• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biosensor Antioksidan menggunakan Ekstrak Protein dari Bakteri Deinococcus radiodurans Terimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biosensor Antioksidan menggunakan Ekstrak Protein dari Bakteri Deinococcus radiodurans Terimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN EKSTRAK

PROTEIN DARI BAKTERI

Deinococcus radiodurans

TERIMOBILISASI PADA NANOPARTIKEL ZEOLIT

IMAS EVA WIJAYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biosensor Antioksidan menggunakan Ekstrak Protein dari Bakteri Deinococcus radiodurans

Terimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Imas Eva Wijayanti

(4)

RINGKASAN

IMAS EVA WIJAYANTI. Biosensor Antioksidan menggunakan Ekstrak Protein dari Bakteri Deinococcus radiodurans Terimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI, NOVIK NURHIDAYAT, dan DEDEN SAPRUDIN.

Senyawa antioksidan eksogen dibutuhkan pada berbagai bidang, seperti kesehatan manusia, industri makanan, dan farmasi. Saat ini, banyak penawaran yang menyatakan suatu produk mempunyai kandungan antioksidan, sehingga dibutuhkan metode yang tepat untuk mengukur sifat-sifat antioksidan pada berbagai jenis produk ini. Metode yang umum digunakan untuk penentuan sifat antioksidan adalah dengan spektrofotometri. Walaupun metode ini memiliki keakuratan yang tinggi dan dapat langsung menganalisis kandungan antioksidan, namun ia memiliki beberapa kelemahan diantaranya biaya yang relatif mahal, waktu yang lama, kurang sensitif, serta dipengaruhi oleh kekeruhan. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang lebih mudah, cepat, dan sensitif dalam penentuan kapasitas antioksidan. Biosensor elektrokimia menjadi salah satu alternatif yang ditawarkan untuk dapat mengatasi berbagai kelemahan metode spektrofotometri.

(5)

Penelitian ini menunjukkan bahwa elektrode ekstrak kasar SOD dari bakteri

D. radiodurans dengan imobilisasi NPZ memiliki kinerja yang lebih tinggi terhadap radikal bebas superoksida (O2-.) daripada ketiga elektrode lainnya. Hal

ini ditunjukkan dengan stabilitas daya simpan sampai pada jam ke-8 pada elektrode ekstrak kasar SOD dari bakteri D. radiodurans mencapai 58.93%. Sedangkan elektrode enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ, elektrode ekstrak kasar SOD dan elektrode enzim murni SOD tanpa imobilisasi berturut-turut tersisa 50.43%, 36.77%, dan 25.99%. Elektrode ekstrak kasar dan enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ juga menunjukkan akurasi yang baik dengan nilai standar deviasi (SD) sebesar 0.0492 untuk elektrode ekstrak kasar terimobilisasi pada NPZ dan 0.0335 untuk elektrode enzim murni terimobilisasi pada NPZ. Sedangkan elektrode yang tidak diimobilisasi untuk elektrode ekstrak kasar dan enzim murni memiliki standar deviasi yang lebih besar yaitu 0.0921 dan 0.0593.

Pengukuran limit deteksi menunjukkan nilai yang cukup rendah untuk masing-masing elektrode. Limit deteksi yang diperoleh untuk elektrode ekstrak kasar dan enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ secara berturut-turut

adalah 0.5 μM dan 1.49 μM. Sedangkan untuk elektrode ekstrak kasar dan enzim murni SOD tanpa terimobilisasi pada NPZ berturut-turut adalah 1.92 μM dan 1.73

μM. Untuk semua pengukuran ini, digunakan rentang konsentrasi Xantina dari 1-7

μM. Pada rentang ini, nilai regresi (R2) untuk elektrode ekstrak kasar SOD dengan imobilisasi NPZ adalah sebesar 0.9919. Sedangkan untuk elektrode enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ, ekstrak kasar SOD dan enzim murni SOD tanpa imobilisasi pada NPZ masing-masing memiliki nilai regresi sebesar 0.982, 0.956, dan 0.9237. Dengan berdasarkan nilai regresi yang tinggi, maka sensitivitas elektrode terdapat pada rentang konsentrasi 1-7 μM adalah sebesar 0.278 AM-1. Daerah kerja yang linier, limit deteksi yang rendah, serta stabilitas, sensitivitas, dan akurasi yang tinggi menunjukkan bahwa elektrode ekstrak kasar SOD yang terimobilisasi pada NPZ dapat dijadikan alternatif pada aplikasi biosensor di masa depan yang lebih murah dan akurat.

(6)

SUMMARY

IMAS EVA WIJAYANTI. Antioxidant Biosensors using Protein Extract of Immobilized Bacterium Deinococcus radiodurans on Zeolite Nanoparticles. Supervised by DYAH ISWANTINI, NOVIK NURHIDAYAT, and DEDEN SAPRUDIN.

Exogenous antioxidant compounds required in various fields, such as human health, food industry, and pharmaceutical. Nowadays, many states offer a product that has antioxidants, so it takes the proper method to measure the properties of antioxidant from various types of products. A common method to determinate the antioxidant properties is by spectrophotometry methods. Although this method has high accuracy and can be analyzed the antioxidant content directly, but it has several drawbacks, there are its relatively high cost, long time of analysis, less of sensitivity, and could be affected by turbidity. Therefore, it takes an easier method, more rapid, and more sensitive for the determination of antioxidant capacity. Electrochemical biosensor is an alternative methods that can be used to overcome the weaknesses of spectrophotometric methods.

Biosensors antioxidants have been extensively developed widely for measuring antioxidant capacity. Biosensor antioxidants performance continues to produce biosensors with improved activity and stability are the better. The key factor of success in the development of biosensors based antioxidant enzymes is the use of precision engineering and immobilization matrix so that the exploration of materials which can be used as an immobilization matrix could be continued. The purpose of this study is to determine the analytical performance of the biosensor enzymes superoxide dismutase extract (SOD) from Deinococcus radiodurans bacterium (D. radiodurans) immobilized on zeolite nanoparticles (NPZ) electrochemically. As a comparison, pure SOD enzyme from bovine erythrocytes was used. This study consisted of several steps of experiments, that is: activation and NPZ manufacture, cultivation and extraction of D. radiodurans

cells, immobilization of enzymes, and electrochemical measurements for the determination of analytical performance. Four electrodes used for comparison, there are SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans

(7)

This study shows that SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium

D. radiodurans which were immobilized on NPZ has higher performance against

superoxide free radicals (O2-.) than any other electrodes. It was showed by the

stability of the power - save up to 8 hours on a crude extract SOD which were immobilized on NPZ electrode remaining, which was 58.93%. While the pure SOD enzyme which were immobilized on NPZ electrode, SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans without immobilization NPZ, and pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte without immobilization NPZ only remaining 50.43%, 36.77%, and 25.99% respectively. SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans and pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte which were immobilized on NPZ also showed good accuracy with standard deviation (SD) of 0.0492 and 0.0335. While SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans and pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte without immobilitation on NPZ are 0.921 and 0.0593.

Measurements showed that each electrode has low enough value of detection limit. Limit of detection obtained for SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans and pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte which were immobilized on the NPZ are 0.5 μM and 1.49 μM. While SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans and pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte without immobilization on NPZ are 1.92

μM and 1.73 μM. For all these measurements, xanthine concentration was in range of 1-7 μM. In this range, the value of regression (R2) for the SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radioduransis 0.9919. While for pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte which were immobilized on NPZ, SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans, and pure SOD enzyme electrode of bovine erythrocyte without immobilized on NPZ show regression value of 0.982, 0.956, and 0.9237. With a high value based regression, the sensitivity of electrodes are in the range of 1-7 μM concentration. Linear working area, low limit of detection, as well as stability, sensitivity, and high accuracy indicates that the SOD enzyme electrode from crude extract of bacterium D. radiodurans which were immobilized on the NPZ can be an alternative to the application of biosensors in the future cheaper and accurate which were not only more accurate but also unexpensive.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kimia

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN EKSTRAK

PROTEIN DARI BAKTERI

Deinococcus radiodurans

TERIMOBILISASI PADA NANOPARTIKEL ZEOLIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

xi

Judul Tesis : Biosensor Antioksidan menggunakan Ekstrak Protein dari Bakteri

Deinococcus radiodurans Terimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit

Nama : Imas Eva Wijayanti

NIM : G451120041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr Ketua

Novik Nurhidayat, PhD Anggota

Dr Deden Saprudin, MSi Anggota Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kimia

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

xiii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah tentang pemanfaatan biodiversitas untuk biosensor, dengan judul Biosensor Antioksidan menggunakan Ekstrak Protein dari Bakteri Deinococcus radiodurans

Terimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Dyah Iswanti Pradono, MScAgr, Bapak Novik Nurhidayat PhD, dan Bapak Dr Deden Saprudin, MSi selaku pembimbing. Juga kepada Bapak Dr Akhiruddin Maddu, MSi dan Ibu Sri Sugiarti, PhD sebagai penguji yang telah memberi banyak saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Fisik IPB (Bapak Ismail dan Ibu Ai Siti Jamilah), Laboratorium Bersama Kimia IPB (Bapak Wawan dan Mas Eko Firmansyah), Laboratorium Genetika LIPI Cibinong (Ibu Neri, Teh Ratih, dan Bapak Acun), dan Laboratorium Fisika Puspitek LIPI Serpong (Bapak Agus Sukarto, PhD) yang telah membantu selama penelitian. Tak lupa pula, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kakak-kakak dan teman-teman Pascasarjana Kimia (Mbak Dhilah, Kak Titi, Mbak Nurul, Kak Bekti, Fathur, Mbak Dewi, Dhian, Damay, dan Aji), dan S1 Kimia grup riset biosensor (Waskito Aji, Fahrul, dan Royhan) atas masukan, saran dan motivasi yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu, serta seluruh keluarga tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 METODE 3

Alat 3

Bahan 3

Lingkup kerja 4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Biosensor Antioksidan 7

Pengondisian dan Pembuatan Nanopartikel Zeolit 8

Penumbuhan Sel D. radiodurans dan Ekstraksi SOD 12

Imobilisasi Ekstrak Protein SOD dalam NPZ 13

Pengukuran Elektrokimia 15

Optimasi Nanopartikel Zeolit sebagai Matriks Imobilisasi 17

Penentuan Stabilitas Elektrode 21

Penentuan Sensitivitas dan Linieritas Elektrode 22

Penentuan Limit Deteksi Pengukuran 23

Penentuan Keterulangan Pengukuran 23

4 SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUTAKA 25

LAMPIRAN 29

(16)

DAFTAR TABEL

1 Estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada

elektrode ekstrak protein SOD dari D. radiodurans 18

2 Estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada

elektrode enzim SOD dari eritrosit sapi 19

3 Kondisi optimum untuk ekstrak kasar dan enzim murni SOD 20

4 Keterulangan pengukuran dari berbagai elektrode 24

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian secara umum 29

2 Optimasi variabel bebas pada elektrode enzim murni SOD dari

eritrosit sapi yang terimobilisasi pada NPZ 31

3 Optimasi variabel bebas pada elektrode ekstrak kasar protein

SOD dari D. radiodurans yang terimobilisasi pada NPZ 32

4 Stabilitas daya simpan biosensor antioksidan 33

5 Sensitivitas elektrode biosensor antioksidan 34

6 Limit deteksi elektrode biosensor antioksidan 35

7 Keterulangan elektrode biosensor antioksidan 37

1 Cara kerja nanobiosensor 8

2 Struktur zeolit 9

3 Sebaran diameter partikel nanozeolit 10

4 Hasil pemindaian SEM nanopartikel zeolit 11

5 Situs aktif pada Enzim Superoksida Dismutase (SOD) 12

6 Interaksi enzim SOD dengan radikal superoksida (O2-.) 14

7 Proses transfer dari reaksi enzimatis SOD terimobilisasi dalam NPZ ke permukaan elektrode pasta karbon yang

dimediasi oleh ferosen 15

8 Voltammogram siklik enzim murni dan ekstrak kasar SOD

yang terimobilisasi dan yang tidak terimobilisasi pada NPZ 17 9 Kontur konsentrasi NPZ versus konsentrasi ekstrak kasar

SOD 18

10 Kontur konsentrasi NPZ versus konsentrasi enzim murni SOD 19 11 Struktur enzim SOD yang diekstrak dari bakteri D.

radiodurans dan enzim SOD dari eritrosit sapi 20

12 Diagram aktivitas relatif versus waktu elektrode biosensor

antioksidan 21

13 Grafik linieritas elektrode ekstrak kasar protein SOD dan enzim murni SOD yang terimobilisasi dan yang tanpa

(17)

1 PENDAHULUAN

Adanya fenomena gaya hidup, stres, dan radikal bebas akan mengakibatkan berbagai penyakit degeneratif. Spesi oksigen reaktif (ROS), termasuk radikal bebas akan memicu kerusakan pada tingkat organ yang akan menyebabkan penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes, dan gejala penuaan dini jika radikal bebas pada oksigen berpasangan dengan elektron dari sel manusia yang sehat (Devasagayam et al. 2004). Antioksidan diperlukan tubuh untuk melawan radikal bebas. Tubuh manusia memiliki antioksidan endogen yaitu enzim katalase, peroksidase, Superoksida Dismutase (SOD), dan glutationa S-transferase. Namun antioksidan endogen ini perlu juga dibantu dari luar (eksogen). Senyawa antioksidan eksogen dibutuhkan pada berbagai bidang, seperti kesehatan manusia, industri makanan, dan farmasi (Lindley 1998). Saat ini begitu banyak penawaran yang menyatakan suatu produk mempunyai kandungan antioksidan, sehingga dibutuhkan metode yang tepat untuk mengukur sifat-sifat antioksidan pada berbagai jenis produk ini.

Kapasitas antioksidan adalah kemampuan suatu komponen atau bahan dalam mengukur sifat-sifat senyawa penangkal reaksi oksidasi. Metode yang umum digunakan untuk penentuan kapasitas antioksidan adalah dengan spektrofotometri (Khalaf et al. 2008). Meskipun metode ini akurat, namun ia memiliki beberapa kelemahan diantaranya biaya yang relatif mahal karena menggunakan bahan kimia yang bermacam-macam dalam jumlah banyak, waktu yang lama karena membutuhkan preparasi sampel, kurang sensitif terutama dalam menguji sampel berwarna, serta dipengaruhi oleh kekeruhan. Pengukuran antioksidan menggunakan metode spektrofotometeri juga seringkali terkendala terhadap preparasi sampel, contohnya preparasi ABTS dan FRAP yang sangat sensitif terhadap cahaya. Selain itu, pembentukan ABTS.- memerlukan waktu inkubasi selama 12-16 jam dalam kondisi gelap (Tawaha et al. 2007).

Selain terkendala masalah preparasi sampel, pengukuran kapasitas antioksidan yang umum dilakukan juga memerlukan peralatan yang mahal, misalnya metode ORAC-FL (Thaipong et al. 2006). Kromatografi juga telah digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan golongan polifenol dari ekstrak teh hijau. Kapasitas antioksidan dari jeruk Irlandia dan sayuran sisa olahan produk telah ditentukan oleh Wijngaard et al. (2009) dengan menggunakan HPLC-DAAD, namun penggunaan HPLC dalam mengukur kapasitas antioksidan memerlukan preparasi sampel dan waktu pendeteksian yang lama. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang lebih mudah, akurat, cepat, dan sensitif dalam penentuan kapasitas antioksidan.

(18)

dahulu (Mello & Kubota 2007). Perkembangan biosensor elektrokimia saat ini menjadi semakin pesat karena dapat menganalisis pada tingkat renik dan selektif, sehingga telah banyak diterapkan dalam bidang elektroanalisis, bidang kesehatan, makanan, obat-obatan, dan lingkungan.

Mello dan Kubota (2007) telah melakukan penelitian untuk mendapatkan biosensor antioksidan berbasis enzim lakase, peroksidase, dan tirosinase. Biosensor berbasis enzim SOD telah terbukti dapat mengukur kapasitas antioksidan pada minyak zaitun (Coban 2008). Namun, salah satu kelemahan biosensor berbasis enzim adalah penggunaan enzim sebagai pengenal hayati yang memiliki harga mahal, sehingga salah satu solusi yang ditempuh adalah penggunaan mikroba yang dapat menghasilkan enzim. Prieto-Simon et al. (2008) telah mengembangkan biosensor berbasis enzim Superoksida Dismutase (SOD) yang menunjukkan performa lebih menjanjikan daripada sitokrom c. Iswantini et al. (2011) telah mengembangkan biosensor glukosa menggunakan bakteri asal Indonesia sebagai pengganti enzim murni. Biosensor berbasis bakteri E. coli yang diimobilisasi di atas permukaan elektrode pasta karbon ini dapat mendeteksi konsentrasi glukosa sampai 20 mM. Yuan et al. (2007) menyatakan bahwa bakteri

Deinococcus radiodurans adalah salah satu bakteri yang dapat menghasilkan enzim SOD. Bakteri ini memiliki sistem antioksidan yang tinggi, sehingga berpotensi sebagai pengenal hayati pada biosensor antioksidan (Trivadilla 2011). Biosensor antioksidan berbasis SOD dari ekstrak protein Deinococcus radiodurans ternyata menghasilkan afinitas enzim substrat yang tinggi daripada SOD murni (Iswantini et al. 2013).

Enzim SOD memiliki stabilitas yang rendah sehingga perlu diimobilisasi pada suatu matriks agar stabilitasnya meningkat. Berberich et al. (2005) menyatakan bahwa enzim yang diimobilisasi pada polimer memiliki stabilitas yang signifikan hingga lebih dari 30 hari pada suhu 37 oC. Goriushkina et al.

