HUBUNGAN NILAI CREATININE CLEARANCE DAN NILAI
GLYCOHEMOGLOBIN (
HbA1c) DENGAN OUTCOME PADA
PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES
TESIS
SETIA BUDI TARIGAN
17922
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RSUP H ADAM MALIK
HUBUNGAN NILAI CREATININE CLEARANCE DAN NILAI
GLYCOHEMOGLOBIN (HbA1c) DENGAN OUTCOME PADA
PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Spesialis dalam Program Studi Ilmu Penyakit Saraf pada
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
SETIA BUDI TARIGAN 17922
DEPARTEMEN NEUROLOGI / RSUP H ADAM MALIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : HUBUNGAN NILAI CREATININE CLEARANCE DAN NILAI GLYCOHEMOGLOBIN (HbA1c) DENGAN OUTCOME PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES Nama : SETIA BUDI TARIGAN
Nomor Register CHS : 17922
Program Studi : ILMU PENYAKIT SARAF Hari/ Tanggal : Selasa, 29 Maret 2011
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.Aldy S.Rambe, Sp.S(K) Prof.DR.Dr.Hasan Sjahrir, SpS (K)
NIP. 19660524 199203 1 002 NIP. 19470930 197902 1 001
Mengetahui / mengesahkan :
Ketua Departemen/SMF Ketua Program Studi/SMF
Ilmu Penyakit Saraf Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP.HAM Medan FK-USU/ RSUP.HAM
Medan
Dr.Rusli Dhanu,SpS (K) Dr.Yuneldi Anwar,SpS(K) NIP. 19530916 198203 1 003 NIP. 19530601 198103 1 004
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkah dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan
salah satu tugas akhir dalam Program Pendidikan Spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Yang terhormat Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), ( Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima
sebagai PPDS ) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.dr. H.
Syahril Pasaribu, DTM&H, DTM&H,MSc,(CTM),Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai
PPDS), yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp.PD (KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K), Kepala Bagian Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS, yang telah
menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialis.
Yang terhormat, Prof. DR.Dr.Hasan Sjahrir, Sp.S(K), Ketua
Departemen Neurologi saat penulis menjalani pendidikan PPDS, yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialis.
Yang terhormat dr.Hasanuddin Rambe,SpS(K), Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara saat penulis diterima sebagai peserta PPDS, yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Ketua Departemen/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU, dr.Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan,
kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi
Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan , bimbingan dan arahan
dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.
Yang terhormat dr. Aldy S.Rambe, Sp.S(K) dan Prof. DR.Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah
mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis sejak dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya.
Yang terhormat guru-guru saya, dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K). (alm)., dr. Darlan Djali Chan, SpS., dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S.,
dr.Dadan Hamdani, Sp.S.(alm), dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K)., dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S, dr. Cut Aria Arina, Sp.S., dr. Kiki M Iqbal,Sp.S, dr.Alfansuri Kadri,SpS, dr.Dina
Lystianingrum SpS, Msi, Med, dr Aida Fitri SpS, dr.S.Irwansyah,Sp.S, dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di
Departemen Neurologi maupun Departemen/SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan, penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya atas segala bimbingan dan perhatiannya.
Kepada Drs.Abdul Jalil A.A,M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya
dalam pembuatan tesis ini.
Kepada Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik selama
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Kepala Rumkit Putri Hijau, Direktur RSU.Ferdinand Lumban Tobing Sibolga, Direktur RS.Sri Pamela Tebing Tinggi yang telah menerima penulis menjalani stase pendidikan
spesialisasi.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
seluruh teman sejawat PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang terus memberi dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Bapak Amran Sitorus, Bapak
Sukirman Aribowo, saudara Syafrizal dan seluruh perawat di SMF Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam pelayanan pasien sehari-hari.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat kedua orang tua saya, Drg.H.Malem Ukur
Tarigan,Sp.KGA dan Hj.Bertiana Bangun , yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta do’a yang tulus dalam mengikuti pendidikan
sampai selesai.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang
Teristimewa kepada istri saya tercinta Dr.Hj.Lenni Estiani Nasution,
yang dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Serta kepada putriku yang kusayangi Qanitah
Fathin Ayesha Tarigan yang telah memberikan kebahagiaan dan menjadi semangat bagi saya selama menjalani pendidikan.
Kepada abang dan kakak saya semua Dr.Setia Putra Tarigan,Sp.P., Drg.Susiani Tarigan,M.Kes., Srilita Tarigan,SE,MM., beserta seluruh keluarga besar yang senantiasa membantu, memberikan
dorongan, semangat, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya
sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmatNya kepada kita semua.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2011
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes sebagai faktor resiko stroke berhubungan dengan perburukan outcome fungsional paska stroke iskemik. Nilai Glycohemoglobin (HbA1c) sebagai indikator penatalaksanaan diabetes berpengaruh terhadap outcome fungsional paska stroke. Diabetes juga merupakan faktor resiko timbulnya gangguan fungsi ginjal dimana gangguan fungsi ginjal sendiri berhubungan terhadap outcome fungsional paska stroke.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara nilai creatinine clearance (CrCl) sebagai indikator kerusakan ginjal dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes.
Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional secara potong lintang (cross sectional) terhadap penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes. Pada seluruh sampel dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap, nilai HbA1c, perhitungan nilai CrCl yang dikelompokkan menurut stage dari Glomerulus Filration Rate (GFR), dan dilakukan penilaian outcome fungsional pada hari ke-14 menggunakan skor Barthel Index (BI), National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) danmodified Rankin Scale (mRS).
Hasil : Tigapuluh empat orang subjek yang diteliti terdiri dari 18 orang laki-laki (52,9%) dan 16 orang perempuan (47,1%). Sampel terbanyak pada kelompok antara 51 - 60 tahun sebanyak 15 orang (44,2%),dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 71 - 80 tahun sebanyak 5 orang (14,7%). Sebanyak 13 orang (38,2%) memiliki nilai HbA1c > 10% dan 2 orang (5,9%) dengan HbA1c <7%. Pada hasil pemeriksaan CrCL, dijumpai sebanyak 16 pasien (47,1%) menderita CKD (sesuai cut off nilai GFR < 60). Setelah hari ke-14 , skor BI terbanyak dijumpai pada skor 0-55 yaitu 21 orang (61,8%), skor NIHSS terbanyak dijumpai pada skor 6-13 yaitu 22 orang (64,7%) dan pada mRS,skor mRS terbanyak dijumpai pada skor 3 yaitu 16 orang (47,1%). Tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara nilai CrCL dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional.
Kesimpulan : Pada penelitian ini dijumpai hubungan antara nilai CrCl dan nilai HbA1c dengan outcome fungsonal pada penderita stroke iskemik dengan diabetes namun hasilnya tidak signifikan.
ABSTRACT
Background : Diabetes is a risk factor for stroke and related to the severity of functonal outcome after stroke. The management of diabetes with the glycohemoglobin (HbA1c) as the indicator have the strong influence to the functional outcome after stroke. Diabetes is also the risk factor for developing of kidney disease which is associated to the functional outcome after stroke.
Objective: The objective of this study is to analyze the association between the level of creatinin clearance (CrCl) as the indicator of kidney disfunction, and the level of HbA1c with functional outcome after acute stroke in diabetic patients.
