• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kawasan Bekas Tambang sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi Tanah Hitam Kota Sawahlunto)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Kawasan Bekas Tambang sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi Tanah Hitam Kota Sawahlunto)"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA (STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)

APJULKHIR PAPUA HM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 28 Januari 2008

(3)

ABSTRACT

APJULKHIR PAPUA HM. The Potency of Ex-Mining Area as Tourism Object (Case Study Kandi-Tanah Hitam Sawahlunto City). Under the direction of

DARMAWAN and MANUWOTO

.

Mining was the primary economic generator for the city of Sawahlunto and its surrounding areas. The role of coal in the region’s economy has been diminished eversince and people and the government are enforced to develop alternatives strategies for moving the region’s economy. One of the strategy that is now being developed is to turn the ex-mining sites for tourism activities. This strategy was succesfully applied in many ex-mining areas all over the world and came out with a better economic condition for its people and the region as well. Based on these facts, development strategies of Sawahlunto was arranged with new vision to becoming mine tourism city in 2020. The objectives of this research are: (1) to identify tourism development potential at ex-mining area of Kandi-Tanah Hitam; (2) to find out tourism development impact to regional development; and (3) to make a tourism development strategy at ex-mining area Kandi-Tanah Hitam. This research used descriptive analysis for physical aspect of tourism development potency and impacts. SWOT Analysis was used to build the tourism development strategy. The result shows that this area suitable for sport and tourisms such as horserace, motocross circuit, roadrace, breeding farm, fishing area, water recreation, and also mini zoo in Tandikat and Kandi Lake. Tourism development in this area could give positive impact to physical environment, economics and culture aspects. The priority strategies are development of the tourism area, service center, and new strategic area based on the potency of area, direction from regional planning, and low population density.

(4)

RINGKASAN

APJULKHIR PAPUA HM. Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto). Dibawah bimbingan

DARMAWAN dan MANUWOTO.

Kota Sawahlunto merupakan kota yang berkembang dari adanya aktivitas penambangan batubara semenjak zaman Hindia Belanda dan merupakan daerah tambang batubara yang tertua di Indonesia. Kota ini mulai menghadapi masalah dalam hal pembangunan wilayah sejak berhentinya aktivitas penambangan karena habisnya cadangan tambang terbuka yang merupakan sumberdaya penggerak perekonomian kota. Fenomena tersebut akan menjadikan kota ini mati seperti yang biasa terjadi pada daerah bekas tambang lainnya, serta dapat menimbulkan kegelisahan terhadap masyarakat dan daerah ini apabila tidak disikapi secara bijak oleh Pemerintah Kota. Untuk menghindari hal tersebut, maka Pemerintah Kota Sawahlunto telah menyusun strategi pengembangan wilayah seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 Tahun 2001 tentang Visi Kota Sawahlunto sebagai kota wisata tambang yang berbudaya tahun 2020. Salah satu misinya berbunyi objek wisata tambang yang potensial digali, ditumbuhkan, dikembangkan, dilestarikan dan dikemas sebagai paket wisata.

Upaya pengembangan pariwisata pada kawasan ini jelas tidak bisa berdiri sendiri, tetapi sangat erat kaitannya dengan kondisi perkembangan pariwisata di Indonesia, Sumatera Barat dan khususnya di Kota Sawahlunto sendiri. Pengalaman yang kurang dari daerah ini adalah dalam hal mengemas dan mengembangkan objek-objek wisata yang ada, menyebabkan diperlukannya perencanaan yang matang sebelum kawasan ini dikembangkan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi potensi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam; 2) Mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto; dan 3) Membuat arahan strategi pengembangan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.

(5)

Seni dan Budaya; BPS; BPN; PT. BA-UPOdan pihak-pihak terkait lainnya). Data sekunder tersebut terdiri dari foto udara Kota Sawahlunto tahun 2003 dan peta-peta (Peta Administrasi, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sungai, Peta Landuse, Peta Reklamasi, Peta Geologi, Peta Lereng dan Peta RTRW).

Analisis dan interpretasi data biofisik, ekonomi dan sosial budaya dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Sementara itu untuk mengetahui kondisi objek pariwisata saat ini, diukur melalui analisis kepuasan konsumen. Analisis deskriptif juga digunakan untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan masyarakat sekitar kawasan. Selanjutnya untuk membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang, dilakukan dengan analisis SWOT.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa: 1) Secara biofisik, ekonomi dan sosial budaya serta objek wisata yang terbangun, maka kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi untuk pengembangan wisata; 2) Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berdampak positif terhadap konservasi dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan bekas tambang, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar kawasan dan turut membangun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sawahlunto, serta tidak ditemukan dampak negatif terhadap budaya masyarakat sekitar kawasan; dan 3) Prioritas arahan strategi pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam yaitu pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah.

(6)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA (STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)

APJULKHIR PAPUA HM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Potensi Kawasan Bekas Tambang sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto)

Nama : Apjulkhir Papua HM

NIM : A. 353060384

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Darmawan, M.Sc Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk yang kucintai dan kuhormati... istriku (Drg. Azizah)

yang telah tabah & sabar merawat buah hati kami dengan penuh suka duka, anak-anakku (Jilan Afanin Azipua & Muhammad Haikal Azipua)

yang tidak banyak mendapat kasih sayang selama ditinggal, yang kuhormati ayahanda H. Malius & ibunda Jurhalimas

yang telah banyak memberikan dukungan nasehat & doa keluarga besarku (Osa, Risa, Alin & Diva) yang selalu hangat dan kompak dalam kebersamaan, ayah dan ibu mertuaku H. Hasan Basri (Alm) & Hj. Nurhayati,

yang memberikan dorongan & doa

almamaterku serta sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa PWL 2006 terimakasih atas semua dukungan dan kebersamaan kita

(11)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 ini adalah pengembangan sektor pariwisata di kawasan bekas tambang, dengan judul Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tarima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc, dan Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc sebagai Komisi Pembimbing yang telah melakukan pembimbingan dan pengarahan dengan penuh tanggung jawab.

2. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S selaku Penguji Luar Komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi dan seluruh staf

pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

4. Pusbindiklatren Bappenas selaku sponsor yang memberikan beasiswa untuk tugas belajar S-2 13 bulan.

5. Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto yang telah memberikan ijin dan dukungan moral untuk mengikuti tugas belajar.

6. Teman-teman kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah tahun 2006.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada kedua orangtua yang selalu memberikan dukungan doa. Istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala pengorbanan, doa, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, 28 Januari 2008

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Solok Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 25 Juli 1971, putra kedua dari lima bersaudara pasangan H. Malius dan Jurhalimas.

Pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di Kota Solok. Gelar Sarjana Komputer diperoleh penulis dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer – Yayasan Perguruan Tinggi Komputer (STMIK-YPTK) Padang, jurusan Manajemen Informatika pada tahun 1996. Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. Saat ini tercatat sebagai staf pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat.

