap kegiatan bermain dan permainan tradisional.

Ruang Bermain Anak

Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor Lapangan

Taman Lahan Kosong

Potensi Permainan Tradisional

Pelestarian Khazanah Budaya Permainan Tradisional Melalui Kegiatan Bermain Anak Terhadap Ruang

Perilaku dan Preferensi Bermain

Gambar 2 Kerangka pemikiran

(20)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka

Menurut Hakim (2012), ruang terbuka adalah ruang yang dapat diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka dapat berbentuk jalur (path), taman (park), hutan (forest), dan sebagainya. Berdasarkan aksesibilitasnya, ruang terbuka dapat dibagi tiga, yaitu ruang terbuka privat, ruang terbuka semi-privat, dan ruang terbuka umum.

Ruang terbuka privat adalah ruang terbuka yang kepemilikannya pribadi dan aksesibilitasnya terbatas, misalnya taman rumah tinggal. Tidak semua orang dapat mengakses ruang ini dan harus mendapatkan izin dari pemilik ruang tersebut. Ruang terbuka semi-privat adalah ruang terbuka yang kepemilikannya pribadi, namun akesibilitasnya dapat dimiliki secara umum. Biasanya ruang terbuka jenis ini diberlakukan sistem masuk berbayar, contohnya adalah taman rekreasi atau taman hiburan. Jenis taman juga dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, antara lain taman edukasi, taman rekreasi atau taman hiburan, dan taman bermain. Taman bermain merupakan sebuah ruang yang berfungsi mengakomodasi kebutuhan bermain anak-anak dan keberadaan taman ini juga mampu mendukung fungsi lahan dalam mengoptimalkan ruang terbuka.

Ruang Terbuka untuk Bermain

Higgins dan Brightbill (2000) mengatakan bahwa kegiatan bermain mampu mendorong anak untuk memaksimalkan proses tumbuh kembang dalam aspek kognitif, afektif, dan juga psikomotorik. Sementara itu, menyediakan tempat bermain untuk anak, bukan hanya mengakomodasi kebutuhan anak dalam proses tumbuh kembangnya tersebut, melainkan juga melayani kebutuhan komunitas urban dalam skala yang lebih luas. Ruang bermain merupakan salah satu bagian penting dalam sistem komunitas urban yang terkait dengan berbagai jaringan ekologis lainnya, seperti permukiman, pusat komunitas, lingkungan, dan sekolah (Gambar 3).

Menurut Laris (2005), lingkungan bermain anak harus terdiri dari dua hal. Pertama adalah flexibility yang mengikuti imajinasi personal anak. Kedua adalah detail yang meliputi safety dan challange. Lingkungan harus menyediakan kemungkinan fungsi ruang (flexibility) yang dapat memicu kreativitas dan juga aman bagi anak. Selanjutnya, visual appearance pada fitur atau objek bermain anak tidaklah terlalu penting jika dibandingkan dengan kemungkinan fungsi ruang tesebut.

(21)

6

Gambar 3 Jaringan infrastruktur ekologis (Higgins dan Brightbill, 2000)

Ruang bermain anak merupakan sebuah tantangan bagi para desainer, yang dengannya desainer harus mampu merancang ruang terbuka yang dapat menarik minat anak untuk beraktivitas, bergembira, dan berekspresi melalui berbagai macam cara. Survei yang dilakukan terhadap orang dewasa di Inggris menyatakan bahwa sebanyak 71 persen dari mereka terbiasa bermain di luar rumah setiap hari, baik bermain di jalan maupun bermain di ruang terbuka sekitar tempat tinggal mereka, sewaktu mereka kecil. Berbeda dengan kondisi anak sekarang yang hanya 21 persen bermain di luar rumah setiap harinya (Shackell, Butler, Doyle dan Ball, 2008).

Spencer dan Wright (2014) menyatakan bahwa fitur utama dalam merancang sebuah ruang terbuka adalah menyediakan suatu area bermain yang mengikuti tahapan perkembangan anak serta dapat memberikan berbagai pengalaman menarik bagi anak. Ruang terbuka yang dirancang dengan memadukan elemen manufaktur dan elemen alam sangat baik menjadi ruang bermain yang aman sekaligus mampu memaksimalkan perkembangan keterampilan anak. Keamanan merupakan hal utama dalam merancang sebuah ruang, khususnya untuk fungsi ruang bermain, tetapi menjadikan ruang terbuka memiliki daya tarik untuk berbagai aktivitas juga sangat penting.

Lestan, Erzen, dan Golobic (2014) menyatakan bahwa kualitas ruang terbuka juga berpengaruh terhadap kualitas pola hidup dan kesehatan masyarakat. Pada daerah yang memiliki jumlah dan kualitas ruang terbuka yang baik, masyarakatnya memiliki kesempatan sosialisasi yang lebih baik pula satu sama lain, karena sebagian besar kegiatan interaksi sosial dilakukan sambil menemani anak-anak mereka bermain. Daerah yang memiliki ruang terbuka lebih banyak, dimanfaatkan oleh anak-anak daerah tersebut sebagai ruang bermain untuk durasi waktu yang lebih lama pula.

Campbell (2013) merumuskan susunan ruang terbuka untuk bermain ke dalam lima fungsi ruang. Kelima ruang tersebut adalah

Ruang

Bermain

Rumah

Pusat Komunitas

(22)

7 1. ruang aktif,

2. ruang bersama, 3. ruang individu, 4. ruang eksperimen, 5. ruang ekologi.

Ruang aktif merupakan ruang inti bermain yang memiliki elemen lanskap untuk memicu anak-anak bermain secara aktif, seperti aktivitas berjalan, berlari, melompat, dan sebagainya. Ruang aktif pada taman bermain biasanya memiliki persentase ruang yang paling luas dibandingkan keempat ruang lainnya. Ruang ini mencakup lapangan rumput, lapangan paving, ataupun area dengan berbagai elemen permainan anak untuk aktivitas fisik.

Ruang bersama merupakan ruang sebagai tempat anak-anak bersosialisasi dan saling berinteraksi dengan teman sebayanya. Ruang ini sering juga disebut sebagai ruang sosial atau ruang kultural. Interaksi pada ruang ini menyebabkan pertukaran informasi dan pertukaran budaya yang bergantung pada kearifan lokal daerah setempat. Oleh karena itu, ruang bersama sering juga disebut sebagai ruang budaya. Elemen lanskap yang berada di ruang bersama biasanya berupa bangku dan meja, bangku melingkar, ataupun gazebo yng berfungsi sebagai tempat berkumpul.