Methods: This is the cross sectional observational study of the acute phase of stroke in the diabetic patients. The level of HbA1c and creatinine clearance were measured in all samples. All CrCL levels were categorized into the stage of Glomerular Filtration Rate (GFR). The functional outcomes were measured in the day 14 after admission with the score of Barthel Index, National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) and modified Rankin Scale (mRS).
Results: Thirty-four patients of diabetic patients with stroke were enrolled in this study, 18 males (52,9%) and 16 females (47,1%). There were 15 (44,2%) subjects aged between 51-60 years old and 5 subjects aged between 71-80 years old. The level of HbA1c > 10% was found in 13 subjects (38,2%) and 2 subjects (5,9%) with thelevel of HbA1c < 7%. From the value of CrCl, there were 16 (47,1%) patients diagnosed with chronic kidney disease (CKD) as the GFR cut off point <60. From the measurement of functional outcomes on the 14th day, there were 21 (61,8%) patients had BI score between 0-55, 22 (64,7%) patients had NIHSS score between 6-13 and 16 (47,1%) patients had mRS score 3. There was no significant association between the value of CrCL and the value of HbA1c with the functional outcomes.
Conclusion: In this study we found the association between the functional outcome with the creatinine clearance and the level of HbA1c in the diabetics patients with stroke but the association was not significant.
Key words : Diabetes, ischemic stroke, glycohemoglobin, creatinin clearance, glomerular filtration rate, functional outcomes.
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN PENGESAHAN TESIS……...………i
UCAPAN TERIMA KASIH………..ii
ABSTRAK………..…………..………...vii
ABSTRACT………...………...……….……...……….viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR SINGKATAN ...xiii
DAFTAR LAMBANG...xv
DAFTAR TABEL...xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1. Latar Belakang ...1
2. Perumusan Masalah ...8
3. Tujuan Penelitian ...9
4. Hipotesis ...10
5. Manfaat Penelitian ...10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...11
1. STROKE ISKEMIK ...11
2. BRAIN IMAGING ......26
3. OUTCOME STROKE ...27
5. KERANGKA KONSEP ...30
BAB III METODE PENELITIAN ...31
1. Tempat dan Waktu ... 31
2. Subjek Penelitian ...31
3. Kriteria Inklusi ...32
4. Kriteria Eksklusi ...33
5. Batasan Operasional ...33
6. Instrumen Penelitian ...35
7. Rancangan Penelitian ... 38
8. Pelaksanaan Penelitian ... 39
9. Kerangka Operasional ... 40
10. Analisa Statistik ...41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….42
1. Hasil Penelitian……….42
1.1. Karakteristik Penelitian………..……...42
1.2. Karakteristik Demografi Sampel Penelitian...42
1.3. Hasil Pemeriksaan Creatinine Clearance (CrCl)…..45
1.4. Hasil Pemeriksaan Nilai HbA1c ………..…...48
1.5. Distribusi Skor BI pada hari ke 14………..50
1.6. Distribusi skor NIHSS pada hari ke 14...53
1.7. Distribusi skor mRS pada hari ke 14...56
1.9. Hubungan skor BI,NIHSS dan mRS
menurut stage GFR...59
1.10. Hubungan Volume Infark hari I dengan nilai HbA1c...63
1.11. Hubungan skor BI,NIHSS dan mRS hari ke 14 dengan nilai HbA1c...64
2. PEMBAHASAN...68
2.1. Karakteristik Subjek Penelitian…………...68
2.2. Distribusi nilai Creatinine Clearance menurut stage GFR………....……70
2.3. Distribusi Nilai HbA1c...72
2.4. Distribusi skor BI………72
2.5. Distribusi skor NIHSS………72
2.6. Distribusi skor mRS………...73
2.7. Hubungan Volume lesi dengan stage GFR …...73
2.8. Hubungan antara Outcome Fungsional dengan stage GFR...74
2.9. Hubungan Volume lesi dengan nilai HbA1c…...…75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...77
1. KESIMPULAN………...77
2. SARAN……….…...78
DAFTAR PUSTAKA………79
DAFTAR SINGKATAN
ADL : Activities of Daily Living
ASNA : ASEAN Neurological Association B I : Barthel Index
BADL : Basic Activities of Daily Living CKD : Chronic Kidney Disease
CrCl : Creatinin Clearance CT : Computed Tomography CVD : Cardiovascular Disease
D M : Diabetes mellitus FPG : Fasting plasma glucosa
GCNKSS : Greater Cincinatti Northern Kentucky Stroke Study
GFR : Glomerular Filtration Rate
GLIAS : The Glycemia in Acute Stroke Study
HDL : High Density Lipoprotein HR : Hazard Ratio
LACI : Lacunar lnfark
LDL : Low density Lipoprotein
MDRD : Modification of Diet in Renal Disease
M-FIM : motor component of Fuctional Independence Measure MRI : Magnetic Resonance Imaging
mRS : Modified Rankin Scale
NIHSS : National lnstitutes of Health Stroke Scale
OGTT : Oral glucose tolerance test PACI : Partial Anterior Ciculation lnfark POCI : Posterior Circulation lnfark
TACI : Total Anterior Circulation lnfark TIA : Transient Ischemic Attack
DAFTAR LAMBANG
% : Persen
dl : desiliter mg : miligram ml : mililiter
N : Besar sampel p : tingkat kemaknaan
r : koefisien korelasi
Zß : Nilai baku normal berdasarkan nilai ß yang telah ditentukan Æ1,036
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1.Klasifikasi Diabetes Mellitus ………...………...18
Tabel 2. Cellular and Molecular Basis for Endothelial Dysfunction in Diabetes…...………...19
Tabel 3. Staging GFR…...…………..……….23
Tabel 4. Karakteristik demografi sampel penelitian...44
Tabel 5. Distribusi Creatinine Clearance menurut stage GFR terhadap jenis kelamin, usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...47
Tabel 6. Distribusi nilai HbA1c subjek stroke iskemik terhadap usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, jenis kelamin dan riwayat dislipidemia...49
Tabel 7. Distribusi skor BI hari ke-14 terhadap jenis kelamin,usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...52
Tabel 8. Distribusi skor NIHSS terhadap jenis kelamin,usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...55
Tabel 9. Distribusi skor mRS hari ke-14 terhadap jenis kelamin,usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...58
Tabel 10. Distribusi volume infark pada hari I dan skor BI, NIHSS dan MRS pada hari ke-14 menurut stage GFR...62
Tabel 12. Distribusi volume infark pada hari I dan skor BI,NIHSS,dan
mRS pada hari ke 14 menurut nilai HbA1c...67
Tabel 13. Hubungan Volume Infark hari I dan Skor Outcome hari ke 14 (BI, NIHSS, dan mRS) dengan nilai HbA1c...67
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Disfungsi Endotelial pada Diabetes……...…………...21
Gambar 2. Mekanisme beberapa faktor pada kalsifikasi vaskularisasi ginjal...25
Gambar 3. Grafik hubungan antara stage GFR dengan skor BI...60
Gambar 4. Grafik hubungan antara stage GFR dengan NIHSS...61
Gambar 5. Grafik hubungan antara stage GFR dengan skor mRS...62
Gambar 6. Grafik hubungan antara nilai HbA1c dengan skor BI...64
Gambar 7. Grafik hubungan antara nilai HbA1c dengan NIHSS...65
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes sebagai faktor resiko stroke berhubungan dengan perburukan outcome fungsional paska stroke iskemik. Nilai Glycohemoglobin (HbA1c) sebagai indikator penatalaksanaan diabetes berpengaruh terhadap outcome fungsional paska stroke. Diabetes juga merupakan faktor resiko timbulnya gangguan fungsi ginjal dimana gangguan fungsi ginjal sendiri berhubungan terhadap outcome fungsional paska stroke.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara nilai creatinine clearance (CrCl) sebagai indikator kerusakan ginjal dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes.
Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional secara potong lintang (cross sectional) terhadap penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes. Pada seluruh sampel dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap, nilai HbA1c, perhitungan nilai CrCl yang dikelompokkan menurut stage dari Glomerulus Filration Rate (GFR), dan dilakukan penilaian outcome fungsional pada hari ke-14 menggunakan skor Barthel Index (BI), National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) danmodified Rankin Scale (mRS).
Hasil : Tigapuluh empat orang subjek yang diteliti terdiri dari 18 orang laki-laki (52,9%) dan 16 orang perempuan (47,1%). Sampel terbanyak pada kelompok antara 51 - 60 tahun sebanyak 15 orang (44,2%),dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 71 - 80 tahun sebanyak 5 orang (14,7%). Sebanyak 13 orang (38,2%) memiliki nilai HbA1c > 10% dan 2 orang (5,9%) dengan HbA1c <7%. Pada hasil pemeriksaan CrCL, dijumpai sebanyak 16 pasien (47,1%) menderita CKD (sesuai cut off nilai GFR < 60). Setelah hari ke-14 , skor BI terbanyak dijumpai pada skor 0-55 yaitu 21 orang (61,8%), skor NIHSS terbanyak dijumpai pada skor 6-13 yaitu 22 orang (64,7%) dan pada mRS,skor mRS terbanyak dijumpai pada skor 3 yaitu 16 orang (47,1%). Tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara nilai CrCL dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional.
Kesimpulan : Pada penelitian ini dijumpai hubungan antara nilai CrCl dan nilai HbA1c dengan outcome fungsonal pada penderita stroke iskemik dengan diabetes namun hasilnya tidak signifikan.
ABSTRACT
Background : Diabetes is a risk factor for stroke and related to the severity of functonal outcome after stroke. The management of diabetes with the glycohemoglobin (HbA1c) as the indicator have the strong influence to the functional outcome after stroke. Diabetes is also the risk factor for developing of kidney disease which is associated to the functional outcome after stroke.
Objective: The objective of this study is to analyze the association between the level of creatinin clearance (CrCl) as the indicator of kidney disfunction, and the level of HbA1c with functional outcome after acute stroke in diabetic patients.
Methods: This is the cross sectional observational study of the acute phase of stroke in the diabetic patients. The level of HbA1c and creatinine clearance were measured in all samples. All CrCL levels were categorized into the stage of Glomerular Filtration Rate (GFR). The functional outcomes were measured in the day 14 after admission with the score of Barthel Index, National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) and modified Rankin Scale (mRS).
Results: Thirty-four patients of diabetic patients with stroke were enrolled in this study, 18 males (52,9%) and 16 females (47,1%). There were 15 (44,2%) subjects aged between 51-60 years old and 5 subjects aged between 71-80 years old. The level of HbA1c > 10% was found in 13 subjects (38,2%) and 2 subjects (5,9%) with thelevel of HbA1c < 7%. From the value of CrCl, there were 16 (47,1%) patients diagnosed with chronic kidney disease (CKD) as the GFR cut off point <60. From the measurement of functional outcomes on the 14th day, there were 21 (61,8%) patients had BI score between 0-55, 22 (64,7%) patients had NIHSS score between 6-13 and 16 (47,1%) patients had mRS score 3. There was no significant association between the value of CrCL and the value of HbA1c with the functional outcomes.
Conclusion: In this study we found the association between the functional outcome with the creatinine clearance and the level of HbA1c in the diabetics patients with stroke but the association was not significant.
Key words : Diabetes, ischemic stroke, glycohemoglobin, creatinin clearance, glomerular filtration rate, functional outcomes.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika
Serikat (AS) dan di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang.
Sekitar 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang (William,2001;Manji, 2007; Fitzsimmon,2007;Rosamond dkk,2007).
Penelitian berskala besar dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di
Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu 11,8 %, usia 45 - 64
tahun berjumlah 54,2% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach,2007). Penilaian yang akurat dan tepat dari Activities of Daily Living (ADL) pada pasien paska stroke sangat penting untuk menilai outcome dari
perawatan stroke. Kwon dkk melakukan penilaian disabilitas pada pasien paska stroke dengan menilai Barthel Index (BI),motor component of
Fuctional Independence Measure (M-FIM) dan Modified Rankin Scale (mRS). Mereka mendapatkan hubungan yang sangat erat antara BI,M-FIM dan mRS dalam menilai disabilitas pasien stroke secara global (Kwon
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko yang
paling penting untuk stroke iskemik terutama pasien-pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah DM dan insiden stroke dua kali lipat lebih tinggi pada
pasien diabetes dari pada non diabetes (Gilroy,2000).
Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita
stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita DM dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Limapuluh persen lagi yaitu penderita nondiabetes dengan respon
hiperglikemi akibat stroke (Misbach,1999).
Diabetes berhubungan dengan tingginya resiko stroke iskemik dan mortalitas pasien-pasien stroke. Resiko tinggi ini dikaitkan dengan
perubahan patofisiologi yang dlihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes (Air dan Kissela, 2007; Caplan,2000; Sacco dan
Boden-Albala 2001; Magherbi dkk,2003;).
Beberapa penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun diantara pasien-pasien hiperglikemia
walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome
fungsional dan neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes (Air dan Kissela, 2007).
Diabetes berhubungan dengan peningkatan resiko stroke, dengan
dan tipe dan beratnya diabetes. Kontrol hiperglikemia yang agresif dapat
mengurangi komplikasi mikrovaskular yang lain, seperti diabetic nephropathy, retinopati dan peripheral neuropathy. Pasien dengan diabetes sering menderita penyakit yang lain yaitu hipertensi dan penyakit
jantung yang meningkatkan resiko stroke. Hipertensi dijumpai pada 40 - 60% penderita DM tipe 2 dewasa dan beberapa penelitian telah
menunjukkan adanya pengurangan komplikasi kardiovaskuler dan stroke dengan pengurangan tekanan darah secara agresif pada pasien-pasien ini (Fitzsimmons,2007).
Pada penelitian kohort terhadap wanita berusia 30 – 55 tahun yang menderita DM dijumpai peningkatan resiko menderita stroke iskemik pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2, sementara pada tipe 1 lebih cenderung
beresiko menderita stroke hemoragik. Insidensi stroke iskemik yang tinggi pada populasi DM tipe 1 mungkin berkaitan dengan usia muda saat onset
menderita DM, durasi DM yang lebih panjang, defisiensi insulin, hipertensi, gangguan parameter koagulasi dan peningkatan adhesi dari platelet, dimana hal-hal tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut
(Janghorbani dkk,2007).
Hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih
buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001;Beckman dkk,2002; Air dan Kissela 2007).
Candelise dkk menemukan bahwa hiperglikemia sebagai pertanda
pasien-pasien dengan hiperglikema dapat merupakan sebagian dari
gambaran keparahan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri (Adams dkk,2007).
Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2, resiko komplikasi
diabetes sangat kuat berhubungan dengan keadaan hiperglikemia sebelumnya dan setiap pengurangan glycated hemoglobin
(glycohemoglobin) atau HbA1c akan mengurangi resiko komplikasi dengan resiko yang paling kecil adalah pada mereka dengan nilai HbA1c dalam rentang normal (<6,0%) (Stratton dkk,2000).
Penelitian selama 15 tahun oleh Framingham Heart Study , insufisiensi ginjal yang ringan (didefinisikan sebagai serum kreatinin antara 136-265 u mol/L pada wanita) setelah dilakukan penyesuaian data
dengan berbagai faktor resiko yang koeksis, tidak berhubungan dengan masalah kardiovaskuler (fatal dan non fatal) namun pada laki-laki
didapatkan hubungan yang signifikan antara gangguan ginjal dengan berbagai jenis penyebab mortalitas (Culleton dkk,1999).
Sarnak dkk menyatakan terdapat peningkatan prevalensi menderita
CVD (Cardiovascular Disease) pada populasi CKD (Chronic Kidney Disease). Adanya CKD yang dibuktikan dengan adanya proteinuria
ataupun penurunan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) sepertinya merupakan faktor resiko yang independen terhadap outcome dari CVD, dengan demikian setiap pasien CKD harus diangap sebagai beresiko
pada populasi umum mendapatkan hubungan kadar High Density
Lipoprotein (HDL), Low density Lipoprotein (LDL),kolesterol dan trigleserida merupakan prediktor yang signifikan terhadap resiko peningkatan serum kreatinin sebagai indikator gangguan ginjal setelah
dilakukan adjustment terhadap berbagai faktor resiko lain termasuk hipertensi dan DM (Muntner dkk,2000).
Pada populasi kulit putih dengan hipertensi esensial yang tidak terkontrol dengan nilai serum kreatinin dalam rentang normal dijumpai resiko terhadap morbiditas dari gangguan kardiovaskuler (Schillaci
dkk,2001).
Studi Weiner dkk di AS mendapatkan hubungan antara gangguan fungsi ginjal dan resiko CVD dengan etnis, dimana mereka mendapatkan
pada ras kulit hitam yang menderita CKD memiliki Hazard Ratio (HR) yang lebih tinggi (HR:1,76,95% CI) dibanding kulit putih (HR 1,13,95% CI)
terhadap resiko menderita gangguan kardiovaskuler dan berbagai penyebab mortalitas lainnya (Weiner dk,2004).
Penelitian De Leeuw dkk mendapatkan bahwa serum kreatinin dan
protein urin dapat dijadikan sebagai prediktor terhadap morbiditas dan mortalitas pasien-pasien usia tua dimana terdapat hubungan antara
sebelumnya namun hubungan ini mungkin terbatas pada populasi tertentu
(De Leeuw dkk,2002).
Pada studi terhadap 6685 pasien,ditemukan sebanyak 1340 pasien CKD berdasarkan pemeriksaan GFR (creatinine clearance) dan
didapatkan angka HR untuk stroke iskemik sebesar 1,54 (95% CI) dibandingkan dengan yang tidak menderita CKD. Pada studi ini CKD
berhubungan dengan resiko stroke terutama pada populasi dengan riwayat penyakit atherotrombotic. Studi ini memperkuat studi-studi sebelumnya yang menyimpulkan bahwa subjek dengan gangguan ginjal
dapat dimasukkan sebagai grup beresiko tinggi menderita stroke dan ganguan kardiovaskuler. (Koren-Morag dkk.,2006).
Studi kohort oleh Honolulu Heart Programme mendapatkan bahwa
proteinuria; yang diperiksa dengan metode dipstick urine, merupakan pediktor independen terhadap resiko menderita penyakit jantung koroner
dan stroke dan penelitian ini menganjurkan pemeriksaan dipstick sebagai screening rutin pada populasi dengan gangguan ginjal (Madison dkk,2006).
Penelitian berbasis komunitas yang menilai serum kreatinin dan GFR mendapatkan hubungan antara gangguan ginjal dengan penyakit
kardiovaskuler dimana nilai GFR yang rendah berhubungan dengan peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler (Elsayed dk,2007).
Pada studi terhadap populasi berusia diatas 55 tahun yang meneliti
dimana pasien stroke umumnya berusia lebih tua dan dijumpai
kecenderungan menderita CKD, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, peningkatan konsentrasi glikohemoglobin dibandingkan populasi tanpa stroke (Ovbiagele, 2008).
Otopsi yang dilakukan pada 354 penderita stroke, dijumpai nephroangiosclerosis pada 39,8 subjek dan hal ini mungkin berhubungan
dengan riwayat hipertensi dan usia tua. Selain itu nephroangiosclerosis lebih banyak dijumpai pada pasien stroke dibanding dengan gangguan neurologis yang lain (Abboud dkk,2009).
Penelitian di Jepang mendapatkan bahwa resiko terjadinya stroke iskemik atau Transient Ischemic Attack (TIA) berhubungan dengan menurunnya fungsi ginjal yang dinilai dengan menghitung creatinine
clearance pada populasi umum, dimana pada studi ini disimpulkan bahwa penurunan fungsi ginjal tersebut merupakan faktor resiko yang signifikan
terhadap kejadian stroke yang baru. Hubungan ini dikaitkan dengan timbulnya vaskulopati akibat penyakit ginjal kronik (Nakayama dkk,2007).
Studi Ikram mendapatkan hubungan pada gangguan fungsi ginjal,
yang dinilai dengan penurunan nilai GFR; dengan marker dari small vessel disease pada otak yaitu dijumpai adanya white matter lesion, atrofi
subkortikal dan perluasan minimal dari infark lakuner, dimana hal-hal tersebut dibuktikan dengan MRI (Ikram dkk,2008).
Penelitian berbasis komunitas mendapatkan riwayat gangguan
timbulnya penyakit ginjal. Sebagai tambahan didapatkan bahwa riwayat
DM,hipertensi dan kadar HDL yang rendah dan penurunan yang rendah pada nilai GFR merupakan faktor resiko yang terpenting pada penderita gangguan ginjal yang baru. Pada subjek dengan nilai ambang batas GFR
kurang dari 90mL/min per 1,73 m2 memiliki peningkatan resiko tiga kali lipat berpeluang mengalami penyakit ginjal (Fox dkk,2004).
Studi Parikh mendapatkan pada populasi berusia 65 tahun keatas yang menderita CKD memiliki faktor resiko mendapatkan gangguan kardiovaskuler yang signifikan dan cenderung memerlukan terapi
terhadap penyakit tambahan seperti hipertensi, peningkatan LDL dan diabetes (Parikh dkk,2006).
