• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa Program Diploma Ipb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa Program Diploma Ipb"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN ETIKA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA

MAHASISWA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ENDEN DARJATUL ULYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Program Diploma IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Enden Darjatul Ulya

(4)

RINGKASAN

ENDEN DARJATUL ULYA. Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Program Diploma IPB. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan WAHYU BUDI PRIATNA.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan salah satunya melalui pendidikan karakter. Salah satu parameter untuk menilai kualitas sumber daya manusia adalah dengan melihat daya sociological seseorang yaitu kemampuan yang berkaitan dengan interaksi sosial

dan komunikasi (Susanto 2010). Kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi menjadi semakin penting untuk ditingkatkan dalam era globalisasi dewasa ini dimana kerjasama global makin marak dilakukan.

Penelitian bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam perumusan masalah, yaitu 1) Menganalisis penerapan etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB); 2) Menganalisis hubungan antara penerapan etika komunikasi dengan karakteristik individu pada mahasiswa Program Diploma; 3) Menganalisis hubungan antara penerapan etika komunikasi interpersonal dengan karakteristik keluarga pada mahasiswa program Diploma; 4) Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi dengan penerapan etika komunikasi pada mahasiswa program Diploma IPB.

Penelitian didesain sebagai penelitian eksplanasi untuk melihat hubungan atau korelasional. Lokasi penelitian dipilih dengan sengaja (purposive), yaitu kampus Program Diploma IPB. Lokasi dipilih sesuai dengan sampel yang akan diambil. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 dengan 6202 orang populasi dan 197 orang sampel. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak distratifikasi. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa butir pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk kuesioner.

Karakteristik individu responden sebagian besar adalah perempuan, dari suku campuran, dan beragama Islam. Sampel berasal dari 14 program keahlian yang ada pada program Diploma IPB, dan duduk di semester tiga. Sampel sebagian besar bertempat tinggal asal dari perkotaan, memiliki uang saku pada tingkat menengah, dan sebagian ikut serta dalam organisasi. Karakteristik keluarga responden adalah berasal dari tipe keluarga utuh dengan tingkat pendidikan orang tua tinggi, sebagian besar pekerjaan ayah adalah wiraswasta dan pekerjaan ibu sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Responden memiliki tingkat pendapatan keluarga yang tinggi. Responden memiliki tingkat penerapan etika komunikasi pada kategori cukup atau sedang. Melalui analisis korelasi menggunakan uji korelasi Khi kuadrat diperoleh hasil bahwa penerapan etika komunikasi berhubungan dengan karateristik responden pada peubah tempat tinggal asal responden.

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) perlunya mengintegrasikan peningkatan kualitas komunikasi dengan intensif antara mahasiswa asal desa dan kota, salah satunya melalui keikutsertaan dalam organisai yang melibatkan mahasiswa dengan asal tempat tinggal yang heterogen; 2) untuk memahami hasil penelitian ini akan lebih menarik jika responden pada penelitian selanjutnya terdiri dari seluruh jenjang pendidikan yang ada I IPB yaitu Diploma, Sarjana, dan Pascasarjana.

(5)

SUMMARY

ENDEN DARJATUL ULYA. Application of IPB Diploma Program Students’ Communication Ethics. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and WAHYU BUDI PRIATNA.

The quality of human resources can be improved through character education. One of the parameters to assess the quality human resources is to measure one’s sociological power which is the ability related to social interaction and communication (Susanto 2010). The ability to interact socially and to communicate become vital to be developed in recent globalisation era where global cooperations are becoming more common.

The aims of this study were 1) to analyse the application of interpersonal communication ethics in students of Diploma Program at Bogor Agricultural University (IPB); 2) to analyse the relationship between the application of communication ethics with individual characteristics of Diploma Program students at IPB; 3) to analyse the relationship between the application of interpersonal communication ethics with family characteristics of Diploma Program students at IPB; 4) to analyse the relationship between the application of communication ethics with the level of knowledge and information source.

The study was designed as explanatory research to find relationships or correlational. The research site was selected purposively, namely the Diploma Program Campus of IPB. The site was selected based on the sample. Research is conducted on December 2015 with population of 6202 and sample size of 197. Sampling was done through stratified random sampling technique. Sample size was calculated through Slovin formula. The instruments used in the research are questions arranged in the form of a questionnaire.

Respondent individual characteristics were mostly female, from mixed ethnicity and Moslem. The sample was from 14 vocational programs in the Diploma Program of IPB and currently studying in the third semester. Most of the sample originated from urban areas, had mid-range allowance and a few were active in organisations. The family characteristics of respondents were from intact family with the parents having high level of education, the majority of fathers worked as entrepreneurs and the majority of mothers were stay-at-home mothers. The respondents had high level of family income. The respondents had low level of communication ethics knowledge and information sources about communication ethics were mostly from family. The application of respondents communication ethics category was medium. Through correlational analysis using Chi-square it is obtained that the application of communication ethics is correlated with the characteristics of respondents in the variable respondents’ residence of origin. Meanwhile, there is no correlation between communication ethics of respondents with the variable family characteristics, and no correlation between respondents’ communication ethics with the level of knowledge and communication ethics information source.

Several points to recommend are 1) there is a need to intencively improve the quality of communication between students from rural and urban ares, such as trough participation in organizations which involves students from different backgrounds; 2) to understand the research results it would be beneficial if respondents in future research comprises of all levels of education in IPB namely Diploma, Bachelor and Post graduate.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENERAPAN ETIKA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA

MAHASISWA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ENDEN DARJATUL ULYA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan pada Desember 2015 ini adalah etika komunikasi, dengan judul Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Bapak Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

(14)

Tingkat Penerapan Etika Komunikasi pada Responden 56 Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Karakteristik Responden 56

Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Karakteristik

Individu 57

Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Karakteristik

Keluarga 58

Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Tingkat Pengetahuan dan Sumber Informasi Mengenai Etika Komunikasi 59 Perbedaan karakteristik Responden Terhadap Tingkat penerapan etika

komunikasi 61

SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 68

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah mahasiswa yang diambil sebagai sampel pada populasi 21 2 Definisi operasional pada peubah karakteristik individu 22 3 Definisi operasional pada peubah karakteristik keluarga 23 4 Definisi operasional pada peubah tingkat pengetahuan dan sumber

informasi mengenai etika komunikasi 23

5 Definisi operasional pada peubah penerapan etika komunikasi 24 6 Sebaran jumlah responden berdasarkan jenis kelamin 30

7 Sebaran jumlah responden berdasarkan suku 30

8 Sebaran jumlah responden berdasarka agama 31

9 Sebaran jumlah responden berdasarkan jumlah uang saku per bulan 31 10 Sebaran jumlah responden berdasarkan program keahlian 32 11 Sebaran jumlah responden berdasarkan masa studi 32 12 Sebaran jumlah responden berdasarkan tempat tinggal asal 33 13 Sebaran jumlah responden berdasarkan keikutsertaan dalam organisasi 34 14 Sebaran jumlah responden berdasarkan tipe keluarga 34 15 Sebaran jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah 34 16 Sebaran jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu 34 17 Sebaran jumlah responden berdasarkan pekerjaan ayah 35 18 Sebaran jumlah responden berdasarkan pekerjaan ibu 35 19 Sebaran ju mlah responden berdasarkan tingkat pendapatan

Keluarga 36

20 Sebaran jumlah responden berdasarkan tingkat pengetahuan

mengenai etika komunikasi 36

21 Sebaran jumlah responden berdasarkan sumber informasi mengenai

etika komunikasi 38

22 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“mendengarkan sebelum memberikan respon” 39 23Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menanggapi” 39 24 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menggunakan bahasa yang mengakui pikiran dan perasaan” 40 25 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak berbohong untuk menghindari hukuman” 40 26 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi “tidak berbohong unuutuk memanipulasi gambaran (image) diri 41 27 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak berbohong untuk mengambil keuntungan” 41

