• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI SUB SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP

EKONOMI KABUPATEN SUMEDANG

SOBANDI WIGUNA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Sobandi Wiguna

(4)

ABSTRAK

SOBANDI WIGUNA. Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh Ir E.G. TOGU MANURUNG, MS, Ph D.

Produk sub sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif dan nonekstraktif. Kabupaten Sumedang dengan luas lahan 152,220 Ha didominasi oleh lahan sektor pertanian sebesar 83.73 % termasuk di dalamnya lahan hutan negara dan hutan rakyat sebesar 36.24 %. Luasnya alokasi lahan kehutanan tersebut menjadi keunggulan bagi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang.

Hasil analisis kontribusi menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan berkontribusi 0.53 % - 0.73 % terhadap PDRB kabupaten Sumedang. Meskipun kontribusinya kecil, sub sektor kehutanan merupakan sektor basis dengan nilai LQ 3.42 - 5.76. Nilai multiplier effect sub sektor kehutanan pada tahun 2012 sebesar 45.67. Hal ini berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sub sektor kehutanan, mengakibatkan penambahan pendapatan sebesar 45.67 x Rp Y terhadap total PDRB kabupaten Sumedang.

Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang disarankan adalah memanfaatkan kekuatan yang ada untuk merebut peluang pada sub sektor kehutanan. Prioritas kebijakan menggunakan metode AHP. Adapun kebijakan yang menjadi prioritas adalah Pengembangan Ekowisata (PE) diikuti dengan PHBM, RLK, PI.

Kata kunci: AHP, LQ, multiplier effect, strategi kebijakan kehutanan, SWOT

ABSTRACT

SOBANDI WIGUNA. Contribution of Forestry Sub Sector to Sumedang District Economics. Supervised by Ir E.G. TOGU MANURUNG, MS, Ph D.

Products of forestry sub-sector can be extractive and nonextractive. Sumedang district with a land area of 152,220 hectares is dominated by the agricultural sector amounted to 83.73%, including state forest lands and community forest by 36.24%. The extent of forest land allocation is an advantage for the forestry sub sector in Sumedang district.

The results of the contribution analysis indicate that the forestry sub sector contributing 0.53 % - 0.73 % of GDP Sumedang district. Although a small contribution, but the forestry sub sector is a basic sector with value of LQ 3.42 - 5.76. Multiplier effect value of forestry sub sector in 2012 amounted to 45.67. This means that any additional income of Rp. Y in the forestry sub sector, resulting in additional revenue of 45.67 x Rp. Y to the total regional GDP of Sumedang district.

SWOT analysis results indicate that suggested policy alternatives are to utilize the existing power to seize opportunities in the forestry sub-sector. Priority is determined using AHP method. As a result, the policy priority is the Development of Ecotourism (PE), followed by PHBM, RLK, PI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KONTRIBUSI SUB SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP

EKONOMI KABUPATEN SUMEDANG

SOBANDI WIGUNA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang

Nama : Sobandi Wiguna NIM : E24100074

Disetujui oleh

Ir E. G. Togu Manurung, MS, Ph D Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir E. G. Togu Manurung, MS, Ph D selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada penulis;

2. Seluruh dosen, staf pengajar, staf Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis;

3. Para nara sumber dalam penelitian ini dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendapatan Daerah, Badan Lingkungan Hidup, KPH Sumedang, dan bapak Putra;

4. Ayahanda Marno, Ibunda Wastini, Tami Pratiwi, dan seluruh keluarga atas dukungan dan kasih sayang kepada penulis;

5. Hanifatun Nufusia atas dukungan dan kasih sayang kepada penulis; 6. Teman-teman THH 47 dan Fahutan 47;

7. Para sahabat Wapemala 47 dan UKM Koperasi Mahasiswa IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembangunan kehutanan kabupaten Sumedang dan pembaca.

Bogor, Juni 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Jenis dan Sumber Data 2

Alat Analisis 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kontribusi Sub Sektor Kehutanan Terhadap PDRB kabupaten Sumedang 4 Faktor Internal dan Eksternal Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Sumedang 6 Strategi Peningkatan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi

Kabupaten Sumedang 7

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 11

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata geometri prioritas kebijakan 8

DAFTAR GAMBAR

1 Nilai kontribusi per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten

Sumedang periode 2003-2012 5

2 Nilai LQ per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang

periode 2003-2012 6

3 Nilai multiplier effect sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang

periode 2003-2013 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 PDRB kabupaten Sumedang dan provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 11 2 Kontribusi PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha

2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 (persen) 12 3 Nilai LQ dan multiplier effect sub sektor pertanian kabupaten

Sumedang 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 13 4 Kuisioner Analisis SWOT (Faktor internal dan eksternal sub sektor

kehutanan kabupaten Sumedang) 14

5 Matriks SWOT 15

6 Matriks perkalian SWOT 15

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-Undang no 32 tahun 2004 menuntut setiap daerah agar dapat mengatur dan mengembangkan potensi daerahnya. Tujuan dari pengembangan daerah adalah mengembangkan struktur perekonomian yang baik dengan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap daerah dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat pertumbuhan ekonomi daerah.