(2010) juga menyatakan bahwa biosensor berbasis enzim glukosa oksidase (GOD) yang diimobilisasi dengan zeolit lebih selektif. Penelitian mengenai biosensor yang pengembangannya dilakukan ke arah nanomaterial diduga dapat menghasilkan sensitivitas yang tinggi, stabilitas, dan efektivitas secara jangka panjang (Di et al. 2007). Dalam penelitiannya, Mateo et al. (2007) menyatakan bahwa metode yang dapat digunakan untuk menjaga stabilitas enzim adalah dengan melakukan imobilisasi pada nanomaterial. Tujuan material matriks dibuat dalam ukuran nanometer adalah karena jika semakin kecil ukuran partikel maka interaksi antara pengisi dan matriks semakin tinggi (Kohls & Beaucage 2010).

Weniarti (2011) telah melakukan penelitian mengenai pembuatan biosensor berbasis ekstrak SOD dari Deinococcus radiodurans yang diimobilisasi pada nanokomposit zeolit. Pada penelitian ini, Km enzim SOD lebih kecil daripada nilai

Km ekstrak kasar SOD, hal ini menunjukkan afinitas ekstrak kasar enzim SOD

lebih rendah dibandingkan dengan enzim SOD. Nilai Km merupakan ukuran kuat

dan rendahnya enzim mengikat substrat. Jika Km kecil, enzim mengikat substrat

dengan kuat sehingga dengan substrat yang rendah cukup untuk menjenuhkan enzim. Sebaliknya, jika Km besar maka enzim tidak mengikat dengan kuat substrat

(19)

Keberadaan nanokomposit zeolit dapat berpotensi sebagai material pendukung untuk biosensor antioksidan berbasis SOD.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari Weniarti (2011) yang menggunakan matriks dalam ukuran nanometer, namun dalam bentuk komposit yaitu matriks yang tersusun dari kombinasi dua atau lebih material yang berbeda. Berdasarkan pada penelitian Zhou et al. (2007), nanopartikel zeolit sebagai matriks imobilisasi pada enzim tirosinase, ternyata biosensor memiliki stabilitas yang tinggi. Nanopartikel zeolit juga telah berhasil digunakan sebagai matriks imobilisasi enzim GDH dalam meningkatkan aktivitas enzim GDH yang ditunjukkan dengan puncak arus oksidasi yang tinggi (Fadhillah 2013).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kinerja analitik biosensor antioksidan, seperti stabilitas, sensitivitas, linieritas, limit deteksi, dan keterulangan pengukuran dengan menggunakan zeolit dalam bentuk ukuran nanopartikel sebagai matriks imobilisasi. Dari berbagai parameter ini, diharapkan diperoleh prototype suatu model biosensor antioksidan dengan imobilisasi pada material nano dari zeolit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara khusus akan menggunakan zeolit dalam bentuk ukuran nanometer sebagai matriks imobilisasi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja analitiknya. Selain itu, pada penelitian ini juga memperhitungkan kinerja analitik seperti limit deteksi, sensitivitas, linieritas, stabilitas, dan keterulangan pengukuran yang dibutuhkan untuk dapat membuat prototype dari suatu model alat biosensor. Dari berbagai parameter ini, diharapkan penentuan kapasitas antioksidan menggunakan nanobiosensor berbasis ekstrak SOD dari bakteri D. radiodurans ini dapat diawali dan terus dikembangkan.

2 METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah eDAQ Potensiostat– Galvanostat yang dilengkapi perangkat lunak Echem v2.1.0 dengan sistem 3 elektrode (elektrode Ag/AgCl sebagai electrode pembanding, elektrode pasta karbon sebagai elektrode kerja, dan elektrode platina sebagai elektrode bantu),

(20)

Centrifuge KUBOTA 6500, autoklaf, Ultrasonic Homogenizer UH-150,

Spektroscopy UV-Pharmaspec 1700, pipet mikro, batang gelas, sel elektrokimia serta alat-alat gelas lainnya. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim murni SOD dari eritrosit sapi (Sigma Chemical Co), sel bakteri

Deinococcus radiodurans, zeolit alam dari Bayah, media untuk pertumbuhan bakteri Deinococcus radiodurans, grafit, ferosen, parafin cair, dimetil sulfoksida (DMSO), bufer fosfat, membran dialisis, xantina oksidase, xantina, dan amonium serium sulfat.

Lingkup Kerja

Penelitian terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah peningkatan kualitas biosensor yang telah diperoleh sebelumnya menggunakan matriks imobilisasi nanopartikel zeolit sehingga dapat ditingkatkan aktivitasnya. Tahap kedua adalah penentuan aktivitas ekstrak protein SOD dari bakteri Deinococcus radiodurans

yang terimobilisasi pada nanopartikel zeolit untuk menentukan mekanisme kerja biosensor berdasarkan pada kinerja analitiknya yaitu stabilitas dan sensitivitas elektrode, serta linieritas, keterulangan, dan limit deteksi pengukuran.

Pembuatan Elektrode Pasta Karbon (Mirel et al. 1998)

Elektrode pasta karbon dibuat dari campuran grafit dan parafin cair 2:1. Grafit dicampur dengan parafin cair hingga membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga memadat sampai ke permukaan kaca. Permukaan kaca elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan ampelas dan kertas minyak.

Pembuatan Nanopartikel Zeolit (Wahyudi et al. 2010)

Sebanyak 50 gram zeolit Bayah diaktivasi dengan menambahkan 250 mL HCl 3 M ke dalam gelas piala dan diaduk selama 1 jam. Zeolit yang telah diaktivasi disaring, kemudian dicuci dengan akuades sampai pH netral. Larutan hasil saringan diuji kandungan klorin dengan AgNO3 dan dicuci

kembali dengan akuades sampai tidak mengandung klorin. Setelah pH netral dan bebas klorin, zeolit dikeringkan pada suhu 300 oC selama 3 jam. Zeolit yang telah dikondisikan kemudian digerus dengan alat planetary ball milling

(PBM) secara basah (wet milling) menggunakan metanol dan amonium serium sulfat 5% selama 10 jam. Hasil yang diperoleh kemudian diultrasonikasi selama 30 menit pada amplitudo 40%, ditentukan kapasitas tukar kation (KTK), dan diukur ukuran partikelnya dengan Particle Size Analyzer (PSA). Untuk melihat morfologi struktur zeolit yang sudah dibuat nanopartikel, maka dilakukan

Scanning Electron Microscope (SEM).

Penumbuhan Sel dan Ekstraksi SOD dari D. radiodurans (Chou& Tan 1991)

D. radiodurans dari kultur murni ditumbuhkan pada media yang

(21)

diinkubasi pada 30 oC dan panjang gelombang 600 nm. Sebelum sel dipanen, diukur terlebih dahulu pada fase logaritmik awal untuk memudahkan ekstraksi pada nilai OD (Optical Density) 0.5-0.6. Selanjutnya sel dipanen dengan sentrifugasi 7000 x G, 4 oC selama 10 menit untuk memisahkan sel mikrob dengan media. Selanjutnya sel (pelet) dicuci sebanyak 3 kali ulangan dengan menggunakan bufer fosfat pH 9.0 dan disuspensikan kembali dalam larutan bufer fosfat pH 9.0. Suspensi sel disonikasi 75 – W untuk melisis sel mikrob selama 6 menit, yaitu 3 x 2 menit dan diantara sonikasi ini didiamkan terlebih dahulu selama 1 menit. Selama sonikasi suspensi sel didinginkan dalam penangas es. Sel disentrifugasi 10.000 x G, 4 oC selama 30 menit untuk memisahkan supernatan dengan pellet. Ekstrak kasar (crude extract) protein berada di supernatan. Ekstrak sitoplasma hasil dialisis selanjutnya diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 260 dan 280 nm untuk mengetahui konsentrasi ekstrak protein SOD.

Imobilisasi Ekstrak Protein SOD dalam NPZ (Ikeda et al. 1998)

Matriks nanopartikel zeolit yang digunakan dibuat bervariasi 225 mg, 185 mg, 125 mg, 65 mg, dan 25 mg dicampurkan dengan 10 mL akuades sehingga membentuk suspensi. Sebanyak 20 μL ekstrak kasar SOD dalam bufer fosfat pH 9 dicampur dengan 10 μL suspensi zeolit, didiamkan 10 menit, kemudian diteteskan sebanyak 10 µ L pada permukaan elektrode, didiamkan hingga pelarutnya menguap. Selanjutnya permukaan elektrode dilapisi dengan membran dialisis, ditutup dengan jaring nilon, dan diikat dengan parafilm. Elektrode dapat langsung digunakan untuk pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak SOD dengan metode voltammetri siklik. Elektrode direndam dalam bufer fosfat pH 9 pada suhu 4 ºC ketika tidak digunakan untuk memberikan keadaan yang sama dengan lingkungan sebenarnya. Imobilisasi ini juga dilakukan terhadap enzim SOD murni.