28 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menerima perbedaan pendapat” 42

29 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“memperhatikan perasaan orang lain” 42

30 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menyampaikan informasi yang sudah pasti kebenarannya” 43 31 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak bicara berlebihan” 44

(16)

“tidak memotong pembicaraan” 44 33 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak mengalihkan topik pembicaraan” 45

34 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tinda mengganti subyek oembicaraan” 45

35 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menghargai teman sebaya” 46

36 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menghormati ide orang lain” 46

37 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“menghormati keberadaan orang lain” 47

38 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak menganggap topic pembicaraan sendiri lebih penting” 47 39 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak mendominasi pembicaraan” 48

40 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

“tidak menggunakan kata-kata kasar” 49

41 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi 53 “tidak menghina atau mengejek seseorang”

42 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi 54 “tidak menggunakan kata-kata jorok”

43 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi 54 “menunjukkan sikap komunikasi dengan sikap tubuh dan

mimik wajah yang sesuai”

44 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi 55 “menunjukkan sikap komunikasi dengan nada bicara yang sesuai”

45 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi 56 “menunjukkan sikap komunikasi dengan volume suara yang sesuai”

46 Sebaran respondden berdasarkan tingkat penerapan etika komunikasi 56 47 Hasil uji korelasi khi kuadrat antara penerapan etika komunikasi 58

dengan karakteristik individu

48 Hasil uji korelasi khi kuadrat antara penerapan etika komunikasi 59 dengan karakteristik keluarga

49 Hasil uji korelasi khi kuadrat antara penerapan etika komunikasi 60 dengan tingkat pengetahuan dan sumber informasi 50 Koefisien uji beda karakteristik responden terhadap tingkat penerapan 61

etika komunikasi

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu aspek penting dalam program pembangunan berkelanjutan. Pembangunan merupakan sebuah istilah yang merujuk pada usaha-usaha perubahan ke arah positif. Pembangunan juga melibatkan banyak aspek dalam kehidupan di masyarakat. Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu eco development yang tidak hanya berupa perubahan-perubahan ekonomi.

Pembangunan juga mencakup dehumanisasi kultural dan perubahan mentalitas

masyarakat dalam suatu struktur sosial tertentu (Mardikanto 2010).

Berkaitan dengan mentalitas masyarakat, arah pendidikan bangsa Indonesia yang tertuang dalam UU RI no. 20 tahun 2003 BAB II pasal tiga yang menyatakan bahwa “fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Undang-undang tersebut secara jelas menyatakan tujuan pendidikan yang luas, yang tidak menekankan pada wawasan akan pengetahuan dan teknologi semata. Melainkan sikap-sikap baik yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral atau dipegang teguhnya nilai dan norma-norma (etika).

Menurut Megawangi (2009), sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral yang membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan salah satunya melalui pendidikan karakter. Salah satu parameter untuk menilai kualitas sumberdaya manusia adalah dengan melihat daya sociological seseorang yaitu kemampuan yang berkaitan dengan interaksi

sosial dan komunikasi (Susanto 2010). Kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi menjadi kian penting untuk ditingkatkan dalam era globalisasi dewasa ini dimana kerjasama global makin marak dilakukan.

(18)

2

mengandung aturan seperti dikemukakan oleh West dan Turner (2006) dalam prinsip komunikasi interpersonal. Aturan-aturan ini merupakan norma atau nilai-nilai yang memandu tindakan komunikasi untuk menunjukkan mana yang boleh dilakukan mana yang tidak, mana yang benar dan mana yang salah. Aturan-aturan ini sangat penting karena pada gilirannya, setiap kegiatan komunikasi yang kita lakukan, selalu memiliki dampak bagi orang lain.

Jika komunikasi merupakan hasil belajar, demikian juga dengan aturan-aturan tadi, tumbuh dan berkembang bersama dalam keterampilan komunikasi yang kita praktekkan. Nilai-nilai yang terinternalisasi dalam diri seseorang sebagai hasil belajar akan tampak dalam perilakunya berkomunikasi. Nilai-nilai atau norma-norma inilah yang kita kenal sebagai etika. Etika selalu bagaimana seharusnya, bukan apa adanya.

Nilai etika berkembang karena pengaruh dari keyakinan agama, norma-norma budaya, tradisi keluarga, maupun hukum setempat, namun demikian ada standar etis universal yang dapat diterima oleh masyarakat secara umum. Etika komunikasi membantu dalam pengembangan komunikasi insani yang sehat, bahkan keterampilan komunikasi yang beretika merupakan salah satu dari kompetensi komunikasi. Mempelajari bagaimana penerapan etika komunikasi pada mahasiswa dapat berguna untuk mengukur sejauh mana kesiapan mereka untuk terjun di masyarakat dan dunia kerja.

Mahasiswa sebagai salah satu sumberdaya manusia yang unggul diharapkan mampu mempraktekkan komunikasi yang beretika sehingga senantiasa mampu menempatkan dirinya dengan baik di dunia kerja dan di masyarakat dalam mengaplikasikan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan kesuksesan di dunia kerja maupun di masyarakat sangat menentukan bagaimana seseorang mampu menempatkan dirinya dengan baik. Pernyataan ini didukung oleh Ramlee (2002) yang menyatakan bahwa institusi pendidikan vokasi penting untuk menselaraskan kompetensi para lulusannya dengan kebutuhan pengguna (industri) melalui kemahiran “employability” yang salah satunya mencakup komunikasi, kemampuan interpersonal, dan etika.

Keluarga sebagai tempat belajar pertama seseorang memiliki peran penting dalam menghantarkan generasi muda mencapai karakter yang baik. Bagaimana perilaku komunikasi beretika seseorang salah satunya ditentukan dengan “pelajaran” etika dari rumah, dari orang-orang terdekat di lingkungannya.

Pada gilirannya, etika komunikasi berperan sebagai salah satu faktor penting bagi komunikasi pembangunan. Hal ini dikarenakan keterampilan etika komunikasi mahasiswa dapat diimplementasikan dalam komunikasi untuk perubahan dalam bentuk-bentuk yang beragam seperti negosiasi, komunikasi bisnis, dan sebagainya.

Perumusan Masalah

(19)

3 interpersonal dengan peubah yang berkenaan dengan karakteristik responden yang terbentuk dari karakteristik individu dan karakteristik keluarga.

Selain itu, pentingnya sumber informasi dalam penerapan etika komunikasi juga menjadi hal lain yang dibahas dalam penelitian ini untuk melihat hubungannya dengan penerapan etika komunikasi.

Secara spesifik, maka penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah, yang terdiri dari:

1) Bagaimana penerapan etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor?

2) Bagaimana hubungan karakteristik individu mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi interpersonal? 3) Bagaimana hubungan karakteristik keluarga pada mahasiswa Program

diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi interpersonal?

4) Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi pada mahasiswa program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi interpersonal?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam perumusan masalah di atas, yaitu

1) Menganalisis penerapan etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor

2) Menganalisis hubungan karakteristik individu pada mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi

3) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga pada mahasiswa program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi interpersonal

4) Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi pada mahasiswa program Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi interpersonal

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas keprihatinan terhadap menurunnya etika dalam praktek komunikasi interpersonal, terutama pada generasi muda. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dari sisi teori maupun praktis, yaitu:

1) Sebagai gambaran dan evaluasi bagi kondisi sebenarnya (realitas) terkait dengan penerapan etika komunikasi saat ini

2) Sebagai referensi bagi pentingnya penguatan fungsi institusi pendidikan dan keluarga dalam mengajarkan nilai-nilai etika terutama dalam berkomunikasi. 3) Sebagai dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya pada topik etika

komunikasi

Ruang Lingkup Penelitian

(20)

4

kriteria etika komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui penelusuran pustaka dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan.