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti
yang diuraikan di atas, dirumuskan beberapa masalah-masalah sebagai berikut :
I.2.1. Bagaimana hubungan antara creatinine clearance dan outcome
fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.2.2. Bagaimana hubungan antara nilai glycohemoglobin (HbA1c ) dan
outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.2.3 Bagaimana gambaran nilai creatinine clearance dan nilai glycohemoglobin (HbA1c ) menurut berbagai faktor resiko stroke
hipertensi, riwayat merokok, riwayat dislipidemia) pada penderita
stroke iskemik dengan diabetes.
I.3. TUJUAN PENELITIAN
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dan nilai
glycohemoglobin (HbA1c) dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.3.2. Tujuan Khusus
I.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes. I.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara nilai glycohemoglobin (HbA1c)
dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dengan volume lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes.
1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara nilai glycohemoglobin (HbA1c) dengan volume lesi pada gambaran CT scan kepala penderita
stroke iskemik dengan diabetes.
keteraturan makan obat, hipertensi, riwayat merokok, riwayat
dislipidemia) pada penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.3.2.6. Untuk mengetahui gambaran nilai glycohemoglobin (HbA1c ) menurut berbagai faktor resiko stroke (umur, sex, lama menderita
DM, keteraturan makan obat, hipertensi, riwayat merokok, riwayat dislipidemia) pada penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.4. Hipotesis
Ada hubungan antara creatinine clearance dan glycohemoglobin
(HbA1c ) dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.5. Manfaat Penelitian
I.5.1. Dengan mengetahui hubungan antara ceatinin clearance dengan
outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dapat dilakukan deteksi dini melalui pemeriksaan serum creatinine secara rutin dan penatalaksaan terhadap gangguan ginjal pada penderita stroke
iskemik dengan diabetes.
I.5.2. Dengan mengetahui hubungan antara glycohemoglobin (HbA1c)
dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dapat diberikan penatalaksanan terhadap diabetes yang terjadi pada penderita stroke iskemik sehingga diperoleh outcome fungsional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. STROKE ISKEMIK
II.1.1. Definisi
Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003).
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak (Sjahrir, 2003).
II.1.2. EPIDEMIOLOGI
Stroke menyebabkan 1 dari 15 kematian di Amerika Serikat (AS) di tahun 2001. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di
seluruh dunia dan ketiga di negara-negara berkembang. Stroke penyebab pertama disabilitas dalam jangka panjang di AS dan penyebab utama terbesar kedua menimbulkan disabilitas di seluruh dunia pada
II.1.3. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko untuk timbulnya stroke adalah sebagai berikut: (Sjahrir,2003).
1. Non modifiable risk factor
1. Umur
2. Jenis kelamin 3. Keturunan/genetik 2. Modifiable risk factor
a. Behavioral risk factor - Merokok
- Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan,
asam urat, kolestreol, low fruit diet - Alkoholik
- Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatetet, obat kontrasepsi
b. Physiological risk factor
- Penyakit hipertensi - Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Infeksi/lues, artritis, traumatik, AIDS, Lupus - Gangguan ginjal
- Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit
perdarahan
- Kelainan anatomi pembuluh darah - Dan lain-lain
II.1.4. KLASIFIKASI
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama ( Misbach,1999)
l. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke lskemik
a. Transient Ischemic Attack (TlA)
b. Trombosis serebri c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid
ll. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu a. Transient lschemic Attack (TlA)
b. Stroke in evolution c. Completed Stroke
lII. Berdasarkas jenis tipe pembuluh darah
2. Sistim vertebrobasiler
IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi,2007) : 1. Partial Anterior Ciculation lnfark (PACI)
2. Total Anterior Circulation lnfark (TACI)
3. Lacunar lnfark (LACl)
4. Posterior Circulation lnfark (POCI)
II 1.5. Patofisiologi
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat darah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang
fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik,
diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat
pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi,daerah penumbra dapat
berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007)
lskemia otak akan mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap sebagai berikut (Sjahrir,2003):
Tahap 1.
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2 c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan hemostasis ion
Tahap 2.
a. Eksitoksitas dan kegagalan hemostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3. Inflamasi
Tahap 4. Apoptosis
II.1.6. Peranan Diabetes pada Stroke Iskemik
Diabetes Mellitus (DM) adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia diakibatkan defek sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM berkaitan
organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Beberapa gejala yang umum dijumpai pada hiperglikemi termasuk poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, polifagi dan gangguan penglihatan (American Diabetes Association, 2004).
Kriteria diagnosa DM adalah : (PERKENI,2006).
Metode pemeriksaan kadar glycohemoglobin (HbA1c) telah
dianjurkan oleh beberapa ahli internasional sebagai metode terbaru dalam mendiagnosa diabetes dan menyimpulkan nilai HbA1c ≥ 6,5 % sebagai cut-point pertanda diabetes dan menyarankan pemeriksaan ini
belum diterima secara luas oleh institusi-intistusi lain. (American Diabetes
Association,2009).
Diabetes mellitus adalah faktor resiko untuk stroke iskemik pada penyakit pembuluh darah besar intrakranial dan ekstrakranial dan
penetrating artery tetapi masih menjadi pertanyaan penting pada penyakit pembuluh darah kecil. Atheroma pada percabangan arteri intrakranial
terutama pada paramedian pontine penetrating arteries, anterior choroidal arteries, dan anterior inferior cerebellar arteries khususnya sering terjadi pada pasien-pasien diabetes. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis
terbukti adalah diabetes dan insidensi stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes daripada non diabetes (Caplan,2000;Gilroy,2000).
