• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI

BERBASIS MASYARAKAT DI DESA

SUMBERKLAMPOK, BALI

MARIA EDNA HERAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Maria Edna Herawati

(4)

ABSTRAK

MARIA EDNA HERAWATI. Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Basis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan BURHANUDDIN MASYUD.

Penangkaran jalak bali berbasis masyarakat merupakan salah satu upaya memposisikan masyarakat sebagai pelaku konservasi agar dapat mengelola sumberdaya secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik kolaborasi penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberklampok. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei-Juni 2013 di Desa Sumberklampok, Bali. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, dan studi kepustakaan, kemudian dianalisis dan dijabarkan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi terjadi antara masyarakat, Taman Nasional Bali Barat, Yayasan SEKA, dan Asosiasi Pelestari Curik Bali. Organiasi penangkar dilakukan oleh masyarakat yaitu Manuk Jegeg yang berperan sebagai pengelola serta penghubung antar penangkar dan aktor lain. Organisasi ini didampingi oleh Taman Nasional Bali Barat,dan Yayasan SEKA serta didukung oleh Asosiasi Pelestari Curik Bali. Penangkaran kolaboratif yang menitikberatkan pada peran masyarakat dalam menjalankan teknik penangkaran berhasil mengembangbiakan anakan jalak bali.

Kata kunci: jalak bali, kolaborasi, penangkaran, Sumberklampok

ABSTRACT

MARIA EDNA HERAWATI. Collaboration model of Bali Starling Captive Breeding Based on Community in Sumberklampok Village, Bali. Supervised by SAMBAS BASUNI and BURHANUDDIN MASYUD.

Community-based captive breeding of bali starling had been initiated in Sumberklampok Village to encourage local people as the main actor of jalak bali conservation in order to manage sustainability of natural resources around them. The study aimed to describe collaborative practices and jalak bali captive breeding techniques that implemented by local community of Sumberklampok village was conducted on May-June 2013. Various data collected through interviews, direct observation and literature study were analyzed and explained descriptively. Result of study shows that collaboration has been firmly practiced among community, West Bali National Park, Yayasan SEKA, and Asosiasi Pelestari Curik Bali. The Manuk Jegeg is a specific local organization that acted as manager and liaison between the breeders and the other stakeholders. This organization advised by West Bali National Park, Yayasan SEKA and supported by Asosisasi Pelestari Curik Bali. Collaborative captive breeding of bali starling who focused on the role of the people running the technique captivity successfully created next generation of bali starling.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

MODEL KOLABORASI PENANGKARAN JALAK BALI

BERBASIS MASYARAKAT DI DESA

SUMBERKLAMPOK, BALI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan Mei-Juni 2013 ini ialah kolaborasi, dengan judul Model Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat di Desa Sumberklampok, Bali.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni MS dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, Dr Efi Yuliati Yovi S.Hut M.Life,Env.Sc dan Dr Ir Arzyana Sunkar M.Sc atas saran yang diberikan. Terima kasih kepada Balai Taman Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar Manuk Jegeg, Bapak Sugiyanto, Bapak Nana, Bapak Misnawi, Bapak Ismu, dan Kenny yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, keluarga besar Himakova, keluarga besar Anggrek Hitam, dan sahabat atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Pengumpulan Data 2

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Lokasi Penelitian 4

Kelembagaan Penangkaran 5

Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat 6

Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali 7

Organisasi Penangkaran 8

Mekanisme Hubungan Antar Aktor 10

Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat 12

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan metode pengumpulan data 3 2 Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali 6

3 Hak dan kewajiban aktor 11

4 Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali 13 5 Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali 14 6 Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013 15 7 Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka kematian 16 8 Rataan presentase persepsi masyarakat 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali 12 2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang pemeliharaan 12 3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat 14 4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat perjanjian kerjasama/MoU antara penangkar, Taman Nasional Bali Barat dan Asosiasi Pelestari Curik Bali 22 2 Surat perjanjian kerjasama antara kelompok penangkar dan Taman Nasional

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa khas Indonesia yang penyebarannya secara alami hanya berada di Pulau Bali. Burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindungi oleh pemerintah dan perdagangannya diatur dalam CITES Appendix I, kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Populasinya dari tahun ke tahun mengalami penurunan sehingga menuju kepunahan. Menurut Kurniasih (1997), penyebab utama menurunnya populasi jalak bali di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) adalah terganggu keseimbangan lingkungan yang disebabkan antara lain oleh perburuan liar, penurunan kualitas lingkungan hidup dan kebakaran hutan. Selain itu pencurian jalak bali yang terjadi pada tahun 2000 telah mengakibatkan hilangnya 39 ekor jalak bali di TNBB. Hasil inventarisasi TNBB pada tahun 2011 jumlah jalak bali di alam tersisa 12 ekor.

Upaya konservasi dapat dilakukan secara insitu maupun eksitu. Upaya secara eksitu telah dilakukan di Taman Nasional Bali Barat berupa pembinaan populasi yang dilakukan untuk tujuan pre-release dalam Proyek Penyelamatan Jalak Bali. Upaya pelestarian secara eksitu dilakukan melalui kegiatan penangkaran jalak bali. Tujuan usaha pelestarian (konservasi) jalak bali yang dikembangkan melalui program penangkaran adalah untuk meningkatkan populasi jalak bali dengan tetap menjaga kemurnian genetiknya (Masy’ud 1992).

Penangkaran eksitu juga dilakukan oleh masyarakat Bali yaitu di Desa Sumberklampok. Desa Sumberklampok adalah salah satu desa yang menjadi perhatian pengelola karena keberadaannya berbatasan langsung dengan habitat alami jalak bali, dan merupakan desa yang berada dalam daerah penyangga di kawasan TNBB (Gustave et al. 2008). Desa Sumberklampok juga merupakan salah satu habitat alami burung jalak bali. Alikodra (1987) menyebutkan daerah penyebaran jalak bali salah satunya adalah Tegal Bunder, di Desa Sumberklampok. Penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok merupakan perwujudan kolaborasi antara TNBB dengan masyarakat.