Penelitian ini berusaha menjelaskan penerapan etika komunikasi interpersonal pada responden, serta menjelaskan hubungan antara penerapan etika komunikasi interpersonal dengan beberapa faktor yang diduga terkait yang merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penilaian mengenai penerapan etika komunikasi dilakukan pada sudut pandang responden.

Penelitian ini menganalisis penerapan praktek etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa dan melihat hubungannya dengan karakteristik responden, yang mencakup karakteristik individu dan karakteristik keluarga responden serta sumber informasi mengenai etika komunikasi. Penelitian ini dibatasi pada pengertian etika komunikasi yang bersifat universal, tidak pada pengertian etika komunikasi pada konteks budaya atau etika komunikasi yang berlaku pada komunitas atau suku bangsa tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Interpesonal

Tubbs dan Moss (2005) menyebut komunikasi interpersonal dengan istilah komunikasi dua orang. Menurutnya, komunikasi dua orang atau komunikasi diadik adalah satuan dasar komunikasi. Peristiwa komunikasi dua orang mencakup hampir semua komunikasi informal dan basa-basi, percakapan sehari-hari yang kita lakukan sejak saat kita bangun pagi sampai kembali ke tempat tidur. Komunikasi diadik juga merupakan komunikasi yang mencakup hubungan antar manusia yang paling erat, misalnya komunikasi dua orang yang saling menyayangi.

Istilah lain dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi antarpribadi. DeVito (2011) mendefinisikan komunikasi antar pribadi melalui tiga pendekatan, yaitu, 1) Definisi berdasarkan komponen (Componential). Definisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya-dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera; 2) Definisi berdasarkan hubungan diadik (Relational). Definisi ini menjelaskan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang memiliki hubungan yang mantap dan jelas. Definisi ini menjelaskan hampir tidak ada hubungan diadik yang bukan komunikasi antarpribadi. Hampir tidak terhindarkan, selalu ada hubungan tertentu antar dua orang; 3) Definisi berdasarkan pengembangan. Pendekatan pengembangan (developmental) menjelaskan komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi (impersonal) pada satu ekstrem menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrem yang lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefinisikan pengembangan komunikasi antarpribadi.

(21)

5 1) Selektif

Kita tidak mungkin berkomunikasi secara akrab dengan semua orang yang kita kenal baik. Kita berusaha hanya membuka diri seutuhnya hanya dengan beberapa orang yang kita kenal dengan baik.

2) Sistemis

Komunikasi interpersonal dicirikan dengan sifat sistemis karena ia terjadi dalam sistem yang bervariasi. Komunikasi terjadi dalam konteks yang memengaruhi peristiwa dan makna yang melekat terhadapnya. Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, masyarakat, budaya, latar belakang personal, dan sebagainya.

3) Unik

Pada tingkatan yang paling dalam, komunikasi interpersonal sangat unik. Pada interaksi yang melampaui peran sosial, setiap orang menjadi unik dan oleh karena itu menjadi tak tergantikan. Kita dapat mengganti seseorang dalam hubungan, tetapi tidak dapat mengganti keakraban.

4) Processual

Komunikasi interpersonal adalah proses yang berkelanjutan. Hal ini berarti komunikasi senantiasa berkembang dan menjadi lebih personal dari masa ke masa. Hubungan persahabatan dan hubungan romantis dapat tumbuh lebih dalam atau lebih renggang dari waktu ke waktu. Pola komunikasi interpersonal yang berkelanjutan membuat kita tidak dapat menghentikan prosesnya atau menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan, sehingga dalam konteks situasi ini, komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat ditarik kembali.

5) Transaksional

Pada dasarnya, komunikasi interpersonal adalah proses transaksi antara beberapa orang, dimana dalam hubungan sehari-hari, semua pihak berkomunikasi secara terus menerus dalam waktu yang bersamaan.

6) Individual

Bagian terdalam dari komunikasi interpersonal melibatkan manusia sebagai individu ysng unik dan berbeda dengan orang lain. Ketika berbicara dalam konteks ini, kita tidak membahas peran sosial (guru-murid, atasan-bawahan, atau pelayan-pelanggan).

7) Pengetahuan personal

Komunikasi interpersonal membantu perkembangan pengetahuan personal dan wawasan kita terhadap interaksi manusia. Pemahaman personal yang dibangun sepanjang waktu, mampu mendorong kita untuk memahami dan bersedia dipahami.

8) Menciptakan makna

Inti dari komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara dua belah pihak. Kita tidak hanya bertukar kalimat, tetapi juga saling berkomunikasi, kita menciptakan makna seperti kita memahami tujuan setiap kata dan perilaku yang ditampilkan orang lain.

(22)

6

masih diperdebatkan. Komunikasi itu sangat dinamis sehingga komunikasi antarpribadi juga berkembang, semula tidak menggunakan media (nirmedia) dan pada perkembangannya juga bisa menggunakan media. Media yang sering dipergunakan seperti telepon, internet, teleconference, dan sebagainya.

West dan Turner (2006) mengemukakan prinsip-prinsip komunikasi interpersonal yang terdiri dari: 1) komunikasi interpersonal tidak dapat dihindari. Ini berarti bahwa sekeras apapun kita mencoba, kita tidak bisa mencegah seseorang memaknai perilaku kita. Tidak peduli “sedatar” apapun wajah yang kita tunjukkan, kita tetap mengirim pesan kepada orang lain, bahkan diamnya kita dan penghindaran kita terhadap kontak mata juga adalah komunikasi; 2) komunikasi interpersonal bersifat irreversible. Prinsip irreversible berarti bahwa apa yang kita

katakan kepada orang lain tidak dapat ditarik kembali. Sebuah permohonan maaf mungkin bisa membantu, akan tetapi permohonan maaf tidak dapat menghapus pesan yang sudah disampaikan; 3) komunikasi interpersonal melibatkan pertukaran simbol. Salah satu alasan penting terjadinya komunikasi interpersonal adalah karena simbol yang disepakati oleh partisipan dalam prosesnya. Simbol adalah label arbitra atau representasi untuk perasaan, konsep, obyek atau kejadian. Kata-kata merupakan simbol; 4) Komunikasi interpersonal mengandung aturan. Aturan merupakan unsur penting dalam hubungan. Aturan membantu memandu dan menyusun komunikasi interpersonal. Aturan pada dasarnya mengatakan bahwa individu dalam sebuah hubungan setuju bahwa terdapat cara-cara yang tepat untuk berinteraksi dalam hubungan; 5) komunikasi interpersonal dipelajari. Orang-orang dengan jelas percaya bahwa komunikasi interpersonal adalah sebuah proses belajar. Sejak lahir kita diajarkan bagaimana berkomunikasi interpersonal, sebagian besar oleh keluarga kita. Ketika kita tumbuh besar, kita menghaluskan keterampilan kita selama kita berinteraksi dengan kelompok orang yang lebih luas, seperti guru, teman bekerja, dan pasangan; 6) komunikasi interpersonal memiliki informasi isi dan hubungan. Setiap pesan yang dikomunikasikan kepada orang lain berisi informasi pada dua tingkat. Isi termasuk komponen verbal dan non verbal. Sebuah pesan juga berisi informasi hubungan, yaitu bagaimana anda ingin penerima menginterpretasikan pesan anda. Dimensi hubungan dari sebuah pesan memberi gambaran bagaimana perasaan pembicara dan pendengar satu sama lain. Perilaku komunikasi seseorang selalu didasari oleh motif tertentu, begitupun dalam komunikasi interpersonal. Menurut Step dan Finucane (2002), motif adalah aspek individual yang berbeda, yang dibawa orang ke dalam komunikasi. terdapat empat motif yang mendasari perilaku komunikasi interpersonal seseorang, yaitu motif kesenangan atau enjoyment (30%), motif inklusi (11%), motif pelarian atau escape (8,5%), motif kasih sayang (7,2%), dan motif pengendalian atau control

(5,6%).

