• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA (LAYANAN RAKYAT SERTIFIKASI ATAS TANAH) DI KOTA PADANG SIDIMPUAN (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Studi untuk memperoleh gelar Sarjana (S1)

Dalam bidang studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

NURHOLIJAH SIREGAR 110903022

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Nurholijah Siregar

Nim : 110903022

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

Medan 31 Maret 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara

Arlina SH, M.,Hum

NIP:195603041977102001 NIP: 19640108199121001 Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Dekan,

FISIP USU MEDAN

NIP:

(3)

ABSTRAK

Judul : Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor BPN Kota Padangsidimpuan)

Nama : Nurholijah Siregar N I M : 110903022

Corak permasalahan yang biasa terjadi pada Kantor Badan Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang cenderung mengitari pengurusan sertifikat tanah adalah birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta perilaku sejumlah oknum yang mengambil keuntungan. Kondisi semacam ini yang menyebabkan masyarakat menjadi apatis dalam mengurus sertifikat tanah. Adapun upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah mengenai pelayanan publik adalah dengan mencari formula-formula yang dapat membantu masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Maka salah satu instansi yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional membuat suatu inovasi yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat Tanah).

Bentuk penelitian yang akan digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mengemukakan gejala /keadaan / peristiwa / masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.

Pelaksanaan program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) dapat dikatakan sudah cukup efektif dalam memudahkan proses kepengurusan tanah sejauh ini. Dari ke-enam faktor ini ada dua faktor yang masih belum terpenuhi dengan baik yaitu : faktor komunikasi dan faktor sumber daya manusia. Dari faktor komunikasi yang menjadi masalah adalah dapat dilihat dari wawancara yang dilakukan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengerti betul mengenai program ini, sebagian besar hanya masih mengetahui tentang tujuan dari program LARASITA ini, sedangkan untuk persyaratan dan prosedurnya masyarakat masih banyak yang tidak mengerti. Hal ini dapat dimaklumi, karena dari pihak pelaksana tidak pernah melakukan sosialisasi program LARASITA ini kepada sasaran program/ masyarakat. Sedangkan dari segi faktor sumber daya, dari pihak pelaksana berdasarkan kuantitas masih sangat kurang. Sehingga karena kekurangan pegawai/staff ini mengakibatkan program ini dilibatkan kesuluruh staff/pegawai BPN Kota Padangsidimpuan. Dan dapat dipastikan adanya penumpukan tugas yang terjadi. Walaupun dari segi kualitas pelaksana dapat dikatakan cukup baik, tetapi dari segi kuantitas pelaksana membutuhkan penambahan pegawai/staff.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan judul “ Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat

Atas Tanah”.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat

memperoleh gelar sarjana pendidikan bagi mahasiswa program S1 pada program

studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi

kesempurnaan skripsi ini.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga

pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa

hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun

tidak langsung kepada penulis penyusun skripsi ini hingga selesai, terutama

kepada yang saya hormati :

1. Bapak selaku Prof. Dr. dr Syahril Pasaribu DTM&H MSc (CTM) SpA(K)

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

(5)

3. Bapak Drs. M. Husni Thamrin M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Elita Dewi M.Sp selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Adminstrasi Negara

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Arlina SH., M.Hum selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang

telah memberikan kritik dan saran bimbingan maupun arahan yang sangat

berguna dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu dosen dan staff di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik khususnya Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah banyak

membantu penulis untuk dapat melaksanakan penulisan dalam studi.

7. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Ahmad Husein Siregar dan

Salmawati Siamtupang S.sos yang selalu mendoakan, memberi motivasi

dan pengorbanannya baik dari segi moril maupun materi kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih juga kepada kedua Uwak penulis, Timbul Harahap dan

Nurlela Simatupang yang tanpa dukungan mereka juga penulis tidak akan

sampai pada proses ini.

9. Terima kasih kepada kedua saudara yang sangat penulis sayangi Mira Dwi

Hasanah Siregar dan Khofifah Meidinda Siregar yang selalu memberikan

hiburan dikala penulis sedang stress dengan skripsi ini.

10.Terima kasih juga penulis ucapkan untuk seluruh keluarga dari pihak Ibu

penulis yang selalu memberikan berbagai motivasi untuk menyelesaikan

(6)

11.Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat penulis yang jauh tapi terasa

dekat Indah Permatasari Siregar, Afridina Yuana Siregar, Elfrida Sami

Siregar, Fitri M Adil Harahap, Perdinal Harahap, dan Ilham Fauzi Harahap

yang tidak pernah bosan mendukung penulis dan memberikan motivasi

untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Terima kasih untuk Ivan Adian Rahman Batubara yang selalu menemani

penulis dalam mengerjakan skripsi ini ditengah malam.

13.Terima kasih juga untuk Anggi Dewi Pratiwi yang sudah penulis anggap

seperti adik sendiri yang selalu mengingatkan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini, dan untuk Kak Mila Thursina Batubara yang

juga memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua teman terdekat penulis

selama kuliah, Rissa Nurfiani dan Mardiana Hutagalung yang selalu

menegur penulis ketika penulis lengah dan melupakan skripsi ini.

15.Terima kasih kepada semua anggota Kelompok III Magang yaitu

Kelompok Keledai yang didalamnya berisikan orang-orang super aneh ;

Wandi Siagian, Endang Jaka Malik, M. Fajar Fadly, Finta Kuhini, Devi

Lestari, Abdul Haris, Abdi Permana, Rudi Salim dan Bayu Azhari yang

membantu menghilangkan atau terkadang menambah stress penulis.

16.Terima kasih juga buat teman-teman penulis yang juga memberikan

hiburan disaat tengah malam dengan begadang menonton film drama

korea dan menggosip Vivin Rahayu Noviansyah dan Evi Hardiyanti

(7)

17.Dan untuk keempat perempuan-perempuan hang-out penulis Yedesiah

Pratidina Siagian, Neni Simbolon, Ayu Febrina Panjaitan dan Astry

Silalahi penulis ucapkan terima kasih.

18.Terima kasih juga kepada semua teman-teman Ilmu Administrasi Negara

stambuk 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu

yang sudah memberi berbagai masukan untuk penulisan skripsi ini.

