• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Saponin Daun Pepaya Dan Pengaruhnya Pada Kemasan Kelobot Jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antimikroba Ekstrak Saponin Daun Pepaya Dan Pengaruhnya Pada Kemasan Kelobot Jagung"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK SAPONIN DAUN

PEPAYA DAN PENGARUHNYA PADA KEMASAN

KELOBOT JAGUNG

SRI WAHYUNINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antimikroba Ekstrak Saponin Daun Pepaya dan Pengaruhnya pada Kemasan Kelobot Jagung . Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(4)

RINGKASAN

SRI WAHYUNINGSIH. Aktivitas antimikroba ekstrak saponin daun pepaya dan pengaruhnya pada kemasan kelobot jagung. Dibimbing oleh HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan NUGRAHA EDHI SUYATMA

Kelobot jagung banyak digunakan sebagai bahan kemasan makanan tradisional, diantaranya wajit Cililin khas Jawa Barat, dodol Bali khas Denpasar dan dodol Labusel khas Sumatera Barat. Kelobot jagung merupakan bahan kemasan yang mudah didapat, murah dan bersifat biodegradable. Bagian yang digunakan adalah lapisan tengah kelobot jagung yang telah dikeringkan. Bahan tersebut sangat mudah terkontaminasi mikroba sehingga dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan. Aplikasi agen antimikroba, seperti ekstrak saponin dari daun pepaya, pada kelobot jagung sebagai bahan kemasan sangat berguna dalam mencegah pertumbuhan mikroba pada permukaan produk.

Pemilihan ekstrak antimikroba untuk aplikasi kemasan antimikroba penting, karena ekstrak antimikroba dapat bermigrasi ke dalam pangan sehingga produk pangan menjadi lebih awet. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan komponen saponin daun pepaya sebagai kemasan antimikroba pada kelobot jagung dengan tahapan ekstraksi komponen saponin, pengukuran kandungan saponin, pemaparan ekstrak saponin kasar dan ekstrak saponin daun pepaya muda terhadap Aspergillus niger, uji laju transmisi uap air, elongasi dan kekuatan tarik serta uji mutu mikrobiologi kemasan. Ekstrak saponin kasar dan ekstrak saponin diekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonikasi dan dideteksi dengan menghitung total kadar saponin dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pemaparan ekstrak kasar saponin dan saponin dengan konsentrasi 6,25; 12,5; 25; 50 dan 100 mg/ml terhadap koloni A. niger ATCC 6275 menggunakan metode makrodilusi. Aplikasi ekstrak kasar saponin dan saponin dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml pada kelobot jagung menggunakan metode pencelupan selama 5 menit. Pengujian sifat fisik dan mekanis kelobot menggunakan metode standar uji ASTM D882-88 dan ASTM E96-95 dengan modifikasi. Pengujian mutu mikrobiologi kelobot jagung dilakukan pengujian ALT dan AKK.

Pengeringan daun papaya dengan menggunakan cabinet dryer menghasilkan rendemen ekstrak kasar saponin tertinggi pada daun muda sebanyak 12,96±0,26%. Total kadar saponin yang terdapat pada ekstrak kasar saponin daun pepaya adalah 115,43 mg saponin g-1 dan ekstrak saponin adalah 480,19 mg saponin

g-1. Paparan ekstrak kasar saponin daun pepaya muda dengan konsentrasi 25 mg/ml

selama 24 jam dapat menurunkan jumlah A. niger sebesar 1,35 log koloni/ml sedangkan ekstrak saponin dengan konsentrasi 50 mg/ml dapat menurunkan jumlah A. niger sebesar 0,36 log koloni/ml. Aplikasi ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya pada kelobot jagung dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml pada uji sifat fisik dan mekanis tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kemasan, pemanjangan dan kekuatan tarik kelobot jagung. Hasil uji laju transmisi uap air menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi 25 mg/ml ekstrak kasar saponin menunjukkan transmisi yang paling rendah.

(5)

SUMMARY

SRI WAHYUNINGSIH. Antimicrobial Activity of Saponin Extract of Papaya Leaves and Its Effect on Corn Maize Packaging. Supervised by HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan NUGRAHA EDHI SUYATMA

Maize husk is widely used as traditional food packaging materials, including wajit Cililin typical of West Java, dodol Bali typical of Denpasar, and dodol Labusel typical of West Sumatera. Maize husk is a packaging material that is easily obtainable, inexpensive and biodegradable. Parts used is the middle layer of dried maize husk. Thus material is very susceptible to microbial contamination that affects the quality of foodstuffs. Application of antimicrobial agents, such as saponin extract of papaya, on the maize husk as a packaging material is very useful in preventing microbial growth on the surface of the product.

The selection of antimicrobial extracts for antimicrobial packaging applications is very important because the antimicrobial extract can migrate into the food so that the food product becomes more durable. Therefore, this study aims to utilize the saponin component of papaya leaves as antimicrobial packaging on corn husk with the tested steps are extraction of saponin component, measurement of saponin content, exposure of saponin crude extract and pure saponin of papaya leaves against Aspergillus niger, tested of water vapor transmission rate, elongation and tensile strength, and testing of microbiological packaging quality. Saponin crude extract and pure saponin were extracted using ultrasonication method and were detected by calculating the total saponin content using UV-Vis spectrophotometer. Exposure of saponin crude extract and pure saponin weere done at a concentration of 6.25; 12.5; 25; 50 and 100 mg/ml againts A. niger ATCC 6275 colonies with macrodillution method. Applications of saponin crude extract and pure saponin at a concentration of 10; 20 and 25 mg/ml on maize husk used immersion method for 5 minutes. Testing of maize husk physical and mechanical properties a standard test method ASTM D882-88 and ASTM E96-95 with modifications. Measurement of corn husk microbiological quality was done by using ALT and AKK.

Drying of papaya leaves using cabinet dryer produced the highest yield of saponin crude extract on young leaves as much as 12.96 ± 0.26 %. Total levels of saponin contained in the saponin crude extract of papaya leaves is 115.43 mg per g saponin and saponin pure extracts is about 480.19 mg per g saponin. Exposure of papaya leaves saponin crude extract with a concentration of 25 mg/ml for 24 hours could reduce the amount of A. niger 1.35 log CFU/ml, while saponin pure extract with a concentration of 50 mg/ml could reduce the amount of A. niger about 1.12 log CFU/ml. Applications of papaya leaves saponin crude and pure extracts on maize husk with a concentration of 10; 20 and 25 mg/ml for testing the maize husk physical and mechanical properties (thick packaging, elongation and tensile strength) did not give significantly effect to the maize husk . The test results of water vapor transmission rate test showed that the treatment with a concentration of 25 mg ml saponin crude extracts showed the lowest transmission.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PEMANFAATAN EKSTRAK KASAR SAPONIN DAN

SAPONIN DAUN PEPAYA PADA KEMASAN

KELOBOT JAGUNG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Aktivitas antimikroba ekstrak saponin daun papaya dan pengaruhnya pada kemasan kelobot jagung

Nama : Sri Wahyuningsih NIM : F251130091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum Ketua

Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul aktivitas antimikroba ekstrak saponin daun papaya dan pengaruhnya pada kemasan kelobot jagung. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata dua (S2) Program Studi Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum dan Dr Nugraha Edhi Suyatma STP DEA, selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Lanjutan tahun 2015. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr Ir Sukarno MSc dan Dr Ir Endang Prangdimurti MSi, selaku Sektretaris Jurusan Program Studi Ilmu Pangan IPB, yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang tesis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Haddis (Rahimahullah) dan Ibu Marwah. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada Abu Fahmi, Anakku Fahmi dan Adikku Ayu lestari serta seluruh keluarga besar tercinta, atas segala doa, semangat, dukungan, motivasi dan kasih sayangnya selama ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, teknisi laboratorium dan teman-teman yang telah membantu dan berbagi ilmu dalam penelitian ini. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Keluarga Arafah (Mbak Irul, Mas Bayu, Mas Muji, Mbak Yusnita, Yunita, Windi, Om Musa, Roba dan Wahyu) dan teman-teman seperjuangan Pascasarjana Ilmu Pangan IPB. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan selanjutnya.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Kelobot Jagung 2

Kemasan Antimikroba 5

Carica papaya 6

Komponen bioaktif Saponin 7

3 METODE 9

Tempat dan Waktu Penelitian 9

Bahan 9

Alat 10

Prosedur Penelitian 10

Analisis Data 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Ekstrak Saponin Daun Pepaya 16

Kadar Saponin pada Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin 18 Potensi Antikapang Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin 18

Terhadap A. niger 18

Ketebalan dan Sifat Mekanis 20

Laju Transmisi Uap Air 22

Perubahan Mutu Mikrobiologi Kelobot Jagung dengan Penambahan Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin Selama Penyimpanan 25 Hari 23