Pengukuran Elektrokimia

Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer beserta perangkat lunak pengolah data Echem v2.1.0. Elektrode yang digunakan yaitu elektroda Ag/AgCl, platina dan elektrode pasta karbon berturut-turut sebagai elektroda rujukan, pembantu dan kerja. Parameter pengukuran diatur sebagai berikut:

Mode : Cyclic

(22)

U/mL dan 1 mL xantina 2.1 mM ke dalam sel elektrokimia. Setiap penambahan satu larutan ke dalam sel elektrokimia, perubahan arus yang terjadi diamati hingga mencapai arus keadaan tunak secara runut.

Optimasi Nanopartikel Zeolit sebagai Matriks Imobilisasi

Optimasi yang dilakukan adalah dengan kombinasi pada variabel pH (7-11), konsentrasi ekstrak SOD (1250-2000 μg/mL), enzim SOD (1-5 U/mL), dan konsentrasi nanopartikel zeolit (25-225 mg/10 mL). Metode yang digunakan untuk pengoptimuman aktivitas SOD adalah Response Surface Method. Setelah dilakukan optimasi, kemudian dilakukan pengukuran parameter analitiknya.

Penentuan Sensitivitas Elektrode (Harvey 2000)

Sensitivitas adalah ukuran seberapa baik elektrode mengukur ion utama dalam bentuk sekelumit. Digunakan konsentrasi xantina diperoleh persamaan sehingga menyatakan konsentrasi xantina terendah yang masih dapat terukur oleh elektrode. Rentang konsentrasi Xantina yang dipakai adalah dari 1-7 μM.

Penentuan Stabilitas Elektrode (Harvey 2000)

Stabilitas elektrode ditentukan dari pengukuran aktivitas enzim SOD setelah didapatkan kondisi optimum. Nilai aktivitas yang diperoleh pada pengukuran awal dianggap 100%. Aktivitas diukur ulang pada setiap waktu tertentu dan aktivitas yang tersisa.

Penentuan konsentrasi linier ditetapkan melalui pengukuran enzim SOD pada kondisi optimum elektrode dan parameter instrumen pada berbagai rentang konsentrasi. Linieritas dan daerah kerja diperoleh dari interpretasi kurva kalibrasi. Konsentrasi yang memberikan hubungan linier adalah rentang konsentrasi kerja elektrode. Hubungan yang linier dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang mengikuti persamaan:

Dengan xi adalah konsentrasi enzim SOD ke-i,x¯ adalah konsentrasi rata-rata

enzim SOD, yi adalah arus puncak yang terukur pada konsentrasi enzim SOD ke-i

(23)

Penentuan Limit Deteksi Pengukuran (Harvey 2000)

Limit deteksi ditentukan dengan melakukan pengukuran terhadap enzim SOD dalam larutan elektrolit pendukung dengan rentang konsentrasi terkecil. Limit deteksi (LD) dihitung dengan persamaan:

LD=

Keterulangan pengukuran ditentukan dengan melakukan pengukuran pada enzim SOD pada konsentrasi optimum selama 10 kali, kemudian dihitung simpangan baku (SB) menggunakan persamaan berikut:

Persen koefisien variasi (% KV) yang menunjukkan kesalahan pengukuran arus dihitung dengan persamaan berikut:

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Biosensor Antioksidan

(24)

Biosensor terdiri dari dua bagian utama, yaitu komponen pengenal hayati dan transduser. Komponen pengenal hayati biosensor berinteraksi secara interaktif terhadap analat target untuk memastikan selektivitas dari sensor. Sedangkan transduser mengubah respon hayati yang dihasilkan dari interaksi dengan analat target menjadi sinyal yang dapat diukur, tranduser menentukan kepekaan biosensor (Castillo et al. 2004). Perkembangan biosensor dibagi menjadi tiga generasi, yaitu generasi pertama, generasi kedua, dan generasi ketiga. Biosensor generasi pertama melibatkan oksigen dalam pengukuran. Reaksi redoks yang terjadi melibatkan oksigen dan enzim-enzim yang terlibat diantaranya adalah oksigenase dan oksidase. Kelemahan dari biosensor generasi pertama adalah data yang dihasilkan tidak akurat karena pengaruh oksigen bebas dari lingkungan. Biosensor generasi kedua merupakan generasi biosensor yang menggunakan mediator untuk menghubungkan reaksi oksidasi substrat dengan elektrode. Sedangkan biosensor generasi ketiga mulai meningkatkan integrasi mediator dengan elektroda (Liu & Wang 2000). Cara kerja biosensor diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Cara kerja biosensor

Perancangan biosensor yang lebih inovatif terus dilakukan karena memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat digunakan secara berulang, daya variasi kurang tinggi, waktu respon yang relatif rendah, rentang linier sempit, sensitivitas rendah, kurang stabil, serta presisi dan deteksi yang masih rendah (Wang et al.

2008). Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, saat ini sedang dikembangkan biosensor menggunakan matriks, dalam hal ini matriks yang banyak digunakan adalah berbasis zeolit berukuran nanometer sehingga diperoleh nanobiosensor. Nanobiosensor adalah biosensor yang menggabungkan komponen biologis dan detektor fisikokimia dengan matriks pengimobilisasi pada skala nanometer.

Pengondisian dan Pembuatan Nanopartikel Zeolit

(25)

adalah bilangan bulat, y/x sebanding atau lebih besar dari 1, n adalah valensi logam M, z adalah jumlah molekul air dalam masing-masing unit, x dan y adalah masing-masing jumlah alumina dan silika (Tang 2003). Zeolit yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Bayah dan termasuk ke dalam jenis klinoptilolit. Penggunaan zeolit untuk modifikasi elektrode pasta karbon telah dilakukan Goriushkina et al. (2010) menggunakan zeolit untuk imobilisasi glukosa oksidase, dan Balal et al. (2009) menggunakan zeolit untuk modifikasi elektrode pasta karbon yang digunakan untuk mengukur kadar dopamin dan triptofan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit, akan menghasilkan arus yang lebih tinggi dan memiliki stabilitas yang baik dalam percobaan berulang-ulang dan membuat pengukuran menjadi lebih sensitif dan selektif. Contoh struktur zeolit disajikan pada Gambar 3 berikut:

Gambar 2 Struktur zeolit

Enzim SOD memiliki stabilitas yang rendah sehingga perlu diimobilisasi pada suatu matriks agar stabilitasnya meningkat. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan enzim adalah dengan melakukan imobilisasi pada material yang memiliki pori dan untuk meningkatkan selektivitas dapat digunakan nanomaterial (Mateo et al. 2007).

Penelitian yang telah dilakukan Weniarti (2011) digunakan matriks pengimobilisasi berupa material komposit, yaitu matriks yang tersusun dari kombinasi dua atau lebih material yang berbeda, dalam ukuran nanometer. Juga pada penelitian Zhou et al. (2007), yang menggunakan nanopartikel zeolit sebagai matriks imobilisasi pada enzim tirosinase, ternyata biosensor memiliki stabilitas yang tinggi. Nanopartikel zeolit juga telah berhasil digunakan sebagai matriks imobilisasi enzim GDH dalam meningkatkan aktivitas enzim GDH yang ditunjukkan dengan puncak arus oksidasi yang tinggi (Fadhillah 2013).

(26)

Zeolit yang sudah dikondisikan secara asam ini kemudian ditentukan nilai KTKnya. Setelah dikondisikan secara asam, terjadi peningkatan nilai KTK zeolit, yaitu dari 60.89 mek/100g menjadi 94.6 mek/100g. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Al Jabri (2008) yang mengondisikan zeolit secara asam. Nilai KTK yang semakin tinggi mengindikasikan zeolit semakin bersifat hidrofilik sehingga baik digunakan sebagai matriks pengimobilisasi enzim. Setelah zeolit dikondisikan, zeolit dibuat ukuran nanopartikel.

Gambar 3 Sebaran diameter partikel nanozeolit

Nanopartikel zeolit (NPZ) dibuat dengan metode top down (memperkecil material yang besar secara langsung) dengan cara penggilingan menggunakan alat Planetary Ball Milling (PBM) secara basah (wet milling) menggunakan metanol dan ammonium serium sulfat 5% sebagai grinding agent. Partikel yang dihasilkan dari proses penggilingan ini terlihat lebih halus karena pada proses penggilingan dengan alat PBM, sampel ditumbukkan dengan bola penggiling dalam botol penggiling yang diletakkan di atas pergerakan rotasi yang disebut dengan gaya Corioli. Perbedaan kecepatan antara bola dan botol penggiling menghasilkan interaksi antara gaya gesek dan tekan yang melepaskan energi dinamik yang tinggi. Perbedaan gaya inilah yang menghasilkan tingkat pengecilan ukuran yang efektif. Namun, partikel yang dihasilkan dari proses penggilingan ini masih teraglomerasi sehingga perlu diultrasonikasi agar dalam penentuan ukuran partikel diperoleh nilai yang sesungguhnya. Ultrasonikasi menghasilkan gelombang tekanan rendah dan tekanan tinggi yang saling bertukar dalam cairan, sehingga dapat memecah gumpalan dari ukuran bahan mikro dan nano (Wahyudi

et al. 2010). Setelah diultrasonikasi, partikel diukur menggunakan alat Particle Size Analyzer (PSA).