Komunikasi interpersonal memiliki banyak peranan penting, hal ini karena jenis komunikasi ini dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis (Hidayat 2012). Keunggulan yang dimiliki komunikasi interpersonal membuat komunikasi interpersonal menjadi cara interaksi yang dominan meskipun penggunaan internet saat ini tidak dapat terpisahkan (Baym et al. 2004).

(23)

7 interpersonal dengan kepuasan konsumen, dimana cara berkomunikasi pegawai kepada konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen dan membentuk loyalitas pelanggan. Itu artinya, semakin tinggi kualitas komunikasi interpersonal pegawai, maka kepuasan pelanggan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena melalui komunikasi yang efektif, pesan dan informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik pula oleh konsumen.

Etika Komunikasi Etika

Etika bukanlah sebuah istilah yang baru. Etika seringkali dibahas sebagai subyek pembicaraan, diskusi, bahkan menjadi subyek penelitian, akan tetapi etika merupakan sebuah konsep yang sulit dan kontroversial (Yildiz et al. 2013). Hal ini

terjadi karena seringkali istilah etika diperdebatkan dengan moral, dan dipertanyakan apakah etika merupakan sebuah kajian filosofis ataukah ilmiah. Etika sendiri merupakan hukum (aturan) pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi, sebelum manusia mengenal aturan-aturan tertulis, bahkan sebelum mengenal pendidikan di bangku sekolah karena etika selalu mengatakan bagaimana seharusnya, bukan apa adanya.

Bertens (1993) menyatakan bahwa etika yang berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos,” diartikan sebagai nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut Johannesen (1996), beberapa filsof membedakan antara etika dan moral sebagai konsep. Etika dinyatakan sebagai kajian umum dan sistematik tentang apa yang seharusnya menjadi prinsip benar dan salah dari perilaku manusia. Sementara moral (atau moralitas) adalah standar benar dan salah yang praktis, spesifik, disepakati bersama, dan dialihkan secara kultural meskipun beberapa filsof lain menggunakan tema-tema etika dan moral dalam pengertian yang bisa saling dipertukarkan.

Menurut Hoyer dan Roodin (2009) moralitas adalah mengenai perilaku, pemikiran, dan emosi dalam situasi yang merefleksikan nilai personal. Faktor personal individu, emosional, dan pengaruh budaya turut menentukan pandangan moral. Budaya dan adat kebiasaan membentuk komunitas moral dan konteks yang berbeda bagi pengembangan pandangan moral.

Rismawaty (2008) mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan pengertian tentang etika. Awalnya, etika diartikan sebagai pengertian yang asli, yaitu yang dikatakan baik adalah apabila sesuai dengan masyarakat sesuai dengan asal katanya yaitu “ethicus” (bahasa Latin) dan “ethicos” (bahasa Yunani) yang berarti kebiasaan. Pengertian ini selanjutnya berubah, sehingga pengertian etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia. Mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik. Etika disebut juga ilmu normatif, yang dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(24)

8

berbagai tanggung jawabnya. Etika profesionalisme di lembaga akademik diterapkan bagi pendidik, pemimpin sekolah, dewan sekolah, dan pembuat kebijakan (Gluchmanova, 2015). Yildiz et al. (2013) menyebutkan pihak yang

lebih luas yang meliputi pendidik, peneliti, pegawai administrasi, konsultan, pekerja profesional, dan profesor.

Penelitian etika dalam bidang akademik lainnya dilakukan oleh Jankalova et al. (2014) yang menyatakan bahwa lingkungan saat ini menuntut pada

peningkatan terhadap kualitas dari pendidikan Perguruan Tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan pegawai di Perguran Tinggi semakin besar termasuk dalam peningkatannya pada aspek etika.

Penelitian mengenai etika dalam dunia bisnis dan pelayanan publik juga telah banyak dilakukan. Haq (2011) menjelaskan pentingnya etika pada situasi kemerosotan etika di sistem administrasi publik melalui salah satu pendekatan, yaitu peningkatan leadership (kepemimpinan) yang telah terbukti secara efektif

meningkatkan etika. Selain itu, mempelajari dan menguasai berbagai aspek teknis, konseptual dan keterampilan interpersonal dan keterampilan lainnya seperti emosional dan kecerdasan sosial memungkinkan pelayanan publik untuk menyebarkan dan menetapkan inti nilai etika pada organisasi. Kacetl (2014) mengungkapkan bisnis di era globalisasi menuntut pemahaman terhadap isu etika, dimana etika bisnis mengajarkan untuk memahami prinsip pengambilan keputusan yang etis yang tidak hanya mementingkan profit, akan tetapi berusaha bagi keseimbangan antara keuntungan dan tanggung jawab.

Hubungan Antara Komunikasi dan Etika

Selain diterapkan pada berbagai bidang organisasi di masyarakat, etika juga memiliki kaitan erat dengan komunikasi. Penerapan etika dalam berkomunikasi diharapkan mampu memberikan sejumlah manfaat seperti manfaat yang diperoleh organisasi melalui penerapan etika.

Menurut Giles (2003) komunikasi melibatkan pilihan, mencerminkan nilai-nilai, dan memiliki konsekuensi yang merupakan elemen kunci dari komunikasi. Para ahli telah mengidentifikasi berbagai pendekatan untuk studi etika komunikasi. Beberapa pendekatan berfokus pada niat, pada cara, dan pada konsekuensi. Beberapa pendekatan untuk etika komunikasi terutama pada tugas, kewajiban, hak, dan tanggung jawab.

Johannesen (1996) mengungkapkan pandangan tiga pakar komunikasi mengenai etika komunikasi, yaitu Dean Barnlund, Gerald R. Miller, dan W. Ross Winterowd. Menurut Barnlund, bahwa setiap teori/ filsafat komunikasi insani yang memuaskan harus memasukkan standar-moral tertentu “yang akan melindungi dan mengembangkan komunikasi insani yang sehat” yang meliputi tanggung jawab etis seorang komunikator terhadap khalayaknya, menentukan batas-batas moral, etika tujuan dan cara. “Tanggung jawab etis bagaimanapun, bukanlah masalah niat baik semata; tanggung jawab etis didasarkan pada penanganan pokok persoalan secara jujur dan penuh pengetahuan”. Apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan berpengaruh terhadap orang lain, dengan demikian orang yang bertanggung jawab selalu berhati-hati dengan etika dalam komunikasi (Wood 2013).

(25)

9 yang diminta untuk menunjukkan perilaku kompetensi komunikasi dengan beberapa orang yang berbeda budaya menunjukkan sikap sopan, selain sikap bersahabat dan menunjukkan ketertarikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) mendefinisikan sopan sebagai sebuah tindakan hormat, beradab, baik kelakuan.

Etika merupakan landasan dari komunikasi interpersonal (West & Turner 2006). Itu sebabnya etika komunikasi juga dapat ditinjau dari perspektif religius. Kitab suci seperti Al-Quran, Injil, dan Taurat dapat dipakai sebagai standar etika berkomunikasi. Kitab suci menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam berkomunikasi (Corry 2012).