Ruang individu merupakan ruang yang menyediakan kebutuhan bagi anak-anak yang ingin melakukan aktivitas pasif secara individual, seperti membaca, mengamati, ataupun duduk sendiri. Elemen lanskap yang berada di ruang individu dapat berupa kursi satuan atau kotak blok yang berfungsi sebagai tempat duduk.

Ruang eksperimen dan ruang ekologi biasanya digabungkan menjadi satu ruang, meskipun secara esensi memiliki dua fungsi berbeda. Ruang eksperimen bertujuan agar anak-anak dapat melakukan eksplorasi secara individu ataupun bersama-sama, sedangkan ruang ekologi bertujuan untuk mengenalkan anak pada lingkungan dan elemen natural yang ada di sekitar mereka. Elemen lanskap yang berada di ruangan ini berupa bak pasir, pepohonan, atau elemen natural lainnya.

Baskara (2011) membuat sebuah rumusan normatif pengendalian untuk taman bermain di ruang terbuka. Menurutnya, pengendalian terhadap perancangan taman bermain anak dilandaskan pada fungsi pengembangan kreativitas, jiwa sosial, indera dan pengembangan diri anak-anak sehingga dapat memperoleh kesenangan (fun). Perancangan taman bermain di ruang terbuka harus

1. menjamin keselamatan, keamanan dan kesehatan anak-anak untuk bermain di ruang publik.

2. menciptakan kenyamanan dan kemudahan bagi semua anak-anak (sehat maupun dengan keterbatasan fisik dan mental).

3. menciptakan keharmonisan estetika visual dengan karakter kawasan di sekitarnya. Taman bermain dapat dikembangkan sebagai fasilitas penunjang maupun fasilitas utama di ruang publik.

4. memberikan kejelasan tentang fungsi peralatan permainan dan kekuatan konstruksinya.

(23)

8

Tabel 1 Komponen dan kriteria pengendalian taman bermain anak

Komponen

Mildred Parten (1932) mengidentifikasi jenis bermain ke dalam enam kelompok berdasarkan tingkat partisipasi anak. Pertama adalah bermain kosong (unoccupied play), yakni saat anak hanya berperan sebagai observer atau pengamat. Ia tidak turut serta dalam permainan ataupun bermain sendiri, melainkan hanya mengamati. Kedua adalah bermain soliter (solitary play), yakni saat anak bermain sendiri tanpa mempedulikan keadaan teman dan lingkungan sekitarnya. Ketiga adalah bermain pengamat (onlooker play/behavior), yakni bermain sendiri sambil mengamati teman di sekitarnya bermain. Setelah mengamati, sang anak bisa mengubah cara bermainnya. Keempat adalah bermain paralel (parallel play), yakni bermain dengan materi yang sama, tetapi masing-masing bermain sendiri. Kelima adalah bermain asosiatif (assosiative play), anak bermain secara lebih terorganisasi, saling berhubungan, tetapi sewaktu-waktu bisa meninggalkan lapangan kapan saja. Keenam adalah bermain kooperatif (cooperative play), anak bermain bersama dan telah terorganisasi, telah disepakati peraturan bersama, masing-masing menjalankan peran dan saling mempengaruhi satu sama lain. Identifikasi ini merupakan tingkatan perkembangan sosial yang juga dapat mempengaruhi preferensi dan perilaku bermain anak.

Bermain yang seimbang adalah mengandung kegiatan fisik dan kognitif. Kegiatan fisik berfungsi untuk melatih kekuatan otot tubuh. Kegiatan fisik melibatkan kemampuan motorik yang terdiri atas dua macam, yaitu motorik halus dan motork kasar. Kegiatan kognitif meliputi nalar, rasional, dan logika berpikir. Salah satu permainan yang mendukung dari segi perkembangan anak adalah petak umpet. Petak umpet merupakan permainan yang mengarah kepada permainan sosial, melibatkan kemampuan motorik kasar (belari, bersembunyi) dan kognitif (pemahaman ruang, strategi, nalar, logika). Heft dan Harry (1988) mengatakan bahwa permainan merupakan cara untuk menanamkan nilai pemahaman dan kepekaan lingkungan pada anak. Permainan petak umpet yang dikenal oleh hampir setiap anak mampu mengembangkan kemampuan spasial anak dalam menjaga benteng, ekplorasi ruang pencarian (jarak benteng yang harus dijaga dan pencarian)

(24)

9 pada masa sekarang terdapat perubahan pada jenis permainan tradisional yang telah masuk pada kelompok tertertentu. Beberapa jenis permainan yang awalnya termasuk kategori permainan rekreasi, berubah menjadi permainan menang-kalah. Sebagai contoh adalah jenis permainan egrang atau jajangkungan, serta permainan kelom batok atau bakiak batok. Alif (2006) menggolongkan dua jenis permainan ini ke dalam permainan rekreasi. Namun, pada momen tertentu, kedua jenis permainan ini menjadi salah satu cabang permainan yang dipertandingkan. Misalnya pada acara festival budaya bertajuk Kaulinan Urang Lembur yang diadakan oleh Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor setiap bulan Agustus. Disbudpar Kota Bogor telah lima tahun berturut-turut mengadakan festival budaya yang menonjolkan ragam permainan tradisional ini.

Alif (2006) mengkategorikan permainan tradisional atau disebut juga permainan rakyat (folk game) ke dalam dua kategori berdasarkan sifatnya. Pertama adalah permainan untuk bermain (play), dan kedua adalah permainan untuk bertanding (game). Perbedaannya terletak pada sifat dan tujuannya. Play bersifat lebih rekreatif, karena biasanya permainan pada kategori ini dilakukan untuk mengisi waktu luang dan untuk tujuan rekreasi. Game memiliki sifat khusus, yakni lebih terorganisasi, permainan paling sedikit terdiri dari dua orang peserta, mempunyai kriteria yang menentukan menang dan kalah, serta mempunyai peraturan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya.