5 SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 31

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komponen kimia dari kelobot jagung dalam persentase (berat/kg) 3 2 Beberapa hasil penelitian terkait jenis pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi daun pepaya 6

3 Penelitian ekstrak saponin dari beberapa tanaman sebagai

antikapang 8

4 Konsep penelitian 11

5 Kadar air, rendemen daun segar dan rendemen ekstrak serta total

saponin ekstrak kasar saponin dan saponin (%) 17

6 Tebal kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak kasar saponin dan

saponin daun pepaya 20

DAFTAR GAMBAR

1 Tipe aglycone terdiri atas 3 kelas saponin (Hassan 2008). 9

2 Diagram alir penelitan 10

3 Pengeringan daun pepaya (Cabinet dryer) 12

4 Pengukuran absorbansi daun pepaya muda 13

5 Pengujian makrodilusi (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak

saponin daun pepaya muda. 14

6 Kelobot jagung yang telah ditambahkan ekstrak kasar saponin dan

saponin daun pepaya tua. 14

7 Persiapan sampel (a), Pengujian sifat mekanis kelobot jagung (b) 15

8 Pengukuran laju transmisi uap air 15

9 Ekstrak saponin daun pepaya (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak

saponin daun pepaya. 17

10 Kandungan saponin yang terdapat pada ekstrak kasar saponin dan

saponin daun pepaya dengan menggunakan standar saponin Erg.

B6 18

11 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kasar saponin terhadap A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 5,69 log koloni/ml. jumlah A. niger setelah pemaparan dengan ekstrak kasar saponin selama 24 jam pada suhu 27-28ºC dengan metode pengenceran

makro. 19

12 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak saponin terhadap

pertumbuhan A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 4,69 log koloni/ml. Jumlah A. niger setelah pemaparan dengan ekstrak saponin selama 24 jam pada suhu 27-28ºC dengan pengenceran

makro. 19

13 Kekuatan tarik kelobot jagung yang diaplikasikan pada ekstrak

kasar saponin dan saponin daun pepaya. 21

14 Pemanjangan kelobot jagung yang ditambahakan dengan ekstrak

kasar saponin dan saponin daun pepaya. 22

15 Laju transmisi uap air kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak

(13)

16 Koloni cemaran mikroba awal kelobot jagung 23 17 ALT pada kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar

saponin selama penyimpanan 25 hari pada suhu 37ºC 25

18 ALT pada kelobot jagung dengan penambahan ekstrak saponin

selama penyimpanan 25 hari pada suhu 37ºC 25

19 19 AKK kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar saponin

selama penyimpanan 25 hari pada suhu ruang (27-28ºC) 25

20 AKK pada kelobot jagung dengan penambahan ekstrak saponin

selama penyimpanan 25 hari pada suhu (27-28ºC). 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji-t ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya muda

dan tua. 31

2 Hasil uji one-way ANOVA dan Duncan pemaparan ekstrak kasar

saponin dan saponin daun pepaya selama 2 jam 31

3 Hasil uji one-way ANOVA dan Duncan aplikasi ekstrak kasar

saponin dan saponin dengan parameter uji tebal, tensil strenght, elongasi dan laju transmisi uap air pada kelobot jagung 34

4 Data kadar air, rendemen daun pepaya dan ekstrak daun papaya 36 5 Hasil uji total kadar saponin ekstrak kasar saponin dan saponin

daun pepaya 38

6 Hasil uji multivarate dan Duncan uji mutu mikrobiologi ALT dan

AKK selama penyimpanan 25 hari pada kelobot jagung 39

7 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar saponin dan saponin 43

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelobot jagung merupakan bahan kemasan yang mudah didapat, murah dan bersifat biodegradable. Kelobot jagung di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan kemasan makanan tradisional, diantaranya wajit Cililin khas Jawa Barat, dodol Bali khas Denpasar, dan dodol Labusel khas Sumatra Barat. Kelobot jagung yang dapat digunakan sebagai bahan kemasan adalah kelobot jagung dalam keadaan kering. Lapisan terbaik yang digunakan sebagai kemasan dodol adalah lapisan tengah kelobot jagung (Setyowati et al. (2007).

Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh kontaminasi mikroba pada permukaan produk maupun bahan kemasannya. Aplikasi agen antimikroba pada bahan kemasan akan sangat berguna dalam mencegah pertumbuhan mikroba pada permukaan produk. Penambahan senyawa antimikroba ke dalam bahan pengemas dapat dilakukan dengan penambahan senyawa antimikroba dengan sistem pencelupan (dipping) dan pelapisan senyawa antimikroba pada produk pangan (Mangalassary 2012).

Penggunaan bahan antimikroba alami cenderung meningkat karena konsumen sekarang semakin peduli terhadap kesehatan dan potensi bahaya dari pengawet sintesis. Penggunaan komponen bioaktif, diantaranya saponin, alkaloid dan flavonoid dari suatu tanaman dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Salah satu tanaman yang memiliki komponen bioaktif yang bersifat sebagai antimikroba adalah daun pepaya. Ekstrak daun pepaya menggunakan etanol efektif untuk menghambat pertumbuhan Bacillus cereus dan Candida tropicalis, sedangkan ekstrak daun pepaya dengan pelarut etil asetat dan kloroform efektif menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus (Baskaran et al. 2012). Komponen bioaktif pada tanaman yang efektif menghambat pertumbuhan kapang adalah saponin (Barile et al. 2007).

Komponen saponin merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan. Secara kimia saponin terdiri dari inti hidrofobik (sapogenin) yang memiliki rantai gula yang bersifat hidrofilik terikat. Ada dua jenis struktur dari sapogenin yaitu triterpenic dan steroidal saponin yang merupakan triterpene dan steroid. Ekstrak saponin Maesa lanceolata efektif menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus fumigatus, Crytococus neoformans dan Candida albicans (Chapagain et al. 2007). Mekanisme aktivitas antikapang dari saponin dapat berikatan dengan sterol yang merusak membran kapang dan menyebabkan hilangnya integritas membran karena adanya pembentukan pori-pori pada membran sel (Stuardo dan Ricardo 2008).

(16)

2

Perumusan Masalah

Kemasan produk semi basah memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas produk pangan. Kemasan yang banyak digunakan untuk produk semi basah adalah kelobot jagung. Lapisan kelobot jagung yang digunakan adalah lapisan tengah yang telah dikeringkan. Produk semi basah mudah terkontaminasi oleh kapang. Kelobot jagung juga dapat terkontaminasi kapang karena tidak memiliki sifat antikapang, oleh karena itu perlu adanya penghambatan kapang kontaminan pada kemasan kelobot jagung dan permukaan produk. Salah satu peluang untuk memperpanjang umur simpan produk adalah dengan pengemasan aktif seperti kemasan antimikroba. Salah satu teknik aplikasi kemasan yaitu penambahan ekstrak senyawa antikapang pada bahan pengemas kelobot jagung. Salah satu tanaman yang dilaporkan memiliki komponen saponin yang memiliki sifat sebagai antikapang adalah daun pepaya. Aplikasi agen antimikroba, seperti ekstrak saponin dari daun pepaya, pada kelobot jagung sebagai bahan kemasan sangat berguna dalam mencegah pertumbuhan mikroba pada permukaan produk. Pemilihan ekstrak antimikroba untuk aplikasi kemasan antimikroba penting, karena ekstrak antimikroba dapat bermigrasi ke dalam pangan sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk pangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan komponen bioaktif saponin daun pepaya sebagai bahan aktif antimikroba pada kemasan kelobot jagung dengan tahapan pengujian yaitu mengekstrak komponen saponin daun pepaya, pengukuran kandungan saponin, pemaparan ekstrak saponin dan saponin daun pepaya terhadap Aspergillus niger, uji laju transmisi uap air, uji kekuatan tarik dan pemanjangan kelobot jagung. Selain itu, dilakukan pengujian mutu mikrobiologi kemasan kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin, penyimpanan suhu ruang selama 25 hari dengan uji angka kapang khamir (AKK) dan angka lempeng total (ALT).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi secara ilmiah mengenai pengaruh ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya terhadap kelobot jagung. Selain itu, diharapkan dengan penambahan ekstrak kasar saponin dan saponin daun papaya pada kelobot jagung, kelobot jagung dapat digunakan sebagai kemasan antimikroba yang mampu memperpanjang umur simpan produk.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelobot Jagung

(17)

3 dari 60 cm. Daun jagung ini tumbuh bergantian, panjang dan tipis dengan warna hijau muda sampai dengan warna hijau tua. Panjang tongkol yang telah tua berkisar antara 7,5 cm sampai 12,36 cm (Moseman 2005).