(27)

partikel-partikel zeolit yang teraglomerasi tidak terjadi secara merata. Selain itu, disebabkan oleh keterbatasan alat PSA yang digunakan. PSA yang digunakan tidak bisa mengukur sampel berbentuk padatan, sehingga zeolit dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol sebelum diukur, sementara zeolit merupakan padatan yang sulit terdispersi dalam pelarut sehingga hasil PSA memperlihatkan distribusi yang tidak seragam. Ukuran nanopartikel zeolit pada penelitian ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang diperoleh Wahyudi et al. (2010) yang berhasil mensintesis nanopartikel zeolit berdiameter sebesar 42.1 nm dan Sulistiyono (2012) yang berhasil mensintesis nanopartikel zeolit berdiameter sebesar 23 nm dengan menggunakan metode yang sama. Perbedaan hasil ini disebabkan oleh penggunaan grinding agent yang berbeda. Grinding agent

merupakan material yang memiliki sifat keras dan abrasif sehingga membantu proses penggilingan menjadi lebih efektif. Grinding agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah ammonium serium sulfat, sedangkan Wahyudi et al. (2010) menggunakan ammonium serium nitrat. Ammonium serium nitrat bersifat lebih keras dan abrasif daripada ammonium serium sulfat sehingga proses penggilingan menghasilkan partikel yang lebih kecil.

Salah satu kelemahan perlakuan ultrasonikasi karena adanya gelombang tekanan rendah dan tekanan tinggi yang saling bertukar dalam cairan, sehingga dapat memecah gumpalan dari ukuran bahan mikro dan nano. Namun hal ini dapat menyebabkan struktur partikel menjadi rusak. Oleh karenanya, dilakukan

Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui bahwa struktur tidak rusak. Gambar hasil pemindaian SEM ditampilkan pada Gambar 4 berikut menunjukkan pada NPZ terjadi penggumpalan, ada rongga untuk penjebak enzim, serta saling bertumpuk membentuk agregat. Karakter ini menunjukkan bahwa NPZ tidak mengalami kerusakan setelah diultrasonikasi.

Gambar 4 Hasil pemindaian SEM nanopartikel zeolit

Menurut Kang et al. (2006), parameter bahwa sebuah NPZ tidak mengalami kerusakan adalah dengan melihat morfologi NPZ secara keseluruhan. Ciri-ciri yang mudah dilihat adalah dengan adanya penggumpalan yang

(28)

menunjukkan bahwa sebagian NPZ masih ada yang teraglomerasi sebagai akibat tidak meratanya proses ultrasonikasi, adanya rongga pada NPZ menunjukkan bahwa NPZ dapat menjebak enzim sehingga kestabilan enzim dapat meningkat, molekul yang saling bertumpuk serta membentuk agregat. Adapun PSA dan SEM adalah instrumen yang digunakan untuk membuktikan bahwa zeolit telah berukuran nanometer. PSA untuk pengujian secara kuantitatif yang diperlihatkan dengan hasil distribusi 90% dengan diameter rata-rata sebesar 97.5 nm, sedangkan SEM untuk pengujian secara kualitatif, melihat morfologi (bentuk) kristal pada zeolit yang telah dibuat ukuran nanometer secara milling dan ultrasonik. Selain melihat morfologi kristal zeolit dengan SEM, dapat juga dilakukan analisis X-Ray Diffraction (XRD) untuk meyakinkan bahwa zeolit tidak mengalami kerusakan pada saat penggerusan di dalam PBM dan ultrasonikasi yang menggunakan suhu dan tekanan tinggi. Dengan analisis XRD, Sulistiyono (2012) pada penelitiannya membuktikan bahwa dengan perlakukan penggerusan pada PBM dan ultrasonikasi, morfologi kristal tidak mengalami kerusakan. Berdasarkan hasil perhitungan XRD terlihat bahwa proses ultrasonik menghasilkan perubahan ukuran kristal. Sebelum proses ultrasonik ukuran kristal 38 nm kemudian menjadi 17 nm untuk media aquabides, 28 nm untuk media etanol absolut dan 11 nm untuk etilen glikol. Hal ini mununjukkan pecahnya butiran akibat gelombang ultrasonik berakibat pada pecahnya kristal juga.

Penumbuhan Sel D. radiodurans dan Ekstraksi SOD

Pada berbagai penelitian, SOD memperlihatkan efek regeneratif pada jaringan yang mengalami kerusakan akibat faktor usia, penyakit, dan luka. SOD memberikan keuntungan maksimal sebagai anti aging (Lefaix, 1993). SOD mengkatalis dismutasi radikal anion superoksida menjadi hidrogen peroksida mengikuti reaksi: 2O2-. + 2H+  H2O2 + O2. Aktivitas SOD dihambat oleh H2O2

maka dalam kerjanya SOD sangat membutuhkan katalase (Rice-Evan et al. 1991). SOD banyak ditemukan pada kelenjar adrenalin, ginjal, darah, limfa, pankreas, hati, usus, ovarium, otak dan timus. SOD memiliki situs aktif berupa histidin dan asparagin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

(29)

Penggunaan enzim SOD murni dari eritrosit sapi (EC Number 1.15.1.1) dalam biosensor merupakan kendala karena harga enzim mahal. Oleh sebab itu, penggunaan bakteri penghasil SOD merupakan solusi untuk menekan biaya. SOD telah diisiolasi dari bakteri hipertermofilik dari Aquifex pyrophilus, Thermothrix sp, Rhodothermus sp, Bacillus sp. MHS47 (Areekit et al. 2011) dan Deinococcus radiophilus (Yun et al. 2004). Menurut Yuan et al. (2007), Deinococcus

radiodurans juga merupakan salah satu bakteri penghasil SOD. Bakteri

Deinococcus radiodurans termasuk dalam filum Deinococci, ordo Deinococcales,

famili Deionococcuceae, genus Deinococcus, spesies radiodurans. Bakteri ini merupakan gram positif, aerob, dan non patogen yang sangat resistan terhadap radiasi ultraviolet, ionisasi, desikasi dan ROS. Kemampuan Deinococcus radiodurans ini karena terdapat Mn-SOD dan katalase yang merupakan sistem antioksidan yang dapat melindungi dari serangan radiasi. Berdasarkan aktivitas spesifik yang didapatkan maka Deinococcus radiodurans memiliki potensi untuk digunakan sebagai komponen pengenal pada biosensor antioksidan.

Bakteri D. radiodurans ditumbuhkan dalam media LB cair selama 48 jam dengan suhu 30 oC. Setelah 48 jam bakteri dapat dipanen untuk mengambil enzim SOD. Sel bakteri dipecah untuk mengekstrak protein pada sitoplasma sel yang mengandung enzim SOD dengan menggunakan ultrasonic homogenizer. Protein yang terekstrak memiliki konsentrasi sebesar 6246 µg/mL. Konsentrasi ini lebih kecil dibandingkan dengan Mn-SOD yang dihasilkan dari udang Macrobrachium nipponerse sebesar 17100 mg (Yao et al. 2004). Sedangkan Seatovics et al.

(2004) mendapatkan ekstrak kasar Mn-SOD dari bakteri Thermotherix sp. sebanyak 53 mg/17.5 mL. Dalam penelitian ini, bakteri Thermotherix sp. diisolasi dari pemandian air hangat di Serbia kemudian dibiakkan dalam media nutrien broth (pepton 1.5%, meat extract 0.5%, NaCl 0.5%, dan K2HPO4 pH 7.2).