Tabel 2 dan 3 memaparkan daftar jenis permainan tradisional Sunda yang berhasil dikumpulkan di wilayah Jawa Barat. Jumlah pada jenis permainan rekreasi (play) lebih banyak daripada permainan menang-kalah (game). Permainan rekreasi berjumlah 52 jenis, sedangkan permainan menang-kalah berjumlah 34 jenis. Pada kedua jenis permainan ini terdapat beberapa permainan yang memerlukan material atau alat bantu, tetapi ada pula yang tidak memerlukan alat bantu. Perbedaannya terletak pada aturan permainannya. Pada jenis permainan yang menggunakan material atau alat bantu yang sama, jika aturan mainnya berbeda, namanya pun berbeda. Sebagai contoh adalah permainan yang menggunakan material kelereng (gundu). Pada jenis permainan rekreasi, permainan kelereng dinamakan pal-palan, sedangkan pada jenis permainan menang-kalah dinamakan kobak. Meskipun menggunakan material yang sama, kedua permainan ini memiliki aturan berbeda sehingga sifat dan tujuan permainan tradisionalnya berbeda.

(25)

10

Tabel 2 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (1) Permainan rekreasi

Ambil-ambilan Kakalungan Patipung-tipung balung

Angsretan Karinding Peupeusingan

Anjang-anjangan Kekerisan Posong

Bangbara ngapung Kelom batok Rorodaan

Bebeletokan Keprak Sanari

Bedil jepret Ker-keran Sasapian

Bedil sorolok Ketapel Sesengekan

Celempung Kokprak Simeut cudang

Dog-dog Kolecer Sisimeutan

Empet-empetan Kukudaan Suling

Ewod Nok-nok Sumpit

Galah barulu Oray-orayan Tetemute

Gogolekan Paciwit-ciwit lutung Tetenyek-tutunyuk Golek kembang Paciwit-ciwit putri Tok tar

Hahayaman Pakaleng-kaleng agung Tok-tokan

Hatong Pal-palan Toleot

Huhuian Pamikatan

Jajangkungan Pancur rendang Sumber: Alif (2006)

Tabel 3 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (2) Permainan menang-kalah

Balenan Galah asin Nanangkaan

Bebentengan Gatrik Ngadu ungkuy

Boy-boyan Gobag Panggal gasing

Bubuyungan Hahayaman jukut Patingtung

Cingkup Hong-hongan Perepet jengkol

Congklak Jajamuran Simseu

Damdaman Kali-kali jahe Tuk-tuk brug

Dampu Keukeuyeupan Ucing kalangkang

Dodombaan Kobak Ucing tiang

Encrak Kolontok Ujungan

Encrak Lais

Engklek/sondah Lolodehan Sumber: Alif (2006)

Jawa Barat yang identik dengan budaya Sunda memiliki kekayaan permainan rakyat (tradisional). Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat (2014) mendaftar sebanyak 44 jenis permainan tradisional populer yang sering dimainkan oleh masyarakat Sunda. Jenis-jenis permainan ini memiliki kandungan makna dan nilai-nilai karakter dan moral yang bermanfaat bagi perkembangan fisik dan psiko-sosial anak (Lampiran 2).

(26)

11 yang harus dilakukan secara berkelompok adalah bebentengan, galah asin/galasin, lompat karet, dan oray-orayan. Contoh permainan yang harus dilakukan secara berpasangan adalah congklak. Sementara contoh permainan yang dapat dilakukan secara individu adalah angsretan, panggal/gasing, kelereng, dan wawayangan. Namun, jenis permainan tradisional yang dapat dimainkan secara individu biasanya tetap dilakukan oleh lebih dari satu orang.

Permainan tradisional juga tidak terlepas dari elemen lanskap, khususnya unsur-unsur lanskap yang berkaitan dengan unsur alam. Berbagai jenis permainan tradisional membutuhkan ruang terbuka sebagai ruang bermainnya, seperti sondah/engklek, ucing peungpeun, bebentengan, galah asin/galasin, cingkup, atau lompat karet. Berbagai jenis permainan tradisional lainnya membutuhkan elemen alam sebagai material yang digunakan dalam permainan, misalnya batu, daun singkong, batang padi, biji karet, biji salak, daun kelapa, biji-bijian, bambu, dan sebagainya.

Budaya

Ruang Budaya

UNESCO (1983) dalam glosarium Intangible Heritage-nya menggambarkan ruang budaya sebagai ruang fisik atau ruang simbolik tempat masyarakat bertemu untuk saling berbagi dan bertukar ide dan aktivitas sosial. Ruang ini mempertemukan antara persepsi manusia tentang dirinya, ruang sebagai entitas fisik suatu tempat, dan budaya yang merupakan hasil interpretasi personal manusia berdasarkan pemikiran terhadap lingkungannya.

Pada dasarnya manusia tidak pernah terlepas dari kebutuhan akan ruang sebagai tempat untuk beraktivitas, serta budaya lingkungan tempatnya berdomisili. Manusia merupakan elemen yang memiliki persepsi personal dalam memandang segala sesuatu. Ruang merupakan elemen fisik yang memiliki sifat-sifat rigid sebagai tempat antar-manusia saling berinteraksi. Budaya merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu kumpulan manusia dan diwariskan secara turun-temurun. Ketiga elemen ini saling mempengaruhi dan saling memberikan dampak timbal balik satu sama lain, sehingga terbentuklah ruang budaya (Gambar 4).

Gambar 4 Hubungan manusia, ruang, dan budaya (UNESCO, 1983)

(27)

12

hidup yang menjadi dasar aktifnya fungsi-fungsi fisik, seperti kemampuan berbicara, berpikir, dan memahami. Lingkungan sosial merupakan aspek tak terpisahkan dalam perkembangan fungsi-fungsi tersebut (Bayanova, 2014).

Pelestarian Budaya

Pelestarian mengandung arti upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya (UU No. 11 Tahun 2010). Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan.

Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahkan menyiratkan pentingnya melestarikan nilai budaya yang berkembang di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Artinya penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan berbagai aspek, termasuk nilai budaya yang terkandung dalam kawasan bersejarah. Pelestarian nilai budaya dalam penataan ruang ini dapat diwujudkan tidak hanya dalam bentuk elemen fisik (tangible), tetapi juga dapat diwujudkan dalam bentuk wujud non-fisik (intangible), seperti penyelenggaraan festival budaya, aktivitas permainan tradisional, sosialisasi yang bertujuan mengajak masyarakat merawat lingkungan, dan aktivitas lainnya yang secara tidak langsung mengenalkan anak-anak kepada budaya kearifan lokal dan mengajarkan nilai positif melalui keberadaan ruang terbuka hijau di lingkungan mereka.

