• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Anggaran Pendidikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Anggaran Pendidikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PENGARUH ANGGARAN PENDIDIKAN

TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

DI INDONESIA

SYAHRIL ILHAMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh Anggaran Pendidikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Syahril Ilhami

(4)

RINGKASAN

SYAHRIL ILHAMI. Analisis Pengaruh Anggaran Pendidikan terhadap Indeks

Pembangunan Manusia di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG

NURYARTONO dan NOER AZAM ACHSANI.

Pendidikan merupakan sektor yang fundamental bagi sebuah negara karena pendidikan mampu memberikan manfaat positif bagi pembangunan walaupun manfaat tersebut baru dapat dirasakan beberapa tahun ke depan. Pendidikan memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan kehidupan sosial ekonomi melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan produktivitas, sehingga pendidikan diharapkan mampu menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu ukuran kondisi sumber daya manusia pada suatu negara. IPM dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Anggaran pendidikan yang besar jika dikelola dengan baik dan dialokasikan secara tepat diharapkan mampu meningkatkan tingkat melek huruf dan tingkat lama sekolah sehingga pada gilirannya akan meningkatkan IPM.

Data BPS menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah (APS) di setiap kategori sejak tahun 1994 sampai 2011 mengalami peningkatan, demikian pula halnya dengan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu yang sama. Walaupun angka IPM Indonesia meningkat secara nominal tetapi dari sisi peringkat Indonesia memburuk. Pada tahun 2010 Indonesia tercatat menduduki peringkat 108 tetapi tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat 124 dan pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat ke 121. Ini merupakan indikasi bahwa pengeluaran negara untuk pendidikan belum mampu secara maksimal mendongkrak IPM.

Dari segi teori ekonomi pendidikan, khususnya pendekatan human capital, aspek

pembiayaan dipandang sebagai bagian dari investasi pendidikan yang menentukan taraf produktivitas individu maupun kelompok. Pada gilirannya taraf produktivitas

ini mempengaruhi taraf pendapatan (earning) seseorang atau kelompok yang pada

akhirnya berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Studi ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh anggaran pendidikan terhadap angka melek huruf rata-rata lama sekolah, pengaruh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah terhadap tingkat pendapatan dan pengaruh angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, tingkat pendapatan dan angka harapan hidup terhadap indeks pembangunan manusia. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Badan Pusat Statistik dari tahun 2009-2012 yang mencakup seluruh provinsi di Indonesia.

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur (path

(5)

v

Hasil studi ini menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki anggaran pendidikan per kapita usia sekolah terbesar adalah Kalimantan Timur dan Papua Barat. Ini menandakan bahwa penduduk usia sekolah di dua provinsi tersebut menikmati anggaran pendidikan lebih banyak dari pada penduduk usia sekolah di provinsi lainnya. Sedangkan provinsi yang memiliki anggaran pendidikan per kapita penduduk usia sekolah yang relatif kecil adalah provinsi Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur. Selain itu studi ini juga memperlihatkan terjadinya peningkatan anggaran pendidikan per kapita dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012, terjadi peningkatan anggaran pendidikan perkapita penduduk usia sekolah yang bervariasi antara 7 % (Riau) hingga 67% (Jawa Timur), bahkan untuk DKI Jakarta terjadi peningkatan hampir 2,5 kali lipat dari anggaran 2009.

Dalam hal Indeks Pembangunan Manusia terlihat bahwa semenjak tahun 2004 sampai 2012, IPM Indonesia mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,57 per tahun. Tidak ada kenaikan IPM yang cukup signifikan, kenaikan IPM berkisar antara 0,50 sampai 0,88 per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2004 ke 2005 sedangkan kenaikan terendah terjadi pada tahun 2010 ke 2011. Provinsi yang mengalami peningkatan IPM yang cukup tinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Bali, sedangkan yang mengalami stagnansi adalah provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Tengah. Pada 2012, terjadi peningkatan IPM 1–2 poin (kecuali Jakarta 0,97 poin dan NTB 2,23 poin dari IPM 2009). Selain itu terdapat hubungan linear positif antara persentase kenaikan anggaran pendidikan dan persentase kenaikan IPM. Walaupun demikian, masih ada daerah dimana persentase kenaikan anggaran pendidikan tidak sebanding dengan persentase kenaikan IPM.

Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa anggaran pendidikan berpengaruh

langsung terhadap IPM pada lag 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun. Di antara ke tiga

lag tersebut, pengaruh pada lag 2 tahun lebih besar daripada pengaruh pada lag 1

tahun dan 3 tahun, artinya pengaruh anggaran pendidikan per kapita terhadap IPM baru terlihat setelah dua tahun kemudian. Pengaruh anggaran pendidikan per kapita usia sekolah terhadap rata-rata lama sekolah cukup tinggi, demikian pula terhadap angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah berpengaruh cukup tinggi terhadap PDRB per kapita, demikian pula pengaruh PDRB per kapita terhadap angka harapan hidup. Selanjutnya rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, PDRB per kapita dan angka harapan hidup berpengaruh cukup tinggi terhadap indeks pembangunan manusia.

Untuk meningkatkan IPM suatu daerah maka diperlukan peningkatan Anggaran Pendidikan yang digunakan pada program-program yang dapat meningkatkan Rata-Rata Lama Sekolah. Rata-Rata Lama Sekolah memiliki perngaruh yang cukup besar terhadap PDRB. Di sisi lain PDRB berpengaruh besar terhadap Angka Harapan Hidup. Dari ketiga komponen IPM, komponen indeks kesehatan yang diukur menggunakan Angka Harapan Hidup memiliki perngaruh lebih besar daripada 2 (dua) komponen lainnya.

(6)

SUMMARY

SYAHRIL ILHAMI. The Effects of Government Budget in Education on Human Development Index of Indonesia. Under supervision of NUNUNG NURYARTONO and NOER AZAM ACHSANI.

Education sector is important for a country since it is beneficial for the country’s development although the benefit of education investment is not instantly perceived. The contribution of education to the development of society life is substantial through the improvement of knowledge, skill, attitude and productivity.

Human Development Index (HDI) is a measure of quality of human resource in a country. HDI is dependent on three variables, namely education, health, and economic variables. The education budget can be effectively geared to improve literacy as well as school duration of children if it is managed and allocated in efficient and effective manner. This, in turn, will increase the HDI of the country.

Statistical data published by Central Statistic of Indonesia (known as BPS) showed that school participation of each category increased from 1994 to 2011 and the same pattern was also observed for HDI. However, although the HDI for Indonesia has increased but in fact the rank has decreased. The rank of HDI for Indonesia in 2010 was 108 and it became 124 in 2011, then in 2012 the position became 121. This indicated that the education expenditure has not been able to effectively improve the HDI of Indonesia.

From view point of economic theory, especially the human capital theory, the education investment is important to improve productivity of individual as well as society. This, in turn, will contribute significantly to the speed of economic growth and development.

This study is aimed to analyze the effects of education budget on number of literacy and average duration of school. It is also analyzing the effects of number of literacy and school duration on level of income. Moreover, the effects of literacy number, school duration as well as level of income on the HDI are also evaluated. The data used in this research has been collected from publications of Ministry of Finance as well as from BPS during 2009 to 2012 and includes all provinces of Indonesia.

Descriptive and path analyses were used in this study. Descriptive analysis facilitated the description and interpretation of the results through tables and graphs, whereas path analysis was used to investigate whether the data has supported the hypothesis which includes the structural relationship of the measured variables.

(7)

vii

The HDI of Indonesia has increased since 2004 to 2012 with average increment of 0.57 across the country. The range of increment was from 0.50 to 0.88. The highest increase was in West Nusa Tenggara and Bali provinces whereas in Jakarta and Middle Kalimantan the increase was stagnant. It was also observed that there was positive relationship between the education budget and the magnitude of HDI. However, we noticed that there were several provinces in which the increase of HDI was not proportional to the increase of education budget.