19.Terakhir, tidak lupa terima kasih kepada Bapak Kepala BPN Pak Fachrul

Husin Nasution, SH, M.Kn yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian dan memberikan banyak data maupun

informasi mengenai LARASITA ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Medan, Maret 2015

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Bagan ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teori ... 10

II.2 Kebijakan Publik ... 10

II.3 Implementasi Kebijakan ... 12

II.4 Hak Atas Tanah ... 21

II.5 Pendaftaran Tanah ... 22

II.5.1 Tujuan Pendafataran Tanah ... 22

(9)

II.7 LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) ... 25

II.8 Definisi Konsep ... 27

II.9 Sistematika Penulisan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Bentuk Penelitian ... 31

III.2 Lokasi Penelitian ... 31

III.3 Informan Penelitian ... 31

III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

III.5 Teknik Analisa Data ... 33

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1 Sejarah Wilayah ... 35

IV.2 Letak Wilayah ... 35

IV.3 Luas Wilayah ... 36

IV.4 Administrasi Wilayah ... 37

IV.5 Badan Pertanahan Nasional ... 40

IV.6 Visi dan Misi Kantor BPN Kota Padangsidimpuan ... 45

(10)

IV.8 Loket Pelayanan Kantor ... 47

IV.9 Struktur Organisasi ... 49

BAB V ANALISIS DAN PENYAJIAN DATA V.1 Implementasi LARASITA di Kota Padangsidimpuan ... 56

V.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Implementasi ... 59

a. Standar dan Sasaran Kebijakan ... 59

b. Sumber Daya ... 61

c. Hubungan Antar Organisasi ... 65

d. Karakteristik Organisasi Pelaksana ... 71

e. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ... 73

f. Disposisi ... 74

V.3 Analisis Data ... 79

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ... 84

VI.2 Saran ... 85

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Kecamatan Kota Padangsidimpuan ... 39

Tabel 4.2 Daftar Walikota Padangsidimpuan ... 40

Tabel 4.3 Pemanfaatan Sarana & Prasarana Kantor BPN Padangsidimpuan ... 48

Tabel 4.4 Daftar Pegawai Sipil Kantor BPN Kota Padangsidimpuan ... 52

Tabel 4.5 Struktur Organisasi LARASITA Kantor BPN Padangsidimpuan ... 54

Tabel 4.6 Struktur Tim LARASITA Kantor BPN Padangsidimpuan ... 55

Tabel 4.7 Lokasi Kegiatan LARASITA ... 59

(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik ... 11

Bagan 2.2 Kerangka Analisis Kebijakan Publik ... 15

Bagan 2.3 Kerangka Proses Kebijakan Publik ... 18

Bagan 2.4 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III ... 19

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor paling utama

dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya mempunyai

nilai ekonomi yang tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial dan kultural.

Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-hentinya

memicu berbagai masalah sosial. Permasalahan tanah yang dari segi empiris

sangat lekat dengan peristiwa sehari-hari, tampak semakin kompleks dengan

terbitnya berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi di bidang pertanahan

menyongsong era perdagangan bebas. Kebijakan di bidang pertanahan ditujukan

untuk mencapai tiga hal pokok yang saling melengkapi, yakni efisiensi dan

pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, pelestarian lingkungan dan pola

penggunaan tanah yang berkelanjutan. Sebagai sumber agraria yang paling

penting, tanah merupakan sumber produksi yang sangat dibutuhkan sehingga ada

banyak kepentingan yang kerap melingkupinya.

Falsafah Indonesia dalam konsep hubungan antara manusia dengan tanah

menempatkan individu dan masyarakat sebagai kesatuan yang tak terpisahkan,

bahwa pemenuhan kebutuhan seseorang terhadap tanah diletakkan dalam

kerangka kebutuhan seluruh masyarakat sehingga hubungannya tidak bersifat

individualistis semata, tetapi lebih bersifat kolektif dengan tetap memberikan

(14)

Tanah pada hakikatnya juga merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa

Indonesia dalam pencapaian tujuan-tujaun Negara. Tanah adalah suatu unsur yang

utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) secara tegas mengatakan

bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan

kekuasaan belaka (Machststaat), hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD

1945 amandemen ke tiga (3), yang berbunyi : ”Negara Indonesia adalah negara

hukum”.

Kepemilikan hak atas tanah merupakan hal penting bagi seseorang yang memiliki

tanah. Kepemilikan hak atas tanah tersebut ditunjukkan lewat sertifikat tanah yang

diurus di Kantor Badan Pertanahan. Sertifikat tanah yang dimaksud merupakan

bukti fisik yang wajib dimiliki oleh pemilik tanah dan didalam Dasar-Dasar

Pokok Keagrariaan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 19 ayat 1 dinyatakan bahwa untuk menjamin

kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diwajibkan untuk

mendaftarkan tanah yang ia miliki untuk memperoleh sertifikat tanah. Dan untuk

lebih menjamin kepastian hukum maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1960 yang direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 Pasal 3 tentang Pendaftaran Tanah mengenai tujuan pendaftaran tanah yang

meliputi : 1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum

kepada pemegang hak atas tanah; 2) Untuk menyediakan informasi kepada

(15)

pertanahan. Terungkapnya kasus-kasus berkenaan dengan gugatan terhadap

pemegang sertifikat oleh pemegang hak atas tanah semula, telah memunculkan

rasa tidak aman lagi bagi para pemegang sertifikat.

Tujuan yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup mengkehendaki

tersedianya peraturan tentang penggunaan tanah yang komperhensif, kemampuan

menggali peran serta masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya alam,

serta koordinasi cabang-cabang administrasi yang efektif.