Kelobot jagung memiliki struktur, permukaan dan komposisi yang dapat dijadikan komposit, tekstil, pulp dan pakan. Kelobot jagung dapat digunakan sebagai kemasan dan dapat juga digunakan sebagai komposit biodegradable pembuatan film untuk bioPot dekomposit (Norashikin et al. 2009). Jagung manis mempunyai jumlah lembar kelobot yang lebih banyak dibandingkan dengan jagung pioneer. Jumlah rata-rata lembar kelobot yang terdapat pada jagung manis adalah 16 lembar sedangkan pada jagung pioneer adalah 12 lembar (Dalem 1990). Bobot rata rata kelobot pada jagung manis adalah 59 gram (25,76%) sedangkan pada jagung pioneer adalah 108 gram (30,08%). Kelobot jagung memiliki komponen kimia dalam presentase berat/kg yang disajikan pada Tabel 1.

Karakteristik sifat fisik kelobot jagung

Sifat fisik kelobot jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tebal bahan. Ketebalan suatu bahan dipengaruhi oleh jenis tanaman, varietas, tempat tumbuh, iklim, kesuburan tanah dan kadar air. Kadar air cukup berpengaruh terhadap tebal suatu bahan. Jika kandungan air dalam suatu bahan tinggi maka akan menyebabkan ukuran sel mengembang. Tebal kelobot jagung pada lapisan luar lebih besar dibandingkan lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar lebih tebal karena kandungan air lebih tinggi dan dinding selnya lebih tebal dengan serat yang lebih besar (Setyowati et al. 2007).

Karakteristik sifat mekanis kelobot jagung

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik yang paling penting dari suatu bahan. Adanya uji kekuatan tarik dapat ditentukan berapa besar gaya yang dibutuhkan untuk menarik suatu bahan, sejalan dengan menentukan seberapa panjang bahan tersebut memanjang sebelum putus. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu bahan maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mematahkan bahan tersebut (Robertson 1993).

Sifat mekanis untuk kekuatan tarik merupakan hal yang paling penting dari suatu bahan. Penelitian Setyowati et al. (2007), nilai kekuatan tarik terbaik pada kelobot jagung varietas pioneer yaitu pada lapisan luar dengan pengukuran sejajar serat. Hal ini karena lapisan luar mempunyai kandungan serat yang tinggi sehingga jumlah ikatan antar seratnya semakin banyak dan kuat. Ikatan yang semakin kuat akan menyebabkan tingginya nilai kekuatan tarik dan orientasi serat yang cenderung hanya memanjang sehingga nilai kekuatan tarik kelobot yang tegak lurus serat menjadi kecil.

(18)

4

Nilai persen pemanjangan kelobot jagung tegak lurus lebih besar daripada sejajar serat. Diduga pemanjangan tegak lurus pada kelobot jagung mengalami proses pengeringan sebagian, sehingga air kelobot jagung akan keluar dan mengakibatkan ukuran sel menjadi mengerut. Akibatnya saat pengukuran kekuatan tarik tegak lurus serat yang mengerut akan memanjang sebelum putus dan menyebabkan nilai pemanjangan yang tinggi (Adnan 2006).

Permeabilitas adalah laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan dari material yang permukaannya datar sebagai akibat dari perbedaan tekanan uap pada kedua sisi permukaannya pada suhu dan kelembaban tertentu (ASTM 1989). Umumnya permeabilitas berkaitan dengan gas dan sangat dipengaruhi oleh pori-pori dan kondisi lingkungan (Robertson 1993). Produk membutuhkan suatu barrier yang efektif dimana strukturnya mempunyai permeabilitas gas dan uap air yang rendah. Sifat barrier suatu bahan kemasan berhubungan dengan kemampuan kemasan dalam menahan penyerapan gas, uap air dan radiasi (Catala dan Gavara, 1997). Permeabilitas untuk gas oksigen, difusi dan kelarutan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi. Permeabilitas polimer untuk air dan komponen-komponen organik sering disebut laju transmisi uap air. Laju transmisi uap air adalah kemampuan suatu bahan untuk melewatkan uap pada suatu unit luasan bahan dan waktu tertentu, dimana laju transmisi uap air dipengaruhi oleh tekanan atau konsentrasi permanen (Robertson 1993).

Proses transmisi uap dan gas pada suatu material menurut Robertson (1993) terjadi karena dua hal, yaitu:

a) Efek pori-pori, di mana gas dan uap mengalir melalui pori-pori mikroskopik, lubang dan celah material.

b) Efek difusi-kelarutan, di mana gas dan uap larut pada permukaan. Struktur polimer yang baik sebagai barrier gas kemungkinan akan memberikan barrier yang jelek untuk uap air. Polimer non polar baik untuk barrier uap air tetapi jelek sebagai barrier untuk gas, tetapi dapat diperbaiki dengan peningkatan densitas (Robertson 1993).

Penelitian Adnan (2006), sifat mekanis laju transmisi uap air yang diuji pada lapisan luar kelobot jagung kering varietas pioneer lebih besar nilai transmisi uap airnya daripada varietas super sweet. Ini disebabkan karena komponen-komponen yang terdapat dalam kelobot jagung yaitu kadar air, protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat mempengaruhi nilai laju transmisi uap air. Jika komponen-komponen dalam suatu bahan tinggi maka akan menyebabkan laju transmisi uap airnya tinggi. Kerapatan suatu bahan juga dapat mempengaruhi laju transmisi uap air. Kelobot jagung varietas pioneer memiliki kerapatan yang lebih besar dibanding varietas super sweet sehingga nilai laju transmisi uap airnya lebih rendah. Laju transmisi oksigen kelobot jagung tidak terukur karena melebihi batas maksimum alat yang digunakan (speedivac 2), tingginya nilai laju transmisi oksigen kelobot jagung dikarenakan bahan terlalu poros sehingga oksigen dapat keluar masuk dengan bebas (Setyowati et al. 2007).

Aplikasi Kelobot Jagung

(19)

5 bioPot dekomposit (Norashikin dan Ibrahim, 2009). Daun jagung yang masih muda sudah banyak dimanfaatkan peternak sebagai hijauan pakan ternak dan berpotensi sebagai pengganti sumber serat hijauan khususnya pada saat ketersediaan rumput lapang berkurang (Putra 2012). Kelobot dan tongkol jagung adalah sumber serat yang lebih disukai ternak dibanding biji jagung (Parakkasi 1999). Produk samping jagung sebagian besar adalah bahan berlignoselulosa yang memiliki potensi untuk pengembangan produk masa depan (Richana dan Suarni, 2004).

Selama ini kelobot jagung juga sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kemasan produk dodol dan wajik. Kedua produk ini termasuk dalam produk pangan semi basah yang sebenarnya termasuk dalam produk yang peka terhadap oksigen dan uap air. Penggunaan kelobot jagung pada produk dodol dan wajit sebenarnya lebih dilihat pada nilai jual seninya sebagai bahan kemasan yang tradisional. Warnanya yang coklat alami dan bentuknya yang unik dapat menarik minat masyarakat untuk membeli produk wajit dan dodol yang dikemas menggunakan kelobot jagung. Berdasarkan analisa sifat fisik, kimia dan mekanis yang telah diuji, kelobot jagung memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai bahan kemasan sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh masing-masing kelobot jagung. Penambahan bahan coating untuk kelobot jagung diharapkan dapat memperbaiki sifat laju transmisi uap air dan oksigen. Komponen utama untuk coating yang digunakan haruslah berasal dari bahan yang dapat menahan uap air dan oksigen salah satunya adalah coating komposit yang berasal dari bahan hidrokoloid dan lipid (Adnan 2006).

Kemasan Antimikroba

Pengemasan antimikroba (AM) adalah teknologi untuk mengontrol mikroba penyebab penyakit pada pangan yaitu pada produk segar yang minimal proses (Gucbilmez et al. 2007). Aplikasi AM banyak digunakan dalam bidang teknologi pengemasan yaitu dengan teknik mengkorporasikan atau mengimobilisasi bahan AM ke dalam matriks bahan kemasan. AM memiliki fungsi untuk melindungi produk terkemas dari perpindahan gas, uap atau cahaya dan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk maupun patogen (Warsiki et al. 2013).

