PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (ANNONA
MURICATA L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
JARINGAN PARU TIKUS PUTIH BETINA YANG DIINDUKSI KARSINOGEN 7,12 DIMETHYLBENZ[α]ANTHRANCENE (DMBA)
Oleh
AMANDA SAMURTI PERTIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE EFFECT OF SOURSOP LEAF (ANNONA MURICATA L.) EXTRACT TO HISTOPATHOLOGY OF THE FEMALE RAT LUNG INDUCED BY
7,12 DIMETHYLBENZ[α]ANTHRANCENE CARCINOGEN (DMBA)
By
AMANDA SAMURTI PERTIWI
Cancer is the process of uncontrolled body cells proliferation. The cancer treatments such as surgery, radiotherapy and chemotherapy have side effects so that natural anticancer is needed. For example, soursop (Annona muricata L.) which contains antioxidant dan anticancer material.
The aim for this research is to detemine the effect of soursop leaf extract to histopathology of female rat lung induced by DMBA. This study was an experimental design with 4 group of intervention. Each group contains 5 female Sprague dawley rats. Group I (negative control) given 1 ml/days of aquadest; group II (positive control) given 20 mg/kgBB of DMBA twice a week; group III (1sttreatment) given 20 mg/kgBB of DMBA twice a week + 20 mg/kgBB/days of soursop extract; and group IV (2ndtreatment) given 20 mg/kgBB of DMBA twice a week + 40 mg/kgBB/days of soursop extract. During the study, rats were fed with pellets. In this study, the statistical test is using Kruskal Wallistest (p<0,05) and Post-Hoc Mann Whitneytest (p<0,05).
The results showed on first group were 3 normal of lung histopathology and 2 mild damage of lung; second group were 1 moderate damage and 4 severe damage of lung; third group were 2 mild damage, 2 moderate damage and 1 severe damage of lung; fourth group were 3 mild damage and 2 moderate damage of lung. In fourth group showed significant changes of lung histopathology compared to second group.
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (ANNONA MURICATA L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU TIKUS PUTIH BETINA YANG DIINDUKSI KARSINOGEN 7,12 DIMETHYLBENZ[α]ANTHRANCENE (DMBA)
Oleh
AMANDA SAMURTI PERTIWI
Kanker merupakan proses proliferasi sel-sel tubuh yang tidak terkendali. Pengobatan kanker berupa pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi memiliki efek samping sehingga perlu penggunaan bahan alami, salah satunya tanaman sirsak (Annona muricata L.) yang memiliki kandungan antioksidan dan antikanker.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap gambaran histopatologi jaringan paru tikus putih betina yang diinduksi DMBA. Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan 4 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih betina Sprague dawley. Kelompok I (kontrol negatif) diberikan akuades 1 ml/hari; kelompok II (kontrol positif) diberikan DMBA 20 mg/kgBB 2 kali seminggu; kelompok III (perlakuan 1) diberikan DMBA 20 mg/kgBB 2 kali seminggu + ekstrak daun sirsak 20 mg/kgBB/hari; dan kelompok IV (perlakuan 2) diberikan DMBA 20 mg/kgBB 2 kali seminggu + ekstrak daun sirsak 40 mg/kgBB/hari. Selama penelitian, tikus diberi makan pelet. Uji yang digunakan adalah uji Kruskal-wallis (p<0,05) dan uji Post-Hoc Mann Whitney (p<0,05).