(13)

DAFTAR ISI

Teori Pengembangan Wilayah ... 7

Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah ... 10

Analisis Potensi Pengembangan Pariwisata ... 26

Analisis Pengembangan Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah ... 32

Arahan Strategi Pengembangan Kawasan ... 33

HASIL dan PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 38

Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah ... 38

Kondisi Geobiofisik Lahan ... 39

Perekonomian ... 55

Sosial Budaya dan Kependudukan ... 57

Objek Wisata yang Telah Ada ... 60

Potensi Pengembangan Pariwisata ... 67

Potensi Biofisik Kawasan Bekas Tambang ... 69

Potensi Perekonomian ... 82

Potensi Sosial Budaya dan Kependudukan ... 86

Potensi Objek Wisata yang Telah Ada ... 88

Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah ... 103

Dampak Fisik ... 103

Dampak Ekonomi ... 107

(14)

Strategi dan Arahan Pengembangan Pariwisata Kawasan Bekas

Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 113

Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman ... 113

Analisis SWOT dan Alternatif Strategi ... 115

Analisis dan Strategi Prioritas ... 118

KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

PUSTAKA ... 127

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Teknik analisis dan output yang diharapkan ... 27

2 Kriteria nilai Indek Kepuasan Konsumen (CSI/IKK) ... 31

3 Pembobotan setiap unsur SWOT ... 34

4 Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Strategi ... 35

5 Rangking Alternatif Strategi ... 36

6 Luas wilayah penelitian ... 38

7 Pola distribusi kelas lereng pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam ... 43

8 Klasifikasi tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ... 47

9 Susunan kimia tanah asli dari kawasan Kandi-Tanah Hitam ... 47

10 Data kesuburan tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ... 48

11 Status dan kondisi lahan reklamasi di Kawasan Kandi-Tanah Hitam ... 51

12 Data pemantauan kualitas air di Batang Ombilin sesudah pertemuan dengan Batang Tandikat ... 52

13 Data kondisi jalan eksisiting ... 54

14 Laju pertumbuhan dan distribusi PDRB Kota Sawahlunto ... 55

15 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha ... 57

16 Perkembangan jumlah penduduk Kota Sawahlunto ... 59

17 Jumlah dan distribusi penduduk di wilayah penelitian ... 59

18 Penggunaan lahan eksisting (sekarang) wilayah penelitian ... 75

19 Kesesuaian penggunaan lahan menurut RTRW ... 76

20 Luas kepemilikan lahan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ... 80

21 Jumlah kunjungan wisatawan di Kota Sawahlunto ... 85

22 Data kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah ... 86

23 Jenis kesenian rakyat di sekitar Kawasan Kandi-Tanah Hitam ... 87

24 Faktor internal Kekuatan /Strength (S) dan Kelemahan/Weakness (W) ... 114

25 Faktor eksternal Peluang/Opportunity (O) dan Tantangan/Threath (T) ... 115

26 Strategi silang unsur SWOT ... 116

27 Pemberian bobot untuk setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 118

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sustainable Tourism ... 20

2. Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata ... 21

3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 24

4. Peta Lokasi Wilayah Penelitian ... 25

5. Diagram Kartesius Importance-Performance Analysis ... 29

6. Diagram Alir Tahapan Penelitian ... 37

7. Peta Formasi Geologi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 44

8. Peta Kelas Lereng Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 45

9. Peta Distribusi Lokasi Reklamasi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 53

10. Peta Sebaran Infrastruktur Penunjang Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 56

11. Peta Jenis dan Lokasi Objek yang Ada pada Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 60

12. Objek Wisata Pacuan Kuda Kandi ... 61

13. Objek Breeding farm Kandi ... 62

14. Objek Wisata Taman Satwa Kandi ... 63

15. Objek Wisata Rekreasi Air Danau Tandikat ... 64

16. Objek Wisata Dermaga Danau Kandi ... 65

17. Objek Wisata Sirkuit Road Race Kandi ... 65

18. Objek Wisata Motocross Tanah Hitam ... 66

19. Pencapaian Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam dalam Konstelasi Regional ... 71

20. Peta Penggunaan Lahan Eksisting (Sekarang) Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ... 77

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karateristik pengunjung ... 131

2. Tahapan Pengambilan Keputusan ... 133

3. Hasil analisis kuadran ... 137

4. Plot Kinerja – Harapan (analisis kuadran) ... 138

5. Perhitungan selisih bobot antara kinerja – harapan (gap) ... 139

6. Plot selisih rata-rata kinerja – harapan (gap) ... 140

7. Plot selisih bobot kinerja – harapan (gap) ... 140

8. Hasil perhitungan Indeks Kepuasan Konsumen ... 141

9. Hasil analisis Friedman dan jumlah ranking fasilitas tambahan ... 143

10. Data curah hujan Kota Sawahlunto 1996-2002 ... 144

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak dimulainya era otonomi daerah telah merubah paradigma perencanaan pembangunan, yang semula bertumpu pada kebijakan-kebijakan pemerintah pusat kini setiap daerah harus mampu menggali kemampuannya dalam membuat perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kondisi wilayahnya masing-masing. Dalam perencanaan tersebut minimal ada tiga komponen yang perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi (atau yang disebut dengan tiga pilar pengembangan wilayah) (Nachrowi, 1999 dalam Alkadri et al., 2001).

Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara tiga pilar pengembangan wilayah. Suatu wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi akan cepat berkembang dibandingkan wilayah lain yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang cukup unggul.

Namun demikian pembangunan yang terlalu bertumpu pada sumberdaya alam yang bersifat ekstraktif suatu saat akan mengalami hambatan jika ketersediaannya berkurang dan akhirnya habis. Banyak kota dan daerah yang kaya sumberdaya alam seperti batubara, emas, tembaga dan sebagainya kemudian menjadi mati setelah sumberdaya alamnya habis dieksploitasi. Namun ada juga daerah-daerah yang mampu memanfaatkan dan mengelola sisa-sisa aktivitas eksploitasi sumberdaya alam tersebut, sehingga tetap memberi nilai ekonomi yang tinggi, bahkan dicari dan diteliti karena kekhasannya, seperti Kota Rhondda Valley di Wales dan Glace Bay Nova di Kanada, yang merupakan kota bekas pertambangan batubara. Bekas lubang tambangnya dijadikan museum, permukiman buruhnya dipugar dan dikenang sebagai warisan masa lampau (Antono, 1993).

(19)

Namun demikian permasalahan yang timbul pada penambangan batubara adalah kerusakan lingkungan akibat proses penambangan yang dilakukan dengan sistem penambangan terbuka (open pit mining), baik itu kerusakan kerusakan iklim mikro setempat (klimatis) maupun kerusakan tanah (edafis). Kerusakan klimatis dan edafis ini terjadi akibat penambangan yang dilakukan dengan cara menyingkirkan seluruh lapisan tanah di atas deposit batubara, termasuk vegetasi yang menutupi lahan tersebut.

