• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BERMAIN GAME SPORE TERHADAP KREATIVITAS FIGURAL ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BERMAIN GAME SPORE TERHADAP KREATIVITAS FIGURAL ANAK"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BERMAIN GAME SPORE TERHADAP KREATIVITAS

FIGURAL ANAK

SKRIPSI

Oleh:

Nathaneal Estevan 201210230311243

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

PENGARUH BERMAIN GAME SPORE TERHADAP KREATIVITAS

FIGURAL ANAK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh:

Nathaneal Estevan 201210230311243

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

i LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Pengaruh Bermain Game Spore Terhadap Kreativitas Figural Anak

2. Nama Peneliti : Nathaneal Estevan 3. NIM : 201210230311243 4. Fakultas/Jurusan : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 26 April – 25 Mei 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 3 Agustus 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si Sekretaris : Siti Maimunah, S.Psi, MA Anggota : 1. Diana Savitri Hidayati, M.Psi

2. Hudaniah, S.Psi, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si Siti Maimunah, S.Psi, MA

Malang, 3 Agustus 2016 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

ii SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nathaneal Estevan NIM : 201210230311243 Fakultas/Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa sripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Pengaruh Bermain Game Spore Terhadap Kreativitas Figural Anak

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku

Malang, 11 Juni 2016 Mengetahui,

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(5)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Bermain Game Spore Terhadap Kreativitas Figural Anak”, skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Setelah melalui proses yang sangat panjang penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Karena hal tersebut pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih atas sebesar-besarnya atas segala bantuan yang telah diberikan terutama kepada:

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, dosen wali, serta pembimbing I yang selama ini telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan kesabaran untuk memberikan bimbingan dan ilmunya yang berharga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Ibu Siti Maimunah, S.Psi, M.A selaku Kepala Laboratorium Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang, serta pembimbing II yang selama ini telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan kesabaran untuk memberikan bimbingan dan ilmunya yang berharga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Kepada seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan banyak dukungan dan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

5. Kepada keluarga tercinta, Bapak Anang Machmudie, Ibu Luciana Ariningsih, Opa Takim Andriyono dan Oma Moida serta adik-adikku Natasha Angeline dan Nabeel Riczi Akhtar yang selalu memberikan semangat, motivasi, dukungan dan do’a serta kasih sayang yang sangat banyak.

6. Ibu Dra. Sa’adah selaku guru MI Khadijah yang telah banyak memberikan ilmu, do’a, dan membantu serta membimbing peneliti mulai dari MI sampai sekarang.

(6)

iv

8. Bapak Ibnu Tholaba sekeluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan membantu serta memfasilitasi dalam pelaksanaan teknis penelitian ini.

9. Kepada Ibu Elvi Muafidah S.Pd selaku kepala sekolah, wali kelas 4A dan 4B, seluruh staff dan para murid SD Muhammadiyah I yang telah bersedia membantu penelitian ini hingga selesai.

10.Teman-teman dan para sahabat seperjuangan Psikologi kelas F angkatan 2012 dan teman-teman psikologi baik kakak tingkat maupun adik tingkat yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

11.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan dalam berbagai bentuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali ALLAH SWT, sehingga kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu semoga amal perbuatannya diterima ALLAH SWT. Demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca.

Malang, 11 Juni 2016 Penulis

(7)

v DAFTAR ISI

Surat Pernyataan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

Daftar Lampiran ... vi

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 1

Pentingnya Kreativitas dan hubungannya dengan Video Game ... 1

Kreativitas Figural ... 5

Bermain game ... 8

Tipe Permainan Video Game ... 8

Rating Video Game ... 9

Hubungan Bermain Game Spore dan Kreativitas Figural ... 10

Hipotesis ... 11

METODE PENELITIAN ... 11

Rancangan Penelitian ... 11

Subjek Penelitian ... 11

Variabel dan Instrumen ... 12

Prosedur dan Analisa Data ... 13

HASIL PENELITIAN ... 14

DISKUSI ... 16

SIMPULAN DAN IMPLIKASI... 18

REFERENSI ... 20

(8)

vi DAFTAR TABEL

(9)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Hasil Test Kecerdasan (CFIT 2A) ... 22

Lampiran II Hasil Angket 6 faktor ... 23

Lampiran III Hasil Pretest, posttest, gain score ... 24

Lampiran IV Hasil Uji Paired Sample t-test ... 25

(10)

1

Pengaruh Bermain Game Spore Terhadap Kreativitas Figural Anak

Nathaneal Estevan

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang N34L17@gmail.com

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efektifitas bermain game Spore dalam meningkatkan kreativitas figural pada anak-anak. Kreativitas figural dapat diartikan sebagai kemampuan kognitif seseorang yang berguna untuk membantu seseorang dalam memecahkan masalah yang berbentuk konkrit, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan grafis. Pada penelitian sebelumnya terbukti bahwa kreativitas figural dapat meningkat melalui permainan konstruktif. Subjek yang merupakan anak berusia 10-11 tahun umumnya sangat dibatasi kreativitasnya oleh lingkungan dan orang dewasa yang berada disekitarnya sehingga perkembangan kreativitas mereka terganggu dan menjadi cenderung kurang kreatif. Metode yang digunakan untuk meningkatkan kreativitas figural anak-anak yang berada di usia ini adalah dengan cara pemberian game Spore. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain randomized matched two-groups. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan peningkatan skor kreativitas figural (p= 0,002<0,05; t-hitung>t-tabel 4,351>1,83). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa game Spore dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas figural.

Kata kunci: Spore, Kreativitas figural, bermain, video games, anak

This study was conducted to prove the effectiveness of playing Spore game in improving the figural creativity in children. Figural creativity can be defined as a person’s cognitive abilities that are useful to help a person in solving the problem in the form of concrete, such as problems related to graphics. In previous studies proved that figural creativity can increased through constructive play. Which is the subject of children aged 10-11 years are generally very limited creativity by environmental and adults who are around so that the development of their creativity tends to be distracted and less creative. The method used to increase figural creativity in children who are in this age is by using the Spore game. This study is a randomized experimental design with two-matched groups. The results showed a difference enhancement in figural creativity scores (p = 0.002<0.05; t-count>t-table 4.351> 1.83). Thus, we can conclude that the Spore game can be used to enhance creativity figural.

Keywords: Spore, figural creativity, play, video games, children

(11)

2

manusia sendiri sangat dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki seperti, indra pikir dan karsa, serta kekuatan mental yang mendominasi dimana kekuatan mental manusia tetap berkembang hingga usia 60 tahun dan menyusut secara bertahap hingga usia 80 tahun, sehingga imajinasi dan kreativitas tidak memandang usia (dalam sahlan dan Maswan, 1988). Pendidikan bukanlah faktor terpenting dalam hal mengembangkan kreativitas, yang terpenting adalah proses dimana individu tersebut berlatih dan melakukan berbagai percobaan (Sahlan dan Maswan, 1988).

Kreativitas sendiri terdiri dari kreativitas verbal dan kreativitas figural menurut Torrance, kreativitas verbal adalah kemampuan berfikir kreatif dalam hal kelancaran, orisinalitas dan kelenturan dalam bentuk verbal, sedangkan kreativitas figural lebih menyangkut informasi dalam bentuk konkrit, aspek-aspek dari kreativitas figural ini sendiri sama seperti aspek kreativitas yang dikemukakan Guilford yaitu berfikir kreatif (creativity), kelancaran (fluency), kelenturan (fleksibility), orisinalitas (originality), elaborasi (elaboration). Pada penelitian ini yang dilihat adalah kreativitas figural karena pada usia anak-anak kreativitas verbal kurang bisa di ungkap karena kurangnya kemampuan verbal yaitu pengusaaan bahasa untuk mengungkapkan gagasan secara tertulis (Munandar, 1988).

Kreativitas sangatlah penting dalam kehidupan seorang manusia baik untuk kelangsungan hidup pribadi maupun kelangsungan hidup masyarakat luas. Kreativitas sendiri merupakan unsur penting dalam pemecahan masalah, bahkan ide-ide kreatif juga sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan Nasional (Sahlan dan Maswan, 1988). Selain itu kreativitas sendiri mempengaruhi kemampuan anak dalam memberikan jawaban yang berbeda-beda, kemampuan anak dalam mengasosiasikan bentuk dan benda, mampu membuat, berfikir, dan menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. Sehingga manfaat dari kreativitas figural itu sendiri adalah untuk membantu anak dalam memecahkan masalah yang berbentuk konkrit, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan grafis, figur, bentuk, bangun, ruang, asosiasi bentuk, dan sebagainya. Jadi anak yang memiliki kemampuan kreativitas figural yang tinggi akan sangat membantu dirinya dalam berfikir kreatif menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dengan caranya sendiri yang unik dan kreatif.