DAFTAR ISI
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paru ... 11
2.5 7,12Dimethylbenz[α]anthrancene (DMBA) ... 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 26
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26
3.3 Populasi dan Sampel ... 27
3.3.1 Populasi ... 27
3.3.2 Sampel ... 27
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29
3.4.2 Definisi Operasional... 30
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 32
3.5.1 Alat Penelitian ... 32
3.5.2 Bahan Penelitian... 32
3.6 Prosedur Penelitian... 33
3.6.1 Persiapan Hewan Percobaan ... 33
3.6.2 Ekstraksi Daun Sirsak Dalam Etanol 70% ... 34
3.6.3 Pembuatan Larutan DMBA... 35
3.6.4 Induksi DMBA, Ekstrak Daun Sirsak, dan Pengambilan Sampel ... 36
3.6.5 Pembuatan Preparat dari Jaringan Paru Tikus ... 37
3.7 Analisis Data ... 39
3.8 Diagram Alir ... 40
3.9 Etika Penelitian ... 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 42
4.2 Pembahasan ... 47
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 52
5.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
iv
7. Histopatologi Jaringan Paru Tikus dengan Pewarnaan Hematoxylin-Eosin Perbesaran 100x ... 44
8. Tikus Penelitian di Tempatkan dalam Kandang ... 65
9. Daun Sirsak (Basah dan Kering) ... 65
10. Daun Sirsak Kering di Blender ... 66
11. Daun Sirsak Kering yang telah di Blender ... 66
12. Daun Sirsak dalam Larutan Etanol 70% ... 67
13. Rendaman Daun Sirsak di Saring ... 67
14. Rotary Evaporator untuk Mengentalkan Maserat menjadi Ekstrak ... 68
15. Ekstrak Daun Sirsak ... 68
16. Alat-Alat untuk Mengencerkan Ekstrak Daun Sirsak ... 69
17. Proses Penimbangan Tikus ... 69
18. Alat-Alat untuk Melarutkan DMBA ... 70
19. Proses Menakar Minyak Jagung untuk Melarutkan DMBA ... 70
20. Menimbang DMBA yang akan di Larutkan... 71
21. Menuangkan DMBA dan Minyak Jagung ke Gelas Kaca ... 71
22. Proses Mencampur DMBA dengan Minyak Jagung dan Memasukan ke Botol Kaca ... 72
23. Perlakuan terhadap Tikus ... 72
24. Proses Pembedahan Tikus ... 73
25. Fiksasi dan Trimming ... 73
26. Dehidrasi dan Clearing ... 74
27. Impregnasi ... 74
28. Embedding ... 74
29. Cutting dengan Mikrotom ... 75
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional... 31
2. Data Hasil Pengamatan Pada Masing-Masing Kelompok ... 42
3. Data Hasil Analisis Uji Mann Whitney ... 46
4. Persentase Kerusakan Paru Pada Masing-Masing Kelompok ... 61
v DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Keterangan Lulus Kaji Etik ... 60
2. Hasil Pengamatan Preparat pada tiap Kelompok ... 61
3. Grafik Perbandingan Skala Kerusakan Alveolus ... 62
4. Uji Kruskal-Wallis ... 62
5. Uji Post-Hoc Mann Whitney ... 63
6. Dokumentasi Kegiatan ... 65
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak
terkendali. Salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi tinggi di
dunia adalah kanker paru. Organisasi kesehatan dunia WHO menyatakan bahwa
lima besar penyakit kanker di dunia adalah kanker paru, kanker payudara, kanker
usus besar, kanker lambung, dan kanker hati (WHO, 2013).
Di perkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan
7,6 juta di antaranya meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan, pada tahun 2030,
diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta orang meninggal
karena kanker. Hal ini menjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang
(WHO, 2013).
Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun 2010, di Indonesia
kanker menjadi penyebab kematian nomor 3 dengan kejadian 7,7% dari seluruh
penyebab kematian karena penyakit tidak menular, setelah stroke dan penyakit
jantung. Setiap tahun 100 kasus baru terjadi diantara 100.000 penduduk,
2
kegemukan atau obesitas. Aktivitas fisik atau olahraga yang kurang juga berperan
dalam meningkatkan angka kejadian kanker di Indonesia (Balitbangkes Depkes
RI, 2005).
Kanker merupakan penyakit dengan banyak faktor penyebab yang terbentuk
dalam jangka waktu lama dan mengalami kemajuan melalui stadium yang
berbeda-beda. Kanker dapat terjadi karena adanya perubahan DNA sel atau
disebut juga mutasi. Mutasi ini dapat terjadi pada sekuens DNA yang mengatur
siklus sel yaitu protoonkogen yang nantinya menjadi onkogen. Selain itu dapat
juga terjadi pada sekuens DNA yang berperan melakukan apoptosis seperti p53
(Bonita et al., 2001; Norat et al., 2005).
Zat-zat yang dapat menyebabkan mutasi disebut dengan mutagen. Salah satu
mutagen adalah polisiklik aromatis hidrokarbon (PAH) yang merupakan
kelompok dari senyawa berukuran besar dengan dua atau lebih cincin aromatik
yang umumnya terbuat dari atom karbon dan hidrogen yang bersifat karsinogen.
PAH ditemukan pada saat pembakaran bahan organik yang tidak sempurna. 7,12
dimethylbenz[α]anthrancene (DMBA) merupakan salah satu dari tiga produk
degradasi PAH yang berpotensi sebagai bahan sitotoksik, mutagenik, agen
imunosupresif, dan karsinogen. Beberapa penelitian menyatakan bahwa DMBA
adalah mutagen dan dapat menginduksi pertumbuhan kanker (CEPA, 1997;
Hartono, 2013).