Dalam konteks pengelolaan kawasan bekas tambang ini, Indonesia masih mempunyai banyak peluang untuk mengembangkannya guna berbagai maksud dan kegunaan. Perangkat peraturan yang memayunginya sudah tersedia, antara lain Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi semua kegiatan pengelolaan sumberdaya yang beragam jenisnya, baik di daratan maupun di lautan, agar dapat dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu sumberdaya yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaannya adalah sumberdaya di sektor pariwisata.

Selain itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa kawasan pariwisata termasuk dalam kawasan budidaya sedangkan yang dimaksud dengan kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pasal 49 peraturan ini menyebutkan bahwa kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pariwisata adalah:

(1) kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan;

(2) kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat memberikan manfaat dalam:

- meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi;

(20)

- tidak mengganggu fungsi lindung;

- tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam; - meningkatkan pendapatan masyarakat;

- meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; - meningkatkan kesempatan kerja;

- melestarikan budaya; dan

- meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam sektor pariwisata sendiri terdapat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, yang dimaksudkan untuk mengatur kegiatan pengembangan sektor ini. Pasal 4 Undang-Undang ini menyebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri atas wisata alam (flora dan fauna), museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Mengacu pada pasal 4 Undang-undang ini, maka kawasan bekas tambang dapat dikategorikan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan pariwisata.

Salah satu kawasan bekas tambang di Indonesia yang mempunyai arti penting untuk pembangunan daerah dan masyarakat setempat adalah kawasan bekas tambang batubara Kandi-Tanah Hitam di Kota Sawahlunto, Propinsi Sumatera Barat. Kawasan yang secara administratif terletak di Kota Sawahlunto, oleh Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto direncanakan akan dikembangkan sebagai kawasan pariwisata yang dapat menjadi andalan daerah ini.

(21)

Penjabaran dari visi tersebut adalah dalam bentuk misi yang salah satunya adalah obyek wisata tambang yang potensial digali, ditumbuhkan, dikembangkan, dilestarikan dan dikemas sebagai paket wisata. Perwujudan misi ini dikembangkan ke dalam sebuah agenda mewujudkan kota wisata tambang yang berbudaya (Agenda 2002 – 2020) dengan menetapkan empat faktor kebijakan yang perlu dikembangkan, yaitu:

(1) kapasitas institusi; (2) kerjasama antar daerah; (3) peningkatan kualitas kota; dan

(4) peningkatan kualitas produk dan kawasan wisata.

Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah Kota Sawahlunto mulai membenahi peninggalan-peninggalan yang ada dengan membuat peraturan dalam bentuk penyusunan dan penetapan Draft Perda Pelestarian Benda Cagar Budaya dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Sawahlunto Nomor 109 Tahun 2006 tanggal 23 Maret 2006. Sebanyak 73 buah peninggalan budaya fisik di Kota Sawahlunto sudah dilindungi dan disahkan sebagai Benda Cagar Budaya.

Sisa-sisa peninggalan budaya fisik bekas aktivitas tambang dalam berbagai bentuk bangunan kolonial yang berupa bangunan perkantoran, rumah hunian, pertokoan, gereja, stasiun, jaringan jalan, instalasi penambangan, dan situs bekas penambangan mulai dipugar dan direvitalisasi dalam lingkungan kawasan cagar budaya. Untuk merealisasikan visi kota yang berkaitan dengan pelestarian, revitalisasi dan pengembangan urban heritage tersebut, pemerintah Kota Sawahlunto telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dan instansi terkait antara lain Departemen Pekerjaan Umum-Kimpraswil, University Technology Of Malaysia, Museum Adityawarman Padang, dan Balai P3 Batusangkar.

(22)

Secara umum pengembangan pariwisata di kawasan Kandi-Tanah Hitam diperuntukan untuk penataan kawasan wisata dan olah raga terpadu yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan sebanyak mungkin. Caranya dengan meningkatkan kualitas fasilitas wisata, mengadakan promosi wisata, dan menjaga lingkungan alam sebagai aset pariwisata guna mempertahankan keasrian, serta menggali potensi-potensi baru yang dapat dijadikan objek wisata. Diharapkan dari berbagai sentra-sentra wisata tersebut dapat menjadi suatu konsepsi baru yang saling mendukung dan sekaligus pemerataan penyebaran kegiatan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.

Berdasarkan uraian tentang pengembangan kawasan bekas tambang tersebut, maka timbul beberapa hal yang menjadi pertanyaan, yaitu:

1. Apakah memang benar kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang berpotensi untuk meningkatkan pengembangan wilayah Kota Sawahlunto?

2. Bagaimana kondisi objek wisata yang telah dikembangkan ditinjau dari tingkat kepuasan pengunjung terhadap atribut-atribut wisata yang ditawarkan oleh kawasan wisata ini secara keseluruhan?

3. Bagaimana prospek dan dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto secara keseluruhan?

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang muncul di atas, perlu dilakukan kajian terhadap Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata dengan studi kasus pada kawasan Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi potensi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam;

2. Mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto;

(23)

Manfaat Penelitian

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pengembangan Wilayah

Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan wilayah adalah bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan wilayah harus didasarkan pada karakteristik wilayah masing-masing. Pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Untuk itu perlu diketahui yang menjadi penggerak utama (prime mover) yang ada di wilayah tersebut. Prime mover adalah suatu potensi yang dapat dikembangkan menjadi pusat industri besar yang membutuhkan front end investment yang besar, dan dapat bertahan untuk waktu puluhan tahun. Prime mover dapat berupa (1) Tambang Mineral (Freeport); (2) Tambang minyak (Caltex); (3) Tambang Batubara (PT BA); (4) Pusat Penelitian dan pengembangan (R&D di Serpong); (5) Hutan industri (Riau); (6) Pusat pendidikan (Jogjakarta). Bila suatu daerah telah memiliki prime mover, maka pengembangan wilayah dikaitkan dengan aktivitas yang berputar disekitar prime mover tersebut(Hamzah, 2005).

Dengan demikian perencanaan pengembangan wilayah perlu didukung melalui program-program pengembangan yang relevan dengan karakterisitik wilayah. Program pengembangan wilayah harus dilaksanakan dengan berorientasi pada kepentingan daerah dan berdasarkan pada kebutuhan serta aspirasi yang berkembang dalam rangka pemerataan serta percepatan pembangunan daerah.

(25)

kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Pernyataan lain dikemukakan bahwa pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah itu untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat disekeliling mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan, dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan (Alkadri et al., 2001). Berdasarakan teori di atas maka dapat dikatakan bahwa pengembangan wilayah tidak lain dari usaha mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya teknologi dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan itu sendiri yang kesemuanya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Suhandoyo (2002) bahwa dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang harus diperhatikan, yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi. Pilar sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai objek pembangunan SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM berperan sebagai subjek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia, dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan.

(26)

pendekatan regional atau teritorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat.

Selanjutnya Ary (2001) dalam Alkadri et al. (2001) mengatakan bahwa, tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna sumberdaya yang tersebar di wilayah Indonesia guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah adalah:

(1). pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperkukuh kesatuan dan ketahanan nasional serta mewujudkan Wawasan Nusantara.