Kegiatan ekonomi setiap daerah yang ada pada PDRB diklasifikasikan menjadi 9 (sembilan) sektor lapangan usaha (BPS 2009). Salah satunya adalah sektor pertanian. Kehutanan merupakan salah satu sub sektor yang termasuk dalam sektor pertanian.

Produk sub sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif dan non ekstraktif. Produk ekstraktif seperti kayu, rotan, daun, buah, getah dan lain-lain, sedangkan produk non ekstraktif seperti rekreasi alam dan ekowisata. Kabupaten Sumedang memilki luas lahan 152,220 Ha dan didominasi oleh lahan sektor pertanian sebesar 83.73 %, dengan lahan hutan negara dan hutan rakyat sebesar 36.24 %. Luasnya alokasi lahan kehutanan tersebut menjadi salah satu keunggulan bagi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang.

Produk hasil hasil hutan kayu di kabupaten Sumedang dihasilkan oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang dan hutan rakyat. Komoditas kayu yang dihasilkan oleh KPH Sumedang adalah jati, pinus, mahoni, rimba campuran, dan sonobrit, sedangkan komoditas kayu yang dihasilkan hutan rakyat adalah jati, pinus, mahoni, dan rimba campuran. Berdasarkan data produksi kayu bulat dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kabupaten Sumedang, sejak tahun 2010 hingga 2012 produksi kayu bulat paling besar di kabupaten Sumedang berasal dari hutan rakyat.

Produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dihasilkan oleh KPH Sumedang meliputi getah pinus dan kayu putih, sedangkan HHBK yang dihasilkan oleh hutan rakyat adalah jamur kayu, madu, dan bambu (Dishutbun 2013). Getah pinus yang dihasilkan oleh KPH Sumedang pada tahun 2012 cukup tinggi di Jawa Barat, yaitu 1,739.90 ton dari total hasil sadapan 14 KPH di Perum Perhutani unit 3 Jawa Barat sebesar 16,150.00 ton.

Pemerintah kabupaten Sumedang dalam rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2014 menyebutkan permasalahan utama sub sektor kehutanan meliputi gangguan hutan dan perambahan hutan, pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) tentang kawasan lindung yang belum optimal, konservasi hutan belum optimal, dan masih rendahnya pendapatan masyarakat sekitar hutan.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghitung kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDRB kabupaten Sumedang dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan kehutanan dalam upaya meningkatkan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Sumedang, khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pembuatan kebijakan pembangunan sub sektor kehutanan di kabupaten Sumedang.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada April hingga Mei 2014 di kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah nilai preferensi hasil wawancara langsung mengenai tujuan dan alternatif kebijakan. Data tersebut diperoleh dari 10 orang ahli terkait, yaitu 2 orang dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), 1 orang dari Perum Perhutani KPH Sumedang, 3 orang dari Bappeda, 1 orang dari Badan Lingkungan Hidup (BLH), 1 orang dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), 1 orang dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), dan 1 orang pelaku industri hasil hutan. Data sekunder adalah data PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 sepuluh tahun terakhir dari tahun 2003-2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Alat Analisis

Analisis Kontribusi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi masing-masing sektor lapangan usaha kabupaten Sumedang. BPS (2007) menjelaskan bahwa distribusi persentase digunakan untuk mengamati struktur perekonomian yang dikenal dengan kontribusi sektor ekonomi. Besarnya persentase masing-masing sektor/sub sektor dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

(15)

3 Keterangan:

: besarnya kontribusi pada tahun j (%)

: PDRB sektor i pada tahun j (Rp)

: total PDRB tahun j (Rp) Analisis Location Quotient (LQ)

Richardson (1985) menjelaskan bahwa analisis LQ dilakukan untuk mengklasifikasikan sektor kehutanan menjadi sektor basis atau nonbasis dengan rumus:

Keterangan:

: PDRB sub sektor kehutanan di kabupaten Sumedang : PDRB sub sektor kehutanan di propinsi Jawa Barat

: total PDRB di kabupaten Sumedang

: total PDRB di propinsi Jawa Barat

Analisis Multiplier Effect

Multiplier effect adalah suatu perkiraan tentang kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang menimbulkan suatu permintaan baru dan menyebabkan timbulnya efek permulaan (Glasson 1974). Nilai multiplier effect dapat diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

: nilai multiplier effect tahun j

j : PDRB sektor pertanian di kabupaten Sumedang tahun j

: PDRB sub sektor kehutanan di kabupaten Sumedang tahun j

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threat)

Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sub sektor kehutanan sehingga dapat dilakukan perumusan alternatif kebijakan. Peluang (O) dan ancaman (T) kemudian dihadapkan pada kekuatan (S) dan kelemahan (W) untuk menentukan posisi sub sektor kehutanan dalam suatu matriks. Berdasarkan posisinya, strategi yang dipilih dapat ditentukan. Ada empat pilihan stategi yaitu SO (menggunakan kekuatan untuk memperoleh peluang sebesar-besarnya), WO (memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan), ST (menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman), dan WT (berusaha meminimalkan kelemahan yang ada dengan menghindari ancaman) (Rangkuti 1997).