Haris dan Dines (1988) menyatakan bahwa tindakan pelestarian budaya dapat dilakukan dengan enam pendekatan, yaitu preservasi, konservasi, rehabilitasi, restorasi, rekonstruksi, atau rekonstitusi. Preservasi merupakan upaya pelestarian dengan mempertahankan suatu tapak atau objek tanpa mengubahnya dari bentuk asli. Konservasi adalah upaya pelestarian dengan mempertahankan, tetapi masih dimungkinkan adanya aktivitas yang dilakukan terhadap tapak atau objek tanpa merusak kondisinya. Rehabilitasi merupakan perbaikan dengan mempertahankan karakter bersejarah dan mempertahankan nilai budaya yang ada didalamnya. Restorasi merupakan pelestarian dengan mengembalikan kondisi awal. Rekonstruksi adalah tindakan pelestarian dengan menciptakan kembali seperti kondisi awal atas tapak yang sudah tidak bertahan lagi. Rekonstitusi adalah tindakan pelestarian dengan menempatkan kembali atau mengembalikan periode (waktu), skala, penggunaan, dan sebagainya yang sesuai.

(28)

13 Tabel 4 Tindakan pelestarian budaya

No. Pendekatan Definisi Implikasi

1. Preservasi tanpa adanya perusakan dan intervensi (campur tangan) sangat rendah

b. Terlindunginya tapak dari perubahan zaman, pelestarian dilakukan tanpa membedakan perkembangan tapak

2. Konservasi Mencegah bertambahnya dan adanya pengujian secara keilmuan

3. Rehabilitasi Meningkatkan standar modern dengan tetap

b. Adanya kesatuan antara elemen sejarah dan modern

c. Terlibatnya intervensi (campur tangan) perkembangan zaman sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah/budaya

4. Restorasi Mengembalikan seperti kondisi awal (tempo dulu) sebisa mungkin

a. Terlaksananya perkembangan penelitian kesejarahan secara luas dan tepat

b. Terlibatnya tingkat intervensi yang tinggi

c. Terjadinya penggantian konstruksi dan desain

5. Rekonstruksi Menciptakan kembali seperti kondisi awal, dimana tapak

(eksisting) sudah tidak bertahan lagi

a. Terlaksananya penelitian mengenai sejarah dan arkeologi untuk memperoleh ketepatan

b. Terjadinya perkembangan desain, elemen, dan artefak apabila diperlukan

c. Terpilihnya tapak museum yang sesuai

6. Rekonstitusi untuk mempertahankan karakter dan pola yang akan dikembangkan

(29)

14

3

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor, Jawa Barat. Kota Bogor secara

geografis terletak pada 106º 48‟ Bujur Timur dan 6º 36‟ Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta.Wilayah Administrasi Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan, dengan luas wilayah keseluruhan 11.850 ha. Secara administratif, wilayah Kota Bogor berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor, yaitu dengan Kecamatan Kemang dan Bojong Gede di sebelah utara, Kecamatan Sukaraja dan Ciawi di sebelah timur, Kecamatan Darmaga dan Ciomas di sebelah barat, serta Kecamatan Cijeruk dan Caringin di sebelah selatan (Gambar 5).

Gambar 5 Lokasi penelitian

(30)

15 Tabel 5 Luas wilayah administratif Kota Bogor menurut kecamatan

Sumber : DKP Kota Bogor (2015)

Lokasi pengambilan data primer dilakukan di keenam kecamatan di Kota Bogor, yaitu Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Tanah Sareal. Lokasi spesifik pengambilan data adalah sekolah-sekolah dasar yang berada di masing-masing kecamatan. Sekolah dasar dipilih sebagai lokasi pengambilan data primer karena merupakan tempat berkumpulnya anak-anak yang menjadi responden dalam penelitian. Asumsi dalam pemilihan sekolah sebagai tempat pengambilan data adalah anak-anak yang bersekolah di sana memiliki tempat tinggal tidak jauh dari sekolah (masih dalam satu kelurahan atau kecamatan yang sama), sehingga domisili responden, yaitu anak-anak dengan rentang usia 9-12 tahun, dianggap mewakili kecamatan yang bersangkutan.

Masing-masing dari setiap kecamatan diambil dua sekolah dasar yang dipilih secara acak. Sekolah-sekolah tersebut antara lain SDN Kayumanis 1 dan SDN Kebon Pedes 1 di Kecamatan Tanah Sareal, SDN Polisi 1 dan SDN Sempur Kaler di Kecamatan Bogor Tengah, SDN Bantarjati 9 dan SDN Kedung Halang 1 di Kecamatan Bogor Utara, SDN Batu Tulis 2 dan SDN Empang 2 di Kecamatan Bogor Selatan, SDN Baranang Siang dan SDN Katulampa 5 di Kecamatan Bogor Timur, serta SDN Sindang Barang 4 dan dan SDIT Insantama di Kecamatan Bogor Barat (Gambar 6).

Lokasi pengambilan data sekunder berasal dari beberapa dinas pemerintahan Kota Bogor, yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor, dan Bapeda Kota Bogor.

Waktu penelitian untuk pengumpulan data dilakukan selama empat bulan, mulai dari Januari hingga April 2015. Pemasukan data dilakukan pada Mei sampai Juni 2015, yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

No Kecamatan Luas (Ha) %

1 Bogor Utara 1.772 14,95

2 Bogor Barat 3.285 27,72

3 Bogor Timur 1.015 8,57

4 Bogor Selatan 3.081 26

5 Bogor Tengah 813 6,86

6 Tanah Sareal 1.884 15,90

(31)

16

(32)

17 Metode

Metode penelitian terdiri dari tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Hasil analisis selanjutnya menjadi panduan dalam menyusun rekomendasi terhadap ruang terbuka di Kota Bogor yang mendukung pelestarian permainan tradisional. Pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode kuisioner dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas pemerintah terkait, yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor, dan Bapeda Kota Bogor.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode kuisioner dan wawancara. Kuisioner digunakan untuk mengetahui perilaku dan preferensi anak-anak Kota Bogor terhadap kebiasaan bermain dan mengukur pengetahuan terhadap berbagai jenis permainan tradisional. Kuisioner ini juga digunakan untuk mengetahui minat dan persepsi anak terhadap permainan tradisional. Hasil analisis kuisioner ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi pelestarian ruang terbuka yang mendukung pelestarian permainan tradisional di Kota Bogor. Metode wawancara juga dilakukan sebagai data informasi tambahan terkait eksistensi permainan tradisional di Kota Bogor. Hasil wawancara digunakan untuk mengetahui pandangan guru sebagai tenaga pendidik terhadap permainan tradisional, serta mendukung analisis terkait perilaku dan preferensi bermain anak dikaitkan dengan keberadaan ruang terbuka yang ada di sekitar mereka. Wawancara dilakukan terhadap beberapa guru yang berada di sekolah tempat menyebar kuisioner. Wawancara juga dilakukan kepada pegawai Disbudpar Kota Bogor yang bertugas menangani bidang pelestarian budaya Kota Bogor.