Dalam penelitian sebelumnya menyatakan bahwa permainan konsruktif efektif dalam meningkatkan kreativitas anak. Yang dimaksud permainan konsrukif dalam penelitian ini adalah permainan yang menggunakan sarana seperti kardus, balok, gunting, lem, pasir, lumpur, cat, dan sebagainya yang kemudian di bentuk dan di kreasikan sesuai kreativitas dan imajinasi anak (Tusadiah, 2009).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa 85% orangtua percaya dan 15% lainnya tidak percaya bahwa menggunakan komputer dapat meningkatkan kreativitas anaknya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang menggunakan interview dan kuesioner yang diberikan kepada orangtua yang memiliki anak usia sekitar 6 tahun. Dalam penelitian ini juga menunjukan bahwa 81,7 menyatakan bahwa video game dapat meningkatkan kreativitas anak sedangkan 18,3% lainya mengatakan tidak (Lazaar & Irena, 2014).

(12)

3

gamenya, selain hal tersebut penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan antara variabel bermain game dan kreativitas figural pada mahasiswa universitas Kanada, namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara jelas mengenai hubungan kreativitas figural dan bermain game tersebut (Gackenbach & Dopko, 2012).

Selain dua penelitian tersebut fenomena yang sering kali terjadi di masyarakat adalah pandangan negatif terhadap game, dimana bermain game di anggap sebagai kegiatan yang sia-sia dan kurang bermanfaat ditambah lagi banyaknya jurnal-jurnal dan penelitian serta seminar dan talkshow yang membahas dampak negatif dari game khususnya di Indonesia. Padahal menurut penelitian

yang berjudul “The effectiveness of Casual Video Games in Improving Mood and Decreasing Stress” menunjukan bahwa bermain game kasual dapat meningkatkan mood dan mengurangi stress (Carmen, Kevin & Jennifer, 2009). Penelitian ini merupakan salah satu penelitian mengenai manfaat bermain game. Sebenarnya terdapat banyak sekali manfaat dari bermain game selama tidak berlebihan.

Dipilihnya metode menggunakan game komputer ini adalah karena seperti yang telah diketahui seringkali kreativitas seseorang dibatasi oleh berbagai faktor, seperti moral, nilai-nilai, kemanusiaan, peraturan, dan sebagainya. Serta dalam buku Multi Dimensi Sumber Kreativitas Manusia, juga mengatakan bahwa seringkali ide-ide baru atau ide-ide kreatif di batasi dan mendapatkan tekanan dari pemimpin (Sahlan dan Maswan, 1988). Sehingga dipilihnya metode menggunakan game komputer ini diharapkan kreativitas bisa dieksplore dengan lebih bebas dan menyenangkan, karena subjek dalam penelitian ini sendiri merupakan anak-anak dimana pada masa perkembangan anak-anak sangat di dominasi dengan kegiatan bermain dan mereka sangat menyukai kegiatan yang menyenangkan. Karena subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak maka peneliti sangat memperhatikan rating dan lisensi game yang akan digunakan, sehingga hal-hal negatif yang disebabkan oleh game sendiri dapat ditekan.

Kemudian penggunaan metode game dalam penelitian ini dimaksudkan agar subjek bisa mengkreasikan kreativitasnya secara bebas dan tanpa terbatas oleh komentar orang lain dan peraturan-peraturan yang mengekang kreativitas anak seperti peraturan atau penilaian baik dari guru maupun orangtua, dimana pada masa anak-anak ini yang membatasi kreativitasnya seringkali adalah orang tua dan gurunya. Bahkan dikatakan bahwa lembaga pendidikan maupun orang tua cenderung mendidik anaknya secara linier atau konvergen yaitu terarah dan terpusat, dimana anak kurang di dorong untuk berfikir difergen menyebar dan tidak searah yang menjadikan terjadinya kemandekan kreativitas sejak anak-anak memasuki usia sekolah dasar (Tusadiah, 2009). Untuk itulah diperlukan sebuah metode yang dapat meningkatkan kreativitas anak dalam hal ini kreativitas figural anak yang menyenangkan dan sesuai serta aman untuk anak-anak.

(13)

4

membatasi akses anak dalam bermain komputer tergantung pengaturan yang diatur oleh orang tua sehingga dampak negatif yang biasa ditakutkan oleh orang tua seperti contohnya adiktif terhadap game bisa ditekan dengan maksimal.

Saat ini seperti yang kita ketahui banyak sekali bemunculan game-game yang menantang kreativitas pemain salah satunya yang cukup fenomenal adalah game Spore: Origins yang di luncurkan tahun 2009 oleh pengembang game yang cukup terkenal di dunia yaitu Electronic Arts. Game Spore ini sendiri memiliki genre simulasi, dimana pemain mensimulasikan menciptakan dan menggerakan seekor makhluk yang dapat berevolusi sesuai dengan keinginannya dimana makhluk ini menjadi semakin kompleks ketika pemain mencapai level yang lebih tinggi. Peneliti memilih game ini karena di dalam game ini pemain diberikan 5 tingkatan/level yaitu tingkat sel tunggal (cell stage), tingkat makhluk/hewan (creature stage), tingkat suku (tribal stage), tingkat peradaban (civilization stage), tingkat angkasa (space stage). Pada game Spore ini pemain dituntut untuk bertahan hidup melewati 5 stage yang telah disediakan dengan cara membuat karakter/avatar sesuai dengan kreativitas dan strategi pemain untuk bertahan hidup. Pemain dipersilahkan membentuk bidang yang disediakan sesuka hati pemain dan kemudian pemain bisa memberi beragam aksesoris dan senjata serta beragam warna dan tekstur untuk memperindah dan memperkuat karakter/avatar. Setiap pemain naik tingkat maka akan semakin kompleks dan semakin banyak anggota tubuh dan aksesoris yang bisa dipasangkan dan dibentuk ke tubuh atau bidang karakter pemain tersebut. Secara garis besar game ini menguji kreativitas dan strategi kita untuk bertahan hidup dengan cara berevolusi sesuai dengan tingkatan level kita bermain. Di dalam game ini juga terdapat mode create, dimana dalam mode ini pemain bisa membuat makhluk (creature creator), bangunan (rumah, pabrik, kantor), kendaraan darat, kendaraan laut, pesawat, pesawat luar angkasa (UFO) sesuai dengan kreativitas pemainnya.

Menurut aspek-aspek dari kreativitas figural adalah berfikir kreatif (creativity), kelancaran (fluency), kelenturan (fleksibility), orisinalitas (originality), dan elaborasi (elaboration) hal ini sesuai dengan aspek-aspek yang dimiliki dalam game Spore seperti untuk aspek berfikir kreatif dimana yang memiliki arti kemampuan membentuk kombinasi-kombinasi baru hal ini sesuai dengan pola permainan Spore dimana pemain diminta untuk membuat kombinasi-kombinasi yang kreatif agar karakter/avatarnya di dalam game tidak mati dan mampu bertahan hidup menghadapi berbagai musuh dan rintangan.

Aspek berikutnya adalah kelancaran yang memiliki arti mampu memberikan gagasan-gagasan atau berfikir untuk memilih keputusan secara cepat, hal ini juga sesuai dengan aspek di dalam game Spore yaitu pemain diharuskan memutuskan secara cepat kemana dia harus mencari makan sebelum dimakan oleh musuhnya pada level sel tunggal (cell stage) kemudian mengambil keputusan secara cepat mengenai akan melawan atau berdamai dengan makhluk lainnya dalam level makhluk (creature stage), dan sebagainya.

(14)

5

Kemudian aspek yang keempat adalah orisinalitas yaitu kemampuan memberikan gagasan atau ide yang segar dan unik serta baru, hal ini juga sesuai dengan aspek game Spore yaitu pemain dituntut memiliki ide-ide baru yang segar serta unik dan menarik dalam menciptakan makhluknya sehingga karakter/avatar ciptaannya mampu bertahan hidup melewati beragam lawan dan rintagan serta karakter/avatarnya juga memiliki bentuk yang menarik dan indah sehingga dapat mencapai level tertingi.