Analitycal Hierarchy Process (AHP)

(16)

4

sehingga pengambilan keputusan tidak nampak seperti pertimbangan yang acak. Saaty (1993) menjelaskan bahwa tingkat konsistensi pendapat responden dianalisis dengan rumus:

Keterangan:

CI : Consistency Index

: akar ciri

n : Total jumlah responden yang konsisten

Setelah menentukan CI, langkah berikutnya adalah menentukan Consistency Ratio (CR) dengan rumus:

Keterangan:

CR : Consistency Ratio

RI : Random Index

Hasil penilaian dapat diterima apabila nilai rasio konsistensi (CR) ≤ 0.1. Jika CR ≥ 0.1 maka penilaian yang telah dilakukan adalah tidak konsisten.

Penentuan priorias utama dari beberapa prioritas pilihan responden digunakan rata-rata geometri.

n : Total jumlah responden yang konsisten

: Nilai/skor prioritas responden ke-i

: Nilai/skor prioritas responden ke-n

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kontribusi Sub Sektor Kehutanan

Besarnya kontribusi sub sektor kehutanan di Kabupaten Sumedang dapat diketahui dengan menghitung distribusi PDRB, nilai location quotient (LQ), nilai

multiplier effect. Data yang digunakan adalah data PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000. Data PDRB kabupaten Sumedang terdapat pada Lampiran 1.

(17)

5

rotan, industri penggergajian kayu, dan produk lainnya tanpa menghitung fungsi ekologis hutan.

Kontribusi sub sektor kehutanan akan lebih besar apabila menambahkan perhitungan nilai tambah hutan seperti jasa hutan untuk pencegahan banjir, penyerapan karbon, penyediaan air, perlindungan dari erosi dan sedimentasi (Nurrochmat, 2008). Namun, saat ini perhitungan PDRB tersebut masih belum digunakan oleh pemerintah daerah karena belum ada metode yang baku untuk perhitungannya. Selain itu, nilai tambah kehutanan dari industri lanjutan produk hasil hutan (barang kayu dan hasil hutan lainnya) juga tidak dimasukkan ke dalam sub sektor kehutanan, tetapi masuk ke dalam sub sektor industri pengolahan tanpa migas. Penelitian Nasir (2013) menjelaskan bahwa nilai kontribusi sub sektor kehutanan di kabupaten Sukabumi lebih besar apabila nilai tambah industri barang kayu dan hasil hutan lainnya digabungkan ke dalam sub sektor kehutanan.

Gambar 2 merupakan nilai LQ sub sektor pada sektor pertanian. Nilai kontribusi sub sektor kehutanan kecil, tetapi memiliki nilai LQ terbesar dibandingkan keempat sub sektor lainnya pada sektor pertanian. Nilai LQ per sub sektor terdapat pada Lampiran 3. Nilai LQ sub sektor kehutanan berkisar antara 3.42 - 5.76. Glasson (1974) menjelaskan bahwa jika nilai LQ>1, sektor tersebut termasuk ke dalam sektor basis. Oleh karena itu, sub sektor kehutanan termasuk ke dalam sektor basis. Hal ini berarti sub sektor kehutanan dapat memenuhi kebutuhan daerah kabupaten Sumedang dan mampu untuk memenuhi permintaan daerah lain.

Nilai multiplier effect merupakan perkiraan potensi kenaikan pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi yang baru di dalam suatu wilayah. Nilai multiplier effect per sub sektor dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai multiplier effect sub sektor kehutanan pada tahun 2012 adalah 45.67 yang berarti setiap penambahan pendapatan sebesar Rp Y pada sub sektor kehutanan mengakibatkan penambahan sebesar 45.67 x Rp Y pada total PDRB kabupaten Sumedang.

(18)

6

Faktor Internal dan Eksternal Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Sumedang

Faktor internal dan eksternal sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang disajikan pada lampiran 4. Faktor internal terdiri dari kelebihan dan kekurangan sub sektor kehutanan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman terhadap sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang. Faktor-faktor tersebut diperoleh dari hasil studi literatur dan wawancara dengan ahli kehutanan di Dishutbun kabupaten Sumedang.