(2). pembangunan sektoral dilakukan secara saling memperkuat untuk meningkatkan pertumbuhan, pemerataan, dan kesatuan wilayah nasional serta pembangunan yang berkelanjutan.

(3). perkembangan wilayah diupayakan saling terkait dan menguatkan sesuai dengan potensi wilayah.

Dengan demikian, arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah pada prinsipnya mendukung dan memperkuat pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam pengembangan wilayahnya adalah meningkatkan pertumbuhan produktivitas, memeratakan distribusi pendapatan, memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran, serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara berkesinambungan (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002).

(27)

menciptakan konflik kepentingan antar sektor, yang pada gilirannya akan terjadi kontra produktif dengan pengembangan wilayah (Hamzah, 2005).

Selanjutnya juga dikemukan oleh Alkadri et al. (2001) bahwa, aspek lainnya yang tidak boleh dilupakan dalam usaha pengembangan wilayah adalah aspek lingkungan hidup. Masalah-masalah lingkungan hidup sudah muncul pada tahap desa, kecamatan, kabupaten dan terus ke tingkat perkotaan. Untuk itu dalam menyusun peraturan daerah mengenai pengembangan wilayah ataupun penataan ruang, supaya lebih menekankan pada pengeloaan lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan.

Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah

(28)

penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 yang menitikberatkan kewenangan pelaksanaan pembangunan pada pemerintah kota, dalam hal ini termasuk pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah kota.

Menurut Permana (2004), penataan ruang adalah suatu proses yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang melalui serangkaian program pelaksanaan pembangunan yang sesuai rencana, dan pengendalian pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang yang optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan ini mengarahkan dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan, serta program dan kegiatan pembangunan.

Senada dengan hal tersebut Rustiadi et al. (2006) mengatakan, penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Urgensi keberadaan tata ruang adalah:

(1). optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi);

(2). alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan); dan

(3). keberlanjutan (prinsip sustainability).

Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik-lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.

(29)

dimaksudkan agar sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. RTRWN memuat arahan struktur ruang wilayah nasional yang berupa arahan sistem permukiman nasional (perkotaan dan pedesaan) dan prasarana wilayah serta arahan pola pemanfaatan ruang nasional yang berupa arahan pengelolaan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya prioritas dan kriteria pengelolaannya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Dirjen Penataan Ruang (2003), bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah merupakan hasil dari proses perencanaan tata ruang wilayah. RTRW selain merupakan guidance of future actions juga merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras dan seimbang untuk mencapai kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Pada dasarnya penataan ruang merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Pembagian penataan ruang berdasarkan fungsi utama meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya, berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah nasional, propinsi, dan wilayah kabupaten/kota dan berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu.

Setidaknya terdapat dua unsur dalam penataan ruang, yaitu menyangkut proses penataan fisik ruang dan menyangkut unsur kelembagaan/institusional penataan ruang (Rustiadi et al., 2006). Dalam proses penataan fisik ruang salah satu yang termasuk didalamnya adalah penatagunaan tanah.

(30)

pengaturan pemanfaatan tanah dan pengendalian pemanfaatan tanah dengan memperhatikan perkembangan teknologi.

Tujuan dari penatagunaan tanah adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan nilai tanah berupa Ricardian Rent; mencakup kualitas tanah, Locational Rent; mencakup lokasi relatif tanah dan Environmental Rent; mencakup sifat tanah sebagai suatu komponen utama dari ekosistem (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Pada pasal 33 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan, bahwa penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam kebijakan penatagunaan tanah dinyatakan kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah ditentukan berdasarkan pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan pemerintah pusat, yang dijabarkan lebih lanjut oleh pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Penyelenggaraan penatagunaan tanah meliputi kegiatan (1) inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (2) penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan; dan (3) penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kegiatan penatagunaan tanah tersebut disajikan dalam peta dengan skala yang lebih besar daripada skala peta Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.

Pariwisata

Pengertian Pariwisata

(31)

ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Hal senada juga dikatakan oleh Yoeti (1997), bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat wisata, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan berekreasi atau untuk memenuhi keinginan lainnya. Sementara itu Soekadijo (2000) juga mengatakan bahwa pariwisata sebagai suatu kegiatan melibatkan banyak orang di dalam masyarakat yang masing-masing melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dan semua kegiatan dalam masyarakat yang berkaitan satu dengan yang lain dan merupakan perkaitan sosial.

Menurut Wall (1995) pariwisata adalah perpindahan temporer dari orang-orang dari tempat mereka bekerja dan menetap, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama mereka berada di tempat tujuan dan kemudahan yang diberikan dalam melayani kebutuhan mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh Wibowo (2001) bahwa pariwisata dalam bentuk paling sederhana terdiri dari tiga komponen, yaitu asal (tempat tinggal wisatawan), perjalanan (sarana menuju tempat tujuan dan kembali ke tempat asal), dan tujuan (tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan). Kegiatan pariwisata sangat erat kaitannya dengan keinginan manusia untuk berekreasi. Rekreasi adalah mengerjakan sesuatu perbuatan atau aktifitas yang menyegarkan tubuh, membangun minat, dan menciptakan kembali kesegaran pikiran dan perasaan. Sedangkan Soemarwoto (1997) berpendapat bahwa pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya ditentukan oleh baik buruknya lingkungan.

(32)

Pariwisata Tambang di Beberapa Wilayah

Pariwisata tambang (mines tourism) digolongkan sebagai pariwisata warisan keindustrian (industrial heritage tourism) karena tambang khususnya tambang batubara adalah penggerak revolusi industri abad ke-19 yang mewariskan industrialisasi dan kemakmuran yang dicapai saat ini. Walaupun batubara telah digunakan sejak zaman Romawi yaitu pada sekitar 400 tahun sebelum masehi, tetapi mulai dieksploitasi secara besar-besaran dan menjadi sumber energi yang telah merubah tata kehidupan dunia, baru terjadi pada abad ke-19. Dapat dimengerti kalau bekas tambang menjadi daya tarik wisatawan yang ingin menelusuri warisan budaya dan menambah wawasan (Edward, 1996).

Pada tahun 1993, gua bekas tambang (slate cavern) Llechwedd, di Wales di kerajaan Britania yang kemudian dikemas menjadi suatu taman pertambangan telah dikunjungi oleh 204.800 orang. Begitupun dengan Big Pit Musseum di Rhondda Valley, bekas lubang tambang barubara sedalam 90 meter di bawah tanah telah dikunjungi 107.551 orang. Dibandingkan dengan British Musseum yang dikunjungi rata-rata 6,3 juta orang pertahun dan Tower of London 2,2 juta per tahun, atraksi bekas tambang tersebut memang belum seberapa. Meskipun demikian patut dimengerti bahwa kedua objek budaya terakhir berlokasi di London dan telah dikenal sejak seratus tahun yang lalu, sedangkan objek wisata bekas tambang baru ada 20 tahun yang lalu di lokasi yang jauh dari London, kota yang menjadi tujuan utama wisatawan (Nawanir, 2003).