Penerapan Etika Komunikasi

Definisi penerapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), yaitu 1) proses, cara, perbuatan menerapkan; 2) pemanfaatan, perihal mempraktekkan. Penerapan etika komunikasi berarti perbuatan, pemanfaatan atau praktek etika komunikasi, dengan kata lain dapat dikatakan juga sebagai keterampilan etika berkomunikasi.

Berdasarkan sejumlah pendapat para pakar dan hasil penelitian empiris terkait dengan etika komunikasi, maka dapat dirumuskan kriteria etika komunikasi dalam suasana komunikasi antarpesona (interpersonal) yang sekaligus akan menjadi pedoman dalam penelitian ini. Kriteria etika komunikasi tersebut meliputi tanggung jawab, jujur dan terus terang, toleransi dan kepekaan (empati), menyampaikan informasi dengan tepat, tidak menghalangi proses komunikasi, menghormati dan menghargai orang lain, tidak memonopoli pembicaraan, tidak mengandung kekerasan, konsisten dalam petunjuk verbal dan non verbal. Kriteria etika komunikasi berikut ini selaras dengan beberapa sifat pendidikan karakter yang dikemukakan oleh Lucas (2009), yaitu rasa hormat, bertanggung jawab dapat dipercaya, peduli, kejujuran, dan kewarganegaraan.

Tanggung Jawab

Konsep etika komunikasi dirumuskan menjadi komunikasi yang bertanggung jawab yang ditunjukkan dengan kemampuan menanggapi (bersifat tanggap) setiap kebutuhan dan berkomunikasi dengan cara yang peka, cermat, dan tepat (Johanesen 1996). Sikap tanggung jawab yang lain dapat dilihat dari penggunaan kata yang menunjukkan perasaan. Komunikator yang efektif bertanggung jawab pada diri mereka sendiri dengan menggunakan bahasa yang mengakui pikiran dan perasaan. Proses mengatakan pada orang lain bahwa mereka membuat kita merasakan sesuatu berarti menyangkal tanggung jawab pada perasaan kita dan mendorong sikap defensif. Tanggung jawab ini ditunjukkan dengan menggunakan bahasa I (saya) daripada bahasa You (anda). Misalnya, katakan “Saat anda

menonton pekerjaan ini, saya merasa gugup” daripada “anda membuat saya bekerja dengan gugup” atau gunakan “Saya merasa terluka saat anda mengabaikan perkataan saya” daripada “Anda menyakiti saya” (Wood 2013). Maxim (2014) menyebutkan bentuk tanggung jawab dalam komunikasi termasuk terhadap perasaan orang lain.

Jujur dan Terus terang

(26)

10

mengarahkan orang lain pada kepercayaan atau kesimpulan yang salah. Human communication yang etis adalah tidak memiliki niat terselubung atau tidak

menyembunyikan tujuannya, dengan kata lain tidak boleh ada manipulasi dalam berkomunikasi (Sutiu 2014). Tubbs dan Moss (2005) menyatakan bahwa berbohong merupakan pelanggaran paling nyata terhadap etika, sedangkan DeVito (2011) menganggap kebohongan atau penyembunyian kebenaran lain sebagai tindakan tidak etis karena mencegah orang lain mengetahui kemungkinan-kemungkinan pilihan dan kemungkinan-kemungkinan-kemungkinan-kemungkinan alasan untuk memilih.

Wijaya (2013) menyebutkan bahwa perbuatan dalam proses komunikasi yang mengurangi hak khalayak dalam menerima pesan secara utuh dan benar sesuai fakta merupakan suatu tindakan korupsi komunikasi. Komunikasi yang koruptif senantiasa menggunakan kesempatan yang ada dengan memanfaatkan kekuasaan/ kekuatan/ kewenangan yang dimiliki komunikator, dan berlangsung dalam komunikasi yang bersifat persuasif dan pencitraan. Kebohongan atau kecurangan baik yang disengaja atau tidak disengaja bisa menyebabkan orang lain menderita perasaan yang menyakitkan sehingga akan melukai dan merusak hubungan (Johannesen 1996). Kejujuran juga merupakan salah satu prinsip etika komunikasi yang disebutkan oleh West dan Turner (2006). Menurutnya, menjalankan prinsip kejujuran adalah lebih penting daripada mengkhawatirkan konsekuensi jangka pendek dari kejujuran.

Toleransi, Kepekaan (empati), dan Kepedulian

Toleransi adalah kemampuan untuk mengharmoniskan pemikiran, tindakan, beragam pendapat, sikap dan pandangan hidup yang cenderung berbeda (Maxim 2014). DeVito (2011) mendefinisikan berempati yaitu merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, sikap mereka, serta harapan mereka untuk masa mendatang. Pengertian ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya.

Menurut West dan Turner (2006), mengembangkan etika kepedulian berarti memberikan perhatian kepada hubungan atau relasi. Bergmark (2007), dalam penelitiannya tentang etika akademisi, menyatakan bahwa etika merupakan dasar dalam kegiatan di sekolah: bertindak sesuai etika berarti para pengajar peduli terhadap kebutuhan siswa dan mereka berusaha untuk menyesuaikan dengan perbedaan keinginan, kemampuan, dan kebutuhan siswa. Berdasasrkan pendapat Bergmark (2007) ini, maka dapat disimpulkan bahwa peduli dalam konteks etika komunikasi adalah perilaku komunikasi dengan menyesuaikan terhadap keinginan, kemampuan, dan kebutuhan lawan komunikasi.

(27)

11 Menyampaikan Informasi dengan Tepat

West dan Turner (2006) menyebutkan istilah golden mean sebagai salah

satu prinsip etika komunikasi dimana informasi yang disampaikan dalam komunikasi adalah informasi yang layak dengan jumlah yang cukup atau dengan kata lain memberikan perspektif yang masuk akal dan seimbang. Hal ini karena sifat transaksional pada komunikasi interpersonal berdampak pada tanggung jawab komunikator untuk menyampaikan pesan secara jelas (Wood 2013).

Johannesen (1996) mengutip pendapat Grice menyebutkan tiga dimensi yang berfungsi sebagai pedoman etika antarpesona yaitu kuantitas, kualitas dan cara. Kuantitas artinya setiap kontribusi harus menyajikan banyak informasi, nasihat, atau argumen yang diperlukan oleh tujuan percakapan, namun hendaknya tidak menyajikan lebih dari yang diperlukan. Kualitas artinya usahakan kontribusi anda menjadi kenyataan; jangan mengatakan apa yang anda yakini salah dan jangan mengatakan hal yang tidak mempunyai dasar bukti cukup. Hubungan artinya bersifatlah relevan, perhatikan fakta bahwa partisipan komunikasi mungkin mempunyai standar relevansi yang berbeda dan bahwa topik sering berganti-ganti selama percakapan. Cara artinya berlaku jelas, singkat dan rapi; hindari kerancuan dan ketidakjelasan pengungkapan yang disengaja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) mengungkapkan pelanggaran atas tiga dimensi yang dikemukakan Grice. Pelanggaran tersebut adalah masih ditemukan penuturan yang berlebihan, penuturan tidak sesuai fakta, dan penuturan yang tidak relevan sehingga tidak memberikan manfaat.