Terdapat berbagai hipotesa membahas timbulnya kelainan
pembuluh darah pada pasien DM yaitu hipotesa genetik dan hipotesa metabolik. Hipotesa metabolik menganggap kelainan vaskuler sebagai
manifestasi patologis yang erat hubungannnya dengan hipergikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan terjadiya glikosilasi pada semua protein terutama yang mengandung lisin. Proses glikosilasi pada protein
Tabel-1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Summary of Diabetes Mellitus Classification Type 1 Diabetes Mellitus
- Accounts for only 5% to 10 % of all diabates cases
- Caused by an absolute deficiency of insulin secretion due to a celluler mediated autoimmune destruction of the pancreatic β-cells
- Viruses associated with initiation of β-cell destruction include congenital rubella,coxsackievirus B,cytomealovirus,adenovirus and mumps
- Markers of β-cells destruction include islet cell autoantivodies to insulin,autoantbodies to glutamic acid decarboxylase (GAD65), and autoantibodies to the tyrosine phospatase IA-2 and IA-2β
- Rate of β-cell destruction varies-infants and cildren often experience rapid β-cell destructionis usually slower in adults
- Individuals at increased risk can often be identified by serological evidenes of an autoimmune pathologic procces occuring in he pancreatic islet cells and by genetic markers
Type 2 Diabetes Mellitus
- Accounts for only 90% to 95 % of all diabates case
- Caused by a combination of complex metabolic disorders that result from coexisting defect of multiple organ sites such as insulin resistance in muscle and adipose tissue,a progressive decline in pancreatic insulin secretion, unrestrained hepatic glucose production and other hormonal deficiencies
- Before the appereance of clinical symptoms, a degree of hyperglicemia may be present, causing pathologic and funtional changes in various target tissues
- Most affected individuas are obese and,therefore have a variable degrees of insulin resistance affected individuals who are not obese may have an increased percentage of visceral fat,wich can cause insulin resistance
- Others risk factors include increasing age and sedentary lifesyles
- Occurs more frequently in women with previous gestational diabetes and individuals with hypertension or dyslipidemia
- Associated with strong genetic predisposition
Gestational Diabetes
- Defined as any degree of glucose intolerance identified during pregnancy; definition aplies regardless of the therapy used to treat the condition
Tabel-2 Cellular and Molecular Basis for Edothelial Dysfunction in
Diabetes
Dikutip dari : Calles - Escandon, J dan Cipolla, M. 2001. Diabetes and Endothelial Dysfunction: A Clinical Perspective. Endocrine Reviews. 22 (1):36 - 52
Penyebab utama kematian dan besamya persentasi morbiditas
pada pasien-pasien dengan diabetes (tipe 1 atau tipe 2) adalah penyakit pembuluh darah. Diabetes tipe 2 mengenai pembuluh darah kecil (microangiopathy) atau pembuluh darah besar (macroangiopathy)
penyakit pembuluh darah kecil ditandai dengan retinopati, neuropati, dan nephropati, sementara macroangiopathy pada diabetes dimanifestasikan
dengan kecepatan terjadinya aterosklerosis yang mengenai organ-organ vital jantung dan otak). Aterosklerosis pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 adalah multifaktor dan meliputi inter-reaksi yang sangat
perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis (Calles-Escandon dan
Cipolla,2001).
Suatu studi di Inggris menyimpulkan bahwa atrial fibrilasi termasuk faktor resiko terpenting menderita pada pasien-pasien DM tipe II sehingga
terapi yang agresif dari obat-obatan antihipertensi dan antikoagulan sangat diperlukan pada pasien-pasien DM dengan gangguan ritme
jantung (Davis dkk,1999).
Keadaan metabolik yang abnormal yang menyertai diabetes menyebabkan disfungsi arteri. Faktor-faktor ini menyebabkan arteri mudah
mengalami atherosklerosis. Diabetes merubah banyak tipe sel, termasuk endotelium, smooth muscle cells, dan platelet, yang mengindikasikan luasnya kerusakan pada dabetes (Beckman dkk,2002).
Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa hiperglikemi setelah stroke akut berhubungan dengan outcome yang
buruk termasuk meningkatnya mortalitas setelah stroke (Bravata dkk,2003).
Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis di
pembuluh koroner,serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas dan kematian (Luscher
Gambar-1. Disfungsi Endotelial pada Diabetes.
Dikutip dari : Beckman, J.A., Creager, M.A., Libby,P. 2002. Diabetes and Atherosclerosis.
Epidemiology, Pathophysiology, and Management. JAMA. 287:2570 – 2581
hormon pertumbuhan dan glukagon yang merupakan respon dari stres
yang berat. Pelepasan hormon-hormon ini secara langsung berhubungan dengan ukuran infark, dan karena mereka menstimulasi neoglycogenesis, hiperglikemia dapat terjadi, khususnya pada pasien-pasien dengan
intoleransi glukosa. Efek merusak hiperglikemia belum begitu jelas diketahui tetapi peningkatan kadar glukosa berhubungan dengan asidosis
laktat (penumpukan laktat, asidosis intraseluler dan produksi radikal bebas sehingga menambah perluasan kerusakan otak (Blecic dan Devuyst, 2001;Adam dkk,2007).
II.1.7. Peranan Diabetes Pada Gangguan Ginjal
Penelitian yang dilakukan di empat daerah di Indonesia (Jakarta,
Yogyakarta, Surabaya, Bali) mendapatkan bahwa proteinuria, diabetes, dan hipertensi sistolik merupakan prediktor yang independen terhadap
ganguan ginjal yang dibuktikan berdasarkan nilai GFR. Prevalensi CKD yang tinggi tersebar di daerah urban dan sub-urban (Prodjosudjadi dkk,2009).
Penelitian terhadap populasi berusia muda yang menderita DM tipe II mendapatkan bahwa peningkatan HbA1c merupakan satu-satunya faktor
resiko yang signifikan terhadap mikroalbuminuria dibandingkan dengan populasi yang menderita DM tipe I sehingga studi ini menyarankan perlunya kontrol glukosa yang agresif pada penderita DM (Eppens
Nilai GFR <60 mL/min/1,73m2 merupakan nilai cutoff untuk definisi
CKD karena menbcerminkan reduksi dari dari nilai normal GFR yaitu 125mL/min (Sarnak dkk,2003).
Tabel 3. Staging GFR
Dikutip dari : Sarnak, M.J., Levey, A.S., Schoolwerth, A.C., Coresh, J., Culleton, B., and Hamm, L.L.,et al.2003. Kidney Disease as a Risk Factor for Development of Cardiovascular Disease. Circulation.108:2154-2169.
.
II.1.8 Peranan Gangguan Ginjal Pada Gangguan Kardiovaskuler dan
Serebrovaskuler.
Insidensi stroke meningkat berkaitan dengan mikroalbuminuria
dimana mikroalbuminuria merupakan faktor resiko independen terhadap peningkatan kenaikan 50 % angka resiko stroke pada populasi di Inggris. Mikroalbuminuria dapat dijadikan indikator tambahan selain DM dan
hipertensi pada komunitas yang mengalami kenaikan resiko stroke. Mekanisme dasar dari patofisiologikal antara hubungan CKD dengan CVD adalah disfungsi endotelial. Mikroalbuminuria maupun makroalbuminuria
studi-studi. Banyak dari faktor resiko kardiovaskuler yang dapat
mempengaruhi endotel dapat dijumpai hubungannnya dengan CKD (Schiffrin dkk,2007).
Terdapat beberapa kemungkinan penjelasan peningkatan resiko
gangguan ginjal dan perkembangan penyakit ginjal pada penderita CVD. Pertama, munculnya CVD mungkin menunjukkan seseorang dengan
durasi dan keparahan yang lebih besar, baik pada CVD maupun penyakit ginjal dan faktor resiko timbulnya gangguan ginjal khususnya DM dan hipertensi. Kedua, aterosklerosis dapat mengganggu vaskularisasi ginjal
yang menyebabkan gangguan pembuluh darah besar dan kecil yang berakibat timbulnya CVD. Ketiga, munculnya CVD mungkin mengidentifikasi individu yang beresiko menderita gagal jantung dan pada
pasien-pasien ini akan mengalami penurunan fungsi ginjal akibat penurunan perfusi ginjal. Keempat, CVD merupakan predisposisi terhadap
seseorang untuk menjalani kateterisasi jantung yang mungkin berakibat kerusakan ginjal akibat kontras intravena ataupun emboli (Elsayed dkk,2007).