Sebelum melakukan penyebaran kuisioner dan wawancara, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan realibilitas terhadap kuisioner. Selain itu, dilakukan pula kunjungan ke Komunitas Hong yang berada di Kota Bandung. Komunitas Hong di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, merupakan komunitas yang secara aktif telah mengembangkan dan melestarikan permainan tradisional di berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara. Kunjungan ini bertujuan untuk menggali informasi terkait permainan tradisional Indonesia secara umum, dan permainan tradisional khas Sunda secara khusus. Kunjungan ini juga bertujuan untuk mengetahui cara praktis dan teknik di lapangan dalam mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak. Metode yang ada di komunitas diadaptasi masuk ke dalam tahap pelaksanaan pengumpulan data (kuisioner) untuk mengkondisikan anak-anak sebagai responden agar siap mengisi kuisioner. Tahap ini, disebut juga sebagai bonding phase, penting untuk dilakukan sebelum responden mengisi kuisioner agar para responden berada pada kondisi kesadaran yang seragam terhadap topik yang diangkat dalam kuisioner yang diajukan.

Sampel

(33)

18

kelas bergantung pada perizinan yang diberikan oleh pihak sekolah. Penyebaran kuisioner dilakukan pada satu kelas yang berjumlah minimal 30 anak. Jika jumlah siswa dalam satu kelas berjumlah lebih dari 30, maka seluruh siswa dalam satu kelas tersebut diminta mengisi kuisioner. Namun, jika dalam satu kelas jumlah siswa kurang dari 30, disebabkan oleh ketidakhadiran salah satu atau beberapa siswa karena sakit atau izin, jumlah responden digenapkan menjadi 30 dengan meminta siswa dari kelas lain untuk ikut mengisi kuisioner. Total jumlah responden yang mengisi kuisioner adalah 422 anak dengan jumlah perempuan 214 anak dan jumlah laki-laki 208 anak.

Tabel 6 Jumlah responden per-kecamatan

Kecamatan Nama Sekolah* Jumlah

Responden

Tanah Sareal SDN Kayumanis 1 45

SDN Kebon Pedes 1 39

Bogor Tengah SDN Polisi 1 36

SDN Sempur Kaler 30

Bogor Utara SDN Bantarjati 9 30

SDN Kedung Halang 1 43

Bogor Selatan SDN Batu Tulis 2 32

SDN Empang 2 35

Bogor Timur SDN Baranang Siang 38

SDN Katulampa 5 30

Bogor Barat SDN Sindang Barang 4 34

SD IT Insantama 30

TOTAL 12 422

*sekolah dipilih sebagai tempat berkumpulnya responden untuk setiap kecamatan

Proses pengumpulan data dengan metode kuisioner ini berlangsung selama kurang lebih dua jam untuk setiap titik lokasi pengambilan sampel. Proses diawali dengan perkenalan singkat dan penyampaian tujuan kegiatan. Selanjutnya, penulis menjelaskan tentang berbagai macam jenis permainan tradisional, khususnya jenis-jenis permainan yang tercantum dalam instrumen kuisioner. Penyampaian ini dilakukan untuk menyegarkan kembali ingatan responden terhadap nama dan cara dalam setiap permainan, sehingga jawaban yang dituangkan dalam kuisioner tidak bersifat bias. Penjelasan terhadap setiap jenis permainan juga dilakukan untuk menghindari perbedaan istilah terkait nama jenis permainan tertentu. Proses ini berlangsung selama kurang lebih tiga puluh menit.

(34)

19

a) Perkenalan awal (SDN Kayumanis 1)

b) Penjelasan tentang permainan tradisional (SDN Kedung Halang 1) c) Tanya jawab tentang permainan tradisional (SDN Sindang barang 4) d) Pengisian kuisioner (SDIT Insantama)

Gambar 7 Proses perkenalan saat survei kuisioner

Proses bermain secara langsung ini membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Setelah bermain di lapangan atau di halaman sekolah, para responden kembali dikumpulkan di ruangan untuk selanjutnya mengisi kuisioner sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuisioner kurang lebih 20-30 menit.

Pengisian kuisioner merupakan urutan terakhir dalam tahapan ini. Namun, jika alokasi waktu yang diberikan oleh pihak sekolah tidak sampai 120 menit atau dua jam (waktu yang dibutuhkan untuk tahap metode kuisioner), atau tempat untuk berkumpul tidak memungkinkan untuk mengisi kuisioner di akhir kegiatan, maka proses bermain langsung akan dimajukan ke urutan yang lebih awal, yakni setelah perkenalan dan penjelasan tentang permainan tradisional. Setelah pengisian kuisioner selesai, semua kuisioner akan diverifikasi untuk memastikan bahwa semua bagian terisi. Jika masih ada bagian yang belum terisi, kuisioner akan dikembalikan kepada responden untuk dipenuhi.

Wawancara dilakukan pada waktu yang sama dengan survei kuisioner. Wawancara biasanya dilakukan sebelum proses klasikal dimulai atau setelah seluruh rangkaian klasikal selesai. Responden wawancara adalah tenaga pendidik pada sekolah yang sama dengan survei kuisioner di dua belas titik lokasi. Responden wawancara yaitu guru olahraga, wali kelas, guru bagian kesiswaan, atau kepala sekolah dari sekolah yang bersangkutan.

a )

d ) c

)

(35)

20

a) Bermain engklek (SDN Batutulis 2) b) Bermain bakiak batok (SDN Empang 2)

c) Bermain cublak-cublak suweng (SDN Kebon Pedes 1) d) Bermain bebentengan (SDN Baranang Siang)

Gambar 8 Proses bermain langsung saat survei kuisioner

a) Bermain galasin (SDN Sempur Kaler) b) Bermain bekel (SDN Polisi 1)

c) Bermain congklak (SDN Katulampa 5)

d) Berfoto bersama setelah bermain (SDN Bantarjati 9)

Gambar 9 Bonding phase a

)

d ) c

)

b )

a )

d ) c

)

(36)