Kemasan antimikroba memiliki peluang sebagai pengemasan aktif yaitu dapat memperpanjang umur simpan produk pangan. Ekstrak antimikroba dapat digunakan sebagai bahan pengemas, pelapis, pencelup, atau modifikasi pada permukaan bahan kemasan. Senyawa yang bisa dari asam organik, bakteriosin, enzim, rempah-rempah dan polisakarida (chitosan) sebagai bahan kemasan antimikroba. Beberapa kategori sistem pengemasan antimikroba yaitu meliputi: penambahan senyawa antimikroba kedalam kemasan yang dihubungkan ke pengemasan yaitu dari senyawa bioaktif yang bersifat volatil selama penyimpanan, penambahan senyawa antimikroba kedalam pengemasan film yang dicelupkan ke pengemasan dengan senyawa antimikrobanya tidak bersifat volatil, senyawa antimikroba yang dilapisi dipermukaan produk pangan yang dapat dikonsumsi dan senyawa antimikroba akan berdifusi dipermukaan produk pangan (Mangalassary 2012).

(20)

6

pangan antimikroba adalah jaminan keamanan, pemeliharaan kualitas dan memperpanjang umur simpan. Saat ini, keamanan pangan adalah isu besar sehingga pengemasan antimikroba akan dapat berperan dalam jaminan keamanan pangan (Han 2003).

Sistem antimikroba adalah antimikroba dicampur dan diberikan pada permukaan bahan pangan akan memperpanjang umur simpan bahan pangan. Penambahan antimikroba dapat dilakukan dengan cara mencampurkan ke dalam bahan kemasan yang kemudian dalam jumlah kecil akan bermigrasi ke dalam bahan pangan. Cara ini efektif diberikan pada kemasan vakum karena bahan kemasan dapat bersentuhan langsung dengan permukaan pangan (Wardhani 2008).

Carica papaya

Carica papaya merupakan famili dari Caricaceae. Caricaceae ini banyak digunakan sebagai tanaman obat untuk melawan berbagai jenis penyakit. Tanaman ini tumbuh di daerah tropis dan tersebar luas serta bagian dari tanaman ini mulai dari buah, tunas, daun, kulit, benih, getah dan akar banyak dilakukan penelitian pada aktivitas biologisnya, terutama bagian daun pepaya, karena daunnya mengandung banyak komponen bioaktif yang meningkatkan total antioksidan (Baskaran et al. 2012).

Carica papaya mengandung senyawa bioaktif yaitu alkaloid, saponin, fenolik, flavonoid, dan tannin (Baskaran et al. 2012). Daun pepaya juga memiliki aktivitas proteolitik karena kandungan enzim papain yang dimilikinya. Ekstrak daun pepaya menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan negatif serta kapang. Aktivitas antimikroba dari ekstrak daun pepaya tersebut berhubungan dengan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam daun pepaya. Alkaloid, terpenoid, fenolik, flavonoid dan tannin memiliki kemampuan menghambat mikroba dengan berbagai mekanisme.

Berdasarkan penelitian Vuong et al. (2013), menunjukkan bahwa saponin merupakan senyawa bioaktif yang banyak terkandung di dalam ekstrak daun pepaya. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Beberapa hasil penelitian terkait jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksi daun pepaya

Jenis ekstrak Mikroba yang dapat dihambat Referensi

Etanol Eschericia coli, Micrococcus luteus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, Klebsiella pneumoniae,

Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Enterococcus faecalis, Salmonella typhi, S. paratyphi, Aspergillus niger, A. flavus, Candida albicans, C. tropicalis.

Anibijuwon dan Metanol E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus, S. aureus, A.

niger, A. flavus, C. albicans, C. tropicalis.

Baskaran et al.

(2012) Ethil

Asetat

E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus, K.

Pneumonias, S. aureus, A. niger, A. flavus, C. albicans, C. tropicalis.

Baskaran et al. (2012)

Kloroform E. coli, M. luteus, P. aeruginosa, B. cereus, K. Pneumonias, S. aureus, A. niger, A. flavus, C.

albicans,C. tropicalis.

(21)

7

Carica papaya mengandung enzim papain, yang terdapat pada buah, batang dan daunnya. Papain merupakan enzim proteolitik yang membantu pencernaan protein. Karena enzim ini meningkatkan pencernaan secara umum, maka sering digunakan untuk mengobati penyakit pencernaan, baik yang mengalami pembengkakan atau penyakit pencernaan yang kronis dan pengobatan antritis. Fitokimia dari papain dapat meningkatkan sistem imun dan sebagai antibiotik serta antibakteri (Adachukwu et al. 2013). Getah pepaya memiliki sifat antikapang, berdasarkan penelitian Krishna et al. (2008) getah pepaya dan fluconazole memiliki efek yang sinergis untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans. Efek sinergis ini mengakibatkan dinding sel kapang mengalami degradasi dinding sel yaitu ditandai dengan adanya transmisi elektron.

Daun pepaya memiliki komponen bioaktif yaitu diantaranya tannin yang memiliki sifat antibakteri yang dapat bereaksi dengan protein dan merusak membran sel bakteri, flavonoid merupakan kelompok utama dari fenolik yang memiliki sifat antivirus dan antimikroba, alkaloid yang diisolasi dari tanaman juga memiliki sifat antimikroba dan saponin pada daun pepaya memberikan efek sitotoksik karena saponin bersifat sitotoksik dan memiliki rasa pahit (Baskaran et al. 2012).

Komponen bioaktif Saponin

Saponin merupakan salah satu metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi, di antaranya bersifat sebagai antimikroba. Saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak tanaman. Fungsinya dalam tumbuh-tumbuhan antara lain sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat dan merupakan limbah dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Saponin bersama-sama dengan subtansi sekunder tumbuhan yang lain, berperan sebagai pertahanan dari serangan insekta. Insekta yang mengkonsumsi saponin akan mengalami penurunan fungsi enzim pencernaan dan penyerapan makanan (Prihatman, 2001).

Salah satu senyawa yang bersifat sebagai antikapang yaitu komponen saponin. Secara kimia saponin terdiri dari inti hidrofobik (sapogenin) yang memiliki rantai gula yang bersifat hidrofilik terikat. Ada dua jenis struktur dari sapogenin yaitu triterpenic dan steroidal saponin yang merupakan triterpene dan steroid. Mekanisme aktivitas antikapang dari saponin yaitu kemampuan sterol yang dapat merusak membran kapang dan menyebabkan hilangnya integritas membran karena adanya pembentukan pori-pori pada membran. Tetapi tidak semua saponin memiliki sifat sebagai antikapang yang efektif, contohnya monodesmosides dengan 4 atau 5 monosakarida memiliki aktivitas antikapang yang lemah (Stuardo dan Ricardo, 2008).

(22)

8

Tabel 3 Penelitian ekstrak saponin dari beberapa tanaman sebagai antikapang

Tanaman Saponin Komponen Hasil Referensi

Carica papaya

Saponin Berdasarkan analisis fitokimia saponin pada daun pepaya dengan menggunakan pelarut etanol, metanol, etilasetat dan aceton dapat menghambat pertumbuhan

A.niger, A.flavus, C.albicans, C.tropicalis

& C. kefyr.

Baskaran et al\

(2012)

A. nigrum Aginoside Kandungan saponin tertinggi terdapat

pada akar A. nigrum dibanding pada

batang dan daun

Secara in vitro dan in vivo aktivitas antimikroba dari aginoside dapat

menghambat bakteri patogen.

Saponin 38 sampel hanya 7 sampel memiliki aktivitas antikapang dengan konsentrasi 50 mg/ml

MIC ekstrak saponins dari amphotericin

B (0,19 & 0,38), jua (156&312,5) dan sisal (>12,500) µg/ml efektif pada kapang

C.albican dan A. niger

C>nioagigenin>>minutoside A

Minutoside B&C dalam kasus

trichoderma sebanding dengan antibotik & fungi sintetik

Perubahan jamur yang diuji mengalami pembengkakan hifa dan perubahan tingkat sporulasi

Minutoside B yang paling banyak terdapat dijaringan tanaman & memiliki aktivitas antikapang tertinggi.

Barile et al.

(2007)

Allium cepa Aglycone (ceposide)

Umbi Allium cepa memiliki jenis saponin:

ceposide B>ceposide A-C memiliki aktivitas antikapang terhadap Botrytis cinera,T. atroviride.

Abbasi et al.

(2009)

(23)

9

Gambar 1 Tipe aglycone terdiri atas 3 kelas saponin (Hassan 2008).

Menurut Baskaran et al. (2012), senyawa yang terkandung dalam daun pepaya antara lain alkaloid, karbohidrat, saponin, glikosida, protein, fitosterol, komponen fenolik, flavonoid, terpenoid dan tanin. Senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Salah satu senyawa yang bersifat sebagai antimikroba adalah komponen alkaloid yang mampu menghambat pertumbuhan dan pembentukan toksin dari Staphylococcus aureus (Handayani 2013), komponen fenolik dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pangan dengan merusak membran sel dan ATPase dan komponen saponin yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Aspergillus niger (Ribeiro et al. 2013).