Selanjutnya aspek yang terakhir adalah elaborasi yaitu kemampuan seseorang dalam mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan atau ide hal ini sesuai dengan aspek pada game spore yaitu pemain mengembangkan serta memperkaya ide-idenya agar karakter Spore miliknya mampu berevolusi menjadi lebih baik dan kuat ketika menghadapi serangan musuh yang juga terus berkembang dan berevolusi. Karena banyaknya aspek-aspek yang sesuai dengan aspek-aspek kreativitas maka penulis berpendapat bahwa dengan bermain game Spore ini dapat meningkatkan kreativitas khususnya kreativitas figural pada anak-anak akhir.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah apakah pemberian game Spore efektif dalam meningkatkan kreativitas pada anak-anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh game Spore terhadap kreativitas figural pada anak secara empiris dengan data data yang menunjang. Manfaat teoritis dari penelitian ini sendiri untuk mengetahui apakah metode menggunakan game Spore ini adalah metode yang tepat untuk meningkatkan kreativitas anak, serta untuk memberikan sumbangsih kepada psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan. Selanjutnya manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kreativitas figural pada anak-anak menggunakan metode bermain game Spore serta kita dapat memberikan game Spore ini dalam salah satu metode pembelajaran dan memberikan pengetahuan kepada para orangtua agar dapat meningkatkan kreativitas pada anaknya. Kemudian hasil dari penelitian ini juga bisa menjadi acuan oleh para pembuat game untuk membuat game serupa dengan Spore ini namun untuk usia yang lebih muda atau bahkan untuk orang dewasa jika memang game ini terbukti dapat meningkatkan kreativitas.

Kreativitas Figural

(15)

6

Kreativitas figural sendiri adalah adaptasi dari Circles Test milik Torrance yang mana memiliki aspek-aspek yang sama dengan kreativitas pada umumnya, yaitu :

a. Berfikir Kreatif (creativity) : yaitu kemampuan untuk membuat kombinasi yang baru dari unsur-unsur yang tersedia tercermin dari kelancaran, kelenturan, orisinalitas serta elaborasi suatu gagasan atau ide.

b. Kelancaran (fluency) : yaitu kemampuan seseorang dalam berfikir atau memberikan gagasan-gagasan dengan cepat.

c. Kelenturan (fleksibility) : yaitu kemampuan seseorang dalam memberikan gagasan-gagasan atau ide yang beragam, bebas dari perseverasi.

d. Orisinalitas (originality) : yaitu kemampuan seseorang dalam memberikan gagasan atau ide yang secara statistik merupakan sesuatu yang langka dan unik pada suatu populasi tertentu, serta kemapuan seseorang dalam melihat hubungan-hubungan baru, membuat kombinasi baru dari beragam unsur/bagian, semakin banyak unsur yang digabungkan semakin orisinal pemikiran individu tersebut.

e. Elaborasi : yaitu kemampuan seseorang dalam mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan atau ide.

Walaupun sama dengan aspek kreativitas pada umumnya namun kreativitas figural ini memiliki keunggulan bagi anak-anak yang masih kesulitan dalam mengungkapkan pikirannya dalam tulisan seperti pada tes kreativitas verbal yang menuntut penguasaan bahasa dan kemampuan mengungkapkan secara tertulis. Selain itu model dan bentuk dari tes kreativitas figural ini cukup menarik untuk anak-anak karena mereka bisa megungkapkan gagasan-gagasannya dalam bentuk gambar, sehingga mereka melakukan tes ini seperti bermain yang mana kondisi ini menunjang ekspresi kreatif anak.

Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Menurut Rogers (dalam Munandar, 2012) kreativitas anak dapat muncul melalui dorongan dari dalam diri individu tersebut (motivasi intrinsik) dan dorongan dari lingkungan/luar (motivasi ekstrinsik).

a. Motivasi intrinsik untuk kreativitas

Setiap orang cenderung memiliki keinginan untuk mewujudkan potensi-potensinya, dorongan untuk berkembang dan menjadi semakin matang, dorongan untuk mengaktifkan dan mengungkapkan semua kapasitas yang dimiliki seseorang. Sehingga dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika seseorang membentuk hubungan baru dengan lingkungannya dalam usahanya untuk menjadi dirinya yang seutuhnya.

b. Motivasi ekstrinsik yang mendorong kreativitas

Menurut Rogers (dalam Munandar, 2012) menciptakan kondisi yang aman dan bebas secara psikologis dapat memunculkan kreativitas yang konstruktif.

1. Keamanan psikologis, hal ini dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan untuk memungkinkan kemunculan “real self” untuk memupuk kreativitas, yaitu :

(16)

7

b. Mengusahakan suasana yang di dalamnya tidak ada evaluasi eksternal yang bersifat atau memiliki efek mengancam yaitu anak tidak dalam suasana dimana ia tidak dinilai secara negatif dan mengancam sehingga dapat memberikan anak rasa kebebasan.

c. Memberikan pengertian secara empatis/ikut menghayati yaitu, mengenal dan ikut menghayati perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, tindakan-tindakannya serta memahami dari sudut pandang anak tersebut dan tetap menerimanya sehingga benar-benar memberikan rasa aman terhadap anak tersebut.

2. Kebebasan Psikologis yaitu, jika orang tua dan guru memberikan kesempatan kepada anak untk mengekspresikan secara bebas simbol-simbol pikiran dan perasaannya yang sesuai dengan dirinya (permissiveness). Mengekspresikan perasaan-perasaanya dalam tindakan yang konkret (misal memukul) tidak selalu dimungkinkan, karena kehidupan dalam masyarakat selalu ada batasan-batasannya, tetapi ekspresi yang bersifat simbolis dimungkinkan.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan terdapat faktor lain yang menurut Hurlock (2013) juga mempengaruhi kreativitas, yaitu :

1. Jenis kelamin

Anak laki dan anak perempuan cenderung diberikan perlakuan yang berbeda, anak laki-laki cenderung diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh lingkungan dan teman sebayanya untuk lebih mengambil resiko dan di dorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih menunjukan orisinalitas dan inisiatif. Sehingga laki-laki cenderung memiliki dan menunjukan kreativitas yang lebih menonjol dibanding perempuan, terutama setelah masa kanak-kanak.

2. Status sosial ekonomi

Anak dengan status sosial yang lebih tinggi memiliki lebih banyak kesempatan dan fasilitas untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sehingga anak dengan status sosial yang lebih tinggi cenderung memiliki kreativitas yang lebih tinggi dibanding anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah.

3. Urutan kelahiran

Anak tunggal mungkin cenderung kurang kreatif dibandingkan dengan anak yang lahir di tengah, belakang maupun anak tunggal, hal ini disebabkan karena umumnya anak pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan dari orangtuanya, tekanan ini akan menjadikan anak menjadi penurut daripada pencipta.

4. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil dimana jika semua kondisi sama akan memiliki kreativitas yang lebih tinggi dibanding anak dari keluarga besar, karena di dalam keluarga besar mendidik anak dengan cara yang otoriter dan kondisi sosioekonomi yang kurang baik mungkin akan lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.

5. Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan

(17)

8

perkotaan. Hal tersebut ditunjang dengan penelitian Lembright dan Yamamoto yang menjelaskan bagaimana hasil skor pada tes kreativitas pada anak pedesaan dan anak kota. 6. Intelegensi

Anak yang memiliki intelegensi yang lebih tinggi akan lebih kreatif dibandingkan dengan anak yang memiliki intelegensi lebih rendah, mereka memiliki lebih banyak ide-ide, gagasan-gagasan serta merumuskan lebih banyak penyelesaian yang baru dalam menyelesaikan dan menangani permasalahan.

Tahap-Tahap Perkembangan Kreativitas

Menurut Cropley (1999), perkembangan kreativitas ada 3 tahap yaitu : a. Tahap Prekonvensional (Preconventional phase)

Tahapan ini terjadi pada saat individu berusia 6-8 tahun, dimana pada tahap ini individu menunjukan spontanitas dan emosional ketika menghasilkan suatu karya. Kemudian mengarah menuju hasil yang aestetik dan menyenangkan. Pada masa ini individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa mempedulikan aturan-aturan dan batasan-batasan dari luar.

b. Tahap Konvensional (conventional phase)

Tahapan ini terjadi ketika individu berada pada usia 9-12 tahun, dimana pada tahapan ini kemampuan berfikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga hasil karya individu pada masa ini menjadi cenderung kaku, selain hal tersebut pada tahapan ini kemampuan kritis dan evaluatif individu juga berkembang.

c. Tahap Poskonvensional (postconventional phase)

Tahapan ini terjadi ketika individu berada pada usia 12 tahun keatas. Pada tahapan ini individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan menurut batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional yang dianut di lingkungannya.