21 Instrumen

Penyusunan instrumen kuisioner dilakukan untuk mengetahui informasi umum dan preferensi anak terhadap ruang terbuka yang ada di sekitar mereka, dikaitkan dengan pengetahuan dan minat anak terhadap permainan tradisional di Kota Bogor. Sebelumnya instrumen ini telah terlebih dahulu melalui uji validitas dan realibilitas dengan uji coba lapang pada 30 sampel responden berbeda.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga jenis kuisioner. Kuisioner pertama terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah data diri dan informasi umum dengan model pertanyaan isian dan pilihan jawaban terbuka. Jumlah pertanyaan pada bagian pertama ini berjumlah 8 buah. Bagian kedua adalah preferensi bermain di ruang terbuka dengan instrumen dalam bentuk pernyataan dan pilihan jawaban tertutup. Jumlah pernyataan pada bagian dua terdiri dari 5 buah. Bagian ketiga adalah perilaku bermain di ruang terbuka yang instrumennya juga dalam bentuk pernyataan dengan jumlah 7 buah. Bagian kedua dan ketiga ini menggunakan instrumen skala Guttman dengan hasil uji realibilitasnya adalah sebesar 0,58 dan jumlah pertanyaan valid sebanyak 10 dari 12 buah. Penggunaan skala Guttman dilakukan agar jawaban responden bersifat jelas dan konsisten (Rounds et al., 1981).

Kuisioner kedua merupakan kuisioner yang berisi daftar centang mengenai jenis-jenis permainan tradisional yang diketahui dan pernah dimainkan oleh responden. Sebelum pengisian kuisioner, responden telah terlebih dahulu diberi informasi mengenai jenis-jenis permainan yang ada di Jawa Barat, khususnya di Kota Bogor. Nama jenis permainan di satu tempat memiliki kemungkinan berbeda dengan nama permainan yang sama di tempat yang berbeda. Oleh karena itu, informasi awal mengenai jenis-jenis permainan penting untuk dilakukan. Daftar nama jenis permainan tradisional berjumlah 45 jenis. Jumlah ini merujuk pada Disbudpar Provinsi Jawa Barat (2014) yang menyusun 44 jenis permainan tradisional populer Sunda, ditambah 1 jenis permainan hasil wawancara dengan Disbudpar Kota Bogor, Jawa Barat. Jenis permainan tambahan yang dimasukkan ke dalam kuisioner kedua adalah gatrik.

Kuisioner ketiga adalah kuisioner untuk menggali preferensi anak terhadap tempat bermain dan jenis permainan tradisional. Kuisioner ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah preferensi terhadap tempat bermain yang terdiri dari 4 kombinasi pilihan. Bagian kedua adalah preferensi terhadap jenis permainan tradisional yang terdiri dari 10 kombinasi pilihan. Kuisioner ini disusun dengan menggunakan metode paired comparison. Metode ini berfungsi agar pilihan jawaban tidak ada yang bernilai kosong dan tidak ada yang bernilai sama di antara dua pilihan. Metode ini bertujuan untuk melihat secara lebih jelas tingkatan preferensi terhadap item yang diajukan.

Hasil uji validitas dan realibilitas instrumen dilakukan hanya untuk jenis kuisioner pertama (skala Guttman). Uji realibilitasnya adalah sebesar 0,58 dengan jumlah pertanyaan valid sebanyak 10 dari 12 item. Ketiga jenis instrumen kuisioner ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengolahan Data

(37)

22

informasi dan dilakukan uji beda serta uji regresi linear untuk jenis pertanyaan skala Guttman. Pengolahan data tabular menggunakan software MS.Excel, sementara uji beda dan uji regresi linear menggunakan SPSS 16.0. Uji beda dan uji regresi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan ruang terbuka terhadap preferensi bermain anak.

Kuisioner kedua dan ketiga juga diolah dalam bentuk deskriptif tabular dan grafik dengan menggunakan MS.Excel. Olah data pada kuisioner kedua bertujuan untuk mengetahui jenis permainan yang paling banyak diketahui dan dimainkan oleh responden, serta jenis permainan yang paling jarang diketahui atau dimainkan oleh responden. Hasil pada kuisioner kedua ini juga memperlihatkan jenis-jenis permainan lain yang sering dimainkan oleh responden selain yang tertulis pada daftar centang. Hasil olah data pada kuisioner ketiga dapat memperlihatkan urutan tingkatan preferensi tempat bermain dan jenis permainan tradisional yang dipilih oleh responden.

Pada data sekunder yang diperoleh, data juga diolah menggunakan software MS.Excel. Data ruang terbuka yang berasal dari DKP Kota Bogor disusun berdasarkan tipe ruang terbuka per kecamatan. Data ini juga diolah untuk mengetahui luas kawasan ruang terbuka aktif yang berpotensi menjadi ruang bermain anak. Data sekunder lain, seperti data kependudukan, diolah dalam bentuk tabular dan disajikan dalam bentuk grafik.

Penyusunan Rekomendasi

Penyusunan rekomendasi pelestarian dipertimbangkan berdasarkan hasil olah data dan wawancara. Penyusunan rekomendasi ini merujuk pada UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 dan teori pelestarian menurut Haris dan Dines (1988). UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 menjelaskan bahwa pelestarian mengandung arti upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Haris dan Dines (1988) menyatakan bahwa tindakan pelestarian budaya dapat dilakukan dengan enam pendekatan, yaitu preservasi, konservasi, rehabilitasi, restorasi, rekonstruksi, atau rekonstitusi.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

(38)

23 Tabel 7 Karaktersitik responden

No. Variabel Frekuensi Frekuensi

Relatif (%) 5. Usia Responden (tahun)

(39)

24

Survei kuisioner kepada 422 responden di Kota Bogor menggambarkan karakteristik beragam dari anak-anak Kota Bogor. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan, diperoleh karakteristik responden jenis kelamin laki-laki sebanyak 208 anak dan perempuan sebanyak 214 anak. Responden berasal dari beragam suku bangsa di Indonesia. Hasil identifikasi mendata sebanyak 17 suku dengan dominasi terbanyak berasal dari Sunda, yakni sebanyak 306 anak atau lebih dari 70 persen dari total jumlah responden, sedangkan terdapat 9 anak atau sebanyak 2 persen yang menyatakan tidak tahu terkait asal suku mereka.