Tidak Menghalangi Proses Komunikasi

Biasanya tidak etis bila dengan sengaja menghalangi proses komunikasi, seperti memotong pembicaraan seseorang sebelum ia selesai mengutarakan masalahnya, mengganti subjek ketika orang lain benar-benar masih mempunyai banyak hal untuk dikatakan, atau secara nonverbal mengalihkan orang lain dari subyek yang dimaksudkan (Condon dalam Johannesen 1996). Menurut DeVito

(2011), memotong pembicaraan orang lain merupakan bentuk dari merendahkan orang lain. Tan (2013) mengungkapkan bahwa tidak memotong pembicaraan merupakan salah satu sikap komunikasi yang telah diterapkan organisasi bisnis dalam menjalankan program mempertahankan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan (Customer Relationship Management).

Menghargai dan Menghormati Orang Lain

Orang-orang dalam komunikasi antarpesona menurut Barret (dalam

Johannesen 1996) harus berusaha keras agar efektif dan etis, setiap saat menunjukkan penghargaan terhadap “keberadaan” orang lain-penghargaan atas nilai intrinsik mereka sebagai manusia. Hal ini selaras dengan pendapat Nielsen (dalam Johannesen 1996) bahwa untuk mencapai etika komunikasi diperlukan

sifat penghormatan terhadap seseorang sebagai person (individu) tanpa

(28)

12

Tidak Memonopoli Pembicaraan

Raymond Ross dan Mark Ross dalam Johannesen (1996) mengatakan bahwa

memonopoli pembicaraan merupakan salah satu taktik verbal yang tidak wajar dan tidak etis. Mills (2003) menyatakan bahwa memonopoli pembicaraan banyak dilakukan oleh para pembohong. Tidak memonopoli pembicaraan dapat digunakan sebagai salah satu taktik etis dalam mempertahankan hubungan. Hal ini juga dapat diterapkan pada organisasi bisnis dalam membina hubungan dengan publiknya, seperti pada program customer relationship management dan supplier relationship management (Damanik 2012).

Tidak Mengandung Kekerasan

Salah satu komunikasi etis menurut Nosek (2012) adalah komunikasi yang tidak mengandung kekerasan. Menurut Maxim (2014) hal ini sangat relevan dengan kondisi globalisasi saat ini, yaitu timbulnya kekerasan sebagai efek lain di balik efek positif globalisasi. Kekerasan dapat berbentuk kekerasan fisik maupun non fisik.

Menururt Putri dan Santoso (2012), kekerasan verbal adalah kata-kata yang tidak selayaknya diucapkan karena menimbulkan dampak yang tidak kalah buruknya dengan kekerasan fisik, sedangkan Koswara (2014) mengungkapkan arti kekerasan verbal sebagai bentuk kekerasan yang halus dengan menggunakan kata-kata yang kasar, jorok, dan menghina dan dilakukan secara lisan.

Menurut Teven et al. (2000), bentuk lain dari kekerasan verbal adalah

kata-kata yang menyerang dan penggunaan kata-kata-kata-kata yang menyerang berhubungan negatif dengan kepuasan. Disiplin ilmu komunikasi perlu memberikan perhatian terhadap aggression verbal karena kata-kata yang menyerang merupakan bentuk

yang sangat merusak dalam komunikasi (Infante 1995). Konsisten dalam Petunjuk Verbal dan Nonverbal

Petunjuk verbal dan non verbal, kata-kata dan tindakan, harus konsisten dalam makna yang disampaikan (Condon dalam Johannesen, 1996). Menurut

DeVito (2011), komunikasi nonverbal sangat dipercaya. Umumnya, bila pesan verbal dan non verbal saling bertentangan, kita mempercayai pesan nonverbal. Rakhmat (2002) menyebutkan enam klasifikasi pesan non verbal, yaitu kinesik atau gerak tubuh; paralinguistik atau suara, proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, olfaksi atau penciuman, sensitivitas kulit, dan faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik.

Mulatsih (2014) menjelaskan pemahaman mengenai kapan penerapan penggunaan unsur paralinguistik (berkenaan dengan ciri-ciri bunyi seperti suara berbisik, suara meninggi, suara rendah, suara sedang, suara keras, atau pengubahan intonasi yang menyertai unsur verbal dalam berbahasa) diperlukan untuk mewujudkan etika atau kesantunan.

Karakteristik Individu

(29)

13 Amstrong (2008) terdiri atas usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Usia terkait dengan tahap siklus hidup yaitu tahap-tahap yang dilalui keluarga ketika mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu. Pekerjaan dan situasi ekonomi terkait dengan pendapatan pribadi. Sementara gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam keadaan psikografis. Gaya hidup melibatkan pengukuran pada dimensi aktivitas, minat, dan pendapat.

Berdasarkan pendapat Kotler dan Amstrong (2008) tersebut, maka karakteristik individu setiap orang dapat berbeda-beda sesuai dengan perbedaan hal-hal di atas. Misalnya, menurut Rakhmat (2002), peubah individual terdiri dari data demografis dan faktor-faktor psikologis komunikan. Data demografis yang dimaksud adalah usia, dan jenis kelamin. Elian et al (2014) menambahkan faktor

penghasilan dan kepemilikan media selain umur dan pendidikan sebagai peubah individual. Okatini et al. (2007) dalam penelitiannya merumuskan karakteristik

individu terdiri dari umur, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan perilaku. Karakteristik Keluarga

Carvalhaes (2010) dalam penelitiannya merumuskan karakteristik keluarga menjadi beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan tertinggi orang tua, tipe keluarga (two parents or single parents), jumlah anggota dalam rumah tangga, dan status sosial ekonomi. Pentingnya fungsi dan peranan keluarga dalam penerapan etika komunikasi didukung oleh pernyataan dari beberapa sumber pustaka, dimana telah disebutkan di atas bahwa etika komunikasi dipelajari dalam proses komunikasi interpersonal yang merupakan hasil dari proses belajar dalam keluarga. Haryanti (2014) menyatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan keluarga.

Menurut Schaefer (2013), proses belajar sepanjang hayat dimulai segera setelah kelahiran. Sejak bayi baru lahir dapat melihat, mendengar, mencium, merasakan panas, dingin, dan sakit, mereka secara terus menerus menyesuaikan diri mereka terhadap dunia sekitarnya. Sebenarnya, keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas pada penerus keturunan. Fungsi lain keluarga dapat dilihat misalnya dalam bidang pendidikan, dimana keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri (Gunarsa dan Gunarsa (2012).

Fatimah (2006) mengutip pernyataan Piget menyatakan bahwa semakin tumbuh dan berkembang fisik dan psikis seorang anak, ia mulai diperkenalkan pada nilai-nilai, ditunjukkan hal yang boleh dan tidak boleh, yang harus dilakukan dan yang dilarang. Proses ini dikenal dengan dengan istilah sosialisasi nilai-nilai. Sejalan dengan perkembangan inteleknya, anak berangsur-angsur mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku dalam keluarga.

(30)

14

jumlah anggota dalam keluarga, distribusi kekuatan dan otoritas dalam keluarga, pola solidaritas dan kewajiban yang muncul diantara anggota keluarga yang berbeda, perbedaan akses terhadap sumberdaya yang dimiliki anggota keluarga yang lain.

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2012), keluarga masa kini berbeda dengan keluarga zaman dulu. Orang-orang mengalami pergolakan dan perubahan yang hebat, dalam ikatan keluarga khususnya mereka yang hidup di kota. Keluarga yang tinggal di daerah belum merasakan dan menikmati hasil pembangunan, sehingga gambaran mengenai ikatan dan fungsi keluarga jauh berbeda jika dibandingkan dengan keluarga yang berada di tengah kemewahan materi. Keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan artinya. Fungsi pendidikan sudah diserahkan pada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, sehingga tugas orang tua dalam mengembangkan segi intelektual anak menjadi jauh lebih ringan. Pada pandangan masyarakat yang semakin individualis, akhirnya keluarga hanya dianggap sekedar performa. Hubungan antar pribadi menjadi jauh dan melemah sehingga arti pribadi mengalami perubahan. Karena itu bisa timbul frustasi, yaitu keadaan tidak tercapainya suatu keinginan atas kebutuhan dasar yang mendorong tingkah laku seseorang. Frustasi ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang sedemikian mendalamnya sehingga timbul peristiwa-peristiwa yang tidak terduga, nilai-nilai norma yang telah dibina akhirnya dianggap semata-mata sebagai lambang dari masa lampau.