Menerjemahkan orientasi kebijakan dengan memperhatikan tujuan masih

belumlah cukup. Diperlukan penjabaran berbagai aktivitas yang dapat digunakan

sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Berbagai sarana tersebut

berupa tersedianya peraturan perundang-undangan yang mampu menjabarkan

berbagai aspek dari orientasi kebijakan dan tujuannya, yakni : (1) Demokratisasi

berupa pengawasan terhadap kekuasaan, jaminan stabilitas politik sebagai akibat

demokratisasi dan perlindungan hak asasi manusia; (2) Peningkatan kepastian

hukum melalui pembuatan peraturan perunddang-undangan yang diperlukan dan

pelaksanaannya yang konsisten; (3) Pemberdayaan kelembagaan yakni

memperkuat adminsitrasi pertanahan, meningkatkan kemampuan sumber daya

manusia pendukung dan transparansi dalam proses pembuat keputusan; (4)

Meningkatkan insentif ekonomi berupa efektivitas perpajakan dan transparansi di

dalam pasar tanah; dan (5) Menetapkan batas-batas kewenangan pemerintah

berupa perumusan tanggungjawab pokok dan pengembangan modal kemitraan

(16)

Dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang pertanahan juga dicantumkan

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 12 tahun

2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14 ayat (1) huruf (K) yang mengatakan

bahwa pelayanan pertanahan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah merupakan urusan yang berskala Kabupaten/Kota, yang

menjadi tugas dan wewenang Kantor Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) melalui

instansi vertikalnya di daerah yaitu yg disebut dengan Kantor Pertanahan.

Keluhan masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu

indikator yang menunjukkan belum memadainya pelayanan yang diberikan oleh

aparatur birokrasi. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut merupakan

tantangan bagi birokrasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta

untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk itu, institusi birokrasi

perlu menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap

kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan.

Penataan dan pembinaan, dan pendayagunaan aparatur yang cenderung “gagap

teknologi” sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman

ini untuk dapat mencapai pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan yang

didambakan masyarakat.

Corak permasalahan yang biasa terjadi pada Kantor Badan Pertanahan adalah

Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang cenderung mengitari pengurusan

sertifikat tanah adalah birokrasi yang rumit dan tidak praktis, serta perilaku

sejumlah oknum yang mengambil keuntungan. Kondisi semacam ini yang

(17)

Adapun upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah mengenai

pelayanan publik adalah dengan mencari formula-formula yang dapat membantu

masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Maka salah satu instansi

yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional membuat suatu inovasi yaitu dengan

mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia Nomor 18

Tahun 2009 tentang LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah).

Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah (LARASITA) merupakan program yang

memadukan teknologi informasi dengan pelayanan tugas BPN dalam bentuk

pelayanan bergerak, diharapkan mampu menghapus praktik persoalan sertifikat

tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah dan mudah dalam

mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya adalah untuk menembus daerah-daerah

yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di derah terpencil dapat

dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa tanpa harus menempuh

jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar.

Pengembangan dan penyederhanaan proses-proses pelayanan pertanahan terus

dijalankan, dengan membangun terobosan-terobosan baru menjadi keniscayaan

ketika kita menghadapi kenyataan bahwa masih ada 69% dari lebih kurang 85 juta

bidang tanah yang belum teregalisasi. Jika kita menggunakan skema yang sudah

dijalankan selama ini, maka perlu 110 tahun untuk dapat mensertifikatkan semua

tanah diseluruh Indonesia. Dan, dengan LARASITA dapat memotong legalisasi

asset seluruh Indonesia yang semula memerlukan waktu lebih dari 100 tahun

menjadi kurang 15 tahun. Program LARASITA ini menjadi penting untuk

(18)

LARASITA di 13 Kabupaten/Kota. Dan, sambutan baik serta harapan besar

datang dari masyarakat atas program LARASITA. Salah satu berita mengenai

masalah pertanahan dapat dilihat sebagai berikut :

Jumat, 1 APRIL 2011

Permasalahan Tanah Makin Pelik Dan Kompleks Di Tapanuli Selatan

PADANGSIDIMPUAN (Waspada): Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang memerlukan tanah, membuat kebutuhan dan permintaan di bidang tanah semakin meningkat, sedangkan luas tanah sangat terbatas. Akibatnya muncul berbagai permasalahan di bidang tanah yang semakin pelik dan kompleks. Demikian Bupati Tapanuli Selatan pada acara penyuluhan hukum pertanahan di Padangsidimpuan Rabu (26/3). Dikatakan masih banyak warga Tapanuli Selatan belum memiliki sertifikat Prona dan kemungkinan ini diakibatkan keterangan kurang jelas serta merasa ditakut-takuti.

Penggusuran penduduk dari tanah yang diduduki tanpa izin yang berhak karena pemilik tidak memanfaatkan atau memeliharanya. Sementara ada pula permasalahan menyangkut pengurusan permohonan dan pendaftaran hak atas tanah karena pemohon kurang mengetahui tentang pengurusannya, sehingga calo sering memanfaatkan kondisi semacam ini.

Dari gambaran tersebut, kata bupati, menunjukkan masih beratnya beban tugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan seluruh jajarannya dalam upaya meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat termasuk aparat pemerintah mengenai hukum pertanahan. Untuk mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam UUPA, secara sistematis telah dan akan terus dikeluarkan berbagai peraturan pelaksanaannya seirama dengan tuntutan pembangunan agar segera dapat mengikis sisa-sisa dualisme hukum tanah.

Setelah lahir UUPA, segera ditertibkan peraturan mengenai konversi hak-hak atas tanah yang berlandaskan hukum berat dan hukum adat ke dalam hakhak atas tanah berdasarkan UUPA. Sampai saat ini tidak kurang dari dua puluh peraturan mengenai konversi telah ditertibkan, katanya.

(19)

Sebelumnya Padangsidimpuan merupakan

ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari

Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan,

Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan

Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang sebelumnya masuk

wilaya

Secara geografis, kota Padangsidimpuan secara keseluruhan dikelilingi oleh

Kabupaten Tapanuli Selatan yang dulunya merupakan kabupaten induknya. Kota

ini merupakan persimpangan jalur darat untuk menuju kota Medan, Sibolga, dan

Padang (Sumatera barat) di jalur lintas barat Sumatera.

Topografi wilayahnya yang berupa lembah yang dikelilingi oleh bukit barisan,

sehingga kalau dilihat dari jauh, wilayah kota Padangsidimpuan tak ubahnya

seperti cekungan yang meyerupai danau. Puncak tertinggi dari bukit dan gunung

yang mengelilingi kota ini adalah Gunung Lubuk Raya dan Bukit (Tor)

Sanggarudang yang terletak berdampingan disebelah utara kota. Salah satu

puncak Bukit yang terkenal di kota Padangsidimpuan yaitu Bukit (Tor)

Simarsayang. Juga terdapat banyak sungai yang melintasi kota ini, antara lain

(20)

Setelah pemekaran menjadi daerah otonom, kota Padangsidimpuan merupakan

kota yang masih memiliki desa. Dan juga, setelah pemekaran semakin banyaknya

permasalahan mengenai tanah seperti berita yang tertera diatas.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

implementasi dari Program LARASITA yang dilakukan oleh Badan Pertanahan

Nasional di kota Padangsidimpuan melihat program ini sudah dijalankan dari

tahun 2009 dengan kondisi yang sekarang masih ada konflik tentang sertifikat

tanah.