Kecilnya rendemen ekstrak yang dihasilkan dibandingkan dengan yang lain diduga karena D. radiodurans memiliki dinding sel yang tebal. Selain itu, bentuknya yang tetrad dan besar menyebabkan sulit untuk memecah dinding sel

D. radiodurans dan mengekstrak sitoplasmanya (Trivadila 2011).

Imobilisasi Ekstrak Kasar SOD dalam NPZ

Stabilitas dan sensitivitas sangat dibutuhkan dalam penentuan kinerja analitik dari sebuah alat biosensor. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan suhu dan pH yang ekstrim, karena dapat membuat enzim mudah terdenaturasi. Untuk menjaga fungsi katalitik enzim pada kondisi ekstrim tersebut, dilakukan imobilisasi pada permukaan material penyangga padat. Enzim redoks banyak digunakan dalam biosensor elektrokimia karena enzim ini dapat menghasilkan atau menggunakan elektron dalam mengkatalisis suatu substrat menjadi produk, sehingga elektron ini yang akan dideteksi pada transduser (Grieshaber et al. 2008). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan enzim adalah dengan melakukan imobilisasi enzim pada material yang berpori dan untuk meningkatkan stabilitas dapat digunakan nanomaterial (Mateo

(30)

Imobilisasi enzim bertujuan mempertahankan aktivitas dan stabilitas enzim. Hal ini karena enzim memiliki stabilitas dan sensitivitas yang tinggi jika dalam kondisi normal, tapi sangat sensitif terdenaturasi oleh pH dan suhu yang ekstrim, pelarut organik, dan deterjen. Untuk menjaga fungsi katalitik enzim pada kondisi ekstrim ini maka dilakukan imobilisasi pada permukaan material penyangga padat seperti nanopartikel zeolit. Stabilitas dan sensitivitas suatu biosensor enzim terimobilisasi pada matriks, selain dipengaruhi oleh substrat juga dipengaruhi oleh metode imobilisasi dan material penyangga yang digunakan (Zhou et al. 2007). Imobilisasi enzim meningkatkan selektivitas substrat, meningkatkan laju regenerasi pusat aktif, dan laju pengikatan substrat (Laurinavicius et al. 2004). Goriushkina et al. (2010) menggunakan zeolit untuk imobilisasi glukosa oksidase dan Balal et al. (2009) menggunakan zeolit untuk modifikasi elektrode pasta karbon yang digunakan untuk mengukur kadar dopamin dan triptofan. Beberapa penelitian ini menunjukkan bahwa zeolit yang digunakan sebagai matriks imobilisasi dapat meningkatkan stabilitas enzim pada permukaan elektrode pasta karbon. Gambar 6 di bawah ini merepresentasikan kondisi yang imobilisasi yang terjadi pada permukaan elektrode.

Gambar 6 Interaksi enzim SOD dengan radikal superoksida (O2-.)

(31)

dengan radikal superoksida dideskripsikan pada Gambar 7. Radikal superoksida dihasilkan dari reaksi Xantin dan XO mengikuti reaksi sebagai berikut:

Xantina + O2 + H2O XO asam urat + 2H+ + O2-.

Gambar 7 Proses transfer dari reaksi enzimatis SOD terimobilisasi dalam NPZ ke permukaan elektrode pasta karbon yang dimediasi oleh ferosen

Radikal superoksida yang dihasilkan dari reaksi enzimatis ini sebagai substrat dari reaksi yang dikatalis oleh SOD yang diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta karbon dilapisi NPZ, menghasilkan arus puncak oksidasi dan reduksi pada voltammogram siklik (Gambar 8). NPZ dibuat dari zeolit yang merupakan kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Zeolit yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Bayah dan termasuk ke dalam jenis klinoptilolit. Imobilisasi enzim pada zeolit dengan cara diteteskan di permukaan elektrode bertujuan untuk mempertahankan aktivitas dan stabilitas enzim. Sedangkan ukuran zeolit yang dibuat nanometer bertujuan agar interaksi antara pengisi dan matriks semakin tinggi. Semakin tinggi interaksi, maka semakin stabil enzim tetap berada di tempatnya. Penelitian Fadhilah (2013) menunjukkan bahwa elektrode pasta karbon terimobilisasi nanopartikel zeolit, akan menghasilkan arus yang lebih tinggi dan memiliki stabilitas yang baik dalam percobaan berulang-ulang, memiliki daerah yang linier, dan membuat pengukuran menjadi lebih sensitif.

Pengukuran Elektrokimia

Elektrokimia merupakan ilmu yang mempelajari aspek elektronik dari reaksi kimia. Elemen yang digunakan dalam reaksi elektrokimia dikarakterisasi dengan banyaknya elektron yang dimiliki. Sensor elektrokimia terdiri dari elektrode pembanding, elektrode pendukung, dan elektrode kerja. Elektrode pembanding umumnya dibuat dari Ag/AgCl yang memiliki nilai potensial yang telah diketahui konstan serta tidak sensitif terhadap komposisi larutan yang dianalisis. Elektrode kerja berperan sebagai elemen transduksi dalam reaksi biokimia (Grieshaber et al. 2008) dan merupakan tempat terjadinya reaksi yang akan merespon analit target.

(32)

mengontrol potensial elektrode kerja. Ketiga elektrode ini digunakan untuk meminimalkan kesalahan yang diakibatkan oleh adanya lapisan produk reaksi yang ada pada elektrode. Lapisan ini akan mengakibatkan adanya hambatan tambahan pada sel elektrokimia. Elektrode pembanding dan elektrode kerja dibuat sedekat mungkin agar diperoleh hasil pengukuran dengan hambatan sel yang minimal. Namun jarak elektrode pembanding dan kerja yang terlalu dekat dapat mengakibatkan adanya gangguan karena spesi produk yang menempel pada elektrode. Elektrode pendukung dapat mengatasi permasalahan jarak elektrode pembanding dan kerja. Elektrode pendukung akan memberikan jalur alternatif aliran elektron dalam sel elektrokimia, sehingga elektrode pembanding tidak akan terbentuk lapisan produk reaksi. Hal ini akan membuat pengukuran dapat dilakukan dengan hambatan sel yang minimal (Ekananda 2007).

Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer beserta perangkat lunak pengolah data Echem v2.1.0. Gambar 8 memperlihatkan voltammogram siklik pengukuran arus pada enzim murni dan ekstraks kasar yang terimobilisasi dan tanpa imobilisasi pada NPZ. Inset merupakan kondisi arus mulai dari blanko hingga terbentuknya puncak.

Pada pengukuran secara amperometri (mengubah reaksi transfer elektron menjadi sinyal arus) ini, digunakan 3 sistem elektrode. Elektrode yang digunakan yaitu elektroda Ag/AgCl, platina, dan elektroda pasta karbon berturut-turut sebagai elektroda rujukan, pembantu, dan kerja. Adapun cara pengukuran ini adalah dengan memasukkan bufer fosfat ke dalam sel elektrokimia sebagai blanko yang menunjukkan bahwa alat dapat menetralkan aktivitas sebelumnya. Selanjutnya ditambahkan ferosen sebagai penguat arus, kemudian ditambahkan xantina oksidase (XO) dan xantina ke dalam sel elektrokimia. Reaksi XO dengan xantina akan menghasilkan radikal bebas superoksida (O2-.). Terbentuknya puncak

oksidasi menunjukkan bahwa terjadi reaksi oksidasi karena adanya transfer elektron pada reaksi antara enzim dan substrat.

(33)

Gambar 8 Voltammogram siklik enzim murni dan ekstraks kasar SOD yang terimobilisasi dan yang tidak terimobilisasi pada NPZ

Enzim murni tanpa imobilisasi

Ek Ek Enz

Ekstrak kasar terimobilisasi

Enz Ek

Ek Ekstrak kasar tanpa imobilisasi Enzim murni terimobilisasi Optimasi Nanopartikel Zeolit sebagai Matriks Imobilisasi

Parameter-paramater yang dioptimumkan pada aktivitas biosensor antioksidan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan metode permukaan respon. Parameter-parameter yang dioptimumkan adalah pH (7-11), konsentrasi nanopartikel zeolit (25-225 mg/10 mL), konsentrasi ekstrak kasar SOD dari D. radiodurans (1250-2000 ppm), dan konsentrasi SOD (1-5 unit/mL). Optimasi dilakukan dengan membuat variasi untuk faktor yang berpengaruh signifikan terhadap respon. Faktor tersebut dioptimasi menggunakan metode RSM yang merupakan himpunan metode matematika dan statistika yang bertujuan mengoptimalkan respon. Kelebihan optimasi menggunakan RSM dibandingkan dengan konvensional adalah RSM dapat mengoptimasi faktor dengan melihat hubungan antar sesama faktor dengan respon dalam waktu bersamaan. Gambar 9 menunjukkan konsentrasi NPZ versus skonsentrasi ekstrak kasar SOD dari D.

(34)

Ekstrak SOD (ppm)

Gambar 9 Kontur konsentrasi NPZ versus konsentrasi ekstrak kasar SOD

Kontur menunjukkan puncak arus oksidasi yang tertinggi pada daerah dengan warna hijau gelap (> 20.00 µA). Dari kontur ini dicari variabel yang paling berpengaruh terhadap arus. Output minitab estimasi koefisien persamaan model konsentrasi NPZ versus konsentrasi ekstraks kasar SOD dari bakteri D. radiodurans ditunjukkan pada Tabel 1. Dari P value, diperoleh faktor yang berpengaruh adalah konsentrasi NPZ dan konsentrasi ekstrak kasar enzim SOD. Hal ini didukung pula oleh kontur hubungan antara konsentrasi NPZ dan konsentrasi ekstrak SOD terhadap puncak arus oksidasi. Semakin besar konsentrasi ekstrak SOD yang digunakan, arus oksidasi yang terbentuk semakin tinggi.