The results of path analysis also showed that the education budget directly affected the HDI with one, two, and three year time lags. Among the three lags, it was found that the effect of lag two years was the biggest which meant that the effects of education could be expected after two years implementation of the budget. The effects of education budget on school duration and literacy number were high. The effect of school duration on per capita Gross Regional Domestic Product (GRDP) was also high. Moreover, it was found that the literacy number, school duration and GRDP simultaneously affected HDI.

To increase the HDI in a particular province this study confirmed that the education budget should be allocated for programs which enable the improvement of school duration since the school duration of children substantially affected the GRDP. The increase of GRDP will, in turn, boast the life expectancy through better economic development. This study also showed that the health component index measured by life expectancy produced the highest effect when compared to education and economic components of the HDI.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

ix

ANALISIS PENGARUH ANGGARAN PENDIDIKAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

SYAHRIL ILHAMI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

xiii

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Anggaran Pendidikan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MSi dan Bapak Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, kritikan dan saran sehingga tesis ini dapat diselesaikan dan memenuhi persyaratan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Prof. Dr. Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS dan Ibunda Hj. Sy. Lily Arlina. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Ekonomi dan rekan-rekan lain yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu-persatu.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(14)
(15)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI  i 

DAFTAR TABEL  ii 

DAFTAR GAMBAR  ii 

DAFTAR LAMPIRAN  iii 

1  PENDAHULUAN  1 

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

2  TINJAUAN PUSTAKA  6 

Teori Pertumbuhan Ekonomi 6

Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan 8

Kemiskinan 9

Pendidikan 11

Ekonomi Kesehatan 15

Investasi Modal Manusia 18

Pembangunan Manusia 19

Komponen-komponen IPM 21

Analisis Jalur (Path Analysis) 21

Kerangka Pemikiran 25

3  METODE PENELITIAN  26 

Jenis dan Sumber Data 26

Metode Analisis 26

Model yang Digunakan 27

Hipotesis 28

4  HASIL DAN PEMBAHASAN  28 

Profil Anggaran Pendidikan pada APBD 28

Profil Indeks Pembangunan Manusia 30

Hubungan antara Anggaran Pendidikan dan Indeks Pembangunan Manusia 33

Hubungan antara Anggaran Pendidikan dan Indeks Pendidikan 36

Hasil Analisis Jalur 40

5  SIMPULAN DAN SARAN  45 

Simpulan 45

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA  46 

LAMPIRAN  49 

(16)

DAFTAR TABEL

 

Tabel 1.1 Kondisi pendidikan, perekonomian dan IPM di negara Asean (2012) 4

Tabel 2.1 Tabel variabel penghitungan IPM 21

Tabel 3.1 Sumber data 26

Tabel 4.1 Jumlah anggaran pendidikan dan proporsi anggaran menurut Provinsi 29 Tabel 4.2 Anggaran pendidikan per kapita usia sekolah (7-18 tahun) menurut

Provinsi 30

Tabel 4.3 Indeks pembangunan manusia menurut Provinsi (2009-2012) 32

Tabel 4.4 Tabel IPM tiap Provinsi di Indonesia tahun 2012 33

Tabel 4.5 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per

kapita usia sekolah dan persentase peningkatan IPM 2009-2012 34

Tabel 4.6 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per kapita usia sekolah dan persentase peningkatan indeks pendidikan

2009-2012 37

Tabel 4.7 Hasil analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita terhadap

IPM 3 tahun 42

Tabel 4.8 Hasil analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita terhadap

IPM lag 2 tahun 44

Tabel 4.9 Hasil analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita terhadap

IPM lag 1 tahun 45

 

DAFTAR GAMBAR

 

Gambar 1.1 Korea Selatan versus Chili  5 

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  25 

Gambar 3.1 Analisis jalur model hubungan antara anggaran pendidikan dan

indeks pembangunan manusia  27 

Gambar 4.1 Pertumbuhan IPM di Indonesia (2004-2012)  31 

Gambar 4.2 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per

kapita usia sekolah dan persentase peningkatan IPM 2009-2012  35 

Gambar 4.3 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per kapita usia sekolah dan persentase peningkatan IPM 2009-2012

(tanpa Provinsi DKI Jakarta dan NTB)  36 

Gambar 4.4 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per kapita usia sekolah dan peningkatan rata-rata lama sekolah

2009-2012  38 

Gambar 4.5 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per kapita usia sekolah dan peningkatan rata-rata lama sekolah

2009-2012 (tanpa DKI Jakarta, NTB dan Bali)  38 

Gambar 4.6 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per kapita usia sekolah dan persentase peningkatan angka melek huruf

2009-2012  39 

Gambar 4.7 Hubungan antara persentase peningkatan anggaran pendidikan per kapita usia sekolah dan persentase peningkatan angka melek huruf

(17)

iii

Gambar 4.8 Analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita usia sekolah

terhadap IPM lag 3 tahun  41 

Gambar 4.9 Analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita usia sekolah

terhadap IPM lag 2 tahun  43 

Gambar 4.10 Analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita usia

sekolah terhadap IPM lag 1 tahun  44 

 

DAFTAR LAMPIRAN

 

(18)
(19)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan sektor yang fundamental bagi sebuah Negara karena pendidikan diharapkan mampu memberikan manfaat positif bagi pembangunan. Fakta menyebutkan bahwa negara yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki basis yang kuat dalam ekonomi dan kesehatan. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang diamandemen pada tahun 2009 yang lalu, besarnya anggaran di sektor pendidikan telah mencapai 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Dengan rasio yang cukup besar tersebut, seharusnya sektor pendidikan mampu memberikan manfaat yang signifikan bagi sektor-sektor lainnya seperti sektor ekonomi dan kesehatan.

Pendidikan merupakan investasi jangka panjang karena manfaat dari investasi pendidikan tahun ini baru dapat dirasakan beberapa tahun ke depan. Pendidikan menjadi landasan yang kokoh bagi suatu negara. Negara dengan tingkat pendidikan yang tinggi, akan semakin kokoh dan stabil. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih berkualitas dan siap dalam menghadapi perubahan-perubahan dalam kehidupan.

Pendidikan memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan kehidupan sosial ekonomi melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan produktivitas, sehingga pendidikan diharapkan mampu menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Tenaga kerja yang berkualitas akan mampu mendapatkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi sehingga pendidikan dapat menjadi faktor positif bagi pertumbuhan ekonomi. Tingkat pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika masyarakat sejahtera, maka masyarakat bisa mengakses pelayanan kesehatan yang lebih baik sehingga berimplikasi pada semakin tingginya angka harapan hidup.

(20)

manusia dan berhubungan erat dengan hampir semua dimensi pembangunan, baik pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, maupun pembangunan manusia.

Penelitian mengenai peran penting pendidikan diprakarsai oleh Schultz (1960, 1961) dan Becker (1962, 1975). Schultz merintis pembahasan tentang investasi sumber daya manusia dan menetapkan bahwa pendidikan sebagai kegiatan konsumsi dan investasi, -mengarah pada pembentukan modal manusia yang sebanding dengan modal fisik- akan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Penelitian Becker meyakinkan banyak orang untuk membuat pilihan investasi dalam modal manusia dengan menimbang biaya dan manfaat rasional yang mencakup pengembalian investasi dalam pendidikan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dikenal sebagai suatu ukuran dalam melihat kondisi sumber daya manusia pada suatu negara. Tinggi dan rendahnya IPM dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Ketiga variabel tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, baik langsung

maupun tidak langsung. Keterkaitan ketiga variabel tersebut ditunjukkan pada  

gambar berikut.