Pengobatan pada kanker umumnya meliputi pembedahan, radioterapi, dan
kemoterapi. Radiokemoterapi memiliki kelemahan yaitu meningkatkan efek
radiokemoterapi yang begitu besar dapat berakibat fatal. Pada pengobatan
kemoterapi, senyawa kimia yang diberikan tidak hanya menyerang sel kanker
tetapi juga menyerang sel sehat sehingga timbul efek samping seperti mual,
muntah, tenggorokan kering, sulit menelan, tangan gemetar, kulit kering, rambut
rontok, lelah, perdarahan, resiko infeksi, diare, maupun konstipasi (Amin, 2006;
Siregar, 2007).
Kecenderungan penggunaan obat yang berasal dari alam semakin meningkat,
salah satunya adalah tanaman sirsak atau Annona muricata L. yang banyak
tersebar di Indonesia (Amelia dkk., 2012). Beberapa literatur menyebutkan bahwa
Annona muricata L. memiliki zat aktif annonaceous acetogenins yang memiliki
aktivitas antikanker. Acetogenins merupakan inhibitor dari kompleks I
mitokondria atau NADH dehidrogenase yang dapat menurunkan produksi ATP
sehingga mengakibatkan kematian sel kanker. Selain itu acetogenins juga
mengaktifasi jalur apoptosis dengan mengaktifkan p53 yang bisa menghentikan
siklus sel sehingga mencegah proliferasi yang tidak terkendali. Selain
annonaceous acetogenins, tumbuhan ini juga memiliki kandungan seperti:
flavonoid, terpenoid, tannin, procyanidin, saponin, reticulin, phytosterol, dan
senyawa polyphenol yang memiliki efek antioksidan serta antikanker (Retnani,
2011; Adewole & Ojewole, 2008).
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk menguji pengaruh pemberian
ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap gambaran histopatologi
4
1.2. Perumusan Masalah
Pengobatan kanker paru yang telah digunakan selama ini berupa pembedahan,
kemoterapi, dan radioterapi memiliki banyak efek samping. Belakangan ini
pengobatan yang menggunakan bahan dari alam semakin meningkat. Salah
satunya di dapatkan bahwa daun sirsak mengandung beberapa senyawa yang
berperan dalam menghambat proses pembentukan kanker seperti acetogenins,
flavonoid, terpenoid, tannin, procyanidin, saponin, reticulin, phytosterol, dan
senyawa polyphenol, sehingga timbul pertanyaan apakah terdapat pengaruh
pemberian ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap gambaran
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.)
terhadap gambaran histopatologi jaringan paru tikus putih betina yang diinduksi
karsinogen DMBA.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona muricata
L.) dengan dosis 20mg/kgBB sekali sehari selama 4 minggu terhadap
gambaran histopatologi jaringan paru tikus putih betina yang diinduksi
karsinogen DMBA.
b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona muricata
L.) dengan dosis 40mg/kgBB sekali sehari selama 4 minggu terhadap
gambaran histopatologi jaringan paru tikus putih betina yang diinduksi
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan farmakologi mengenai efek ekstrak daun
sirsak sebagai antikanker.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Untuk mengembangkan jiwa peneliti dan mengaplikasikan ilmu yang telah
didapat selama masa pembelajaran di perguruan tinggi.
b. Bagi peneliti lain
Sebagai referensi bagi peneliti lain mengenai ekstrak obat herbal sebagai
antikanker.
c. Bagi masyarakat
- Penelitian ini merupakan salah satu upaya pemanfaatan tumbuhan daun
sirsak dalam mengobati kanker.
- Meningkatkan status daun sirsak, dari jamu tradisional menjadi obat
1.5. Kerangka Teori
Senyawa DMBA termasuk dalam polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan
ditemukan pada pecahan tar dari asap rokok, gas pembuangan mobil, maupun
asap dari tungku perapian. Senyawa ini dalam metabolisme hewan pengerat akan
bereaksi dengan sitokrom p-450 untuk membentuk ikatan kovalen dengan DNA
pada sel yang aktif membelah sehingga menyebabkan DNA adduct yang dapat
menyebabkan kerusakan DNA sehingga terjadi proses onkogenesis (Pretysta,
2012). Pada penelitian sebelumnya dinyatakan, daun sirsak memiliki senyawa
acetogenin yang bersifat sitotoksik terhadap beberapa jenis sel kanker, seperti
kanker paru, usus besar, pancreas, dan prostat. Senyawa ini merupakan inhibitor
NADH pada enzim ubiquinone oxidoreductase. Enzim ini merupakan enzim
esensial dalam sistem transport elektron yang memimpin ke proses fosforilasi
oksidatif di dalam mitokondria. Senyawa ini dihubungkan dengan transfer
elektron terminal antara bagian Fe-S dan ubiquinone. Hasilnya gradient proton
antar membran yang diciptakan oleh kompleks I selama reduksi NADH oleh
ubiquinone dan transfer elektron yang memungkinkan untuk reduksi pernafasan
dari O2 ke H2O dihambat, sehingga mengurangi level ATP secara signifikan.
