• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) di Kota Padangsidimpuan (Studi Pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Padangsidimpuan)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

II.1 Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi

seperti itu. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri

atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Adapun

teori dalam penelitian ini adalah :

II.2 Kebijakan Publik

Chandler dan Plano (1988:107) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

pemanfaatan strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik menurut

Thomas Dye (1981:1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau

tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not).

Definisi kebijakan publik menurut Thomas Dye tersebut mengandung makna

bahwa : (1) Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan

swasta; (2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak

dilakukan oleh badan pemerintah. Sedangkan James E. Anderson (1979:3)

mendefiniskan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh

badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa bahwa kebijakan publik

dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam

pandangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu

pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap

kebijakan mengandung seperangkat nilai di dalamnya ( dikutip Dye,

(2)

hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-pratika sosial yang ada dalam

masyarakat ( Subarsono, 2009:3 ). Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang

bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan

publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya,

suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan

praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Dalam pandangan Ripley (1985:49), tahapan kebijakan publik digambarkan

sebagai berikut :

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik

Diikuti

Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga kegiatan yang diperlukan

yakni ; (1) Membangun persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena

benar-benar dianggap sebagai masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh

(3)

masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah; (2)

Membuat batasan masalah; dan (3) Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut

dapat masuk dalam agenda pemerintah. Pada tahap formulasi dan legitimasi

kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi

yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha

mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan

melakukan negoisasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang terpilih.

Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Pada tahap ini perlu dukungan

sumberdaya, dan penyusunan organisasi pelaksanan kebijakan. Dalam proses

implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu

kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja

dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap

implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi

penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan

datang lebih baik dan berhasil

II.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan

dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah

dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah impelementasi kebijakan

mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Robert

Nakamura dan Frank Smallwood (Tangkilisan, 2003:17), hal-hal yang

berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam

(4)

keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky

(1984:21), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan

dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan

untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan

cara untuk mencapainya. Dan menurut Patton dan Sawicki (1986:25) bahwa

implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk

merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk

mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah

diseleksi. Jadi tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan

dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan

memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas

dan dapat diukur.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang

oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau

mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang

sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai

implementor. Dan untuk kebijakan makro usaha-usaha implementasi akan

melibatkan berbagai institusi (Tangkilisan, 2003:18)

Berbagai studi kasus berfokus pada satu kebijakan atau satu aspek sebuah

kebijakan. Mereka memberikan yang kaya akan nuansa yang berakitan dengan

pembuatan kebijakan dan menguji ke dalam nuansa yang mungkin hilang dalam

(5)

memfokuskan secara sempit dalam satu isu, sebuah studi kasus tidak bisa

berfungsi sebagai basis untuk generalisasi sederetan luas kebijakan. Studi kasus

implementasi belum secara sistematis mengidentifikasikan atau menganalisis

berbagai faktor yang kritis dalam implementasi kebijakan publik .

Dalam sebuah studi yang berkualitas, Eugene Bardach telah memakai metafora

induk “permainan” untuk mengkaji implementasi. Bardach (Edward III, 1980:1)

memperdebatkan bahwa kerangka kerja permainan yang ia telah kembangkan

menerangi pembuatan keputusan dengan mengarahkan perhatian pada para

pemain (mereka yang terlibat dalam impelementasi), taruhan, strategi dan taktik,

sumberdaya, aturan main dan komunikasinya, serat tingkat ketidakpastian seputar

hasil.

Proses implementasi kebijakan hendaknya melalui alur seperti yang dikemukakan

oleh Dye (1981:70) sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Analisis Kebijakan Publik Public Policy

Public Environment

Sumber : Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, 3 th ed. (Englewood Cliffs, NJ; Pretice Hall, 1981)

Berdasarkan gambar/bagan pemikiran dihubungkan dengan permasalahan yang

diteliti sebagai berikut :

(6)

1. Public Policy, merupakan rangkaian pilihan yang harus lebih saling

berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang

dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam

bidang-bidang isu sejak pertahanan, energi, dan kesehatan sampai

pendidikan, kesejahteraan, dan kejahatan. Pada salah satu bidang isu

tersebut terdapat banyak isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan

pemerintah yang aktual ataupun yang potensial yang mengandung konflik

diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat.

2. Policy Stakeholder, yaitu para individu dan atau kelompok individu yang

mempunyai andil di dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.

3. Policy Environment, yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian di

sekeliling isu kebijakan terjadi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

pembuat kebijakan dan kebijakan publik, oleh karena itu sistem kebijakan

berisi proses yang bersifat dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif

dan subyektif dari pembuatan kebijakan tidak terpisahkan di dalam

prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang

diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan;

sistem kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam

tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya; para pelaku

kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan.