TNBB memprakarsai proses inisiasi ke masyarakat untuk mengatasi masalah konservasi jalak bali dan membangun hubungan baik dengan masyarakat. Proses inisiasi ini dimulai sejak tahun 2010 melalui kegiatan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat. Masyarakat lokal diposisikan sebagai pelaku utama dalam kegiatan konservasi jalak bali. Hal ini berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat agar dapat mengelola dan menjaga sumberdaya alam di TNBB secara lestari. Perkembangan kolaborasi dan teknik penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok ini belum diketahui sehingga perlu adanya penelitian mengenai model kolaborasi yang terjadi dengan mengidentifikasi proses kolaborasi penangkaran.

Tujuan Penelitian

(12)

2

komponen yaitu: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi, serta kinerja penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi untuk dijadikan sebagai dasar dalam melakukan upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam memperbaiki penangkaran jalak bali berbasis masyarakat baik dalam manajemen kolaborasi maupun aspek teknik penangkarannya.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kabupaten Buleleng, Bali. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kuesioner, panduan wawancara, alat tulis, alat perekam, dan kamera. Objek penelitian adalah kegiatan penangkaran jalak bali, masyarakat Desa Sumberklampok, LSM dan pengelola TNBB.

Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah proses kolaborasi dan praktek penangkaran yang terdiri dari 2 komponen: kelembagaan penangkaran dan proses kolaborasi, serta kinerja penangkaran. Jenis data dan metode pengumpulan data secara detail untuk setiap komponen dijelaskan pada Tabel 1.

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik yaitu:

1. Wawancara mendalam, wawancara dilakukan kepada informan penangkaran jalak bali. Pemilihan informan dilakukan dengan memilih informan awal yaitu para penangkar jalak bali. Jumlah penangkar yang diwawancarai ada 12 orang yang merupakan orang-orang pertama yang memiliki izin menangkarkan jalak bali. Kemudian dilakukan wawancara lanjutan kepada orang-orang yang memiliki peran dalam penangkaran jalak bali ini yaitu pengelola TNBB dan Yayasan SEKA, dan BKSDA Bali. Pemilihan informan lanjutan ini berdasarkan informasi dari masyarakat penangkar untuk memperluas deskripsi informasi.

2. Observasi langsung dilakukan mengacu pada Mitchel et al. (2000), untuk mengecek atau mendapatkan gambaran langsung kondisi penangkaran jalak bali di masing-masing penangkar. Objek observasi adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan oleh penangkar meliputi aspek kandang, pakan, kesehatan, keberhasilan perkembangbiakan.

(13)

3 dokumen antara lain perjanjian antara kelompok penangkar dan pihak lain, untuk mengetahui isi perjanjian dan pelaksanaannya.

4. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada masyarakat penangkar dan non-penangkar untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai non-penangkaran jalak bali yang ada di Desa Sumberklampok. Responden berjumlah 30 orang, hal ini mengacu pada Sugiyono (2007) menyatakan bahwa jumlah sampel dalam penelitian sosial minimal 30 orang.

Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data

(14)

4

Prosedur Analisis Data

Data yang diperoleh dari berbagai informan dan hasil observasi dilakukan melalui tiga tahapan pengolahan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Data dianalisis secara deskriptif mengenai aktor dan perannya, organisasi, mekanisme hubungan para aktor. Keberhasilan penangkaran dianalisis dengan mengolah data secara kuantitatif dengan menggunakan rumus (North & Bell 1990):

a. Presentase daya tetas telur

Keterangan

a = Σ telur yang berhasil menetas

b = Σ keseluruhan telur yang dihasilkan betina produktif

b. Presentase angka kematian tiap kelas umur

Keterangan

M = Σ anak yang mati tiap kelas umur

Mt = Σ total anak keseluruhan tiap kelas umur c. Tingkat perkembangbiakan

Keterangan

I = Σ induk yang bertelur It = Σ total induk

Ketiga data tersebut menggunakan kriteria nilai sebagai berikut: 0% - 30% : Rendah

31% - 60% : Sedang 61% - 100% : Tinggi

Hasil analisis mengenai keberhasilan dan perspektif masyarakat kemudian dikaitkan sebagai unsur-unsur yang ada dalam kolaborasi berbasis masyarakat dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lokasi Penelitian

(15)

5 meter di atas permukaan laut termasuk dalam iklim tropis dengan curah hujan 78,5 mm yang memiliki 4 bulan hujan dengan suhu rata-rata harian 32oC.

Desa Sumberklampok memiliki lokasi berada sepanjang jalan raya utama Pulau Bali. Hal ini membuat aksesibilitas menuju desa ini relatif mudah. Perjalanan menuju desa dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum yang ditempuh selama 15 menit. Rumah penduduk berada di bagian utara dan selatan jalan raya. Selain rumah warga, bagian selatan jalan raya juga merupakan lahan garapan warga yang status kepemilikan lahan adalah milik Departemen Kehutanan. Jumlah penduduk desa 3.184 orang yang terdiri dari 1.590 laki-laki dan 1.594 perempuan, yang tersebar dalam 896 kepala keluarga. Hampir seluruh penduduk bermata pencaharian sebagai petani yaitu 92%.

Kelembagaan Penangkaran

Salah satu faktor kunci keberhasilan dari suatu kegiatan adalah kelembagaan. Peranan utama kelembagaan adalah untuk mengurangi ketidakteraturan dengan menentukan suatu struktur yang stabil bagi interaksi manusia. Secara spesifik suatu kelembagaan harus dapat menjadi wahana akses secara adil terhadap input faktor, mampu memberikan aturan main dan acuan secara adil bagi setiap stakeholder dalam kelembagaan guna mencapai efisiensi dan efektivitas dalam alokasi sumber daya kepada semua unsur yang terlibat, dan mampu mendistribusikan hasil proses pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Secara umum kelembagaan adalah aturan main (rule of the game) baik formal maupun informal, yang mengikat aktor sosial dalam jejaring pada kerangka kerja normatif bersama yang dikodifikasi melalui hukum, kode etik informal, norma maupun kesepakatan (Putro et al. 2012). Mengacu pada berbagai sumber, Lesorogol (2008) menjelaskan bahwa kelembagaan sangat penting karena memudahkan dan memungkinkan terjadinya relasi antar anggota kelompok sosial dengan memberikan informasi yang terpercaya mengenai bagaimana seseorang akan bertindak dalam situasi tertentu.