I.2 Rumusan Masalah

Arikunto (1993:17) menguraikan agar penelitian dapat dilaksanakan

sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana

harus memulai, ke mana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah

adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian. Berdasarkan uraian pada latar

belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat adalah :

“ Bagaimanakah Implementasi Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah

(LARASITA) pada Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) di Kota

Padangsidimpuan ? “

I.3 Tujuan Penelitian

(21)

1. Untuk menggambarkan apa itu Program LARASITA (Layanan Rakyat

Sertifikasi Atas Tanah).

2. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program LARASITA

(Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan

Nasional (BPN) di kota Padangsidimpuan.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, guna mendalami masalah yang berkaitan dengan

implementasi kebijakan.

2. Bagi program terkait, sebagai masukan ilmu yang berkaitan dengan

Program LARASITA ( Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Atas Tanah ).

3. Diharapkan bagi peneliti berikutnya, temuan-temuan dari penelitian ini

dapat menjadi referensi dalam rangka menguji masalah yang sama.

BAB II

(22)

II.1 Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi

seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun

teori dalam penelitian ini adalah :

II.2 Kebijakan Publik

Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

pemanfaatan strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik menurut

Thomas Dye (1981:1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau

tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not).

Definisi kebijakan publik menurut Thomas Dye tersebut mengandung makna

bahwa : (1) Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan

swasta; (2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak

dilakukan oleh badan pemerintah. Sedangkan James E. Anderson (1979:3)

mendefiniskan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh

badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa bahwa kebijakan publik

dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam

pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu

pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap

kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya ( dikutip Dye,

(23)

hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-pratika sosial yang ada dalam

masyarakat ( Subarsono, 2009:3 ). Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang

bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan

publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya,

suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan

praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Dalam pandangan Ripley (1985:49), tahapan kebijakan publik digambarkan

sebagai berikut :

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik

Diikuti

Diperlukan

Diperlukan Evaluasi thd

Implementasi, Kinerja,

Kinerja dan Dampak Kebijakan

Kebijakan Baru

Hasil

Hasil

Hasil

Mengarah ke

Penyusunan Agenda Agenda Pemerintah

Formulasi & Legitimasi

Kebijakan Kebijakan

Implementasi

Kebijakan Tindakan Kebijakan

Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang diperlukan

yakni ; (1) Membangun persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena

benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh

(24)

masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah; (2)

Membuat batasan masalah; dan (3) Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut

dapat masuk dalam agenda pemerintah. Pada tahap formulasi dan legitimasi

kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi

yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha

mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan

melakukan negoisasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang terpilih.

Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini perlu dukungan

sumberdaya, dan penyusunan organisasi pelaksanan kebijakan. Dalam proses

implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu

kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja

dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap

implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi

penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan

datang lebih baik dan berhasil

II.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan

dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah

dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah impelementasi kebijakan

mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Robert

Nakamura dan Frank Smallwood (Tangkilisan, 2003:17), hal-hal yang

berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam

(25)

keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky

(1984:21), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan

dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan

untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan

cara untuk mencapainya. Dan menurut Patton dan Sawicki (1986:25) bahwa

implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk

merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk

mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah

diseleksi. Jadi tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan

dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan

memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas

dan dapat diukur.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang

oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau

mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang

sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai

implementor. Dan untuk kebijakan makro usaha-usaha implementasi akan

melibatkan berbagai institusi (Tangkilisan, 2003:18)

Berbagai studi kasus berfokus pada satu kebijakan atau satu aspek sebuah

kebijakan. Mereka memberikan yang kaya akan nuansa yang berakitan dengan

pembuatan kebijakan dan menguji ke dalam nuansa yang mungkin hilang dalam

perlakuan lebih luas. Namun demikian, pendekatan studi terhadap pengkajian

(26)

memfokuskan secara sempit dalam satu isu, sebuah studi kasus tidak bisa

berfungsi sebagai basis untuk generalisasi sederetan luas kebijakan. Studi kasus

implementasi belum secara sistematis mengidentifikasikan atau menganalisis

berbagai faktor yang kritis dalam implementasi kebijakan publik .

Dalam sebuah studi yang berkualitas, Eugene Bardach telah memakai metafora

induk “permainan” untuk mengkaji implementasi. Bardach (Edward III, 1980:1)

memperdebatkan bahwa kerangka kerja permainan yang ia telah kembangkan

menerangi pembuatan keputusan dengan mengarahkan perhatian pada para

pemain (mereka yang terlibat dalam impelementasi), taruhan, strategi dan taktik,

sumberdaya, aturan main dan komunikasinya, serat tingkat ketidakpastian seputar

hasil.

Proses implementasi kebijakan hendaknya melalui alur seperti yang dikemukakan

oleh Dye (1981:70) sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Analisis Kebijakan Publik Public Policy

Public Environment

Sumber : Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, 3 th ed. (Englewood Cliffs, NJ; Pretice Hall, 1981)

Berdasarkan gambar/bagan pemikiran dihubungkan dengan permasalahan yang

diteliti sebagai berikut :

(27)

1. Public Policy, merupakan rangkaian pilihan yang harus lebih saling

berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang

dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam

bidang-bidang isu sejak pertahanan, energi, dan kesehatan sampai

pendidikan, kesejahteraan, dan kejahatan. Pada salah satu bidang isu

tersebut terdapat banyak isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan

pemerintah yang aktual ataupun yang potensial yang mengandung konflik

diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat.

2. Policy Stakeholder, yaitu para individu dan atau kelompok individu yang

mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.