Dengan berkurangnya ATP maka akan menghambat pertumbuhan sel dan
mengganggu kinerja sel sehingga sel mengalami apoptosis (Wijaya, 2012).
Senyawa flavonoid, triterpenoid dan senyawa aktif lainnya juga diduga berperan
dalam menghambat siklus sel kanker, menginduksi apoptosis selektif terhadap sel
8
Keterangan:
= Menginduksi
= Dihambat
= Mengandung
1.6. Kerangka Konsep
Variabel independen pada penelitian ini adalah dosis ekstrak daun sirsak yang
terdiri dari dosis 20 mg/kgBB dan 40 mg/kgBB. Variabel independen ini akan
mempengaruhi variabel dependen, yaitu gambaran histopatologi jaringan paru
tikus yang diinduksi oleh karsinogen DMBA.
Gambar 2. Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
Dosis ekstrak daun sirsak (Annona
muricata L.)
Gambaran histopatologi jaringan paru tikus putih
10
1.7. Hipotesis
Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap
gambaran histopatologi jaringan paru tikus putih betina yang diinduksi karsinogen
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan
Balai Penyelidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III selama 4
27
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah tikus putih betina Sprague Dawley. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah 20 tikus putih betina galur Sprague Dawley berusia 2 bulan
dengan berat antara 100-200 gram yang telah diinduksi DMBA dengan dosis dan
kurun waktu tertentu. Tikus-tikus ini diperoleh dari Fakultas Peternakan Institute
Pertanian Bogor. DMBA diperoleh dari LABTIAP, Serpong.
3.3.2. Sampel
a. Kriteria Sampel Kriteria Inklusi
a. Tikus putih betina Sprague dawley
b. Sehat (gerak aktif, rambut tidak kusam dan rontok)
c. Berat badan antara 100-200 gram
d. Berusia sekitar 5-7 minggu
Kriteria Eksklusi
b. Besar Sampel
Sampel penelitian ini ditentukan menurut rumus Federer untuk uji eksperimental
rancangan acak lengkap, yaitu:
t (n-1) 15
dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel
perkelompok perlakuan.
t (n - 1) 15
4(n-1) ≥ 15
4n-4 ≥ 15
4n ≥ 15+4
4n ≥ 19
n ≥ 19/4
n ≥ 4,75
n ≥ 5
Dalam penelitian ini digunakan 20 ekor tikus putih Sprague Dawley betina yang
terbagi dalam 4 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus),
yaitu :
Kelompok I : tikus tidak diinduksi DMBA, hanya diberi akuades 1 ml per hari
29
Kelompok II : tikus diinduksi DMBA 20 mg/kgBB 2 kali seminggu selama 4
minggu
Kelompok III : tikus diinduksi DMBA 20 mg/kgBB 2 kali seminggu selama 4
minggu dan diberi ekstrak daun sirsak dosis 20 mg/kgBB 1 kali
sehari selama 4 minggu
Kelompok IV : tikus diinduksi DMBA 20 mg/kgBB 2 kali seminggu selama 4
minggu dan diberi ekstrak daun sirsak dosis 40 mg/kgBB 1 kali
sehari selama 4 minggu
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas (Independent variable)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak daun sirsak (Annona muricata
L.).
b. Variabel Terikat (Dependent variable)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran histopatologi jaringan paru
3.4.2. Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas,
31
Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala
Dosis ekstrak
daun sirsak
Ada 4 kelompok dengan perlakuan yang berbeda :
- Kelompok I (kontrol negatif) = akuades 1 ml/hari
selama 4 minggu
- Kelompok II (kontrol positif) = induksi DMBA 20
mg/kgBB 2 kali seminggu selama 4 minggu
- Kelompok III (perlakuan coba) = induksi DMBA 20
mg/kgBB 2 kali seminggu selama 4 minggu + ekstrak
daun sirsak 20 mg/kgBB/hari selama 4 minggu
- Kelompok IV (perlakuan coba) = induksi DMBA 20
mg/kgBB 2 kali seminggu selama 4 minggu + ekstrak
daun sirsak 40 mg/kgBB/hari selama 4 minggu
Kategorik
(nominal)
Gambaran
histopatologi
paru
Melihat gambaran mikroskopis jaringan paru tikus
dengan menggunakan skala kategorik pada 5 lapang
pandang dengan skoring 0-3 untuk melihat derajat
kerusakan alveolus paru (Kirana, 2009).