Bermain game

Menurut Hurlock (2013) bermain adalah setiap kegiatan atau aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan yang dihasilkannya, tanpa mempedulikan hasil akhirnya serta dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan serta kewajiban dari luar. Bermain terdiri atas pengulangan sekedar untuk kesenangan fungsional. Bermain merupakan suatu kegiatan yang dibutuhkan oleh anak-anak, remaja, maupun orang dewasa dengan porsi yang berbeda-beda. Bermain memiliki fungsi yang sangat luas, karena dengan bermain seseorang dapat mengembangkan fisik, motorik, sosial, emosi, kognitif, bahasa, perlaku, ketajaman indra, melepaskan ketegangan, terapi (fisik, mental, maupun gangguan perkembangan lainnya), serta mengembangkan daya cipta (kreativitas). Jadi bermain merupakan suatu kegiatan yang dibutuhkan baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak untuk mendapatkan kesenangan serta dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan dirinya termasuk kreativitasnya.

(18)

9

matematika, dan motorik namun video game juga memiliki dampak negatif (violent video games) dapat meningkatkan agresifitas tetapi sekaligus meningkatkan kemampuan fokus terhadap gambar (visual attention), video game memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap anak-anak tergantung penggunaannya (Gentile & Anderson, 2006). Menurut Silvern, saat anak bermain komputer, anak-anak belajar cara berfikir yang baru (dalam Papalia dkk, 2008). Jadi video game adalah salah satu jenis permainan yang berbasis teknologi yang menghibur dan menyenangkan menggunakan media komputer yang dapat mengembangkan potensi-potensi seseorang namun tetap memiliki dampak negatif jika salah mempergunakannya/berlebihan dalam menggunakannya. Jadi video game termasuk dalam game komputer. Pada penelitian ini yang dimaksud bermain game adalah bermain video game menggunakan media komputer dimana game yang dipilih adalah game Spore.

Tipe Permainan Video Game

Terdapat beberapa tipe/jenis video game menurut Lee, dkk (2014) yaitu : (1) Action : Di dalam jenis ini banyak unsur aksi yang membutuhkan respon yang tanggap dan cepat dari pemainnya, serta game ini dibuat agar pemain merasakan seolah-olah dirinya berada dalam situasi dan kondisi seperti di dalam game. (2) Adventure: Di dalam game jenis ini pemain diharuskan melakukan eksplorasi secara luas untuk memecahkan misteri yang terdapat di dalam game tersebut, biasanya pemain dituntut mengumpulkan atau menemukan suatu benda untuk memecahkan misteri atau menjawab teka-teki yang diberikan di dlam game. (3) RPG (Role Play Game): Di dalam game jenis ini pemain mengembangkan dan mengendalikan karakternya untuk menjadi lebih kuat, biasanya di dalam game ini terdapat banyak komponen naratif. (4) Puzzle: Di dalam game jenis ini fokus pada proses pemecahan teka-teki, seperti menyususn balok, menyamakan warna, memecahkan perhitungan matematika, maupun melewati labirin. (5) Racing: Di dalam game ini pemain diberikan kesempatan untuk mengemudikan kendaraan yang diinginkan sesuai yang disediakan oleh game tersebut, serta setiap pemain memiliki target untuk mencapai garis finish yang telah ditentukan di dalam game. (6) Shooter: Di dalam game ini menuntut pemain memiliki reflek serta kordinasi mata dan tangan yang baik, serta timing yang tepat. Inti dari permainan ini adalah menembaki musuh hingga lawan mati. (7) Simulation: Di dalam jenis game ini pemain diberikan keadaan atau situasi dimana biasanya pemain diminta untuk menyelesaikan suatu masalah seperti membangun, mendirikan, bertahan hidup dengan dana atau sumber daya yang terbatas. Genre game ini biasanya menggambarkan dunia virtualnya semirip mungkin dengan dunia nyata. (8) Sport: Di dalam game jenis ini sudah jelas seputar olahraga. Game ini biasanya dibuat serealistis mungkin, walaupun biasanya ada yang menambahkan unsur fiksi. (9) Strategy: Di dalam game jenis ini pemain dituntut memikirkan strategi untuk setiap langkah yang dibuatnya dengan hati-hati dan terencana, kebanyakan game strategi merupakan game yang butuh waktu lebih lama dibanding jenis game yang lain ketika memainkannya. (10) Fighting: Di dalam game ini pemain mengendalikan karakter pilihannya untuk melawan dan bertarung sampai nyawa musuh habis.

Rating Video Game

(19)

10

permainan apa yang cocok sesuai dengan usia anaknya, begitupula dengan anak tersebut mampu memlih permainan yang sesuai dengan tingkat usianya. ESRB memiliki tingkatan rating yang ditunjukan dengan simbol-simbol yang terdapat pada kemasan game tersebut, yaitu : (1) Early Childhood (eC): Game yang memiliki rating ini dapat dimainkan oleh anak berusia di atas 3 tahun, karena muatan materi dalam game ini memang didesain untuk anak-anak sehingga sangat aman untuk anak. (2)Everyone (E): Game yang memiliki rating ini dapat dimainkan oleh anak berusia lebih dari 6 tahun, isi dari game ini berisi sedikit humor, khayalan, dan sedikit kekerasan. (3) Everyone +10 (E10+): Game yang memiliki rating ini dapat dimainkan oleh anak berusia 10

tahun keatas, dalam rating ini hampir sama dengan rating E sebelumnya hanya saja dalam game yang memiliki rating ini mengandung kekerasan dan imajinasi sedikit lebih banyak. (4) Teen (T): Game yang memiliki rating ini dapat dimainkan oleh anak berusia 13 keatas, karena ini dari game ini biasanya banyak mengandung kekerasan, penggunaan kata-kata kasar, gambaran darah, maupun bentuk bertaruhan. (5) Mature (M): Game yang memiliki rating ini dapat dimainkan oleh remaja berusia 17 tahun keatas, karena tingkat kekerasan dan kesadisan yang tinggi, serta kata-kata yang kasar yang kadang juga mengandung unsur seksualitas. (6) Adults Only (Ao): game dengan rating ini hanya boleh dimainkan oleh orang yang sudah berusia 18 tahun keatas. Karena pada game ini biasanya terdapat tingkat kekerasan dan pornografi yang paling tinggi. (7) Rating Pending (RP): game yang memiliki rating ini berari belum memiliki klasifikasi penilaian yang resmi dari ERSB.

Bermain Game Spore dan Kreativitas Figural

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di dalam latar belakang dan kajian teori, dari sana dapat dilihat kaitan antar kedua variabel tersebut. Kreativitas figural sendiri dimiliki oleh setiap individu di dunia ini dimana kreativitas figural adalah informasi dalam bentuk konkrit yaitu jenis kreativitas ini berguna untuk membantu seseorang dalam memecahkan masalah yang berbentuk konkrit, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan grafis, figur, bentuk, bangun, ruang, asosiasi bentuk, dan sebagainya. Kreativitas anak dapat dikembangkan melalui permainan konstruktif (Tusadiah, 2009). Menurut 85% orang tua mempercayai bahwa komputer dapat meningkatkan kretifitas anaknya (Lazaar, 2014). Kemudian menurut penelitian yang dilakukan oleh Gackenbach terdapat hubungan antara bermain game dan kreativitas figural (Gackenbach, 2012).

(20)

11

sebagainya. Kemudian pada aspek ketiga yaitu kelenturan adalah memiliki beragam ide atau gagasan, hal ini juga sesuai dengan aspek dalam game Spore yaitu pemain dituntut memiliki beragam ide dan strategi untuk menciptakan dan menggerakan karakter/avatarnya sehingga karakter/avatarnya mampu bertahan dan tidak mati dalam menghadapi rintangan dan lawan. Kemudian aspek yang keempat adalah orisinalitas yaitu kemampuan memberikan gagasan atau ide yang segar dan unik serta baru, hal ini juga sesuai dengan aspek game Spore yaitu pemain dituntut memiliki ide-ide baru yang segar serta unik dan menarik dalam menciptakan makhluknya sehingga karakter/avatar ciptaannya mampu bertahan hidup melewati beragam lawan dan rintagan serta karakter/avatarnya juga memiliki bentuk yang menarik dan indah sehingga dapat mencapai level tertingi. Selanjutnya aspek yang terakhir adalah elaborasi yaitu kemampuan seseorang dalam mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan atau ide hal ini sesuai dengan aspek pada game spore yaitu pemain mengembangkan serta memperkaya ide-idenya agar karakter Spore miliknya mampu berevolusi menjadi lebih baik dan kuat ketika menghadapi serangan musuh yang juga terus berkembang dan berevolusi.