Menurut Kuswartoyo (2001), ada empat macam peninggalan kegiatan tambang yang dapat dikemas dan dikembangkan menjadi atraksi pariwisata yaitu : (1). tapak atau situs penambangan di permukaan atau di bawah tanah,

lubang, gua atau bekas galian tambang; (2). pemrosesan atau pengolahan hasil tambang;

(3). pengangkutan hasil tambang, prasarana dan alat angkutan;

(33)

dikatakan, bahwa hampir semua negara maju di benua Eropa dan Amerika Utara telah menggenjot penggunaan batubara secara besar-besaran dan menjadikan batubara sebagai pemacu industrialisasi diawal abad ke-20. Sehingga pada awal abad ke-21 banyak negara mulai kehabisan batubara dan banyak yang harus meninggalkan tambang ini dengan segala sarana dan fasilitasnya. Pemerintah Inggris pada tahun 1947 telah menasionalisasi sekitar 950 perusahaan tambang batubara, tetapi pada tahun 1996 hanya tersisa 27 perusahaan. Bagaimana nasib kota yang semula tumbuh dan hidup dari tambang ini, berikut contoh dari bebarapa kota yang semula merupakan kota yang hidup dari tambang batubara yaitu :

- Glace Bay, Nova Scotia, Canada.

Tambang di Glace Bay ini dimulai tahun 1858 dan ditutup tahun 1960. Pasca pertambangan sumber penghidupan penduduk beralih ke industri perikanan karena kota ini memang terletak di pantai. Bekas pemukiman buruh tambang (miners village) dipugar dan dikenang sebagai warisan masa lampau. Kebetulan desa ini dapat digabungkan dengan menara transmisi penerima sinyal pertama dari seberang atlantik pada tahun 1903 yang dikirim oleh Markoni si penemu telegram.

- Rhondda Valley, Wales, United Kingdom.

Tambang batubara yang telah ditutup pada tahun 1980 ini dijadikan museum, karena teknologinya yang istimewa pada zamannya. Penggalian batubara pada kedalaman 90 meter, merupakan prestasi teknologi pada zaman itu yang perlu diingat dan dikenang oleh generasi mendatang, karena itulah tambang ini dipugar menjadi museum yang dinamakan Big Pit Musseum

- Heerlen, Limburg, Belanda.

(34)

- Barnsley, South Yorkshie, England UK.

Kota yang menjadi pusat pertambangan batubara di abad ke-19 ini, kemudian menjadi pusat pendidikan tambang (mining college) dan pusat pemasaran produk pertanian. Kegiatan tambang yang kemudian mewariskan pendidikan dan museum yang memang saling berkaitan tersebut juga di jumpai di Bochum, Wesphalia Jerman (museum geologi dan pertambangan) dan juga di Walbrzych, Polandia (museum sejarah tambang batubara).

Sumberdaya dan Komponen Wisata

Menurut Jayadinata (1986), sumberdaya adalah setiap hasil, benda atau sifat/keadaan yang dapat dihargai bilamana poduksi, proses dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya dapat dibagi menjadi sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) dan teknologi. Sumberdaya alam terbagi atas:

(1). sumberdaya alam abstrak, yaitu hal-hal tidak tampak tetapi dapat diukur, seperti lokasi (keadaan tempat yang dapat dihubungkan dengan jarak dan biaya), tapak atau posisi;

(2). sumberdaya alam nyata, berupa bentuk daratan, air, iklim tubuh tanah, vegetasi, hewan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, dan mineral.

Selanjutnya sumberdaya manusia terdiri atas

(1). keadaan penduduk yaitu jumlah, kerapatan, pendidikan, penyebaran, susunan atau struktur;

(2). proses penduduk: kelahiran, kematian, migrasi; dan

(3). lingkungan sosial penduduk berupa kebudayaan dan kebiasaan penduduk setempat.

Sumberdaya teknologi merupakan kemampuan manusia untuk merubah sumberdaya alam yang ada sehingga bermanfaat bagi kehidupannnya dan perubahan tersebut berdampak pada daerah sekitarnya.

(35)

dikembangkan menjadi atraksi wisata di suatu daerah atau tempat tertentu. Sumberdaya pariwisata yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga yaitu:

(1). sumberdaya alam, yaitu alam fisik, flora dan fauna;

(2). sumberdaya kebudayaan, yang diartikan secara luas bukan kebudayaan yang tinggi saja, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan hidup ditengah-tengah masyarakat; dan

(3). sumberdaya manusia, yaitu manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan.

Robinson (1976), mengemukakan bahwa komponen geografi yang bernilai bagi pariwisata dapat berupa : (1) lokasi dan aksesibilitas (location and accessibility); (2) ruang (space); (3) pemandangan alam (scenery) berupa landform seperti gunung, danau, air terjun, air panas dan laut, tumbuhan seperti hutan, padang rumput; (4) iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan; (5) kehidupan binatang berupa binatang liar seperti burung, cagar alam, dan kebun binatang atau binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan memancing; (6) kenampakan pemukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah, monumen dan peninggalan arkeologi; dan (7) kebudayaan berupa cara hidup, tradisi, cerita rakyat, seni, dan kerajinan tangan. Selain itu elemen lain yang sangat penting untuk pengembangan pariwisata adalah kelengkapan akomodasi dan fasilitas hiburan lainnya.

Dikaitkan dengan keberadaan sumberdaya untuk pariwisata suatu daerah, maka penilaian terhadap sumberdaya fisik tidak hanya menyangkut inventarisasi berbagai aset fisik seperti fasilitas publik, infrastruktur, industri atau sumberdaya alam tetapi juga menyangkut analisis mengenai karakteristik dari sumberdaya tersebut dan kemampuannya untuk dapat menopang strategi dan keunggulan daerah (Kertajaya dan Yuswohadi, 2005).

(36)

Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata berkelanjutan adalah adalah pariwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawan dan daerah penerima pada saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang, mengarah kepada pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (Gunawan, 2000).

Pengembangan pariwisata di Kepulauan Karibia, selama berabad-abad sumberdaya lahan dan pesisir berlangsung dengan populasi yang relative kecil, tetapi dengan meningkatnya aktifitas ekonomi modern maka ekosistem pulau juga berada pada tekanan yang meningkat. Tanpa kebijakan yang berjalan terhadap kekuatan pendorong dibalik tekanan tersebut maka pembangunan yang berkelanjutan di Kepulauan Karibia tidak mungkin terjadi. Lingkungan seringkali harus berkompromi dengan kebutuhan mendesak untuk mendapatkan devisa terutama melalui kepariwisataan. Jika pariwisata terus dijadikan sebagai alat pembangunan untuk negara-negara kepulauan kecil dengan ekosistem yang rapuh, pembuat kebijakan pemerintah harus mengetahui kerapuhan lingkungan dari pulau-pulau tersebut dan membuat kebijakan yang menekankan pada pandangan secara menyeluruh terhadap kepulauan (Grandoit, 2005).