Karakteristik pekerjaan dan lokasi bekerja orangtua dari responden juga cukup beragam. Sebanyak 30 persen dan 25 persen responden menyatakan bahwa orangtua mereka bekerja di sektor swasta dan wiraswasta. Orangtua responden lainnya bekerja sebagai guru, PNS, dosen, polisi, tentara, dan ada pula yang berprofesi sebagai pelaut. Lokasi bekerja para orangtua didominasi di daerah Bogor, sebanyak lebih dari 60 persen. Selebihnya bekerja di daerah Jakarta sekitar 18 persen dan di luar jadebotabek sekitar 13 persen. Daerah luar jadebotabek tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan ada pula yang bekerja hingga ke mancanegara karena profesinya yang berpindah-pindah.

Karakteristik pekerjaan dan lokasi bekerja orangtua ini dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi dari responden. Orangtua yang bekerja sebagai PNS, kondisi sosial ekonomi keluarganya berbeda dengan orangtua yang bekerja sebagai pedagang. Orangtua yang bekerja di Jakarta juga memiliki kondisi sosial ekonomi keluarga yang berbeda dengan yang bekerja di Bogor. Asumsi yang dapat diambil adalah responden yang memiliki orangtua bekerja di Jakarta, memiliki kondisi ekonomi keluarga yang lebih baik daripada orangtua yang bekerja di Bogor. Hal ini disebabkan upah minimum regional (UMR) Jakarta yang lebih tinggi daripada UMR Kota Bogor.

Karakteristik usia responden didominasi oleh anak berusia 10 dan11 tahun dengan jumlah 165 dan 180 responden, dengan frekuensi relatif masing-masing sekitar 40 persen dari total jumlah reponden. Usia 9 tahun sebanyak 25 responden atau 6 persen, usia 12 tahun sebanyak 48 responden atau 11 persen, dan terdapat data pencilan kurang dari 1 persen pada usia 13 dan 14 tahun sebanyak 3 dan 1 responden (Tabel 7).

Ruang Terbuka Hijau

Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mensyaratkan proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Kebutuhan RTH Kota Bogor berdasarkan persentase luas wilayah dapat dihitung dengan melakukan perbandingan luas Kota Bogor dengan proporsi luas RTH yang dibutuhkan, yaitu sebesar 30%. Luas Kota Bogor adalah ± 11.850 ha, sehingga luas RTH yang dibutuhkan minimum sebesar 30%, yaitu 3.555 ha, dengan komposisi 20% RTH publik sekitar 2.370 ha dan 10% RTH privat sekitar 1.185 ha.

(40)

25 di Kota Bogor juga mencakup kebun raya dan hutan yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun pihak swasta, seperti Kebun Raya Bogor dan Hutan Cifor.

Gambar 10 Peta ruang terbuka hijau Kota Bogor (Sumber: BPLH, 2015)

Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (2015), luas kawasan ruang terbuka (RTH) di Kota Bogor tidak berbanding lurus dengan luas wilayah per kecamatan. Kecamatan paling luas adalah Kecamatan Bogor Barat dengan luas kawasan sebesar 3.285 ha (Tabel 5), tetapi memiliki luas RTH hanya sebesar 32.860.7 m2 atau sebesar 3,3 ha, sementara kawasan ruang terbuka paling luas berada di Kecamatan Bogor Tengah, dengan luas wilayah sebesar 813 ha, tetapi memiliki kawasan RTH seluas 181.842,3 m2 atau sebesar 18,2 ha (Tabel 8).

(41)

26

Tabel 8 Data luas ruang terbuka hijau

Jenis RTH

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2015

Total luas kawasan ruang terbuka yang dikelola oleh DKP Kota Bogor adalah sebesar 430.194,37 m2 atau sebesar 43 ha (Tabel 8). Ruang terbuka ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif. Jenis ruang terbuka yang berpotensi sebagai ruang bermain adalah jenis ruang terbuka aktif, yang terdiri dari lapangan dan taman. Total luas ruang terbuka aktif berdasarkan informasi dari DKP adalah sebesar 89.459,4 m2 atau sebesar 8,95 ha. Perbandingan antara kedua jenis ruang terbuka tersebut adalah 21% untuk ruang terbuka aktif dan 79% merupakan kawasan ruang terbuka pasif.

Tabel 9 Luas taman aktif di Kota Bogor

No Kecamatan Luas taman (m2) Nilai bobot

Luas ruang terbuka aktif per kecamatan, seperti yang tercantum pada Tabel 9, menjadi panduan dalam perhitungan uji beda dan uji regresi linear untuk melihat pengaruh ruang terbuka terhadap preferensi bermain. Oleh karena itu, diberikan pembobotan pada setiap kecamatan berdasarkan luas ruang terbuka aktifnya. Nilai 1 adalah daerah yang memiliki ruang terbuka aktif pada kategori sedang sampai tinggi, yaitu Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Tengah, dan Kecamatan Bogor Utara. Nilai 0 adalah daerah yang memiliki ruang terbuka aktif pada kategori rendah sampai sedang, yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, dan Kecamatan Bogor Barat.

(42)

27 jiwa/km2. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 12.758 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah berada pada Kecamatan Bogor Selatan, yaitu 6.214 jiwa/km2 (Tabel 10).

Pada kecamatan dengan nilai pembobotan 1 kategori ruang terbuka aktif sedang sampai tinggi, persentase kepadatan penduduknya juga menempati posisi tiga kecamatan terpadat di Kota Bogor, yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal, dan Kecamatan Bogor Utara. Pada kecamatan dengan nilai pembobotan 0 kategori ruang terbuka aktif rendah sampai sedang, persentase kepadatan penduduknya kurang dari 10.000 jiwa/km2, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan Bogor Selatan.

Tabel 10 Kepadatan penduduk Kota Bogor Kecamatan Kepadatan Penduduk

Sumber: Bogor Dalam Angka (2015)

Berdasarkan data kepadatan penduduk, kecamatan yang paling padat adalah Kecamatan Bogor Tengah. Pemerintah Kota Bogor memiliki kebijakan yang baik karena telah memberikan perhatian lebih kepada kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi dengan menyediakan ruang terbuka paling banyak. Namun, proyeksi pertumbuhan penduduk juga patut menjadi pertimbangan dalam perencanaan dan pengelolaan ruang terbuka untuk masa yang akan datang. Kecamatan Bogor Utara merupakan kecamatan dengan proyeksi pertumbuhan penduduk tertinggi, dilanjutkan dengan Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal, dan Bogor Selatan (Gambar 11). Proyeksi ini dapat menjadi pertimbangan untuk menambah dan mengelola ruang terbuka pada kecamatan dengan proyeksi pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan potensi kebutuhan masayarakat. Kebutuhan ruang bermain adalah salah satu fungsi ruang yang perlu ada dalam perencanaan dan pengelolaan ruang terbuka.