Lampiran 5 dan lampiran 6 menyajikan matriks SWOT dan perkalian SWOT. Posisi sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang dapat diketahui dengan memasukan hasil perkalian faktor internal dan eksternal ke dalam tabel matriks SWOT. Nilai tertinggi diperoleh dari total perkalian faktor kekuatan dan peluang, yaitu 9.25. Hal ini

Gambar 2 nilai LQ per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang tahun 2003-2012

(19)

7 menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan berada pada posisi yang kuat dan berpeluang, sehingga strategi yang direkomendasikan adalah strategi SO (Strength and Opportunities), yaitu dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengoptimalkan peluang yang dimiliki oleh sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang.

Strategi Peningkatan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sumedang

Menjaga kelestarian hutan perlu dilakukan oleh semua pihak dan semua elemen bangsa. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan akan lebih menjaga kelestarian hutan apabila mereka menyadari pentingnya hutan bagi kehidupannya. Selain fungsi ekologis, hutan juga memiliki fungsi ekonomis. Hasil hutan dan jasa hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai mata pencaharian. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu membuat suatu kebijakan untuk mengoptimalkan fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis SWOT didapatkan alternatif kebijakan untuk meningkatkan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang, yaitu Penguatan Industri (PI), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Rehabilitasi Lahan Kritis (RLK), dan Pengembangan Ekowisata. Adapun tujuan dari alternatif kebijakan tersebut adalah Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (MPAD), Meningkatkan Pendapatan Masyarakat (MPM), dan Melestarikan Sumber Daya Hutan (MSDH).

Penguatan industri (PI) dilakukan dengan meningkatkan teknologi dan inovasi dalam produksi. Masyarakat pelaku industri diberikan pelatihan tentang teknologi terkini sehingga dapat meningkatkan produktivitas industri kehutanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dishutbun kabupaten Sumedang, jumlah industri yang memiliki Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) sebanyak 7 (tujuh) unit. Jumlah tersebut diperkirakan hanya sekitar 15 % dari jumlah seluruh industri yang aktif.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab masyarakat terhadap kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan memadukan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Pelaku PHBM adalah masyarakat sekitar hutan yang tergabung menjadi sebuah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Kegiatan PHBM di kabupaten Sumedang terdiri dari berbagai kegiatan, diantaranya adalah agroforestry, pembinaan usaha ekonomi kreatif, dan pelestarian kawasan resapan air. PHBM menjadi prioritas kedua dalam peningkatan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang. PHBM dinilai sangat baik dan efektif dalam pengelolaan hutan, karena masyarakat sekitar hutan dapat berpartisipasi secara langsung. Selain itu, masyarakat juga dapat merasakan manfaat hutan secara ekonomis dan ekologis.

(20)

8

Pengembangan Ekowisata (PE) dilakukan dengan meningkatkan sarana dan prasarana penunjang. Selain itu, perlu dilakukan promosi yang intensif melalui media cetak maupun media sosial sehingga mampu meningkatkan jumlah pengunjung di kawasan ekowisata kabupaten Sumedang.

Urutan prioritas alternatif kebijakan diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata geometri masing-masing alternatif kebijakan dari semua responden yang konsisten. Total responden adalah 10 orang, responden yang memiliki jawaban konsisten sebanyak 7 orang dan yang tidak konsisten 3 orang. Tabel 1 menunjukkan hasil perhitungan rata-rata geometri dari prioritas kebijakan. Hasilnya, alternatif kebijakan yang menjadi prioritas utama adalah Pengembangan Ekowisata (PE) dengan nilai tertinggi, diikuti oleh PHBM, RLK, dan PI.

Pengembangan ekowisata dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan sebagai tempat wisata. Seluruh responden menilai bahwa pengembangan ekowisata kabupaten Sumedang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan melestarikan hutan. Ekowisata dapat merangsang munculnya industri-industri kreatif penunjang kegiatan wisata seperti souvenir, makanan khas daerah, dan sebagainya.

Menurut Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat no 1 tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Kawasan Lindung, kegiatan ekowisata termasuk ke dalam pemanfaatan nonekstraktif atau pemanfaatan jasa lingkungan kawasan lindung. Pemanfaatan kawasan lindung dilakukan di kawasan hutan lindung (hutan negara) dan di lahan masyarakat (hutan rakyat, perkebunan, peternakan, pertanian, peternakan, dan perikanan). Pengelolaan kawasan lindung di lahan hutan negara dilakukan dengan kemitraan antara masyarakat sekitar kawasan hutan dengan pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan lindung. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berdampak kepada pemeliharaan hutan dan peningkatan nilai ekonomis dari keberadaan hutan yang berfungsi ekologis.