(37)

Gambar 1. Sustainable Tourism.

Rencana pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan mencakup dua aspek, yaitu aspek spasial, dan aspek nonspasial. Aspek spasial menyangkut hal-hal yang terkait dengan perencanaan wilayah tata ruang, termasuk di antaranya perencanaan kawasan wisata unggulan dan keterkaitan antar kawasan dan keterhubungan atau aksesibilitasnya. Aspek nonspasial, khususnya yang terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan, mekanisme kerjasama antarlembaga, dan hal-hal lainnya yang nonspasial, termasuk keterkaitan antarsektor dalam mendukung pengembangan pariwisata. Selain aspek perencanaan pengembangan, tiga dimensi yang minimal harus diperhatikan, yaitu dimensi bisnis (ekonomi), dimensi pengembangan wilayah, serta dimensi budaya. Dimensi ekonomi memandang pengembangan pariwisata harus menguntungkan dari segi ekonomi, dalam hal meningkatkan pendapatan dan menyejahterakan masyarakat, pemerintah daerah, maupun pihak swasta (Bappeda Provinsi Jabar, 2005).

(38)

memperhatikan dimensi budaya sebagai bagian dari pembangunan budaya masyarakat, termasuk membudayakan masyarakat agar mau berpariwisata dan mengenalkan pariwisata. Dimensi ini juga melihat keterkaitan sejarah dan budaya masyarakat sebagai pengikat dalam pengembangan pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu alat dalam usaha melestarikan budaya. Ketiga dimensi tersebut merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena memiliki tingkat kepentingan yang sama, seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata.

Kepuasan Konsumen

Agar bisa memuaskan konsumen, produsen mesti tahu apa kebutuhan dan bagaimana selera konsumen (Farid, 2003). Penelitian yang sudah dilakukan tentang kepuasan konsumen jasa wisata berdasarkan penelusuran yang dilakukan sangat banyak dan bervariasi. Indek Kepuasan Konsumen (Costumer Satisfaction Index) memiliki keuntungan dapat menggunakan data hasil Importance Performance Analysis (IPA) sebagai data awal dalam menganalisis sehingga dapat memperhitungkan atau mengetahui kepuasan konsumen secara variabel keseluruhan dengan sederhana dan lebih akurat. Kekurangannya adalah tidak dapat menganalisis variabel secara terpisah sehingga hasil analisis yang diperoleh kurang jelas.

(39)

pelanggan dalam proses keputusan pembelian dan evaluasi kepuasan pengguna kereta api Pakuan Ekspress Bogor. Metode utama yang digunakan dalam penelitian adalah Importance Performance Analisis (IPA) yang kemudian hasilnya dipetakan melalui analisis diagram kartesius, dan indek kepuasan pelanggan (IKP-Costumer Satisfaction Index).

Mahfudz (2003) dalam Oktaviani (2006), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Wisata Alam Pantai Anyer dengan mempelajari proses keputusan pembelian dan preferensi konsumen. Manfaat yang dicari oleh konsumen dalam pembelian jasa wisata adalah hiburan. Motivasi yang mendorong konsumen untuk datang ke Pantai Anyer adalah untuk menikmati pemandangan dan menghirup udara pantai, hasil analisis tabulasi silang dengan uji Chi Kuadrat didapat variabel-variabel yang berhubungan antara lain pendapatan dengan biaya transportasi dimana semakin besar tingkat pendapatan maka akan semakin besar juga biaya transportasi yang dikeluarkan. Selanjutnya adalah tingkat pendidikan dengan biaya transportasi dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan. Urutan peringkat kepentingan atribut wisata alam Pantai Anyer antara lain kenyamanan, keamanan, kebersihan, harga, lokasi wisata, pelayanan wisata, kelengkapan fasilitas, manfaat yang peroleh, pemandu wisata dan promosi. Sedangkan atribut yang tidak dipentingkan adalah manfaat berkunjung, pemandu wisata dan promosi.

(40)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini didasari oleh kerangka pemikiran sebagaimana tercantum pada Gambar 3. Berakhirnya kegiatan pertambangan batubara di Kota Sawahlunto sebagai prime mover pembangunan daerah menimbulkan masalah pada keberlanjutan pengembangan wilayah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah kota dengan segenap stakeholders mencanangkan pengembangan areal bekas tambang sebagai objek wisata yang diharapkan menjadi salah satu sektor pengerak pembangunan.

Dalam rangka pengembangan kawasan bekas tambang menjadi objek wisata perlu dilakukan identifikasi terhadap aspek sumberdaya biofisik serta aspek ekonomi dan sosial budaya. Selain itu perlu dilakukan identifikasi kondisi dan evaluasi terhadap objek wisata yang telah ada dengan bantuan data sekunder serta hasil pengamatan lapang. Selanjutnya untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah perlu ditinjau aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan pengaruhnya terhadap masyarakat sebagai dasar untuk membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2007. Lokasi penelitian sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.

Jenis dan Sumber Data

(41)

(sarana prasarana penunjang, jalan, aksesibilitas) dan hubungan antar obyek wisata. Wawancara dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada wisatawan untuk mendapatkan persepsi tentang objek wisata yang ada. Data sekunder bersumber dari beberapa dinas/instansi yang terkait (Bappeda, Dinas Pertambangan, Industri dan Perdagangan, Dinas Kimpraswil, Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya, BPS, BPN, PT. BA-UPO dan pihak-pihak terkait lainnya). Data sekunder tersebut terdiri dari foto udara Kota Sawahlunto tahun 2003 dan peta-peta (Peta Administrasi, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sungai, Peta Landuse, Peta Reklamasi Lahan, Peta Geologi, Peta Lereng dan Peta RTRW) (Tabel 1).

Gambar 3. Kerangka Pendekatan Studi.

Habisnya sumberdaya tambang sbg Prime mover

pembangunan daerah Masalah keberlanjutan

pengembangan daerah

Pengembangan pariwisata pada lahan bekas tambang Visi wisata tambang 2020

Potensi dan dampak

Arahan strategi pengembangan pariwisata pada lahan bekas tambang

Identifikasi kondisi objek wisata saat ini dengan Analisis

Kepuasan Konsumen

Sumberdaya Ekonomi Sumberdaya

Fisik

(42)
(43)

Analisis Data

Analisis dan interpretasi data biofisik, ekonomi dan sosial budaya dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Sementara itu untuk mengetahui kondisi objek pariwisata saat ini, diukur melalui analisis kepuasan konsumen. Analisis deskriptif juga digunakan untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan masyarakat sekitar kawasan. Selanjutnya untuk membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang, dilakukan dengan analisis SWOT. Hubungan antara tujuan penelitian, data yang digunakan, sumber data, teknik analisis, dan output yang diharapkan dapat dilihat dalam Tabel 1 dan Gambar 6.