Kelembagaan sebagai aturan main di antaranya berupa kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang penangkaran satwa liar. Kebijakan tersebut diwujudkan dalam peraturan pemerintah yaitu:

1. PP No.7 Tahun 1998 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa 2. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar 3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha

Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwaliar 4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 tentang

Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar

5. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970 tentang perlindungan jalak bali di Indonesia.

(16)

6

dengan pihak-pihak lain, terutama dengan Balai Konservasi Sumberdaya Alam, karena lembaga ini memiliki tupoksi dalam pelestarian dumberdaya alam.

Aktor (stakeholder) Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat

Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Stakeholder

yang diidentifikasi pada penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tergolong dalam kelompok key-player, yaitu kelompok yang memiliki keterlibatan langsung terhadap kegiatan penangkaran (Tabel 2).

Tabel 2 Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali Tahapan

kegiatan

Aktor Peran

Pra penangkaran BKSDA Bali -Sosialisasi penangkaran jalak bali -Perizinan penangkaran jalak bali TNBB -Sosialisasi penangkaran jalak bali

-Action plan pelestarian jalak bali -Perizinan penangkran jalak bali -Pendampingan kepada masyarakat -Memfasilitasi masyarakat belajar

penangkaran Pemerintah

provinsi

-Mendukung pelestarian burung jalak bali

APCB -Peminjaman indukan jalak bali

-Memfasilitasi masyarakat belajar penangkaran

Yayasan SEKA -Pemberdayaan masyarakat desa -Pendampingan kelompok

-Memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan pengorganisasian

Kepala desa -Perizinan penangkaran di wilayah desa Kelompok

penangkar

-Mengakomodir masyarakat yang ingin menangkarkan burung jalak bali

Pelaksanaan penangkaran

BKSDA -Monitoring dan evaluasi penangkaran TNBB -Monitoring dan evaluasi penangkaran

-Pendamping teknik penangkaran -Sumber pendanaan penangkaran APCB -Monitoring penangkaran

Yayasan SEKA -Pendamping pengorganisasian penangkaran

-Pendamping inovasi dan pengembangan kegiatan

Kelompok penangkar

-Mengakomodir kegiatan penangkaran jalak bali

-Inovasi dan pengembangan kegiatan

(17)

7

Hasil identifikasi aktor diperoleh 7 pihak yang terlibat pada tahap pra-penangkaran dan 5 pihak yang terlibat pada tahap pelaksanaan pra-penangkaran. Aktor yang berperan dalam jalak bali berbasis masyarakat adalah Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Yayasan SEKA, Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali, kepala desa Sumberklampok, pemerintah provinsi Bali (gubernur), dan kelompok penangkar.

Kelompok pemerintah berada di wilayah Bali memiliki kepentingan dalam melestarikan salah satu icon Bali tersebut. Pada BKSDA Bali pelestarian satwa ini terkait dengan salah satu tanggung jawab BKSDA dalam mengawasi dan memantau peredaran satwa langka tersebut. Sedangkan kepentingan TNBB yang tinggi terhadap pelestarian jalak bali terkait dengan habitatnya yang hanya berada di wilayah TNBB.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berperan dalam pengelolaan penangkaran adalah Yayasan SEKA dan APCB. Kedua LSM ini bergerak di bidang yang berbeda. Yayasan SEKA melaksanakan kegiatannya di bidang masyarakat melalui program kerja yang telah dilaksanakan salah satunya di Desa Sumberklampok dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pengorganisasian masyarakat. Sedangkan APCB memiliki program pada pelestarian jalak bali yang juga bekerja sama dengan taman nasional.

Proses Kolaborasi Penangkaran Jalak Bali

Proses penangkaran jalak bali berbasis masyarakat terdiri atas dua, yaitu pra-penangkaran dan pelaksanaan penangkaran. Pra-penangkaran merupakan proses dimana masyarakat didorong dan dipersiapkan untuk menjadi stakeholder

utama dalam pengelolaan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat.

Pra penangkaran dimulai dari adanya komunikasi antara TNBB dan masyarakat mengenai jalak bali. Komunikasi yang diwujudkan dalam kunjungan personal ke masyarakat yang dibangun oleh TNBB untuk mengajak dan memotivasi masyarakat untuk melestarikan jalak bali. Masyarakat yang mendukung konservasi jalak bali kemudian membentuk kelompok penangkar. Pada tahap komunikasi, masyarakat bersama dengan TNBB mengidentifikasi pihak-pihak yang perlu diajak berpartisipasi dalam penangkaran.

(18)

8

Setelah adanya kegiatan sosialisasi dan pelatihan, masyarakat mulai mengambil inisiatif sendiri dalam mewujudkan penangkaran. Masyarakat mulai mengurus surat izin penangkaran dan surat izin usaha kelompok penangkar. Hal ini seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwaliar bahwa setiap penagkar harus memiliki izin dari petugas setempat karena burung yang akan ditangkarkan merupakan jenis burung dilindungi. Administrasi yang dibutuhkan oleh kelompok penangkar antara lain adalah (1) Izin Penangkaran, (2) Izin Usaha, (3) Izin Edar, (4) Sertifiksi Burung. Terkait dengan partisipasi dalam kolaborasi tahap masyarakat ini termasuk dalam partisipasi tingkat 6 ketika masyarakat mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization) (Nanang dan Devung, 2004).

Proses pelaksanaan penangkaran merupakan proses dimana masyarakat didorong untuk mensukseskan penangkaran tersebut. Pada pelaksanaan penangkaran masyarakat penangkar menjadi pelaku utama yang menjalankan penangkaran. Kegiatan pelaksanaan penangkaran yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan pemeliharaan dan pengembangbiakan. Pada proses ini masyarakat Kesuksesan pelaksanaan penangkar tergantung dari penguasaan masyarakat terhadap teknik penangkaran.

Dukungan yang berasal dari aktor lain dalam penangkaran berbasis masyarakat ditunjukkan dalam kegiatan monitoring dan evaluasi. Selain dilakukan oleh kelompok penangkar sendiri, monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh TNBB dan BKSDA. Monitoring dilakukan berdasarkan hasil laporan yang dibuat oleh masyarakat penangkar, stoodbook, dan observasi langsung yang dilakukan TNBB dan BKSDA. Pada pelaksanaan monitoring dan evaluasi, TNBB memiliki orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk mengawasi sekaligus mendampingi penangkaran yang cukup sering mengunjungi penangkar. Sedangkan pada BKSDA, monitoring dalam bentuk kunjungan ke penangkar dilakukan sekali dalam setahun. Pengawasan yang dilakukan BKSDA hanya sebatas pada pengawasan administrasi sehingga kurang melekat pada penangkar.