Menurut Ritzer dan Ryan (2011), karena dampak industrialisasi, terjadi pergeseran bentuk dari struktur extended family menuju nuclear family. Vangelisti

(2003) mengidentifikasi beberapa tipe keluarga di Amerika yang terdiri dari A two parent biological family, a single parent family, the blended family, the extended family,the voluntaristic family, dan commited partners. A two parents biological family (keluarga dengan dua orang tua biologis) tediri dari orang tua dan

anak-anak yang berasal dari kedua orang tua ini, sehingga ikatan darah dan perkawinan merupakan ciri-ciri dari tipe keluarga ini. Tipe keluarga ini disebut tradisional, akan tetapi tipe keluarga seperti ini, tidak lagi mewakili bentuk keluarga secara umum. A single parent family (keluarga dengan orang tua tunggal) terdiri dari satu

orang tua dan satu anak atau lebih. Tipe keluarga ini terbentuk dari laki-laki atau wanita yang tidak menikah, kematian, perceraian atau selingkuh atau anak yang berasal dari proses adopsi atau anak asuh. The blended family (keluarga

campuran) terdiri dari orang dewasa (orang tua) dan anak-anak yang tidak berasal dari hubungan (perkawinan) mereka. Kebanyakan adalah melalui pernikahan kembali (remarriage). Sebuah situasi yang membawa dua sistem sebelumnya ke dalam ikatan keluarga yang baru yaitu keluarga dengan kedua orang tua biologis menjadi keluarga dengan orang tua tunggal untuk beberapa waktu yang mana beberapa anggota keluarga menjadi bagian dari keluarga tiri. Keluarga juga mungkin bercampur melalui tambahan anak angkat atau anak asuh. Extended family adalah sekumpulan sanak keluarga sedarah yang tinggal di lokasi yang

berdekatan selain orang tua yang ada dalam kehidupan sehari-hari anak.

Voluntaristic family (keluarga voluntaristis) melibatkan pasangan dari kelompok

(31)

15 yang menikah tanpa anak, pasangan heterosexual yang tinggal bersama sebagai suami istri.

Pengetahuan dan Sumber Informasi

Menurut Tim Penyusun Pusat Bahasa (2007) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan mengenai etika komunikasi berarti segala sesuatu yang diketahui mengenai etika komunikasi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek (Soekidjo 2002).

Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang, proses intelektual adalah mengolah atau memproses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera kemudian diteruskan ke otak atau pusat syaraf untuk diolah, diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera dan iman yang dimiliki seseorang (Wiryanto 2004). Menurut Yusup (2009), informasi merupakan rekaman fenomena yang diamati dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan oleh seseorang. Berdasarkan dua pengertian tadi, maka informasi dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran maupun pengalaman.

Salah satu sumber informasi tentang pengetahuan etika dapat diperoleh dari lingkungan, salah satunya adalah orang-orang yang paling dekat dengan responden. Menurut Rakhmat (2002), dalam kehidupan manusia terdapat orang-orang yang berpengaruh, tidak semua orang-orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan kita yang disebut significant others dan affective others. Significant others adalah orang lain yang sangat penting yang mempengaruhi perilaku,

pikiran, dan perasaan kita, yaitu orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Sementara affective others adalah orang lain yang memiliki

ikatan emosional dengan kita, diantaranya teman dan tokoh idola/ panutan. Kehadiran significant others ini sangat penting bagi seseorang. Penelitian

terdahulu menyatakan bahwa kedekatan emosional yang tinggi dengan significant others memiliki hubungan paling erat dengan harga diri anak dan stress (Burnett

dan Demnar 1996, King et al. 2014), dimana seseorang yang memiliki kedekatan

emosional dengan orang tua dan teman cenderung memiliki tingkat stress yang rendah. Penelitian yang dilakukan Onyishi et al. (2012) juga menunjukkan bahwa

dukungan sosial dari keluarga dan teman merupakan salah satu prediktor kepuasan hidup.

Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian tentang etika dan etika komunikasi telah dilakukan sebelumnya. Ismaili et al. (2011) dan Jankalova et al. (2014) melakukan

penelitian tentang etika di bidang akademik. Ismaili et al. (2014) meneliti

mengenai persepsi tentang etika di tingkat Perguruan Tinggi yang melibatkan 500 responden. Hasil penelitiannya menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang etika di kalangan mahasiswa. Jankalova et al. (2014) dalam penelitiannya tentang

(32)

16

dari pemikiran terbaru, kemajuan dan inovasi yang dalam penyajiannya akan dihadapkan dengan etika. Jika kita ingin menerapkan pada mahasiswa aturan dasar berperilaku etis, kita harus memulainya tidak hanya dengan pendidikan etika sebagai sebuah pelajaran tapi juga dengan menginstitusionalkan etika dalam kehidupan (lingkungan) Perguruan Tinggi dalam bentuk kode etik. Penelitian Jankalaova et al. (2014) bertujuan untuk menilai kompetensi perilaku kepribadian

dosen secara moral dan etis.

Penelitian secara spesifik tentang etika komunikasi telah dilakukan dengan masing-masik aspek penekanan yang berbeda-beda oleh Kusumastuti (2004), Celen dan Seferoglu (2013), dan Sari (2015). Kusumastuti (2004) meneliti penerapan etika komunikasi dan hubungannya dengan faktor-fakor tertentu dalam konteks organisasi. Penerapan etika komunikasi yang terjadi berdasarkan etika yang berlaku dalam organisasi tersebut, yaitu penyampaian dan penerimaan pesan-pesan dengan cara yang bertanggung jawab dalam rapat-rapat organisasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi etis antara lain adalah skill komunikasi, internalisasi nilai, dan

motivasi menjadi anggota organisasi. Sari (2015) meneliti etika komunikasi interpersonal pada aspek pragmatik (berkaitan dengan bahasa) yang mengacu pada konsep etika komunikasi menurut Grice yang menekankan pada penyampaian informasi secara tepat. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pelanggaran atas tiga dimensi mengenai penyampaian pesan yang tepat yang dikemukakan Grice yaitu kuantitas, kualitas, hubungan, dan cara.

Celen dan Seferoglu (2013) melakukan penelitian etika komunikasi terkait penggunaan teknologi informasi dan komunikasi atau information communication technology (ICT). Hasil penelitiannya mengungkapkan penyebab perilaku tidak

etis dalam penggunaan ICT adalah tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanggung jawab ICT, faktor teman di lingkungan responden, keluarga, nilai moral, keyakinan bahwa orang lain akan terganggu, status keuangan dan keyakinan agama.

Kerangka Pemikiran

Penelitian bertujuan untuk menganalisis penerapan etika komunikasi interpersonal sekaligus hubungan dengan karakteristik responden dan tingkat pengetahuan dan sumber informasi. Peubah dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis peubah. Peubah yang dimaksud adalah peubah bebas (X) dan peubah terikat (Y). Peubah bebas terdiri dari karakteristik karakteristik individu (X1), karakteristik keluarga (X2), dan tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi (X3). Peubah terikat (Y) yaitu penerapan etika komunikasi interpersonal.