Anggaran pendidikan yang besar jika dikelola dengan baik dan dialokasikan secara tepat diharapkan mampu meningkatkan tingkat melek huruf dan tingkat lama sekolah. Dengan bertambahnya kapasitas seseorang akibat dari mengenyam pendidikan, maka diharapkan mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga mendapatkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Selanjutnya dengan tingkat pendapatan yang lebih baik, diharapkan bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik sehingga dengan demikian akan meningkatkan angka harapan hidup.

Tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dasar masih sangat besar, lebih dari 90 persen sekolah dasar (SD) berstatus sebagai milik pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 20, 2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi minimal 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD).

Secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan bagi seluruh rakyat terlihat cukup besar. Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, bahkan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan untuk itu pemerintah bertanggung jawab membiayainya. Melalui perubahan Pasal 31 UUD 1945, tekad tersebut makin diperkuat dengan adanya ketetapan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(21)

3

Pendidikan diyakini mampu memutus rantai kemiskinan. Masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang rendah jika dapat bersekolah dan lulus dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu pemberantasan kemiskinan dapat secara efektif dilakukan melalui pendidikan.

Namun kenyataannya, pendidikan di Indonesia (khususnya pendidikan tinggi) tidak dapat dinikmati dengan bebas oleh setiap warga negara, beberapa sekolah khususnya sekolah menengah atas dan perguruan tinggi membebankan biaya yang cukup berat bagi anak didik, sehingga warga negara yang kurang mampu tidak dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas. Mahalnya biaya pendidikan membuat kesempatan rakyat kecil untuk berkuliah di perguruan tinggi dengan kualitas baik menjadi lebih kecil.

Dengan alokasi anggaran yang besar seperti saat ini, semestinya permasalahan di atas dapat teratasi dengan baik, misal dengan lebih memprioritaskan alokasi anggaran kepada operasional siswa atau mahasiswa, bukan kepada biaya personal pegawai seperti gaji, sertifikasi maupun tunjangan.

Perhatian khusus pemerintah di bidang pendidikan dapat membuat

Indonesia terhindar dari middle income trap, yaitu kondisi di mana suatu negara

berpendapatan menengah yang memiliki pertumbuhan stagnan dan penduduk miskin bertambah. Jika tidak ada perubahan, kelas menengah Indonesia yang saat ini sekitar 50 juta tidak akan bertambah. Sebaliknya, penduduk miskin yang saat ini sudah tinggal 27 juta akan meningkat. Bahkan, prediksi bahwa kelas menengah Indonesia yang akan menembus 120 juta tahun 2020 tak akan tercapai karena Indonesia terperosok ke dalam jebakan negara berpendapatan menengah.

Berdasarkan preposisi yang disampaikan sebelumnya maka salah satu titik penting dalam siklus pembangunan adalah persoalan anggaran. Peningkatan anggaran pendidikan dengan pengelolaan anggaran yang efektif dan tepat sasaran diharapkan akan meningkatkan IPM. Oleh karena itu menarik untuk diteliti secara lebih mendalam bagaimana keterkaitan antara anggaran pendidikan dan IPM di Indonesia.

Dalam hubungannya dengan biaya dan manfaat, pendidikan dapat

dipandang sebagai salah satu investasi (human investment) dalam hal ini, proses

pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Hal yang sama diungkapakan pula oleh Blaug (1971).

... A good case can now be made for the view that educational expenditure does partake to a surprising degree of the nature of investment in enhanced future output. To that extent, the consequences of education in the sense of skills embodied in people may be viewed as human capital, which is not to say that people themselves are being treated capital. In other word, the maintenance and improvement of skills may be seen as investment in human beings, but the resources devoted to maintaining and increasing the stock of human beings remain consumption by virtue of the abolition of slavery”.

(22)

Bank Dunia dengan program internasionalnya telah menetapkan kepercayaan terhadap peranan investasi sumber daya manusia bagi pertumbuhan

ekonomi (World Development Report, 1980). Kepercayaan ini didasarkan atas

studi yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an. Sumbangan pendidikan untuk menunjang pertumbuhan ini semakin kuat setelah memperhitungkan efek pendidikan dan bentuk investasi fisik lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari segi teori ekonomi pendidikan, khususnya pendekatan human capital,

aspek pembiayaan dipandang sebagai bagian dari investasi pendidikan yang menentukan taraf produktivitas individu maupun kelompok. Pada gilirannya taraf

produktivitas ini mempengaruhi taraf pendapatan (earning) seseorang atau

kelompok yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Cohn (1979)

Perumusan Masalah

Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang baik tidak hanya menjadi ukuran keberhasilan suatu negara, akan tetapi menjadi cerminan keunggulan terhadap bangsa lainnya. Pengembangan kualitas SDM, bukan saja pada aspek kemampuan dan ketrampilan, tetapi juga aspek moral dan mentalnya. SDM yang berkualitas merupakan faktor penentu dalam upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa pada percaturan global. Tenaga kerja terampil sebagai salah satu faktor produksi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi tingkat pendapatan nasional

Jika melihat dari data tingkat SDM untuk zona ASEAN, Indonesia berada pada peringkat 4, masih kalah dibanding negara Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia. Ini disebabkan karena rendahnya GDP per Kapita, dan Angka Melek Huruf. Pemerintah dalam hal ini diharapkan untuk melakukan intervensi kebijakan dalam meningkatkan kualitas SDM di Indonesia. Tabel 1.1 menyajikan data kondisi pendidikan, perekonomian dan IPM di negara ASEAN.

Tabel 1.1 Kondisi pendidikan, perekonomian dan IPM di negara Asean (2012)

No Negara AMH (persen) AP (persen) GDP per Kapita (US$) IPM

1 Singapura 96 18,1 55.182 90,1

2 Brunei 95 9,70 38.563 85,2

3 Malaysia 93 20,9 10.514 77,3

4 Indonesia 93 18,1 3.475 73,8

5 Thailand 96 31,5 5.779 72,2

6 Filipina 92 13,2 2.765 66,0

7 Vietnam 94 20,9 1.911 63,8

8 Timor Leste 58 7,70 1.371 62,0

9 Kamboja 74 13,1 1.008 58,4

10 Laos 69 13,2 1.646 56,9

11 Myanmar 93 4,40 1.144 52,4

(23)

5

Pentingnya pemerintah agar mengintervensi kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dapat mencontoh kisah sukses dari negara lain. Pada tahun 1970, Korea Selatan memiliki IPM yang lebih rendah daripada Chili. Namun saat itu pemerintah Korea Selatan mengintervensi kebijakan yaitu meningkatkan anggaran pendidikan yang cukup signifikan. Hasil dari intervensi kebijakan tersebut dapat dirasakan dampaknya pada saat ini, dimana tingkat pendidikan masyarakat Korea Selatan jauh di atas masyarakat Chili. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi tersebut, saat ini tingkat perekonomian di Korea Selatan sudah jauh meninggalkan Chili dan tentu saja IPM Korea Selatan saat ini berada di atas Chili (UNDP 2010). Gambar 1.1 dapat dilihat bagaimana kemajuan Korea Selatan di bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan dibandingkan dengan negara Chili.