Organisasi Penangkaran

Organisasi adalah sistem peran, aliran aktivitas dan proses (pola hubungan kerja) dan melibatkan beberapa orang sebagai pelaksana tugas yang didisain untuk menjalankan tujuan bersama (Torang, 2012). Organisasi menjadi bagian dari kelembagaan dijalankan oleh kelompok penangkar yang beranggotakan penangkar dari Desa Sumberklampok. Adanya kelompok membantu masyarakat dalam mengelola administrasi dan sebagai tempat berbagi pengalaman memelihara burung jalak bali.

(19)

9 Mundayat et. al (2005) struktur kepengurusan lembaga masyarakat desa tergolong sederhana berdasarkan kebutuhan yang ada.

Kebutuhan akan pengurus dipilih dan dilakukan secara musyawarah dilihat dari latar belakang (suku), kemampuan, tanggung jawab dan kemauan kerja. Pengurus yang dipilih mewakili keberadaan suku yang ada di Desa Sumberklampok yaitu Bali dan Madura. Pada awal pembentukannya, pengurus yang terpilih merupakan orang-orang yang telah memiliki pengalaman dalam keorganisasian, dengan latar belakang perangkat desa dan perangkat adat. Adanya pengalaman ini diharapkan menjadi faktor pendukung keberhasilan tujuan penangkaran jalak bali berbasis masyarakat ini.

Keberhasilan dalam mencapai tujuan tidak lepas dari peran serta anggota kelompok penangkar. Keikutsertaan anggota dilakukan dalam diskusi yang dilakukan setiap satu bulan. Bahan diskusi setiap bulannya meliputi hasil keberhasilan perkembangbiakan, kendala dan masalah dalam penangkaran, serta kegiatan jangka panjang penangkaran. Meskipun latar belakang yang sama yaitu pecinta burung, namun anggota sebagai orang utama yang menjalankan penangkaran memiliki ketrampilan yang berbeda dalam menangkarkan sehingga ketrampilan tersebut perlu dibagikan kepada anggota yang belum berhasil.

Keanggotaan kelompok tidak otomatis berlaku pada semua masyarakat desa melainkan harus melalui mekanisme pendaftaran terlebih dahulu. Bagi masyarakat yang ingin menjadi anggota diharuskan mendaftarkan diri dan bersedia menaati aturan yang telah disepakati kelompok. Masyarakat yang menjadi anggota sebagian besar memiliki kesamaan hobi terhadap burung. Pada selanjutnya keanggotaan meluas karena adanya hubungan kekerabatan anggotanya.

Selain pengaturan organisasi struktural, diketahui juga adanya pendampingan kepada kelompok penangkar. Pendampingan ini dilakukan oleh TNBB dan Yayasan SEKA. Pendampingan yang dilakukan oleh TNBB dilakukan sejak pra penangkaran sampai sekarang seputar teknik penangkaran dan berbagi pengalaman mengenai hambatan dalam menangkarkan jalak bali. TNBB menjadi pendamping masyarakat dalam teknik penangkaran karena keberhasilannya dalam mengembangbiakan burung jalak bali di pembinaan populasi Tegal Bunder. Sedangkan pendampingan mengenai administrasi dilakukan oleh Yayasan SEKA yang dilakukan pada awal pembentukan organisasi dengan memberikan pengarahan mengenai pengetahuan organisasi dan terus berlanjut sampai sekarang. Pendamping juga diikutsertakan diskusi bulanan untuk memberikan saran dan kritik yang membangun penangkaran pada masa yang akan datang.

Kelompok penangkar diberi nama Manuk Jegeg (MJ) yang kemudian menjadi lembaga resmi berjalannya kegiatan penangkaran jalak bali. Kelompok penangkar ini juga menjadi membantu masyarakat dalam mendukung kegiatan penangkaran terutama dalam mengkoordinasi para penangkar dan usaha kelompok. Kelompok ini dilengkapi dengan surat izin usaha kecil yang dibuat oleh petugas setempat dan dikukuhkan oleh kepala desa setempat.

(20)

10

Tujuan ini diwujudkan dalam kegiatan penangkaran, wisata, dan pembinaan habitat jalak bali di Desa Sumberklampok. Kegiatan-kegiatan ini kemudian mengalami pengembangan, penangkarannya yang tidak lagi sebatas mengembangbiakkan jalak bali saja, namun juga jenis burung lain seperti kacer, kenari, dan murai. Kemudian kegiatan wisata saat ini mulai menunjukkan perkembangan dengan adanya kunjungan dari wisatawan. Pembinaan habitat dilakukan melalui dibuatnya peta lokasi dimana burung jalak bali akan dilepasliarkan. Pembinaan habitat juga mulai dilakukan masyarakat dengan membuat persemaian bersama.

Pelaksanaan kegiatan selama ini dilakukan berdasarkan program kerja tahunan yang telah dirumuskan pada awal kepengurusan. Namun dalam pelaksanaannya masih belum ada pembagian penanggungjawabannya. Hampir seluruh kegiatan diakomodir oleh pengurus harian.