Analisis Potensi Pengembangan Pariwisata

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik, ekonomi, sosial budaya termasuk potensi objek wisata yang telah ada pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Potensi biofisik diinterpretasi melalui peta-peta tematik seperti peta topografi, peta geologi, peta lereng, peta reklamasi, peta existing land-use, maupun foto udara, serta data-data tabular mengenai kondisi fisik wilayah seperti curah hujan, hidrologi dan tanah.

(44)

Tabel 1. Teknik analisis dan output yang diharapkan

Potensi ekonomi dan sosial budaya dilakukan dengan menginterpretasi peta distribusi fasilitas dan infrastruktur pendukung kawasan serta penggunaan data tabular mengenai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Sawahlunto Dalam Angka (SDA) dan penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata serta sumbangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Untuk melihat kondisi objek wisata yang telah ada pada kawasan Kandi-Tanah Hitam, digunakan pendekatan analisis kepuasan konsumen. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik responden dan proses pengambilan keputusan konsumen melakukan kunjungan ke lokasi wisata.

(45)

Hitam digunakan Importance-Peformance Analysis. Analisis ini terdiri dari dua komponen yaitu, analisis kuadran dan analisis kesenjangan (gap). Analisis kuadran dapat mengetahui respon konsumen terhadap atribut yang diplotkan berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut tersebut. Langkah pertama untuk analisis kuadran adalah menghitung rata-rata penilaian kepentingan dan kinerja untuk setiap atribut dengan rumus:

dimana:

= Bobot rata-rata tingkat penilain kinerja atribut ke-i = Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan atribut ke-i

= Jumlah responden

Dilanjutkan dengan menghitung rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja untuk keseluruhan atribut, dengan rumus:

dimana:

= Nilai rata-rata kinerja atribut = Nilai rata-rata kepentingan atribut

= Jumlah atribut

Nilai ini memotong tegak lurus pada sumbu horisontal, yakni sumbu

yang mencerminkan kinerja atribut (X) sedangkan nilai memotong tegak lurus

(46)

penting oleh konsumen tetapi pada kenyataannya atribut-atribut tersebut belum sesuai dengan harapan konsumen. Tingkat kinerja dari atribut tersebut lebih rendah dari pada tingkat harapan konsumen terhadap atribut tersebut.

Gambar 5. Diagram Kartesius Importance-Performance Analysis.

Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini harus lebih ditingkatkan lagi kinerjanya agar dapat memuaskan konsumen. Kuadran II (Pertahankan prestasi), atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini menunjukkan bahwa atribut tersebut penting dan memiliki kinerja yang tinggi. Atribut ini perlu dipertahankan untuk waktu selanjutnya. Kuadran III (Prioritas rendah), atribut yang terdapat dalam kuadran ini dianggap kurang penting oleh konsumen dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan terhadap atribut yang masuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh konsumen sangat kecil. Kuadran IV (Berlebihan), kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Peningkatan kinerja pada atribut-atribut yang terdapat pada kuadran ini hanya akan menyebabkan terjadinya pemborosan sumberdaya.

Analisis kesenjangan (gap) dilakukan untuk melihat kesenjangan antara kinerja suatu atribut dengan harapan konsumen. Hasilnya diplotkan ke dalam bentuk grafik selisih antara kinerja dengan harapan. Setelah itu dilakukan proses pencarian bobot kesenjangan dengan melakukan pengurangan antara kinerja

(47)

dengan harapan dari masing-masing atribut. Hasil pengurangan tersebut kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan total jumlah gap yang ada. Total jumlah gap yang didapat, kemudian dibagi dengan jumlah atribut yang dinilai sehingga didapatkan bobot gap. Setelah didapatkan bobot gap, dilakukan proses ploting nilai kesenjangan (gap) dan bobot kesenjangan yang ada untuk menilai atribut mana saja yang terdapat dibawah bobot kesenjangan untuk dilakukan proses perbaikan kinerja. Atribut-atribut yang berada dibawah bobot gap, dibandingkan dengan hasil analisis kuadran untuk mendapatkan atribut mana saja yang menjadi prioritas perbaikan kinerja untuk dapat memuaskan keinginan pengunjung.

Selanjutnya dicari Indeks Kepuasan Konsumen (IKP) atau Customer Satisfaction Index (CSI) yang berguna untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut produk atau jasa yang ditawarkan. Untuk mengetahui besarnya IKP/CSI, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Aritonang, 2005).

1) Menentukan nilai Mean Importance Score (MIS), yang berasal dari rata-rata kepentingan tiap konsumen.

dimana:

n = Jumlah Konsumen

Yi = Nilai Kepentingan Atribut ke-i

2) Menentukan bobot Weight Factors (WF), yang merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut.

dimana:

p = Atribut kepentingan ke-p

(48)

4) Menentukan Customer Satisfaction Index atau Indeks Kepuasan Konsumen (CSI/IKK)

dimana :

p = Atribut kepentingan ke-p

HS = (Highest scale) skala maksimum yang digunakan.

Pada umumnya, bila nilai CSI di atas 50 persen dapat dikatakan bahwa konsumen sudah merasa puas sebaliknya bila nilai CSI dibawah 50 persen konsumen belum dikatakan puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas (Tabel 2). Kriteria ini mengikuti modifikasi kriteria yang pernah dilakukan oleh PT Sucofindo dalam melakukan Survei Kepuasan Pelanggan.

Tabel 2. Kriteria nilai Indek Kepuasan Konsumen (CSI/IKK)

Nilai CSI Kriteria CSI

0.81 – 1.00 Sangat Puas

0.66 – 0.80 Puas

0.51 – 0.65 Cukup Puas 0.35 – 0.50 Kurang Puas 0.00 – 0.34 Tidak Puas

Sumber: Ihshani (2005)

Tahap selanjutnya adalah untuk mengetahui fasilitas tambahan apa saja yang menjadi prioritas untuk segera dikembangkan. Uji Friedman dan Multiple Comparison Uji Friedman digunakan untuk melihat perbedaan yang signifikan antara atribut-atribut yang perlu ditambahkan oleh pihak manajemen dalam usaha pengembangan kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam.

Hipotesis yang digunakan dalam analisis Friedman dalam penelitian ini yakni :

(49)

H1 : Setiap fasilitas tambahan memiliki peringkat yang berbeda sehingga memiliki perbedaan tingkat keperluan.

Nilai Friedman dapat didekati dengan menggunakan nilai Chi-Squar )

dengan rumus (Santoso, 2001) :

dimana:

= Nilai dari hasil uji Friedman = Jumlah responden

k = Jumlah variabel yang akan diuji (atribut tambahan) Rj = Jumlah ranking tiap variabel

Kriteria untuk Analisis Varian Ranking Dua Arah Friedman, yaitu: jika nilai > , maka kesimpulan yang akan diperoleh adalah tolak Ho.

Hal tersebut berarti terdapat perbedaan tingkat keperluan atau kebutuhan diantara fasilitas tambahan.