Gambar 1.1 Korea Selatan versus Chili Sumber: UNDP (2010)

Peningkatan kualitas SDM harus dilakukan secara berkelanjutan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh negara Indonesia. Dengan demikian, perhatian

pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM adalah  suatu  keharusan  dan 

(24)

Berdasarkan uraian di atas, studi ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:

a. Bagaimana pengaruh anggaran pendidikan terhadap angka melek

huruf?

b. Bagaimana pengaruh anggaran pendidikan terhadap rata-rata lama

sekolah?

c. Bagaimana pengaruh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah

terhadap tingkat pendapatan?

d. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan terhadap angka harapan

hidup?

e. Bagaimana pengaruh angka melek huruf, rata-rata lama sekolah,

tingkat pendapatan dan angka harapan hidup terhadap indeks pembangunan manusia?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka studi ini bertujuan untuk:

a. Menganalis pengaruh anggaran pendidikan terhadap angka melek

huruf.

b. Menganalis pengaruh anggaran pendidikan terhadap tingkat

rata-rata lama sekolah.

c. Menganalis pengaruh angka melek huruf dan rata-rata lama

sekolah terhadap tingkat pendapatan.

d. Menganalisis pengaruh tingkat pendapatan terhadap angka harapan

hidup.

e. Menganalis pengaruh angka melek huruf, tingkat rata-rata lama

sekolah, tingkat pendapatan dan angka harapan hidup terhadap indeks pembangunan manusia.

Manfaat Penelitian

Studi tentang pengaruh anggaran pendidikan terhadap IPM ini diharapkan mempu memberikan manfaat antara lain:

a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di Indonesia, terutama

terkait dengan studi ekonomi pendidikan

b. menjelaskan dan menginformasikan kepada masyarakat umum

mengenai profil anggaran pendidikan dan pengaruh anggaran pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia di indonesia

c. Menjadi salah satu acuan bagi para pengambil kebijakan dalam

merumuskan kebijakan dan menyelesaikan permasalahan terkait dengan masalah-masalah yang terjadi dalam pemanfaatan anggaran pendidikan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pertumbuhan Ekonomi

(25)

7

pertumbuhan ekonomi yang berkembang, dan dijadikan sebagai pedoman dalam menganalisis pembangunan bidang ekonomi, mengalami perkembangan sejak jaman kaum Klasik sampai dengan sekarang, dan dibutuhkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Sukirno (2006) menjelaskan bahwa teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang saat ini meliputi teori pertumbuhan ekonomi klasik, teori Hrrod-Domar dan teori pertumbuhan ekonomi neoklasik.

Dalam kelompok teori pertumbuhan ekonomi klasik, para ahli ekonominya secara umum menjelaskan tentang sebab-sebab dari persoalan yang muncul dalam proses pembangunan. Ahli ekonomi yang termasuk dalam kelompok ini adalah Smith, Richardo, Malthus, Mill, Menger, Marshal, Walras, dan Wicksel. Seperti yang dijelaskan dalam Sukirno (2006) sebagai berikut:

“Ahli-ahli ekonomi Klasik, di dalam menganalisis masalah-masalah pembangunan, terutama ingin mengetahui tentang sebab-sebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya"

Uraian tersebut di atas menjelaskan bahwa para ahli dari kelompok neoklasik melakukan analisis faktor penyebab dari berbagai permasalahan dalam pembangunan.

Teori ini dikemukakan oleh dua orang ahli ekonomi, yang sebetulnya berasal dari masa yang berbeda, yaitu R. F. Harrod yang tulisannya dengan judul

“An Essay in Dynamic Theory” pada tahun 1936, dan Evsey Domar dengan judul

tulisannya adalah “Expansion and Employment” pada tahun 1947, dan “Capital

Expansion: Rate of Growth and Employment” pada tahun 1949. Tetapi karena inti dari teori tersebut sangat sama, maka dewasa ini dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Seperti yang dijelaskan dalam Sukirno (2006) sebagai berikut:

“Dalam teori Harrod-Domar pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan suatu barang, maupun sebagai pengeluaranyang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat"

Konsep pertumbuhan ekonomi yang dijelaskan oleh Harrod-Domar, menekankan pada pentingnya kegiatan investasi untuk menunjang pertumbuhan setiap sektor ekonomi yang berkembang. Investasi dapat meningkatkan kapasitas produksi ataupun meningkatkan permintaan efektif dalam masyarakat.

Ahli ekonomi yang termasuk dalam kelompok ini adalah Sollow, Phelps, Johnson, dan Meade. Konsep yang dijelaskan dalam teori ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat meningkat bila terdapat pertambahan faktor-faktor produksi (seperti sumberdaya alam dan sumberdaya manusia), namun yang tidak kurang pentingnya adalah peningkatan dalam hal kemajuan teknologi yang digunakan dalam proses prooduksi. Seperti yang dijelaskan dalam Sukirno (2006) berikut ini:

“Pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi"

(26)

teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi

Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sedangkan pelayanan publik yang harus diberikan kepada masyarakat diklasifikasikan dalam dua kategori utama yaitu pelayanan kebutuhan dasar dan pelayanan kebutuhan pokok.

Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah meliputi kesehatan, pendidikan dasar, dan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi Undang-Undang Dasar. Perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber

daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera (welfare society).

Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan. Sementara itu, tingkat kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Oleh karena kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat yang hendak diwujudkan pemerintah, maka kesehatan harus menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan

publik. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for

health) dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas.

Sama halnya dengan kesehatan, pendidikan merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan karena pendidikan merupakan salah satu komponen utama dalam lingkaran setan kemiskinan. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui perbaikan kualitas pendidikan. Pelayanan pendidikan masyarakat yang paling elementer adalah pendidikan dasar, yang oleh pemerintah diterjemahkan dalam program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pemerintah hendak menjamin bahwa semua anak dapat bersekolah, sehingga diperlukan alokasi anggaran pendidikan yang besar. Dalam pemenuhan anggaran tersebut amanat amandemen UUD 1945 telah mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen dari total anggaran.

(27)

9

Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyedia pelayanan publik juga harus memberikan pelayanan umum kepada masyarakat yang meliputi pelayanan administratif (yaitu pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan publik), pelayanan barang (yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang menjadi kebutuhan publik), dan pelayanan jasa (yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik.

Terbatasnya akses-akses bagi kaum miskin menyebabkan mereka tak mampu untuk mengakumulasi kapital/modal yang diperlukan untuk keluar dari

jebakan kemiskinan (poverty trap). Akibat minimnya akumulasi kapital kaum

miskin, kaum miskin tak mampu berperan aktif dalam kegiatan ekonomi dan merasakan berkah dari adanya pembangunan. Hal tersebutlah yang mendasari betapa pentingnya pembangunan manusia, dimana dalam pembangunan manusia tersebut tidak hanya meliputi dimensi kesejahteraan saja melainkan terkait juga dengan peningkatan kapasitas dasar manusia melalui akses terhadap pendidikan dan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin.

Pemerintah wajib menyediakan barang publik. Teori public finance

(Musgrave, et al 1989) mengungkapkan bahwa tidak seluruhnya semua masalah

ekonomi diselesaikan oleh mekanisme pasar seperti halnya dengan social goods.

Social goods yang dimaksud terkait dengan eksternalitas, distribusi pendapatan, masalah-masalah ekonomi lainnya (pengangguran, kemiskinan, inflasi, dan

lain-lain). Dalam hal tersebut mekanisme pasar gagal menyelesaikannya (market

failure). Pasar pada hakekatnya adalah wahana untuk mengekspresikan kebebasan individu, untuk mencari keuntungan individual. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas perekonomian yang bersifat kolektif publik dan atau aktivitas-aktivitas tidak bermotif keuntungan tidak bisa diselenggarakan oleh pasar. Karena adanya kegagalan pasar dan dalam kaitannya dengan ketiga peran pemerintah sebagai peran alokasi, peran distribusi, dan peran stabilitasi, maka kewajiban publik di bidang pendidikan dan kesehatan yang tidak disentuh oleh pasar, menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakannya (Mahmudi, 2007).

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhi. Variasi konsep mengungkapkan sifat multidimensi kemiskinan. Kemiskinan dapat dipahami sebagai kemiskinan absolut atau relatif, sebagai kurangnya pendapatan atau kegagalan untuk mencapai kemampuan. Kemiskinan dapat kronis atau sementara, kadang-kadang terkait erat dengan ketidakadilan, dan sering berhubungan dengan kerentanan dan pengucilan sosial. Konsep yang digunakan untuk mendefinisikan kemiskinan menentukan metode yang digunakan untuk mengukurnya dan kebijakan paket program berikutnya untuk mengatasinya.