3. Policy Environment, yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian di

sekeliling isu kebijakan terjadi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

pembuat kebijakan dan kebijakan publik, oleh karena itu sistem kebijakan

berisi proses yang bersifat dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif

dan subyektif dari pembuatan kebijakan tidak terpisahkan di dalam

prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang

diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan;

sistem kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam

tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya; para pelaku

kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.

(28)

Input Proses Output Outcomes

1. Input, sumberdaya-sumberdaya yang digunakan sebagai ujung tombak

dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana.

2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis

sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.

3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan

tersebut.

4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapkan dimana akan memberikan tujuan

kebijakan yang positif kepada pemerintah dan masyarakat sebagai

penerima manfaat.

Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan dimulai dari

sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implementasi

kebijakan yang sukses? Ada empat faktor atau variabel kritis dalam

mengimplementasikan kebijakan publik menurut George C. Edwards III (1980:

9-12) :

1) Komunikasi

Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya

adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan harus tahu apa yang

mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti

ditransmisikan kepada personalia yang tepat, dan kebijakan ini mesti jelas,

(29)

2) Sumberdaya

Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian

yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara

mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang

terlibat didalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa

kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan; dan

berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di

dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan.

3) Disposisi

Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam

pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publk. Jika

implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti

para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas

untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk

melakukan suatu kebijakan.

4) Struktur Birokrasi

Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah

kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin

menegerjakannya, impelentasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam

strukltur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi

yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan

kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga

(30)

kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan

menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan.

Bagan 2.4 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III Komunikasi

Sumber Daya

Implementasi Disposisi

Struktur birokrasi

Dan menurut Merilee S. Grindle (1980:9), keberhasilan implementasi dipengaruhi

oleh dua variabel yaitu :

1. Isi Kebijakan (content of policy)

Variabel isi kebijakan ini mencakup :

a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi

kebijakan;

b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ;

(31)

d) Apakah letak sebuah program sudah tepat;

e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan

rinci; dan

f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

2. Lingkungan Implementasi (context of implementation)

Variabel kebijakan ini mencakup :

a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh

para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;

c) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Menurut Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (Subarsono, 2005:99) , ada

enam variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir.

Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi

dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia

maupun sumberdaya non-manusia.

(32)

Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan

koordinasi dari instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar

instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur

birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi,

yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi itu.

5. Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok

kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik

para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik

yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi

kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni : (a) respon

implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk

melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;

dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni prefensi nilai yang dimiliki oleh

para implementor.

(33)

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang

mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah

tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan tanah.

Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah

berwenang untuk menggunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi

hak-haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud adalah ditentukan dalam pasal 16

jo pasal 53 UUPA :

1) Hak milik

2) Hak guna usaha

3) Hak guna bangunan

4) Hak pakai

5) Hak sewa

6) Hak membuka tanah

7) Hak memunguti hasil hutan

8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang

telah ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya

sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah adalah hak yang dimiliki oleh

seseorang untuk memanfaatkan dan mengelola tanah yang dimilikinya atau hak

menguasai.

(34)

Pendaftaran tanah merupakan rangkain kegiatan yang terdiri atas (Tehupeiory,

2012 :6-7) :

1) Pengumpulan, pengolahan-penyimpanan, dan penyajian data fisik

bidang-bidang tanah tertentu;

2) Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data yuridis

tertentu;

3) Penerbitan surat tanda bukti haknya; dan

4) Pencatatan perubahan-perubahan pada data fisik dan data yuridis yang

terjadi kemudian.

Kegiatan pendaftaran tanah yang akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah

yang disebut dengan sertifikat, merupakan realisasi salah satu tujuan UUPA.

Kewajiban untuk melakukan pendaftaran itu, pada prinsipnya dibebankan kepada

pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, daerah demi daerah

berdasarkan pertimbangan ketersediaan peta dasar pendaftaraan

II.5.1 Tujuan Pendaftaran Tanah

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada

pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal yaitu

untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat rechscadaster. Rechascadaster

artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan

haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti

perpajakan. Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga

berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya,

(35)

Tujuan pendaftaran yang semula menurut Pasal 9 ayat (1) UUPA hanya bertujuan

tunggal semata-mata untuk menjamin kepastian hukum, maka berdasarkan Pasal 3

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikembangkan tujuan pendaftaran

tanah juga meliputi :

a) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan

mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang

bersangkutan;

b) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah yang sudah terdaftar;

c) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap

bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas

tanah wajib daftar.

II.6 Sertifikat Hak Atas Tanah

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda “certificat” yang artinya

surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau

dikatakan sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak

(36)

menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan

pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat.

Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data

fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan

atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis

(keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas

tanah, dan hak-hak pihak lain yang diberada diatasnya).

Sertifikat memberikan berbagai manfaat, misalnya dapat mengurangi

kemungkinan timbulnya sengketa dengan pihak lain, memperkuat posisi

tawar-menawar apabila hak atas tanah diperlukan hak lain untuk kegiatan pembangunan,

serta mempersingkat proses peralihan serta pembebanan hak atas tanah.

Keberadaan sertifikat tanah diaktifkan dalam kegiatan ekonomi masyarakat,

sehingga bagi yang menggunakannya telah membantu untuk meningkatkan usaha

dalam meningkatkan pendapatan si pemilik tanah sekaligus dapat meningkatkan

tingkat perekonomian secara makro, sebab dia telah mengaktifkan modal yang

diberikan oleh bank. Dengan demikian surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah

itu dapat berfungsi menciptakan tertib hukum pertanahan serta mengaktifkan

kegiatan perekonomian rakyat. Sebab yang namanya sertifikat hak adalah tanda

bukti atas tanah yang telah terdaftar dan didaftar oleh badan resmi yang sah

dilakukan oleh Negara atas dasar undang-undang.

(37)

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang LARASITA

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan bahwa

dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola

pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.

LARASITA merupakan Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah. LARASITA

adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang

diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. Program ini memadukan

teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan

bergerak. Tujuannya adalah untuk menembus daerah-dearah yang sulit dijangkau,

sehingga masyarakat mudah mendapatkan layanan pertanahan tanpa harus

menempuh jarak yang jauh dan biaya yang mahal.