Mekanisme Hubungan Antar Aktor

Gardner dan Stern (1996) dalam Sardjono (2004) menyatakan bahwa keberhasilan suatu pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat dapat berlangsung lama dan lestari tergantung pada karakteristik sumberdaya, kelompok masyarakat dalam menggunakan sumberdaya, aturan main yang dikembangkan serta aksi pemerintah. Proses dialog ditunjukkan dari hubungan kerjasama dalam pengelolaan penangkaran. Hubungan kerjasama ada yang tertulis dan kerjasama yang tidak tertulis. Hubungan kerjasama yang memiliki peraturan tertulis ada dalam MoU yang disepakati dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Berdasarkan penelusuran dokumen yang dilakukan terdapat beberapa perjanjian/MoU yang mengikat stakeholder antara lain:

1. Izin penangkaran yang dibuat oleh BKSDA untuk penangkar. 2. Perjanjian kerjasama antara Penangkar-APCB-TNBB

3. Perjanjian antara Penangkar-APCB tentang peminjaman indukan burung jalak bali

4. Perjanjian antara Kelompok penangkar-TNBB tentang pinjaman gedung sekretariat Manuk Jegeg

5. Perjanjian kerjasama antara Kelompok Penangkar-TNBB tentang dana bantuan modal kerja pengembangan desa konservasi dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Kolaborasi merupakan kerjasama yang memiliki pembagian hak dan kewajiban pada setiap pihaknya. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat dapat diperoleh hasil pembagian hak dan kewajiban tiap aktornya. Berbasis masyarakat ditekankan bahwa sebagian besar kegiatan dilakukan oleh masyarakat penangkar. Hal ini menuntut konsekuensi beban hak dan tanggung jawab yang harus ditanggung lebih banyak dari aktor yang lainnya (Tabel 3).

(21)

11 tujuannya. Vangen dan Hunxman (2003) mengemukakan bahwa dengan menjadi bagian dalam pembangunan kepercayaan akan meningkatkan kemungkinan bahwa mitra akan memiliki harapan positif tentang tindakan bersama di masa depan.

Tabel 3 Hak dan kewajiban aktor

Aktor Hak Kewajiban

BKSDA -Pengawasan peredaran satwa langka

-Memberikan izin penangkaran -Mencabut izin penangkaran -Memberikan sanksi

-Melakukan evaluasi penangkaran -Melakukan monitoring rutin

penangkar

TNBB -Melakukan pengawasan atas pinjaman dana kepada kelompok penangkar

-Melakukan teguran kepada kelompok penangkar

-Membantu kelompok penangkar dalam monev

-Memberikan sosialisasi kepada masyarakat

-Memberikan pendampingan kepada kelompok penangkar -Melakukan monev setiap 6 bulan

sekali, bersama kelompok penangkar

APCB -Memberikan teguran kepada penangkar

-Menentukan ukuran kandang -Memperpanjang izin

-Memberikan laporan kepada BKSDA

-Memberikan laporan kepada TNBB

-Menyelesaikan masalah berdasarkan mufakat

-Memberikan sepasang anakan jalak bali hasil penangkaran kepada APCB

-Mengembalikan indukan jalak bali

-Membuat stoodbook jalak bali hasil penangkaran

-Memberikan jaminan atas peminjaman indukan

(22)

12

Gambar 1 Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali

Kinerja Penangkaran Jalak Bali Berbasis Masyarakat

Teknik Penangkaran

Kandang

Pada penangkaran berbasi masyarakat ini terdapat 2 jenis kandang yang dimiliki masyarakat, yaitu kandang biak dan kandang pemeliharaan (Gambar 2). Kandang biak memiliki tujuan untuk tempat berkembang biak. Kandang biak memiliki fungsi sebagai tempat bertelur, mengeram, menetaskan dan mengasuh piyik (Setio dan Takandjaji, 2006). Kandang biak diisi oleh sepasang indukan jalak bali.

Kandang pemeliharaan merupakan kandang yang digunakan untuk meletakkan anakan jalak bali. Kandang bagi anakan dipisahkan menurut umur. Bagi anakan berusia 0-2 bulan diletakkna dalam kandang pemeliharaan yang dilengkapi dengan lampu yang memiliki fungsi sebagai inkubator.bagi anakan yang berusia lebih dari 2 bulan ditempatkan bersama 1-3 ekor dalam 1 kandang pemeliharaan.

Kegiatan sanitasi dan pembersihan penting dilakukan karena memiliki pengaruh penting terhadap kondisi kesehatan satwa (Setio dan Takandjandi, 2006). Pembersihan kandang dilakukan 2 kali seminggu sampai satu bulan sekali, dilihat dari kebersihan lantai kandang. Apabila ada fasilitas yang kotor atau rusak akan segera dibersihkan dan diganti sehingga tidak mengganggu kenyamanan burung. Fasilitas yang rutin dicek adalah gowok. Gowok merupakan tempat dimana burung meletakkan telurnya. Penggantian gowok biasa dilakukan oleh penangkar tiap 3 bulan sekali.

a b

Gambar 2 Kandang penangkaran masyarakat: (a) kandang biak; (b) kandang pemeliharaan

Hubungan dengan MoU

Kelompok penangkar APCB

TNBB BKSDA

Kepala desa Pemerintah Bali

Yayasan SEKA

(23)

13 Tabel 4 Ukuran dan lokasi kandang biak jalak bali

No Nama

Jalak bali merupakan satwa arboreal yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di pohon dan semak belukar. Pola makan burung ini berbeda setiap musimnya namun secara keseluruhan pakan jalak bali di alam terdiri dari invertebrata dan sayuran (Collar et al. 2001). Pada penangkaran pakan jalak bali diatur dalam pola makan yang teratur. Pemberian pakan dilakukan berdasarkan usia burung meliputi jenis, intensitas dan jumlah pakan (Tabel 5). Pada burung yang berusia lebih dari 1 tahun diberikan berbagai jenis pakan. Jenis pakan yang diberikan penangkar ada dua yaitu pakan utama dan pakan tambahan. Pakan utama merupakan pakan yang biasa diberikan kepada burung, sedangkan pakan tambahan merupakan tambahan pakan yang diberikan pada burung pada masa-masa tertentu.

(24)

14

terkandung gizi yang baik, terutama protein, yaitu 47,80%. Pakan ulat hongkong mengandung zat kitin yang membuat burung lebih cepat dewasa (Davies 1978 dalam Ridwan 2000). Namun, dalam pemberian pakan ulat hongkong, penangkar perlu berhati-hati karena pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan mencret, bulu rontok, dan kematian (Soemarjoto, 2003).

Tabel 5 Jenis, intensitas dan jumlah pakan jalak bali Jenis pakan Intensitas

Gambar 3 Pakan jalak bali (a) jangkrik; (b) konsentrat

Kesehatan

Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan tindakan pencegahan yaitu pemberian pakan yang teratur dan bergizi serta pemberian vitamin setiap 2 minggu sekali pada air minum dan air mandi. Selain itu penggantian air minum dan mandi yang teratur juga dilakukan dalam menjaga kesehatan burung jalak bali. Para penangkar mengungkapkan bahwa burung ini suka mandi, setiap air mandi burung diganti maka burung jalak bali akan segera mandi. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada burung.