Hipotesa

Bermain game Spore mampu meningkatkan kreativitas figural pada anak. METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian experiment dengan desain Randomized Matched Two-groups Design dimana terdapat dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kedua kelompok dibentuk melalui dua teknik kontrol yaitu randomisasi dan matching agar menjadi setara, kemudian kedua kelompok tersebut diberikan pretest dan postest namun untuk kelompok eksperimen diberikan perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan kemudian hasil dari pretest dan postest kedua kelompok tersebut dibandingkan dan dilihat perubahannya. Rancangan penelitian ini digambarkan pada tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Kelompok Rancangan Penelitian

R (KE) M : O1  X  O2

R (KK) M : O1  O2

Keterangan:

O1 = Pretest/pengukuran sebelum diberikan perlakuan/intervensi

X = Perlakuan/intervensi

O2 = Posttest/pengukuran setelah diberikan perlakuan/intervensi

(21)

12 Subjek Penelitian

Subjek yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 80 anak-anak yang berusia 10-11 tahun yang nantinya akan disaring menjadi 20 subjek yang berada pada SD Muhammadiyah I Malang (10 untuk kelompok eksperimen dan 10 sisanya untuk kelompok kontrol). Pengambilan subjek ini menggunakan teknik Purposive sampling karena subjek yang dipergunakan dalam penelitian ini memiliki ciri-ciri khusus/spesifik yang harus dipenuhi seperti jenis kelamin, tingkat kecerdasan (IQ), tingkat sosial ekonomi, ukuran keluarga, urutan kelahiran, lingkungan tempat tinggal (desa/kota). Jadi subjek yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 20 anak usia 10-11 tahun yang bersekolah di SD Muhammadiyah I Malang dimana 10 anak pada kelompok eksperimen harus memiliki karakteristik yang sama dengan 10 anak yang berada pada kelompok kontrol, yaitu memiliki jenis kelamin, tingkat IQ, sosial ekonomi, ukuran keluarga, urutan kelahiran, lingkungan tempat tinggal yang sama, sehingga subjek kelompok eksperimen homogen dengan subjek kelompok kontrol sehingga hasil penelitian akan semakin valid. Peneliti menggunakan 20 subjek karena penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dimana jumlah subjek yang dibutuhkan tidak banyak karena subjek harus memenuhi syarat seleksi sesuai dengan ketentuan penelitian. Dipilihnya anak usia 10-11 tahun adalah karena pada usia ini anak-anak memasuki tahapan konvensional pada perkembangan kreativitasnya, dimana pada tahapan ini kemampuan berfikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga hasil karya individu pada masa ini menjadi cenderung kaku, padahal pada masa ini kemampuan kritis dan evaluatif individu sedang berkembang. Selain hal tersebut dipilihnya anak berusia 10-11 tahun adalah karena pada usia ini pada umumnya anak telah mampu mengoprasikan komputer dengan baik dan benar serta memiliki kemampuan yang cukup untuk memainkan game Spore ini karena rating dari game ini sendiri adalah untuk anak usia minimal 10 tahun, sehingga ketika penelitian ini berlangsung peneliti tidak menjumpai kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan yang bersifat teknis karena usia, pemahaman maupun kemampuan subjek yang kurang. Kemudian karena pada usia ini ada anak-anak yang telah puber (remaja) maka peneliti akan memastikan subjek yang terpilih belum mengalami puber (menstruasi/mimpi basah) dengan kata lain masih anak-anak. Variable dan Instrumen Penelitian

Variable dari penelitian ini ada dua yaitu variable bebas (X) dan variable terikat (Y). Variable bebas (X) dari penelitian ini adalah bermain game Spore dan variable terikatnya (Y) adalah kreativitas figural.

Kreativitas figural adalah kreativitas 20 anak usia 10-11 tahun yang bersekolah di SD Muhammadiyah I Malang yang berbentuk konkrit dimana jenis kreativitas ini berguna untuk membantu anak tersebut dalam memecahkan masalah yang berbentuk konkrit, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan grafis, figur, bentuk, bangun, ruang, asosiasi bentuk, dan sebagainya.

(22)

13

Instrumen penelitian/alat tes yang digunakan di dalam penelitian ini untuk memperoleh data adalah Tes Kreativitas Figural (TKF). Pengukuran ini dilakukan dengan cara memberikan TKF saat sebelum (pretest) dan sesudah (postest) diberikan perlakuan/proses intervensi. Test Kreativitas Figural (TKF) sendiri disusun oleh S.C.Utami Munandar (1988) yang berdasarkan pada teori kreativitas milik E.P. Torrance. TKF memiliki sejumlah lingkaran dimana peserta diminta untuk membuat gambar dari lingkaran tersebut selama 10 menit. Adapun aspek-aspek yang dimiliki oleh TKF yaitu Kelancaran, Fleksibilitas, Orisinalitas, Elaborasi, dan berfikir kreatif aspek-aspek ini juga berdasarkan kepada aspek-aspek kreativitas pada umumnya khususnya milik Torrance.

Content validity telah di uji dan dinilai oleh para ahli. Construct validity, internal consistency, dan retest reliability dari alat test ini telah ditentukan berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar. Validitas TKF sendiri memiliki korelasi 0,47 (signifikan pada 0,01) antara skor Tes Kreativitas Verbal (TKV) dan Tes Kreativitas Figural (TKF) sehingga dari hasil ini dapat dikatakan bahwa TKF valid untuk mengukur kreativitas. Kemudian untuk reliabilitasnya TKF diuji interscorer reliability dengan cara menghitung koefisien korelasi antara skor penilai yang berpengalaman dan skor penilai yang belum berpengalaman dalam menggunakan TKF dan diperoleh skor korelasi antara 0,86 sampai 0,99. Selanjutnya untuk retest reliablity dari TKF diperoleh nilai sebesar 0,76 (fluency), 0,63 untuk (flexibility), dan 0,79 untuk (originality), dan dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa TKF memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

Prosedur dan Analisa Data

Secara umum, penelitian dan intervensi/eksperimen ini memiliki tiga prosedur utama sebagai berikut :

Tahap pertama adalah persiapan dimana peneliti melakukan pendalaman materi dan mendalami alat test TKF. Peneliti melakukan pendalaman mengenai kreativitas dan mengenai game Spore itu sendiri. Kemudian peneliti meminta ijin untuk melakukan penelitian, melakukan asessmen awal berupa pengelompokan subjek yang sesuai dengan syarat penelitian dengan cara mengelompokan jenis kelamin, pengelompokan IQ menggunakan alat tes CFIT 2 A, tingkat sosial ekonomi, ukuran keluarga, urutan kelahiran, lingkungan tempat tinggal (desa/kota), selanjutnya subjek dipilih dan dikelompokan menjadi dua kelompok sejumlah masing-masing 10 subjek setiap kelompok yang nantinya akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana kedua kelompok ini harus bersifat homogen/setara/memiliki karakteristik yang sama. Kemudian setelah mendapatkan kelompok yang sesuai peneliti memberikan alat tes TKF untuk memperoleh skor pretest serta meminta ijin untuk menginstal game spore dan menggunakan lab komputer sekolah. Sebelum melakukan pretest 20 peserta yang terpilih dan orangtua atau walinya diminta untuk menandatangani informed consent jika bersedia turut serta dalam penelitian ini dari awal hingga akhir sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh peneliti.

(23)

14

dan sebagainya), serta penjelasan prosedur yang akan dijelaskan lebih lanjut di dalam modul penelitian, hal ini hanya dilakukan pada kelompok eksperimen. Kemudian selanjutnya peneliti memulai melakukan intervensi kepada kelompok eksperimen yaitu para subjek bermain game Spore selama 60 menit sehari sampai pada hari ke empat. Kemudian pada hari keempat merupakan terminasi proses bermain game Spore, yaitu peneliti beserta para subjek menutup kegiatan bermain game kemudian peneliti melaksanakan posttest kepada semua subjek yang berjumlah 20 orang, yaitu meminta para subjek untuk mengisi alat test TKF untuk memperoleh skor akhir. Proses intervensi berakhir pada proses feedback dimana peneliti melakukan beberapa peninjauan dan memberikan nasihat-nasihat untuk para subjek intervensi kemudian para subjek memberikan kritik dan saran bagi peneliti.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 20 subjek yang memiliki 6 faktor yang homogen, dalam hal ini para subjek harus homogen dengan pasangannya. Dimana 20 subjek tersebut diperoleh dari seleksi yang dilakukan kepada 80 subjek. Seleksi pertama adalah mendapatkan subjek berusia 10-11 tahun sebanyak 80 subjek, kemudian dilakukan tes kecerdasan dan memberikan angket kepada guru untuk mengetahui dan mengelompokkan para subjek sesuai dengan 6 faktor yang mempengaruhi kreativitas. Peneliti memberikan instruksi dan skoring sendiri untuk alat tes CFIT 2A dan tes TKF. Oleh karena itu sebelum menggunakan data hasil tes CFIT 2A dan TKF peneliti meminta bantuan kepada dosen pembimbing skripsi untuk melakukan professional judgement untuk mengecek validitas dan kebenaran hasil skoring alat tes. Setelah mendapatkan semua data peneliti mencari subjek-subjek yang memiliki faktor yang sama persis/homogen sebanyak 10 pasangan.