Berdasarkan penelitian Abdullah (2011) tentang potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTA) kabupaten Sumedang, terdapat 21 ODTA di kabupaten Tabel 1 rata-rata geometri prioritas kebijakan

(21)

9 Sumedang yang terdiri dari 5 obyek wisata air terjun, 2 areal perkemahan, 5 sumber air panas, dan 9 fenomena alam. Pemegang izin pemanfaatan kawasan lindung di kabupaten Sumedang yaitu Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora), Dishutbun, Perum Perhutani (KPH Sumedang), dan swasta. Pengelolaan dilakukan secara langsung oleh pemegang izin pemanfaatan kawasan lindung datau kerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat sekitar hutan (karang taruna desa). tiket masuk kawasan ekowisata di kabupaten Sumedang berkisar antara Rp. 1,000.00 – Rp. 15,000.00. Harga tiket masuk tersebut tergolong sangat murah, hal ini dapat disebabkan oleh fasilitas dan sarana penunjang kegiatan ekowisata kurang. Selain itu manajemen kawasan ekowisata di kabupaten Sumedang masih belum baik, terutama kawasan ekowisata yang dikelola oleh masyarakat (karang taruna desa).

Pemda kabupaten Sumedang dan dinas terkait perlu merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan potensi ekowisata di kabupaten Sumedang karena pengembangan ekowisata dapat meningkatkan kontribusi hutan sebagai fungsi ekologis sekaligus ekonomis. Pengembangan ekowisata membutuhkan sebuah perencanaan yang matang dan pembentukan organisasi yang kuat dengan pengurus yang memiliki keahlian terkait ekowisata (Mcgahey 2012).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang selama periode 2003-2012 berkisar antara 0.53 % hingga 0.73 %. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan merupakan sektor basis dengan nilai LQ sebesar 5.35-5.76 dan nilai multiplier effect sebesar 39.25-46.45 sehingga sub sektor kehutanan merupakan penggerak ekonomi kabupaten Sumedang.

Alternatif kebijakan yang menjadi prioritas untuk meningkatkan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap ekonomi kabupaten Sumedang adalah pengembangan ekowisata diikuti dengan pengelolaan hutan bersama masyarakat, rehabilitasi lahan kritis, dan penguatan industri.

Saran

(22)

10

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah E. 2011. Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

[Bappeda] Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2014. Rancangan Akhir Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sumedang 2014-2018.

Sumedang (ID): Bappeda Kabupaten Sumedang.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Produk Domestik Regional Brutto Kabupaten

Sumedang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007. Sumedang (ID): BPS

Kabupaten Sumedang.

_________________. 2012. Kabupaten Sumedang dalam Angka 2012. Sumedang (ID): BPS Kabupaten Sumedang.

_________________. 2013. Kabupaten Sumedang dalam Angka 2013. Sumedang (ID): BPS Kabupaten Sumedang.

_________________. 2012. Jawa Barat dalam angka 2012. Bandung (ID): BPS Jawa Barat.

Cahyani FD. 2011. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan. 2013. Rencana Kerja Seksi PHH 2013.

Sumedang (ID): Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

Glasson J. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P, penerjemah. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi UI. Terjemahan dari: An Introduction to Regional Planning.

Mcgahey S. 2012. The ethics, Obligation, and Stakeholders of Ecotourism Marketting.

Intellectual Ekonomic. 6(2):75-88.

Nasir M. 2013. Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap Ekonomi Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Nurrochmat DR. Kontribusi Kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto. Di dalam: Nurrochmat DR. Rakor Mitra Praja Utama Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008: “PDRB Hijau dan Bisnis Kehutanan”; 2008 Juli 23; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Dinas Kehutanan Jawa Barat; [diunduh 2014 April 14].

Tersedia pada:

http://dishut.jabarprov.go.id/images/artikel/rakor%20mpu%20pdrb%20hijau.pdf. Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2013. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 1

Tahun 2013 tentang pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung. Bandung (ID): Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Richardson HW. 1985. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik

untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Setono L,

Penerjemah; Peniawati K, editor. Jakarta (ID): PT Gramedia. Terjemahan dari:

(23)

11 Lampiran 1 PDRB kabupaten Sumedang dan provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000

Lapangan Usaha Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vi PDRB Kabupaten Sumedang (Juta Rupiah)

1. Pertanian 1,179,234.78 1,218,615.28 1,266,975.69 1,277,827.26 1,326,576.64 1,377,846.15 1,445,267.32 1,454,621.95 1,472,831.59 1,484,119.44

2. Pertambangan dan Penggalian 4,272.92 4,632.79 5,059.51 5,572.44 5,925.79 6,210.65 5,965.83 6,157.33 6,330.82 6,507.43

3. Industri Pengolahan 1,059,932.72 1,107,760.98 1,154,662.17 1,211,476.15 1,264,936.58 1,320,213.71 1,374,013.29 1,435,569.09 1,506,155.51 1,571,607.28