3

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Rekayasa Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian telah dilaksankan dari bulan Februari sampai Oktober 2015.

Bahan

Bahan utama digunakan dalam penelitian ini adalah daun tua dan muda Carica papaya varietas Calina (IPB 9) yang diperoleh dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor. Daun pepaya yang digunakan adalah daun muda dan daun tua. Daun muda merupakan daun pepaya yang berada pada 3 tangkai pertama dari pucuk daun. Daun tua merupakan daun yang berapa pada 6 tangkai pertama dari pucuk daun. Kelobot jagung yang digunakan adalah kelobot jagung pioneer P27 varietas Gajah dengan umur panen 95 hari yang diperoleh dari kebun Cikaban, Departemen Agronomi dan hortikultura IPB. Kelobot jagung yang digunakan adalah kelobot jagung lapisan tengah yaitu 5 lembar kelobot yang berada pada bagian tengah (5 lembar dari lapisan terluar) (Setyowati et al. 2007). Isolat kapang yang digunakan adalah A. niger American type culture collection (ATCC) 6275.

(24)

10

(Merck KgaA, Darmstadt, Germany), asam asetat (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), asam perklorat (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), standar saponin Erg. B6 (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), n-butanol (Merck & Co., New Jersey, USA), kloroform (Merck & Co., New Jersey, USA), etanol, alkohol 70%, spiritus, asam asetat glasial (Merck KgaA, Darmstadt, Germany), dan kloramfenikol. Untuk analisis kapang dan khamir menggunakan BPW (Buffer Pepton Water) 0,1%, media AFPA (Oxoid Ltd, Hampshire, UK), PDA (Potatoe Dextrose Agar) (Oxoid Ltd, Hampshire, UK) dan PDB (Potatoe Dextrose Broth) (Oxoid Ltd, Hampshire, UK). UTM

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, pipet

mikro 1 ml, pipet mikro 100 μl, blender, oven (VWR A143 A-143, Sheldon Manufacturing, Inc., Oregon, USA), Soxhlet (Electromantle ME, UK) ultrasonic bath (Bransonic Ultrasonic Cleaner Model B8510 MTH, Branson Ultrasonic Corporation, Connecticut, USA), rotari evaporator (Butchi Rotavapor R-210, BÜCHI Labortechnik, Flawil, Switzerland), freeze dryer (Martin Christ Gamma 2-16 LSC), spektrofotometer UV-Vis (spektrofotometer U-2900 Hitachi, Jepang), waterbath incubator (Gesellschaft Fur Labortechnik MbH (GFL) D-30938 Burgwedel, Germany), cabinet dryer, mikrometer, inkubator, vorteks (Vortex Genie 2, Scientific Industries Inc., USA

Prosedur Penelitian

Metode penelitian secara umum disajikan dalam diagram alir seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir penelitan Pengeringan daun pepaya muda dan tua

Ekstraksi kasar saponin dan saponin daun pepaya daun muda dan tua

Aplikasi dan pengeringan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya tua pada kelobot jagung Perhitungan total kadar saponin

Pengukuran sifat fisik dan mekanis kelobot jagung (pemanjangan, kekuatan tarik & transmisi uap air) Pemaparan ekstrak kasar saponin

dan saponin daun pepaya muda terhadap A. niger dengan

uji makrodilusi

Pengujian mutu mikrobiologi (penyimpanan 25 hari) uji

(25)

11 Konsep Penelitian

Berdasarkan metode penelitian pada Gambar 2 maka terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan dalam setiap metode penelitian. Kegiatan, prosedur dan luaran yang diharapkan dari penelitian ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Konsep penelitian

Kegiatan Prosedur Referensi Luaran

Pengeringan daun Pengambilan daun pepaya muda dan tua

Pengukuran kadar air AOAC 2012

(26)

12

Pengeringan Daun Pepaya Muda dan Tua

. Daun pepaya muda dan tua yang tidak terserang penyakit dikumpulkan dari pohon pepaya Calina. Daun pepaya kemudian dicuci sebanyak 3 kali dengan air bersih. Selanjutnya kadar air daun pepaya segar diukur kadar airnya menggunakan oven (AOAC, 2012). Setelah itu, daun pepaya dikeringkan dengan menggunakan Cabinet dryer pada suhu 50ºC selama 22 jam (Gambar 3). Daun yang sudah dikeringkan selanjutnya dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan menggunakan blender, dilewatkan pada saringan berukuran 40 mesh, dan disimpan pada wadah tertutup. Kadar air daun pepaya yang sudah berbentuk bubuk dihitung kadar airnya menggunakan metode oven (AOAC, 2012).

Gambar 3 Pengeringan daun pepaya (Cabinet dryer)

Ekstraksi kasar saponin daun pepaya

Daun pepaya Calina segar dikeringkan menggunakan cabinet dryer suhu 50ºC

selama 20 jam. Daun kering dihaluskan hingga membentuk serbuk daun dengan menggunakan blender dan disimpan pada wadah tertutup. Kadar air dari serbuk daun pepaya diukur dengan metode oven (AOAC 2005). Ekstraksi kompenan ekstrak kasar saponin mengacu pada metode Ribeiro et al. (2013). Sebanyak 25 g daun pepaya tua dan daun muda diekstraksi dengan pelarut etanol:aquades (v/v, 1:1, 200 ml) dengan metode Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE) menggunakan alat Ultrasonic bath pada suhu 60°C selama 1 jam. Setelah itu, ekstrak disaring dan

diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan pompa vakum pada suhu 50ºC sampai 2/3 volume awal, kemudian ekstrak di cuci dengan kloroform 20 ml (2x cuci). Selanjutnya dipartisi n-butanol 20 ml, kemudian diuapkan sampai kering menggunakan rotary evaporator. Selanjutnya ditambahkan akuades sebanyak 1-2 ml lalu dikering bekukan menggunakan freeze dryer selama 2x24 jam. Ekstrak yang telah berbentuk serbuk, kemudian dihitung rendemennya.

Ekstraksi saponin daun pepaya

Daun pepaya Calina segar dikeringkan menggunakan cabinet dryer suhu 50ºC selama 20 jam. Daun kering dihaluskan hingga membentuk serbuk halus dengan menggunakan blender dan disimpan pada wadah tertutup. Kadar air dari serbuk daun pepapa diukur dengan metode oven (AOAC 2005). Ekstraksi komponen saponin mengacu pada metode Ribeiro et al. (2013). Serbuk daun pepaya muda dan daun pepaya tua di defatting terlebih dahulu menggunakan soxhlet selama 6 jam dengan pelarut n-heksana. Selanjutnya 25 g daun pepaya tua dan daun muda diekstraksi dengan pelarut etanol: aquades (v/v, 1:1, 200 ml) dengan metode Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE) menggunakan alat Ultrasonic pada suhu 60°C selama 1 jam.

Setelah itu, ekstrak disaring menggunakan pompa vakum pada suhu 50ºC sampai 2/3

(27)

13 Selanjutnya ekstrak saponin dipartisi dengan n-butanol sebanyak 3x. Ekstrak saponin kemudian dicuci 10 ml dengan NaOH 1%, dalam 100 ml untuk memisahkan fraksi butanol dan fraksi air, ekstrak saponin yang tersisa kemudian diuapkan sampai kering menggunakan rotary evaporator. Selanjutnya ditambahkan akuades sebanyak 1-2 ml lalu dikering bekukan menggunakan freeze dryer selama 2x24 jam. Ekstrak yang telah berbentuk serbuk, kemudian dihitung rendemennya.

Pengukuran Kadar Saponin

Pengukuran kadar saponin mengacu pada metode Madland (2013), dengan modifkasi volume pengenceran larutan standar yang digunakan. Larutan standar yang digunakan adalah standar saponin (Erg. B6). Persiapan larutan standar (4,0 mg), dilarutkan dalam etanol volume 20 ml, kemudian dibuat pengenceran 1,0; 1,4; 1,8; 2,2; 2,6; 3,0 ml. Sampel ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya diambil (50 µl), Pengenceran larutan standar dan sampel diuapkan sampai kering, dan masing-masing ditambahkan vanilin-asam asetat (5% b/v, 0,2 ml) dan asam perklorat (0,8 ml). Larutan standar dan sampel kemudian dipanaskan menggunakan waterbath incubator pada suhu 700C selama 15 menit. Selanjutnya larutan standar dan sampel (didinginkan di atas es selama 20 detik dan ditambahkan asam asetat glasial (5 ml). Larutan standar dan sampel kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV/VIS pada panjang gelombang 550 nm (Gambar 4).