Kemudian tahap yang terakhir yaitu yang ketiga adalah tahap analisa dimana peneliti menganalisa data hasil dari keseluruhan proses intervensi. Data-data yang telah diperoleh dari hasil pretest dan postest diinput dan diolah menggunakan program SPSS ver. 21, yaitu analisis statistik Paired sample t-test terhadap gain score (selisish antara pretest dan posttest) untuk mengetahui apakah VB (variabel bebas) berpengaruh terhadap VT (variabel terikat). Setelah itu peneliti membahas keseluruhan hasil analisa dengan menggunakan data-data penunjang hasil observasi dan interview. Kemudian yang terakhir peneliti mengambil kesimpulan penelitian.

HASIL PENELITIAN

(24)

15

berjumlah 10 subjek dan setiap subjek kelompok eksperimen memiliki pembanding yang seimbang/sebanding di kelompok kontrol.

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian

Kriteria Kategori Kelompok

Eksperimen

Kelompok Kontrol

Usia Anak-anak 10-11 tahun 10-11 tahun Skor kecerdasan Rata-rata 7 anak 7 anak

Rata-rata atas 3 anak 3 anak Jenis kelamin Laki-laki 6 anak 6 anak Perempuan 4 anak 4 anak

Peneliti kemudian melakukan pretest menggunakan alat tes kreativitas figural untuk mengetahui skor kreativitas subjek sebelum memberikan perlakuan bermain game Spore. Setelah pemberian perlakuan peneliti memberikan post test menggunakan alat tes yang sama untuk mengetahui perbedaan skor/selisih skor antara post test dan pretest (gain score) setiap subjek.

Tabel 3. Hasil Pretest dan Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Nomer pasangan

KELOMPOK EKSPERIMEN KELOMPOK KONTROL Gain Score

(Posttest-Pretest)

Pretest Post test Pretest Post test

CQ Kategori CQ Kategori CQ Kategori CQ Kategori Eksperimen Kontrol

(25)

16 Tabel 4. Hasil Analisis Paired Sample t-test Data Gain Score

Mean t Sig. (2-tailed)

KE-KK 16,200 4,351 0,002

Berdasarkan hasil tabel di atas mean 16,200 bersifat positif hal ini menyatakan bahwa rata-rata gain score kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan gain score kelompok kontrol. Hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan skor kreativitas pada kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan bermain game Spore.

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test pada tabel 5 diperoleh hasil nilai p < 0,05 (p = 0,002) dan T-hitung > T-tabel (4,351 > 1,83). Hasil tersebut membuktikan adanya perbedaan perubahan skor kreativitas yang signifikan antara kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan bermain game Spore dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun. Dari data di atas diketahui bahwa terdapat kenaikan skor kreativitas figural yang lebih tinggi pada kelompok eksperimen yang telah diberikan perlakuan bermain game Spore dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun.

Dari hasil data yang diperoleh terdapat dua subjek dari kelompok kontrol yang mengalami peningkatan signifikan seperti yang di alami para subjek pada kelompok eksperimen. Hal ini terjadi dikarenakan tingkat skor IQ kedua subjek berada pada rata-rata atas (high average) sehingga ketika dilakukan post test 4 hari berikutnya subjek dapat mengingat gambar yg telah dibuatnya kemarin dengan cepat dan sisa waktu yang ada digunakan subjek untuk menambah gambar lagi. hal ini membuat nilai kreativitas subjek lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat pre test, karena adanya penambahan gambar yg tentu saja juga akan berdampak pada skor yg bertambah.

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan yaitu bermain game Spore mampu meningkatkan kreativitas figural pada anak dalam penelitian ini dapat diterima. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa tingkat kenaikan skor kreativitas figural kelompok eksperimen jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

DISKUSI

Pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat peningkatan kreativitas figural pada anak-anak usia 10-11 tahun yang bermain game Spore. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan peningkatan skor kreativitas figural pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan bermain game Spore. Dimana peningkatan skor kreativitas figural kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil dari uji analisis paired sample t-test pada gain score kedua kelompok yang menunjukan peningkatan signifikan pada kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan.

(26)

17

ini dengan baik dan mampu membuat kombinasi-kombinasi baru yang sangat berbeda-beda disetiap sesi. Kemudian hasil-hasil karya para subjek juga sangat unik, dimana disetiap selesai membuat sebuah karya subjek diminta untuk menceritakan kepada peneliti mengenai deskripsi hasil karyanya tersebut dan kemudian diberikan pertanyaan-pertanyaan seperti untuk “apa bagian

ini?” atau “kenapa kamu pasang disini?” dan lain-lain.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjek yang memiliki kategori anak-anak dimana menurut Hurlock (2013) anak-anak adalah individu yang berusia antara 2-12 tahun. Namun pada penelitian ini subjek yang dilibatkan adalah anak-anak usia 10-11 tahun, karena rating dari game yang digunakan dalam penelitian ini yaitu game Spore adalah Everyone +10 (E10+) sesuai dengan standar ESRB (The Entertaiment Software Rating Board) yaitu lembaga

yang mendesain penilaian terhadap setiap Software dan video game sebelum di pasarkan. Arti dari Everyone +10 (E10+) yaitu game Spore ini telah terbukti aman dan ditujukan untuk anak usia

10 tahun keatas. Dimana konten-konten imajinatif, kekerasan, visual, kontrol, suara dan alur cerita yang berada di dalam game tersebut memang sesuai untuk anak yang memiliki usia minimal 10 tahun.

Seperti halnya fisik seseorang yang secara bertahap mengalami perkembangan begitu pula dengan kreativitasnya. Menurut Cropley (1999) Kreativitas seseorang berkembang melalui 3 tahap yaitu Prekonfensional terjadi pada usia 6-8 tahun, konfensional pada 9-12 tahun, dan poskonfensional pada 12 tahun keatas. Sebagaimana menurut teori perkembangan kreativitas yang dikemukakan oleh Cropley (1999) bahwa pada usia10-11 tahun individu sedang berada pada fase konfensional yaitu kemampuan berfikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga hasil karya individu pada masa ini menjadi cenderung monoton dan kaku, padahal pada usia ini kemampuan berfikir kritis dan evaluatif individu sedang berkembang.

Ditinjau dari tahapan kreativitas individu pada usia ini dimana kemampuan berfikir kreatif seseorang sangat dibatasi oleh aturan-aturan yang diberikan oleh orang sekitarnya terutama guru dan orang tuanya sehingga hasil karya individu pada masa ini cenderung kaku dan monoton sedangkan kemampuan berfikir kritis dan evaluatif seseorang sedang berkembang pada masa ini. Maka dengan menggunakan media video game dalam hal ini game komputer berjudul Spore anak-anak diberikan tempat untuk mengembangkan kreativitasnya dengan cara yang menyenangkan, karena seperti yang dikatakan dalam teori bahwa pada masa anak-anak adalah masa dimana individu belajar melalui bermain. Selain menyenangkan anak-anak menjadi lebih bebas dan kreatif dalam bereksplorasi karena hasil karya mereka tidak dinilai dan mereka hanya diminta untuk membuat sebuah karya untuk mereka ceritakan kepada peneliti setelah hasil karyanya selesai.

(27)

18

karakteristik yang ditentukan oleh peneliti, misalkan membuat kendaraan luar angkasa yang bisa berjalan juga di darat, laut, udara. Hasilnya sendiri sangat beragam dan kreatif para subjek mampu membuat kendaraan tersebut tanpa kesulitan, namun ketika subjek diminta menceritakan karyanya ada beberapa subjek yang membuat kendaraan yang menurut deskripsi mereka tidak bisa berjalan di laut, darat, udara, dan lain-lain. Hal ini menyalahi perintah dari peneliti namun memang tujuan dari penelitian ini adalah para subjek mampu mengeksplorasi kreativitasnya sebebas-bebasnya dan semaksimal mungkin.

Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa memperdulikan hasil akhir serta dilakukan secara sukarela tanpa tekanan dari luar (Hurlock, 2013). Salah satu kegiatan bermain adalah bermain video game/game komputer, video game merupakan salah satu permainan yang cukup populer dan digemari semua orang saat ini terutama anak-anak. Video game memiliki pengaruh yang besar terhadap anak-anak tergantung dari penggunaannya (Gentile & Anderson, 2006). Bermain game sendiri dapat meningkatkan banyak potensi dalam diri manusia salah satunya adalah seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya bahwa persepsi dan kognitif seseorang yang meningkat setelah bermain brain game. Namun dalam penelitian ini tidak semua jenis game dapat meningkatkan kemampuan kognitif seseorang. Kesalahan paling sering yang dilakukan seorang peneliti ketika mendiskusikan mengenai video games adalah menyatukan semua jenis video games menjadi satu kategori, sedangkan video game sendiri memiliki banyak kategori bahkan memiliki banyak sub-kategori yang sangat berbeda-beda satu sama lain (Green & Seitz, 2015). Kemudian video game juga dapat meningkatkan kemampuan bahasa, membaca, matematika, dan motorik (Gentile & Anderson, 2006). Banyak dampak positif yang di dapat dari bermain game disamping dampak negatif yang selama ini selalu menjadi bahasan utama mengenai bermain video game. Dampak positif dalam bermain game dapat diperoleh selama saat bermain game tidak berlebihan dan melakukan pemilihan game yang sesuai dengan kategori dan rating usia pemain. Karena seperti halnya bermain sendiri secara teoritis merupakan suatu kegiatan yang dibutuhkan oleh anak-anak, remaja maupun dewasa namun dengan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan usia. Begitupula dengan bermain video game, unsur-unsur seperti tingkat imajinatif, kekerasan, alur cerita, visual dan tingkat kesulitan sudah ditentukan melalui rating dan kategori yang tertulis dan rating tersebut sudah dikelompokkan sesuai dengan usia yang diperbolehkan memainkan game tersebut. Sehingga diharapkan setiap individu yang memainkan game tersebut mendapatkan porsi yang sesuai dengan usianya, dengan kata lain bermain sesuai porsinya seperti yang dikatakan dalam teori. Hal ini sendiri untuk menghindari dampak-dampak negatif yang ditimbulkan game itu sendiri.

(28)

19

menunjukan ada kenaikan skor kreativitas setelah diberikan metode intervensi berupa permainan kooperatif-kreatif ini. Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa metode bermain dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas anak-anak, selain itu dengan menggunakan metode bermain anak-anak akan lebih menyukainya karena bersifat mudah, menyenangkan, dan menarik.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

(29)

20 REFERENSI

Beck, J. C., Wade, M. (2004). Got Game: How the Gamer Generation is Resbaping Business Forever. Harvard Business School Press.

Carmen, V. R., Kevin, O., Jennifer M.P. (2009). The Effectiveness Of Casual Video Games in Improving Mood and Decreasing Stress. Journal of Cyber Therapy & Rehabilitation, 2 (1). Virtual Reality Medical Institute.

Cropley, A. J. (1999). Definitions of Creativity. (ed.) Encyclopedia of Creativity, San Diego: Academic Press.

Entertainment Software rating Board. “ESRB Ratings Guide”.

http://www.esrb.org/ratings/ratings_guide.aspx. Diunduh pada tanggal 13 Desember 2015. Gackenbach, J., Dopko, R., (2012). The relationship between video game play, dream

bizarreness, and creativity. Canada. Department of Psychology, Grant MacEwan University, Edmonton.

Garaigordobil, Maite., (2006). Intervention in Creativity With Children Aged 10 and 11 Years: Impact of a Play Program on Verbal and Graphic-Figural Creativity. Creativity Research Journal, 18 (3). University of the Basque Country.

Gentile, D.A., Anderson, C.A (2006). Video Games. (ed) Encyclopedia of Human Development 3, 1303-1307. Thousand Oaks: Sage Publication.

Green, Shawn, Seitz, Aaron R., (2015). The Impact of Video Games on Cognition (and How the Government Can Guide the Industry). Behavioral and Brain Sciences, 2 (1), 101-110. Thousand Oaks: Sage Publication.

Gunter, B. (1998). The Effect of Video Game on Children: The Myth Unmasked. England: Sheffield Academic Press.

Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak jilid 1. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E. B. (2013). Perkembangan Anak jilid 2, cetakan ke-6. Jakarta: Erlangga

Lee, J. H., Karlova, N., Clarke, R. I., Thornton, K., & Perti, A. (2014). Facet Analysis of Video Game Genres. In iConference 2014 Proceedings, 125–139.

Malahayati, Dara, (2012). “ Kebiasaan Bermain Video Game Dengan Tingkat Motivasi Belajar

Pada Anak Usia Sekolah”. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

(30)

21

Munandar, Utami. (1988). Laporan Penelitian Standarisasi Tes Kreativitas Figural. Jakarta: Universitas Indonesia.

Munandar, Utami.(2012).Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.Jakarta: Rineka Cipta Papalia, D.E., Old, S.W., Feldman, R.D. (2008). Human Development. Jakarta: Kencana Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi B.N. (2014). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks

Stošić, Lazaar, Irena Stošić., (2014). Impact of Computers on The Creativity of Children. (IJCRSEE) International Journal of Cognitive Research in Science, 2 (2).

Tsai, Kuan C., 2012. Play, Imagination, and Creativity: A Brief Literature Review. Journal of Education and Learning, 1 (2).

Tusadiah, Nurul Halimah, (2009). “Efektivitas Permainan Konstruktif dalam Meningkatkan

(31)

22

(32)

23

Lampiran I

Hasil Test Kecerdasan (CFIT 2A)

Subjek Skor IQ (CFIT 2A)

Subjek Skor IQ (CFIT 2A)

Subjek Skor IQ (CFIT 2A)

Subjek Skor IQ (CFIT 2A)

1 114 21 111 41 84 61 93

2 114 22 113 42 82 62 119

3 103 23 113 43 92 63 78

4 97 24 - 44 109 64 98

5 92 25 115 45 114 65 69

6 92 26 86 46 78 66 68

7 93 27 92 47 89 67 87

8 103 28 98 48 68 68 89

9 100 29 117 49 86 69 114

10 95 30 93 50 87 70 92

11 92 31 105 51 114 71 81

12 100 32 93 52 114 72 116

13 119 33 97 53 89 73 113

14 112 34 81 54 98 74 109

15 116 35 124 55 95 75 82

16 119 36 116 56 111 76 112

17 105 37 97 57 113 77 105

18 98 38 98 58 114 78 103

19 93 39 105 59 92 79 100

(33)
(34)

25

Lampiran III

Hasil

Pretest, Postest, dan Gain Score

Nomer pasangan

KELOMPOK EKSPERIMEN KELOMPOK KONTROL Gain Score

(Posttest-Pretest)

Pretest Post test Pretest Post test

SKOR CQ

Kategori SKOR CQ

Kategori SKOR CQ

Kategori SKOR CQ

Kategori Eksperimen Kontrol

1 117 T 138 ST 108 SA 120 T 21 12

2 84 R 105 SA 104 SA 115 T 21 11

3 96 SB 102 SA 125 T 106 SA 6 -19

4 96 SB 110 T 97 SB 99 SB 14 2

5 104 SA 129 T 126 T 124 T 25 2

6 98 SB 131 ST 103 SA 108 SA 33 5

7 95 SB 111 T 102 SA 108 SA 16 6

8 114 T 117 T 93 SB 93 SB 3 0

9 99 SB 134 ST 118 T 115 T 35 -3

10 104 SA 123 T 101 SA 106 SA 19 5

(35)

26

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

(36)

27

Lampiran V

(37)
(38)

MODUL EKSPERIMEN PSIKOLOGI

“PENGARUH BERMAIN GAME

SPORE TERHADAP KREATIVITAS

FIGURAL ANAK”

Dosen Pengampu: Yuni Nurhamida S.Psi, M. Si Siti Maimunah S.Psi, MA

Disusun Oleh:

Nathaneal Estevan (201210230311243)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(39)

1 MODUL

Pengaruh Bermain Game Spore Terhadap Kreativitas Figural Anak

A. Pengaruh Bermain Game Spore Terhadap Kreativitas Figural Anak

Kreatifitas adalah salah satu hal yang penting dalam diri manusia, dimana dengan menggunakan kreatifitasnya manusia mampu menemukan berbagai solusi untuk menyelesaikan masalahnya, semakin tinggi kreatifitas seseorang maka akan semakin banyak solusi yang mampu dia pikirkan untuk menyelesaikan masalahnya tersebut. Kreatifitas figural itu sendiri adalah untuk membantu anak dalam memecahkan masalah yang berbentuk konkrit, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan grafis, figur, bentuk, bangun, ruang, asosiasi bentuk, dan sebagainya.