0 = Tidak terjadi perubahan struktur histologis (normal)
1 = Kerusakan alveolus paru >0% - 30% (kerusakan
ringan)
2 = Kerusakan alveolus paru 31% - 60% (kerusakan
sedang)
3 = Kerusakan alveolus paru >60% (kerusakan berat)
Kategorik
3.5. Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1. Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan untuk ekstrak adalah alat-alat gelas, blender, rotary
evaporator, dan kertas saring. Alat yang dibutuhkan dalam pemeliharaan tikus
berupa kandang, tempat minum dan makan, timbangan digital, sonde lambung
berujung Nasogastric tube (NGT). Untuk pengambilan jaringan, digunakan
alat-alat bedah minor. Sedangkan alat-alat untuk pembuatan serta pengamatan preparat
histopatologi adalah wadah untuk jaringan paru, object glass, cover glass, spidol,
label, tissue cassette, automatic tissue processor, tissue embedding console,
inkubator, mikrotom, mikroskop cahaya dan digital electronic eyepiece camera
serta satu unit komputer untuk pengambilan foto preparat histopatologi.
3.5.2. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirsak (Annona
muricata L.). Hewan percobaan yang digunakan untuk pengujian efek
kemopreventif kanker payudara adalah tikus putih (Rattus norvegicus) betina
galur Sprague dawley. Tikus tersebut diperoleh dari Fakultas Peternakan, Institut
33
Bahan yang digunakan pada ekstrak daun sirsak adalah etanol 70%. Bahan kimia
yang digunakan untuk penginduksian tikus ialah 7,12-dymethyilbenz(a)antracene
(DMBA) dan minyak jagung. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam
pemeriksaan mikroskopis jaringan paru adalah kertas tisu, Ketamine-xylazine,
buffered neutral formaline (BNF) 10%, xylol, alkohol, alkohol absolut, alkohol
95%, alkohol 80%, alkohol 70%, parafin, Mayer’s Hematoxyllin, lithium
karbonat, eosin, larutan albumin, air hangat, larutan periodic acid 1%, schiff
reagent, sodium bisulfit 10%, 1 N HCl dan akuades.
3.6. Prosedur Penelitian
3.6.1. Persiapan Hewan Percobaan
Tikus betina ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup terbuat dari kawat
ram dan dialasi sekam, pakan berupa pelet dan air minum diberikan ad libitum.
Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembab, ventilasi yang cukup serta
penyinaran yang cukup dimana lamanya terang 14 jam dan lama gelap 10 jam.
Sebelum melakukan percobaan tikus diadaptasi dalam kandang selama 7 hari
untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Kesehatan tikus dipantau
3.6.2. Ekstraksi Daun Sirsak Dalam Etanol 70%
Pembuatan ekstrak daun sirsak menggunakan bahan berupa daun sirsak yang telah
di keringkan sebanyak 500 gram. Kemudian daun sirsak di giling dan di ayak
dengan ayakan yang sesuai. Setelah di giling dan di ayak, daun sirsak di rendam
dalam larutan etanol 70%. Setiap hari rendaman diaduk-aduk dan disaring sampai
didapatkan maserat yang jernih. Maserat di kentalkan dengan rotary evaporator
sampai diperoleh ekstrak daun sirsak.
Dosis ekstrak daun sirsak yang akan di berikan adalah 20mg/kgBB pada
kelompok III dan 40mg/kgBB pada kelompok IV setiap hari selama 4 minggu.
Berat tikus rata-rata yang digunakan adalah 200 gram, sehingga perhitungan dosis
ekstrak daun sirsak pada penelitian ini adalah :
Dosis ekstrak daun sirsak untuk kelompok III
Dosis ekstrak daun sirsak untuk kelompok IV
35
kemudian dari masing-masing dosis ini dilarutkan dalam 1 ml akuades untuk
diberikan secara per oral dengan menggunakan sonde lambung.