4. Listrik 92,135.43 100,695.75 106,658.33 113,484.41 124,808.45 131,785.92 138,127.44 146,045.95 154,664.21 164,628.56

5. Bangunan 93,451.55 99,175.94 105,761.14 112,709.58 120,635.75 130,214.98 141,367.64 157,483.55 171,045.38 183,084.19

6. Perdagangan 1,081,030.60 1,124,419.53 1,177,524.09 1,248,422.93 1,310,179.65 1,375,922.13 1,444,602.42 1,534,824.05 1,647,358.99 1,762,499.49

7. Pengangkutan 135,914.11 145,017.92 154,028.09 164,060.22 175,007.80 186,259.70 198,109.35 210,662.64 224,684.38 240,936.00

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 160,937.37 171,905.25 183,641.99 192,314.34 201,740.97 212,860.83 224,765.50 238,172.95 252,949.80 271,910.23

9. Jasa-jasa 326,093.44 339,107.46 351,889.55 368,408.87 382,071.11 395,505.65 409,363.20 425,201.05 443,071.94 464,295.25

TOTAL PDRB 4,133,002.92 4,311,330.90 4,506,200.56 4,694,276.200 4,911,882.74 5,136,819.72 5,381,581.99 5,608,738.56 5,879,092.62 6,149,587.87

Vt PDRB Jawa Barat (Juta Rupiah)

1. Pertanian 29,161,783.40 34,038,120.63 34,942,015.46 34,822,021.09 35,687,490.00 36,505,378.00 41,722,075.52 42,137,486.42 42,101,055.00 41,801,728.00

2. Pertambangan dan Penggalian 8,232,371.91 7,705,213.45 7,194,525.89 6,982,246.74 6,676,682.00 6,841,541.00 7,424,424.87 7,464,690.84 7,084,737.00 6,575,728.00

3. Industri Pengolahan 91,336,589.53 97,902,362.10 105,334,047.15 114,299,625.74 122,702,691.00 133,756,556.00 131,432,864.64 135,594,749.04 144,010,048.00 149,677,170.00

4. Listrik 4,447,323.69 5,337,897.17 5,649,829.62 5,427,579.55 5,750,579.00 6,025,769.00 6,839,237.39 7,315,959.65 7,426,138.00 8,008,797.00

5. Bangunan 5,984,953.41 6,602,399.92 7,780,823.72 8,232,950.09 8,928,178.00 9,730,820.00 10,299,411.23 11,810,047.06 13,482,716.00 15,317,835.00

6. Perdagangan 39,198,353.11 44,604,769.96 47,259,969.72 50,719,350.06 54,789,912.00 56,937,923.00 62,701,714.12 70,083,413.45 75,770,236.00 84,523,738.00

7. Pengangkutan 9,323,751.20 10,274,962.93 10,329,164.21 11,143,253.97 12,271,025.00 12,233,940.00 13,209,253.91 15,352,857.65 17,645,145.00 19,763,392.00

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7,067,352.62 7,247,001.69 7,623,682.08 7,672,322.47 8,645,553.00 9,075,520.00 9,618,612.27 10,564,690.710 11,985,429.00 13,209,862.00

9. Jasa-jasa 17,426,171.39 19,344,963.10 16,821,141.16 18,200,096.05 18,728,218.00 19,063,682.00 20,157,657.55 21,899,921.95 23,605,740.00 25,527,155.00

(24)

12

Lampiran 2 kontribusi PDRB kabupaten Sumedang menurut lapangan usaha 2003-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 (persen)

Lapangan Usaha Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1. Pertanian 0.56 0.52 0.52 0.50 0.48 0.47 0.48 0.45 0.43 0.41

a. Tanaman Bahan Makanan 21.35 20.89 20.96 20.02 19.82 19.71 19.88 19.03 18.25 17.51 b. Tanaman Perkebunan 1.85 1.89 1.79 1.81 1.83 1.79 1.75 1.67 1.57 1.49 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 4.06 4.18 4.17 4.20 4.17 4.14 4.15 4.15 4.15 4.15

d. Kehutanan 0.73 0.72 0.64 0.65 0.67 0.66 0.58 0.57 0.55 0.53

e. Perikanan 0.54 0.58 0.56 0.54 0.52 0.51 0.51 0.52 0.53 0.54

2. Pertambangan dan Penggalian 0.10 0.11 0.11 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11 0.11 3. Industri Pengolahan 25.65 25.69 25.62 25.81 25.75 25.70 25.53 25.59 25.62 25.56

4. Listrik 2.23 2.34 2.37 2.42 2.54 2.57 2.57 2.60 2.63 2.68

5. Bangunan 2.26 2.30 2.35 2.40 2.46 2.53 2.63 2.81 2.91 2.98

6. Perdagangan 26.16 26.08 26.13 26.60 26.67 26.79 26.84 27.37 28.02 28.66

7. Pengangkutan 3.29 3.36 3.42 3.50 3.56 3.63 3.68 3.76 3.82 3.92

8.Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3.89 3.99 4.07 4.10 4.11 4.14 4.18 4.25 4.30 4.42