Untuk lebih mengetahui perbedaan yang nyata diantara variabel-variabel tersebut dilakukan Uji Perbandingan Berganda untuk uji Friedman (Santoso, 2001).

Kriteria uji untuk uji perbandingan berganda untuk uji Friedman ini yaitu: jika nilai sebelah kiri lebih besar daripada nilai dari sisi sebelah kanan

, berarti diantara dua variabel tersebut benar-benar terdapat

perbedaan yang nyata.

Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah

(50)

memprediksi dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto secara keseluruhan, dilihat dari aspek fisik, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan.

Arahan Strategi Pengembangan Kawasan

Untuk menentukan arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, dilakukan dengan Analisis SWOT (Strength-Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu usaha. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

Menurut Ulrike (2006), ancaman dalam lingkungan eksternal dan perubahan dalam pasar industri telah menantang organisasi pemasaran tujuan wisata untuk berubah secara fundamental. Respon-respon strategis terhadap pembangunan-pembangunan ini pada intinya merupakan keputusan untuk membentuk secara proaktif, beradaptasi atau secara pasif berjuang melawan krisis. Memprediksi masa depan pariwisata dan memeriksa cara-cara yang mungkin untuk mencapai berbagai skenario masa depan, merupakan latihan penting dalam proses menentukan pendekatan strategis untuk diadopsi. Sebagai respon atas peningkatan kebutuhan akan visi-visi baru dari masa depan pariwisata dan khususnya pemasaran tujuan wisata, yang mengarahkan para agen pemasaran tujuan wisata dari daerah pertengahan barat (Midwestern) Amerika Serikat diundang untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok besar terarah untuk membahas tantangan-tantangan spesifik yang dihadapi organisasi mereka.

(51)

Menurut Aminudin (2003), langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut:

(1). Identifikasi Kekuatan/ Kelemahan dan Peluang/Ancaman

Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi untuk mengidentifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.

(2). Analisis SWOT dan Alternatif Strategi

Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis hubungan keterkaitan antar unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman untuk memperoleh alternatif strategi (S-O, S-T, W-O, W-T).

Untuk mendapatkan prioritas strategi, maka dilakukan pemberian bobot (nilai) berdasarkan tingkat kepentingan (Tabel 3). Bobot yang diberikan berkisar antar 1-5. 1 untuk bobot sangat tidak penting, 2 untuk bobot tidak penting, 3 untuk bobot cukup penting, 4 untuk bobot penting, dan 5 untuk bobot sangat penting. Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif strategi (S-O, S-T, W-O, W-T). Kemudian bobot setiap alternatif dijumlahkan untuk menghasilkan ranking dari setiap strategi. Strategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan.

Tabel 3. Pembobotan setiap unsur SWOT berdasarkan Blok Plan Resort Wisata Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto Keterangan: Nilai Bobot 5 = Sangat Penting

(52)

(3). Analisis Prioritas Strategi

Alternatif strategi pada matrik hasil SWOT (Tabel 4) dihasilkan dari Strategi S-O, yaitu menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada; Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada; Strategi S-T, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman; dan Strategi W-T, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancaman yang akan datang.

Tabel 4. Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Strategi IFAS STRENGTHS

(53)

Tabel 5. Rangking Alternatif Strategi

No Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah

Bobot Ranking

Strategi S-O S1,S2,S(n),O1,O2,O(n) 20 1

S-O 1 S-O 2

Strategi S-T S1,S2,S(n),T1,T2,T(n) 10 3

S-T 1 S-T 2

Strategi W-O W1,W2,W(n),O1,O2,O(n) 15 2

W-O 1 W-O 2

Strategi W-T W1,W2,W(n),T1,T2,O(n) 5 4

W-T 1 W-T 2

(54)
(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah

Kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Barangin dan Talawi Kota Sawahlunto dengan luas kawasan sekitar 4 km2 atau 400 hektar. Secara geografis wilayah penelitian terletak 0°36’30” – 0° 39’00” Lintang Selatan dan 100°43’30” – 100°46’30” Bujur Timur.

Batas-batas fisik dari wilayah penelitian adalah sebagai berikut:

- sebelah Utara berbatasan dengan Batang (sungai) Ombilin dan Batang Malakutan;

- sebelah Timur berbatasan dengan Batang Ombilin dan Jalan Propinsi Sawahlunto-Batusangkar;

- sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Propinsi Sawahlunto-Batusangkar dan Jalan Kota Santur-Talawi; dan

- sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Kota Santur-Talawi dan Batang Malakutan.

Kemudian secara administrasi wilayah penelitian merupakan bagian dari 5 (lima) desa yaitu Desa Kolok Mudik dan Desa Kolok Nan Tuo di Kecamatan Barangin serta Desa Salak, Desa Sijantang Koto, dan Desa Sikalang di Kecamatan Talawi. Lebih rinci mengenai desa, kecamatan, dan luas wilayah yang termasuk dalam wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas wilayah penelitian

No Desa Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Administrasi Penelitian 1. Kolok Mudik Barangin 1.125,62 95,15 2. Kolok Nan Tuo Barangin 1.406,74 0,63 3. Salak Talawi 641,78 55,49 4. Sijantang Koto Talawi 413,10 170,49 5. Sikalang Talawi 260,89 78,24

Jumlah 6.339,19 400,00

Gambar

Gambar 1.  Sustainable Tourism.
Gambar 2.  Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata.
Gambar 3.  Kerangka Pendekatan Studi.
Gambar 4.  Peta Lokasi Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aastatel 2005–2011 läbis Eestis kehavälise viljastamise protseduuri 4445 naist, kelle protseduuride ja ravimite eest tasuti Eesti Haigekassa eelarvest ja riigieelar- vest..

DENGAN BEEDOTNET WCMS, DIBANDING MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN WEB...102 GAMBAR 4.28DIAGRAM PERSENTASE KEMUDAHAN PROSES UPDATE PADA WEBSITE DENGAN BEEDOTNET WCMS...103

Penelitian ini membahas tentang kondisi tata kelola teknologi informasi di PT.Prudential Indonesia khususnya pada kantor keagenan Prufutureteam yang memiliki total 21

Nilai paramater yang diinput ke dalam program HEC-HMS untuk proses verifikasi ialah nilai yang paling optimal ( optimized value ) dari kalibrasi untuk

Adapun metode Qiyas adalah menganalogkan yang bukan manqu/ (diriwayatkan) kepada yang manqiil (diriwayatkan) jika yang dianalogkan tersebut memiliki kesamaaan. Sedangkan

Penyelenggaraan program pengabdian berbasis riset dengan judul pengembangan Islamic entrepreneurship model (IEM) berbasis kearifan lokal berdaya saing bertujuan; (1)

Menurut Zamroni dan Umiarso kepemimpinan yang efektif dalam mengatur proses kepemimpinan pendidikan yang efektif dalam harus mampu memproduk peserta didik dengan

governance dalam pengelolaan zakat saja sedangkan penelitian sekarang yaitu menekankan pada penerapan pengelolaan zakat di BAZNAS Kota. Mojokerto dalam perspektif