Tabel 1 Estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada elektrode ekstrak kasar SOD dari bakteri D. radiodurans

Variabel bebas Koef T P

Konstanta 6.06367 7.545 0.000

pH 0.08185 0.153 0.881

Konsentrasi NPZ 0.39614 0.743 0.047

Konsentrasi Ekstrak kasar SOD 1.97155 3.697 0.004

S = 1.97050 R-Sq = 91.45% R-Sq(adj) = 83.76%

Tabel 1 menunjukkan bahwa ada faktor yang mempengaruhi model dengan melihat P value < 0.05 yaitu konsentrasi NPZ dan konsentrasi ekstrak kasar SOD. Tabel ini juga memperlihatkan nilai R2 sebesar 91.45%, yang berarti faktor-faktor dapat memprediksi respon sebesar 91.45%.

(35)

SOD (U/mL)

Gambar 10 Kontur konsentrasi NPZ versus konsentrasi enzim murni SOD

Sama halnya pada Gambar 9, arus tertinggi diperlihatkan pada daerah berwarna hijau tua yang menggambarkan arus oksidasi tertinggi. Namun pada daerah ini, arus tertinggi hanya berada pada kisaran arus > 7 µA. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah hanya adanya satu variabel bebas yang mempengaruhi tingginya arus oksidasi. Ini dibuktikan pada Tabel 2 berdasarkan P value yang terhitung.

Tabel 2 Estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada elektrode enzim murni SOD dari eritrosit sapi

Variabel bebas Koef T P

Konstanta 3.56498 14.136 0.000

pH 0.00945 0.056 0.956

Konsentrasi NPZ 0.14934 0.893 0.393

Konsentrasi enzim murni SOD 0.26237 1.568 0.014

S = 0.618354 R-Sq = 86.03% R-Sq(adj) = 73.46%

Tabel 2 ini menunjukkan bahwa ada faktor yang mempengaruhi model dengan melihat P value < 0.05 yaitu hanya konsentrasi enzim murni SOD. Tabel ini juga memperlihatkan nilai R2 sebesar 86.03%, yang berarti faktor-faktor dapat memprediksi respon sebesar 86.03%.

(36)

Tabel 3 Kondisi optimum untuk ekstrak kasar dan enzim murni SOD

Variabel Ekstrak kasar SOD Enzim murni SOD

pH 9 11

Konsentrasi NPZ 141.25 mg/10 mL 225 mg/10 mL

Konsentrasi enzim 2000 ppm 5 U/mL

Arus prediksi yang dihasilkan 6.74 μA 5.61 μA

Pada Tabel 3, terdapat satuan konsentrasi enzim yang berbeda antara konsentrasi ekstrak kasar dengan konsentrasi enzim murni SOD. Konsentrasi ekstrak kasar SOD diperoleh dari pengukuran panjang gelombang kemudian dikonversi ke dalam satuan ppm (μg/mL), sedangkan pada konsentrasi enzim murni SOD digunakan satuan U/mL yang didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang dapat mengkatalisis 1 μmol/mL substrat pada kondisi tertentu.

Perbedaan struktur enzim SOD dari eritrosit sapi dan dari bakteri D.

radiodurans, menyebabkan hasil pengukuran optimum menjadi berbeda. Gambar

11 menggambarkan perbedaan struktur enzim SOD yang diekstrak dari bakteri D. radiodurans dan enzim SOD dari eritrosit sapi. Enzim SOD dari eritrosit sapi yang memiliki tipe Cu/Zn-SOD yang merupakan enzim dimer dengan setiap monomer berisi satu situs aktif Cu dan satu situs aktif Zn yang dihubungkan oleh histidin imidazol. Cu diikat tiga histidin lain dan membentuk struktur distorsi planar persegi dengan satu penambahan molekul air, sedangkan Zn yang diikat dua histidin dan satu aspartat sebagai tambahan pada jembatan imidazol. Sedangkan enzim SOD yang diekstrak dari bakteri D. radiodurans adalah tipe Mn-SOD yang merupakan enzim dimer dengan satu atom Mn untuk setiap unit. Pada situs aktif, Mn diikat tiga residu histidin, satu residu asam aspartat, dan molekul pelarut sebagai ligan kelima. Ligan ini diikat sebagai hidroksida ketika Mn dalam keadaan oksidasi dan proses protonisasi selama reduksi Mn. Perbedaan-perbedaan struktural menyebabkan Cu/Zn SOD dan Mn-SOD memiliki reaksi mekanisme yang berbeda, yang berakibat pula pada perbedaan pengukuran karena respon yang berbeda (Abreu & Cabelli 2010).

(a) (b)

(37)

Penentuan Stabilitas Elektrode

Stabilitas penyimpanan jangka panjang merupakan faktor penting dalam penggunaan biosensor secara komersial. Pada penelitian ini, stabilitas elektrode diuji dengan menyimpan elektrode pada larutan bufer fosfat pada suhu 4 ºC dan dilihat kinerjanya selama 8 jam. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 12 yang menyatakan bahwa elektrode ekstrak kasar SOD yang terimobilisasi pada NPZ memiliki stabilitas yang paling tinggi, ditunjukkan dengan penurunan aktivitas relatif menjadi 58.93% setelah 8 jam. Sedangkan elektrode enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ, elektrode ekstrak kasar SOD dan elektrode enzim murni SOD tanpa imobilisasi berturut-turut tersisa 50.43%, 36.77%, dan 25.99%. Ini menunjukkan bahwa daya simpan elektrode ekstrak kasar SOD yang terimobilisasi pada NPZ lebih lama daripada ketiga elektrode lainnya.

Pilan dan Raicopol (2014) telah melakukan uji daya simpan elektrode biosensor berbasis polianilin yang diimobilisasi nanokomposit film selama 2 hari, aktivitas relatifnya tersisa tinggal 10%. Selain itu, biosensor ini memiliki sensitivitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan adanya peran matriks pengimobilisasi untuk menjaga kestabilan enzim (Mateo et al. 2004). Pada elektrode yang terimobilisasi, digunakan pasta karbon dan NPZ sebagai matriks. Sedangkan elektrode tanpa imobilisasi, hanya pasta karbon yang berperan sebagai matriks.

Gambar 12 Diagram aktivitas relatif versus waktu elektrode biosensor antioksidan Ekstrak terimobilisasi pada NPZ Enzim tanpa terimobilisasi pada NPZ

(38)

Penentuan Sensitivitas dan Linieritas Elektrode

Sensitivitas adalah ukuran seberapa baik elektroda mengukur ion utama dalam bentuk sekelumit. Digunakan konsentrasi xantina serendah-rendahnya hingga diperoleh persamaan sehingga dapat menyatakan konsentrasi Xantina terendah yang masih dapat terukur oleh elektrode. Rentang konsetrasi Xantina yang dipakai adalah dari 1-7 μM. Sensitivitas diketahui dari nilai regresi (R2) untuk elektrode ekstrak kasar SOD terimobilisasi pada NPZ adalah sebesar 0.9919. Sedangkan untuk elektrode enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ, ekstrak kasar dan enzim murni SOD tanpa imobilisasi masing-masing memiliki nilai regresi lebih kecil yaitu sebesar 0.982, 0.956, dan 0.9237. Perbandingan linieritas dari keempat elektrode tersebut ditunjukkan pada Gambar 13. Linieritas menggambarkan konsistensi elektrode dalam mengukur arus. Dari grafik diketahui bahwa elektrode ekstrak kasar SOD yang terimobilisasi pada NPZ memiliki sensitivitas sebesar 0.278 AM-1, besarnya 4 kali lipat lebih tinggi daripada ketiga elektrode lainnya. Ini dapat dilihat dari perbandingan slope yang ditampilkan. Dari hasil perhitungan ini, secara umum keempat elektrode ini berada pada daerah yang linier.

Gambar 13 Grafik sensitivitas elektrode ekstrak kasar SOD dan enzim murni SOD yang terimobilisasi dan yang tanpa terimobilisasi pada NPZ

Ekstraks terimobilisasi pada NPZ Enzim tanpa terimobilisasi pada NPZ Enzim terimobilisasi pada NPZ Ekstrak tanpa terimobilisasi pada NPZ

(39)

Khasanah et al. (2013) melaporkan penelitiannya bahwa elektrode

hanging mercury drop dengan molecularly imprinted (HMD-MIP) yang dibuat

dengan mengembangkan sensor voltametri ekstraks kreatinin dari jaringan polimer untuk penentuan kreatinin memiliki linieritas hingga 0.9985. Pada penelitian ini, sebelum menggunakan MIP yang dibuat dengan mereaksikan ekstrak kreatinin dari jaringan polimer. Penelitian ini menghasilkan kinerja analitik berupa linieritas, ketelitian, ketepatan, sensitivitas, limit deteksi yang baik.