Kemiskinan yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasar dalam kebutuhan pokok, seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Sen (1999) memandang

kemiskinan melalui pendekatan kemampuan (capability approach), dimana

(28)

minimal, akan tetapi juga sebagai konsekuensi dari kurangnya kemampuan dan

keberfungsian (lack of capability and functionings).

Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1. Kemiskinan absolut: Kemiskinan ini dikaitkan dengan perkiraan tingkat

pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

2. Kemiskinan relatif: Kemiskinan ini dilihat dari aspek ketimpangan sosial,

karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya. Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin. Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Masalah kemiskinan yang identik dengan jumlah pendapatan masyarakat yang tidak memadai, harus selalu menjadi prioritas dalam pembangunan suatu negara. Meskipun masalah kemiskinan akan selalu muncul karena sifat dasar dari kemiskinan adalah relatif, namun ketika dari sebuah negara mengalami peningkatan taraf hidup, maka standar hidup akan berubah. Agenda mengatasi kemiskinan bagi suatu negara berkaitan dengan banyaknya faktor yang ber- hubungan dengan apa yang diakibatkan oleh kemiskinan itu sendiri, karena dampak dari kemiskinan itu akan berhubungan dengan kondisi fundamental yang menjadi syarat berlangsungnya pembangunan suatu negara yang berkelanjutan.

Menurut Wibowo (2003), esensi utama dari masalah kemiskinan adalah masalah aksesibilitas. Aksesibilitas dalam hal ini berarti kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk dapat mencapai atau mendapatkan sesuatu yang sebenarnya merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai manusia dan sebagai warga negara.

Seseorang atau sekelompok orang yang miskin, akan mempunyai aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap berbagai kebutuhan dan layanan diband- ingkan mereka yang termasuk golongan menengah maupun golongan kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat oleh masyarakat miskin yaitu:

1. Akses untuk mendapatkan makanan yang layak 2. Akses untuk mendapatkan sandang yang layak 3. Akses untuk mendapatkan rumah yang layak

4. Akses untuk mendapatkan layanan kesehatan baik dan layak 5. Akses untuk mendapatkan layanan pendidikan

6. Akses kepada leisure dan entertainment

7. Akses untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik dengan terpenuhinya semua

basic need dan supporting needs.

(29)

11

aksesibilitas tersebut, peningkatan ini akan menjadi suatu yang tidak mungkin dilakukan. Pada akhirnya, sebagai akumulasi dari beban fisik dan psikologis akan menimbulkan berbagai ekses negatif seperti keresahan sosial.

Menurut Mahmudi (2007), dalam suatu lingkaran setan kemiskinan terdapat tiga poros utama yang menyebabkan seseorang menjadi miskin yaitu 1) rendahnya tingkat kesehatan, 2) rendahnya pendapatan, dan 3) rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu terjadinya kemiskinan karena tingkat kesehatan masyarakat yang rendah akan menyebabkan tingkat produktivitas menjadi rendah. Tingkat produktivitas yang rendah lebih lanjut menyebabkan pendapatan rendah, dan pendapatan yang rendah menyebabkan terjadinya kemiskinan. Kemiskinan itu selanjutnya menyebabkan seseorang tidak dapat menjangkau pendidikan yang berkualitas serta membayar biaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut maka salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan kemiskinan adalah upaya untuk mening- katkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas

pembangunan manusia. Dalam hal ini, pembangunan manusia didekati dengan

IPM atau Human Development Index (HDI) yang merupakan suatu indeks

komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi. Di mana IPM merupakan indeks pengembangan manusia yang dilihat dari sisi perluasan, pemerataan, dan keadilan baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, maupun kesejahteraan masyarakat.

Peranan pemerintah disini adalah sebagai penyedia pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan yang tidak disentuh oleh pasar karena adanya kegagalan pasar dan dalam kaitannya dengan peranan pemerintah sebagai peranan

alokasi, peranan distribusi, dan peranan stabilisasi. Menurut Center for the Study

of Living Standars (2001) dalam Toyamah, et al (2004) menyatakan bahwa pendidikan adalah elemen penting untuk memerangi kemiskinan, memberdayakan perempuan, serta menyelamatkan anak-anak dari upaya eksploitasi. Demikian juga pernyataan dari UNICEF yang mengatakan bahwa pendidikan adalah investasi yang penting untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan upah yang tinggi.

Investasi publik di bidang pendidikan dan kesehatan akan memberikan kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang lebih merata kepada masyarakat sehingga sumber daya manusia (SDM) handal yang sehat menjadi semakin bertambah. Meningkatnya kesehatan dan pendidikan akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan produktivitas tenaga kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian di- harapkan kondisi ini akan memajukan perekonomian masyarakat dengan bertambahnya kesempatan kerja serta berkurangnya kemiskinan.

Pendidikan

(30)

menjadi tujuan penting dari kebijakan pembangunan. Negara dengan tingkat ketimpangan pendidikan tinggi secara konsisten menunjukkan tingkat inovasi yang lebih rendah, rendahnya tingkat efisiensi produksi, dan kecenderungan untuk mentransmisi kemiskinan lintas generasi (World Bank 2006).

Dalam memahami hubungan antara pendidikan dan kemiskinan, dapat menggunakan kerangka modal manusia, kerangka hak asasi manusia, kerangka kemampuan manusia maupun kerangka pengucilan sosial (Maile 2008). Melalui pendekatan modal manusia, menegaskan bahwa investasi dalam pendidikan mengarah pada pembentukan modal manusia sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Melalui pendidikan, orang mengembangkan keterampilan dan menghasilkan pengetahuan yang berubah menjadi peningkatan produktivitas, sehingga pendapatan meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Selanjutnya, peningkatan pendapatan dan pertumbuhan diharapkan dapat mengurangi kemiskinan.

Inti dari pendekatan hak asasi manusia menegaskan pentingnya pendidikan sebagai kondisi hakiki manusia dan sebagai tujuan akhir. Penyediaan pendidikan bukan sarana menuju akhir yang lain, seperti pertumbuhan ekonomi. Penyediaan pendidikan menambah nilai dan makna pada setiap individu dan harus diberikan tanpa bentuk diskriminasi atau pembatasan. Lebih lanjut, dalam pendekatan hak asasi manusia menegaskan bahwa mewujudkan hak atas pendidikan juga memungkinkan orang untuk mengakses hak asasi manusia lainnya seperti kesehatan, kebebasan dan keamanan.

Pendekatan kemampuan manusia sebagai pendekatan holistik untuk pembangunan, menekankan nilai hakiki pendidikan yakni: sebagai kesempatan, hak dan sarana untuk meningkatkan nilai kehidupan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dapat diidentifikasi sebagai kekurangan kemampuan –kekurangan yang secara intrinsik signifikan karena mengurangi kemampuan seseorang– untuk meningkatkan nilai kehidupan mereka.

Perspektif pengucilan sosial memungkinkan para pembuat kebijakan dan analis untuk memahami proses-proses marjinalisasi dan depresiasi dalam-wilayah dan lintas-wilayah, dengan fokus pada sifat ketidaksetaraan dan keberagaman kelompok-kelompok masyarakat. Melalui pendekatan ini, memungkinkan pendidikan fokus pada mereka yang miskin dan mereka yang tidak miskin, mereka yang tidak termasuk dan mereka yang termasuk. Pendekatan ini menegaskan pembedaan kebutuhan yang lebih disempurnakan berbasis kelompok orang miskin dan strategi yang memperhitungkan kelompok yang terkucilkan. Misalnya, orang miskin yang tak memiliki tanah mengalami dan membutuhkan hal yang berbeda dengan kemiskinan etnis atau kultural; dan orang miskin di perkotaan membutuhkan hal yang berbeda dengan orang miskin di pedesaan.