(25)

15 Wibowo (2010) menyatakan bahwa infestasi kutu pada burung biasanya sering terjadi pada folikel rambut sehingga akan menyebabkan kerusakan serta kerontokan bulu. Penanggulangan rontok bulu pada burung dilakukan dengan pembersihan kandang dan pemberian vitamin pada air mandi. Kelumpuhan pada burung dialami oleh penangkar, kelumpuhan ini adalah peristiwa burung tidak dapat berjalan, seringkali burung yang mengalami kelumpuhan mengalami kematian. Kelumpuhan beberapa kali dialami penangkar namun tidak diketahui cara penanggulangannya. Identifikasi penyebab kelumpuhan tidak dapat dilakukan.

Keberhasilan Reproduksi

Jumlah total burung jalak bali yang ada di penangkaran jalak bali di masyarakat per Mei 2013 adalah sebanyak 64 ekor yang terdiri dari 30 ekor indukan dan 34 ekor anakan (Tabel 6). Jumlah anakan pada tiap penangkar tidak sama dikarenakan tidak semua induk sudah bereproduksi dan menghasilkan anakan.

Gambar 4 Anakan jalak bali (Doc: penangkar)

Tabel 6 Populasi di penangkaran jalak bali berbasis masyarakat tahun 2013

Kelas umur Jumlah (ekor) Keterangan

0-1 tahun 10 Anakan

1-2 tahun 24 Anakan

3-4 tahun 8 Indukan

4-5 tahun 6 Indukan

5-6 tahun 1 Indukan

6-7 tahun 1 Indukan

7-8 tahun 4 Indukan

Tidak diketahui 10 Indukan

(26)

16

Tabel 7 Presentase daya tetas telur, tingkat perkembangbiakan, dan angka kematian

Tahun Persentase (%)

Daya tetas telur Angka kematian Tingkat perkembangbiakan

2011 29,16 75 40

2012 48,802 74,07 60

2013 85,71 17,64 33,33

Rata-rata 54,55 55,57 44,44

Kategori Sedang Sedang Sedang

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa setiap tahun daya tetas telur mengalami peningkatan. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh burung setiap berbiak adalah 2-3 telur. Angka kematian yang terjadi pada anakan burung jalak bali mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa jumlah anakan yang hidup semakin banyak. Kematian tertinggi dialami pada tahun 2012 dimana kematian anakan terjadi pada usia 0-1 tahun pada saat asuhan induk.

Tingkat perkembangbiakan indukan mengalami penurunan. Tahun 2013, 5 pasang dari 15 pasang indukan dapat berkembang biak. Hal ini terkait dengan usia burung yang dimiliki oleh masyarakat penangkar bervariasi antara 2-8 tahun. Masa hidup burung jalak bali di penangkaran memiliki usia yang lebih panjang, yakni mencapai 11 tahun. Namun, pada usia tersebut burung tidak dapat menghasilkan telur. Usia burung lebih dari 5 tahun dapat dikatakan tidak cocok untuk penangkaran karena dianggap tua. Masyud (2010) memprioritaskan usia burung yang dijadikan bibit adalah yang berusia muda untuk meminimalisir stres. Collar et al. (2001) menyebutkan bahwa usia burung yang berkisar antara 3-5 tahun memiliki kemampuan tertinggi dalam bereproduksi.

Faktor penentu keberhasilan jalak bali di penangkaran masyarakat ditentukan oleh kandang, pakan, dan usia indukan. Kedua faktor ini dipengaruhi penangkar baik dari letak kandang, kebersihan, pemberian pakan, dan pemberian obat dan vitamin. Beberapa kondisi yang mengurangi keberhasilan perkembangbiakan burung di Desa Sumberklampok antara lain:

 Letak kandang yang berada dekat dengan kebisingan dan aktivitas manusia. Burung yang sedang breeding memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Sehingga diperlukan kondisi yang mendukung agar dapat bereproduksi dengan baik untuk mengurangi stres pada burung. Beberapa penangkar memiliki kandang dekat dengan salah satu jalan raya utama di Bali. Selain itu beberapa penangkar meletakkan kandang di dalam rumah yang dimana aktivitas manusia sering dilakukan, misalnya di dekat dapur.

 Usia indukan burung. Usia burung yang melebihi 5 tahun ada 6 ekor. Usia lebih dari 5 tahun merupakan usia dimana kemampuan reproduksi menurun.

Pada setiap proses keterlibatan pihak lain selain masyarakat sangat penting untuk menghasilkan penangkar yang berkualitas. Keterlibatan pihak lain berada masih berada pada aspek administrasi, monitoring dan evaluasi. Keterlibatan pihak lain pada teknik penangkaran secara langsung ditekankan pada pendampingan dan pemberian saran yang dilakukan oleh kelompok pemerintah dan LSM.

(27)

17 penangkaran. Teknik penangkaran yang dilakukan meliputi kandang, pakan, kesehatan, dan perkembangbiakan. Teknik penangkaran banyak pada kegiatan pemeliharaan. Pemeliharaan ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Teknik penangkaran yang dilakukan oleh masyarakat dapa dikatakan berhasil karena telah menghasilkan 34 anakan jalak bali. Hasil analisis mengenai keberhasilan penangkaran dari aspek teknis penangkaran membutuhkan pergantian indukan jalak bali. Kebutuhan indukan dikoordinasikan dengan aktor lain yaitu APCB dan dikonsultasikan dengan TNBB.

Persepsi Masyarakat terhadap Penangkaran Jalak Bali di Desa Sumberklampok

Karakteristik masyarakat penangkar dilihat dari etnis, usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Masyarakat penangkar 67% berasal dari etnis Madura dan 33% dari etnis Bali. Penangkar memiliki usia berkisar 30-70 tahun, 72% berusia 30-50 tahun dan 28% berusia >50 tahun. Kegiatan penangkaran dapat dikatakan bukan sebagai kegiatan utama penangkar karena pekerjaan utama para penangkar adalah petani sebanyak 61%, wiraswasta sebanyak 28%, dan karyawan sebanyak 11%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar rendah hanya sampai SD sebanyak 44%, SMP sebanyak 28%, SMA sebanyak 22%, dan hanya 6% yang mencapai perguruan tinggi.