Penentuan Limit Deteksi Pengukuran

Limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil analit yang memberikan sinyal secara signifikan lebih besar daripada sinyal pereaksi blanko (Harvey 2000). Limit deteksi dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan rentang pengukuran pada saat konsentrasi xantina terkecil (1 μM). Pada saat konsentrasi xantina yang lebih kecil lagi, sinyal xantina tidak dapat dibedakan lagi dengan sinyal blanko. Limit deteksi yang diperoleh untuk elektrode ekstraks kasar dan enzim murni SOD yang terimobilisasi pada NPZ secara berturut-turut 0.5 μM dan 1.49 μM. Sedangkan untuk elektrode ekstrak kasar dan enzim murni SOD tanpa imobilisasi pada NPZ berturut-turut sebesar 1.92 μM dan 1.73 μM. Ini berarti dengan konsentrasi xantina terendah, keempat elektrode masih dapat mendeteksi sinyal xantina sekurang-kurangnya 2 μM. Limit deteksi elektrode ekstrak kasar SOD terimobilisasi pada NPZ merupakan limit deteksi terkecil, ini berarti dengan konsentrasi xantina terendah, elektrode masih dapat mendeteksi sinyal Xantina sampai 0.5 μM. Zhirong et al. (2010) pernah melakukan penelitian untuk penentuan limit deteksi pada makanan menggunakan surfaktan gemini, hasilnya bahwa elektrode ini dapat mendeteksi sampai 0.03 μM. Surfaktan gemini digunakan sebagai pengisi pada material komposit yang dimodifikasi pada elektrode karbon nanotube yang dilakukan untuk penentuan konsentrasi Sudan I pada makanan. Surfaktan gemini adalah surfaktan yang terdiri dari dua ekor hidrofobik dihubungkan oleh grup spacer. Dibandingkan dengan surfaktan konvensional, surfaktan gemini menunjukkan banyak sifat yang unik, seperti konsentrasi misel kritis yang rendah, efisiensi yang lebih tinggi dalam menurunkan tegangan permukaan air, kelarutan kuat, dan kemampuan sebagai

wetting agent. Zhao et al. (2009) melaporkan limit deteksi pada elektrode pasta karbon untuk biosensor asam urat sebesar 29.5 μM. Meskipun memiliki limit deteksi pada konsentrasi yang lebih tinggi, biosensor asam urat ini memiliki daya simpan yang cukup lama, artinya biosensor ini memiliki kestabilan yang tinggi.

Penentuan Keterulangan Pengukuran

(40)

deviasi (SD) dan nilai persen koefisien variansi (%KV). Syarat penerimaan %KV sesuai standar AOAC (2002) adalah: (1) sangat teliti: %KV < 1, (2) teliti: %KV 1-2, (3) sedang: %KV 2-5, dan (4) tidak teliti: %KV > 5. Semakin kecil nilai SD dan %KV, maka ketelitian semakin tinggi dan kesalahan pengukuran arus semakin kecil. Hasil analisis pengukuran keterulangan pengukuran ditampilkan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Keterulangan pengukuran dari berbagai elektrode

Elektrode Standar

deviasi

% Koefisien variasi Ekstrak kasar SOD tanpa imobilisasi pada NPZ 0.0921 0.388

Ekstrak kasar SOD terimobilisasi pada NPZ 0.0492 0.315

Enzim murni SOD tanpa imobilisasi NPZ 0.0593 0.193

Enzim murni SOD terimobilisasi pada NPZ 0.0335 0.128

Dari Tabel 4 di atas, maka diketahui bahwa elektrode ekstrak kasar dan enzim murni SOD dengan imobilisasi pada NPZ memiliki keterulangan yang baik, ditunjukkan dengan nilai SD dan %KV yang rendah. Nilai SD dan %KV yang rendah ini menunjukkan bahwa pengukuran keempat elektrode ini sangat teliti atau memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak enzim SOD dari D. radiodurans yang terimobilisasi pada nanopartikel zeolit dapat meningkatkan kinerja analitik biosensor. Indikator utama adalah dari kinerja analitik yang baik yaitu berupa daerah kerja yang linier, limit deteksi yang rendah, serta stabilitas, sensitivitas, dan akurasi yang tinggi. Elektrode ekstrak kasar SOD yang diimobilisasi NPZ memiliki linieritas dan stabilitas yang lebih tinggi, sensitivitas yang 4 kali lebih tinggi, dan limit deteksi yang 3 kali lebih rendah daripada elektrode enzim murni SOD yang diimobilisasi nanopartikel zeolit.

Saran

Ada beberapa saran yang diajukan terkait penelitian ini:

1.Perlu dilakukan pemurnian ekstrak kasar menjadi enzim murni sebagai perbandingan dengan enzim murni SOD dari eritrosit sapi karena pada penelitian ini masih menggunakan ekstrak kasar bakteri D. radiodurans.

2.Penelitian ini belum mengaplikasikan kondisi optimum elektrode untuk mengukur kapasitas antioksidan. Oleh karena itu, diperlukan aplikasi elektrode untuk mengukur kapasitas antioksidan pada berbagai sampel makanan, minuman, dan obat-obatan untuk menghasilkan prototype elektrode berbasis enzim menggunakan matriks imobilisasi nanopartikel zeolit.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abreu I. A, Cabelli D. E. 2010. Superoxide dismutases-a review of the metal-associated mechanistic variations. BBAPAP 1804:263-274.

Al-Jabri M. 2008. Kajian Metode Penetapan Kapasitas Tukar Kation Zeolit sebagai Pembenah Tanah untuk Lahan Pertanian Terdegradasi. J Standardisasi 10 (2):56-69.

Antolovich M, Prenzler PD, Patsalides E, McDonald S, Robards K. 2002. Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst 127: 183-198.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2002. AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals. [Internet]. [diunduh pada 2013 10 Juli]. Tersedia pada: http://www.aoac.org/Official_Methods/slv_guidelines.pdf. Areekit S, Kanjanavas P, Khawsak P, Pakpitchareon A, Potivejkul K, Chansiri G,

Chansiri K. 2011. Cloning, expression, and characterization of thermotolerant manganese superoxide dismutase from bacillus sp. mhs47.

Int J Mo Sci 12: 844-856.

Balal K, Mohammad H, Bahareh, Ali BMH, Mozhgam Z. 2009. Zeolite nanoparticle modified carbon paste electrode as a biosensor for simultaneous determination of dopamine and tryptophan. J Chim Chem.56: 789-796.

Berberich JA, Yang LW, Bahar I, Russel AJ. 2005. A stable three enzyme creatinine biosensor. Analysis of the impact of silver ions on creatinine amidinohydrolase. Acta Biomaterialia 1:183–191.

Campanella L, Bonnani A, Bellantoni D, Favero G, Tomasseti M. 2004. Comparison of fluorimetric, voltametric dan biosensor methods for determination of total antioxidant capacity of drug products containing acetylsalicylic acid. J Pharm,Biomed, Anal 36:91-99.

Castillo J, Gaspar S, Leth S., Niculescu M, Mortari A, BontideanI, Soukharev V, Dorneanu SA, Ryabov AD, Soregi E. 2004. Biosensor for life quality design, development and aplication. Sensor and Actuators B 102: 179-194. Chou FI, Tan ST. 1991. Salt-Mediated Multicell Formation in Deinococcus

radiodurans. J Bacteriology 173(10):3184–3190.

Coban S. 2008. Development of biosensors for determination of total antioxidant [Thesis] Izmir (TR): Izmir Institute of Technology.

Devasagayam TPA, Tilak JC, Boloor KK, Sane KS, Ghaskadbi SS, Lele RD. 2004. Free Radicals and Antioxidants in Human Health: Current Status and Future Prospects. JAPI 52:794-804.

Di J, Peng S, Shen C, Ghao Y, Tu Y. 2007. One-step method embedding superoxide dismutase and gold nanoparticles in silica sol-gel network in the precense of cysteine for construction of third-generation biosensor.

Bioelectron 23:88-94.

Gambar

Gambar 4 Hasil pemindaian SEM nanopartikel zeolit
Gambar 5 Situs aktif pada Enzim Superoksida Dismutase
Gambar 6 Interaksi enzim SOD dengan radikal superoksida (O 2-.)
Gambar 7 Proses transfer dari reaksi enzimatis SOD terimobilisasi dalam NPZ ke
+6

Referensi

Dokumen terkait

b) koordinasi dan penyusunan bahan kerja sama, publikasi, dan hubungan masyarakat di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan nonformal,

Adapun langkah-langkah menganalisis data dalam penelitian ini adalah (1) mengumpulkan tajuk rencana surat kabar harian Radar Lampung dan Lampung Post dari media

Perubahan sosial sebagaimana dikemukakan oleh Gillin &amp; Gillin dalam Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merupakan suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah

(2) Wajib Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Hipotesis yang menyatakan bahwa diduga ada pengaruh Kompetensi Auditor terhadap Fee Audit pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di

Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; (2) pemanfaatan setting

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Potensi alam sekitar berupa ketersediaan bahan baku telur bebek mentah yang berlimpah dari wilayah sekitar Desa Limbagan

Simpulan dari penelitian ini adalah pengaruh positif secara langsung maupun tidak langsung variabel kualitas pelayanan sebesar 40% dan citra koperasi sebesar 27%