(25)

13 Lampiran 3 nilai LQ dan multiplier effect per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang 2003-2012 atas dasar harga konstan

tahun 2000

Lapangan Usaha Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vi PDRB Kabupaten Sumedang (Juta Rupiah)

Pertanian 1,179,234.78 1,218,615.28 1,266,975.69 1,277,827.26 1,326,576.64 1,377,846.15 1,445,267.32 1,454,621.95 1,472,831.59 1,484,119.44

a. Tanaman Bahan Makanan 882,430.58 900,791.70 944,329.55 939,773.31 973,479.71 1,012,582.99 1,069,636.76 1,067,282.44 1,073,059.42 1,076,539.27

b. Tanaman Perkebunan 76,489.97 81,634.85 80,746.95 85,073.86 89,791.16 92,137.56 93,962.08 93,802.34 92,430.99 91,648.21

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 167,819.78 180,079.11 187,706.15 197,027.42 205,033.58 212,857.33 223,298.40 232,699.26 244,037.22 254,958.24

d. Kehutanan 30,047.15 31,224.59 29,013.23 30,718.40 32,689.79 34,055.56 31,118.01 31,771.49 32,221.43 32,498.78

e. Perikanan 22,447.30 24,885.04 25,179.82 25,234.27 25,583.41 26,212.71 27,252.06 29,066.41 31,082.54 33,474.94

Vt PDRB Jawa Barat (Juta Rupiah)

Pertanian 29,161,783.40 34,038,120.63 3,492,015.46 34,822,021.09 35,687,490.00 36,505,378.00 41,722,075.52 42,137,486.42 42,101,055.00 41,801,728.00

a. Tanaman Bahan Makanan 20,777,990.76 24,850,967.87 25,489,706.18 25,282,624.65 26,264,301.00 26,873,804.00 31,607,820.42 31,947,247.48 31,764,028.00 31,175,920.00

b. Tanaman Perkebunan 1,845,692.58 1,949,906.04 1,898,280.64 1,927,436.59 1,902,034.00 2,081,761.00 2,258,606.04 2,163,253.17 2,255,301.00 2,360,133.00

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 4,491,718.56 5,120,743.46 5,275,525.07 5,411,347.99 5,355,850.00 5,326,503.00 5,457,797.47 5,555,840.89 5,532,920.00 5,607,607.00

d. Kehutanan 267,604.63 346,754.57 458,017.02 482,982.49 449,415.00 425,915.00 359,747.49 377,534.65 364,606.00 360,231.00

e. Perikanan 1,778,776.87 1,769,748.69 1,820,486.55 1,717,629.37 1,715,891.00 1,797,396.00 2,038,104.10 2,093,610.24 2,184,199.00 2,297,836.00

Nilai LQ per sektor

a. Tanaman Bahan Makanan 2.18 1.96 2.00 2.04 2.07 2.13 1.91 1.92 1.97 2.05

b. Tanaman Perkebunan 2.13 2.26 2.29 2.42 2.63 2.50 2.34 2.49 2.39 2.30

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.92 1.90 1.92 2.00 2.14 2.26 2.31 2.41 2.57 2.69

d. Kehutanan 5.76 4.87 3.41 3.49 4.06 4.52 4.88 4.83 5.16 5.35

e. Perikanan 0.65 0.76 0.75 0.81 0.83 0.82 0.75 0.80 0.83 0.86

nilai multiplier effect

(26)

14

Lampiran 4 kuisioner analisis SWOT (faktor internal dan eksternal sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang)

Kekuatan/Strength Bo R S

1. lahan kehutanan yang luas

2. terdapat potensi kawasan ekowisata Sumedang yang tinggi

3. Penyerapan lapangan kerja sektor kehutanan tinggi

4. industri meubel merupakan kompetensi inti industri di Kabupaten Sumedang

5. lahan yang luas untuk hutan pinus

6. produktivitas sadapan getah pinus tinggi

Total

Kelemahan/Weakness

1. pengelolaan kawasan ekowisata belum optimal

2. ketersediaan SDH belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri

3. pelaksanaan konservasi belum optimal

4. daya saing industri hasil hutan kabupaten Sumedang masih rendah

5. rendahnya pendapatan masyarakat sekitar hutan

Total

Faktor Eksternal Bo R S

Peluang/Opportunity

1. permintaan terhadap hasil hutan kayu untuk bahan baku industri tinggi

2. keberadaan mitra untuk mendukung pelestarian hutan

3. permintaan pasar terhadap hasil hutan bukan kayu (gondorukem, terpentin) tinggi