LARASITA merupakan tugas pokok dan fungsi yang ada pada Kantor

Pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan

yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian

LARASITA menjadi mekanisme untuk :

1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional;

2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang

pertanahan;

(38)

4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi

bermasalah;

5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin

diselesaikan dilapangan;

6) Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang

dimasyarakat;

7) Meningkatkan dan mempercepat legalisasi atas tanah

Manfaat program LARASITA adalah :

1. Pelayanan kepada masyarakat lebih dekat

2. Beban biaya masyarakat menjadi lebih ringan

3. Masyarakat langsung dilayani petugas BPN

4. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab

5. Proses lebih cepat

Jenis pelayanan yang dilakukan program LARASITA ini sama saja dengan semua

pelayanan yang BPN lakukan yaitu :

1. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

2. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik

3. Pemecahan Sertipikat

4. Pemisahan Sertipikat

5. Penggabungan Sertipikat

(39)

7. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah

8. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah

9. Peralihan Hak – Hibah

10. Peralihan Hak – Jual Beli

11. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama

12. Peralihan Hak – Pewarisan

13. Peralihan Hak – Tukar Menukar

14. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik

15. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur

16. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar

II.8 Definisi Konsep

Definisi konsep memberi batasan terhadap bahasan dari permasalahan yang

ditentukan oleh peneliti. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

1) Implementasi Kebijakan adalah merupakan rangkaian kegiatan setelah

suatu kebijakan dirumuskan. Adapun model implementasi yang dipakai

pada penelitian ini adalah model implementasi Van Meter dan E. Van

Horn, dimana ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja

(40)

hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial,

politik, dan ekonomi dan disposisi implementor.

2) LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) LARASITA adalah

kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang

diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. Program ini

memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam

bentuk pelayanan bergerak.

3) Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas

Tanah) adalah rangkaian kegiatan kebijakan yang diimplementasikan

untuk

melihat apakah program ini berjalan dengan baik atau tidak.

II.9 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian.

(41)

Bab ini terdiri dari kerangka teori, definisi konsep, dan sistematika

penulisan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penulisan, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data dan pengujian keabsahan data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi

keadaan geografis, kependudukan, sosial, ekonomi dan pemerinmtahan serta

gambaran umum mengenai program.

BAB V PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh dilapangan dan

merupakan tempat melakukan analisa data yang diperoleh saat penelitian dan

memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN III.1 Bentuk Penelitian

Bentuk yang akan digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif

yang mengemukakan gejala /keadaan / peristiwa / masalah sebagaimana adanya

secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.

III.2 Lokasi Penelitian

(43)

Padangsidimpuan yang terletak di Jalan Raya Mandailing Komplek Perkantoran

Pal IV Pijorkoling.

III.3 Informan Penelitian

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi

dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang

penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai,

sikap, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Dalam

penelitian ini ada tiga jenis informan yaitu informan kunci, informan utama dan

informan tambahan. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan

memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan di dalam penelitian,

informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang

diteliti dan informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial. Dan informan utama yang

dimaksudkan adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional Padangsidimpuan,

informan utama adalah staf atau pegawai BPN dan informan tambahan adalah

masyarakat yang memanfaatkan program tersebut.

III.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Sistematik

Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu

pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang apa yang hendak

ditanyakan kepada responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan oleh

pewawancara sebagai alur yang harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir

(44)

2. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data

penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa

data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan

pancaindra.

3. Studi Dokumen (Dokumentasi)

Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana

dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan

yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan tahunan, majalah, jurnal, tabel,

karya tulis ilmiah dokumen peraturan pemerintah dan undang-undang yang telah

tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan

sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi

berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan.

III.5 Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis data peneliti mengacu pada beberapa tahapan yang

terdiri dari dari beberapa tahapan antara lain :

a) Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap informan kunci yang

compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan

untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber

data yang diharapkan;

b) Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan

(45)

data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dengan

masalah yang menjadi pusat penelitian dilapangan;

c) Uji confirmability, berarti menguji hasil penelitian. Bila hasil penelitian

merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian

tersebut telah memenuhi standar confirmability-nya;

d) Penyajian data, yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk teks

ssnaratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam

pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan

dalam tabel ataupun uraian penjelasan.

e) Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi, yang

mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab

akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat

dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan di

(46)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1 Sejarah Wilayah

Nama kota ini berasal dari "padang na dimpu" (padang yang artinya ‘hamparan

luas’, na yang artinya ‘di’, dan dimpu yang artinya ‘tinggi’) sehingga padang

sidimpuan berarti "hamparan rumput yang luas yang berada di tempat yang

tinggi." Pada zaman dahulu daerah ini merupakan tempat persinggahan para

pedagang dari berbagai daerah, pedangan ikan dan garam dari

Sibolga-Padangsidimpuan-Panyabungan, Padang Bolak

(paluta)-Padangsidimpuan-Sibolga.

Sebelumnya Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif, berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni

(47)

Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil

penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan

Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan

Padangsidimmpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

IV.2 Letak Wilayah

Kota Padangsidimpuan dibentuk pada tahun 2001 berdasarkan Undang - Undang

No. 04 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padangsidimpuan. Secara

geografis Kota Padangsidimpuan terletak pada posisi 01° 08’ 07’’- 01° 28’ 19’’

Lintang Utara dan 99° 13’ 53’- 99° 21’ 31’’ Bujur Timur. Kota Padangsidimpuan

merupakan salah satu kota yang terletak di Propinsi Sumatera Utara dan berada

pada posisi sebelah selatan Kota Sibolga. Jarak dari Kota Padangsidimpuan ke

Kota Sibolga adalah 88 Km dan dapat ditempuh dengan waktu lebih kurang 3 jam

melalui jalan darat. Sedangkan jarak Kota Padangsidimpuan dengan Kota Medan

sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah 389 Km dan dapat ditempuh

dalam waktu lebih kurang 10 jam melalui jalan darat. Kota Padangsidimpuan

terletak antara 260 - 1100 meter diatas permukaan laut (DPL). Dan Batas Wilayah

Kota Padangsidimpuan terdiri atas :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten

Tapanuli Selatan.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur

(48)

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola

Kabupaten Tapanuli Selatan.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten

Tapanuli Selatan.