3.6.3. Pembuatan Larutan DMBA
Pelarut yang digunakan untuk senyawa DMBA adalah minyak jagung karena
DMBA larut dalam pelarut ini. Minyak jagung merupakan senyawa inert yang
digunakan untuk melarutkan DMBA dan tidak memiliki sifat karsinogenik
(Singletary et al., 2007). Berdasarkan penelitian oleh Meiyanto (2007) telah
ditetapkan dosis serta frekuensi DMBA yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu 20 mg/kg BB, dua kali seminggu selama 4 minggu. Selain itu disebutkan
pula bahwa pemberian DMBA dengan dosis 20 mg/kg BB sebanyak 10 kali dalam
4 minggu telah dapat mengakibatkan perubahan secara mikroskopis.
Berat tikus rata-rata yang digunakan adalah 200 gram, sehingga perhitungan dosis
pada penelitian ini adalah :
kemudian 4 mg DMBA ini dilarutkan dalam 1 ml minyak jagung untuk diberikan
3.6.4. Induksi Kanker Dengan DMBA, Ekstrak Daun Sirsak, dan Pengambilan Sampel
Mula-mula tikus ditimbang untuk mengetahui volume larutan DMBA dan ekstrak
daun sirsak yang akan diberikan. Bahan yang akan digunakan untuk larutan
DMBA adalah serbuk DMBA yang dilarutkan dalam minyak jagung. Induksi
menggunakan sonde oral, seminggu dua kali dengan dosis 20 mg/kgBB yang
dilarutkan dalam minyak jagung dan diberikan selama 4 minggu. Setiap tikus
pada kelompok II, III, dan IV dengan berat ± 200gr mendapatkan 1ml larutan
DMBA dengan konsentrasi 4 mg/ml.
Bahan yang akan digunakan untuk larutan ekstrak daun sirsak adalah ekstrak daun
sirsak yang dilarutkan dalam akuades. Ekstrak daun sirsak diberikan dengan dosis
20 mg/kgBB pada kelompok III dan 40 mg/kgBB pada kelompok IV, dengan
menggunakan sonde lambung. Setiap tikus dengan berat ± 200gr mendapatkan
1ml larutan ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 4mg/ml untuk kelompok III
dan konsentrasi 8mg/ml untuk kelompok IV.
Selama penginduksian senyawa DMBA, tikus setiap hari diinduksi ekstrak daun
sirsak. Penginduksian DMBA dan ekstrak daun sirsak dilakukan selama 4
minggu. Sonde untuk tikus kontrol dibedakan dengan tikus perlakuan untuk
mencegah adanya kontaminasi. Berat badan tikus ditimbang sebelum, selama, dan
37
Terminasi tikus dilakukan setelah perlakuan terakhir. Tikus diterminasi dengan
anastesi terlebih dahulu menggunakan ketamine-xylazine dosis 7100mg/kg +
5-10mg/kg secara IP, kemudian di euthanasia dengan metode cervical dislocation.
Setelah itu jaringan paru tikus di ambil melalui pembedahan.
3.6.5. Pembuatan Preparat Dari Jaringan Paru Tikus
a. Fiksasi
Jaringan yang akan dibuat sediaan histopatologi difiksasi dalam larutan Buffer
Neutral Formalin (BNF) 10% minimal 48 jam hingga mengeras (matang). Sampel
organ yang terfiksasi dengan sempurna ditrimming setebal ± 0,5 cm. Potongan
kemudian dimasukan dalam tissue cassette untuk dimasukan dalam tissue
processor automatic.
b. Dehidrasi
Proses dehidrasi dimaksudkan untuk menarik air dari jaringan dan mencegah
terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Dehidrasi dilakukan dengan cara
merendam sampel dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat (75%,
95%, dan alkohol absolut). Proses perendaman pada masing-masing konsentrasi
alkohol dilakukan selama 2 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan
c. Clearing
Proses clearing atau penjernihan dilakukan 2 tahap dengan menggunakan xylol I
dan xylol II. Penggunaan xylol dimaksudkan untuk melarutkan alkohol dan
parafin.
d. Infiltrasi
Infiltrasi atau impregnasi adalah proses pengisian parafin ke dalam pori-pori
jaringan. Pengisian pori-pori ini dimaksudkan untuk mengeraskan jaringan agar
mudah dipotong dengan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah parafin
histoplast.
e. Embedding dan Blocking
Embedding atau blocking adalah proses penanaman jaringan dalam blok parafin.