4. ekowisata sedang populer dan digemari oleh masyarakat perkotaan

5. Investor mulai melirik potensi SDH kabupaten Sumedang

Total

Ancaman/Threat

1. alih fungsi lahan

2. pencurian kayu

(27)

15 Lampiran 5 matriks SWOT sub sektor kehutanan kabupaten Sumedang

Lampiran 6 perkalian matriks SWOT

Strength (3.23) Weakness (2.71) Opportunities (2.86) 9.25 7.77

Threat (2.71) 8.78 7.37

S W

1. Alokasi lahan kehutanan yang luas 1. pengelolaan kawasan ekowisata belum optimal

2. terdapat potensi kawasan ekowisata Sumedang yang tinggi

2. ketersediaan Sumber Daya Hutan (SDH) belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri

3. Penyerapan lapangan kerja sub sektor kehutanan tinggi 3. pelaksanaan konservasi belum optimal 4. industri meubel merupakan kompetensi inti industri di Kabupaten

Sumedang

5. lahan yang luas untuk hutan pinus

O Alternatif kebijakan SO Alternatif kebijakan ST

1. permintaan terhadap hasil hutan kayu untuk bahan

baku industri tinggi a. Penguatan industri a. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan 2. keberadaan mitra untuk mendukung pelestarian

hutan b. Pengelolaan hutan bersama masyarakat b. Meningkatkan peran LMDH dalam pengelolan hutan 3. permintaan pasar terhadap hasil hutan bukan kayu

(gondorukem, terpentin) tinggi c. Rehabilitasi lahan kritis 4. ekowisata sedang populer dan digemari oleh

masyarakat perkotaan d. Pengembangan ekowisata

5. Investor mulai melirik potensi SDH kabupaten

Sumedang

T Alternatif kebijakan WO Alternatif kebijakan WT

1. alih fungsi lahan a. Evaluasi dan perbaikan tata kelola ruang a. Peningkatan sarana pendukung perlindungan hutan

2. pencurian kayu

b. Meningkatkan peran Dishutbun sebagai Dinas pelaksana teknis

kehutanan b.Meningkatkan bantuan bibit dari program CSR perusahaan c. Penguatan inovasi teknologi industri c.Perluasan informasi ekowisata melalui media cetak dan digital

(28)
(29)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 27 Mei 1992, sebagai anak pertama dari pasangan bapak Marno dan ibu Wastini. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Ciluluk 1 tahun 1998-2004, SMPN 2 Tanjungsari tahun 2004-2007, dan SMAN Tanjungsari tahun 2007-2010. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan program studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

Selama kuliah di IPB penulis aktif di kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Penulis menjadi pengurus Koperasi Mahasiswa IPB sebagai Kepala Departemen Usaha periode tahun 2012-2014, ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) kabupaten Sumedang periode tahun 2012-2013, dan sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan).

Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) pada tahun 2013 dengan judul “Pengujian Kandungan Zat Antasida pada Batang Tanaman Hanjuang (Cordyline spp) Sebagai Obat Maag Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Sumedang”. Selain itu penulis menjadi juara 2 MTQ cabang tilawatil Qur’an IPB tahun 2011.

Gambar

Gambar 1 menunjukkan besarnya kontribusi 5 sub sektor yang ada pada sektor
Gambar 1 nilai kontribusi per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten
Gambar 2 nilai LQ per sub sektor pada sektor pertanian kabupaten Sumedang tahun 2003-2012
Tabel 1 rata-rata geometri prioritas kebijakan

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum ditemukan bahwa (1) struktur perekonomian Jambi didukung oleh beberapa sektor ekonomi termasuk di antaranya sektor berbasis kehutanan dengan kontribusi yang merata,

Terdapat tiga jenis pendapatan sektor kehutanan, ketiganya tersebar kedalam ketiga sumber pendapatan daerah Kabupaten Jember diantaranya Retribusi Izin Penebangan Pohon

2 kedua terbesar setelah migas, dan urutan ketiga di bawah migas dan tekstil sejak medio 1990-an (Nurrochmat 2005). Sektor kehutanan juga telah membuktikan sebagai suatu

Secara umum ditemukan bahwa (1) struktur perekonomian Jambi didukung oleh beberapa sektor ekonomi termasuk di antaranya sektor berbasis kehutanan dengan kontribusi yang merata,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi sub sektor lembaga keuangan bukan bank tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Bitung yang

Pemerintah Kabupaten Demak diharapkan kedepannya mampu mempertahankan peran sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan upaya pengoptimalan terhadap sub

Nilai Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta Sektor Perekonomian Lainnya di Kabupaten Temanggung Tahun 2013-2017.... Nilai

Pada sektor ekonomi yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Kota Pematang Siantar yaitu sektor primer ternyata tidak diikuti dengan penurunan kontribusi terhadap