Dalam studi terhadap populasi berusia 65 tahun keatas dengan insufisiensi ginjal didapatkan peningkatan delapan faktor prokoagulasi
yaitu C-reactive protein, fibrinogen, VIIc, faktor VIIIc, interleukin-6, intercellular adhesion molecule-1, plasmin-antiplasmin complex dan D-dimer, dimana faktor-faktor tersebut dianggap berperan penting dalam
Studi kohort terhadap populasi usia tua mendapatkan penurunan
fungsi ginjal yang dinilai dengan penurunan nilai GFR mendapakan bahwa penurunan fungsi kognitif berkaitan dengan gangguan ginjal dengan GFR <60 mL/min (Buchman dkk,2009).
Dibawah ini ditampilkan gambaran tentang kalsifikasi ginjal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sistem renin angiotensin,
NAD(p)H, reseptor BMP yang berujung pada pembentukan kalsifikasi vaskularisasi ginjal.
Gambar-2. Mekanisme beberapa faktor pada kalsifikasi vaskularisasi
ginjal
Dikutip dari : Schiffrin,E.L., Lipman, M.L., Man J.F.E. 2007. Chronic Kidney Disease
Effects on the Cardiovascular System.116:85-97.
Brain imaging masih merupakan komponen yang dibutuhkan dalam
pemeriksaan pasien yang diduga stroke. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance lmaging (MRl) merupakan pilihan untuk brain imaging, tetapi pada kebanyakan kasus dan kebanyakan institusi, CT
masih merupakan pemeriksaaan awal yang paling praktis. Dalam banyak kasus, CT akan memberikan informasi untuk membuat keputusan
mengenai penatalaksanaan darurat (Adam dkk,2007).
Sejak ditemukan pada tahun 1970,CT scan berkembang menjadi salah satu pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis kelainan
kelainan neurologi termasuk dalam diagnosa stroke. Peranan CT scan sangat besar sehingga dapat dikatakan menjadi golden standard (baku emas) penderita stroke ( Sjahrir 2003;Jannis,2007).
Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat
atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense dan gelap,dan lebih seperti baji (wedge-like) dan berbatas. Sebagian infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan
II.3. OUTCOME STROKE
Keberhasilan pengobatan penyakit penyebab disabilitas termasuk stroke, harus memberi manfaat dengan menggunakan sistim klasifikasi untuk menilai pengaruh pengobatan, khususnya pengobatan darurat. Agar
penderita stroke yang masih dapat bertahan hidup dapat menerima perawatan terbaik, satu sistim klasifikasi outcome stroke yang
komprehensif dibutuhkan untuk intervensi therapi yang sesuai secara langsung. Pengembangan satu sistim klasifikasi outcome stroke berdasarkan pada keyakinan bahwa defisit neurologis sering
menyebabkan impairment disability yang permanen dan membahayakan kualitas hidup (Kelly-Hayes dkk,1998).
Secara garis besar, outcome stroke dapat dikategorikan ke dalam
neurologic impairment (tanda yang diperoleh dengan pemeriksaan yang disebabkan oleh penyakit),disabilitas (efek fungsional dari pemburukan)
dan handicaps (konsenkuensi sosial dari disabilias). Secara sederhana dapat diklasifikasikan sebagai impairment measures dan activity measures (Davis-Fisher, 2001).
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut (Caplan,2000) : .
1. lmpairments menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologi dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
2. Disabilitas adalah setiap hambatan kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti tidak bisa berjalan,menelan dan melihat akibat pengaruh stroke. 3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
II.4. KERANGKA TEORI
CH RON I C K I DN EY DI SESASE
ST ROK E I SK EM I K
PROTEINURIA
MIKROALBUMINURIA
DI ABET ES M ELLI T U S
HIPOTESA GENETIK HIPOTESA METABOLIK
EN DOT H ELI AL DI SFU N CT I ON
H I PERGLI K EM I A H I PERGLI K EM I A
II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL
Calles & Cippolla,2001 Fitzsimmons,2007 Beckman,2002
DI ABET ES M ELLI T U S
Fox dkk,2004 Eppens dkk, 200 Parikh dkk,2006 Schiffrin dkk, 2007 Yuyun dkk,2004
OU T COM E
H I PERGLI K EM I A
Kagansky dkk, 2001 Adam dkk,2007 Air dan Kissela dkk,2007
Stratton dkk,2000 Blecic &
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 Januari 2010 s/d 31 Januari 2011.
lll.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit.
Penentuan subjek penelitian menurut metode non probability sampling secara konsekutif.
III.2.1. Populasi sasaran
Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan Head CT-Scan.
III.2.2. Populasi terjangkau
Semua penderita stroke iskemik akut yang sedang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK - USU/ RSUP.H
III.2.3. Besar sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk,1995)
2
n ≥ ( Zα +Zβ ) x Sd
____________ + 3
0,5 ln { (1+r) / (1-r) }
n = besar sampel
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 maka Zα = 1,96 Z
Zβ = Nilai baku normal yang besarya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,15 maka Zβ= 1,036
r = koefisien korelasi
n = 1,96 + 1,036 2
___________________ + 3 0,5 ln (1+0,51) / (1-0,51)
n = 31,34 dibulatkan menjadi 32 Dibutuhkan sampel minimal sebesar 32 kasus
III.3. Kriteria Inklusi
1. Semua penderita stroke iskemik fase akut dan menderita diabetes mellitus yang ditegakkan dengan anamnese pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologi dan CT scan kepala yang dirawat di Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP.H . Adam Malik Medan.
lll.4. Kriteria Eksklusi
1. Penderita stroke iskemik akut berulang. 2. Penderita TIA dan stroke hemoragik.
3. Penderita stroke iskemik dengan lokasi lesi di batang otak.
lll.5. Batasan Operasional
1. Stroke (WHO,1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003).
2. Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jarigan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).
3. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula
serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach,1999).
4. Diabetes Mellitus (DM) adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia diakibatkan defek sekresi insulin, kerja
insulin ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM berkaitan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai
organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (American Diabetes Association,2004).
5. Diagnosa Diabetes Melitus apabila kadar glukosa plasma
≥200mg/dL (11,1m mmol/L) atau kadar postload glucose≥ 200mg/dl (11.1
mol/l) sepanjang oral glucose tolerance test (OGTT). (PERKENI,2006).
6. Creatinine Clearance adalah perbandingan ekskresi kreatinin urin dengan konsentrasi kreatinin di serum, di mana nilai ini
mencerminkan kemampuan tubuh mengekskresikan kreatinin (McGraw-Hill Concise Dictionary of Modern Medicine,2002).
Nilai normalnya adalah 97 – 137 ml/menit pada laki-laki dan 88 – 128 ml/menit pada wanita (Medline Plus,2010).
7. Glycohemoglobin atau HbA1c adalah istilah untuk
mendeskripsikan serial dari komponen hemoglobin minor yang stabil yang terbentuk dari hemoglobin dan glukosa. Kadar HbA1c menggambarkan
riwayat glikemia selama 120 hari sesuai lifespan dari eritrosit (Goldstein dkk,2004). Nilai normalnya adalah < 6,0% ( Stratton dkk,2000).
8. Impairment adalah menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,
psikologis,dan anatomis yang disebabkan stroke (Caplan,2000).
9. Disability adalah setiap hambatan, ketidakmampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan orang sehat seperti tidak bisa berjalan,menelan dan melihat akibat pengaruh stroke (Caplan,2000).
10. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah hilangnya fungsi ginjal yang berlangsung perlahan dan bertahap (gradual) seiring waktu. Kriteria
1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan yang dibuktikan dengan
biopsi atau marker kerusakan ginjal,
2. Nilai GFR < 60ml/min/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan ataupun tanpa kerusakan ginjal. (Sarnak dkk,2003; Chronic Kidney
Diseaase,Medline Plus 2010)
lll.6. Instrumen Penelitian
III.6.1. National lnstitutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) mengukur tanda neurologis yang diperoleh dengan pemeriksaan. Skala ini rutin digunakan
untuk menentukan beratnya gangguan neurologis pada saat masuk dan memastikan sama pada saat awal antara grup yang diobati dan grup kontrol (Davis-Fisher,2001). Satu studi yang membandingkan penggunaan
4 skala perburukan neurologis (NlHSS, Canadian Neurological Scale, Middle Cerebral Artery Neurological score , Guy's Prognostic Score) pada
pemeriksaan awal (baseline) menunjukkan bahwa NIHSS adalah prediktor outcome yang paling baik pada 3 bulan (hidup di rumah, hidup dalam perawatan atau kematian). Skala ini dapat diulang,mudah, dan cepat
dilakukan (10 menit) dan berhubungan dengan volume infark dan outcome fungsional 3 bulan setelah stroke (Kelly-Hayes dkk, 1998). NIHSS lebih
sensitif dari pada Bl dan mRS, dengan besar sampel yang lebih kecil atau kekuatan statistik yang lebih besar (Young dkk, 2005). Skala terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran,respon terhadap pertanyaan,respon
palsy,motorik, ataksia, sensorik, bahasa, disartria, dan ekstensi /
inattention). Penilaian dibagi tiga:< 5 (Stroke ringan),6-13 (Stroke sedang) dan > 13 (Stroke berat) (Schle dkk,2003;William dkk,2000).
III.6.2. Barthel Index (Bl)
Untuk menentukan disabilitas setelah stroke maka perlu penilaian terhadap aktivitas perawatan diri (self-care activities) dan kemampuan
untuk hidup bebas. The Barthel lndex adalah pengukuran beratnya disabilitas dan merupakan pengukuran outcome stroke yang paling sering digunakan. Skor pada Bl merupakan pengukuran Basic Activities of Daily
Living ( BADL) yang dapat dipercaya dan tepat. (Kelly-Hayes dkk,1998). Barthel lndex dibagi kedalam kegiatan yang berhubungan dengan self-care ( feeding, grooming, bathing, dressing,bowel and bladder care,
and toilet use) dan sekelompok yang berhubungan dengan mobilitas (ambulation, transfers, and stair climbing ). Nilai maksimal 10
mengindikasikan bahwa pasien sepenuhnya dapat berdiri sendiri dalam melakukan fungsi fisik. Nilai yang terendah adalah 0 mengindikasikan ketergantungan total (keadaan terbaring di tempat tidur) (Sulter dkk,
1999).
Lees dkk, 2000 (cit Fischer,2001) menyebutkan bahwa nilai Bl
III.6.3. Modified Rankin Scale (mRS)
Modified Rankin Scale adalah laporan dokter terhadap pengukuran ketidakmampuan umum yang telah luas dipakai untuk mengevaluasi outcome pasien stroke dan merupakan instrumen yang berharga untuk
memeriksa pengaruh dari pengobatan stroke yang baru. Nilai mRS 1-2 dikategorikan sebagai outcome baik dan nilai mRS 3-6 sebagai outcome
buruk (Banks dan Marotta,2007).
III.6.4. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Computed Tomography Scan yang digunakan adalah CT system,merek Hitachi seri W 450. Pembacaan hasil CT scan dilakukan
oleh seorang ahli radiologi. Untuk mengukur volume lesi digunakan formula A x B x C /2 (ml) (Pantano dkk,1999;), dimana :
A= diameter terpanjang lesi iskemik
B= diameter tegak lurus lesi iskemik
C= tebal potongan dimana lesi masih terlihat
III.6.5. Pemeriksaan kadar gula darah
Pengukuran kadar gula darah dengan metode Glukosa oksidase
(GOD) dengan alat Automatic (Hitachi-902) & (Cobas Integra 480+).
III.6.6. Pemeriksaan kadar serum Keatinin
Serum Kreatinin dihitung dengan metode Jaffe assay.
III.6.7. Pemeriksaan kadar creatinine clearance
Creatinine clearance (Ccr) diukur dengan rumus Modified of Diet in Renal Disease (MDRD) (Sarnak dkk, 2003) :
Scr = Serum Creatinine (mg/dl)
III.6.8. Pemeriksaan kadar HbA1c
Pemeriksaan HbA1c menggunakan Performance Liquid
Chromatography.
III.7. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik
fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK USU / RSUP
H.Adam Malik Medan.
a. Studi observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nilai
creatinine clearance, nilai HbA1c , nilai National lnstitutes of Health Stroke Scale (NIHSS),nilai Modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI).
b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan nilai creatinine clearance dan kadar HbA1c dengan nilai NIHSS, mRS
lll.8. Pelaksanaan Penelitian
lll.8.1. Pengambilan Sampel
Semua penderita stroke iskemik akut yang masuk ke bangsal Neurologi RSUP.HAM yang telah ditegakkan dengan anamnese,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan CT scan yang diambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria
eksklusi diperisa darahnya untuk pemeriksaan laboratorium termasuk kadar gula darah puasa, 2 jam setelah makan, kadar serum creatinine di dan pemeriksaan kadar HbA1c di laboratorium Patologi Klinik. Jika diduga
bahwa pengukuran glukosa plasma puasa pada saat masuk rumah sakit meningkat disebabkan oleh stres karena stroke akut maka pemeriksaan kadar gula puasa diulang pada saat penderita akan keluar dari rumah
sakit atau setelah lewat fase akut stroke. Pemeriksaan NIHSS, Bl dan mRS dilakukan oleh dokter pemeriksa (residen neurologi) pad hari ke 14.
III.8.2. Variabel yang diamati
1. Variabel bebas: Creatinine clearance dan HbA1c
III.9. KERANGKA OPERASIONAL
PEN DERI T A ST ROK E
Anm ne se
Pe m e rik sa a n N e urologi La bora t orium H e a d CT Sc a n
ST ROK E I SK EM I K
OU T COM E
FU N GSI ON AL (N I H SS,m RS,BI ) - H bA1 C
- CREAT I N I N E CLEARAN CE
KRITERIA INKLUSI
lll.10. Analisa Statistik
Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :
1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umur,jenis kelamin, lama menderita DM, keteraturan makan obat DM, lama
menderita, riwayat merokok, dan riwayat dislipidemia.
2. Untuk mengetahui hubungan antara volume infark dengan creatinine clearance penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari I maka
dilakukan uji Spearman.
3. Untuk mengetahui hubungan antara volume infark dengan nilai HbA1c penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari I maka dilakukan uji
Spearman.
4. Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dengan
outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari ke 14 maka dilakukan uji korelasi Spearman.
5. Untuk mengetahui hubungan antara nilai HbA1c dengan outcome