Karakteristik masyarakat non-penangkar dari etnis usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Masyarakat non-penangkar 33% berasal dari etnis Madura dan 67% berasal dari etnis Bali. Masyarakat non-penangkar memiliki usia. Pekerjan penangkar terdiri atas 80% petani, pegawai 3%, dan lainnya (buruh, pedagang, pelajar) 17%. Berkaitan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan penangkar rendah hanya sampai SD sebanyak 93%, SMP sebanyak 3%, SMA sebanyak 3%.

Tabel 8 Rataan presentase persepsi masyarakat

No Persepsi masyarakat Penangkar

(n=18)

Non-penangkat

(n=30) Aspek pengetahuan

1 Masyarakat pernah melihat jalak bali 100 100 2 Status jalak bali 100 100 3 Habitat jalak bali 100 76,67 4 Jalak bali dilindungi 100 100 Aspek pengetahuan terhadap penangkaran jalak bali di desa

1 Masyarakat tahu penangkaran jalak bali 100 76,67 2 Orang-orang yang menangkarkan jalak

bali

100 76,67

3 Lama penangkaran 2 tahun 100 76,67 4 Tujuan penangkaran 100 57,89 5 Manfaat penangkaran 100 6,67 Aspek sikap terhadap penangkaran jalak bali di desa

(28)

18

Peran masyarakat dalam penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok sangat besar. Jika dilihat dari identifikasi stakeholder, masyarakat berada pada semua proses berjalannya penangkaran dari awal sampai akhir. Persepsi masyarakat mengenai penangkaran jalak bali dapat dilihat dari 3 aspek yaitu pengetahuan mengenai jalak bali, pengetahuan mengenai penangkaran, dan sikap yang ditunjukkan masyarakat (Tabel 8).

Berdasarkan data pada tabel tidak ada perbedaan yang besar antara penangkar dan non-penangkar. Hampir seluruhnya memiliki pengetahuan mengenai burung jalak bali terutama dalam identifikasi jalak bali dan perlindungannya. Pengetahuan mengenai jalak bali ini diketahui melalui pengalaman masyarakat sendiri berjumpa dengan burung tersebut. Responden mengakui bahwa jalak bali dulunya pernah tinggal di desa. Sedangkan pengetahuan mengenai perlindungan jalak bali diperoleh melalui sosialisasi taman nasional. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi ini. Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) menyatakan bahwa pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting. Berdasarkan hasil wawancara, pengetahuan masyarakat penangkar dan non-penangkar memiliki perbedaan. Pengetahuan masyarakat non-penangkar mengenai kegiatan penangkaran jalak bali di desa cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan presentase jumlah orang yang tahu mengenai penangkaran jalak bali ada 76,67%. Hal ini juga sebanding dengan kepahaman masyarakat akan lamanya penangkaran tersebut berjalan yakni 76,67% mengatakan bahwa penangkaran telah berjalan 1-2 tahun yang lalu. Pengetahuan masyarakat non-penangkar terhadap non-penangkaran dipengaruhi oleh sosialisasi yang dilakukan sebelumnya dan interaksi antar masyarakat. Sosialisasi penangkaran dilakukan kepada orang-orang yang memiliki ketertarikan/hobi pada burung. Beberapa orang yang menghadiri sosialisasi ini merupakan orang-orang yang dulunya mendapat bantuan bibit perkutut dari taman nasional.

Sikap masyarakat diidentifikasi dari adanya perolehan manfaat, gangguan akibat penangkaran dan dukungan terhadap penangkaran tersebut. Berdasarkan wawancara, diidentifikasi dari manfaat yang didapat sampai pada saat ini masyarakat non-penangkar tidak mendapatkan manfaat apapun, sedangkan masyarakat penangkar sebanyak 44,44% sudah mulai mendapat manfaat yaitu adanya anakan jalak bali yang siap dijual. Masyarakat penangkar dan non-penangkar tidak merasa adanya gangguan dari adanya kegiatan non-penangkaran. Sikap masyarakat mengenai penangkaran jalak bali yang ada di masyarakat mendukung adanya penangkaran jalak bali. Seluruh responden menyatakan bahwa setuju atas adanya penangkaran dan sebanyak 76,67% mengatakan bahwa penangkaran perlu diteruskan, mengingat akan pentingnya dan besarnya manfaat yang akan dihasilkan dari kegiatan penangkaran ini terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dukungan masyarakat ini disertai harapan yang dikemukakan oleh masyarakat non-penangkar yang juga ingin bergabung dalam penangkar.

(29)

19 baik penangkar maupun masyarakat. Manfaat ini diperoleh dari berjalannya wisata desa yang mengandalkan keberadaan jalak bali di Desa Sumberklampok. Menindaklanjuti manfaat tersebut telah dibuat rencana-rencana mengenai desa wisata yang digarap secara serius agar tujuan kedua penangkaran dapat berhasil.

Persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh komunikasi antara petugas lapangan dengan masyarakat. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kegiatan penangkaran ini dapat berjalan dengan adanya pendampingan dan dukungan baik dari taman nasional maupun LSM setempat. Peran pendamping sangat penting dalam menghubungkan masyarakat dengan stakeholder lain. Persepsi masyarakat dalam kolaborasi menjadi faktor pendukung untuk mengajak lebih banyak masyarakat dalam kegiatan pelestarian jalak bali baik melalui kegiatan penangkaran. Keikutsertaan masyarakat sampai saat ini masih berupa kegiatan penangkaran yang masih menitikberatkan pada peningkatan ekonomi. Pada masyarakat non-penangkar keterbatasan pengetahuan mengenai tujuan dan manfaat dari penangkaran mengurangi keterlibatan aktif masyarakat dalam pelestarian jalak bali.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Model kolaborasi penangkaran jalak bali berbasis masyarakat di Desa Sumberklampok melibatkan sebuah organisasi masyarakat yaitu Manuk Jegeg yang berperan sebagai pengelola dan mengorganisasikan para penangkar jalak bali serta penghubung antar penangkar dan stakeholder lainnya. Organisasi ini dalam menjalankan tugasnya didampingi oleh Taman Nasional Bali Barat dan Yayasan SEKA serta didukung oleh APCB. Kerjasama antar keempat organisasi ini didasarkan pada sebuah MoU. Kelompok masyarakat penangkar telah berhasil mengembangbiakan jalak bali dengan adanya 34 anakan jalak bali. Sebagian besar masyarakat Desa Sumberklampok mendukung adanya penangkaran jalak bali. Penangkaran dianggap bentuk kegiatan positif yang mendukung kegiatan pelestarian jalak bali. sekaligus pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat Desa Sumberklampok.