(43)

28

Gambar 11 Proyeksi pertumbuhan penduduk Sumber: Bogor Dalam Angka, 2015

Kawasan ruang terbuka yang dikelola oleh DKP di Kota Bogor terfokus pada tiga kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi, yakni Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Utara, dan Tanah Sareal. Ketiga kecamatan tersebut memiliki luas ruang terbuka yang lebih besar dari tiga kecamatan lainnya menurut informasi dari DKP, 2015. Namun, hal ini bukan berarti pada kondisi riil jumlah ruang terbuka pada tiga kecamatan lainnya lebih rendah daripada ketiga kecamatan tersebut. Potensi ini diketahui berdasarkan pertumbuhan penduduk yang sejalan dengan pertumbuhan pembangunan permukiman dan perumahan baru. Pada permukiman dan perumahan biasanya memiliki fasilitas lapangan olahraga atau taman yang dikelola oleh pengembang maupun secara swadaya oleh masyarakat.

Survei kuisioner menunjukkan bahwa pada variabel informasi bermain dan ruang terbuka, sebagian besar responden menyatakan bahwa terdapat ruang terbuka di lingkungan tempat tinggal mereka. Sebanyak 392 anak menyatakan ada ruang terbuka di dekat rumah, sedangkan 30 anak lainnya menyatakan tidak ada. Jenis ruang terbuka yang ada di sekitar rumah mereka sebagian besar berupa lapangan, taman, dan lahan kosong, sedangkan sebagian kecil menyatakan bahwa terdapat pula sawah dan kebun.

Kebiasaan waktu bermain paling banyak adalah pada sore hari dengan pilihan durasi bermain paling banyak adalah lebih dari dua jam. Tempat bermain yang paling banyak dipilih adalah lapangan, lalu bermain di rumah menempati urutan nomor dua. Responden paling banyak memilih bermain dengan teman sebaya. Pada beberapa jenis permainan tradisional yang ditanyakan kepada responden, jawaban bersifat relatif sama jumlahnya antar-pilihan jawaban, dengan urutan tertinggi sampai terendah adalah galasin, lompat karet, congklak, engklek, lalu bekel (Tabel 11).

2016 2021 2026 2031

Bogor Utara 239,801 298,630 371,893 463,129

Bogor Barat 249,624 283,678 322,378 366,358

Bogor Timur 118,726 137,122 158,368 182,905

Bogor Selatan 224,536 256,991 294,139 336,656

Bogor Tengah 114,228 117,218 120,285 123,432

Tanah Sareal 224,279 262,868 308,096 361,106

0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000 500,000

Pop

u

(44)

29 Tabel 11 Persepsi responden terhadap kegiatan bermain di ruang terbuka

No. Variabel Frekuensi Frekuensi

Relatif (%) Informasi Bermain & Ruang Terbuka (RT)

1. Keberadaan RT di Dekat Rumah a. Ada 5. Kebiasaan Tempat Bermain*

a. Lapangan 7. Permainan Tradisional yang Dimainkan*

a. Galasin 8. Asal Pengetahuan Permainan Tradisional*

a. Teman b. Orang Tua c. Guru d. Saudara

e. Media (TV, internet, dsb.) f. Sendiri

(45)

30

Terdapat beberapa ruang terbuka di Kota Bogor yang berpotensi dikembangkan sebagai ruang terbuka aktif untuk ruang bermain anak. Ruang terbuka ini belum masuk ke dalam daftar ruang terbuka aktif yang dikelola oleh DKP Kota Bogor. Ruang terbuka ini terdapat di beberapa kecamatan yang memiliki nilai bobot ruang terbuka kategori rendah-sedang (nilai bobot 0). Beberapa ruang terbuka yang berpotensi tersebut antara lain lapangan yang terdapat di Jalan Semeru, Kecamatan Bogor Barat; alun-alun Empang, Kecamatan Bogor Selatan; pulau lalu-lintas (traffic island) Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan; dan taman lingkungan di Komplek Pakuan, Baranang Siang, Kecamatan Bogor Timur (Gambar 12).

a) Lapangan di Jalan Semeru, Bogor Barat b) Alun-alun di Empang, Bogor Selatan c) Taman simpang di Batutulis, Bogor Selatan

d) Taman lingkungan di Baranang Siang, Bogor Timur

Gambar 12 RTH yang berpotensi menjadi ruang terbuka aktif Kota Bogor Permainan Tradisional

Pada pengukuran terhadap pengetahuan anak-anak di Kota Bogor terhadap ragam jenis permainan tradisional, hasil survei menyatakan bahwa permainan rakyat yang paling sering dimainkan adalah petak umpet, yakni sebanyak 352 anak atau sebesar 83 persen responden menyatakan pernah bermain permainan ini. Sementara itu, jenis permainan yang jarang dikenal oleh responden adalah ecor, dengan jumlah hanya 12 anak atau 3 persen responden yang menyatakan mengetahui tentang permainan ini (Tabel 12). Dari 422 responden, rata-rata pengetahuan responden terhadap jenis permainan tradisional adalah sebanyak 12

a )

d ) c

)

Gambar

Gambar 1  Hubungan antara interaksi alam dan pembelajaran (Acar, 2014)
Gambar 2  Kerangka pemikiran
Tabel 2  Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (1)
Tabel 4  Tindakan pelestarian budaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data

untu mencari dan menemukan. Siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal di dalam proses pembelajaran, tetapi siswa

Kecemasan diri yang sifatnya abstrak akan sulit jika divisualkan secara langsung tanpa ditampilkan secara simbolik. Maka dari itu ungkapan secara simbolik digunakan

Menu Input Bidang Penugasan didesain untuk menginput data tugas pegawai disetiap seksi yang nantinya akan tersimpan dalam tabel input bidang penugasan pada database. Menu

Konsep pemasaran syariah menekankan bahwa perlunya menerapkan manajemen profesional, artinya dengan melakukan kegiatan tersebut maka semua produk atau jasa yang

Saluran pernapasan pada burung terdiri atas lubang hidung, trakea, bronkus, paru-paru, dan kantong udara..

Hal ini sesuai dengan asas unus testus nullus testis (satu saksi bukan saksi). c) Akta harus ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT. Kedudukan Tanda tangan