Parafin yang digunakan parafin histoplast. Proses embedding dilakukan dengan
menggunakan alat tissue embedding console.
f. Sectioning
Sectioning adalah proses pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom
dengan ketebalan 4 – 5 μm. Pemotongan dilakukan dengan alat rotary microtome
spencer. Sediaan kemudian di letakan pada gelas objek dan disimpan dalam
inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam.
g. Pewarnaan Hematoxyllin-Eosin
Sebelum melakukan pewarnaan, preparat histopatologi dideparafinisasi dengan
larutan xylol (I dan II) selama dua menit. Kemudian dilakukan proses rehidrasi
dengan cara mencelupkan sediaan ke dalam alkohol bertingkat (Alkohol absolut,
alkohol 95%, alkohol 80%). Perendaman dalam alkohol 95% dan 80% dilakukan
39
selama 1 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna Mayer’sHematoxyllin dengan
tahapan sebagai berikut :
a) Preparat direndam dalam larutan Mayer’sHematoxyllin selama 8 menit;
b) Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 detik;
c) Dicelupkan ke dalam larutan larutan lithium karbonat selama 15 – 30 detik;
d) Dicuci dengan air mengalir (air kran) selama 2 menit;
e) Preparat direndam dalam larutan Eosin selama 2 - 3 menit;
f) Cuci dengan air mengalir (air kran) selama 30 – 60 detik;
g) Preparat dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut
sebanyak 10 kali celupan, absolut II selama dua menit, xylol I selama satu menit
dan xylol II selama dua menit.
h. Mounting
Setelah tahapan pewarnaan, sediaan ditetesi perekat permount dan ditutup dengan
cover glass.
3.7. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal Wallis untuk
mengetahui perbedaan yang bermakna di antara semua kelompok perlakuan,
kemudian untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok perlakuan
digunakan uji statistik Mann Whitney. Derajat kemaknaan yang digunakan α =
3.8. Diagram Alir
Gambar 6. Alur Penelitian
Aklimatisasi hewan coba di laboratorium
Klp 1 Klp 2 Klp 3
Terminasi, pengambilan sampel jaringan paru tikus
Pembuatan preparat dari jaringan paru tikus, pemeriksaan mikroskopik
41
3.9. Etika Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti akan mengajukan etical approval ke Unit
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai
berikut:
1. Pemberian ekstrak daun sirsak dapat mencegah terjadinya kerusakan alveolus
paru akibat pemberian 7,12-dimetilbenz(α)anthracene (DMBA).
2. Dosis ekstrak daun sirsak yang paling efektif mencegah terjadinya kerusakan
alveolus paru akibat pemberian 7,12-dimetilbenz(α)anthracene (DMBA)
dalam penelitian ini adalah 40 mg/kgBB/hari.
3. Dosis ekstrak daun sirsak 20 mg/kgBB/hari belum dapat memberikan hasil
yang signifikan dalam mencegah terjadinya kerusakan alveolus paru akibat
53
5.2. Saran
Saran bagi peneliti lain antara lain:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap efek toksik dari ekstrak daun
sirsak.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antikanker ekstrak daun
sirsak menggunakan dosis bertingkat yang berbeda-beda untuk menemukan
dosis dengan efek antikanker terbaik.
3. Perlu dilakukan penelitian terhadap efek-efek lain yang dimiliki zat-zat aktif
yang terkandung dalam tanaman sirsak.
4. Peneliti lain dapat menggunakan bagian-bagian tumbuhan sirsak lainnya
seperti bunga, biji, batang, buah, dan akar yang diharapkan juga memiliki efek
54
DAFTAR PUSTAKA
Adewole SO, Ojewole JAO. 2008. Protective effects of Annona muricata L. (annonaceae) leaf aqueous extract on serum lipid profiles & oxidative stress in hepatocytes of streptozotocin-treated diabetic rats. African journal of traditional, complementary and alternative medicines. 6(1):30-41.
Amelia F, Angeline E, Wahyu K. 2012. Tablet salut enterik ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) sebagai anti kanker kolon yang potensial. (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Amin Z. 2006. Kanker paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-4. Jakarta: Interna Publishing. hlm.1984–92.
Anonim1. 2012. Anatomi dan fisiologi (bagian 2). http://sbhbaturetno.blogspot.com/2013/05/anatomi-dan-fisiologi-bag-2.html. diakses pada tanggal 29 Oktober 2013 pukul 15.30.