Hubungan antara pendidikan dan kemiskinan bisa diterjemahkan melalui jalur ketenagakerjaan. Orang-orang berpendidikan memiliki potensi penghasilan yang lebih tinggi dan lebih mampu meningkatkan kualitas hidup mereka, yang berarti kecil kemungkinannya bagi mereka untuk terpinggirkan dalam masyarakat pada umumnya. Pendidikan memberdayakan seseorang dan membantu mereka untuk menjadi lebih proaktif, memiliki kontrol yang kuat atas hidup mereka, dan memperlebar rentang pilihan yang tersedia (UNESCO 1997).

(31)

13

Peran Pendidikan terhadap Distribusi Pendapatan

Schultz (1972) menyatakan bahwa perubahan pada modal manusia merupakan faktor dasar dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Ahluwalia (1976) menjelaskan proses pendidikan dalam mempengaruhi distribusi pendapatan adalah melalui peningkatan pengetahuan dan keahlian tenaga kerja. Hal ini akan menghasilkan pergeseran dari pekerjaan bergaji rendah bagi pekerja tidak terampil ke pekerjaan yang dibayar tinggi bagi pekerja terampil. Pergeseran ini menghasilkan pendapatan pekerja yang lebih tinggi.

Peningkatan jumlah orang yang lebih terdidik dan terampil akan meningkatkan rasionya dan mengurangi rasio orang yang kurang berpendidikan dalam angkatan kerja total, sehingga akan mengurangi perbedaan keterampilan.

Over supply di pasar tenaga kerja dari orang yang lebih terdidik dan terampil, tanpa ada perubahan dalam permintaan, akan menurunkan upah pekerja trampil dan menaikkan upah pekerja tidak trampil, sehingga secara keseluruhan memberikan kontribusi untuk pengurangan perbedaan penghasilan di pasar tenaga kerja. Dengan demikian, efek perluasan pendidikan tidak hanya terhadap upah mereka yang berpendidikan lebih tinggi, tetapi juga bagi mereka yang berpendidikan lebih rendah (Ahluwalia 1976).

 

Peran pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Pendidikan mempunyai efek langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek langsung pendidikan yaitu pendidikan mengubah manusia menjadi modal manusia produktif dengan menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh sektor ekonomi tradisional dan modern, melalui kemampuannya dalam meningkatkan produktivitas penduduk atau tenaga kerja pada khususnya. Tidak hanya di pasar tenaga kerja tetapi juga dalam rumah tangga yang dapat menyebabkan peningkatan pendapatan dan output produksi sehingga pertumbuhan ekonomi semakin meningkat (Romer 1986; Lucas 1988; Tilak 1989).

Efek tidak langsung pendidikan atau eksternalitas pendidikan adalah

melalui kemampuan dan kesadaran yang memungkinkan individu

berpengetahuan, menjadi lebih baik dan mampu menerapkan pengetahuan tersebut yang berhubungan dengan pencapaian pendidikan dan prestasi anak-anak; kesehatan dan tingkat kematian anak; serta penurunan jumlah kelahiran sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Tilak 1989). Efek tidak langsung dari pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi juga ditemukan pada persediaan modal per kapita, sebagian karena pengaruh pendidikan terhadap tingkat kesehatan dan kesuburan, yang mendukung peningkatan tabungan per kapita (Benhabib & Spiegel 1994; Guisan & Neira 2006).

 

Peran Pendidikan terhadap Pengurangan Kemiskinan

Hubungan antara pendidikan dan kemiskinan ditengarai akan berbanding terbalik, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk –yang memberi pengetahuan dan keterampilan– berkaitan dengan peningkatan produktivitas yang mendukung perolehan upah yang lebih tinggi dan membuat proporsi orang miskin dalam populasi semakin rendah. Jadi, pengaruh langsung pendidikan pada pengurangan kemiskinan adalah melalui peningkatan penghasilan atau upah.

(32)

melestarikan kemiskinan antargenerasi, melalui jalur sebagai berikut: (i) sebuah keluarga yang hidup dalam kemiskinan tidak mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah; (ii) anak-anak miskin menerima sedikit pendidikan atau tidak sama sekali dan seringkali mereka dipaksa untuk bekerja; (iii) anak-anak tumbuh tanpa keterampilan dasar dan pendidikan; (iv) kurangnya keterampilan dasar dan pendidikan membatasi kesempatan kerja mereka, meskipun dalam pekerjaan dengan upah rendah; (v) pada anak perempuan, akan menikah muda dan memiliki anak; (vi) selanjutnya mereka memiliki sejumlah anak yang ditanggung dengan pendapatan yang sedikit. Demikian seterusnya, lingkaran akan mulai dari awal lagi dan proses ini berjalan dan terus terulang.

Efek tidak langsung pendidikan terhadap pengurangan kemiskinan adalah melalui pengaruhnya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar seperti pemanfaatan yang lebih baik terhadap fasilitas kesehatan, air bersih dan sanitasi, tempat tinggal

dan lain-lain (Noor 1980 diacu dalam Tilak 1986). Blau et al. (1988)

menambahkan efek tidak langsung pendidikan terhadap perilaku fertilitas dan keputusan ukuran keluarga, yang akan mempengaruhi angkatan kerja dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas masyarakat sehingga dapat menghasilkan upah yang lebih tinggi dan mengurangi ketimpangan pendapatan.

 

Ekonomi Pendidikan

Studi ekonomi pendidikan memiliki dasar dalam penerapan konsep fungsi produksi pada proses pendidikan. Namun, beberapa asumsi yang berkaitan dengan konsep Education Production Function (EPF) Hanusheck (1986) dalam Boissiere (2004) mengatakan bahwa beberapa asumsi yang berkaitan dengan konsep EPF harus dipertimbangkan ketika menggunakan konsep ini untuk menganalisis

pendidikan. Konsep Education Production Function (EPF) dikembangkan oleh

ekonom-ekonom yang `menekuni applied economics khususnya education

economics. Sekolah dapat diperlakukan secara analitis sebagai unit produksi di sisi penawaran dengan beberapa pengecualian, sekolah tidak memaksimalkan keuntungan perusahaan seperti pada fungsi produksi pada umumnya, kebanyakan dari sekolah menjadi barang publik atau swasta nirlaba (Boissiere, 2004). Ide dasar dari menggunakan input modal, tenaga kerja, dan lainnya untuk menghasilkan output tertentu dapat dimodifikasi untuk menganalisis input dari pendidikan untuk menghasilkan output tertentu dari pendidikan. Glewwe (2002) dalam Bossiere (2004) memformulasikan EPF dari fungsi produksi Cobb Douglass yaitu:

H = k * Sx *Ay *Qz (1.1)

di mana

H : Human capital dengan pendekatan menggunakan skor nilai tes

S : School, lamanya waktu sekolah

A : Ability, serangkaian kemampuan individu siswa dan kapasitas belajar,

seperti IQ

Q : faktor kualitas sekolah, seperti ukuran kelas, kualifikasi pengajar, dll

X,y,z : dampak dari input yang memengaruhi output

(33)

15

pendidikan seperti hasil score suatu tes atau hasil ujian kelulusan suatu wilayah (Boissiere, 2004).

Dalam perkembangannya, banyak faktor yang dapat digunakan untuk

melakukan pendekatan menghitung outcomes dari pendidikan. Input dari model

diatas bisa dimodifikasi sebagai variabel-variabel yang dapat digunakan untuk

menghitung suatu outcomes tertentu yang menjadi target suatu pemerintahan.