Saran

1. Masyarakat perlu meningkatkan hasil penangkaran dengan meningkatkan kapasitas dalam pemeliharaan, secara khusus menghadapi burung yang sakit dan mengurangi tingkat kematian anakan pada saat asuhan induk dengan cara penetasan telur oleh penangkar.

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1987. Masalah Pelestarian Jalak Bali. Media Konservasi I No 4. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan

Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada.

Bryson JM. 2004. What to do when stakeholders matter: stakeholder identification and analysis techniques. Public Management Review 6 (1): 21-53.

Collar NJ, Andreev AV, Chan S, Crosby MJ, Subramanya S, Tobias JA. 2001. Threatened Birds of Asia: The Bird International Red Data Book. Cambridge: Birdlife International.

Fisher RJ. 1995. Collaborative Management of Forest Conservatiom and Development. IUCN- The World Conservation, WWF For Nature.

Gustave R, Hidayat AW. 2008. Sumberklampok Community Conserved Area-a declaration of community rights. Results of grassroots discussion. Bali (ID). Kurniasih L. 1997. Jalak Bali (Leucopsar rotschildi stresmann) spesies yang

makin langka di habitat aslinya. Makalah Ilmiah Biosfer 9: 3-7.

Lesorogol. 2008. Contesting the Commons: Privatizing Pastoral Lands in Kenya.

The University of Michigan (US): Ann Arbor.

Masyud B. 1992. Penampilan reproduksi dan karakteristik genetik jalak bali [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Masyud B. 2010. Teknik Menangkarkan Burung Jalak di Rumah. Bogor (ID): IPB Press

Miles MB, Huberman AM. Qualitative Data Analysis: a sourcebook of new methods. Beverly Hills (US): SAGE.

Mitchell B, B Setiawan, Dwita HR. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Mundayat AA, Gunawan, Indria S, Putri E. 2005. Dinamika Kelembagaan Sistem Informasi Desa; Cerita dari Andongrejo, Jember. Bogor (ID): Pustaka Latin. Nakagaki BJ, Sunde and Defoliart GR. 1987. Protein quality of the house cricket,

Acheta domesticus, when fed to broiler chicks. J Puoltry Sci 66:1367-1371. Nanang N, Devung GS. 2004. Panduan Pengembangan Peran dan Partisipasi

Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Center for Social Forestry (CSF), Universitas Mulawarman Institute for Global Environmental Strategies (IGES), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4th Ed. New York (NY): Avi Book, Nostrand Reinhold.

Putro HR, Supriatin, Sunkar A, Rossanda D, Prihatini ER. 2012. Pengelolaan Kolaboratif Taman Nasional di Indonesia. JICA-CFET. Bogor (ID): IPB Press

Ridwan R. Pemberian Berbagai Jenis Pakan untuk Mengevaluasi Palatabilitas, Konsumsi dan Energi Pada Kadal (Mabuya multifasciata) Dewasa [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Sardjono, 2004. Mosaik Sosiologi Kehutanan : Masyarakat Lokal, Politik dan

Industri Sumberdaya Hutan. Jakarta (ID): DEBUT Press.

(31)

21 Soemarjoto R. 2003. Mengatasi Permasalahan Burung Berkicau. Jakarta (ID):

Penebar Swadaya.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung (ID): Alfabeta.

Suporahardjo. 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. Bogor (ID): Pustaka Latin.

Stover, R.H. dan Simmonds, N.W. (1987). Bananas, Tropical Agricultura Series. Essex UK: Longman Scientific and Technical. Hal 86-101.

TNBB. 2011. Laporan Inventarisasi Spesies Prioritas Terancam Punah (Leucopsar rothschildi) tahun 2011. Bali (ID)

Torang S. 2012. Metode Riset Struktur & Perilaku Organisasi. Bandung (ID): Alfabeta.

Vangen S, Huxham C. 2003. Nurturing Collaborative Relations: Building Trust in Interorganizational Collaboration. Journal of Applied Behavioral Science

2003:39.

(32)

22

LAMPIRAN

(33)

23 Lampiran 2 Surat perjanjian kerjasama antara kelompok penangkar dan Taman

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Mei 1991 dari ayah A. M. Edy Suharyoko dan ibu Anna Agustina Heralanti. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Pangudi Luhur Van Lith dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Ekologi Satwaliar pada tahun 2012/2013. Penulis telah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur dan Papandayan pada tahun 2011, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2012, serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bali Barat pada tahun 2013.

Penulis juga aktif sebagai Pengurus Cabang Sylva Indonesia (PCSI) IPB divisi Bank Plastik (ketua divisi, 2011). Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova), Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan ekspedisi dan eksplorasi yang diadakan oleh Himakova, yaitu Pendidikan dn Latihan Kelompok Pemerhati Mamalia (Diklat KPM) pada tahun 2010, Eksplorasi Flora Fauna Indonesia (Rafflesia) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2010), Studi Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional Kerinci Seblat (2011), Inventarisasi Mamalia di HPGW (2011), dan Surili di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (2012).

Gambar

Tabel 1  Jenis data dan metode pengumpulan data
Tabel 2  Identifikasi aktor dan peran dalam penangkaran jalak bali
Tabel 3  Hak dan kewajiban aktor
Gambar 1  Peta hubungan antar stakeholder penangkaran jalak bali
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok kedua, kelompok Aktor pro konservasi alam yang terdiri dari Agen negara di Balai TNS yang mengelolah kawasan i konservasi dalam areal TNS, ketiga LSM lnternasional yang

Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk berlindung

Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk berlindung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat desa adat Bali Utara memandang bahwa konflik adat yang terjadi merupakan imbas dari ³NHWLGDNQ\DPDQDQ´

Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk

Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk berlindung