IV.3 Luas Wilayah

Secara geografis Kota Padangsidimpuan terletak pada posisi 01° 08’ 07’’-

01° 28’ 19’’ Lintang Utara dan 99° 13’ 53’- 99° 21’ 31’’ Bujur Timur dan berada

pada 260 - 1100 meter diatas permukaan laut (DPL). Dan luas wilayah Kota

Padangsidimpuan ini adalah 114,85 km2 atau sekitar 0,16 % dari luas wilayah

Sumatera Utara.

Kota Padangsidimpuan dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan, jadi

semua wilayahnya berbatasan dengan kabupaten tersebut, wilayah ini terbagi atas

6 (enam) kecamatan dan 79 (tujuh puluh sembilan) kelurahan/desa.

IV.4 Administrasi Pemerintahan Kota Padangsidimpuan

Administrasi Pemerintahan Kota Padangsidimpuan terdiri atas enam

kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan

2. Kecamatan Padangsidimpuan Utara

3. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua

(49)

5. Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu

6. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Wilayah administrasi dibawah kecamatan adalah desa/kelurahan yang terdiri dari

42 desa dan 37 kelurahan. Selanjutnya wilayah administrasi paling rendah adalah

lingkungan dan dusun. Secara keseluruhan, jumlah lingkungan/dusun di Kota

Padangsidimpuan mencapai 265 lingkungan/dusun. Serta instansi-instansi

pemerintah yaitu enam badan :

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

2. Badan Kepegawaian Daerah

3. Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah

4. Badan KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

5. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian

6. Badan Rumah Sakit Umum Daerah

Dan terdiri dari empat belas dinas, yaitu :

1. Sekretaris DPRD Kota Padangsidimpuan

2. Inspektorat Daerah

3. Sekretariat Kopri

(50)

5. Dinas Pekerjaan Umum Daerah

6. Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar

7. Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pencegahan Kebakaran

8. Dinas Pendidikan Daerah

9. Dinas Kesehatan Daerah

10.Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan

11.Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

12.Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

13.Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

14.Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata

Serta terdapat lima kantor, yaitu :

1. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja

2. Kantor Kesbang, Politik dan Linmas

3. Kantor Lingkungan Hidup Daerah

4. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

5. Kantor BNPB

(51)

No Kecamatan

Luas Wilayah

(km2)

Rasio Terhadap Total (%) Jumlah Desa/Kelurahan 1. Kec. Padangsidimpuan Selatan

15,81 10,84 12

2.

Kec. Padangsidimpuan

Utara

14,09 9,66 16

3.

Kec. Padangsidimpuan

Hutaimbaru

22,34 15,32 10

4.

Kec. Padangsidimpuan

Angkola Julu

28,18 19,32 8

5.

Kec. Padangsidimpuan

Batunadua

38,74 25,88 15

6.

Kec. Padangsidimpuan

Tenggara

27,69 18,99 18

Jumlah/Total 146,85 100,00 79

Sumber : Padangsidimpuan Dalam Angka 2013 BPS Kota Padangsidimpuan

[image:51.595.110.577.638.753.2]

Berikut ini adalah daftar walikota Padangsidimpuan :

Tabel 4.2 Daftar Walikota Kota Padangsidimpuan

No. Nama Walikota Mulai Jabatan Akhir Jabatan Keterangan

1. Drs. Zulkarnain Nasution 9 November 2001 2002 Pejabat Walikota

2. Drs. Zulkarnain Nasution 2003 2008 Walikota

(52)

4.

Andar Amin Harahap, S.Stp,

M.Si

13 Januari 2013 2018 Walikota

Sumber: padangsidimpuankota.go.id/index.php/2014-08-13-16-08 54/administrasi-pemerintahan

IV.5 Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan pertanahan nasional terbentuk sesuai dengan keputusan presiden republik

Indonesia dengan nomor 26 tahun 1988, pada tahun 2006 diadakan perubahan

struktur baik di BPN pusat, kanwil, maupun kantor pertanahan kota/kabupaten.

Berdasarkan peraturan kepala badan pertanahan nasional republik Indonesia untuk

melaksanakan fungsi badan pertanahan nasional didaerah maka berdasarkan

keputusan badan pertanahan nasional nomor 1 tahun 1989 dibentuklah kantor

pertanahan ditingkat kota dan kabupaten.

Sebelas agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia :

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada badan pertanahan

nasional RI.

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta

sertipikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3. Memastikan penguatan atas hak-hak tanah.

4. Menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan di daerah-daerah

korban bencana alam dan di daerah-daerah konflik diseluruh tanah

air.

5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan

(53)

6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan

(SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di

seluruh Indonesia.

7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan

pemberdayaan masyarakat.

8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah

9. Melakasanakan secara konsisten semua peraturan

perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan.

10.Menata kelembagaan pertanahan nasional.

11.Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan

kebijakan pertanahan.

Lambang Badan Pertanahan Nasional adalah bentuk suatu kesatuan gambar dan

tulisan terdiri dari:

• Gambar 4 (empat) butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan. Memaknai atau melambangkan 4 (empat) tujuan Penataan

Pertanahan yang akan dan telah dilakukan BPN RI yaitu kemakmuran,

(54)

• Gambar lingkaran bumi melambangkan sumber penghidupan manusia. Melambangkan wadah atau area untuk berkarya bagi BPN RI

yang berhubungan langsung dengan unsur-unsur yang ada didalam bumi

yang meliputi tanah, air dan udara.

• Gambar sumbu melambangkan poros keseimbangan. 3 (tiga) Garis

Lintang dan 3 (tiga) Garis Bujur Memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang mandasari lahirnya Undang-undang Pokok

Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960.

• Gambar 11(sebelas) bidang grafis bumi memaknai atau melambangkan 11 (Sebelas) agenda pertanahan yang akan dan telah

dilakukan BPN RI. Bidang pada sisi sebelah kiri melambangkan bidang

bumi yang berada diluar jangkauan wilayah kerja BPN RI.

Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat dipercaya dan teguh.

Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual dan kemakmuran.