(33)

17 atau sosial ekonomi yang termasuk dalam karakteristik individu terdiri dari umur, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, kelas sosial, keturunan, dan agama. Faktor usia tidak dimasukkan dalam karakteristik individu karena usia responden pada penelitian ini adalah relatif homogen, diduga yaitu ada pada kisaran usia dewasa awal atau sekitar 18-25 tahun (Santroct, 2011). Sementara jumlah uang saku per bulan dikategorikan sebagai faktor individu untuk melihat apakah jumlah kepemilikan uang saku bisa mempengaruhi sikap seseorang, termasuk dalam sopan santun atau etika berkomunikasi.

Tempat tinggal asal termasuk dalam karakteristik individu yang mencakup desa atau kota untuk melihat sejauh mana faktor geografis terkait dengan penerapan etika komunikasi. Menurut Soekanto (2012), warga pedesaan adalah suatu masyarakat yang memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan sistem kehidupan kekeluargaan dan umumnya hidup dari pertanian, sedangkan warga perkotaan dilihat dari ciri-cirinya yaitu kehidupan keagamaan yang kurang, lebih individual, perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata. Warga perkotaan dilihat dari ciri-cirinya yaitu kehidupan keagamaan yang kurang, lebih individual, perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata.

Program Keahlian dan masa studi merupakan ciri lain yang melekat pada responden sebagai mahasiswa. Program studi menunjukkan bidang ilmu yang digeluti selama menjalankan studi di Program Diploma IPB. Masa studi menunjukkan periode atau jangka waktu mahasiswa mengikuti studi serta menunjukkan tingkat adaptasi mahasiswa dalam kehidupan kampus. Responden yang masih duduk di tingkat satu biasanya masih kental dengan logat bahasa daerah dan masih kental dengan norma-norma yang dibawa dalam budayanya. Mahasiswa pada tingkat akhir cenderung sudah lebih baik dalam memahami kehidupan kampus, termasuk daya adaptasi yang tinggi dan pergaulan dengan sesama mahasiswa yang lebih luas dan akrab.

Sementara itu, keikutsertaan dalam organisasi merupakan karakteristik individu yang termasuk faktor lingkungan (Dewantary 2014) yang perlu diperhatikan karena kehidupan berorganisasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mahasiswa di kampus.

Banyak penelitian telah dilakukan dengan menggunakan karakteristik keluarga sebagai salah satu peubah yang diamati. Karakteristik keluarga yang diamati dalam penelitian adalah tipe keluarga, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat pendapatan keluarga.

Tipe keluarga dibagi menjadi keluarga utuh, keluarga dengan orang tua tunggal, keluarga besar, dan keluarga campuran. Tipe keluarga dapat sekaligus menunjukkan pengasuhan anak dalam kategori siapa yang mengasuh. Hal ini dibenarkan oleh Fajar dan Jatiningsih (2015), yang menyatakan bahwa kepribadian dan tingkah laku anak yang baik merupakan hasil dari pengasuhan dan penanganan yang baik pula dari orangtuanya, sehingga idealnya, anak diasuh langsung oleh keluarga. Ketika peran itu tidak dapat terpenuhi, maka ada semacam ketimpangan psikologis anak sehingga akan mempengaruhi perilaku anak. Hilangnya peran ini disebabkan karena kematian, perceraian, status perkawinan yang tidak jelas, bahkan kesibukan orang tua bekerja.

(34)

18

tua termasuk seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang baik. Penelitian juga ingin menganalisis apakah jenis pekerjaan orang tua, termasuk diantaranya adalah ibu bekerja mempengaruhi keterampilan sosialnya dalam hal ini berkaitan dengan penerapan etika komunikasi, seperti yang diungkapkan oleh Puspitawati dan Setionigsih (2011) bahwa terdapat beberapa hal yang berhubungan antara ibu berkerja dan kondisi seorang anak. Diantara temuannya adalah semakin lama ibu bekerja, maka komunikasi dan ikatan emosi (emotional bonding) ibu dengan anak melemah sehingga menyebabkan keterampilan sosialnya menurun. Penelitian lain yang terkait menyebutkan bahwa Ibu bekerja cenderung melakukan tindakan kekerasan verbal terhadap anak (Maftukhah et al. 2013). Mengingat seseorang

belajar dari keluarga, maka penelitian juga ingin melihat adakah pengalaman kekerasan verbal yang melanggar etika komunikasi juga dilakukan responden sebagai peniruan dari apa yang dialaminya. Peubah terakhir yang termasuk dalam karekteristik keluarga yang diteliti adalah pendapatan orang tua, yang meliputi pendapatan ayah dan Ibu. Peubah ini digunakan untuk melihat adakah hubungan penerapan etika komunikasi dengan pendapatan keluarga.

Peubah X berikutnya adalah peubah pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi. Peubah ini dimasukkan untuk mengukur tingkat pengetahuan mengenai etika komunikasi responden. Peubah sumber informasi mengenai etika komunikasi dimasukkan untuk melihat apakah keluarga sebagai

significant others responden menjadi sumber informasi etika komunikasi, juga

untuk melihat adakah faktor lain yang menjadi sumber informasi responden mengenai etika komunikasi seperti orang lain, ataupun buku dan media massa (media cetak dan elektronik). Salah satu fungsi media massa adalah fungsi mendidik. Media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa dan pembaca (Elvinaro et al. 2007). Perkembangan teknologi informasi (internet) kini telah mengubah

bentuk masyarakat manusia, menjadi sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi yang memungkinkan komunitas manusia menghasilkan budaya-budaya bersama (Bungin 2006).

(35)

19

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka penelitian ini memiliki beberapa hipotesis sebagai jawaban sementara. Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari beberapa hal, yaitu:

1) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu yaitu jenis kelamin, suku, agama, jumlah uang saku perbulan, program keahlian, tempat tinggal asal, keikutsertaan dalam organisasi dan sumber informasi tentang etika komunikasi dengan tingkat penerapan etika komunikasi interpersonal .

2) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik keluarga yaitu tipe keluarga, pendidikan terakhir orang tua, pekerjan orang tua, dan tingkat pendapatan keluarga dengan tingkat penerapan etika komunikasi interpersonal .

3) Terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi dengan tingkat penerapan etika komunikasi interpersonal.

Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal (Y)

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 2 Definisi operasional pada peubah karakteristik individu
Tabel 4 Definisi operasional pada peubah tingkat pengetahuan dan sumber
Tabel 5. Definisi operasional pada peubah penerapan etika komunikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian dan sampel dipilih secara sengaja ( purposive) yaitu usaha nelayan CV. Putra Leo di Desa Bendar Kecamatan Juawana Kabupaten Pati. Metode analisis

Lokasi penelitian dan sampel dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Pabrik Gula Tasikmadu di Karanganyar. Metode analisis data yang digunakan adalah 1) perhitungan

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode survai. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling , dipilih secara sengaja dengan alasan

Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), dengan didasarkan pada: (1) belum pernah ada penelitian jiwa dan minat kewirausahaan mahasiswa TPB dalam bentuk

Lokasi penelitian dan sampel dipilih secara sengaja ( purposive ) yaitu Pabrik Gula Mojo di Kabupaten Sragen. Metode analisis data yang digunakan adalah 1) perhitungan

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertim- bangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar. Penelitian dilaksanakan pada

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (sampel sengaja), yaitu sampel dipilih dengan sengaja petani kelapa sawit dengan pinjaman

Ruang lingkup penelitian ini hanya akan menganalisis “Pengukuran Efektivitas Iklan Televisi Es Krim Wall‟s Magnum Terhadap Mahasiswa Program Diploma IPB Menggunakan