(7)

Input Proses Output Outcomes

1. Input, sumberdaya-sumberdaya yang digunakan sebagai ujung tombak

dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana.

2. Proses, adalah proses interaksi antara aktor yakni antara instansi teknis

sebagai pelaksana dengan pengusaha dan masyarakat.

3. Output, yaitu keluaran yang dihasilkan langsung dari proses kebijakan

tersebut.

4. Outcomes, yaitu hasil yang diharapkan dimana akan memberikan tujuan

kebijakan yang positif kepada pemerintah dan masyarakat sebagai

penerima manfaat.

Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan dimulai dari

sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implementasi

kebijakan yang sukses? Ada empat faktor atau variabel kritis dalam

mengimplementasikan kebijakan publik menurut George C. Edwards III (1980:

9-12) :

1) Komunikasi

Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya

adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan harus tahu apa yang

mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti

ditransmisikan kepada personalia yang tepat, dan kebijakan ini mesti jelas,

(8)

2) Sumberdaya

Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian

yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara

mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang

terlibat didalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa

kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan; dan

berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di

dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan.

3) Disposisi

Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam

pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publk. Jika

implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti

para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas

untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk

melakukan suatu kebijakan.

4) Struktur Birokrasi

Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah

kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin

menegerjakannya, impelentasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam

strukltur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi

yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan

kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga

(9)

kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan

menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan.

Bagan 2.4 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III Komunikasi

Sumber Daya

Implementasi Disposisi

Struktur birokrasi

Dan menurut Merilee S. Grindle (1980:9), keberhasilan implementasi dipengaruhi

oleh dua variabel yaitu :

1. Isi Kebijakan (content of policy)

Variabel isi kebijakan ini mencakup :

a) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi

kebijakan;

b) Jenis manfaat yang diterima oleh target group ;

(10)

d) Apakah letak sebuah program sudah tepat;

e) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan

rinci; dan

f) Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

2. Lingkungan Implementasi (context of implementation)

Variabel kebijakan ini mencakup :

a) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh

para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

b) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;

c) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Menurut Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (Subarsono, 2005:99) , ada

enam variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir.

Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi

dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia

maupun sumberdaya non-manusia.

(11)

Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan

koordinasi dari instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar

instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur

birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi,

yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi itu.

5. Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok

kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik

para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik

yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi

kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni : (a) respon

implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk

melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;

dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni prefensi nilai yang dimiliki oleh

para implementor.

(12)

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang

mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah

tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan tanah.

Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah

berwenang untuk menggunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi

hak-haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud adalah ditentukan dalam pasal 16

jo pasal 53 UUPA :

1) Hak milik

2) Hak guna usaha

3) Hak guna bangunan

4) Hak pakai

5) Hak sewa

6) Hak membuka tanah

7) Hak memunguti hasil hutan

8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang

telah ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya

sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah adalah hak yang dimiliki oleh

seseorang untuk memanfaatkan dan mengelola tanah yang dimilikinya atau hak

menguasai.

(13)

Pendaftaran tanah merupakan rangkain kegiatan yang terdiri atas (Tehupeiory,

2012 :6-7) :

1) Pengumpulan, pengolahan-penyimpanan, dan penyajian data fisik

bidang-bidang tanah tertentu;

2) Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data yuridis

tertentu;

3) Penerbitan surat tanda bukti haknya; dan

4) Pencatatan perubahan-perubahan pada data fisik dan data yuridis yang

terjadi kemudian.

Kegiatan pendaftaran tanah yang akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah

yang disebut dengan sertifikat, merupakan realisasi salah satu tujuan UUPA.

Kewajiban untuk melakukan pendaftaran itu, pada prinsipnya dibebankan kepada

pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, daerah demi daerah

berdasarkan pertimbangan ketersediaan peta dasar pendaftaraan

II.5.1 Tujuan Pendaftaran Tanah

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada

pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal yaitu

untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat rechscadaster. Rechascadaster

artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan

haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti

perpajakan. Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga

berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya,

(14)

Tujuan pendaftaran yang semula menurut Pasal 9 ayat (1) UUPA hanya bertujuan

tunggal semata-mata untuk menjamin kepastian hukum, maka berdasarkan Pasal 3

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikembangkan tujuan pendaftaran

tanah juga meliputi :

a) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan

mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang

bersangkutan;

b) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah yang sudah terdaftar;

c) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap

bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas

tanah wajib daftar.

II.6 Sertifikat Hak Atas Tanah

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda “certificat” yang artinya

surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau

dikatakan sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak

(15)

menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan

pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat.

Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data

fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan

atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis

(keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas

tanah, dan hak-hak pihak lain yang diberada diatasnya).

Sertifikat memberikan berbagai manfaat, misalnya dapat mengurangi

kemungkinan timbulnya sengketa dengan pihak lain, memperkuat posisi

tawar-menawar apabila hak atas tanah diperlukan hak lain untuk kegiatan pembangunan,

serta mempersingkat proses peralihan serta pembebanan hak atas tanah.

Keberadaan sertifikat tanah diaktifkan dalam kegiatan ekonomi masyarakat,

sehingga bagi yang menggunakannya telah membantu untuk meningkatkan usaha

dalam meningkatkan pendapatan si pemilik tanah sekaligus dapat meningkatkan

tingkat perekonomian secara makro, sebab dia telah mengaktifkan modal yang

diberikan oleh bank. Dengan demikian surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah

itu dapat berfungsi menciptakan tertib hukum pertanahan serta mengaktifkan

kegiatan perekonomian rakyat. Sebab yang namanya sertifikat hak adalah tanda

bukti atas tanah yang telah terdaftar dan didaftar oleh badan resmi yang sah

dilakukan oleh Negara atas dasar undang-undang.

(16)

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang LARASITA

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan bahwa

dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola

pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.

LARASITA merupakan Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah. LARASITA

adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang

diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. Program ini memadukan

teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan

bergerak. Tujuannya adalah untuk menembus daerah-dearah yang sulit dijangkau,

sehingga masyarakat mudah mendapatkan layanan pertanahan tanpa harus

menempuh jarak yang jauh dan biaya yang mahal.

LARASITA merupakan tugas pokok dan fungsi yang ada pada Kantor

Pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan

yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian

LARASITA menjadi mekanisme untuk :

1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional;

2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang

pertanahan;

(17)

4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi

bermasalah;

5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin

diselesaikan dilapangan;

6) Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang

dimasyarakat;

7) Meningkatkan dan mempercepat legalisasi atas tanah

Manfaat program LARASITA adalah :

1. Pelayanan kepada masyarakat lebih dekat

2. Beban biaya masyarakat menjadi lebih ringan

3. Masyarakat langsung dilayani petugas BPN

4. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab

5. Proses lebih cepat

Jenis pelayanan yang dilakukan program LARASITA ini sama saja dengan semua

pelayanan yang BPN lakukan yaitu :

1. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

2. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik

3. Pemecahan Sertipikat

4. Pemisahan Sertipikat

5. Penggabungan Sertipikat

(18)

7. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah

8. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah

9. Peralihan Hak – Hibah

10. Peralihan Hak – Jual Beli

11. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama

12. Peralihan Hak – Pewarisan

13. Peralihan Hak – Tukar Menukar

14. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik

15. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur

16. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar

II.8 Definisi Konsep

Definisi konsep memberi batasan terhadap bahasan dari permasalahan yang

ditentukan oleh peneliti. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

1) Implementasi Kebijakan adalah merupakan rangkaian kegiatan setelah

suatu kebijakan dirumuskan. Adapun model implementasi yang dipakai

pada penelitian ini adalah model implementasi Van Meter dan E. Van

Horn, dimana ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja

(19)

hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial,

politik, dan ekonomi dan disposisi implementor.

2) LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas Tanah) LARASITA adalah

kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan yang

diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. Program ini

memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam

bentuk pelayanan bergerak.

3) Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Atas

Tanah) adalah rangkaian kegiatan kebijakan yang diimplementasikan

untuk

melihat apakah program ini berjalan dengan baik atau tidak.

II.9 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian.

(20)

Bab ini terdiri dari kerangka teori, definisi konsep, dan sistematika

penulisan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penulisan, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data dan pengujian keabsahan data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi

keadaan geografis, kependudukan, sosial, ekonomi dan pemerinmtahan serta

gambaran umum mengenai program.

BAB V PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh dilapangan dan

merupakan tempat melakukan analisa data yang diperoleh saat penelitian dan

memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program Larasita dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dengan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) di Kantor Badan Pertanahan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa implementasi LARASITA di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dilihat dari standard an

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam melaksanakan program Larasita di Kabupaten Karanganyar, untuk

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa implementasi LARASITA di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dilihat dari standard an

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program Larasita dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya pada Kantor Pertanahan Kota Binjai dengan

“Dengan adanya program ini kita bisa lihat dari pendapatan perkapita masyarakat sekitar yang memanfaatkan program ini,jika pendapatan yang dimiliki masyarakat sekitar bertambah

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa implementasi LARASITA di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dilihat dari standard an