(55)

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan dibentuk berdasarkan

Keputusan Walikota Padangsidimpuan Nomor : 189/KPTS/2006 tentang

Penetapan Alokasi Tanah untuk Pembangunan Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kota Padangsidimpuan dengan kode satker 649991. Luas tanah Kantor Badan

Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan adalah 4620 m2 , sedangkan luas

bangunan adalah 400 m2 . Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota

Padangsidimpuan berlokasi di Jalan Raya Mandailing Komplek Perkantoran Pal

IV Pijorkoling, keseluruhan wilayah berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli

(56)

Padangsidimpuan seluas 14. 685. 680 Ha, dengan jumlah penduduk mencapai

193. 322 jiwa, serta berkewenangan mengurusi 6 Kecamatan dan 79

Desa/Kelurahan. Kondisi bangunan kantor pertanahan saat ini masih baik dan

sangat layak sebagai Kantor Pelayanan, namun di beberapa tempat masih

memerlukan perawatan secara rutin.

Gambaran lokasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan yang

berada di kompleks perkantoran Pal IV Pijorkoling yang merupakan komplek dari

kantor-kantor pemerintah lainnya bisa dikatakan hampir berada di pinggiran Kota

Padangsidimpuan, lokasi kompleks yang sepi jauh dari kericuhan kota diharapkan

dapat membantu para aparatur untuk lebih dapat berkonsentrasi untuk

menyelesaikan pekerjaannya dalam hal pemberian layanan publik kepada

masyarakat. Namun jarak yang cukup jauh dari perkotaan dan permukiman warga

dapat dikatakan menjadi suatu kendala bagi masyarakat untuk dapat mendapatkan

pelayanan dari pemerintah sebagai pemberi layanan publik.

IV.6 Visi dan Misi Pelayanan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Padangsidimpuan

Visi

Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem

kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.

Misi

(57)

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru

kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan

pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.

2. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan

bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah (P4T).

3. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi

berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan

penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga

tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari.

4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan

Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang

akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.

5. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip

dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.

IV.7 Sumber Daya Manusia

a) Berdasarkan golongan :

• Golongan IV A : 1 (satu) orang

• Golongan III D : 5 (lima) orang

• Golongan III C : 2 (dua) orang

• Golongan III B : 7 (tujuh) orang

(58)

• Golongan II B : 1 (satu) orang

• Golongan II A : 1 (satu) orang

b) Berdasarkan sub-bagian dan seksi :

• Tata Usaha : 3 (tiga) orang

• Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan : 5 (lima orang)

• Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah : 4 (empat) orang

• Seksi Pengaturan dan Penataan Tanah : 3 (tiga) orang

• Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara : 2 (dua) orang

IV.8 Loket Pelayanan Kantor

Dalam Kantor Badan Pertanahan Nasionala Kota Padangsidimpuan untuk

mengoptimalkan pelayanan maka dia lakukan dengan sistem loket, adapun

loket-loket tersebut adalah :

Loket 1 : Informasi Pelayanan

Loket 2 : Berkas penerimaan permohonan

2a. Pelayanan :

• Kegiatan Pengukuran

• Pengembalian Batas

• Kutipan SU

2b. Pelayanan :

• Konversi/Pengakuan

(59)

• Peningkatan Hak

2c. Pelayanan :

• Pendaftaran SK

• Peningkatan hak RSS

• Pemecahan/Pemisahan/Penggabungan

• Penggantian Sertipikat

2d. Pelayanan :

• Pengecekan Sertipikat

• SKPT

2e. Pelayanan :

• Peralihan Hak

• Roya

• Pemasangan Hak Tanggungan

Loket 3 : Pelayanan Administrasi Pembayaran/Keuangan

[image:59.595.144.517.586.757.2]

Loket 4 : Pelayanan administrasi Penyerahan Hasil Pekerjaan

Tabel 4.3 Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Kantor Badan Pertanahan Nasional Padangsidimpuan

Lantai 1

No Pemanfaatan

Luas (M2)

1. Loket Pelayanan 10

2. Ruang Server 5

(60)

Teras

4. Ruang Kepala Kantor 35

5. Ruang Sub Bagian Tata Usaha 40

6. Ruang Seksi Hak Tanah dan

Pendaftaran Tanah

40

7. Ruang Seksi Survey Pengukuran dan

Pemetaan

40

8. Ruang Seksi Pemberdayaan

Masyarakat

40

9. Ruang Seksi Sengketa Konflik dan

Perkara

40

10. Ruang Seksi Pengaturan dan Penataan

Pertanahan

40

11. Aula 30

Sumber: Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan

IV.9 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional

Kantor Badan Pertanahan Nasional kota Padangsidimpuan dipimpin oleh

seorang kepala kantor yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional.

• Kepala kantor Badan Pertanahan Nasional kota Padangsidimpuan,

membawahi :

• Kepala sub bagian tata usaha, membawahi :

(61)

- Kepala urusan perencanaan dan keuangan

• Kepala seksi survey, pengukuran dan pemetaan, memba

Gambar

Tabel 4.2 Daftar Walikota Kota Padangsidimpuan
Tabel 4.3 Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Kantor Badan Pertanahan
Tabel 4.4 Daftar Pegawai Sipil Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Kasubsi Peralihan,
Tabel 4.5 Struktur Organisasi LARASITA Kantor BPN Kota
+3

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa masalah yang berkaitan dengan upaya meningkatkan perhatian siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diantaranya kondisi siswa, kondisi guru,

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, April 2015.145 halaman. Dengan adanya ISO 9001:2008 tersebut diharapkan

Aktivitas membaca dilakukan pembaca dalam rangka: (a) menginginkan informasi untuk tujuan-tujuan tertentu, atau karena ingin tahu tentang beberapa topik; (b)

Implementasi memory caching sering disebut sebagai memory cache dan tersusun dari memori komputer jenis SDRAM yang berkecepatan tinggi.. Sedangkan implementasi disk caching

In order to avoid the problems caused by the limited training samples, several feature extraction methods based on the wavelet transform (WT) have been proposed for

Random Access Memory (RAM) adalah sebuah tipe penyimpanan komputer yang isinya dapat diakses dalam waktu yang tetap dan tidak memperdulikan letak data tersebut dalam memori..

With frame camera technology, when capturing images with stereoscopic overlaps, it is possible to derive 3D hyperspectral reflectance information and 3D geometric data of

 Bagi memori internal (memori utama), satuan transfer merupakan jumlah bit yang dibaca atau yang dituliskan ke dalam memori pada suatu saat..  Bagi