Anonim2. 2013. Soursop tree.
http://www.handleysail.com/copperm/displayimage.php?album=131&pos=27. diakses pada tanggal 10 Oktober 2013 pukul 20.15.
Ansel CH. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. hlm.45-52.
Baskar R, Rajeswari V, Kumar TS. 2007. In vitro antioxidant studies in leaves of annona species. Indian J Exp Biol. 45(5):480-5.
Bernasconi G. 1995. Teknologi Kimia I. Penerjemah: Handojo L. Jakarta: PT. Prandya Paramitha.
Bonita R, Dwyer DC, Leowski J. 2001. Surveillance of Risk Factors for Non
Communicable Disease. WHO.
http://www.ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/.../46. diakses pada tanggal 12 Oktober 2013 pukul 15.15.
California Evironmental Protection Agency (CEPA). 1997. Public health goal for benzo[α]pyrene in drinking water. pesticide and evironmental health hazard assessment. http://www.oehha.ca.gov/water/phg/pdf/Styrene020410.pdf. diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 16.00.
Dahlan MS. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. hlm.12-26.
Depkes RI. Pedoman pengendalian tikus. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&c ad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdow nloads%2FPengendalian%2520Tikus.pdf&ei=YN9MUtOJJseOrQeJr4DIDA& usg=AFQjCNFJvr7s0D1l7dZQcEYXkSvSqtYFHw&sig2=q4rXCZjIfyTXaH Dt1w6zkQ&bvm=bv.53537100,d.bmk. diunduh pada 09 November 2013
pukul 09.30.
Guenther E. 2006. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI. hlm.20-34
56
Hartono IA, Indra MR, Rahayu P. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak metanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap jumlah CSCs (cancer stem cells) pada tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi DMBA (7,12
dimetilbenz[α]anthrancene). (Skripsi). Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi ke-10. Jakarta : EGC. hlm.241-5.
Kirana R. 2009. Pengaruh pemberian the hijau (Camelia sinensis) terhadap kerusakan struktur histologis alveolus paru mencit yang dipapar asap rokok. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Meiyanto E, Supardjan, Da’i M, Agustina D. 2007. Pentagamavunon-o induces apoptosis on T47D breast cancer cell line through caspase-3 activation. Jurnal Kedokteran Yarsi. 15(2):75-9.
Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. 2009. Clinically Oriented Anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. hlm.45–7.
Norat T, Bingham S, Navarro C, Quiros JR, Sanchez MJ, Berglund G, Mattison I, Hallmans G, Palmqvist R, Day NE, Khaw KT, Key TJ, Joaquin MS, Hemon B, Saracci R, Kaaks R, Riboli E. 2005. Meat, fish, and colorectal cancer risk : the European prospective investigation into cancer and nutrition. J. Natt. Cancer Institute. 97:906-16.
Pretysta YN. 2012. Pengaruh sari kedelai (Glycine max L.) terhadap gambaran histopatologi sel kanker paru pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi 7,12-dimetilbenz(α)antrasen (DMBA). (Skripsi). Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Ren W, Qiao Z, Wang H, Zhu L, Zhang L. 2003. Flavonoids: promising anticancer agent. Medicinal Research Review. 23(4):519-34.
Sharma V, Paliwal R, Janmeda P, Sharma S. 2012. Chemopreventive efficacy of Moringa oleifera pods against 7,12-dimethylbenz[α]anthracene induced hepatic carcinogenesis in mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13: 2563–9.
Singletary KW, Jung KJ, Giusti M. 2007. Anthocyanin-rich grape extract blocks breast cell DNA damage. J. Med. Food. 10:244-51.
Siregar GA. 2007. Deteksi dini dan penatalaksanaan kanker usus besar. (Skripsi). Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. hlm. 269.
Sugianto SB, Meiyanto E, Nugroho AE, Jenie UA. 2003. Aktivitas antikarsinogenik senyawa yang berasal dari tumbuhan. Majalah Farmasi Indonesia. 14(4):216-25.
Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah: Soendari NS. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
WHO. 2013. Preventing Chronic Disease a Vital Investment. http://www.who.int/chp/chronic_disease_report/en/. Diakses tanggal 29 Oktober 2013 pukul 15.00.
Wijaya M. 2012. Ekstraksi annonaceous acetogenin dari daun sirsak, Annona muricata, sebagai senyawa bioaktif antikanker. (Skripsi). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Yu H, Yan J, Jiao Y. 2005. Photochemical reaction of 7,12-
dimethylbenz[α]anthracene (DMBA) and formation of DNA covalent adducts.
USA: Department of Chemistry Jackson State University.