Gambar 4 Pengukuran absorbansi daun pepaya muda

Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kasar dan Saponin Daun Papaya Sebelum penentuan penghambatan A. niger American type culture collection (ATCC) 6275 dengan ekstrak kasar saponin dan saponin dilakukan persiapan isolat A. niger terlebih dahulu. Isolat A.niger yangberumur 5 hari ditumbuhkan pada media Potatoes Dextrose Agar (PDA). Konsentrasi kapang yang digunakan berkisar 104 -105 CFU/ml, selanjutnya dilakukan pengenceran makro. Sebanyak 100 μl suspensi

(28)

14

(a) (b) (

Gambar 5 Pengujian makrodilusi (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak saponin daun pepaya muda.

Aplikasi Ekstrak Saponin pada Kelobot Jagung

Kelobot jagung dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer selama 4 jam suhu 50°C. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC 2005). Kelobot jagung selanjutnya dicelupkan ke dalam ekstrak kasar saponin dan saponin yang telah dipanaskan pada suhu 60°C selama 5 menit, dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml dicelupkan selama 5 menit dan ditiriskan kemudian dibiarkan ekstraknya menyerap pada permukaan kelobot jagung, lalu dikeringkan pada suhu 50°C menggunakan cabinet dryer selama 4 jam. Selanjutnya kelobot jagung dikemas dengan kemasan plastik, seperti pada Gambar 6.

Gambar 6 Kelobot jagung yang telah ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya tua.

Pengukuran Karakteristik Kelobot Jagung

Ketebalan film diukur dengan menggunakan mikrometer dengan akurasi 0,01mm. Dilakukan 5 kali pengukuran pada tempat yang berbeda dan rata-rata pengukuran dihitung sebagai ketebalan film. Sifat mekanis film diukur berdasarkan metode uji standar dari ASTM D882-97. Sifat mekanis seperti daya renggang (kPa), elongasi saat retak (%) dan modulus elastisitas (kPa) diukur menggunakan Universal Testing Machine (Gambar 7). Sampel kelobot dipotong dengan ukuran 2x7 cm dan dipasang pada alat dengan tarikan awal (initial grip) 30 mm dan kecepatan crosshead 30 mm/menit. Pengukuran dilakukan 3 kali ulangan dan nilai dihitung berdasarkan rata-rata pengukuran (Kanmani dan Rhim 2014).

Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat kemasan putus dan persentase pemanjangan berdasarkan pada penambahan panjang kemasan pada saat putus. Nilai kekuatan tarik dan perpanjangan (% elongasi) diukur berdasarkan rumus:

Kuat tarik = F

(29)

15 % Elongasi = Panjan e ela p −panjan awal

panjan awal � %

Keterangan: F= gaya kuat tarik (kN), A= luas alas sampel (cm2).

(a) (b)

Gambar 7 Persiapan sampel (a), Pengujian sifat mekanis kelobot jagung (b) Uji Transmisi Uap Air

Transmisi uap air diukur berdasarkan metode pada ASTM E96-2000 dengan modifikasi pada tahap pengukuran sampel yaitu pengukuran sampel setiap 2 jam, dengan 3 kali pengukuran Kelobot jagung dipotong dalam bentuk lingkaran dengan diameter 30 mm (kelobot terlebih dahulu dikondisikan dalam desikator selama 2 hari dengan RH 53% pada suhu 25oC). CaCl

3 diletakkan dalam cawan, selanjutnya

kelobot jagung direkatkan pada mulut cawan kemudian ditutup dan direkatkan dengan menggunakan parafilm. Cawan yang telah berisi sampel dan CaCl3 kemudian

ditimbang sebagai berat awal dan diletakkan dalam desikator yang telah diisi Kcl jenuh.

Cawan yang berisi CaCl3 dan sampel ditimbang setiap 2 jam selama 3 kali

pengukuran dan ditentukan pertambahan berat cawan dan selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat (mg) dengan waktu (jam) (Gambar 8). Nilai WVTR (Water Vapour Transmission Rate) laju transmisi uap air dihitung berdasarkan rumus:

WVTR = ��

� . �� (g/m

2.24jam)

Dimana Δm adalah massa wadah permeansi (g), x adalah ketebalan kemasan

(m), A adalah area yang terekspos (0,0125 m2) selama Δt (s) (Larotonda 2007).

Gambar 8 Pengukuran laju transmisi uap air

Pengujian Cemaran Mikroba dan Mutu Mikrobiologi Selama 25 Hari Penyimpanan Kelobot Jagung (USFDA 2011)

(30)

16

Angka Aspergillus flavus-parasiticus. Tahapan kedua adalah pengujian kelobot jagung yang telah ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya yang disimpan selama 0; 5; 10; 15; 20 dan 25 hari adalah uji ALT dan AKK. Sampel yang digunakan adalah kelobot jagung yang sudah dicelupkan dengan ekstrak saponin dan crude saponin dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml.

Pengujian ALT

Sampel kelobot ditimbang 1 g dimasukkan kedalam botol pengencer yang berisi Buffer Peptone Water (BPW) 0,1% 9 ml, divorteks dan diperoleh pengenceran 10-1 sampai pengenceran 10-4. 1 ml sampel kelobot dimasukkan ke dalam cawan dan

media Plate Count Agar (PCA), dituang ke dalam cawan petri sebanyak 15 ml, kemudian diratakan. Cawan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24-48 jam dengan

posisi cawan terbalik. Jumlah koloni mikroba dihitung dengan standar 25-250 untuk koloni bakteri.

Pengujian AKK

Sampel kelobot ditimbang 1 g dimasukkan kedalam botol pengencer yang berisi BPW 0,1% sebanyak 9 ml, divorteks dan diperoleh pengenceran 10-1 sampai

pengenceran 10-4. 1 ml sampel kelobot dimasukkan ke dalam cawan dan media PDA

+ kloramfenikol 0,02 g dituang ke dalam cawan petri, sebanyak 15 ml kemudian diratakan. Cawan diinkubasi pada suhu 25-27ºC selama 2-5 hari. Jumlah koloni

mikroba dihitung dengan standar 15-150 untuk koloni kapang. Pengujian Angka Aspergillus flavus-parasiticus

Sampel kelobot ditimbang 1 g dimasukkan kedalam botol pengencer yang berisi BPW 0,1% sebanyak 9 ml, divorteks dan diperoleh pengenceran 10-1 sampai

pengenceran 10-4. 1 ml sampel kelobot dimasukkan ke dalam cawan dan media

AFPA + kloramfenikol 0,02 g dituang ke dalam cawan petri, sebanyak 15 ml kemudian diratakan. Cawan diinkubasi pada suhu 25-27ºC selama 2-5 hari. Jumlah koloni A. flavus didapat dengan cara menghitung koloni yang berwarna orangye spesifik pada bagian bawah cawan petri.

Analisis Data

Hasil pengukuran dan uji terhadap kemasan kelobot jagung dan ekstrak saponin dianalisis secara statistika menggunakan software SPSS versi 22. ANOVA dan Uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95% (taraf signifikansi 0,05) digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata dari semua uji yang dilakukan dengan 3 kali ulangan terhadap kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak daun pepaya.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstrak Saponin Daun Pepaya

(31)

17 pepaya tua lebih besar dibandingkan daun muda (Tabel 5). Menurut Anibijuwon dan Udeze (2009), perbedaan kadar air, rendemen bubuk daun pepaya tua dan daun muda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lokasi tumbuhnya tanaman, jenis varietas pepaya, musim, cuaca dan waktu pemanenan.

Tahap awal ekstraksi saponin dilakukan dengan metode Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE). Proses UAE menggunakan gelombang ultrasonik (20kHz-100MHz) dengan membentuk tekanan dan ekspansi yang dapat mengakibatkan terjadinya peronggaan sel dan gelombang ultrasonik akan mempercepat pelepasan isi sel sehingga komponen bioaktifnya keluar (Azmir et al. 2013). Teng dan Choi (2013), teknik ekstraksi dengan gelombang utrasonik bersifat lebih aman, ekonomis, ramah lingkungan dan mudah dilakukan dibandingkan dengan ekstraksi modern seperti microwave, ekstraksi ion atau ekstraksi dengan cairan.

Keberadaan saponin dapat dideteksi dengan terbentuknya buih dan tidak hilang selama 10 menit ketika dikocok. Golongan steroid dan terpenoid dapat dideteksi dengan melakukan uji fitokimia. Sampel yang berwarna kecoklatan yang menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid (Harborne 2006). Ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya yang diuji fitokimia menghasilkan warna kecoklatan (ekstrak kasar) dan warna kehijauan (ekstrak saponin), ini menunjukkan saponin yang terdapat pada ekstrak kasar adalah golongan terpenoid dan ekstrak saponin adalah saponin golongan steroid (Gambar 9).