Contohnya saja kebijakan dan program yang akan dievaluasi terhadap hasil dari pendidikan yang ditargetkan (Purwanto, 2010).

Bruns et al. (2003) menggunakan banyaknya yang menyelesaikan

pendidikan dasar sebagai outcomes pendidikan. Faguet dan Sanchez (2006)

menggunakan kenaikan partisipasi sekolah sebagai indikator outcomes sedangkan

Akai et al. (2007) menggunakan skor dari tes yang diuji kepada murid sekolah

setingkat SD dan SMP.

Ekonomi Kesehatan

Pengertian dan Ruang Lingkup

Ilmu Ekonomi menurut Samuelson (1995) adalah ilmu mengenai pilihan yang mempelajari bagaimana orang memilih sumber daya produksi yang langka atau terbatas, untuk memproduksi berbagai komoditi dan mendistribusikannya ke anggota masyarakat untuk dikonsumsi saat ini atau di masa mendatang. Ilmu ini mengakaji semua biaya dan manfaat dari perbaikan pola alokasi sumber daya yang ada. Kegiatan yang dilaksanakan juga harus memenuhi kriteria efisiensi (CostEffective).

Tjiptoherijanto (1994), menjelaskan ekonomi kesehatan merupakan ilmu ekonomi yang diterapkan dalam topik–topik kesehatan. Mills dan Gilson (1999) mendefenisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Ekonomi kesehatan berhubungan dengan: (1) alokasi sumber daya diantara berbagai upaya kesehatan; (2) jumlah sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan; (3) pengorganisasian dan pembiayaan dari berbagai pelayanan kesehatan; (4) efisiensi pengalokasian dan penggunaan berbagai sumber daya serta (5) dampak upaya pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada individu dan masyarakat.

Klarman et al (1968) menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu

merupakan aplikasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada industri kesehatan. Ada empat bidang yang

tercakup dalam ekonomi kesehatan, yaitu: (1) peraturan (regulation), (2)

perencanaan (planning); (3) pemeliharaan kesehatan (the health maintenance) dan

(4) analisis biaya (cost) dan manfaat (benefit).

(34)

berapa banyak) serta (5) berapa besar manfaat (benefit) investasi pelayanan kesehatan tersebut.

Karakteristik Komoditi Kesehatan

Menurut Tjiptoherijanto (1994), dan Lubis (2009), aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat perhatian terhadap karakteristiknya. Karakteristik tersebut menyebabkan asumsi–asumsi tertentu dalam ilmu ekonomi tidak berlaku atau tidak seluruhnya berlaku apabila diaplikasikan untuk sektor kesehatan, yaitu:

a. Kejadian penyakit tidak terduga, tidak ada orang yang dapat memprediksi

penyakit apa yang akan menimpanya dimasa yang akan datang, oleh karena itu tidak mungkin dapat dipastikan pelayanan kesehatan apa yang

dibutuhkan. Ketidakpastian (uncertainty) ini berarti seseorang

menghadapai suatu resiko akan sakit dan oleh karena itu ada juga resiko untuk mengeluarkan biaya untuk mengobati penyakit tersebut.

b. Consumer ignorance, artinya konsumer sangat tergantung pada penyedia (provider) pelayanan kesehatan. Ini disebabkan karena umumnya konsumen tersebut tidak tahu banyak tentang jenis penyakit, jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan yang dibutuhkannya. Dalam hal ini penyedialah yang menentukan jenis dan volume pelayanan kesehatan yang perlu dikonsumsi oleh konsumen.

c. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak. Makan, pakaian, tempat

tinggal dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari kemampuan seseorang untuk membayarnya. Hal ini menyebabkan distribusi pelayanan

kesehatan sering kali dilakukan atas dasar kebutuhan (need) dan bukan

atas dasar kemampuan membayar (demand).

d. Eksternalitas, efek eksternal dalam penggunaan pelayanan kesehatan

adalah dampak positif atau negatif yang dialami orang lain sebagai akibat perbuatan seseorang. Misalnya imunisasi dari penyaki menular akan

memberikan manfaat kepada masyarakat banyak atau social marginal

benefit yang diperoleh lebih besar dari private marginal benefit. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan mempunyai eksternalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan sebagai komoditi masyarakat atau

public goods. Oleh karena itu program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif akan mempunyai ekternalitas

yang rendah atau private good hendaknya dibayar atau dibiayai sendiri

oleh penggunanya atau pihak swasta.

e. Motif non-profit, umumnya pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan

motif sosial, namun sekarang terjadi perubahan orientasi, terutama setelah pemilik modal dan dunia bisnis melihat sektor kesehatan sebagai peluang investasi yang menguntungkan. Pendapat yang dianut adalah “Orang tidak layak memperoleh keuntungan dari penyakit orang lain”.

f. Padat karya, terdapat kecenderungan spesialis dan superspesialis

(35)

17

g. Mixed output, paket pelayanan merupakan konsumsi pasien, yaitu sejumlah pemeriksaan diagnosis, perawatan, terapi dan nasehat kesehatan. Paket tersebut bervariasi antar individu dan sangat tergantung kepada jenis penyakit.

h. Upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi. Pembangunan sektor

kesehatan sesungguhnya adalah investasi jangka pendek maupun panjang karena orientasi pembangunan pada akhirnya adalah pembangunan manusia.

i. Restriksi berkompetisi, artinya terdapat pembatasan praktek berkompetisi.

Hal ini menyebabkan mekanisme pasar dalam pelayanan kesehatan tidak bisa sempurna seperti mekanisme pasar untuk komoditi lain. Pada sektor kesehatan tidak pernah terdengar adanya promosi diskon atau bonus dalam pelayanan kesehatan.

Teori Demand For Health Capital

Tjiptoherijanto et al (1994), menyebutkan bahwa teori ini mengacu pada

pendekatan investment models dan mengasumsikan bahwa masing–masing

individu melakukan penilaian manfaat atas pengeluaran untuk kesehatan yang diperbandingkan dengan pengeluaran untuk komoditi–komoditi lainnya dalam rangka memutuskan status kesehatannya yang optimal. Dalam hal ini, konsumen diasumsikan mempunyai pengetahuan tentang status kesehatannya sendiri, tingkat depresiasi status kesehatannya dan fungsi produksi yang mengaitkan antara perbaikan kesehatan dengan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan.

Sejalan dengan kerangka pikir teori keputusan investasi yang umum, diasumsikan bahwa setiap individu akan memaksimumkan fungsi utilitinya yang dibentuk dari alur jasa pelayanan kesehatan dan dari konsumsi barang lainnya untuk setiap tahun kehidupannya. Maksimasi ini akan menyebabkan individu tadi

menyamakan the marginal return on the asset dengan marginal costnya. Return

kepada individu dari terdiri atas marginal physical return dan marginal monetary

return. Monetary return ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: upah harian, produk marjinal kesehatan yang dihitung dalam jumlah hari sehat yang dihasilkan

oleh satu unit stok kesehatan dan biaya marjinal dari gross investment dibidang

kesehatan yang dibeli pada periode sebelumnya, termasuk biaya waktu dan uang. Grossman (1972) mendukung asumsi ekonomi makro, dimana produk marjinal kesehatan menurun secara asimtomatis menuju nol sejalan dengan

peningkatan kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh Grossman pada return kesehatan

yang diukur dengan hari sehat (healthy days) dan mempunyai batas 365 hari

pertahunnya. Return tersebut akan bisa menjawab persoalan debility (Cullis JG

and West PA, 1979) yang akan mempengaruhi tingkat upah.