Orang yang memiliki kreatifitas figural yang baik akan mampu berfikir kreatif yaitu kemampuan untuk membuat kombinasi yang baru dari unsur-unsur yang tersedia tercermin dari kelancaran yaitu kempuan seseorang dalam berfikir dan memberikan gagasan secara cepat, kelenturan yaitu kemampuan seseorang dalam memberikan gagasan-gagasan atau ide yang beragam, bebas dari perseverasi, orisinalitas yaitu kemampuan seseorang dalam memberikan gagasan atau ide yang secara statistik merupakan sesuatu yang langka dan unik pada suatu populasi tertentu, serta kemapuan seseorang dalam melihat hubungan-hubungan baru, membuat kombinasi baru dari beragam unsur/bagian, semakin banyak unsur yang digabungkan semakin orisinal pemikiran individu tersebut, serta elaborasi yaitu kemampuan seseorang dalam mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan atau ide.

Dalam teori perkembangan telah dijelaskan bahwa pada masa anak-anak merupakan masa yang di dominasi oleh bermain, anak-anak sangat senang bermain. Menurut Hurlock (2013) Bermain merupakan suatu kegiatan yang dibutuhkan baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak untuk mendapatkan kesenangan serta dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan dirinya termasuk kreatifitasnya.

(40)

2

kepemimpinan, kemampuan fokus terhadap gambar (visual attention), kemampuan membaca, matematika, dan motorik namun tetap memiliki dampak negatif jika salah mempergunakannya/berlebihan dalam menggunakannya (addictive, agrasivitas, dsb). video game juga termasuk dalam game komputer. Permainan game computer khususnya dalam hal ini game Spore adalah game yang memiliki aspek-aspek seperti yang terdapat dalam aspek-aspek kreatifitas figural yaitu aspek berfikir kreatif (creativity), kelancaran (fluency), kelenturan (fleksibility), orisinalitas (originality), dan elaborasi (elaboration) di dalam unsur permainannya.

B. Sasaran

Terdiri dari 80 anak yang nantinya akan disaring sesuai dengan kebutuhan penelitian (Intelegensi, status sosial, ukuran keluarga, desa/kota, urutan kelahiran, jenis kelamin) yang terdiri dari 20 anak usia 10-11 tahun yang dibagi menjadi 2 kelompok yang bersifat homogen yaitu 10 anak kelompok eksperimen dan 10 anak kelompok kontrol.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah unsur bertahan hidup dengan cara membuat dan memodifikasi serta mengembangkan karakter dalam game seperti contohnya dalam game Spore ini dapat meningkatkan kreatifitas khususnya kreatifitas figural anak-anak.

D. Alat bantu penelitian :

1. 10 buah Komputer dengan spesifikasi dan kelengkapan yang memadai (minimal CPU 2 ghz, VGA 128 mb, RAM 512 mb, Mouse, keyboard, monitor)

2. 10 buah kursi dan meja computer 3. 20 bangku dan meja kelas

4. Lembar informed consent E. Instrumen penelitian :

(41)

3 F. Prosedur dan Aturan Permainan

a. Prosedur Permainan Spore

1. Letak tempat duduk saat bermain game Spore

Ket : : PC : Subjek

Cara bermain game spore dalam penelitian ini adalah:

 Subjek diminta untuk memainkan game spore mulai dari stage 1 sampai dengan stage 2

 pada stage 1 adalah Cell Stage dimana para subjek diminta membuat sebuah karakter berukuran sel sesuai dengan kreatifitas mereka.

 Selama dalam stage 1 ukuran sel akan semakin besar dengan cara memakan sel lainnya yang lebih kecil atau dengan cara memakan tumbuhan yang ditemukan sepanjang permainan (tergantung karnivora, herbivora atau omnivora).

 Selama permainan subjek juga dapat menemukan bagian-bagian tubuh baru untuk dipasang dan di bentuk ke bagian tubuh sel/karakter. Setelah XP (experience point) sel telah penuh maka subjek bisa memilih untuk melanjutkan ke evolusi berikutnya Creature stage (stage 2) atau tetap di cell stage.

 Namun untuk permainan di penelitian ini subjek diminta naik ke stage 2. Pada stage 2 subjek akan menjadi sebuah karakter yang memiliki kaki, dimana sekarang permainan beralih ke daratan.

 Subjek berpetualang disebuah pulau dimana dalam pulau ini subjek diminta untuk melawan atau berteman dengan makhluk lainnya yang juga berada di pulau tersebut.

(42)

4

 Karakter subjek akan mendapatkan XP dengan cara melawan atau berteman dengan makhluk lainnya. Selama di permainan subjek akan mendapat part-part bagian tubuh semakin banyak dan beragam untuk di pasangkan ke tubuh

karakternya, agar karakternya semakin kuat dan memiliki keahlian khusus untuk bertahan hidup.

 Jika pada stage 2 sudah selesai/masuk pada treatment 2-4 subjek diminta untuk masuk pada mode create, dimana pada mode ini subjek diminta untuk membuat kreasi makhluk (creature creator), bangunan (rumah, pabrik, kantor), kendaraan darat, kendaraan laut, pesawat, pesawat luar angkasa (ufo) sesuai dengan kreatifitas pemainnya.

 Peneliti memberikan perlakuan kepada subjek setiap hari sampai hari ke 4 selama 60 menit per-sesi.

b. Peraturan Bermain game Spore

1. Sebelum memulai bermain para subjek (orangtua atau wali murid) wajib menandatangani informed consent

2. Kelompok kontrol hanya diwajibkan mengikuti sesi pretest dan postest

3. Kelompok eksperimen diharuskan mengikuti seluruh sesi mulai dari pretest, bermain game, sampai dengan posttest

4. Para subjek diharuskan mengikuti seluruh instruksi dan peraturan yang diberikan oleh peneliti selama bermain game

5. Para subjek serta peneliti diharuskan tepat waktu dalam kehadiran 6. Setiap subjek harus memiliki durasi waktu bermain yang sama

7. Subjek dianggap gugur jika tidak mengikuti semua prosedur dan aturan bermain dengan benar sesuai dengan keputusan peneliti

8. Subjek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diharuskan bersifat homogen (memiliki kesamaan rentang IQ, sosial ekonomi, urutan kelahiran, ukuran keluarga, lingkungan kota/pedesaan, serta jenis kelamin)

9. Subjek pada kelompok kontrol tidak diperbolehkan bermain game selama 4 hari atau selama masa penelitian

Gambar

Tabel 4. Hasil Analisis Paired Sample t-test Data Gain Score ...............................................
Tabel 1. Rancangan Penelitian
Tabel 3. Hasil Pretest dan Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Tabel 4. Hasil Analisis Paired Sample t-test Data Gain Score
+4

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat perbedaan kadar kuersetin ekstrak daun dan akar tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens [Lour.] Merr.) pada kultivasi hidroponik sistem DFT dan

Media pembelajaran tersedia sesuai kebutuhan pengguna, dapat diakses oleh program studi dengan sangat mudah, memiliki kualitas dan sistem perawatan yang cukup baik.

Makin keatas, suhu yang terdapat dalam kolom fraksionasi tersebut makin rendah, sehingga setiap kali komponen dengan titik didih lebih tinggi akan terpisah, sedangkan

4.3. Menunjukkan contoh pelaksanaan Tri Kaya Parisudha dalam kehidupan

Kelima kebijakan prioritas tersebut adalah: (1) Pemberantasan pencurian kayu dari hutan Negara dan pedagangan kayu illegal; (2) Revitalisasi sektor kehutanan (khususnya

ULP Biddokkes Polda Bali akan melaksanakan Pelelangan Sederhana Sistem Harga Satuan dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang secara elektronik

Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa industri tekstil dan garmen yang sahamnya dimiliki oleh investor asing belum dapat melaksanakan pengendalian

Pada media MCA didapatkan pertumbuhan koloni yaitu memiliki ciri-ciri koloni sedang besar, smooth, menjalar atau tidak, jika menjalar permukaan oloni rought (kasar). Koloni