(a) (b)

Gambar 9 Ekstrak saponin daun pepaya (a) ekstrak kasar saponin, (b) ekstrak saponin daun pepaya.

Rendemen ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya muda lebih banyak dibandingkan daun tua (Tabel 5). Selain itu, diperoleh rendemen ekstrak kasar saponin yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak saponin. Perbedaan rendemen ekstrak kasar saponin dan saponin diduga dipengaruhi oleh jenis pelarut lanjutan yaitu butanol yang berfungsi untuk memisahkan air dan gula dan NaOH 1% berfungsi menghilangkan komponen fenolik. Hasil penelitian Sherwani et al. (2013) menunjukkan ekstrak daun pepaya mengandung komponen bioaktif yaitu karbohidrat, protein, antrakuinon, flavonoid, saponin, glikosida dan alkaloid.

Tabel 5 Kadar air, rendemen daun segar dan rendemen ekstrak serta total saponin ekstrak kasar saponin dan saponin (%)

Parameter Daun papaya

Daun muda Daun tua

Kadar air daun segar (%) 85.38±2.77 81.78±0.62

(32)

18

Kadar Saponin pada Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin

Kandungan saponin pada ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya yang diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV/Vis. Kandungan total saponin yang terdapat pada ekstrak kasar saponin adalah 115,43 mg saponin g -1, sedangkan ekstrak saponin daun pepaya adalah 480.19 mg saponin g-1 (Gambar 10).

Perbedaan kadar saponin antara ekstrak kasar saponin dan saponin diduga disebabkan karena komponen yang berhasil terekstrak pada ekstrak kasar saponin lebih banyak jenisnya sehingga kadar saponinnya lebih sedikit. Menurut Ribeiro et al. (2013), ekstrak kasar saponin yang diekstraksi pada tanaman Agave sisalana mengandung komponen glikosida, saponin dan flavonoid, sedangkan ekstrak saponin hanya mengandung komponen saponin. Menurut penelitian Vuong et al. (2014), ekstraksi komponen kasar saponin pada daun pepaya dengan menggunakan pelarut etanol 80% menghasilkan total saponin sekitar 368 mg ASE g-1

Gambar 10 Kandungan saponin yang terdapat pada ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya dengan menggunakan standar saponin Erg. B6

Potensi Antikapang Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin Terhadap A. niger

Pengujian pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kasar saponin daun pepaya terhadap A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal kapang berkisar 5.69 log koloni/mL dapat dilihat pada Gambar 11. Setelah dikontakkan dengan ekstrak maka nilai MIC sebesar 1.35 log koloni/ml diperoleh pada konsentrasi 25 mg/ml dengan jumlah total kapang akhir setelah pemaparan 24 jam adalah 4.43 log koloni/ml. Pemaparan ekstrak kasar saponin daun pepaya dengan konsentrasi yang tinggi, yaitu 100 mg/ml secara signifikan mampu menghambat pertumbuhan spora A. niger sebesar 1.96 log koloni/ml. Gambar 12 menunjukkan pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak saponin daun pepaya terhadap A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 4.69 log koloni/ml. A. niger setelah dikontakkan dengan ekstrak maka nilai MIC sebesar 1.12 log koloni/mL diperoleh pada konsentrasi 50 mg/ml. Pemaparan ekstrak saponin dengan konsentrasi yang tinggi, yaitu 100 mg/ml secara signifikan mampu menghambat pertumbuhan A.niger sebesar 1.44 log koloni/ml. Kemampuan ekstrak saponin menghambat pertumbuhan A.niger diduga dikarenakan saponin merupakan salah satu komponen bioaktif yang memiliki fungsi sebagai antikapang yang dapat merusak membran kapang. Menurut Stuardo dan Ricardo (2008), mekanisme aktivitas antikapang dari saponin dapat berikatan dengan sterol yang merusak

(33)

19 membran kapang dan menyebabkan hilangnya integritas membran karena adanya pembentukan pori-pori pada membran sel.

Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya dari berbagai sumber memiliki kemampuan sebagai antikapang. Ekstrak kasar saponin dengan konsentrasi 6.25 mg/ml hasil ekstraksi dari Achillea fragrentissima mampu menghambat pertumbuhan Aspergillus sp dan memberikan efek fungisidal pada konsentrasi 15.0 mg/ml (Hazem et al. 2012). Penelitian yang dilakukan Ribeiro et al. (2013), menunjukkan saponin dan turunannya dengan konsentrasi 312.5 µg/ml (tanaman Ziziphus joazeiro) dan konsentrasi >12.500 µg/mL (tanaman Agave sisalana) memiliki efek penghambatan pada Aspergillus niger ATCC 16404. Penelitian Sherwani et al. (2013), menyatakan bahwa ekstrak kasar daun pepaya pada konsentrasi 120-160 mg/ml mampu menghambat pertumbuhan A. flavus dan A. niger sedangkan ekstrak akuades daun pepaya pada konsentrasi 160-220 mg/ml mampu menghambat pertumbuhan kapang A. flavus dan A. niger. Sama halnya dengan penelitian Alabi et al. (2012), ekstrak segar daun pepaya menggunakan pelarut akuades pada konsentrasi 100 mg/ml mampu menghambat pertumbuhan A. flavus, Trichopyton metagrophtes dan Candida albicans.

Gambar 11 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kasar saponin terhadap A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 5.69 log koloni/ml. jumlah A. niger setelah pemaparan dengan ekstrak kasar saponin selama 24 jam pada suhu 27-28ºC dengan metode pengenceran makro.

Gambar 12 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak saponin terhadap pertumbuhan A. niger ATCC 6275 dengan inokulum awal 4.69 log koloni/ml. Jumlah

(34)

20

A. niger setelah pemaparan dengan ekstrak saponin selama 24 jam pada suhu 27-28ºC dengan pengenceran makro.

Ketebalan dan Sifat Mekanis

Tebal kelobot pioneer P27 varietas Gajah dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar saponindan saponin daun pepaya tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan kelobot jagung. Perbedaan tebal kelobot antar lapisan, diduga disebabkan perbedaan tebal sel kelobot pada lapisan-Iapisan tersebut dan perbedaan kandungan airnya. Perbedaan varietas tanaman juga menentukan tebal bagian tanaman, diantaranya tebal daun (Pantastico 1986).

Penelitian Adnan (2006), melaporkan bahwa tebal kelobot jagung varietas pioneer adalah 0.18 mm (lapisan tengah); 0.10 mm (lapisan dalam) dan 0.21 (lapisan luar). Kelobot jagung pioneer diduga memiliki kandungan air yang tinggi dan dinding selnya lebih tebal dengan serat yang lebih besar.

Tabel 6 Tebal kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya

konsentrasi ekstrak (mg/ml)

Tebal kelobot jagung dengan penambahan ekstrak daun pepaya (mm)

Ekstrak kasar saponin Ekstrak Saponin

0 0.19±0.14 0.19±0.14

10 0.20±0.06 0.27±0.04

20 0.19±0.05 0.20±0.05

25 0.18±0.03 0.26±0.05

Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanis terpenting dalam suatu bahan kemasan. Pengujian kekuatan tarik dilakukan pada kondisi kelembaban relatif udara 80% dengan suhu 27˚C. Berdasarkan ASTM (1989) panjang minimal bahan untuk uji kekuatan tarik adalah 20 cm tetapi karena kelobot jagung tidak memenuhi panjang tersebut maka untuk keseragaman panjang sampel digunakan kelobot jagung dengan panjang 7 cm dan lebar 2 cm. Setelah kelobot jagung dijepit dengan chuck panjang bahan mula-mula seragam yaitu 12 mm.

Hasil penelitian menunjukkan kelobot jagung kering lapisan tengah dengan penambahan ekstrak kasar daun pepaya konsentrasi 25 mg/ml memiliki kekuatan tarik yang lebih besar yaitu 416.7 kPa dibandingkan kelobot jagung lapisan tengah penambahan ekstrak saponin daun pepaya konsentrasi 25 mg/ml yaitu sebesar 31.5 kPa (Gambar 13). Hal ini diduga komponen yang terdapat pada ekstrak kasar saponin mempengaruhi kekuatan ikatan serat pada kelobot jagung, sehingga setelah melalui proses pengeringan akan membuat ikatan serat kelobot yang terbentuk semakin kuat. Dan diduga kelobot jagung varietas pioneer (kontrol) memiliki kandungan serat yang tinggi dibandingkan kelobot jagung varietas super sweet sehingga antar seratnya semakin banyak dan ikatannya semakin kuat yang menyebabkan tingginya kekuatan tarik.