Dengan stok kapital kesehatan yang optimal dapat dilakukan uji pengaruh

usia dan income terhadap stok kesehatan. Pertama dengan memperhatikan aspek

usia dan mengasumsikan bahwa tingkat upah, marginal product dari stok

kesehatan dan biaya marjinal dari gross investment adalah independen terhadap

(36)

Implikasi asumsi Grossman adalah peningkatan depresiasi menyebabkan konsumen memilih stok kesehatan yang lebih rendah dalam rangka meningkatkan produk marjinal kesehatan, juga menyamakan hasil marjinal dengan biaya yang lebih tinggi (telah diasumsikan bahwa besarnya produk marjinal kesehatan akan lebih kecil pada tingkat stok kesehatan yang lebih tinggi). Dengan demikian ketika dihadapkan kepada depresiasi kesehatan yang diketahui sudah cenderung naik, model Grossman mengatakan bahwa seseorang akan memilih suatu status

kesehatan yang lebih rendah pada setiap tahun berurutan (successive year). Hal ini

akan mendorong orang tersebut terpaksa harus memilih usia hidupnya sendiri, mengingat stok kesehatannya yang optimal pada akhirnya akan turun hingga

dibawah life-supporting minimal yang dia perlukan, dan kalau hal itu sudah

tercapai berarti dia akan mati.

Pengaruh tingkat upah kepada stok kesehatan dan demand pelayanan

kesehatan akan terdiri dari dua unsur. Produk marjinal kesehatan, dihitung dari

healthy days, jelas akan lebih berharga pada tingkat upah yang lebih tinggi. Tetapi waktu yang dimiliki konsumen juga merupakan input bagi pelayanan kesehatan, jika tingkat upah naik maka biaya pelayanan akan naik.

Penekanan public policy yang dapat ditunjukkan oleh model pendekatan

Grossman ini adalah perlunya penyediaan informasi kesehatan yang memadai bagi konsumen dan sekaligus para penyedia pelayanan kesehatan tentang pengaruh masing-masing input pelayanan kesehatan dan juga tentang efisiensi dari mengkombinasikan input kesehatan yang diinginkan dari pada jika hanya informasi tentang pelayanan kesehatan saja.

Investasi Modal Manusia

Pendidikan merupakan tujuan pembangunan. Pendidikan memainkan peran utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital-sebagai input fungsi produksi agregat. Peran gandanya sebagai input maupun output menyebabkan pendidikan sangat penting dalam pembangunan ekonomi.

Dalam perspektif ekonomi, pendidikan merupakan bentuk investasi sumber daya manusia yang akan memberi keuntungan dimasa mendatang, baik kepada masyarakat atau negara, maupun orang-orang yang mengikuti pendidikan itu sendiri. Sebagai salah satu bentuk investasi sumber daya manusia, investasi pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu private investment dan

public investment (Todaro dan Smith 2006).

(37)

19

Rumus keuntungan pendapatan pendidikan adalah sebagai beikut:

Yt = Etnt

(1+t)t

(1.2)

di mana E adalah pendapatan dengan pendidikan, N adalah pendapatan tanpa ketrampilan, dan t adalah tahun, dan penjumlahannya adalah tahun-tahun bekerja selama hidup.

Seseorang bekerja pada saat ia lulus sekolah hingga ia tidak mampu bekerja lagi atau meninggal. Lulusan sekolah dasar diasumsikan mulai bekerja pada usia 13, dan lulusan sekolah tingkat atas diasumsikan mulai bekerja pada umur 17. Seseorang di negara berkembang yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat atas akan mengorbankan 4 tahun pendapatan yang tidak dapat diperolehnya karena bekerja. Hal ini adalah biaya tidak langsung. Disamping itu, juga terdapat biaya langsung seperti biaya sekolah, seragam, buku, dan pengeluaran lain yang tidak akan dikeluarkan jika anak tersebut tidak melanjutkan sekolah begitu lulus dari sekolah dasar. Selama sisa hidupnya, dia akan memperoleh penghasilan yang lebih besar setiap tahunnya daripada jika ia bekerja dengan berbekal ijazah SD saja. Perbedaan ini disebut manfaat. Sebelum membandingkan biaya dan manfaatnya, keuntungan pendapatan di masa depan tersebut harus didiskontokan sesuai waktunya.

Pembangunan Manusia

Sejak tahun 1990, United Nations Development Program (UNDP) telah

menerbitkan laporan tahunan berupa Human Development Report (HDR). Dalam

HDR tersebut dikeluarkan laporan tahunan mengenai indek pembangunan

manusia/Human Development Index (HDI) di tiap negara. Indeks tersebut

dikembangkan pada tahun 1990 oleh seorang peraih Hadiah Nobel berkebangsaan India yaitu Amartya Sen, dan seorang ekonom dari Pakistan, Mahbub Ul Haq, yang dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai

dari London School of Economic. Sen menyatakan bahwa HDI adalah sebuah

pengukuran indeks manusia yang cukup kasar (vulgar measure) karena masih

banyak keterbatasan. Namun, HDI menerapkan ukuran pada aspek-aspek pengembangan kualitas manusia secara lebih komprehensif daripada hanya sekedar pendapatan per kapita seperti yang dilakukan selama ini dalam menentukan atau menunjukkan apakah suatu negara itu negara maju, berkembang, atau belum berkembang. HDI juga merupakan salah satu bahan kajian atau topik pembahasan bagi para peneliti untuk meneliti ukuran-ukuran kualitas manusia di sebuah negara secara luas dan beragam.

Dalam Human Development Report (UNESCO, 2007) dijelaskan bahwa

Human Development Index (HDI) merupakan suatu konstruksi pengukuran atas

dasar konsep right based approach to human development. HDI melakukan

pengukuran rata-rata capaian setiap individu negara yang menyangkut tiga dimensi dasar dari proses pengembangan kualitas manusia. Pengukuran ini dilakukan dengan menetapkan beberapa asumsi dasar bahwa manusia yang berkualitas adalah: Manusia yang dapat hidup sehat dan panjang umur,

sebagaimana diukur dengan Angka Harapan Hidup sejak waktu lahir (life

(38)

orang dewasa (adult literacy rate) dengan bobot penilaian dua pertiga, serta indikator kombinasi Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan dasar, menengah dan tinggi dengan bobot penilaian satu pertiga dari penghitungan indeks pendidikan; Manusia yang dapat mencapai standar hidup layak, sebagaimana diukur dengan logaritma pendapa- tan domestik bruto (PDB) per kapita yang

menggunakan indikator purchasing power parity (PPP) yang dihitung dalam dolar

Amerika.

Pembangunan manusia yang dimaksudka

Gambar

Gambar 4.8 Analisis jalur pengaruh anggaran pendidikan per kapita usia sekolah
Tabel 1.1  Kondisi pendidikan, perekonomian dan IPM di negara Asean (2012)
Gambar 1.1  Korea Selatan versus Chili
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada proses seleksi yang dilakukan, siswa yang medaftar paling awal (cepat) akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pembelajaran di TK Jogja Green School dan

Rendemen hasil terbesar diperoleh ketika elektrolisis menggunakan pasangan elektroda C-C yaitu sebesar 7,9% untuk elektrolisis tanpa pengotor dan 6,3% untuk elektrolisis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh yang signifikan antara

Selain motivasi, disiplin juga sangat mempengaruhi kinerja karyawan terlihat dari karyawan yang melanggar sanksi hukuman yang telah ditetapkan oleh perusahaan, yang

Yang dimaksud asas normatif adalah suatu tahap perkembangan individu yang cenderung mengikuti pola-pola yang sudah umum sesuai dengan konsep perkembangan secara

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, gini rasio, pengangguran dan upah minimum terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di

Menganalisis pengaruh indeks pembangunan manusia (IPM) terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Tengah tahun 2015?. Menganalisis pengaruh pengangguran terhadap

Kualitas udara dan tingkat kebisingan yang terukur di Gedung AHN IPB memiliki kondisi yang sangat baik, karena hasil pengukurannya menunjukkan nilai yang masih berada