(35)

21 (lapisan tengah) untuk kelobot jagung varietas super sweet sedangkan untuk varietas pioneer kekuatan tariknya sebesar 344.5 kgf/cm2 (lapisan luar) dan 336.2 kgf/cm2

(lapisan tengah). Kadar air yang terdapat dalam bahan juga mempengaruhi nilai kekuatan tarik. Kadar air yang tinggi bisa menyebabkan rendahnya nilai kekuatan tarik karena banyaknya ikatan hidrogen antar molekul air. Bahan yang memiliki kadar serat yang tinggi biasanya akan memiliki nilai kekuatan tarik yang tinggi. Kekuatan tarik kelobot jagung pioneer lebih besar daripada kelobot jagung super sweet karena kelobot jagung pioneer memiliki kandungan serat yang lebih tinggi sehingga ikatan antar serat yang terbentuk akan lebih banyak dan kuat.

Nilai pemanjangan diukur pada kondisi kelembaban relatif udara 80% dengan suhu 27˚C. Hasil Pengukuran pemanjangan kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya pada konsentrasi 25 mg/ml memiliki nilai pemanjangan yang tidak berbeda nyata yaitu 23.2% (ekstrak saponin) dan 24.2% (ekstrak kasar saponin) dapat dilihat pada Gambar 14. Kelobot jagung tanpa penambahan ekstrak daun pepaya memiliki nilai pemanjangan yaitu sebesar 22.2%. Hal ini diduga penambahan ekstrak kasar saponin dan saponin tidak mempengaruhi serat yang tebal dan kaku yang dimiliki oleh kelobot jagung.

Penelitian Adnan (2006), nilai persen pemanjangan kelobot jagung pioneer (10.51%, lapisan tengah) lebih rendah daripada kelobot jagung super sweet (12.13%, lapisan tengah) karena jagung pioneer diduga memiliki serat yang cenderung tebal dan kaku sehingga akan cepat putus dan menyebabkan nilai pemanjangan yang rendah.

Menurut Setyowati et al. (2007), lapisan kelobot jagung memiliki serat yang tebal dan kaku sehingga akan cepat putus dan menyebabkan nilai pemanjangan yang rendah. Kandungan lignin yang tinggi menyebabkan bahan lignoselulosik lebih kaku dibandingkan dengan yang memiliki bahan yang sama tetapi kandungan ligninnya lebih rendah.

Gambar 13 Kekuatan tarik kelobot jagung yang diaplikasikan pada ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya.

(36)

22

Gambar 14 Pemanjangan kelobot jagung yang ditambahakan dengan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya.

Laju Transmisi Uap Air

Laju transmisi uap air pada masing-masing perlakuan dengan penambahan ekstrak kasar saponin dan saponin konsentrasi 0 ; 10; 20 dan 25 mg/ml dapat dillihat pada Gambar 15. Hasil pengujian laju transmisi uap air menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 10, 20 dan 25 mg/ml yang ditambahkan pada kelobot jagung kering mempengaruhi penurunan nilai laju transmisi uap airnya yaitu semakin besar konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada kelobot jagung maka semakin rendah nilai laju transmisi uap airnya Penurunan laju transmisi uap air kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya diduga karena adanya komponen non polar atau semipolar yang terlarut dan tidak terlarut yang melekat pada permukaan kelobot jagung kering. komponen yang bersifat non polar yang memiliki kandungan lemak, dapat menghambat masuknya uap air yang menyebabkan nilai laju transmisi kelobot jagung lebih rendah. Kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar saponin dan saponin dapat menahan laju uap air menjadi lebih efisien.

Menurut Robertson (1993), nilai laju transmisi uap air bahan kemasan dipengaruhi oleh ketebalan bahan kemasan, tingkat kepolaran dan juga dipengaruhi oleh kerapatan bahan. Diduga kelobot jagung pioneer yang ditambahkan ekstrak kasar daun pepaya yang melekat pada permukaan kelobot, mengandung komponen yang bersifat nonpolar berupa lipid yang baik untuk menghambat laju transmisi uap air suatu bahan kemasan. Menurut Galgano et al. (2007), aplikasi bahan tambahan yang bersifat hidrfobik seperti lemak dan asam lemak yaitu untuk meningkatkan sifat penghalang terhadap kelembaban dan juga mampu mempertahankan fungsi yang diinginkan seperti ketahanan terhadap uap air, gas atau cairan dan sifat sensoris produk yang diberi coating. Agar bahan coating dapat melekat dengan kuat pada permukaan bahan yang bersifat basah, maka perlu penambahan bahan seperti surfaktan dalam larutan coating.

Penelitian Setyowati et al. (2007), menunjukkan bahwa nilai laju transmisi uap air, kelobot jagung basah varietas pioneer dan varietas super sweet memiliki laju transmisi uap air yang sangat tinggi (570.80-66.49 g/m2/24 jam) dibandingkan dengan daun pisang kering yang memiliki nilai laju transmisi uap air sebesar 43.44 g/m2/24 jam (Irbi’ati 2002). Pengukuran pada kondisi tersebut memberikan hasil laju transmisi uap air daun patat daun yang segar sebesar 40.8 g/m2 24 jam, daun patat

(37)

23 daun layu sebesar 145.53 g/m2 24 jam dan 215.13 g/m2 24 jam untuk daun patat daun

kering (Badar 2006).

Perubahan Mutu Mikrobiologi Kelobot Jagung dengan Penambahan Ekstrak Kasar Saponin dan Saponin Selama Penyimpanan 25 Hari

Kadar air kelobot jagung (kering) pasca panen yang berasal dari kebun Cikabayan IPB adalah 42.92 %. Kadar air kelobot jagung yang diaplikasikan adalah 13.83 %. Cemaran mikroba kelobot jagung pasca panen pada uji Angka Lempeng Total (ALT) adalah 6.34 log CFU/g, Angka Kapang Khamir (AKK) adalah 5.47 log CFU/g dan Angka Aspergillus flavus-parasiticus (AFPA) adalah 4.29 log CFU/g. Koloni cemaran mikroba awal kelobot jagung dapat dilihat pada Gambar 16.

Kapang yang umumnya mengkontaminasi jagung dan kelobot jagung adalah Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Kedua kapang ini menghasilkan produk metabolit sekunder yang bersifat toksik bagi manusia. Cemaran aflatoksin pada jagung bergantung pada kondisi lingkungan dan perlakuan pascapanen. Kapang ini banyak menyerang produk pertanian salah satunya adalah jagung. Menurut Rahayu (2006). Kapang yang banyak mengkontaminasi jagung dan tongkol jagung adalah kapang Aspergillus flavus, Aspergillus paraciticus, Fusarium moniliforme.

Pencelupan ekstrak kasar saponin dan saponin pada kelobot jagung dengan konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml, selama penyimpanan 25 hari mampu mempertahankan nilai ALT (Gambar 17 dan 18) dan AKK (Gambar 19 dan 20 ). Kelobot jagung dengan penambahan ekstrak kasar saponin dan saponin daun pepaya konsentrasi 10; 20 dan 25 mg/ml pada penyimpanan hari 0 sampai hari 25 memiliki cemaran mikroba yang lebih rendah dibandingkan dengan kelobot jagung tanpa

0

Gambar 15 Laju transmisi uap air kelobot jagung yang ditambahkan ekstrak saponin daun pepaya pada hari ke 5 disimpan pada suhu ruang.

Gambar

Tabel 1 Komponen kimia dari kelobot jagung dalam persentase (berat/kg)
Tabel 2 Beberapa hasil penelitian terkait jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksi daun pepaya
Gambar 1 Tipe aglycone terdiri atas 3 kelas saponin (Hassan 2008).
Gambar 2 Diagram alir penelitan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Perusahaan efek yang belum membentuk unit kerja terkait unit kerja penerapan prinsip KYC. Ketika calon nasabah akan membuka rekening efek, maka profil atau

Edited books - When using material by the author(s) of a chapter in an edited book use only the chapter author’s name in-text and the year of publication of the book. (See

A framework for remanufacturing of short life-cycle product has been presented to understand the supply chain flow, relations between type of returns and recovery

mas}lah}ah praktik jual beli dropshipping bisa dibedakan menjadi dua yaitu adakalanya al-mas}lah}ah al-h}a>jiyah dan adakalanya al-mas}lah}ah at-tah}si>niyah. 2)

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh, apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada perbedaan perilaku etisdala m fungsi akuntansi berdasarkan faktor individu (locus of control, Lama

DOI : https://doi.org/10.36341/rabit.v5i1.779 42 Penulis Pertama : Dikka Wangsa Suryana tempatn ya bergerak sesuai animasi mereka Pemain mendek ati alat musik Menampi lkan

Juga perlu di perhatikan didalam penanaman vanili ini yaitu tanah di sekitar tanaman harus selalu basah yaitu dengan jalan di siram.Cara yang umum dilakukan untuk menjaga